STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD)
TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA
PERKERASAN JALAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
050404117
RINTO PARDOSI
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, saya panjatkan puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya saja saya
dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.
Adapun tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara. Judul Tugas Akhir ini adalah : “Studi Pengaruh Beban Berlebih
(Overload) Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan”.
Pada Kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Orang tua tercinta beserta saudara-saudara saya yang telah memberikan
perhatian dan doa restu dalam aktifitas serta pada masa studi.
2. Bapak Ir.Indra Jaya Pandia, sebagai pembimbing dalam penulisan Tugas
Akhir ini.
3. Bapak Ir.Zulkarnain A.Muis, M.Eng.Sc, sebagai kordinator Tugas Akhir Sub
Jurusan Transportasi .
4. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas
Teknik USU.
5. Bapak Ir.Teruna Jaya, M.Sc, sebagai Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik
USU.
6. Seluruh staf pengajar dan pengawai Departemen Teknik Sipil Universitas
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Angkatan’05 Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari banyak kekurangan pada tulisan ini dan masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yang memerlukannya.
Medan, Juni 2010
Penulis
ABSTRAK
Kemampuan struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal apalagi apabila terdaat kendaraan dengan keadaan beban berlebih terhadap lapisan perkerasan. Pada tulisan ini akan dilihat sejauhmana pengaruh dari kelebihan beban kendaraan terhadap umur perkerasan jalan dengan menggunakan metode Bina Marga 2002. Angka ekivalen kendaraan dihitung dan N (ESAL) dihitung pada keadaan beban normal dan beban berlebih. Persen umur perkerasan jalan akibat kelebihan masing-masing muatan kemudian dihitung. Sehingga dapat disimpulkan seberapa pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap umur perkerasan jalan.
Dalam tugas akhir ini dapat dilihat, misalnya dengan kelebihan beban sebesar 10 % untuk truk sedang (16 ton), trailer (34 ton) dan trailer (54 ton) mempengaruhi persen umur masing-masing menjadi 89,330 %, 93,444 % dan 96,347 %. Untuk kombinasi ketiga kendaraan tersebut dengan kelebihan beban 10 % mempengaruhi persen umur rencana menjadi sebesar 81,465 % dari 100 %.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ...iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR NOTASI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
I.1 Permasalahan ... 2
I.2 Pembatasan Masalah ... 4
I.3 Metodologi dan Pembahasan. ... 5
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitan ... 5
I.5 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
II.1. Umum ... 9
II.2. Beban Berlebih ... 12
II.3. Parameter Perencanaan Perkerasan ... 15
II.3.1. Beban Lalu Lintas ... 15
II.3.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ... 16
II.3.4. Pertumbuhan Lalu Lintas (i%) ... 19
II.3.5. Umur Rencana ... 20
II.3.6. Reliabilitas ... 20
II.3.7. Jumlah Lajur ... 22
II.3.8. Koefisien Distribusi Kenderaan ( C ) ... 23
II.3.9. Koefisien Drainase (m) ... 24
II.3.10. Indeks Permukaan Awal ( IPo) ... 25
II.3.11. Indeks Permukaan Akhir ( IPt) ... 26
II.3.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ... 27
II.3.13. Lapis Permukaan ... 29
II.3.14. Lapis Pondasi ... 30
II.3.15. Lapis Pondasi Bawah ... 32
II.3.15.1 Lapis Pondasi Bersemen ... 33
II.3.15.1 Lapis Pondasi Beraspal ... 34
II.3.16 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 35
II.4 Kategori Kendaraan ... 36
II.5 Persamaan Bina Marga ... 38
BAB III METODOLOGI ... 43
III.1. Umum ... 43
III.2. Topik Penelitian ... 44
III.3. Pengumpulan Data ... 44
III.4. Angka Ekivalen (E) ... 45
III.5. Prosedur Perencanaan dan Perhitungan Perkerasan Lentur ... 48
III.6.1. Indeks Tabal Perkerasan (ITP) ... 48
III.6.2. Tebal Lapisan Perkerasan ... 49
III.7 Prosedur Perhitungan Pengurangan Umur Perkerasan Jalan ... 49
III.8 Analisis dan Interpretasi ... 50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 51
IV.1. Analisis ... 51
IV.1.1. Data Kendaraan ... 51
IV.1.2. Konfigurasi Masing-Masing Sumbu Kendaraan ... 51
IV.1.3. Angka Ekivalen Kendaraan Untuk Kendaraan dalam Keadaan Standar ( tidak ada beban berlebih) ... 52
IV.2 Data Penunjang Perencanaan Perkerasan Lentur ... 53
IV.3. Perhitungan Pengaruh Perubahan Beban Kendaraan Terhadap % Umur Perkerasan Jalan ... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
V.1. Kesimpulan ... 60
V.2. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR NOTASI
a = koefisien kekuatan relatif
c = koefisien distribusi kendaraan
CBR = California Bearing Ratio (%)
DDT = Daya dukung tanah (%)
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR = Deviasi normal standar
So = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
ΔIP = Perbedaan antara indeks permukaan jalan awal (IPo) dan Indeks
permukaan jalan akhir design (IPt), (IPo-IPt)
MR = Modulus resilien
IPo = Indeks permukaan jalan awal (initial design serviceability index )
IPt = Indeks permukaan jalan akhir (terminal serviceability index)
IPf = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)
N = Faktor pertumbuhan lalu-lintas yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu-lintas. Faktor ini merupakan faktor pengali
yang diperoleh dari penjumlahan harga
rata-rata setiap tahun.
