• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kesesuaian Lahan Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Kesesuaian Lahan Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DI DESA HARIAN DAN DESA SITINJAK KECAMATAN ONAN RUNGGU

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

DAUD TRIDESMAN MARPAUNG 040303051/ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DI DESA HARIAN DAN DESA SITINJAK KECAMATAN ONAN RUNGGU

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh:

DAUD TRIDESMAN MARPAUNG 040303051/ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ir. Posma Marbun, MP.) (Ir. Fauzi, MP. Ketua Anggota )

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan di desa harian dan sitinjak kecamatan onanrunggu kabupaten samosir untuk tanaman bawang merah dan bawang putih.

Diperoleh 8 (delapan) SPT yang ditentukan berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1: 5000, kemudian dilakukan overlay. Penilaian kesesuaian lahan berdasarkan kriteria staf pusat penelitian tanah bogor 1983 dan metode evaluasi adalah metode limit berdasarkan FAO 1976.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuian lahan potensial tertinggi pada bawang merah untuk SPT 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 adalah S1 dan SPT 6 dan 8 adalah S2 (rc) demikian juga pada bawang putih untuk SPT 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 adalah S1 dan SPT 6 dan 8 adalah S2 (rc).

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 3 Desember 1985 dari ayahanda St. L. M. Marpaung dan ibunda tercinta M. Br. Simanjuntak.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA N 14 kecamatan Medan Denai dan pada tahun 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Konsevasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.

Adapun judul usulan penelitian ini adalah “Evaluasi Kesesuaian Lahan Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Posma Marbun, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Fauzi, MP sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan bimbingan kepada penulis. Serta kepada semua pihak yang telah banyak memberikan masukan.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun formatnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan usulan penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini.

Medan, November 2010

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Survey Tanah ... 4

Evaluasi Lahan ... 5

Karakteristik Lahan ... 8

Syarat Tumbuh Tanaman Bawang ...21

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...24

Bahan dan alat ...24

Metode Penelitian ...24

Pelaksaan Penelitian...25

Tahap Persiapan ...25

Tahap Kegiatan di Lapangan ...25

Tahap Analisis Laboratorium ...27

Analisis Kesesuaian Lahan...27

Peubah Yang Diukur ...27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ...29

Kualitas dan Karakteristik Lahan ...29

Iklim ...29

Karakteristik Lahan...30

Evaluasi Kesesuaian Lahan ...30

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ...67 Saran ...68 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Data curah hujan, kelembaban dan suhu udara daerah penelitian ... ...29

2. Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk tanaman bawang merah... ... ...33

3. Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk tanaman bawang merah … ... ……….34

4. Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk tanaman bawang merah…… ... ……35

5. Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk tanaman bawang merah …… ... ……36

6. Kesesuaian Lahan SPT 5 tanaman bawang merah ... …..37

7. Kesesuaian Lahan SPT 6 tanaman bawang merah ... ……38

8. Kesesuaian Lahan SPT 7 tanaman bawang merah …... ………..39

9. Kesesuaian Lahan SPT 8 tanaman bawang merah ... ……40

10. Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk tanaman bawang putih... ... ...48

11. Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk tanaman bawang putih … ... ……….49

12. Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk tanaman bawang putih …… ... ……50

13. Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk tanaman bawang putih …… ... ……51

14. Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk tanaman bawang putih ... …..52

15. Kesesuaian Lahan SPT 6 untuk tanaman bawang putih ... ……53

16. Kesesuaian Lahan SPT 7 untuk tanaman bawang putih … ... ………..54

17.Kesesuaian Lahan SPT 8 untuk tanaman bawang putih ...55

18 Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial pada SPT 1, SPT 2, SPT 3, SPT 4, SPT 5, SPT 6, SPT 7, SPT 8 untuk tanaman bawang ... ……61

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Peta Elevasi Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir ...70

2. Peta Satuan Lahan dan Tanah Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir ...71

3. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Bawang Merah ...72

4. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Bawang Merah ...73

5. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Bawang Putih ...74

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu

Periode Tahun 2000-2009 ... ... ... 72

2. Data Kelembaban Udara (%) Rata-Rata di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 2000-2009 ... ... ... ... ... ...72

3. Data Suhu Udara (oC) Rata-Rata di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 2000-2009 ... ...72

4. Jenis Usaha Perbaikan Kualitas/Karakteristik Lahan Aktual – Potensial MenurutTingkat Pengelolaannya... ... 73

4. Data Karakteristik Tanah SPT 1 ... ...75

5. Data Karakteristik Tanah SPT 2 ... ...76

6. Data Karakteristik Tanah SPT 3 ... ...77

7. Data Karakteristik Tanah SPT 4 ... ...78

8. Data Karakteristik Tanah SPT 5 ... ...79

9. Data Karakteristik Tanah SPT 6 ... ...80

10. Data Karakteristik Tanah SPT 7 ... ...81

11. Data Karakteristik Tanah SPT 8 ... ...82

12. Karakteristik Kesesuaian Lahan untuk Bawang merah ... ...83

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan di desa harian dan sitinjak kecamatan onanrunggu kabupaten samosir untuk tanaman bawang merah dan bawang putih.

Diperoleh 8 (delapan) SPT yang ditentukan berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1: 5000, kemudian dilakukan overlay. Penilaian kesesuaian lahan berdasarkan kriteria staf pusat penelitian tanah bogor 1983 dan metode evaluasi adalah metode limit berdasarkan FAO 1976.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuian lahan potensial tertinggi pada bawang merah untuk SPT 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 adalah S1 dan SPT 6 dan 8 adalah S2 (rc) demikian juga pada bawang putih untuk SPT 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 adalah S1 dan SPT 6 dan 8 adalah S2 (rc).

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah adalah benda alam yang terus-menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus-menerus, maka tanah menjadi semakin tua dan miskin unsur hara. Tanah sebagai produk alam yang heterogen dan dinamis memiliki sifat berbeda antara satu tempat dengan tempat lain. Hasil interaksi unsur-unsur alam dari faktor – faktor pembentuk tanah tersebut adalah bahan induk, iklim topografi, organisme dan waktu. Bekerja secara dinamis dan otomatis menghasilkan sifat tanah dengan karakteristik tertentu (Sutanto, 2005).

