• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Beban Berlebih (Overload) Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Pengaruh Beban Berlebih (Overload) Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD)

TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA

PERKERASAN JALAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

050404117

RINTO PARDOSI

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, saya panjatkan puji dan syukur kepada

Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya saja saya

dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam

menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara. Judul Tugas Akhir ini adalah : “Studi Pengaruh Beban Berlebih

(Overload) Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan”.

Pada Kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Orang tua tercinta beserta saudara-saudara saya yang telah memberikan

perhatian dan doa restu dalam aktifitas serta pada masa studi.

2. Bapak Ir.Indra Jaya Pandia, sebagai pembimbing dalam penulisan Tugas

Akhir ini.

3. Bapak Ir.Zulkarnain A.Muis, M.Eng.Sc, sebagai kordinator Tugas Akhir Sub

Jurusan Transportasi .

4. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas

Teknik USU.

5. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc, sebagai Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik

USU.

6. Seluruh staf pengajar dan pengawai Departemen Teknik Sipil Universitas

(3)

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Angkatan’05 Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari banyak kekurangan pada tulisan ini dan masih jauh dari

kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2010

Penulis

(4)

ABSTRAK

Kemampuan struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal apalagi apabila terdaat kendaraan dengan keadaan beban berlebih terhadap lapisan perkerasan. Pada tulisan ini akan dilihat sejauhmana pengaruh dari kelebihan beban kendaraan terhadap umur perkerasan jalan dengan menggunakan metode Bina Marga 2002. Angka ekivalen kendaraan dihitung dan N (ESAL) dihitung pada keadaan beban normal dan beban berlebih. Persen umur perkerasan jalan akibat kelebihan masing-masing muatan kemudian dihitung. Sehingga dapat disimpulkan seberapa pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap umur perkerasan jalan.

Dalam tugas akhir ini dapat dilihat, misalnya dengan kelebihan beban sebesar 10 % untuk truk sedang (16 ton), trailer (34 ton) dan trailer (54 ton) mempengaruhi persen umur masing-masing menjadi 89,330 %, 93,444 % dan 96,347 %. Untuk kombinasi ketiga kendaraan tersebut dengan kelebihan beban 10 % mempengaruhi persen umur rencana menjadi sebesar 81,465 % dari 100 %.

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR NOTASI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

I.1 Permasalahan ... 2

I.2 Pembatasan Masalah ... 4

I.3 Metodologi dan Pembahasan. ... 5

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitan ... 5

I.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

II.1. Umum ... 9

II.2. Beban Berlebih ... 12

II.3. Parameter Perencanaan Perkerasan ... 15

II.3.1. Beban Lalu Lintas ... 15

II.3.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ... 16

(6)

II.3.4. Pertumbuhan Lalu Lintas (i%) ... 19

II.3.5. Umur Rencana ... 20

II.3.6. Reliabilitas ... 20

II.3.7. Jumlah Lajur ... 22

II.3.8. Koefisien Distribusi Kenderaan ( C ) ... 23

II.3.9. Koefisien Drainase (m) ... 24

II.3.10. Indeks Permukaan Awal ( IPo) ... 25

II.3.11. Indeks Permukaan Akhir ( IPt) ... 26

II.3.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ... 27

II.3.13. Lapis Permukaan ... 29

II.3.14. Lapis Pondasi ... 30

II.3.15. Lapis Pondasi Bawah ... 32

II.3.15.1 Lapis Pondasi Bersemen ... 33

II.3.15.1 Lapis Pondasi Beraspal ... 34

II.3.16 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 35

II.4 Kategori Kendaraan ... 36

II.5 Persamaan Bina Marga ... 38

BAB III METODOLOGI ... 43

III.1. Umum ... 43

III.2. Topik Penelitian ... 44

III.3. Pengumpulan Data ... 44

III.4. Angka Ekivalen (E) ... 45

III.5. Prosedur Perencanaan dan Perhitungan Perkerasan Lentur ... 48

(7)

III.6.1. Indeks Tabal Perkerasan (ITP) ... 48

III.6.2. Tebal Lapisan Perkerasan ... 49

III.7 Prosedur Perhitungan Pengurangan Umur Perkerasan Jalan ... 49

III.8 Analisis dan Interpretasi ... 50

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 51

IV.1. Analisis ... 51

IV.1.1. Data Kendaraan ... 51

IV.1.2. Konfigurasi Masing-Masing Sumbu Kendaraan ... 51

IV.1.3. Angka Ekivalen Kendaraan Untuk Kendaraan dalam Keadaan Standar ( tidak ada beban berlebih) ... 52

IV.2 Data Penunjang Perencanaan Perkerasan Lentur ... 53

IV.3. Perhitungan Pengaruh Perubahan Beban Kendaraan Terhadap % Umur Perkerasan Jalan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

V.1. Kesimpulan ... 60

V.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(8)

DAFTAR NOTASI

a = koefisien kekuatan relatif

c = koefisien distribusi kendaraan

CBR = California Bearing Ratio (%)

DDT = Daya dukung tanah (%)

W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip

ZR = Deviasi normal standar

So = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja

ΔIP = Perbedaan antara indeks permukaan jalan awal (IPo) dan Indeks

permukaan jalan akhir design (IPt), (IPo-IPt)

MR = Modulus resilien

IPo = Indeks permukaan jalan awal (initial design serviceability index )

IPt = Indeks permukaan jalan akhir (terminal serviceability index)

IPf = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)

N = Faktor pertumbuhan lalu-lintas yang sudah disesuaikan dengan

perkembangan lalu-lintas. Faktor ini merupakan faktor pengali

yang diperoleh dari penjumlahan harga

rata-rata setiap tahun.

n = umur rencana.

i = faktor pertumbuhan lalu-lintas (%)

a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran

mekanistik)

(9)

m2, m3 = Koefisien drainase

SDRG = Sumbu Dual Roda Ganda

STRG = Sumbu Tunggal Roda Ganda

STRT = Sumbu Tunggal Roda Tunggal

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Kelas Jalan berdasarkan fungsi dan penggunaannya (PP No.43/1993) ... 11

2.2. Faktor Regional ( FR ) ... 18

2.3. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan ... 20

2.4. Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk tinggkat reabilitas tertentu ... 21

2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ... 22

2.6. Faktor Distribusi Lajur (DL) ... 22

2.7. Koefisien Distribusi Kenderaan (C) ... 22

2.8. Definisi kualitas drainase ... 23

2.9. Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relative material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur ... 24

2.10. Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo) ... 25

2.11. Indeks Permukaan Akhir Pada Akhir Umur Rencana (IPt) ... 25

2.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ... 27

2.13. Tebal Minimum Lapis Permukaan ... 28

2.14. Tebal Minimum Lapis Pondasi ... 30

2.15. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci) ... 34

2.16. Kategori Jenis Kendaraan Berdasarkan 3 Referensi ... 37

3.1. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) ... 55

(11)

4.2. Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan ... 59

4.3. Angka Ekivalen kendaraan untuk beban dalam keadaan standar (tidak ada beban berlebih) ... 60

4.4. Perhitungan Total ESAL selama 10 Tahun ... 62

4.5. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Truk Sedang (16 ton) ... 63

4.6. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Truk Berat (24 ton) ... 64

4.7. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Trailer (54 ton) ... 65

4.8. % Perubahan Berat dan % Umur Masing-masing Truk Sedang, Truk Berat dan Trailer ... 66