n = umur rencana.
i = faktor pertumbuhan lalu-lintas (%)
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran
mekanistik)
m2, m3 = Koefisien drainase
SDRG = Sumbu Dual Roda Ganda
STRG = Sumbu Tunggal Roda Ganda
STRT = Sumbu Tunggal Roda Tunggal
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Kelas Jalan berdasarkan fungsi dan penggunaannya (PP No.43/1993) ... 11
2.2. Faktor Regional ( FR ) ... 18
2.3. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan ... 20
2.4. Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk tinggkat reabilitas tertentu ... 21
2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan ... 22
2.6. Faktor Distribusi Lajur (DL) ... 22
2.7. Koefisien Distribusi Kenderaan (C) ... 22
2.8. Definisi kualitas drainase ... 23
2.9. Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relative material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur ... 24
2.10. Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo) ... 25
2.11. Indeks Permukaan Akhir Pada Akhir Umur Rencana (IPt) ... 25
2.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ... 27
2.13. Tebal Minimum Lapis Permukaan ... 28
2.14. Tebal Minimum Lapis Pondasi ... 30
2.15. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci) ... 34
2.16. Kategori Jenis Kendaraan Berdasarkan 3 Referensi ... 37
3.1. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) ... 55
4.2. Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan ... 59
4.3. Angka Ekivalen kendaraan untuk beban dalam keadaan standar (tidak ada beban berlebih) ... 60
4.4. Perhitungan Total ESAL selama 10 Tahun ... 62
4.5. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Truk Sedang (16 ton) ... 63
4.6. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Truk Berat (24 ton) ... 64
4.7. Perhitungan % Umur Akibat Perubahan Berat Trailer (54 ton) ... 65
4.8. % Perubahan Berat dan % Umur Masing-masing Truk Sedang, Truk Berat dan Trailer ... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Susunan konstruksi perkerasan lentur ... 8
2.2. Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade ... 9
2.3. Grafik Korelasi CBR dan DDT ... 17
2.4. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal bergradasi rapat ( a1 ) ... 28
2.5. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Granular ( a2 ) ... 29
2.6. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Granular ( a3 ) ... 31
2.7. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Bersemen ( a2 ) ... 32
2.8. Variasi Koefisien Relatif Lapis Pondasi Beraspal ( a2 ) ... 33
2.9. Indeks Tebal Perkerasan Masing - Masing Lapisan ... 41
DAFTAR GRAFIK
Grafik
4.1. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Truk Sedang (16 ton) ... 63
4.2. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Truk Berat (24 ton) ... 64
4.3. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Trailer (54 ton) ... 65
4.4. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Untuk Ketiga Truk ... 66
4.5. Hubungan % Perubahan Berat dan % Umur Kombinasi Ketiga Truk ... 67
ABSTRAK
Kemampuan struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal apalagi apabila terdaat kendaraan dengan keadaan beban berlebih terhadap lapisan perkerasan. Pada tulisan ini akan dilihat sejauhmana pengaruh dari kelebihan beban kendaraan terhadap umur perkerasan jalan dengan menggunakan metode Bina Marga 2002. Angka ekivalen kendaraan dihitung dan N (ESAL) dihitung pada keadaan beban normal dan beban berlebih. Persen umur perkerasan jalan akibat kelebihan masing-masing muatan kemudian dihitung. Sehingga dapat disimpulkan seberapa pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap umur perkerasan jalan.
Dalam tugas akhir ini dapat dilihat, misalnya dengan kelebihan beban sebesar 10 % untuk truk sedang (16 ton), trailer (34 ton) dan trailer (54 ton) mempengaruhi persen umur masing-masing menjadi 89,330 %, 93,444 % dan 96,347 %. Untuk kombinasi ketiga kendaraan tersebut dengan kelebihan beban 10 % mempengaruhi persen umur rencana menjadi sebesar 81,465 % dari 100 %.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari
satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana
fungsinya untuk mendukung berat dari beban lalu lintas tanpa menimbulkan
kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Struktur perkerasan
terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang
berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga
tidak akan mengalami distress yaitu perubahan karena tidak mampu menahan
beban dan tidak cepat kritis atau failure.
Struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang
sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu
lintas yang dipikul dari kondisi awal desain perkerasan tersebut. Lalu lintas yang
semakin padat dan berkembang seiring dengan perkembangan disegala aspek
kehidupan. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan
jumlah kumulatif lintasan kendaraan standar (CESA, cummulative equivalent
standar axle) yang diperkirakan akan melalui perkerasan tersebut, diperhitungkan
dari mulai perkerasan tersebut dibuat dan dipakai umum sampai dengan
perkerasan tersebut dikategorikan rusak (habis nilai pelayanannya). Pertumbuhan
ekonomi yang cepat menuntut suatu permintaan pelayanan pada transportasi jalan
yang lebih baik, kenyamanan, keamanan dan keselamatan pergerakan.
Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan fungsi strukturalnya
muatan yang cenderung berlebih. Jalan-jalan raya saat ini mengalami kerusakan
dalam waktu yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan yang baru
dibangun maupun jalan yang baru diperbaiki (overlay). Beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah mutu pelaksanaan,
drainase, dan beban berlebih. Kerusakan jalan saat ini menjadi suatu yang
kontroversial dimana satu pihak mengatakan kerusakan dini pada perkerasan jalan
disebabkan karena jalan didesain dengan tingkat kualitas dibawah standar dan di
pihak lain menyatakan kerusakan dini perkerasan jalan disebabkan terdapatnya
kendaraan dengan muatan berlebih (overloading) yang biasanya terjadi pada
kendaraan berat.
Terdapatnya beban berlebih pada jalan disebabkan penyelewengan
pengawasan pada jembatan timbang terhadap beban kenderaan yang melintasi
jalan. Disamping kedua hal tersebut faktor lain yang menyebabkan kerusakan
dini pada perkerasan yaitu drainase jalan yang tidak berfungsi dengan baik.
Dampak nyata yang ditimbulkan oleh muatan berlebih (overloading) adalah
kerusakan jalan sebelum periode/umur teknis rencana tercapai. Dampak negatif
lain yang timbul dari kelebihan muatan adalah menurunnya tingkat keselamatan,
menurunnya tingkat pelayanan lalu-lintas, dan menurunnya kualitas lingkungan.
Kerusakan jalan yang timbul merupakan gabungan dari beberapa faktor yang
saling berkaitan. Disamping adanya beban berlebih (overloading), faktor lain
seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan
kontribusi pada kerusakan jalan (Jurnal Master Plan Transortasi Darat 2005, hal
I.2. PERMASALAHAN
Secara definisi beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban
gandar kendaraan melebihi beban standar yang digunakan pada asumsi desain
perkerasan jalan atau jumlah lintasan operasional sebelum umur rencana tercapai
,atau sering disebut dengan kerusakan dini. Sedangkan umur rencana perkerasan
jalan adalah jumlah repetisi beban lalu lintas ( dalam satuan Equivalent standart
Axle Load, ESAL) yang dapat dilayani jalan sebelum terjadi kerusakan srtuktural
pada lapisan perkerasan. Kerusakan jalan akan terjadi lebih cepat karena jalan
terbebani melebihi daya dukungnya. Kerusakan ini disebabkan oleh salah satu
faktor yaitu terjadinya beban berlebih (overloading) pada kendaraan yang
mengangkut muatan melebihi ketentuan batas beban yang ditetapkan yang secara
signifikan akan meningkatkan daya rusak (VDF = vehicle damage faktor)
kenderaan yang selanjutnya akan memperpendek umur pelayanan jalan. Beban
berlebih (overload) akan menyebabkan kerusakan dini akan terjadi pada jalan,
karena jalan terbebani oleh kenderaan yang mengangkut beban berlebih, hal ini
akan menyebabkan CESA rencana akan tercapai sebelum umur jalan yang
direncanakan pada saat mendesign jalan. Umur rencana perkerasan jalan adalah
jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lali-lintas kenderaan sampai
diperlukan suatu perbaikan struktural atau sampai diperlukan overlay lapisan
perkerasan (Sukirman, 1999).
Jenis dan besarnya beban kendaraan yang beraneka ragam menyebabkan
pengaruh daya rusak dari masing-masing kendaraan terhadap lapisan-lapisan
perkerasan jalan raya tidaklah sama. Semakin besar muatan/beban suatu
semakin cepat tercapai, hal ini disebabkan kendaraan-kendaraan yang melintas
memiliki angka ekivalen yang makin besar dan kenderaan yang lewat pada suatu
lajur jalan raya memiliki beban siklus atau suatu beban yang berlang-ulang yang
mempengaruhi indeks permukaan akhir umur rencana (IPt) dari perkerasan jalan
raya.
