PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA
(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)
D I S U S U N OLEH
AHMAD BAMBANG N HARAHAP 040906027
Dosen Pembimbing : Drs.Zakaria Taher. MSP
Dosen Pembaca : Dra. T. Irmayani. MSi
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PROSES PEMENANGAN KEPALA DAERAH
(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik
dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)
Abstrak
Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang proses pemenangan calon kepala daerah Kabupaten Rokan Hilir yakni yang diusung oleh Partai Golkar dan partai koalisi yang ikut di dalamnya yakni PAN, PBB dan Partai Patriot pada Pilkada Rohil 2006. Di masyarakat Kabupaten Rohil yang dikenal sangat majemuk tentunya tidak mudah untuk mendapatkan suara dari masyarakat.
Teori yang digunakan untuk menguraikan masalah tersebut adalah teori kampanye yang digunakan untuk melihat bentuk kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya dalam memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno, teori partai politik digunakan untuk melihat bagaimana sebenarnya partai politik berkiprah dalam meraih kemenangan dan terakhir adalah teori koalisi yang dibangun oleh partai-partai yang mengusung pasangan Annas – Suyatno. Koalisi dipergunakan melihat koalisi yang terjadi diantara sesama pengurus Partai Politik dan tim sukses Annas -Suyatno. Sementara itu metode yang digunakan dalam Penelitian skripsi ini, menggunakan Metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suasana yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data, perilaku, ucapan, tulisan yang diamati. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode wawancara sebagai teknik uatama pengumpulan data, penelitian ni mengandalkan hasil analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan.
Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kampanye memang memberikan masukan, tetapi yang paling signifikan adalah sosok calon yang memang sudah merakyat sejak lama yang dibangun jauh sebelum Pilkada dilaksanakan. Di Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dan anggota Parpol serta kegigihan sang calon untuk membangun daerahnya, sehingga mampu meraih simpati dari hati masyarakat Rokan Hilir yang majemuk.
DAFTAR ISI
Abstraksi ...………...…………..i
Daftar Isi ………..………...ii
BAB I PENDAHULUAN ………...1
I.1. Latar Belakang Masalah ……….……….………..1
I. 2 Perumusan Masalah ………...12
I. 3 Tujuan Penelitian ………..……..………..12
I. 4 Manfaat Penelitian ……..………....………...13
I. 5 Kerangka Teori…………...…… ..………..….…………..13
I.5.1 Pengertian Partai Politik……. ………..……14
I.5.1.2. Tujuan Partai Politik... ……….………...15
I.5.1.3. Fungsi Partai Politik …..……….………….……...16
I.5.1.4. Kampanye………….……….………….…...18
I.5.2.1. Bentuk dan jenis kampanye………...………..20
I.5.2.2. Tujuan Kampanye………...…………...20
I.5.2.3. Isu Kampanye………..…...………..20
I.5.2.4. Juru Kampanye………..……..…...………21
I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik……….…...………..21
I.6. Metodologi Penelitian ………..………...26
I.6.1.Jenis Penelitian ……..………..………....26
I.6.2. Lokasi Penelitian ………...…..……… ..27
I.6.3. Teknik Pengumpulan Data ………...………...27
I.6.4. Sistematika Penulisan……….…….…...28
I.7. Sistematika Penulisan...29
BAB II. DESKRIPSI LOKASI ...………..…….…..……….30
II.2. Lahirnya Sekber Golkar di Rokan Hilir ………...………...31
II.3. Posisi dan Peran Golkar Di Masa Orde Baru.…...……..………....….32
II.4. Perkembangan Partai Golkar Era Reformasi………....…...33
II.5. Doktrin Karya dan Kekaryaan serta Ikrar Partai Golkar...…………34
II.6. Paradigma Baru Partai Golkar..………...……….35
II.7. Arti Lambang...………....………….……..48
II.8. Gambaran Umum...………....………..50
II.9. Letak Geografis, Luas Wilayah dan Iklim ....………51
II.10.Penduduk... .……….….….51
II.11.Potensi Daerah...……….…...51
II.12. Pengembangan dan Luas Investasi ...………..…52
II.13. Sosial Budaya ...………..……….……...53
Bab III ANALISIS DATA ……….………...57
III. 1 Teknik Kampanye Partai Golkar ………...………57
III. 2 Strategi Kampanye Partai Golkar Rokan Hilir……….………..72
III.2.1 Kampanye dari Pintu ke Pintu ……….74
III.2.2 Kampanye Diskusi Kelompok ……….79
III.2.3 Kampanye Massa Tidak Langsung ……….82
III.2.4 Kampanye Massa Langsung ………82
III. Hubungan Teknik Kampanye dan Strategi Kampanye …..………..83
III. Koalisi dengan Partai Politik Lain ………..………….89
Bab IV PENUTUP ……….………….………...92
Kesimpulan .……….92
Saran ……….………..95
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PROSES PEMENANGAN KEPALA DAERAH
(Studi Analisis Partai Golkar Sebagai Kendaraan Politik
dalam Pilkada Kabupaten Rokan Hilir 2006)
Abstrak
Penelitian ini mencoba menguraikan fakta-fakta tentang proses pemenangan calon kepala daerah Kabupaten Rokan Hilir yakni yang diusung oleh Partai Golkar dan partai koalisi yang ikut di dalamnya yakni PAN, PBB dan Partai Patriot pada Pilkada Rohil 2006. Di masyarakat Kabupaten Rohil yang dikenal sangat majemuk tentunya tidak mudah untuk mendapatkan suara dari masyarakat.