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1. Susunan konstruksi perkerasan lentur ... 8

2.2. Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade ... 9

2.3. Grafik Korelasi CBR dan DDT ... 17

2.4. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal bergradasi rapat ( a1 ) ... 28

2.5. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Granular ( a2 ) ... 29

2.6. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Granular ( a3 ) ... 31

2.7. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Bersemen ( a2 ) ... 32

2.8. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Beraspal ( a2 ) ... 33

2.9. Indeks Tebal Perkerasan Masing - Masing Lapisan ... 41

(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik

4.1. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Truk Sedang (16 ton) ... 63

4.2. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Truk Berat (24 ton) ... 64

4.3. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Trailer (54 ton) ... 65

4.4. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Ketiga Truk ... 66

4.5. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Kombinasi Ketiga Truk ... 67

(14)

ABSTRAK

Kemampuan struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal apalagi apabila terdaat kendaraan dengan keadaan beban berlebih terhadap lapisan perkerasan. Pada tulisan ini akan dilihat sejauhmana pengaruh dari kelebihan beban kendaraan terhadap umur perkerasan jalan dengan menggunakan metode Bina Marga 2002. Angka ekivalen kendaraan dihitung dan N (ESAL) dihitung pada keadaan beban normal dan beban berlebih. Persen umur perkerasan jalan akibat kelebihan masing-masing muatan kemudian dihitung. Sehingga dapat disimpulkan seberapa pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap umur perkerasan jalan.

Dalam tugas akhir ini dapat dilihat, misalnya dengan kelebihan beban sebesar 10 % untuk truk sedang (16 ton), trailer (34 ton) dan trailer (54 ton) mempengaruhi persen umur masing-masing menjadi 89,330 %, 93,444 % dan 96,347 %. Untuk kombinasi ketiga kendaraan tersebut dengan kelebihan beban 10 % mempengaruhi persen umur rencana menjadi sebesar 81,465 % dari 100 %.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari

satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

fungsinya untuk mendukung berat dari beban lalu lintas tanpa menimbulkan

kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Struktur perkerasan

terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang

berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga

tidak akan mengalami distress yaitu perubahan karena tidak mampu menahan

beban dan tidak cepat kritis atau failure.

Struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang

sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu

lintas yang dipikul dari kondisi awal desain perkerasan tersebut. Lalu lintas yang

semakin padat dan berkembang seiring dengan perkembangan disegala aspek

kehidupan. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan

jumlah kumulatif lintasan kendaraan standar (CESA, cummulative equivalent

standar axle) yang diperkirakan akan melalui perkerasan tersebut, diperhitungkan

dari mulai perkerasan tersebut dibuat dan dipakai umum sampai dengan

perkerasan tersebut dikategorikan rusak (habis nilai pelayanannya). Pertumbuhan

ekonomi yang cepat menuntut suatu permintaan pelayanan pada transportasi jalan

yang lebih baik, kenyamanan, keamanan dan keselamatan pergerakan.

Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan fungsi strukturalnya

(16)

muatan yang cenderung berlebih. Jalan-jalan raya saat ini mengalami kerusakan

dalam waktu yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan yang baru

dibangun maupun jalan yang baru diperbaiki (overlay). Beberapa hasil penelitian

yang telah dilakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah mutu pelaksanaan,

drainase, dan beban berlebih. Kerusakan jalan saat ini menjadi suatu yang

kontroversial dimana satu pihak mengatakan kerusakan dini pada perkerasan jalan

disebabkan karena jalan didesain dengan tingkat kualitas dibawah standar dan di

pihak lain menyatakan kerusakan dini perkerasan jalan disebabkan terdapatnya

kendaraan dengan muatan berlebih (overloading) yang biasanya terjadi pada

kendaraan berat.

Terdapatnya beban berlebih pada jalan disebabkan penyelewengan

pengawasan pada jembatan timbang terhadap beban kenderaan yang melintasi

jalan. Disamping kedua hal tersebut faktor lain yang menyebabkan kerusakan

dini pada perkerasan yaitu drainase jalan yang tidak berfungsi dengan baik.

Dampak nyata yang ditimbulkan oleh muatan berlebih (overloading) adalah

kerusakan jalan sebelum periode/umur teknis rencana tercapai. Dampak negatif

lain yang timbul dari kelebihan muatan adalah menurunnya tingkat keselamatan,

menurunnya tingkat pelayanan lalu-lintas, dan menurunnya kualitas lingkungan.

Kerusakan jalan yang timbul merupakan gabungan dari beberapa faktor yang

saling berkaitan. Disamping adanya beban berlebih (overloading), faktor lain

seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan

kontribusi pada kerusakan jalan (Jurnal Master Plan Transortasi Darat 2005, hal

(17)

I.2. PERMASALAHAN

Secara definisi beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban

gandar kendaraan melebihi beban standar yang digunakan pada asumsi desain

perkerasan jalan atau jumlah lintasan operasional sebelum umur rencana tercapai

,atau sering disebut dengan kerusakan dini. Sedangkan umur rencana perkerasan

jalan adalah jumlah repetisi beban lalu lintas ( dalam satuan Equivalent standart

Axle Load, ESAL) yang dapat dilayani jalan sebelum terjadi kerusakan srtuktural

pada lapisan perkerasan. Kerusakan jalan akan terjadi lebih cepat karena jalan

terbebani melebihi daya dukungnya. Kerusakan ini disebabkan oleh salah satu

faktor yaitu terjadinya beban berlebih (overloading) pada kendaraan yang

mengangkut muatan melebihi ketentuan batas beban yang ditetapkan yang secara

signifikan akan meningkatkan daya rusak (VDF = vehicle damage faktor)

kenderaan yang selanjutnya akan memperpendek umur pelayanan jalan. Beban

berlebih (overload) akan menyebabkan kerusakan dini akan terjadi pada jalan,

karena jalan terbebani oleh kenderaan yang mengangkut beban berlebih, hal ini

akan menyebabkan CESA rencana akan tercapai sebelum umur jalan yang

direncanakan pada saat mendesign jalan. Umur rencana perkerasan jalan adalah

jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lali-lintas kenderaan sampai

diperlukan suatu perbaikan struktural atau sampai diperlukan overlay lapisan

perkerasan (Sukirman, 1999).

Jenis dan besarnya beban kendaraan yang beraneka ragam menyebabkan

pengaruh daya rusak dari masing-masing kendaraan terhadap lapisan-lapisan

perkerasan jalan raya tidaklah sama. Semakin besar muatan/beban suatu

(18)

semakin cepat tercapai, hal ini disebabkan kendaraan-kendaraan yang melintas

memiliki angka ekivalen yang makin besar dan kenderaan yang lewat pada suatu

lajur jalan raya memiliki beban siklus atau suatu beban yang berlang-ulang yang

mempengaruhi indeks permukaan akhir umur rencana (IPt) dari perkerasan jalan

raya.