Desa Harian dan Desa Sitinjak terletak di kecamatan Onan runggu Kabupaten Samosir yang mata pencahariaannya didominasi sektor pertanian. Padi sawah, tadah hujan maupun padi gogo merupakan komoditi pertanian favorit daerah ini. Potensi wilayah ini untuk pertanian belum maksimal dengan belum terpenuhinya kebutuhan beras dari hasil produksi pertaniannya.

(13)

Penulis mencoba menggali potensi pertanian daerah ini dengan mengembangkan komoditi khususnya bawang merah dan bawang putih dengan mengevaluasi kesesuaian lahan wilayah tersebut. Upaya ini juga mencoba meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan komoditi alternatif tersebut.

Dengan adanya kegiatan penelitian ini, maka diharapkan petani di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir dapat mengembangkan komoditi tanaman bawang merah dan bawang putih selain padi sawah irigasi dan padi sawah tadah hujan melainkan komoditi bawang merah dan bawang putih pada lahannya yang sesuai dengan potensinya, sehingga produksi yang akan diperoleh dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengevaluasi kesesuaian lahan di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Somosir untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan bawang putih (Allium sativum L.) 2. Memberikan alternatif managemen praktis dalam upaya aplikasi

(14)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atau bagi yang memerlukan dalam penentuan tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan bawang putih (Allium sativum L.) yang akan dibudidayakan yang sesuai dengan kondisi lahannya di Desa Harian dan Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah

Survei tanah dapat di definisikan sebagai penelitian tanah di lapangan dan laboratorium yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu terhadap suatu areal dan didukung oleh informasi dari sumber lain yang relevan. Pengamatan sistematis disertai deskripsi, klasifikasi menghasilkan output pemetaan tanah yang disajikan sebagai informasi bagi kalangan pengguna dan sumber informasi pengembangan penggunaan lahan sekaligus evaluasi dan prediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Abdullah, 1993).

Peta tanah merupakan dokumentasi dari serangkaian kegiatan survei tanah dan inventarisasi sumber daya tanah. Komponennya tidak terlepas dari iklim, topografi (lereng), hidrologi maupun administrasi lingkungan. Informasi yang didapat dari pembacaan peta adalah hasil dari pelaksanaan survei maupun dokumentasi proyek-proyek pengembangan wilayah (Hakim, dkk., 1986).

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan, menganalisis dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati profil tanah atas warna, struktur, tekstur, konsistensi, sifat-sifat kimia dan lain-lain (Hardjowigeno, 1995).

Menurut Hakim, dkk, (1986) interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini meliputi:

(16)

2. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah tertentu.

3. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi. 4. Kemungkinan pembuatan drainase buatan.

5. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak dikonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah.

Tanah harus ditentukan sifat-sifatnya di lapangan dalam keadaan yang sewajar-wajarnya dengan melihat ciri-ciri morfologi yang merupakan hasil genesa tanah yang dipengaruhi oleh : iklim, vegetasi, topografi, bahan induk dan waktu. Jadi jenis tanah sebagai bagian dari permukaan bumi harus diketahui tempat dan penyebarannya (Darmawijaya, 1997).

Evaluasi Lahan

Daya guna tanah untuk pertanian ditentukan oleh sejumlah faktor, yang terpenting diantaranya adalah kecuraman lereng yang menyangkut bahaya erosi, bahaya banjir, drainase, kelembaban, permeabilitas, kepadatan massa, reaksi kimia, tingkat salinitas, daya tampung air, struktur lapisan permukaan serta kesuburan alamiah tanah tersebut (Toffler, 1986).

Berdasarkan sejumlah faktor tersebut suatu proses pendugaan potensi

(17)

dalam proyek perencanaan. Alat ini sangat fleksibel, bergantung pada keperluan dan komoditas wilayah yang hendak dievaluasi (Abdullah, 1993).

Sementara itu kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 1985).

Menurut FAO (1976) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan adalah sebagai berikut :

1. Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala survei.

2. Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

3. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data penggunaan lahan serta informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama.

4. Hasil dari empat butir tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan. 5. Penyajian dari hasil-hasil evaluasi.

Dalam penelitian kelas kesesuaian lahan menurut Husein (1980), digolongkan atas dasar kelas-kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :

(18)

mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas apa yang telah biasa dilakukan.

2. Kelas S2 : Sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

3. Kelas S3 : Kurang Sesuai (marginally suitable), lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannnya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.

4. Kelas N : Tidak Sesuai (not suitable), lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

Macam faktor pembatas berupa keadaan fisik lingkungan adalah topografi, erosi, iklim, drainase, bahaya banjir, fisik tanah seperti tekstur dan kedalaman efektif (Siagian, 1997).

(19)

penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas pertanian yang dievaluasi (Djaenudin, dkk, 2003).

Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Karakteristik lahan yang digunakan adalah : temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan dan singkapan batua (FAO, 1983).

1. Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam oC.

2. Curah hujan: merupakan curah hujan rerata tahunan yang dinyatakan dalam mm.

3. Lamanya masa kering: merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan < 60 mm.

4. Kelembaban udara: merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %.

5. Drainase: merupakan laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah.

(20)

7. Bahan kasar: menyatakan volume dalam persen dan adanya bahan kasar dengan ukuran > 2 mm.

8. Kedalaman tanah: menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai dalam perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi.

9. KTK liat: menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.

10.Kejenuhan basa: jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.

11.Reaksi tanah: nilai pH tanah; pada lahan kering yang dinyatakan dengan data laboratorium, sedangkan pada lahan basah diukur di lapangan.

12.C-organik: kandungan karbon organik tanah dinyatakan dalam %.

13.Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik, dinyatakan dalam dS/m.

14.Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar, dinyatakan dalam %.

15.Kedalaman sulfidik: dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik, dinyatakan dalam cm.

16.Lereng: menyatakan kemiringan lereng diukur dalam %.

17.Bahaya erosi: bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun.

18.Genangan: jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun.