Teori yang digunakan untuk menguraikan masalah tersebut adalah teori kampanye yang digunakan untuk melihat bentuk kampanye yang dilakukan oleh Partai Golkar dan partai koalisi lainnya dalam memenangkan pasangan H. Annas Maamun dan H. Suyatno, teori partai politik digunakan untuk melihat bagaimana sebenarnya partai politik berkiprah dalam meraih kemenangan dan terakhir adalah teori koalisi yang dibangun oleh partai-partai yang mengusung pasangan Annas – Suyatno. Koalisi dipergunakan melihat koalisi yang terjadi diantara sesama pengurus Partai Politik dan tim sukses Annas -Suyatno. Sementara itu metode yang digunakan dalam Penelitian skripsi ini, menggunakan Metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk menggambarkan suasana yang terjadi di lapangan berdasarkan data-data, perilaku, ucapan, tulisan yang diamati. Dengan menggunakan desain studi kasus dan metode wawancara sebagai teknik uatama pengumpulan data, penelitian ni mengandalkan hasil analisis dari data wawancara yang diperoleh dan relevansinya dengan teori yang digunakan.
Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kampanye memang memberikan masukan, tetapi yang paling signifikan adalah sosok calon yang memang sudah merakyat sejak lama yang dibangun jauh sebelum Pilkada dilaksanakan. Di Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengurus dan anggota Parpol serta kegigihan sang calon untuk membangun daerahnya, sehingga mampu meraih simpati dari hati masyarakat Rokan Hilir yang majemuk.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru
membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik
nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci
dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau
pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis.
Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia
adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang
diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus
daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah.
Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi
daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan
revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan
tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur
mengenai pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Sebagaimana yang tertulis
pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala
Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
wakil rakyat di daerah bersangkutan.1
1
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU No. 32/2004 ini demokrasi di
tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 32/2004 dibuat
Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya
seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal.
Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran
dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di
daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin
penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 5/1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya
loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah
ada di tangan pemerintah pusat.
Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi
eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan
tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung)
merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang
luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari
pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan
dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut
dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas
publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping
adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka.2
2
Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54.
Selain itu
Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan
rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga
demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih
memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya
massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin
di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi
kebijakan-kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu
keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu.3
Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.
Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata
pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah
tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke
arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi
pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga
pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari
rakyat.
4
Sama seperti halnya dengan pemilihan umum (Pemilu), melalui azas-azas yang
terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka
pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi.
Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga
3
Ibid, hal. 32-33.
4
berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan,
mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban
publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah
bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak
lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment
dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya.
Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon
pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara
rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan
dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di
dalam UU No.32/2004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu
gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU
No. 32/2004 pasal 56 ayat (2) bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang
memenuhi persyaratan.”
Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara
pemilihan kepala daerah langsung (pilkadasung) dengan pemilihan umum (pemilu)
legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam
Pilkada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pilkadasung, kandidat yang
mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana.
Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan
oleh partai politik.5
5
Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,
Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung
dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan
atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam
Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan
partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi
partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan
kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah
nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik
masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses
pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama
proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat.
Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.6
Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis
dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin
meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan
kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai
politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan
kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha
atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah
mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi
layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk
mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.
6
Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007,
konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka.
Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal.
Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional
(Presiden, Wapres, Anggota Parlemen). Calon kepala daerah dalam berkampanye
tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan
menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang
bersangkutan.
Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik
dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32/2004 pasal 59
ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang
dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan
sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.
Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226
daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau
keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung
menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukka n
Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya
adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.7
Pemilihan Umum, (baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden,
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat I/II) pertama kali
berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun
7
2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentan
Dalam undang-undang ini, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah TK I/II) belum dimasukkan dalam rezim
dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan
partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD.
Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat (1) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK I/II.
Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang
sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang
Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga
turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan
Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau.
Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang
parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai
dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006.
Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama
partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon;
kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon.
Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai
tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan
calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai
tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan
Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan
luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari
partai Golkar tersebut.
Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah
dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati
Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan,
ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing
calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal
yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke
alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah
pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan
Hilir 2006.
Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan
adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati,
adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam
Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang
dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan
persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa
audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain
politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada
penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta
efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.
Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada
Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam
rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung
ke akar rumput (grass root) guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah
yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan
konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi
target 35% perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006.
Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin
berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi
perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap
mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon
dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun
untuk mengantisipasi lawan-lawan (rival) politiknya di daerah pemilihan dan
mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya.
H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di
Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari
Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi
kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun
yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB,
PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon
yang mereka usulkan.
Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H.
Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif
bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program
kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan
yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang
sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada
melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan
demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol.
Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan
masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap
mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih
skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang
mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai
figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik
yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk
bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan
Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs.
H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka,
Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung
oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang
didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling
merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh
daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir8
• Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai
koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada
Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi?
yang diusung oleh Partai Golongan
Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi.
Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun –
H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan
calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu
dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang
mendukung pasangan tersebut.
I.2. Perumusan masalah
Berangkat dari pemaparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai
berilkut:
• Strategi dan Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan DPD Partai
Golkar Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas
Maa’mun sebagai Bupati pada Pilkada Rokan Hilir tahun 2006?
8
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
dan adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan DPD Partai Golkar
Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun
sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir 2006.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya koalisi antar partai yang
mendukung H. Annas Maa’mun sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir
2006.
I.4. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu untuk
peneliti itu sendiri dan terlebioh lagi untuk masyarakat luas. Untuk itu menurut
penulis manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, tentunya penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis
dalam membuat suatu karya ilmiah dan melatih penulis untuk membiasakan
diri untuk membaca dan membuat karya tulis ilmiah. Melalui penelitian ini
juga penulis dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang di
teliti.
2. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah
penelitian di bidang Ilmu Politik, khususnya di bidang political marketing dan
I.5. Kerangka Teori
Teori merupakan seperangkat proporsi yang menggambarkan suatu gejala
terjadi seperti itu. Proporsi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas
beberapa konsep dalam bentuk hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori
juga megandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia
sebagaimana yang dapat diobservasi.9
Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi
kepentingan publik yang paling mapan adalah partai politik. Urgensi partai politik
semakin menggeliat manakala kita hubungkan dengan kepentingan publik yang perlu
didengar oleh pemerintah (bahkan terlebih lagi oleh parlemen).