Kebanyakan truk di Indonesia mengalami kelebihan muatan, beberapa di

antaranya memiliki kelebihan yang sangat besar. Sebuah Survei The Asia

Foundation, bekerja sama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan

Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (LPEM-FEUI)

menunjukkan bahwa rata-rata 52% truk mengalami kelebihan muatan sekitar

45% di atas batas muatan yang diizinkan. Rata-rata berat beban adalah sekitar 4

ton di atas berat yang diizinkan. Kebanyakan truk merupakan jenis bak terbuka

dan mengalami modifikasi, banyak pemilik truk melakukan modifikasi terhadap

truk mereka agar bisa memuat barang melebihi batas beban muat yang

ditentukan.(Jurnal The Asia Foundation 2008 ”Biaya Transportasi Barang

Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesial” hal 41 dan hal 43).

Masalah truk bermuatan berlebih atau overload tidak saja berdampak

terhadap percepatan kerusakan jalan tetapi juga menyebabkan berbagai gangguan

yang berdampak pada lingkungan maupun keselamatan lalulintas sebagai berikut

meningkatnya tingkat polusi udara, meningkatnya tingkat kebisingan,

meningkatnya tingkat kemacetan lalulintas, meningkatnya tingkat kecelakaan

lalulintas, meningkatnya percepatan kerusakan jalan dan lain-lain.

Dalam perencanaan perkerasan jalan raya adanya, digunakan beban

(19)

standar dengan menggunakan ”angka ekivalen beban sumbu (E)”. Beban standar

merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton)

(Sukirman, 1999).

Maka dengan adanya masalah beban berlebih dalam tugas akhir ini dilihat

seberapa besar pengaruh kelebihan muatan terhadap umur perkerasan jalan raya.

Dengan adanya kasus beban berlebih ini perlu untuk diketahui besaran pengaruh

dari kendaraan-kendaraan dengan kelebihan muatan terhadap pengurangan umur

rencana perkerasan jalan raya.

I.3. PEMBATASAN MASALAH

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah yaitu hanya

pada pembahasannya pada pengaruh kenderaan dengan muatan berlebih terhadap

umur perkerasan jalan dengan komposisi lalu lintas yang telah ada di Indonesia.

Beban berlebih yang dimaksud adalah beban kendaraan melebihi beban sumbu

standar yang ditetapkan sesuai dengan konfigurasi sumbu kendaraan. Kendaraan

yang akan digunakan dalam tugas akhir ini adalah kendaraan yang mempunyai

pengaruh yang cukup besar pada struktur perkerasan jalan dan kendaraan yang

kemungkinan besar biasa dijumpai di jalan raya dimuati dengan beban yang

berlebih seperti pada truk, trailer maupun kendaraan berat lainnya. Beban berlebih

yang digunakan dalam skripsi ini adalah beban sumbu standar kendaraan melebihi

dari beban sumbu yang telah ditetapkan.

Jenis kontruksi perkerasan adalah kontrusi perkersan lentur (flexible

pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

Dimana lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban

(20)

I.4. METODOLOGI DAN PEMBAHASAN

Metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah

studi literatur yaitu dengan menggunakan Metode Analisa Komponen/Bina Marga

2002 dimana metode ini mengacu pada metoda AASHTO’93 dan dengan

mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan serta keterangan dari buku-buku,

jurnal yang berhubungan dengan pembahasan ini maupun masukan dari dosen

pembimbing.

I.5. TUJUAN DAN MANFAAT

Pengurangan umur rencana perkerasan jalan dapat disebabkan oleh banyak

faktor, salah satu adalah akibat adanya kelebihan muatan pada kenderaan. Tugas

akhir ini bertujan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kelebihan muatan

terhadap umur rencana perkerasan jalan raya, sehingga terjadinya kerusakan

perkerasan jalan dan besarnya pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap

umur rencana jalan dapat diketahui.

I.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas akhir ini dengan judul Studi Pengaruh Beban Belebih (Overload)

Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan dalam penulisannya

menggunakan studi literatur. Sistematika pembahasan meliputi lima bagian yang

(21)

PERMASALAHAN

Terdapatnya Kendaraan dengan Kondisi Beban Berlebih

Gambar 1.2. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir MAKSUD

Untuk mengetahui pengaruh beban berlebih terhadap umur perkerasan jalan

TUJUAN

Untuk mengetahui pengurangan umur perkerasan yang ada akibat pengaruh beban berlebih

Parameter yang digunakan :

 Volume lalu lintas

 CBR Mr

 LHR (kend/hari)  Zr

 So

Parameter yang digunakan :

 Volume lalu lintas

 CBR Mr

 LHR (kend/hari)  Zr

 So

(22)

BAB I. Pendahuluan

Berisikan latar belakang pemilihan topik penelitian, permasalahan yang

ada, pembatasan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, serta sistematika

pembahasannya.

BAB II. Tinjauan Pustaka

Berisikan uraian mengenai teori dasar tentang pengaruh kelebihan

muatan kenderaan terhadap kekuatan umur rencana jalan raya, arti penting dari

mengetahui beban standar yang dapat melintas di suatu perkerasan jalan, beserta

parameter perencanaan perkerasan jalan dan uraian metode analisa yang dipakai

dalam penelitian ini.

BAB III. Metodologi Penelitian

Berisikan tentang pendekatan teori yang telah dijabarkan,

langkah-langkah perhitungan, rumus-rumus yang digunakan beserta data-data dalam

pehitungan indeks permukaan jalan raya. Sedangkan beban kenderaan

diasumsikan sesuai dengan kondisi di lapangan. Kemudian beban lalu lintas

ditingkatkan melebihi beban standar. Sehingga struktur perkerasan dengan

(23)

BAB IV. Analisis dan Pembahasan

Berisikan tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan yaitu

perhitungan angka ekivalen (damage faktor) ELintas Ekivalen Desain dengan muatan

standar yang kemudian perhitungan angka ekivalen (damage faktor) Elintas

EkivalenAda dengan muatan yang dilebihkan.Kemudian dihitung pengurangan umur

perkerasan akibat beban berlebih tersebut.

BAB V. Kesimpulan dan Saran

Berisikan penutup dari penelitian, yang terdiri dari kesimpulan dari hasil

penelitian yang dilaksanakan, serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. UMUM

Perkerasan jalan merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah

dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan

langsung dengan kendaraan. Lapisan ini yang berfungsi memberikan pelayanan

terhadap lalu-lintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh

karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami

kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu-lintas. Untuk

mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi

faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat

berlapis-lapis. Pada gambar 2.1 diperlihatkan lapisan-lapisan perkerasan yang

paling atas disebut lapisan permukaan yaitu kontak langsung dengan roda

kendaraan dan lingkungan sehingga merupakan lapisan yang cepat rusak terutama

akibat air. Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah, yang

diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Selain itu juga, untuk

menghasikan perkerasan dengan kualitas dan mutu yang direncanakan maka

dibutuhkan pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengelolaan agregat, serta

Lapis Permukaan ( Surface course)

Lapis Pondasi atas ( Base Coarse ) Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar

(25)

sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang

campuran sesuai jenis perkerasan yang dibutuhkan.

Gambar 2.2 Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade

Pada gambar 2.2 terlihat bahwa beban kenderaan dilimpahkan ke perkerasan jalan

melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w). Beban tersebut

diterima oleh lapisan permukaan (surface course ) dan disebarkan hingga ketanah

dasar (subgrade),dan menimbulkan gaya pada masing-masing lapisan sebagai

akibat perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang diterimanya.