Kebanyakan truk di Indonesia mengalami kelebihan muatan, beberapa di
antaranya memiliki kelebihan yang sangat besar. Sebuah Survei The Asia
Foundation, bekerja sama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (LPEM-FEUI)
menunjukkan bahwa rata-rata 52% truk mengalami kelebihan muatan sekitar
45% di atas batas muatan yang diizinkan. Rata-rata berat beban adalah sekitar 4
ton di atas berat yang diizinkan. Kebanyakan truk merupakan jenis bak terbuka
dan mengalami modifikasi, banyak pemilik truk melakukan modifikasi terhadap
truk mereka agar bisa memuat barang melebihi batas beban muat yang
ditentukan.(Jurnal The Asia Foundation 2008 ”Biaya Transportasi Barang
Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesial” hal 41 dan hal 43).
Masalah truk bermuatan berlebih atau overload tidak saja berdampak
terhadap percepatan kerusakan jalan tetapi juga menyebabkan berbagai gangguan
yang berdampak pada lingkungan maupun keselamatan lalulintas sebagai berikut
meningkatnya tingkat polusi udara, meningkatnya tingkat kebisingan,
meningkatnya tingkat kemacetan lalulintas, meningkatnya tingkat kecelakaan
lalulintas, meningkatnya percepatan kerusakan jalan dan lain-lain.
Dalam perencanaan perkerasan jalan raya adanya, digunakan beban
standar dengan menggunakan ”angka ekivalen beban sumbu (E)”. Beban standar
merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton)
(Sukirman, 1999).
Maka dengan adanya masalah beban berlebih dalam tugas akhir ini dilihat
seberapa besar pengaruh kelebihan muatan terhadap umur perkerasan jalan raya.
Dengan adanya kasus beban berlebih ini perlu untuk diketahui besaran pengaruh
dari kendaraan-kendaraan dengan kelebihan muatan terhadap pengurangan umur
rencana perkerasan jalan raya.
I.3. PEMBATASAN MASALAH
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah yaitu hanya
pada pembahasannya pada pengaruh kenderaan dengan muatan berlebih terhadap
umur perkerasan jalan dengan komposisi lalu lintas yang telah ada di Indonesia.
Beban berlebih yang dimaksud adalah beban kendaraan melebihi beban sumbu
standar yang ditetapkan sesuai dengan konfigurasi sumbu kendaraan. Kendaraan
yang akan digunakan dalam tugas akhir ini adalah kendaraan yang mempunyai
pengaruh yang cukup besar pada struktur perkerasan jalan dan kendaraan yang
kemungkinan besar biasa dijumpai di jalan raya dimuati dengan beban yang
berlebih seperti pada truk, trailer maupun kendaraan berat lainnya. Beban berlebih
yang digunakan dalam skripsi ini adalah beban sumbu standar kendaraan melebihi
dari beban sumbu yang telah ditetapkan.
Jenis kontruksi perkerasan adalah kontrusi perkersan lentur (flexible
pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Dimana lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban
I.4. METODOLOGI DAN PEMBAHASAN
Metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah
studi literatur yaitu dengan menggunakan Metode Analisa Komponen/Bina Marga
2002 dimana metode ini mengacu pada metoda AASHTO’93 dan dengan
mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan serta keterangan dari buku-buku,
jurnal yang berhubungan dengan pembahasan ini maupun masukan dari dosen
pembimbing.
I.5. TUJUAN DAN MANFAAT
Pengurangan umur rencana perkerasan jalan dapat disebabkan oleh banyak
faktor, salah satu adalah akibat adanya kelebihan muatan pada kenderaan. Tugas
akhir ini bertujan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kelebihan muatan
terhadap umur rencana perkerasan jalan raya, sehingga terjadinya kerusakan
perkerasan jalan dan besarnya pengaruh kelebihan muatan kendaraan terhadap
umur rencana jalan dapat diketahui.
I.6. SISTEMATIKA PENULISAN
Tugas akhir ini dengan judul Studi Pengaruh Beban Belebih (Overload)
Terhadap Pengurangan Umur Rencana Perkerasan Jalan dalam penulisannya
menggunakan studi literatur. Sistematika pembahasan meliputi lima bagian yang
PERMASALAHAN
Terdapatnya Kendaraan dengan Kondisi Beban Berlebih
Gambar 1.2. Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir MAKSUD
Untuk mengetahui pengaruh beban berlebih terhadap umur perkerasan jalan
TUJUAN
Untuk mengetahui pengurangan umur perkerasan yang ada akibat pengaruh beban berlebih
Parameter yang digunakan :
Volume lalu lintas
CBR Mr
LHR (kend/hari) Zr
So
Parameter yang digunakan :
Volume lalu lintas
CBR Mr
LHR (kend/hari) Zr
So
BAB I. Pendahuluan
Berisikan latar belakang pemilihan topik penelitian, permasalahan yang
ada, pembatasan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, serta sistematika
pembahasannya.