19.Batuan di permukaan: volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/lapisan olah.

(21)

Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.

Adapun Karakteristik lahan atau sifat lahan yang diukur atau diestimasi, penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi diterangkan secara garis besarnya sebagai berikut :

Sifat Fisika Tanah 1. Iklim

1.1. Temperatur

Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang. Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul (Guslim, 1996).

(22)

memiliki suhu udara rendah karena makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung dengan rumus Braak (1928) yaitu :

26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC )

(Guslim, 1996) 1.2. Curah hujan

Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga angin dilautan minim. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan bulan kering mempunyai curah hujan < 100 mm, sedangkan menurut Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda yakni bulan basah >100 mm, dan bulan kering < 60 mm dan biasanya iklim ini yang digunakan untuk tanaman tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut Schmidt dan Fergusson membagi zona iklim kedalam 5 kelas yaitu :

A = sangat basah B = basah

C = sedang D = kering E = sangat kering (Guslim, 1996).

2. Tekstur

(23)

lebih halus dapat dibedakan menjadi : < 0,002 mm (liat), 0,002-0,05 mm (debu) dan 0,05-0,2 mm (pasir) (Hardjowigeno, 1995).

Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut menentukan tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur diklasifikasikan atas :

t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat. t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung

berliat,dan lempung liat berdebu.

t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu.

t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus.

t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir. (Arsyad, 1989).

3. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 1995).

(24)

tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut :

Ke1 = > 90 cm (dalam) Ke2 = 50-90 cm (sedang) Ke3 = 25-50 cm (dangkal) Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal) 4. Drainase

Drainase adalah pengumpulan dan pembuangan air dari tanah. Kelas drainase di lapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah. Gejala-gejala tersebut antara lain : warna pucat, kelabu atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukkan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi (Hardjowigeno, 1995).

Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim dkk, 1986).

Drainase dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(25)

d2 = agak baik (tidak dijumpai karatan besi dan basah di permukaan) d3 = agak terhambat (tidak dijumpai karatan besi dan basah sampai

pada

kedalaman > 25 cm)

d4 = terhambat (tanah yang basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan)

d5 = sangat terhambat (tanah yang basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan).

(Arsyad, 1989)

5. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng berpengaruh terhadap perkembangan tanah (toposekuen). Sehingga jenis tanah dan karakter tanah yang berbeda tekstur pemukaan tanahnya akan berbeda antar daerah walau faktor pembentuk tanah lain seperti iklim, bahan induk dan organisme yang sama. Faktor kemiringan lereng sangat perlu untuk diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan, karena lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi curah hujan. Akibatnya terjadi gangguan kelongsoran tanah dan terhanyut lapisan-lapisan tanah yang subur (Kartasapoetra,1989).

(26)

lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir, salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, 1991)

Kemiringan lereng dapat diklasifikasikan sebagai berikut : L1 = < 3% (datar)

L2 = 3 sampai 8% (agak landai) L3 = 8 sampai 15% (landai)

L4 = 15 sampai 30% (bergelombang) L5 = 30 sampai 40% (bergunung/berbukit) L6 = 40 sampai 60% (curam)

L7 = > 60% (sangat curam) (Arsyad, 1989)

7. Bahaya Erosi

Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi yang terjadi di lapangan yaitu :

1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang disebut butiran tanah yang kecil.

2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan angin.

(27)

Kelas erosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : E0 = < 0,15% (sangat ringan)

E1 = 0,15 - 0,9% (ringan) E2 = 0,9 - 1,8% (sedang) E3 = 1,8 - 4,8% (berat) E4 = > 4,8% (sangat berat) (Arsyad, 1989)

7. Bahaya Banjir

Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut :

f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun.

f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak.

f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir. 8. Penyiapan Lahan

8.1. Batuan Permukaan

(28)

Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut :

b0 = < 0,01% luas areal (tidak ada) b1 = 0,01 - 3% (sedikit)

b2 = 3 - 15% (sedang) b3 = 15 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak)

Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah. (Arsyad,1989) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut :

b0 = < 2% (tidak ada) b1 = 2 - 10% (sedikit) b2 = 10 - 50% (sedang) b3 = 50 - 90% (banyak) b4 = > 90% (sangat banyak) Sifat Kimia Tanah

1. Kemasaman Tanah

(29)

Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antara pH 3,5 – 10 atau lebih. Untuk tanah gambut pH tanah dapat kurang dari 3, sebaliknya tanah alkalis bisa menunjukan pH lebih dari 11. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur pertanian, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan sulfur. Sebelum pengapuran, pH tanah harus diketahui terlebih dahulu (Novizan, 2002).

Pengaruh pH tanah yang utama bersifat hayati. Dimana pengaruh pH umumnya terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH terhadap persediaan hara. Persediaan atau kelarutan beberapa hara tanaman berkurang dengan peningkatan pH tanah (Foth, 1998)

Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 6,6 - 7,5 (netral)

pH 4,5 - 5,5 (masam) pH 7,6 - 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 - 6,5 (agak masam) pH >8,5 (alkalis)

(Arsyad,1989) 2. C - Organik

(30)

Bahan organik memainkan banyak peran penting dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa – sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, bila persediaan hara tanaman meningkat yang dapat digunakan dalam tanah meningkat, akumulasi bahan organik tanah juga meningkat (Tan, 1998).

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat – sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur – unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi)

- Sumber energi bagi mikroorganisme - Menambah kemampuan tanah (Hardjowigeno, 1995).

4. Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap (Tan, 1998).

(31)

menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995).

Biasanya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, antara lain : reaksi tanah atau pH tanah, tekstur atau jumlah liat, jumlah mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukkan (Hakim, dkk, 1986).

5. Kejenuhan Basa

Kejenuhan basa (KB) merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Ia didefinisikan sebagai berikut :

KB = (Basa–basa yang dapat dipertukarkan) KTK

x 100 %

Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan, 1998).