Beban tersebut adalah :

1. Muatan atau berat kenderaan berupa gaya vertikal

2. Gaya gesekan akibat rem berupa gaya horizontal

3. Pukulan roda kenderaan berupa getaran-getaran

Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka

pengaruhnya semakin berkurang sehingga muatan yang diterima masing-masing

(26)

Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi

perkerasan jalan ada 2 jenis :

Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai

bahan pengikat.

Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba

dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement,

yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku.

Dalam tugas akhir ini, dibahas mengenai pengaruh kelebihan muatan

terhadap pengurangan umur perkerasan jalan dengan memakai Metoda Analisa

Komponen/Bina Marga’2002 dengan memakai konstruksi perkerasan lentur

(flexible pavement).

II.2. BEBAN BERLEBIH

II.2.1 Pengertian Beban Berlebih

Beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban gandar (as)

kendaraan melampaui batas beban maksimum yang diijinkan (Hikmat Iskandar,

Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan,2008).

Beban berlebih (overoading) adalah beban lalu-lintas rencana (jumlah

lintasan operasional rencana) tercapai sebelum umur rencana perkerasan ,atau

sering disebut dengan kerusakan dini (Hikmat Iskandar, Jurnal Perencanaan

(27)

Beban berlebih (overloading) adalah jumlah berat muatan kendaraan

angkutan penumpang, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan dan

kereta tempelan yang diangkut melebihi dari jumlah yang di ijinkan (JBI) atau

muatan sumbu terberat (MST) melebihi kemampuan kelas jalan yang ditetapkan

(Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006).

Muatan lebih adalah muatan sumbu kendaraan yang melebihi dari

ketentuan seperti yang tercantum pada peraturan yang berlaku (PP 43 Tahun

1993) (Kamus Istilah Bidang pekerjaan Umum 2008, Hal 57).

JBI (jumlah berat yang diijinkan) adalah berat maksimum kendaraan

bermotor berikut muatannya yang di ijinkan berdasarkan ketentuan. Muatan

sumbu terberat (MST) adalah jumlah tekanan maksimum roda-roda kendaraan

pada sumbu yang menekan jalan (Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006).

II.2.2 Konsep Dasar Beban Berlebih (Overload)

Muatan sumbu terberat (MST) dipakai sebagai dasar pengendalian dan

pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Tabel 2.1.Kelas Jalan berdasarkan fungsi dan penggunaannya (PP No.43/1993)

Kelas jalan

Fungsi jalan

(28)

Dari Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) katagori kendaraan

dengan izin beroperasi di jalan-jalan umum sebagai berikut:

• Kendaraan kecil dengan panjang dan lebar maksimum 9000 x 2100 mm,

dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) ≤ 8 ton, diizinkan menggunakan

jalan pada semua katagori fungsi jalan yaitu jalan ling-kungan, jalan lokal,

jalan kolektor, dan jalan arteri.

• Kendaraan sedang dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500

mm, serta MST ≤ 8 ton, diizinkan terbatas hanya beroperasi di jalan-jalan

yang berfungsi kolektor dan arteri. Kendaraan Sedang dilarang memasuki

jalan lokal dan jalan lingkungan.

• Kendaraan besar dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500 mm,

serta MST ≤ 10 ton, diizinkan terbatas beroperasi di jalan-jalan yang

berfungsi arteri saja; dan

• Kendaraan besar khusus dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x

2500 mm, serta MST >10 ton, diizinkan sangat terbatas hanya beroperasi

di jalan-jalan yang berfungsi arteri dan kelas I (satu) saja. Baik kendaraan

besar maupun kendaraan besar khusus dilarang memasuki jalan

lingkungan, jalan lokal, dan jalan kolektor.

Ketentuan tersebut menjadi dasar diwujudkannya prasarana transportasi

jalan yang aman. Jalan pun diwujudkan mengikuti penggunaannya, jalan arterial

diwujudkan dalam ukuran geometrik dan kekuatan perkerasan yang sesuai dengan

kategori kendaraan yang harus dipikulnya. Demikian juga jalan kolektor, lokal,

dan lingkungan, dimensi jalannya dan kekuatan perkerasannya disesuikan dengan

(29)

Dengan demikian, dalam penggunaan jalan sehari-hari, pelanggaran

terhadap ketentuan tersebut akan menimbulkan dampak inefisiensi berupa

menurunnya kinerja pelayanan jalan. Misalnya, kendaraan yang melakukan

perjalanan arterial, dengan MST >10 ton, jika memasuki jalan arterial dengan

MST ≤ 10 ton, maka perlu menurunkan bebannya. Seandainya beban kendaraan

tidak disesuaikan, maka perkerasan jalan akan mengalami overloading sehingga

akan cepak rusak.

Jalan yang rusak tidak dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan yang

diharapkan, karena permukaan perkerasan yang tidak rata. Jalan yang tidak rata

cenderung menyebabkan perjalanan kendaraan yang tidak stabil dan

membahayakan. Contoh lain, jika kendaraan besar arterial masuk ke jalan lokal

yang berdimensi jalan lebih kecil dengan izin MST yang lebih rendah, maka

perkerasan jalan akan rusak lebih awal dan dimensi kendaraan yang besar akan

menghalangi pergerakan kendaraan lain yang sedang operasi di jalan lokal.

Dengan demikian kinerja pelayanan jalan menjadi menurun, terjadi banyak

konflik antar kendaraan dan perkerasan lebih cepat rusak.

Menurut pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur

dengan metode lendutan, Departemen Pekerjaan Umum (Pd. T-05-2005-B)

ketentuan beban sumbu standar (standard axle load) kendaraan adalah sebagai

berikut :

• Single axle, single wheel = 5,4 ton

• Single axle, dual wheel = 8,16 ton

• Double axle, dual wheel = 13,76 ton

(30)

Sedangkan penentuan angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban

gandar sumbu setiap kendaraan menurut pedoman perencanaan tebal perkerasan

lentur, Bina Marga 2002 adalah berdasarkan lampiran D peraturan tersebut.

Sedangkan untuk roda tunggal penentuan angka ekivalen rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut :

Angka ekivalen roda tunggal = (beban gandar satu sumbu tunggal, kN / 53 kN)4

Semua beban kenderaan dengan gandar yang berbeda diekivalenkan ke

dalam beban standar gandar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu

tersebut sehingga diperoleh beban kendaraan yang ada dalam sumbu standar

(Equivalent Single Axle Load) 18 kip Esal.

Penambahan beban melebihi beban sumbu standar pada sumbu kendaraan

akan mengakibatkan penambahan daya rusak yang cukup signifikan. Kerusakan

terjadi lebih cepat karena konsentrasi beban pada setiap roda kendaraan sangat

tinggi akibat jumlah axle yang terbatas apalagi dengan adanya beban berlebih,

karena pada perencanaan perkerasan jalan masih mengacu kepada desain

kendaraan untuk muatan normal. Mekanisme beban kendaraan dalam

mempengaruhi perkerasan jalannya tergantung dari bentuk konfigurasi sumbu

kendaraan dan luas bidang kontak ban dengan perkerasan jalan.

II.3. PARAMETER PERENCANAAN PERKERASAN

II.3.1. Beban Lalu Lintas

Dengan mengetahui secara tepat tingkat kemampuan suatu jalan dalam

menerima suatu beban lalu lintas, maka tebal lapisan perkerasan jalan dapat

ditentukan dan umur rencana perkerasan tersebut akan sesuai dengan yang

(31)

diterima struktur perkerasan dari roda-roda kenderaan yang melintasi jalan raya

secara dinamis selama umur rencana. Besar beban yang diterima bergantung dari

berat kenderaan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan kendaraan

serta kecepatan dari kendaraan itu sendiri. Hal ini akan memberi suatu nilai

kerusakan pada perkerasan akibat muatan sumbu roda yang melintas setiap kali

pada ruas jalan.