Penggunaan teori penting kiranya dalam
menelaah suatu masalah atau fenomena sehingga masalah atau fenimena tesebut dapat
diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Adapun teori-teori yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah :
I.5.1. Partai Politik
I.5.1.1. Pengertian Partai Politik
10
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan
meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan Partai politik
menjadi terligitamasi adanya ketika demokrasi langsung mustahil untuk dilakukan di
negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan
aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan
kuantitas penduduk semakin besar.
9
. M. Arif. Nasution, dkk, Metode Penelitian Sosial, Medan, Fisip USU Press, 2008, Hal.76-77.
10
berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak
lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik
yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari
itu dewasa ini di negara-negara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik
yang biasa dijumpai.11
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik.
Dari sediikit gambaran diatas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa
partai politik sejatinya memang merupakan “jembatan” antara rakyat dan pemerintah.
Selain itu, partai politik juga merupakan salah satu pilar dan institusi demokrasi yang
penting dalam membangun politik yang lebih berkualitas dan beradab.
12
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, bab I
pasal 1 ayat pertama13
Maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa yang diartikan dengan partai
politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur baik dalam hal :
“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara secara sukarela dan membela kepentingan politik anggota, masyrakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
11
. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Poltik, Jakarta: Yayasan Obor, 1998, hal. 159.
12
. Ibid, hal. 161.
13
pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan, dengan tujuan pokok
yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan kekuasaannya dalam
pemerintahan secara konstitusional.
I.5.1.2. Tujuan Partai Politik
Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya memiliki tujuan-tujuan
tertentu. Demikian pula organisasi yang disebut Partai Politik. Tujuan pembentukan
suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun
menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara juga dapat diperlihatkan dari
aktivitas yang dilakukan.
a. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang
orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil
atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya;
b. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadap
kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam
keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politik
yang bersangkutan).
c. Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masih
mentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir
kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue) yang dapat
dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.
I.5.1.3. Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan
Sedangkan pengertian fugsi partai lainnya, ialah14
Keempat, partai politik membuka ruang bagi lahirnya partisipasi politik.
Partisipasi dalam konteks ini menjurus kegiatan warga negara dalam mempengaruhi
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan juga dalam ikut menentukan : pertama, partai politik sebagai
sarana sosialisasi politik. Partai politik sebagai instrumen penting dalam negara
demokrasi berfungsi untuk melakukan penyaluran nilai, norma, aturan, atau kebiasaan
politik yang benar pada konstituennya, lebih umum lagi pada warga masyarakat.
Adapun beberapa cara dalam melakukan sosialisasi politik yang dilakukan oleh partai
politik, ialah: (1) sosialisasi politik formal; (2) sosialisasi politik non-formal; dan (3)
sosialisasi politik informal.
Kedua, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu tugas partai
politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi warga masyarakat
dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern, pendapat dan inspirasi masyarakat
akan hilang tak berbekas apabila ditampung dan digabung dengan pendapat dan
inspirasi orang lain yang senada.
Fungsi ketiga partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Oleh
karena tujuan utama dari partai politik adalah turut terlibat dalam politik praktis
kepemerintahan, maka sudah barang tentu salah satu fungsi partai adalah melakukan
rekrutmen guna mengisi posisi yang dubutuhkan dalam lembaga negara. Rekrutmen
politik minimal melaksanakan seleksi dan pemilihan serta mengangkat seseorang atau
sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam partai politik dan
pemerintahan. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik.
14
kepemimpinan pemerintah. Karena partai politik dibayangkan oleh warga negara atau
konstituennya dapat menyalurkan masukan-masukan tersebut, sehingga aspirasi dan
partisipasi publik dapat didengar oleh pemerintah yang berkuasa.dan, dalam titik
tertentu harapannya adalah, pemerintah mau melakukan revisi atau formulasi
kebijakan atas masukan-masukan yang telah diberikan oleh warga masyarakat.
Kelima, partai politik sebagai sarana pengelola konflik. Dalam suasana
demokrasi; persaingan dan perbedaan pendapat dalammasyarakat merupakan hal yang
wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik harus mampu untuk mengakomodasi
dan memandu pelbagai perbedaan di dalam masyarakat untuk mencapai titik temunya
dalam dialog, sehingga menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai. Strategi
yang dapat digunakan untuk melerai perbedaan atau konflik yang tengah terjadi
adalah dengan cara pencarian solusi melalui kompromi atau pun dialog. Kompromi
politik baru dapat dilakukan oleh partai politik bila kedua belah pihak (atau lebih)
yang bertikai mau membuka diri dan bersedia duduk bersama dan berniat untuk
menyelsaikan konflik.
Keenam, fungsi dari partai politik adalah melakukan kontrol politik. Kontrol
politik sangat dibutuhkan dalam negara demokratis. Ia tidak saja sebagai sarana untuk
menyediakan nuansa checks and balances yang aktual, tetapi juga, kontrol politik,
berupa kegiatan dalam menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpngan yang
dilakukan oleh pemerintah berkuasa.
Adanya partai politik, dianggap sebagai suatu yang wajar-wajar saja terutama
dalam konteks nilai-nilai esensial sebuah demokrasi. Terlbih lagi, jika kita
menghubungkannya dengan perspektif teori demokrasi, pada dasarnya mengatakan
wacana ilmu sistem politik. Dan di sisi lain, mengatakan bahwa kehadiran partai
politik dilihat sebagai sarana untuk berpartisipasi.