(32)

Syarat Tumbuh Tanaman Bawang

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Tanaman bawang merah membutuhkan suatu kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik, persyaratan untuk tumbuh harus dipenuhi. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tabanaman meliputi iklim dan jenis tanah. Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan adalah sinar matahari, suhu, ketinggian tempat, dan curah hujan. Sedangkan yang perlu diperhatikan pada tanah adalah sifat fisik dan sifat kimia.

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (1-1000 m dpl), dengan curah hujan 100-200 mm/bulan. Namun pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada ketinggian 0-400 m dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800-900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah (Deptan, 2004).

Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau,

(33)

ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Hidayat, 2005). Suhu yang baik bagi pertumbuhan bawang merah adalah sekitar 220C atau lebih, bawah suhu 22oC bawang merah akan lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dimana iklim yang cerah (Deptan, 2005). Pada suhu 22oC tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas. Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25-320C dan suhu rata-rata tahunan 300C (Rahayu dan Berlian, 2004).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, draenase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah agak masam sampai normal (6,0-6,8). Tanah ber-pH pH 5,5-7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah (Rahayu dan Berlian, 2004), pH 5,6-6,5 (Sumarni dan Hidayat, 2005). Jenis tanah yang cocok untuk bididaya bawang merah adalah tanah Aluvial, Latosol atau tanah Andosol yang ber-pH antara 5,15-7,0 (Deptan 2005). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Bawang Putih (Allium sativum L.)

(34)

bejumlah banyak. Dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah.

Bawang putih berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut. Adapun di dapat data syarat tumbuh tanaman ini adalah sebagai berikut:

a. Iklim

• Ketinggian tempat : 600 m - 1.200 m di atas permukaan laut • Curah hujan tahunan : 800 mm - 2.000 mm/tahun

• Bulan basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan

• Bulan kering (di bawah 60 mm/bulan): 4 bulan - 6 bulan • Suhu udara : 150 C - 200 C

• Kelembaban : tinggi • Penyinaran : sedang

b. Tanah

• Jenis : gromosol (ultisol).

• Tekstur : lempung berpasir (gembur) • Drainase : baik

• Kedalaman air tanah : 50 cm - 150 cm dari permukaan tanah • Kedalaman perakaran : di atas 15 cm dari permukaan tanah • Kemasaman (pH) : 6 - 6,8

(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir. Lokasi penelitian secara geografis terletak pada koordinat 490496 – 494996 N dan 269185 – 272685 E, berada pada ketinggian ±1000 meter di atas permukaan laut. Topografi Desa Harian dan Sitinjak beraneka ragam berkisar 2% - >30%. Analisis tanah dilakukan di Pusat Laboratorium Uji Mutu, dan Laboratorium Fisika Tanah, USU, Medan. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : sampel tanah yang diambil dari setiap Satuan Peta Tanah (SPT) serta bahan-bahan untuk analisis di laboratorium.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : peta topografi skala 1 : 5000, GPS, bor tanah, ring sampel, kertas label, kantong plastik, karet gelang, cangkul, parang, kamera, spidol, alat tulis serta alat-alat laboratorium.

Metodologi Penelitian

(36)

Metoda evaluasi lahan yang dilakukan adalah : metoda limit yang mengacu pada besarnya tingkat faktor pembatas dari karakteristik lahan (FAO, 1976). Untuk memperoleh kelas kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.) di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir, maka data iklim, data hasil pengamatan di lapangan (kondisi fisik lingkungan) dan data hasil analisis laboratorium dicocokkan (matching) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan bagi tanaman bawang merah dan bawang putih oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (Puslitbangtanak, 2003) sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial bagi tanaman bawang merah dan bawang putih tersebut di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, konsultasi dengan dosen pembimbing, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, mengadakan survey kelapangan dan persiapan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Tahap Kegiatan di Lapangan

• Daerah penelitian dan perolehan Satuan Peta Tanah (SPT) ditentukan

(37)

ketinggian tempat dengan skala yang sama yaitu 1: 5000. karena jenis tanah pada kedua desa ini sama, yaitu Ordo Inceptisol, terdapat 2 (dua) Great Group : Eutropepts (dominan, ± 50-75% dari luas lahan) dan Dystropepts ( ± 25-50% dari luas lahan). Ditetapkan 8 Satuan Peta Tanah (SPT) yang mewakili kedua desa.

• Pemboran tanah pada setiap SPT yang dianggap mewakili karakter tanah

utama didaerah penelitian secara zigzag dan setelah dikompositkan dari beberapa lokasi pada Satuan Peta Tanah (SPT) yang sama maka dimasukkan sampel tanah tersebut ke dalam plastik dengan berat tanah ± 1,5 kg serta diberi label lapangan; tanah yang akan dianalisis adalah tanah pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30-60 cm, kantongan plastik tempat sampel tanah tersebut diberi label.

• Pada kedalam tanah 0-30 cm diambil juga sampel tanah utuh /tidak

terganggu (undisturb soil) di dalam ring sample untuk mengukur permeabilitas tanahnya.

• Data iklim untuk Desa Harian dan Desa Sitinjak selama 10 tahun

(tahun 2000-2009) diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali Medan meliputi data : suhu udara rata-rata, curah hujan tahunan, kelembaban udara rata-rata dan lamanya masa bulan kering untuk pos pengamatan/stasiun Onan Runggu.

• Data fisik lingkungan yang dikumpulkan meliputi : tekstur tanah,

(38)

Tahap Analisis Laboratorium

Sampel tanah dari lapangan kemudian diteliti dilaboratorium yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah.