Berat kendaraan dibebankan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan

yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Masing-masing kendaraan

mempunyai konfigurasi sumbu yamg berbeda-beda. Sumbu depan dapat

merupakan sumbu tunggal roda, sedangkan sumbu belakang dapat merupakan

sumbu tunggal, ganda maupun triple. Berat kenderaan dipengaruhi oleh

faktor-faktor sebagai berikut :

1. Fungsi jalan

Kendaraan berat yang memakai jalan arteri umumnya memuat muatan

yang lebih berat dibandingkan dengan jalan pada medan datar.

2. Keadaan medan

Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak mungkin memuat beban

yang lebih berat jika dibandingkan dengan jalan pada medan datar.

3. Aktivitas ekonomi di daerah yang bersangkutan

Jenis dan beban yang diangkut oleh kenderaan berat sangat tergantung dari

jenis kegiatan yang ada di daerah tersebut, truk di daerah industri

mengangkut beban yang berbeda jenis dan beratnya dengan di daerah

perkebunan.

(32)

Beban yang diangkut kendaraan dapat berkembang sesuai dengan

perkembangan daerah di sekitar lokasi jalan.

Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama

antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar

yang bisa mewakili untuk semua janis kendaraan, sehingga semua beban yang

diterima oleh srutuktur perkerasan jalan dapat dapat disamakan ke dalam beban

standar. Beban standar ini digunakan sebagai batasan maksimum yang diijinkan

untuk suatu kendaraan.

Beban yang sering digunakan sebagai batasan maksimum yang diijinkan

untuk suatu kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban standar ini diambil

sebesar 18.000 pounds ( 8,16 ton ) pada sumbu standar tunggal. Diambilnya

angka ini karena daya pengrusak yamg ditimbulkan beban gandar terhadap

struktur perkerasan adalah bernilai satu.

II.3.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

Daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat dari tanah dasar

karena secara keseluruhan perkerasan jalan berada di atas tanah dasar. Tanah

dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal

dari lokasi itu sendiri atau di dekatnya, yang telah dipadatkan sampai dengan

tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta

berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan

walaupun terhadap perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.

Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar

air, kondisi lingkungan dan sebagainya. Tanah dengan tingkat kepadatan yang

(33)

dan mempunyai daya dukung yag lebih besar jika dibandingkan dengan tanah

yang sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah.

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur

dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR pertama kali

diperkenalkan oleh California Division Of Highways pada tahun 1928. Orang

yang banyak mempopulerkan metode ini adalah O.J.Porter. Harga CBR itu sendiri

dinyatakan dalam persen. Harga CBR tanah dasar yaitu nilai yang menyatakan

kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang

mempunyai nilai CBR 100% dalam memikul beban lalu lintas. Terdapat beberapa

parameter penunjuk mutu daya dukung tanah dasar, dan CBR merupakan

parameter penunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di

Indonesia. Harga CBR dapat dinyatakan atas harga CBR Laboratorium dan harga

CBR Lapangan. Hubungan antara daya dukung tanah (DDT) dengan CBR dapat

menggunakan grafik korelasi pada gambar 2.4 atau dapat mengunakan rumus:

DDT = 4,3 log CBR + 1,7 ...Bina Marga

DDT = 3.71 log CBR + 1.35 ...AASHTO

Pada pedoman ini digunakan Modulus Resilien (MR) sebagai parameter tanah

dasar yang digunakan dalam perencanaan. Korelasi CBR dengan Modulus

Resilient (MR) adalah sebagai berikut :

MR (psi) = 1500 x CBR atau

(34)

0 DDT AASHTO = 3,71 log CBR +1,35

Gambar 2.3. Grafik Korelasi CBR dan DDT

II.3.3. Faktor Regional ( FR )

Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda

antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Faktor Regional mencakup

permeabilitas tanah, kondisi drainase yang ada, kondisi persimpangan yang ramai,

pertimbangan teknis dari perencana seperti ketinggian muka air tanah, perbedaan

kecepatan akibat adanya hambatan-hambatan tertentu, bentuk alinemen (keadaan

medan) serta persentase kenderaan dengan berat ≥ 13 ton, dan kenderaan yang

berhenti, sedangkan iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun. Kondisi

lingkungan setempat sangat mempengaruhi lapisan perkerasan jalan dan tanah

dasar antara lain :

1. Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat

komponen material lapisan perkerasan.

2. Pelapukan bahan material

(35)

Pengaruh perubahan musim, perbedaan temperatur kerusakan-kerusakan

akibat lelahnya bahan, sifat material yang digunakan dapat juga mempengaruhi

umur pelayanan jalan.

Tabel 2.2. Faktor Regional ( FR )

Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III ( < 6 % ) ( < 6-10 % ) ( > 10 %)

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, perhentian atau tikungan tajam (jari-jari ≤ 30 m) Fr ditambah dengan 0,5 pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, (2002)

II.3.4. Pertumbuhan Lalu Lintas ( i %)

Yang dimaksud dengan pertumbuhan lalu lintas adalah pertambahan atau

perkembangan lalu lintas dari tahun ke tahun selama umur rencana. Faktor yang

mempangaruhi besarnya pertumbuhan lalu lintas adalah :

1. Perkembangan daerah tersebut.

2. Bertambahnya kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut

3. Naiknya keinginan untuk memiliki kenderaan pribadi.

Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen/tahun (%/thn).

II.3.5. Umur Rencana (UR)

Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan

tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu

untuk diberi lapis permukaan yang baru. Faktor umur rencana merupakan variabel

(36)

menggunakan rumus sebagai berikut:

N =

( )

r

r i 1

1+ −

Dimana :

N = Faktor pertumbuhan lalu-lintas yang sudah disesuaikan dengan

perkembangan lalu-lintas. Faktor ini merupakan faktor pengali yang

diperoleh dari penjumlahan harga rata-rata setiap tahun.

n = umur rencana.

i = faktor pertumbuhan lalu-lintas.

II.3.6. Reliabilitas

Reliabilitas adalah kemungkinan (probability) jenis kerusakan tertentu

atau kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah

dalam rentang yang diijinkan dalam umur rencana. Konsep reliabilitas merupakan

upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of certainty) ke dalam proses

perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternative perencanaan akan

bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor

perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan

lalu-lintas dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan

akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan

meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas,

resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat

diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.3

memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam

(37)

menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat

yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.

Tabel 2.3. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

Klasifikasi jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas Perkotaan Antar kota

Bebas hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 80 50 – 80

Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2002-B)

Reliabilitas kinerja perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR)

yang dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (W18) selama umur rencana untuk

memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,

reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall

standard deviation, So) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan

lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan

desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter

penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.4

memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep

reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :

1. Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan

jalan perkotaan atau jalan antar kota

2. Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.4.

3. Deviasi standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat.

(38)

Tabel 2.4. Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk

tinggkat reabilitas tertentu

Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR

Lalur rencana merupakan salah satu lalur lalu lintas dari suatu ruas jalan

raya, yang menampung lalu lalu lintas terbesar (lajur dengan volume tertinggi).