BAB II. Tinjauan Pustaka
Berisikan uraian mengenai teori dasar tentang pengaruh kelebihan
muatan kenderaan terhadap kekuatan umur rencana jalan raya, arti penting dari
mengetahui beban standar yang dapat melintas di suatu perkerasan jalan, beserta
parameter perencanaan perkerasan jalan dan uraian metode analisa yang dipakai
dalam penelitian ini.
BAB III. Metodologi Penelitian
Berisikan tentang pendekatan teori yang telah dijabarkan,
langkah-langkah perhitungan, rumus-rumus yang digunakan beserta data-data dalam
pehitungan indeks permukaan jalan raya. Sedangkan beban kenderaan
diasumsikan sesuai dengan kondisi di lapangan. Kemudian beban lalu lintas
ditingkatkan melebihi beban standar. Sehingga struktur perkerasan dengan
BAB IV. Analisis dan Pembahasan
Berisikan tentang pelaksanaan penelitian yang dilakukan yaitu
perhitungan angka ekivalen (damage faktor) ELintas Ekivalen Desain dengan muatan
standar yang kemudian perhitungan angka ekivalen (damage faktor) Elintas
EkivalenAda dengan muatan yang dilebihkan.Kemudian dihitung pengurangan umur
perkerasan akibat beban berlebih tersebut.
BAB V. Kesimpulan dan Saran
Berisikan penutup dari penelitian, yang terdiri dari kesimpulan dari hasil
penelitian yang dilaksanakan, serta saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. UMUM
Perkerasan jalan merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan
langsung dengan kendaraan. Lapisan ini yang berfungsi memberikan pelayanan
terhadap lalu-lintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh
karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami
kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu-lintas. Untuk
mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi
faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat
berlapis-lapis. Pada gambar 2.1 diperlihatkan lapisan-lapisan perkerasan yang
paling atas disebut lapisan permukaan yaitu kontak langsung dengan roda
kendaraan dan lingkungan sehingga merupakan lapisan yang cepat rusak terutama
akibat air. Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah, yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Selain itu juga, untuk
menghasikan perkerasan dengan kualitas dan mutu yang direncanakan maka
dibutuhkan pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengelolaan agregat, serta
Lapis Permukaan ( Surface course)
Lapis Pondasi atas ( Base Coarse ) Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar
sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang
campuran sesuai jenis perkerasan yang dibutuhkan.
Gambar 2.2 Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade
Pada gambar 2.2 terlihat bahwa beban kenderaan dilimpahkan ke perkerasan jalan
melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w). Beban tersebut
diterima oleh lapisan permukaan (surface course ) dan disebarkan hingga ketanah
dasar (subgrade),dan menimbulkan gaya pada masing-masing lapisan sebagai
akibat perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang diterimanya.
Beban tersebut adalah :
1. Muatan atau berat kenderaan berupa gaya vertikal
2. Gaya gesekan akibat rem berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kenderaan berupa getaran-getaran
Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka
pengaruhnya semakin berkurang sehingga muatan yang diterima masing-masing
Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi
perkerasan jalan ada 2 jenis :
Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai
bahan pengikat.
Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba
dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement,
yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku.
Dalam tugas akhir ini, dibahas mengenai pengaruh kelebihan muatan
terhadap pengurangan umur perkerasan jalan dengan memakai Metoda Analisa
Komponen/Bina Marga’2002 dengan memakai konstruksi perkerasan lentur
(flexible pavement).
II.2. BEBAN BERLEBIH
II.2.1 Pengertian Beban Berlebih
Beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban gandar (as)
kendaraan melampaui batas beban maksimum yang diijinkan (Hikmat Iskandar,
Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan,2008).
Beban berlebih (overoading) adalah beban lalu-lintas rencana (jumlah
lintasan operasional rencana) tercapai sebelum umur rencana perkerasan ,atau
sering disebut dengan kerusakan dini (Hikmat Iskandar, Jurnal Perencanaan
Beban berlebih (overloading) adalah jumlah berat muatan kendaraan
angkutan penumpang, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan dan
kereta tempelan yang diangkut melebihi dari jumlah yang di ijinkan (JBI) atau
muatan sumbu terberat (MST) melebihi kemampuan kelas jalan yang ditetapkan
(Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006).