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan bawang putih (Allium sativum L.) berdasarkan metoda limit yang mengacu pada besarnya tingkat faktor pembatas dari karakteristik lahan berdaarkan FAO (1976) seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

Peubah Yang Diukur

Berdasarkan karakteristik lahan yang telah disebutkan maka peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah :

 Data lapangan

1. Ketersediaan Oksigen (oa) • Drainase

2. Media Perakaran (rc) • Bahan kasar (%) • Kedalaman tanah (cm) 3. Bahaya Erosi (eh)

• Bahaya erosi dengan metode USLE

4. Temperatur (tc)

• Temperatur rata-rata (oC) • Ketinggian tempat (m dpl)

(39)

• Lama bulan kering (bln) • Kelembaban (%)

6. Bahaya Banjir (fh) • Genangan

7. Penyiapan Lahan (lp)

• Batuan di permukaan (%) • Singkapan batuan (%)  Data laboratorium

1. Retensi Hara (nr)

• KTK (me/100g) metode ekstraksi NH4OAc pH 7 • pH H2O metode elektrometri (1:2,5)

• Kejenuhan basa (%) NH4-asetat 1N pH 7 • C-organik (%) metode Walkey and Black

2. Media Perakaran (rc)

• Tekstur metode hydrometer

3. Sodisitas (xn)

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kualitas dan Karakteristik Lahan

Iklim

Data iklim selama 10 tahun (2000-2009) diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kelas I Sampali Medan meliputi data : curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara rata-rata bulanan pada pos pengamatan/stasiun terdekat yaitu: Onan Runggu dan Gabe Hutaraja, yang dianggap dapat mewakili data iklim di Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir.

Tabel 1. Data curah hujan, suhu dan kelembaban udara pada daerah penelitian 2000-2009

Tahun CurahHujan (mm/thn) SuhuUdara (0 C) Kelembaban udara %

2000 1239 19.85 82.94

2001 1495 19.85 83.80

2002 1478 20.05 83.25

2003 2928 20.07 84.25

2004 2635 20.05 83.08

2005 2577 18.34 82.93

2006 2518 20.10 83.50

2007 1946 20.22 83.92

2008 1989 22.51 83.12

2009 1602 21.36 81.91

Rataan 2046.3 20.03 83.24

Adapun data-data iklim yang diperoleh dengan data rata-rata sebagai berikut • Suhu udara rata-rata tahunan : 20.03oC

(41)

• Kelembaban rata-rata tahunan : 83.24 % • Lamanya bulan kering : 2.1 bulan

Karakteristik Lahan

Dari hasil pengamatan di lapangan, data iklim dan analisis tanah yang dilakukan pada kedalaman 0 cm - 30 cm, maka diperoleh data karakteristik lahan sebanyak 8 (delapan) Satuan Peta Tanah (SPT) yang kemudian menjadi 8 (delapan) daerah Kesesuaian Lahan.

Jenis tanah yang terdapat pada Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu adalah sama, yaitu : Inceptisol dengan 2 (dua) Great Group :

Eutropepts (dominan : ± 50% - 75% dari luas lahan) dan Dystropepts (± 25% - 50% dari luas lahan). Secara umum tingkat kesuburan tanahnya sangat

rendah sampai rendah, pH tanah berkisar masam sampai agak masam. Tekstur tanahnya bervariasi, dari mulai sedang sampai agak halus. Porositas tanah sekitar

50% - 60%, permeabilitas tanah sedang dan kedalaman tanah dangkal (20 cm - 100 cm)

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

(42)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 1 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

(43)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 2 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Usaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(44)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 3 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Ketinggian tempat (m dpl) 900-1000 -

Ketersediaan air (wa)

Tekstur Lempung Berpasir

(s)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Usaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(45)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 4 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 5. Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Usaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(46)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 5 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 6. Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(47)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 6 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 7. Kesesuaian Lahan SPT 6 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Tekstur Lempung liat

berpasir (ah)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(rc)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(48)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 7 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 8. Kesesuaian Lahan SPT 7 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(wa)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(49)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) pada SPT 8 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 9. Kesesuaian Lahan SPT 8 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum L.)

Tekstur Lempung liat

berpasir (ah)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(rc)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(50)

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 1 pada tabel 2 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air, yaitu curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial yang sangat sesuai dengan cara pengairan atau pembuatan saluran irigasi dengan tingkat pengelolaan tinggi dengan bantuan pemerintah dan usaha kontrol irigasi yang baik sehingga input dan output air dapat dikendalikan.

Faktor pembatas retensi hara (nr) yaitu KTK dan kejenuhan basa masing-masing memiliki kelas S2 dan S3 dapat diperbaiki dengan pengapuran, penambahan bahan organik dan pemupukan terhadap unsur hara yang kurang tersedia. Bahaya erosi dengan kelas S2 untuk SPT ini dapat ditanggulangi dengan pembuatan teras.

Setelah dilakukan usaha perbaikan didapat data kesesuaian lahan potensial pada SPT 1 yaitu sangat sesuai dengan kelas S1. Begitu juga dengan retensi hara (nr) yaitu KTK dan kejenuhan basa masing-masing dengan kelas S1 dengan kata lain menjadi sangat sesuai setelah adanya usaha perbaikan. Begitu juga dengan bahaya erosi (eh) didapat kelas kesesuaian potensialnya yaitu S1 akibat pembuatan teras dan usaha pengurangan laju erosi lain.

(51)

Kelas kesesuaian potensial untuk SPT 2 diperoleh ketersediaan air (wa) yaitu curah hujan menjadi sangat sesuai (S1). Setelah perbaikan retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa dan bahaya erosi (eh) yaitu bahaya erosi menjadi kelas S1 dan kelas kesesuaian aktual S2 yaitu KTK dan lereng telah menjadi sesuai setelah perbaikan pembuatan teras dan penambahan kapur dan pupuk.

Berdasarkan data tabel 5 yang di peroleh pada SPT 3 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu, curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2 dengan cara pembuatan saluran irigasi. Dari data diperoleh curah hujan yang tinggi dari data karakteristik kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah sehingga usaha meningkatkan kelas kesesuaian lahannya yaitu memperlancar saluran air atau perbaikan draenase menuju danau sebagai dataran yang lebih rendah menampung air hujan yang berlebih.

Sedangkan pada retensi hara (nr) ; KTK dan kejenuhan basa masing-masing memiliki kelas S2 dan S3. Usaha meningkatkan menuju kelas kesesuaian potensial dapat dilakukan dengan pengapuran dan penambahan bahan organik. Sehingga didapat kelas kesesuaian potensialnya menjadi masing-masing S1 atau sangat sesuai.