Umumnya lajur rencana adalah salah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur atau

tepi luar dari jalan raya yang berlajur banyak. Persentase kendaraan pada jalur

rencana dapat juga diperoleh dengan melakukan survey volume lalu lintas. Jika

jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar

(39)

Tabel 2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan Jumlah Lajur (n)

L < 4,50 m 1 jalur

Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2005-B)

Tabel 2.6. Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah lajur per

arah

% beban gandar standar dalam lajur rencana

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 – 75

Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2002-B)

II.3.8. Koefisien Distribusi Kenderaan (DD)

Keofisien distribusi kenderaan (DD) untuk kenderaan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 2.7.

Tabel 2.7. Koefisien Distribusi Kenderaan (DD)

Jumlah Kenderaan Ringan *) Kenderaan Berat**)

Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2005-B)

Keterangan :

*) Berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran. **) Berat total ≥ ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

II.3.9. Koefisien Drainase

Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif

(40)

mengatasi pengaruh negatif masuknya air ke dalam struktur perkerasan. Dalam

buku ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk mengakomodasi kualitas

sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel 2.8 memperlihatkan definisi

umum mengenai kualitas drainase.

Tabel 2.8.Definisi kualitas drainase

Kualitas drainase Air hilang dalam Baik sekali 2 jam

Baik 1 hari

Sedang 1 minggu

Jelek 1 bulan

Jelek sekali air tidak akan mengalir Sumber :AASHTO’93 Hal II-22

Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien

drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

bersama-sama dengan koefisien kekuatan relative (a) dan ketebalan (D). Tabel 2.9

memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari kualitas

drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi

oleh kadar air yang mendekati jenuh.

Tabel 2.9.Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relative material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur

Kualitas drainase

Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh

< 1 % 1 – 5 % 5 – 25 % > 25 % Sumber :AASHTO’93 Hal II-25

(41)

Indeks permukaan adalah suatu angka yang dipergunakan untuk

menyatakan nilai daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang

berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam

menentukan indeks permukaan awal rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis

permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana.

Adapun beberapa nilai IPt beserta artinya adalah seperti tersebut di bawah ini :

- IPt = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat

sehingga sangat mengganggu lalu lintas kenderaan.

- IPt = 1,5 : adalah tingkat pelayanan teendah yang masih mungkin (jalan tidak

putus).

- IPt = 2,0 adalah tingkat pelayanan jalan terendah jalan yang masih mantap.

- IPt = 2,5 adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Berdasarkan tabel di bawah ini:

Tabel 2.10. Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo)

Jenis lapis perkerasan IPo Roughness mm/km

Laston ≥ 4 ≤ 1000

(42)

II.3.11. Indeks Permukaan Akhir (IPt)

Dalam menentukan indeks permukaan akhir umur rencana perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER), berdasarkan tabel di bawah ini :

Tabel 2.11. Indeks Permukaan Akhir Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

LER = Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan

Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0

10-100 1,5 1,5-2,0 2

100-1000 1,5-2,0 2 2,0-2,5

>1000 2,0-2,5 2,5 2,5

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, (2002)

II.3.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) diperoleh berdasarkan jenis lapisan

perkerasan yang digunakan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan ditentukan dari :

1. Material yang tersedia

2. Dana awal yang tersedia

3. Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia

4. Fungsi jalan

Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai

lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai

dengan nilai mashall test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan

yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi

(43)

Tabel 2.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan

relatif Kekuatan Bahan

Jenis Bahan

(44)

II.3.13. Lapis Permukaan

Gambar 2.4. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal bergradasi rapat ( a1 )

Gambar 2.4 memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan

menggunakan aspal beton bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (E AC)

pada suhu 68° F (metode AASHTO 4123). Pedoman ini menyarankan agar

berhati–hati untuk nilai modulus diatas 450.000 psi. Meskipun modulus beton

aspal yang lebih tinggi, lebih kaku dan lebih tahan, akan tetapi lebih rentan

terhadap retak fatigue.

Tabel 2.13. Tebal Minimum Lapis Permukaan

ITP Tebal Bahan

Minimum (cm)

< 3.00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)

3.00-6.70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,Lasbutag, Laston

6.71-7.49 7.5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

7.50-9.99 7.5 Lasbutag , Laston

≥10 10 Laston

(45)

(

log

)

0,977...persamaan 2.12 249

,

0 10

2 = EBS

a

II.3.14. Lapis Pondasi

Koefisien kekuatan relatif, a2 dapat diperkirakan dengan menggunakan gambar

2.5 atau dihitung dengan menggunakan hubungan berikut :

(46)

Tabel 2.14. Tebal Minimum Lapis Pondasi

ITP Tebal Bahan

Minimum (cm)

< 3.00 15

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

3.00-7.49 20

10

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

Laston Atas

7.50-9.99 20

15

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam

Laston Atas

10-12.14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam, Lapen, Laston atas

≥12.25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam, Lapen, Laston atas

(47)

(

log

)

0,839 ....persamaan 2.13 227

,

0 10

3 = ESB

a

II.3.15.Lapis Pondasi Bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum

adalah 10 cm. Koefisien kekuatan relatif, a3 dapat diperkirakan dengan

menggunakan gambar 2.6 atau dihitung dengan mengunakan hubungan berikut :

(48)

II.3.15.1.Lapis Pondasi Bersemen

Gambar 2.7 memperlihatkan grafik yang digunakan memperkirakan koefisien

kekuatan relatif, a2 untuk lapis pondasi bersemen.

(49)

II.3.15.2. Lapis Pondasi Beraspal

Gambar II.8 memperlihatkan grafik yang digunakan memperkirakan koefisien

kekuatan relatif, a2 untuk lapis pondasi beraspal.

(50)

II.3.16. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan

keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan

untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.

Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama

dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan

koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah

apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum.

Tabel 2.15. memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan

berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.

Tabel 2.15. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci)

Lalu Lintas (ESAL) Beton Aspal LAPEN LABUSTAG

Lapis Pondasi Agregat

< 50.000 *) inci cm inci cm inci cm inci cm

50.001-150.000 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10

150.001-500.000 2,.0 5,0 - - - - 4 10

500.001-2.000.000 2,5 6,25 - - - - 4 10

2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15

2.000.001-7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15

>7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15

*) atau perawatan permukaan

(51)

II.4. Kategori Kenderaan

Survey volume lalu-lintas yang dipakai acuan dewasa ini oleh Direktorat

Jenderal Bina Marga mengkategorikan 11 kendaraan termasuk kendaraan tidak

bermotor (non motorised). Sebelumnya, survai pencacahan lalu lintas dengan cara

manual perhitungan lalu-lintas tersebut mengkategorikan menjadi 8 kelas (Ditjen

Bina Marga Pd-T-19-2004). Tabel 2.16 membedakan beberapa kategori

kendaraan tersebut. Untuk perencanaan perkerasan jalan digunakan 11 klasifikasi

kendaraan. Untuk perencanaan geometrik, digunakan hanya 5 kelas kendaraan

(52)

Tabel 2.16. Kategori Jenis Kendaraan Berdasarkan 3 Referensi

IRMS, BM BM 1992 MKJI 1997

1 Sepeda motor, skuter, kendaraan roda tiga

2 Kendaraan Ringan (LV): Mobil 3 opelet, pikup opelet,

suburban, kombi, dan 7b Truk Gandengan

7c Truk Tempelan (Semi trailer) 8 Kendaraan tidak

bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.