Muatan lebih adalah muatan sumbu kendaraan yang melebihi dari
ketentuan seperti yang tercantum pada peraturan yang berlaku (PP 43 Tahun
1993) (Kamus Istilah Bidang pekerjaan Umum 2008, Hal 57).
JBI (jumlah berat yang diijinkan) adalah berat maksimum kendaraan
bermotor berikut muatannya yang di ijinkan berdasarkan ketentuan. Muatan
sumbu terberat (MST) adalah jumlah tekanan maksimum roda-roda kendaraan
pada sumbu yang menekan jalan (Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006).
II.2.2 Konsep Dasar Beban Berlebih (Overload)
Muatan sumbu terberat (MST) dipakai sebagai dasar pengendalian dan
pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Tabel 2.1.Kelas Jalan berdasarkan fungsi dan penggunaannya (PP No.43/1993)
Kelas jalan
Fungsi jalan
Dari Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) katagori kendaraan
dengan izin beroperasi di jalan-jalan umum sebagai berikut:
• Kendaraan kecil dengan panjang dan lebar maksimum 9000 x 2100 mm,
dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) ≤ 8 ton, diizinkan menggunakan
jalan pada semua katagori fungsi jalan yaitu jalan ling-kungan, jalan lokal,
jalan kolektor, dan jalan arteri.
• Kendaraan sedang dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500
mm, serta MST ≤ 8 ton, diizinkan terbatas hanya beroperasi di jalan-jalan
yang berfungsi kolektor dan arteri. Kendaraan Sedang dilarang memasuki
jalan lokal dan jalan lingkungan.
• Kendaraan besar dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x 2500 mm,
serta MST ≤ 10 ton, diizinkan terbatas beroperasi di jalan-jalan yang
berfungsi arteri saja; dan
• Kendaraan besar khusus dengan panjang dan lebar maksimum 18000 x
2500 mm, serta MST >10 ton, diizinkan sangat terbatas hanya beroperasi
di jalan-jalan yang berfungsi arteri dan kelas I (satu) saja. Baik kendaraan
besar maupun kendaraan besar khusus dilarang memasuki jalan
lingkungan, jalan lokal, dan jalan kolektor.
Ketentuan tersebut menjadi dasar diwujudkannya prasarana transportasi
jalan yang aman. Jalan pun diwujudkan mengikuti penggunaannya, jalan arterial
diwujudkan dalam ukuran geometrik dan kekuatan perkerasan yang sesuai dengan
kategori kendaraan yang harus dipikulnya. Demikian juga jalan kolektor, lokal,
dan lingkungan, dimensi jalannya dan kekuatan perkerasannya disesuikan dengan
Dengan demikian, dalam penggunaan jalan sehari-hari, pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut akan menimbulkan dampak inefisiensi berupa
menurunnya kinerja pelayanan jalan. Misalnya, kendaraan yang melakukan
perjalanan arterial, dengan MST >10 ton, jika memasuki jalan arterial dengan
MST ≤ 10 ton, maka perlu menurunkan bebannya. Seandainya beban kendaraan
tidak disesuaikan, maka perkerasan jalan akan mengalami overloading sehingga
akan cepak rusak.
Jalan yang rusak tidak dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan yang
diharapkan, karena permukaan perkerasan yang tidak rata. Jalan yang tidak rata
cenderung menyebabkan perjalanan kendaraan yang tidak stabil dan
membahayakan. Contoh lain, jika kendaraan besar arterial masuk ke jalan lokal
yang berdimensi jalan lebih kecil dengan izin MST yang lebih rendah, maka
perkerasan jalan akan rusak lebih awal dan dimensi kendaraan yang besar akan
menghalangi pergerakan kendaraan lain yang sedang operasi di jalan lokal.
Dengan demikian kinerja pelayanan jalan menjadi menurun, terjadi banyak
konflik antar kendaraan dan perkerasan lebih cepat rusak.
Menurut pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur
dengan metode lendutan, Departemen Pekerjaan Umum (Pd. T-05-2005-B)
ketentuan beban sumbu standar (standard axle load) kendaraan adalah sebagai
berikut :
• Single axle, single wheel = 5,4 ton
• Single axle, dual wheel = 8,16 ton
• Double axle, dual wheel = 13,76 ton
Sedangkan penentuan angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban
gandar sumbu setiap kendaraan menurut pedoman perencanaan tebal perkerasan
lentur, Bina Marga 2002 adalah berdasarkan lampiran D peraturan tersebut.