I.5.1.4 Kampanye
Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing
partai politik maupun pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan
untuk mengubah persepsi, sikap, dan prilaku pemilih. Perubahan yang dimaksud tentu
diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. Pada kesempatan kampanye
para kandidat menyampaikan visi dan misinya yang diarahkan menyentuh
kepentingan daerah yang bersangkutan. Pemilih yang masih menaruh harapan besar
terhadap visi misi para kandidat tentu akan menjadi pertimbangan utama bagi
pemilih.15
Selain itu, kampanye juga merupakan sebuah tindakan politik bertujuan
mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan
atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses
pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan
guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian, Dalam sistem politik
demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian
dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis
tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di
dalam suatu institusi.
Isu politik atau program kandidat pada dasarnya bukanlah suatu yang terpisah
dari masyarakat. Artinya, untuk memahami program kandidat tidak cukup hanya
mengamati persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang, melainkan harus
15
dilihat dari bagaimana pandangan masyarakat masyarakat terhadap program yang
ditawarkan. Apakah pemilih mempunyai perhatian besar atau sebaliknya, apakah
bersikap positif atau justru bersikap negatif. Dengan demikian, kesadaran politik
pemlih dalam menyikapi berbagai jualan politik para kandidat menjadi sangat penting
dalam menentukan pilihannya.
I.5.2.1. Bentuk dan Jenis Kampanye
Kampanye umumnya dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan,
penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-simbol, pada sistem
politik otoliter kampanye sering bisa dilakukan kedalam bentuk tindakan intimidasi,
propaganda atau dakwah.
I.5.2.2. Tujuan Kampanye
Kampanye pada awalnya dijalankan untuk sebuah rekayasa Pencitraan
kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau
isu.Gagasan atau isu yang disampaikan bertujuan untuk mempengaruhi individu
ataupun kelompok masyarakat agar ikut dalam partisipasi politik atau dengan kata
lain memilih partai ataupun perseorangan yang melakukan kampanye itu. Melalui
kampanye ini partai-partai atau orang yang terlibat dalam partai tersebut
memperkenalakan apa yang menjadi visi dan misi mereka dan apa yang menjadi
tujuan mereka. Selain itu kampanye bertujuan untuk merngajak individu ataupun
kelompok masyarakat untuk mendukung dalam tercapainya tujuan partai ataupun
I.5.2.3. Isu Kampanye
Dalam setiap pelaksanaan kampanye selalu didukung dengan adanya isu-isu
kampanye. Isu kampanye dipahami sebagai segala sesuatu yang berupa janji politik
para kandidat termasuk sebelum masa kampanye. Isu kampanye pada dasarnya selalu
bernada ingin melakukan perubahan, namun perubahan yang dinginkan oleh
masyarakat belum juga dirasakan.16
Tim sukses berfungsi menjembatani kandidat dengan pemilih, tim sukses juga
memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pemilih atas dasar ikatan Masyarakat pemilih masih melihat isu kampanye
hanya sekedar janji ataupun sekedar promosi politik belaka. Dengan demikian, jika
isu kampanye yang disampaikan tidak terealisasi dengan baik, maka sudah pasti
masyarakat akan pesimis dengan janji-janji politik atau isu kampanye pada
momen-momen pemilihan berikutnya.
I.5.2.4. Juru Kampanye
Juru Kampanye merupakan tim kampanye yang terdaftar di KPUD yang
dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai
politik. Juru kampanye juga dimaksudkan kepada siapa saja yang aktif dalam
menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat masa kampanye
maupun diluar masa kampanye yang telah ditentukan. Juru kampanye baik yang resmi
maupun tidak resmi, berjenjang dari tingkat provinsi sampai pada pelosok-pelosok
desa. Distribusi tim sukses tersebut memiliki hubungan atau ikatan emosional dengan
konstituen dimana mereka berada.
16
emosional antara tim sukses dengan para pemilih.17
Teori koalisi partai politik telah lama berkembang di negara-negara Eropa
khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam
sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, kaolisi adalah suatu keniscayaan
untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah membentuk
pemerintahan yang kuat (strong government), mandiri (autonomous), dan tahan lama
(durable).
Ikatan emosional tersebut
merupakan faktor penting dalam proses kampanye.
I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik
18
Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal, tidak
ada satu pun koalisi yan digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat,
mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan.
Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan.
Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalin bila dibangun di atas landasan
pemikiran yang realistis dan layak.19
Menurut studi Huang Wang, seorang peneliti dari New York University, yang
menyatakan bahwa di dalam setiap masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama
dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor – baik berupa
kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu untuk
bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih.
Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut dengan koalisi.
20
17
. Ibid, hal 224.
18
Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 22
19
Ibid.,hal. 22
Melihat dari hasil
penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar
20
organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada (elit-elit kedua organisasi yang
ada).
Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan
yang kuat. Dalam teori, koalisi partai politik hanya akan berjalan jika dibangun
dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak.
Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun
dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit
dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menemukan arah koalisi ini
menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen).
Menurut William Riker dalam bukunya The Theory of Political Coalition,
koalisi partai politik dimaknai sebagai, “....three-or-more-person game, the main
activity of the players is to select not only strategies, but patners. Patners once they
become such, then select a strategy”.21
Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para
aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi
dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan
adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi partai politik tidak Pada saat rekanan (partner) ini bergabung, dan
bekerjasama hanya dengan sejumlah aktor lain, dan bertarung mengadapi aktor-aktor
lainnya di luar mereka, setiap koalisi pada dasarnya mencari pengaruh langsung di
antara aktor-aktor tanpa adanya mediasi yang berbentuk material oleh karenanya
bersifat politis.
21
didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (misalnya uang) melainkan
tujuan-tujuan yang bersifat politis.
Tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka
merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan
koalisi partai politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan
demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi
pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan
dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi “permanen” yang tidak oportunitis akan
semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan
rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana
koalisi permanen. merupakan koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama,
tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontral politik untuk
mempertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan
kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.
Koalisi permanen ini memang tidak bisa dibentuk dengan sembarangan.