(52)

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 4 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu, kelembaban; dan curah hujan . Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1 dengan cara pembuatan saluran irigasi dan melakukan usaha-usaha konservasi tanah pengelolaan tingkat tinggi dengan bantuan pemerintah.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa. Faktor pembatas dapat ditingkatkan menjadi S1 yaitu dengan cara melakukan penambahan bahan organik dan pengolahan lahan serta pemupukan.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S2 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu KTK dan bahaya erosi (eh). Kelas kesesuaian potensialnya menjadi S1 setelah usaha perbaikan.

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 5 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air (wa) yaitu, pada sub curah hujan . Faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa. Faktor pembatas S2 terdapat pada retensi hara sub KTK, dan bahaya erosi(eh) yaitu lereng dan bahaya erosi.

Pada kelas kesesuaian potensial diperoleh kelas S1 pada ketersediaan air sub curah hujan dan juga pada retensi hara sub kejenuhan basa. Kelas pada faktor pembatas S2 telah menjadi kelas S1 atau sangat dengan usaha perbaikan.

(53)

kedalaman tanaman, retensi hara sub KTK serta bahaya erosi. Faktor pembatas kedalaman tanah tidak dapat diperbaiki karena kedalaman tanah terjadi secara alami, sedangkan pada retensi hara sub KTK dan bahaya erosi dapat menjadi kelas S1 setelah usaha perbaikan dengan pengapuran dan pemupukan serta usaha kontrol laju erosi dengan pembuatan teras, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup tanah.

Pada kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S2 terdapat pada media perakaran yaitu kedalaman tanah (cm), tidak dapat ditingkatkan kelas kesesuaian lahannya karena kedalaman tanah berubah secara alami yaitu dengan adanya pelapukan bahan induk tanah.

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 7 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2 dengan cara pembuatan saluran irigasi dan melakukan usaha-usaha konservasi tanah dan air dengan pengelolaan tingkat tinggi. Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S3 terdapat pada kejenuhan basa pada retensi hara (nr). Faktor pembatas dapat ditingkatkan menjadi sangat sesuai (S1) pada sub KTK dan bahaya erosi yaitu dengan cara melakukan penambahan bahan organik sebagai penutup tanah dan mengurangi laju air permukaan serta pengolahan lahan.

(54)

besar, sehingga bantuan pemerintah sangat dibutuhkan. Usaha perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan saluran irigasi dengan skala besar.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara sub kejenuhan basa dan bahaya erosi. Faktor pembatas ini dapat ditingkatkan menjadi S1 atau sangat sesuai. Peningkatan kesesuaian lahan bahaya erosi dari S3 menjadi S1 memerlukan usaha perbaikan dengan tingkat sedang, sesuai dengan kemampuan petani lokal. Pembuatan teras, penanaman sejajar kontur atupun penanaman tanaman penutup tanah dapat mengurangi laju erosi.

Pada SPT ini kedalaman tanah 20-50 cmdengan kelas kesesuaian lahan S2. hal ini tidak dapat dilakukan usaha perbaikan karena terjadi secara alami. Kedalaman tanah merupakan akibat pelapukan dan pencucian secara terus-menerus dalam kurun waktu lama.

Bawang Putih (Allium sativum L.)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan laboratorium, kelas kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah pada SPT 1 hingga SPT 8 setelah dilakukan pematchingan dengan kriteria persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan untuk komoditi bawang putih yaitu pada Tabel 10 sampai Tabel 18.

(55)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 1 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 10. Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

(56)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 2 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 11. Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

(57)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 3 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 12. Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Ketinggian tempat (m dpl) 900-1000 -

Ketersediaan air (wa)

Tekstur Lempung Berpasir

(s)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Usaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(58)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 4 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 13. Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Usaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(59)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 5 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 14. Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S1

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(60)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 6 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 15. Kesesuaian Lahan SPT 6 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Tekstur Lempung liat

berpasir (ah)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(rc)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(61)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 7 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 16. Kesesuaian Lahan SPT 7 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(wa)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(62)

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) pada SPT 8 di tampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 17. Kesesuaian Lahan SPT 8 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)

Karakteristik Data

Tekstur Lempung liat

berpasir (ah)

Kesesuaian Lahan aktual N(wa)

Kesesuaian Lahan Potensial S2(rc)

Uasaha perbaikan Pengairan dan sistem irigasi

Pengapuran dan penambahan bahan organik Pemupukan

(63)

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 1 pada tabel 10 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air, yaitu curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial sangat sesuai (S1) dengan cara pengairan atau pembuatan saluran irigasi dengan tingkat pengelolaan tinggi dengan bantuan pemerintah dan usaha kontrol irigasi yang baik sehingga input dan output air dapat dikendalikan. Sedangkan untuk faktor pembatas retensi hara (nr) yaitu KTK dan kejenuhan basa masing-masing memiliki kelas S2 dan S3 dapat diperbaiki dengan pengapuran, penambahan bahan organik dan pemupukan terhadap unsur hara yang kurang tersedia. Bahaya erosi dengan kelas S2 untuk SPT ini dapat ditanggulangi dengan pembuatan teras.

Setelah dilakukan usaha perbaikan didapat data kesesuaian lahan potensial dengan kelas S1. Retensi hara (nr) yaitu KTK dan kejenuhan basa masing-masing dengan kelas S1 dengan kata lain menjadi sangat sesuai setelah adanya usaha perbaikan. Begitu juga dengan bahaya erosi (eh) didapat kelas kesesuaian potensialnya yaitu S1 akibat pembuatan teras dan usaha pengurangan laju erosi lain.

Data yang di peroleh pada SPT 2 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu curah hujan. Faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa dan bahaya erosi (eh) yaitu bahaya erosi. Hal ini dapat diperbaiki dengan cara pembuatan saluran irigasi, penambahan bahan organik, pengapuran dan juga membuat tanaman penutup tanah.

(64)

yaitu kejenuhan basa dan bahaya erosi (eh) yaitu bahaya erosi menjadi kelas S1 dan kelas kesesuaian aktual S2 yaitu KTK dan lereng telah menjadi sesuai setelah perbaikan pembuatan teras dan penambahan kapur dan pupuk.