8 Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.

5 Kendaraan Tidak Bermotor (UM)

(53)

II.5. Persamaan Bina Marga

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban

gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan

perumusan berikut ini :

w18 = DD x DL x ŵ18

Dimana :

DD = faktor distribusi arah.

DL = faktor distribusi lajur.

ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur adalah

lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan

mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun

(w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik

rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

Wt = w18 x

( )

i i n 1 1+ −

Dimana :

Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.

w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.

n = umur pelayanan (tahun).

i = perkembangan lalu lintas (%).

Untuk menentukan ITP (indeks tebal perkerasan) suatu perkerasan di Indonesia

(54)

rumus AASHTO. Kemudian rumus tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada

di Indonesia yaitu dengan menyesuaikan beberapa parameternya.

Rumus umum/dasar persamaan menurut AASHTO’93 adalah :

Log Wt = ZR x So + 9,36 Log (SN + 1) – 0,20 +

Persamaan Metode Analisa Komponen/Bina Marga’2002 adalah :

Log Wt = ZR x So + 9,36 Log (ITP + 1) – 0,20 +

W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip

ZR = Deviasi normal standar

So = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja

ΔIP = Perbedaan antara indeks permukaan jalan awal (IPo) dan Indeks

permukaan jalan akhir design (IPt), (IPo-IPt)

MR = Modulus resilient

IPo = Indeks permukaan jalan awal (initial design serviceability index )

IPt = Indeks permukaan jalan akhir (terminal serviceability index)

(55)

BAB III

METODOLOGI

III.1 UMUM

Pada kondisi ideal, berat, daya angkut, dan dimensi kendaraan yang

melewati suatu jalan menjadi acuan dalam pembangunan suatu jalan. Akan tetapi

perkembangan dalam teknologi transportasi sering tidak diimbangi peningkatan

desain jalan, sehinggga daya angkut dan dimensi kendaraan perlu diatur. Daya

angkut dan dimensi kendaraan diatur dengan beberapa tujuan seperti, melindungi

jalan dari kerusakan dini sehingga umur jalan dapat dipertahankan, mewujudkan

standar keselamatan jalan, mewujudkan standar tingkat pelayanan lalu lintas, dan

mewujudkan standar tingkat pelayanan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh

muatan berlebih (overloading) adalah kerusakan jalan sebelum periode/ umur

teknis tercapai. Secara langsung kondisi yang terjadi adalah kerusakan jalan

secara langsung yang dapat mengakibatkan kemacetan yang pada akhirnya

merugikan pemerintah (sebagai pengelola jalan) dan masyarakat umum. Dengan

keterbatasan dana pemeliharaan, kondisi ini akan mengakibatkan dana tersedot

pada suatu lokasi yang akan mengurangi alokasi untuk jaringan yang lain, yang

pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan pada seluruh jaringan (Jurnal

Masterplan Transportasi Darat 2005, hal III-11).

Kerusakan jalan mengindikasikan kondisi struktural dan fungsional jalan

yang sudah tidak mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap pengguna

jalan, seperti ketidaknyamanan dan ketidakamanan penggua jalan mengemudikan

kendaraan di atas permukaan jalan yang bergelombang dan licin. Beban lalu lintas

(56)

banyak repetisi beban yang terjadi makin besar tingkat kerusakan jalan.

Kerusakan akan terjadi jika daya dukung perkerasan jalan lebih kecil dari beban

lali lintas. Meskipun demikian perbaikan lebih lanjut dapat dilakukan dengan

pengendalian sistem terpadu. Standarisasi beberapa komponen seperti roda, dan

peningkatan frekuensi pengecekan terhadap beban kenderaan demi kepentingan

keselamatan lalu lintas maupun untuk mencegah beban yang berlebihan pada

perkerasan jalan.

III.2 TOPIK PENELITIAN

Judul penelitian yang menjadi topik pembahasan adalah STUDI

PENGARUH BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP

PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN. Pada penelitian

ini akan dilihat besarnya pengaruh beban berlebih (overload) terhadap

pengurangan umur rencana perkerasan jalan.

III.3 PENGUMPULAN DATA

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis memakai data kendaraan

berdasarkan asumsi maupun saran dari dosen pembibing. Dimana data ini

diasumsikan mendekati kondisi yang terdapat di lapangan baik berat, tipe,

maupun komposisi kendaraan. Jenis kenderaan yang umumnya melintas pada

jalan jenis kenderaan beserta tipe konfigurasi sumbunya masing-masing.

Kelebihan muatan pada umumnya terdapat pada kendaraan pengangkut barang

secara khusus terdapat pada kendaraan truk maupum trailer. Kelebihan muatan

(57)

VDF =

4

Beban Sumbu Standar Beban Sumbu Kendaraan

III.4 ANGKA EKIVALEN (E)

Angka ekivalen adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu

tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau

penurunan indeks permukaan yang sama apabila kenderaan tersebut lewat satu

kali. Setiap jenis kenderaan akan mempunyai angka ekivalen ( VDF = vehicle

damage factor) yang berbeda yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu

depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak

titik berat kenderaan dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kenderaan tersebut.

Menurut Bina Marga faktor daya rusak kenderaan ( vehicle damage factor =

VDF) adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kenderaan

terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar (Formula Liddle). Menurut metode

Pangkat Empat (fourth factor method) tersebut, penambahan beban per roda

kendaraan mengakibatkan tingkat kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara

beban nyata yang bekerja dan beban standar. Artinya, penambahan beban tersebut

akan sangat mempengaruhi umur layan jalan yang menjadi jauh lebih pendek

karena faktor pangkat empat tersebut.

Perbandingan ini tidak linear, melainkan ekponensial sebagai berikut :

(58)

8.16 ton 11 cm

Faktor daya rusak (VDF = vehicle damage factor) menggambarkan seberapa

besar pengaruh suatu kendaraan terhadap perkerasan apabila melintas di atas

lapisan perkerasan tersebut. Kerusakan akan terjadi lebih cepat dengan adanya

beban berlebih karena faktor daya pengrusak sangat dipengaruhi jumlah beban

pada masing-masing sumbu. Sebagai contoh penambahan beban sumbu pada

single axle dual wheel menjadi 2 kali beban standar, akan mengakibatkan

pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika beban sumbu menjadi 3 kali, maka

daya rusak menjadi 81 kali. Pada dasarnya konstruksi perkerasan jalan

direncanakan dengan mengasumsikan jalan akan mengalami sejumlah repetisi

(CESA = Cumulatif Equivalent Single Axle Load) beban kendaraan dalam satuan

standar axle load (SAL) sebesar 18.000 lbs atau 8,16 ton untuk as tungal roda

ganda. CESA adalah cumulatife equivalent stnadart axles, yaitu total VDF

kendaraan-kendaraan yang diperkirakan melintasi ruas jalan tersebut selama umur

rencana, dalam satuan lintasan as kendaraan dengan beban standar 18 kips (8,16

ton). Dengan mengetahui hal ini maka kelebihan muatan pada kendaraan

(overloading) sangat berpengaruh terhadap pengurangan umur rencana jalan.

(59)

Tekanan roda 1 ban lebih kurang 0,55 Mpa = 5,5 kg/cm2.

Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm.

Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm

Tabel 3.1. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban Sumbu

(ton)

Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)

STRT STRG SDRG STrRG

1 0,00118 0,00023 0,00003 0,00001

2 0,01882 0,00361 0,00045 0,00014

3 0,09526 0,01827 0,00226 0,00070

4 0,30107 0,05774 0,00714 0,00221

5 0,73503 0,14097 0,01743 0,00539

6 1,52416 0,29231 0,03615 0,01118

7 2,82369 0,54154 0,06698 0,02072

8 4,81709 0,92385 0,11426 0,03535

9 7,71605 1,47982 0,18302 0,05662

10 11,76048 2,25548 0,27895 0,08630

11 17,21852 3,30225 0,40841 0,12635

12 24,38653 4,67697 0,57843 0,17895

13 33,58910 6,44188 0,79671 0,24648

14 45,17905 8,66466 1,07161 0,33153

(60)

III.5 PROSEDUR PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN PERKERASAN

LENTUR.

Berikut ini adalah prosedur perhitungan perkerasan lentur menurut Metode

Analisa Komponen/Bina Marga 2002:

1. Asumsikan nilai Struktural Number (SN).

2. Hitung angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan (E).

3. Hitung faktor umur rencana (N).

4. Hitung equivalen Single axle load (ESAL).

5. Tentukan standar normal deviasi (Zr), dan standar deviasi (So), Nilai

standar normal deviasi didapatkan berdasarkan nilai reabilitas.

6. Hitung modulus resilient (MR).

7. Tentukan struktural number (SN), dengan nomogram atau persamaan.

8. Dari perhitungan terakhir di atas, maka didapatkan nilai SN, apabila hasil

SN dari perhitungan di atas telah mendekati nilai SN yang diasumsikan

terlebih dahulu untuk menghitung Angka Ekivalen maka perencanaan

tebal perkerasan telah sesuai.

III.6 PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN

III.6.1 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Hasil perhitungan nilai ITP/SN di atas kemudian digunakan untuk mencari

tebal masing-masing lapisan perkerasan Penentuan indeks tebal perkerasan (ITP)

dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Bina Marga 2002. Dari Indeks Tebal

Perkerasan (ITP) yang diperoleh, maka didapat batas-batas minimum tebal lapisan

(61)

Persamaan Bina Marga :

Catatan:Structural number (SN) juga dapat dicari dengan menggunakan

nomogram.

III.6.2 Tebal Lapisan Perkerasan

Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan

pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus sebagai

berikut :

ITP = a1D1 + a2D2  + a3D3

Dimana :

a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas dimodifikasi

menjadi :

ITP = a1 D1+ a2 D2 m2 + a3 D3 m3

Dimana :

a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran

mekanistik)

D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan

(62)

ITP 1 ITP 2

ITP 3

D 1 D 2 D 3 Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar

Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis

pondasi bawah. Dari nilai ITP / SN dapat diperoleh tebal masing – masing lapisan

perkerasan dengan hubungan berikut :

a1 x D1* ≥ ITP1  ITP1* = a1 x D1*

ITP1* + a2 x m2 x D2 ≥ ITP2  ITP2* = ITP1* + a2 x m2 x D2*

ITP1* +ITP2*+ a3 x m3 x D3 ≥ ITP3  ITP3* = ITP1* + ITP2* + a3 x m3 x D3*

Gambar 2.9. Indeks Tebal Perkerasan Masing - Masing Lapisan

dimana:

ITP = Indeks Tebal Perkerasan (cm)

a = Koefisien Kekuatan Relatif dari bahan perkerasan

D = Tebal lapisan perkerasan (cm)

m = Koefisien drainase

1,2,3 = Indeks yang berturut-turut adalah lapis permukaan, lapis

pondasi atas lapis pondasi bawah dan subgrade ( tanah

dasar )

(63)

Kontrol nilai masing-masing tebal lapisan perkerasan sesuai dengan

persyaratan tebal lapisan minimum sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bina

Marga 2002. Kontrol nilai ITP / SN yang dihitung dengan nilai ITP/SN yang

direncanakan pada awal, nilai SN yang dihitung harus lebih besar atau sama

dengan nilai SN yang direncanakan. Hasil desain tebal lapisan perkerasan dalam

tugas akhir ini dapat dilihat pada lampiran yang tercantum.

III.7 PROSEDUR PERHITUNGAN PENGARUH PENGURANGAN

UMUR PERKERASAN JALAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH

Berikut ini adalah prosedur perhitungan pengurangan umur rencana

perkerasan jalan akibat adanya beban berlebih pada perkerasan lentur :

1. Nilai akhir SN yang diperoleh dari perhitungan kemudian digunakan untuk

merencanakan masing-masing tebal lapisan perkerasan.

2. Beban kendaraan dinaikkan/dikurangi dari kondisi beban standar.

3. Kemudian hitung kembali angka ekivalen (E) tiap kendaraan akibat

adanya kenaikan beban (beban berlebih) di atas.

4. Hitung nilai total ESAL (E18) yang akan dipikul perkerasan akibat adanya

kelebihan muatan kendaraan di atas.

5. Kemudian hitung persen umur perkerasan yang ada dengan kondisi beban

di atas.

Nilai persen umur adalah jumlah persentase beban standar yang dapat

dipikul suatu lapisan perkerasan (Nada) terhadap jumlah beban sumbu

(64)

III.8 ANALISIS DAN INTERPRETASI

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis menggunakan program

Microsoft Excel untuk menganalisis dan menggambar grafik dari hasil

perhitungan. Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga

mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca. Setelah semua langkah penelitian

selesai dilakukan, dan hasil-hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian,

(65)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV.1 ANALISIS dan PEMBAHASAN

4.1.1 Data Kendaraan

Data kendaraan yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data Kendaraan

Jenis Konfigurasi LHR Kendaraan Sumbu (Kend/hr)

M.Penumpang 1.1 2100

Sumber : Asumsi Dan Saran Dosen Pembimbing

4.1.2 Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan yang digunakan : Tabel 4.2. Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan

Jenis

Gambar

Gambar 2.3. Grafik Korelasi CBR dan DDT
Tabel 2.2. Faktor Regional ( FR )
Tabel 2.4. Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk
Tabel 2.6. Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah lajur per % beban gandar standar dalam lajur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, maka pada Tugas Akhir ini dilakukan penelitian tentang analisis pengaruh beban berlebih (overload) terhadap

Tugas Akhir Ini Adalah Salah Satu Persyaratan Untuk Memenuhi Gelar Ahli Madya. Bidang

Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Sarjana Strata I pada Program Studi Teknik Sipil

Judul : Analisis pengaruh rekatan antar lapis perkerasan terhadap umur rencana perkerasan jalan dengan menggunakan metode analitis (studi kasus : ruas jalan tol

Kondisi rekatan antar lapis perkerasan adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap umur rencana perkerasan jalan karena pada tiap lapis perkerasan tidak selalu tercapai

Untuk mengetahui seberapa besar penurunan umur rencana dan sisa umur rencana jalan dilakukan analisa dan perhitungan data timbang muatan sumbu terberat (MTS) di

Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir

3.Setelah dilakukan analisis pertumbuhan volume lalu lintas pada gambar diatas, maka dapat diketahui peningkatan volume lalu lintas setiap tahunnya mulai 2017