Mengacu pada teori Arend Lijphart, setidaknya terdapat empat teori koalisi yang bisa
diterapkan di Indonesia, Pertama, minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya
adalah maksimalisasi kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi
di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua,
minimum size coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai
yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining
proses negosiasi. Dasar dari teori ini adalah memudahkan proses tawar-menawar dan
negosiasi karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit. Keempat, minimal range
coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan
ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet.
Dasar dari teori ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis. Kelima, minimal
connected winning coalition, dimana dasar berpijak teori ini adalah bahwa
partai-partai berkoalisi karena masing-masing memiliki kedekatan dalam orientasi
kebijakannya.22
KIRI KANAN
Untuk memahami pola-pola koalisi yang mungkin terbentuk maka
partai-partai disusun dalam spektrum ideologi sebagai berikut :
A ( 21 ) B ( 12 ) C ( 33 ) D ( 26 ) E ( 8 ) TOTAL = 100
Huruf A sampai E menunjukkan partai politik yang disusun berdasarkan
kecenderungan ideologi. Sedangkan angka-angka yang dalam tanda kurung adalah
persentasi perolehan kursi di parlemen. Partai A berada pada spektrum ideologi kiri,
sedangkan E berada pada spektrum ideologi kanan, sementara partai C adalah partai
dengan ideologi tengah. Sebagaimana pada spektrum ideologi Eropa, maka disebelah
kiri C adalah partai-partai Nasionalis-Sekuler, sedangkan pada sebelah kanan C
terletak partai-partai Nasionalis-Religius, demikian juga semakin ke kiri akan semakin
sekuler dan radikal.
22
Dalam teori politik, koalisi adalah peranti paling efektif meraih kekuasaan.
Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh
partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan
memperkuat oposisi bagi partai-partai politik yang duduk di parlemen namun tidak
ikut memerintah. Dalam sistem presidensial sebagai pesan dari UUD 1945, eksekutif
dan legislatif adalah dua lembaga terpisah yang tidak bisa saling menjatuhkan satu
sama lain.
Koalisi tidak terelakkan karena sistem politik politik multipartai melahirkan
aroma sistem parlementer. Koalisi antarparpol dengan demikian menjadi semacam
motor penggerak bagi terpilihnya kandidat pemimpin, koalisi hanya dimaknai sebatas
intrumen merebut kekuasaan. Cairnya koalisi yang diperagakan oleh parpol saat ini
menunjukkan hilangnya demarkasi ideologis dan visi yang ditukarkan dengan mata
uang kepentingan. Padahal, secara ideal, koalisi dapat berjalan efektif manakala
terjadi titik temu di level paradigmatik, yaitu, ideologi, visi-misi, kultur dan corak
kebangsaannya. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk menganalisis kebijakan
koalisi dan pelaksanaan serta implikasinya.
Hubungan teori di atas dengan perumusan masalah adalah bahwa koalisi yang
terjadi dalam sebuah pertarungan politik adalah election (pemilihan) sangat
menentukan arah pengambilan keputusan dalam proses rekrutmen politik (mulai dari
penjaringan sampai penetapannya) yang dilakukan. Ini dikarenakan dalam koalisi
terdapat lebih dari satu elemen kepentingan yang bermain. Oleh karena itu diperlukan
kesepatakan bersama dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
I.6. Metode Penelitian
Metode penelitian didefenisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang
digunakan dalam memproses penelitian. Metode berguna untuk memberikan
ketepatan, kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi.23
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada
deskriptif dan analitis. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini
juga dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu yang baru sedikit
diketahui, metode kualitatif juga dapat memberikan rincian yang kompleks tentang
fenomena yang sulit di ungkap oleh metode kuantitatif.
Untuk itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk
mencapai kebenaran ilmiah, yakni : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
I.6.1. Jenis Penelitian
24
Dengan metode dan pendekatan penelitian ini penulis dimaksudkan agar dapat
melihat dan memahami mengenai peran partai Golkar dalam proses pemenangan H.
Annas Maa’mun pada Pilkada Rokan Hilir Tahun 2006.
I.6.2. Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan informasi yang menyangkut masalah penelitian ini maka
penulis melakukan penelitian di DPC partai Golkar Rokan Hilir.
23
. Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Majuy, 1996, hal. 17.
24
. Ansem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Tata Langkah dan
I.6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga
dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun
data yang akan dikumpulkan dalam upaya pengumpulan data di bagi menjadi dua
yaitu :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari wawancara langsung yang dilakukan penulis
dengan pengurus partai Golkar yang terlibat dalam proses pemenangan H.
Annas Maa’mun agar memperoleh data yang benar dan akurat.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang antara lain
mengumpulkan buku-buku, koran, majalah, dan bahan-bahan lainnya yang
dianggap berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis sebagai
bahan tambahan untuk melengkapi keakuratan dari data primer.
I.6.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskripsi dengan tujuan memberi gambaran mengenai
situasi atau kejadian yang terjadi. Data yang terkumpul melalui wawancara dan
dokumentasi akan dianalisis secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan
suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. Permasalahan yang akan
I.7. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan terdiri dari beberapa bab. Adapun tiap bab terdiri
dari :
BAB I : Pendahuluan
Bab I ini berisi tentang latar balakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode peneltian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan tentang Profil Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir
dan calon Bupati yang di usung Partai Golkar dan Koalisinya.
BAB III : Panyajian dan Analisis Data
Bab ini berisi data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan
mengenai peran Partai Golkar dan Partai Koalisi dalam proses
pemenangan H. Annas Maa’mun pada Pilkada 2006, yang kemudian
akan dianalisis oleh penulis mengenai peran partai Golkar tersebut.