Berdasarkan data tabel 12 yang di peroleh pada SPT 3 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu, curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2 dengan cara pembuatan saluran irigasi. Dari data diperoleh curah hujan yang tinggi dari data karakteristik kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah sehingga usaha meningkatkan kelas kesesuaian lahannya yaitu memperlancar saluran air atau perbaikan draenase menuju danau sebagai dataran yang lebih rendah menampung air hujan yang berlebih.

Sedangkan pada retensi hara (nr) ; KTK dan kejenuhan basa masing-masing memiliki kelas S2 dan S3. Usaha meningkatkan menuju kelas kesesuaian potensial dapat dilakukan dengan pengapuran dan penambahan bahan organik. Sehingga didapat kelas kesesuaian potensialnya menjadi masing-masing S1 atau sangat sesuai.

Pada bahaya erosi (eh) yaitu ; lereng dan bahaya erosi diperoleh faktor pembatas S3 pada kelas kesesuaian lahan aktual. Setelah usaha perbaikan pengurangan laju erosi dengan pembuatan teras dan tanaman penutup tanah sehingga diperoleh kelas kesesuaian potensial pada masing-masing faktor menjadi kelas S1 atau sangat sesuai.

(65)

S1 dengan cara pembuatan saluran irigasi dan melakukan usaha-usaha konservasi tanah pengelolaan tingkat tinggi dengan bantuan pemerintah.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa. Faktor pembatas dapat ditingkatkan menjadi S1 yaitu dengan cara melakukan penambahan bahan organik dan pengolahan lahan serta pemupukan.

Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S2 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu KTK dan bahaya erosi (eh). Kelas kesesuaian potensialnya menjadi S1 setelah usaha perbaikan.

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 5 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air (wa) yaitu, pada sub curah hujan . Faktor pembatas S3 terdapat pada retensi hara (nr) yaitu kejenuhan basa. Faktor pembatas S2 terdapat pada retensi hara sub KTK, dan bahaya erosi(eh) yaitu lereng dan bahaya erosi.

Pada kelas kesesuaian potensial diperoleh kelas S1 pada ketersediaan air sub curah hujan dan juga pada retensi hara sub kejenuhan basa. Kelas pada faktor pembatas S2 telah menjadi kelas S1 atau sangat dengan usaha perbaikan.

(66)

S1 setelah usaha perbaikan dengan pengapuran dan pemupukan serta usaha kontrol laju erosi dengan pembuatan teras, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup tanah.

Pada kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S2 terdapat pada media perakaran yaitu kedalaman tanah (cm), tidak dapat ditingkatkan kelas kesesuaian lahannya karena kedalaman tanah berubah secara alami yaitu dengan adanya pelapukan bahan induk tanah.

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 7 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S2 dengan cara pembuatan saluran irigasi dan melakukan usaha-usaha konservasi tanah dan air dengan pengelolaan tingkat tinggi. Sedangkan kelas kesesuaian lahan aktual dengan faktor pembatas S3 terdapat pada kejenuhan basa pada retensi hara (nr). Faktor pembatas dapat ditingkatkan menjadi sangat sesuai (S1) pada sub KTK dan bahaya erosi yaitu dengan cara melakukan penambahan bahan organik sebagai penutup tanah dan mengurangi laju air permukaan serta pengolahan lahan.

Berdasarkan data yang di peroleh pada SPT 8 kelas kesesuaian lahan aktual, diketahui faktor pembatas N terdapat pada ketersediaan air yaitu curah hujan. Hal ini dapat diperbaiki menjadi kelas kesesuaian lahan potensial S1 atau sangat sesuai dengan usaha pengelolaan tingat tinggi. Hal ini membutuhkan biaya sangat besar, sehingga bantuan pemerintah sangat dibutuhkan. Usaha perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan saluran irigasi dengan skala besar.

(67)

ini dapat ditingkatkan menjadi S1 atau sangat sesuai. Peningkatan kesesuaian lahan bahaya erosi dari S3 menjadi S1 memerlukan usaha perbaikan dengan tingkat sedang, sesuai dengan kemampuan petani lokal. Pembuatan teras, penanaman sejajar kontur atupun penanaman tanaman penutup tanah dapat mengurangi laju erosi.

(68)

Pembahasan

Berdasarkan hasil pematchingan data karakteristik tanah dan tanaman, maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 1 sampai dengan SPT 8 untuk tanaman tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dan bawang putih (Allium sativum L.). Dimana kelas kesesuaian lahan dan potensial dan aktualnya tertera pada tabel sebagai berikut:

Tabel 18. Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial pada SPT 1, SPT 2, SPT 3, SPT 4, SPT 5, SPT 6, SPT 7, SPT 8 untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.).

SPT Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial

1 N-wa (curah hujan) S1

2 N-wa (curah hujan) S1

3 N-wa (curah hujan) S1

4 N-wa (curah hujan) S1

5 N-wa (curah hujan) S1

6 N-wa (curah hujan) S2-rc (kedalaman tanah)

7 N-wa (curah hujan) S1

(69)

Tabel 19. Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial pada SPT 1, SPT 2, SPT 3, SPT 4, SPT 5, SPT 6, SPT 7, SPT 8 untuk tanaman bawang putih (Allium sativum L.).

SPT Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial

1 N-wa (curah hujan) S1

2 N-wa (curah hujan) S1

3 N-wa (curah hujan) S1

4 N-wa (curah hujan) S1

5 N-wa (curah hujan) S1

6 N-wa (curah hujan) S2-rc (kedalaman tanah)

7 N-wa (curah hujan) S1

8 N-wa (curah hujan) S2-rc (kedalaman tanah)

SPT 1

Berdasarkan hasil pematchingan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 1 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

(70)

S1 pada komoditi bawang merah dan juga bawang putih, seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 2

Hasil pencocokan karateristik lahan dan karateristik tumbuhan maka kelas kesesuaian lahan aktual tertinggi untuk SPT 2 adalah pada tanaman bawang merah dengan faktor pembatas curah hujan N(wa) dan pada bawang putih dengan faktor pembatas curah hujan N(wa).