BAB IV : Penutup
Bab IV ini adalah bagian terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisi
tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab-bab
sebelumnya dan saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus
BAB II
DESKRIPSI LOKASI II.1 Sejarah dan Kelahiran Golkar
Golongan Karya telah tumbuh bersamaan dengan Proklamasi 17 Agustus
1945 serta turut berjuang untuk menegakkan dan mempertahankan Proklamasi itu,
pada awal kemerdekaan, kedudukannya secara formal belum diatur secara disebabkan
penyelewengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan keluarnya
Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 oktober 1945, yang disusul kemudian
dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, maka lahirlah sistem multi
partai dan sistem demokrasi liberal. Dengan adanya pengakuan tentang kehadiran dan
legalitas Golongan Karya di Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS),
maka atas dorongan ABRI, dibentuklah Sekretariat Bersama (SEKBER)
GOLKAR, pada tanggal 20 Oktober 1964. Tanggal inilah hari lahirnya Golongan
Karya. Setelah meletusnya gerakan pengkhianatan G.30/S/PKI, maka ABRI,
SEKBER GOLKAR, Pemuda, Mahasiswa dan Rakyat yang Pancasilais bangkit
dengan serentak menumpas gerakan penghianatan G.30/S/PKI.
Pada awal pembentukannya, SEKBER GOLKAR beranggotakan 61
organisasi. kemudian berkembang menjadi 291 organisasi karena golongan-golongan
fungsional lainnya sudah menyadari bahwa Sekretariat Bersama GOLKAR
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tujuan haluannya
adalah pelaksanaan Demokrasi Pancasila menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan Haluan
Negara Republik Indonesia.
Sementara itu proses kristalisasi dalam tubuh Sekretariat Bersama GOLKAR
organisasi melepaskan diri dari Sekretariat Bersama GOLKAR, sementara itu
dibentuklah KINO-KINO (Kelompok Induk Organisasi) sebagai pengelompokkan
dari organisasi-organisasi yang tergabung dalam SEKBER GOLKAR. Proses
kristalisasi ini berlanjut lagi dengan keluarnya Peraturan M e nt er i Dalam Negeri
Nomor 12 tahun 1969 yang pada waktu itu terkenal dengan sebutan PERMEN 12.
Setelah GOLKAR meraih kemenangan dalam Pemilu 1971, sesuai dengan ketentuan
dalam Ketetapan MPRS mengenai perlunya kembali kehidupan politik Indonesia,
pada tanggal 17 Juli 1971 SEKBER GOLKAR mengubah dirinya menjadi GOLKAR.
I I . 2 . L a h i r n v a Sekb e r Go lka r di Ro ka n Hili r
Dalam buku 30 Tahun Perjuangan Golkar yang merupakan perjalanan
Partai Golkar di Rokan Hilir terlihat bahwa Partai latar belakang dan per ja la na n
panjang Partai Golkar juga terdapat peran ABRI sebagai barisan t erdepa n dalam
pembentukkan Sekber Golkar. Dengan terbentuknya Sekber GOLKAR di Pusat,
ormas-ormas Golkar yang telah lahir menyambutnya dengan rasa optimis. Keadaan
dan kondisi daerah Rokan Hilir pada waktu itu memang telah dirasakan sangat
mencemaskan dimana kekuatan organisasi Non Pancasialis yang dikoordinir oleh PKI
telah dapat berhasil menyusun kekuatan disegala sektor dan bidang, ditengah-tengah
golongan dan lapisan masyarakat.
Tet ap i u nt uk me nga daka n su at u wada h ya ng merup aka n Fro nt
Kekuat a n Pa ncas ila be lu mla h da pat d ila hir ka n. Ju st ru it u ke la hira n
Sek ber Go lkar a nggo t a Fro nt Na s io na l t e la h d is a mbut de nga n ba ik da n
me ma ng be nar t e la h sa ngat d ibut uhk a n o le h ma s yar akat Ro ka n H ilir.
Pro ses pe mbe nt uka n Go lkar d i Ro ka n H ilir ada la h s e bag a i ber ikut :
Me ng hadap i s it ua s i ma s yar akat ya ng t idak me ne nt u d a n
Ha nka m, per lu t uru n t a nga n, kare na p ada wakt u it u s ega la o rga nis as
i-o rganis as i ya ng t id ak bera filia s i d e ng a n part a i pi-o lit ik d a n ya ng
bero rie nt as i pada kar ya- kekar ya a n juga harus ber ada da la m Fro nt
Nas io na l. P ada t angg a l 2 6 Ju li 1965, d ibe nt uk P a nit ia Pers iapa n
pe mbe nt uka n Sekr et ar iat Ber sa ma Go lo nga n Kar ya, de nga n
me ngu nd a ng Pe nguru s Da era h Fro nt Nas io na l Ro ka n H ilir.
Da la m wa kt u t idak t er la lu la ma mak a terbe nt uk la h pe nguru s
Sekret ar iat Ber sa ma Go lo nga n Kar ya Ro kan H ilir. De mik ia n pu la
se la n jut nya, me nge lu arka n p er nyat aa n k e bu lat a n t ekad la h ir nya su at u
o rganis as i ke kar ya a n ya ng ber na ma Se kret ar iat Bersa ma Go lo nga n
Kar ya ya ng d iduk u ng o le h ma s yara kat da n AB RI. O ie h k are na it u,
ABRI t idak d apat t ingga l d ia m set iap g e raka n da la m ma s yar akat . Ha l
in i ju ga d it a nda i d e nga n pe mbe nt uk a n Se kber Go lkar d i set iap w ila ya h
Ka bupat e n d a n Ko t a d ilak sa naka n se su a i de nga n sur at kawat Pa ng lima
Daera h M ilit er II kepada D AN REM 21 s a mp a i d e nga n 23 da n D ANDI M
0212. Da la m k e nyat aa n me ma ng Sek ber Go lkar it u me nd apat duku nga n
ma s yar akat ba nyak me la lu i o rga nis as i-o rganis as i ya ng bera filia s i
de nga n part a i po lit ik d a n ya ng bero r ie nt as i p ada k ar ya d a n ke kar ya a n
sepert i M KG R, SO KSI, KOSG OR O da n o rga nis as i fu ng s io na l la inn ya.
Perkembangan pengelompokkan atau konsolidasi selanjutnya diadakan di
daerah-daerah Tingkat II dan langsung dilantik oleh Ketua Umum DPH Sekber
Golkar Rokan Hilir, dimana sebagian besar para Ketua-ketua DPH Sekber Golkar
Rokan Hilir. Kedudukan Ormas-ormas anggota Sekber Golkar sebelum lahirnya
Peraturan Menteri No. 12/1999, pada umumnya telah merasakan disiplin induk
Lembaga Legislatif Daerah karena Sekber belum mempunyai wewenang dan
prosedur yang cukup kuat untuk mendisiplinkan anggotanya. Setelah lahirnya
Permen No. 12/1969 situasinya berubah dari sebelumnya. Hal tersebut
didasarkan carena pengisian tunggal akibat terkena Permen No. 12 adalah
Sekber. Pengaruhnya meliputi wibawa dan prosedur tersebut menambah
kekuatan Sekber Golkar dalam pengembangan, pengarahan, dan pengendalian.
Pelaksanaan Permen No. 12 di daerah Rokan Hilir dapat berjalan dengan baik,
walaupun terdapat beberapa hambatan yang tidak berarti.
II.3. Posisi dan Peran GOLKAR Di Masa Orde Baru
Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan
Kota :Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, selama perjalanannya GOLKAR
telah memposisikan diri sebagai kekuatan sosial dan politik pendukung Orde
Baru. Hal ini tercermin dari setiap pelaksanaan Musyawarah Nasional
(MUNAS) Golongan Karya senantiasa menghasilkan keputusan yang
memberikan dukungan terhadap program-program pemerintah. Dengan kata
lain, program organisasi selalu dipadukan dengan program pemerintah dan
mendapat dukungan serta legitimasi dari lembaga legislatif yang dikuasai
Golongan Karya.
Kedudukan Ketua Dewan Pembina yang juga adalah Presiden sangat
dominan mewarnai keputusan-keputusan Golongan Karya, bahkan dapat
membatalkan keputusan-keputusan yang telah dihasilkan oleh masyawarah
organisasi dan membekukan dewan pengurus. Hal ini telah menyebabkan
berkurangnya kemandirian Golongan Karya,
Ada empat hal utama yang menjadi ciri GOLKAR di masa Orde Baru,
1. Dikenalnya istilah Si ste m Tiga Jalu r ABG, yaitu ABRI, Birokrasi,
dan Golongan Karya.
2. Dominannya peranan lembaga Dewan Pembina.
3. Pengambilan keputusan selalu dari atas (t op d o wn).
4. Sangat menghindari pemungutan suara (vo ting) untuk menentukan
pimpinan organisasi di semua tingkatan atau dari Ketua Umum DPP
sampai pada tingkat kepengurusan terbawah.
II.4. Perkembangan Partai Golkar Era Reformasi
Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan
Kota: Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, sejak pelaksanaan Musnalub
Partai Golkar pada bulan Juli 1998, Partai Golkar semakin menegaskan untuk
memperbaharui dirinya sesuai dengan semangat dan tuntutan reformasi.
Beberapa hal yang dapat dilihat sebagai perbedaan yang signifikan dengan
Golkar masa lampau adalah struktur kepemimpinan Partai Golkar era
reformasi ini tidak lagi mempunyai institusi Dewan Pembina. Dahulu Dewan
Pembina dipimpin oleh Presiden, sekarang dihapus. Partai Golkar menghapus
institusi Dewan Pimpinan Penimbangan Propinsi yaitu Gubernur. Partai
Golkar tidak punya lagi Ketua Dewan Penasehat di Kabupaten atau Kota,
yang semula dijabat oleh Bupati.
Di era reformasi, Partai Golkar mempunyai institusi Penasehat.
Namun, posisi Penasehat tidak secara struktural membawahi kepengurusan
Partai Golkar di tingkat masing-masing baik pusat maupun daerah. Para
penasehat diangkat berdasarkan pertimbangan senioritas dalam kekaderan
Partai Golkar, dan nasehat itu tidak mengikat Partai Golkar. Setelah Deklarasi
Partai Golkar Baru tidak ada lagi campur tangan struktur lain di atas Dewan
Pimpinan. Partai Golkar benar-benar berada di tangan Dewan Pimpinan dari Partai
organisasi partai. Demikian pula dalam kaitan dengan rekrutmen, kaderisasi, dan
sistem musyawarah yang diberlakukan mengalami perubahan.
II.5. Doktrin Karya dan Kekaryaan serta Ikrar Partai Golkar
Dalam buku Materi Perkaderan Partai Golkar Tingkat Kabupaten dan Kota
Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-An, Partai Golkar telah memiliki Doktrin d a n
Ikrar, oleh sebab itu adalah menjadi kewajiban bagi setiap anggota Partai
Golkar,terutama kader-kader Partai Golkar untuk selalu mendalami Doktrin dan
Ikrar Partai Golkar, serta menghayati dan mengamalkannya dalam melaksanakan
kegiatan organisasi.
a. Doktrin Partai Golkar
Doktrin adalah ajaran, asas, kesatuan pemikiran, pedoman, pegangan dan
bimbingan dalam melaksanakan tugas. Doktrin Partai Golkar tetap kelanjutan dari
SEKBER GOLKAR yang lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Partai Golkar tetap
berpegang pada doktrin karya kekaryaan, yaitu Karya Siaga Gatra dan Praja yang
dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.
1) Menunjukkan surya sangkakala lahirnya Golkar sebagai
kekuatan sosial politik pelopor pembaharuan dan
pembangunan.
2) Menurut arti katanya, menyatakan derap langkah serta tekad
Partai Golkar. Karya berarti pekerjaan atau tugas, SIAGA
berarti siap, GATRA berarti bentuk bangun atau wujud, dan
PRAJA berarti kerajaan atau negara. Pengertian ini
disimpulkan menjadi Siap Bekerja Membangun Bangsa.