Adapun beberapa usaha perbaikan kwalitas lahan dilakukan seperti sistem pengairan irigasi pengelolaan tingkat tinggi serta penmberian bahan organik dan pupuk, juga usaha pengurangan laju erosi dengan pembuatan teras dan penanaman dilakukan sejajar kontur maka diperoleh kelas kesesuaian lahan potensial pada tanaman bawang merah dengan tanpa faktor pembatas (S1) dan begitu juga halnya bawang putih dengan kesesuaian lahan kelas (S1) tanpa faktor pembatas , seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 3

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 3 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual pada faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

(71)

secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas apa yang telah biasa dilakukan. Begitu juga halnya dengan komoditi bawang putih dengan tanpa faktor pembatas (kelas S1), seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 4

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 4 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual N adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

Setelah dilakukan beberapa usaha perbaikan maka diperoleh kelas kesesuaian lahan potensialnya dengan tanpa faktor pembatas yaitu kelas kesesuaian S1 pada komoditi bawang merah dan bawang putih, seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 5

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 5 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual yang tertinggi adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

(72)

pengelolaan tingkat tinggi dengan bantuan Pemerintah. Adapun usaha perbaikan kwalitas lahan lain dapat dilakukan dengan tingkat sedang yang dilakukan oleh petani setempat. Maka diperoleh kesesuaian lahan potensial seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 6

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 6 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual yang tertinggi adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

Setelah dilakukan beberapa usaha perbaikan maka diperoleh kelas kesesuaian lahan potensialnya yaitu pada komoditi bawang merah adalah pada kelas S2 (sesuai); moderately sutable atau sesuai dengan lahan mempunyai pembatas agak serius untuk meningkatkan pengelolaan yang harus diterapkan. Hal ini sesuai dengan literatur Husein (1980) dalam pengkelasan kesesuaian lahan. pada faktor pembatas ketersediaan air sub curah hujan dan bahaya erosi sub lereng dan komoditi bawang putih diperoleh kwalitas lahan S1, sehingga pada tiap SPT6 memiliki kelas kesesuaian S2 atau sesuai untuk ditanami kedua komoditi, seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 7

(73)

yang tertinggi adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

Setelah dilakukan beberapa usaha perbaikan dengan cara pengairan atau pembuatan saluran irigasi dengan tingkat pengelolaan tinggi dengan bantuan pemerintah, untuk faktor pembatas retensi hara (nr) yaitu KTK dan kejenuhan basa masing-masing memiliki kelas S2 dan S3 dapat diperbaiki dengan pengapuran, penambahan bahan organik dan pemupukan terhadap unsur hara yang kurang tersedia. Bahaya erosi dengan kelas S2 untuk SPT ini dapat ditanggulangi dengan pembuatan teras.

Maka diperoleh kelas kesesuaian lahan potensialnya yaitu pada komoditi bawang merah dan bawang putih adalah pada kelas S1 atau sangat sesuai, seperti yang ditampilkan pada Tabel 18 dan 19.

SPT 8

Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman maka diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial pada SPT 8 terhadap tanaman bawang merah dan bawang putih, dimana kelas kesesuaian lahan aktual yang tertinggi adalah faktor pembatas curah hujan yaitu N(wa) pada masing-masing komoditi.

(74)

Pada faktor pembatas media perakaran sub kedalaman tanah diperoleh data kelas S2 (sesuai) dengan kedalaman tanah 20-50 cm. Faktor pembatas ini tidak dapat diperbaiki karena kedalaman tanah terjadi secara alami akibat pelapukan tanah dan pencucian tanah dengan jangka waktu lama.

Maka diperoleh kelas kesuaian lahan potensial untuk komoditi bawang merah dan bawang putih pada kelas S2 (sesuai), sesuai yang ditampilkan pada tabel 18 dan tabel 19.

Dari tabel diatas diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPT 1, SPT 2, SPT 3, SPT 4, SPT 5 dan SPT 7 adalah S1 (sangat sesuai) dengan tanpa faktor pembatas. Faktor curah hujan yaitu pada ketersediaan air (wa) dapat dilakukan upaya perbaikan dengan tingkat pengelolaan tinggi, pengelolaan yang dapat dilakukan dengan modal relatif besar. Hal ini dilakukan pemerintah daerah setempat dengan cara pengadaan saluran irigasi yang baik dan pengaturan draenasi yang tepat guna sehingga faktor pembatas curah hujan dapat diperbaiki menjadi S1 pada kelas kesesuaian lahan potensialnya dimana tanaman ini dapat berproduksi dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Deptan (2003) yang menulis bahwa budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal.

Gambar

Tabel 1. Data curah hujan, suhu dan kelembaban udara pada daerah penelitian 2000-2009
Tabel 7.  Kesesuaian Lahan SPT 6 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum
Tabel 8. Kesesuaian Lahan SPT 7 untuk Bawang merah (Allium ascalonicum
Tabel 11. Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Bawang Putih (Allium sativum L.)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Faktor bakteri kontaminan dapat disingkirkan jika dilakukan pemeriksaan kultur darah pada waktu yang bersamaan dengan dua lokasi yang berbeda.. Pengaruh riwayat pemberian

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/10/PBJ-L3/PC/05/XI/2011 tanggal 02 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Container pada Dinas

PANI TI A PENGADAAN BARANG DAN JASA METODA LELANG SEDERHANA DI LI NGKUNGAN DI NAS PERTANI AN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KOTA BANDAR

Prinsip-prinsip latihan yang telah diterapkan secara optimal oleh setiap pelatih baik untuk latihan penguasaan teknik dasar (kihon) karate akan memperlihatkan suatu hasil

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tersebut, maka optimasi parameter dengan metode Taguchi yang mempunyai multikriteria respon, dan dipadukan dengan metode

Keberadaan Undang-undang No: 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan memicu pertumbuhan perpustakaan yang sangat nyata di Indonesia. Analisis tentang Perpustakaan Umum di

Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas keterampilan generik sains siswa dalam pembelajaran praktikum pada pokok bahasan pencemaran lingkungan mengalami peningkatan dari

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan adalah melaksanakan undang-undang dalam bentuk program kerja yang lebih operasional oleh aktor/implementor