Doktrin karya kekaryaan Partai Golkar berorientasi pada program
berorientasi pada aliran atau ideologi. Dengan perspektif ini ingin ditegaskan
bahwa Partai Golkar tidak setuju dilakukakannya pengelompokkan politik
berdasarkan primordialisme dan sekulerisme. Bagi Partai Golkar karya yang
baik bermanfaat bagi masyarakat adalah lebih penting daripada ide atau
gagasan semata.
b. Ikrar Pa rtai Golk ar
Ikrar adalah pernyataan sikap, janji yang sungguh-sungguh yang
dilandasi kesadaran akan keyakinan, kebenaran, dan kesanggupan untuk
melaksanakan dan mengambil tanggung-jawab. Ikrar Partai Golkar "Panca
Bakti" adalah sebagai berikut:
a) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah insan yang percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah pejuang dan pelaksana
untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945, pembela serta
Pengamal Pancasila.
c) Kami, warga Partai Golongan Karya adalah pembina persatuan dan
kesatuan bangsa yang berwatak setia kawan.
d) Kami,warga Partai Golongan Karya bertekad bulat melaksanakan
amanat penderitaan rakyat untuk membangun masyarakat adil,
makmur, tertib, dan senantiasa.
e) Kami, warga Partai Golongan Karya setia pada Undang-Undang
Dasar 1945 mengutamakan kerja keras, jujur, dan bertanggung
II.6. Paradigma Baru Partai Golkar
Paradigma Baru Partai Golkar ini berisi pokok-pokok doktrin, visi, misi,
dan platform politik. Di dalam perumusan Paradigma Baru ini ada terkandung
aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan ditunjukkan
melalui perubahan struktur atau kelembagaan, dan aspek kesinambungan tampak
pada kekukuhan Partai Golkar untuk tetap berideologi Pancasila dan doktrin
karya dan kekaryaan.
Pembaharuan ini disamping dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah
kekeliman lama, juga diarahkan untuk mewujudkan Partai Golkar yang
mandiri,demokratis, kuat soild, berakar, dan responsif. Dengan Paradigma Baru
maka Partai Golkar diharapkan menjadi partai politik yang modern dalam
pengertiannya yang sebenarnya. Yakni, tidak lagi sebagai "Partainya Penguasa"
(the rul er' s pa rty) yang hanya menjadi mesin pemilu atau alat politik untuk
melegitimasi kekuasaan. Pembaruan paradigma itu sendiri didorong oleh faktor
utama yang berasal dari diri Partai Golkar sendiri, yakni jatidiri dan watak Partai
Golkar sebagai kekuatan pembaru. Sebagaimana disebutkan pada point keempat
dari IKRAR PANCA BHAKTI GOLONGAN KARYA, etos atau semangat
pembaruan pada sejatinya merupakan fitrah atau sikap dasar Partai Golkar sejak
kelahirannya.Fitrah inilah yang mendorong dilakukannya pembaruan ini. Dengan
demikian, pembaruan paradigma ini merupakan pengejawantahan belaka dari
fitrah tersebut. Paradigma Baru Partai GOLKAR ini talah mulai diwujudkan
melalui pembaruan iternal, terutama terhadap struktur atau kelembagaan
organisasi yang selama ini mempunyai akses yang terlalu besar terhadap
Langkah-langkah pembaruan kelembagaan tersebut juga diikuti dengan
diwujudkannya prinsip kedaulatan di tangan anggota. Yaitu mekanisme
pengambilan setiap keputusan organisasi dilakukan secara lebih terbuka,
demokratis, dari bawah (bottom-up), dan dengan pemungutan suara secara
langsung. Melalui mekanisme yang demokratis ini maka terbukalah peluang bagi
kader-kader untuk memimpin Partai karena memang dalam prespektif demokrasi
kesempatan dan peluang perlu disediakan untuk semua, sehingga tidak terjadi
pemusatan pandangan pada pesona figur tunggal yang mengarah pada kultus
individu.
Implikasi lain dari serangkaian pembaharuan tersebut adalah sangat
berarti, yakni Partai Golkar menjadi benar-benar mandiri dan mampu
mewujudkan tegaknya asas kedaulatan di tangan anggota sebagai salah satu
prinsip utama dari Partai yang modern, demokratis, dan mengakar. Partai
GOLKAR bertumpu hanya pada kekuatannya sendiri, tidak mengandalkan
kekuatan di luar dirinya, dan selanjutnya dapat mengambil keputusan-keputusan
organisasional secara independen tanpa campur tangan dari pihak luar atau
golongan manapun.
a.Doktrin Perjuangan
Dengan Paradigma Baru ini, doktrin Partai Golkar tetap sebagai kelanjutan
dari Sekretariat Bersama (SEKBER) GOLONGAN KARYA yang lahir pada
tanggal 20 Oktober 1964. Partai Golkar tetap berpegang pada doktrin karya
kekaryaan, yaitu Karya Siaga Gatra Praja, tetapi dipahami secara kreatif dan
dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan jaman.
Dengan doktrin karya kekaryaan maka Partai Golkar selalu melihat
aliran. Pengelompokan masyarakat yang terbaik dalam perspektif Partai Golkar
adalah pengelompokan berdasarkan peran dan fungsinya.
Dengan doktrin karya kekaryaan Partai Golkar berorientasi pada program
(p rog ram ori ente d) dan atau pemecahan masalah (p roble m solvi ng), bukan
berorientasi pada aliran atau ideologi (id eolo gy o rient ed) de nga n perspektif ini
ingin ditegaskan bahwa Partai Golkar tidak sependapat dilakukannya
pengelompokan politik berdasarkan primordialisme dan sektarianisme.
Pembelahan masyarakat berdasarkan ideologi atau aliran-aliran dikhawatirkan
akan melahirkan konflik-konflik ideologi yang bermuara pada pertentangan,
perpecahan, dan malah disintegras