Sedangkan untuk roda tunggal penentuan angka ekivalen rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Angka ekivalen roda tunggal = (beban gandar satu sumbu tunggal, kN / 53 kN)4
Semua beban kenderaan dengan gandar yang berbeda diekivalenkan ke
dalam beban standar gandar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu
tersebut sehingga diperoleh beban kendaraan yang ada dalam sumbu standar
(Equivalent Single Axle Load) 18 kip Esal.
Penambahan beban melebihi beban sumbu standar pada sumbu kendaraan
akan mengakibatkan penambahan daya rusak yang cukup signifikan. Kerusakan
terjadi lebih cepat karena konsentrasi beban pada setiap roda kendaraan sangat
tinggi akibat jumlah axle yang terbatas apalagi dengan adanya beban berlebih,
karena pada perencanaan perkerasan jalan masih mengacu kepada desain
kendaraan untuk muatan normal. Mekanisme beban kendaraan dalam
mempengaruhi perkerasan jalannya tergantung dari bentuk konfigurasi sumbu
kendaraan dan luas bidang kontak ban dengan perkerasan jalan.
II.3. PARAMETER PERENCANAAN PERKERASAN
II.3.1. Beban Lalu Lintas
Dengan mengetahui secara tepat tingkat kemampuan suatu jalan dalam
menerima suatu beban lalu lintas, maka tebal lapisan perkerasan jalan dapat
ditentukan dan umur rencana perkerasan tersebut akan sesuai dengan yang
diterima struktur perkerasan dari roda-roda kenderaan yang melintasi jalan raya
secara dinamis selama umur rencana. Besar beban yang diterima bergantung dari
berat kenderaan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan kendaraan
serta kecepatan dari kendaraan itu sendiri. Hal ini akan memberi suatu nilai
kerusakan pada perkerasan akibat muatan sumbu roda yang melintas setiap kali
pada ruas jalan.
Berat kendaraan dibebankan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan
yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Masing-masing kendaraan
mempunyai konfigurasi sumbu yamg berbeda-beda. Sumbu depan dapat
merupakan sumbu tunggal roda, sedangkan sumbu belakang dapat merupakan
sumbu tunggal, ganda maupun triple. Berat kenderaan dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
1. Fungsi jalan
Kendaraan berat yang memakai jalan arteri umumnya memuat muatan
yang lebih berat dibandingkan dengan jalan pada medan datar.
2. Keadaan medan
Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak mungkin memuat beban
yang lebih berat jika dibandingkan dengan jalan pada medan datar.
3. Aktivitas ekonomi di daerah yang bersangkutan
Jenis dan beban yang diangkut oleh kenderaan berat sangat tergantung dari
jenis kegiatan yang ada di daerah tersebut, truk di daerah industri
mengangkut beban yang berbeda jenis dan beratnya dengan di daerah
perkebunan.
Beban yang diangkut kendaraan dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan daerah di sekitar lokasi jalan.
Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama
antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar
yang bisa mewakili untuk semua janis kendaraan, sehingga semua beban yang
diterima oleh srutuktur perkerasan jalan dapat dapat disamakan ke dalam beban
standar. Beban standar ini digunakan sebagai batasan maksimum yang diijinkan
untuk suatu kendaraan.
Beban yang sering digunakan sebagai batasan maksimum yang diijinkan
untuk suatu kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban standar ini diambil
sebesar 18.000 pounds ( 8,16 ton ) pada sumbu standar tunggal. Diambilnya
angka ini karena daya pengrusak yamg ditimbulkan beban gandar terhadap
struktur perkerasan adalah bernilai satu.
II.3.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)
Daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat dari tanah dasar
karena secara keseluruhan perkerasan jalan berada di atas tanah dasar. Tanah
dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal
dari lokasi itu sendiri atau di dekatnya, yang telah dipadatkan sampai dengan
tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta
berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan
walaupun terhadap perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.
Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar
air, kondisi lingkungan dan sebagainya. Tanah dengan tingkat kepadatan yang
dan mempunyai daya dukung yag lebih besar jika dibandingkan dengan tanah
yang sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah.
Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR pertama kali
diperkenalkan oleh California Division Of Highways pada tahun 1928. Orang
yang banyak mempopulerkan metode ini adalah O.J.Porter. Harga CBR itu sendiri
dinyatakan dalam persen. Harga CBR tanah dasar yaitu nilai yang menyatakan
kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang
mempunyai nilai CBR 100% dalam memikul beban lalu lintas. Terdapat beberapa
parameter penunjuk mutu daya dukung tanah dasar, dan CBR merupakan
parameter penunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di
Indonesia. Harga CBR dapat dinyatakan atas harga CBR Laboratorium dan harga
CBR Lapangan. Hubungan antara daya dukung tanah (DDT) dengan CBR dapat
menggunakan grafik korelasi pada gambar 2.4 atau dapat mengunakan rumus:
DDT = 4,3 log CBR + 1,7 ...Bina Marga
DDT = 3.71 log CBR + 1.35 ...AASHTO
Pada pedoman ini digunakan Modulus Resilien (MR) sebagai parameter tanah
dasar yang digunakan dalam perencanaan. Korelasi CBR dengan Modulus
Resilient (MR) adalah sebagai berikut :
MR (psi) = 1500 x CBR atau
0 DDT AASHTO = 3,71 log CBR +1,35
Gambar 2.3. Grafik Korelasi CBR dan DDT
II.3.3. Faktor Regional ( FR )
Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda
antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Faktor Regional mencakup
permeabilitas tanah, kondisi drainase yang ada, kondisi persimpangan yang ramai,
pertimbangan teknis dari perencana seperti ketinggian muka air tanah, perbedaan
kecepatan akibat adanya hambatan-hambatan tertentu, bentuk alinemen (keadaan
medan) serta persentase kenderaan dengan berat ≥ 13 ton, dan kenderaan yang
berhenti, sedangkan iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun. Kondisi
lingkungan setempat sangat mempengaruhi lapisan perkerasan jalan dan tanah
dasar antara lain :
1. Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat
komponen material lapisan perkerasan.
2. Pelapukan bahan material
Pengaruh perubahan musim, perbedaan temperatur kerusakan-kerusakan
akibat lelahnya bahan, sifat material yang digunakan dapat juga mempengaruhi
umur pelayanan jalan.
Tabel 2.2. Faktor Regional ( FR )
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III ( < 6 % ) ( < 6-10 % ) ( > 10 %)
Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, perhentian atau tikungan tajam (jari-jari ≤ 30 m) Fr ditambah dengan 0,5 pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, (2002)
II.3.4. Pertumbuhan Lalu Lintas ( i %)
Yang dimaksud dengan pertumbuhan lalu lintas adalah pertambahan atau
perkembangan lalu lintas dari tahun ke tahun selama umur rencana. Faktor yang
mempangaruhi besarnya pertumbuhan lalu lintas adalah :
1. Perkembangan daerah tersebut.
2. Bertambahnya kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut
3. Naiknya keinginan untuk memiliki kenderaan pribadi.
Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen/tahun (%/thn).
II.3.5. Umur Rencana (UR)
Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan
tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu
untuk diberi lapis permukaan yang baru. Faktor umur rencana merupakan variabel
menggunakan rumus sebagai berikut:
N =
( )
r
r i 1
1+ −
Dimana :
N = Faktor pertumbuhan lalu-lintas yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu-lintas. Faktor ini merupakan faktor pengali yang
diperoleh dari penjumlahan harga rata-rata setiap tahun.
n = umur rencana.
i = faktor pertumbuhan lalu-lintas.
II.3.6. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemungkinan (probability) jenis kerusakan tertentu
atau kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah
dalam rentang yang diijinkan dalam umur rencana. Konsep reliabilitas merupakan
upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of certainty) ke dalam proses
perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternative perencanaan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor
perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan
lalu-lintas dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan
akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan
meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas,
resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat
diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.3
memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam
menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat
yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.
Tabel 2.3. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Klasifikasi jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas Perkotaan Antar kota
Bebas hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2002-B)
Reliabilitas kinerja perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR)
yang dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (W18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,
reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall
standard deviation, So) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan
lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan
desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter
penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.4
memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep
reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1. Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan
jalan perkotaan atau jalan antar kota
2. Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.4.
3. Deviasi standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat.
Tabel 2.4. Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk
tinggkat reabilitas tertentu
Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR
Lalur rencana merupakan salah satu lalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya, yang menampung lalu lalu lintas terbesar (lajur dengan volume tertinggi).
Umumnya lajur rencana adalah salah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur atau
tepi luar dari jalan raya yang berlajur banyak. Persentase kendaraan pada jalur
rencana dapat juga diperoleh dengan melakukan survey volume lalu lintas. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar
Tabel 2.5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan Jumlah Lajur (n)
L < 4,50 m 1 jalur
Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2005-B)
Tabel 2.6. Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah lajur per
arah
% beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2002-B)
II.3.8. Koefisien Distribusi Kenderaan (DD)
Keofisien distribusi kenderaan (DD) untuk kenderaan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 2.7.
Tabel 2.7. Koefisien Distribusi Kenderaan (DD)
Jumlah Kenderaan Ringan *) Kenderaan Berat**)
Sumber :Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Dep.PU (Pt T-01-2005-B)
Keterangan :
*) Berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran. **) Berat total ≥ ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer
II.3.9. Koefisien Drainase
Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
mengatasi pengaruh negatif masuknya air ke dalam struktur perkerasan. Dalam
buku ini diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk mengakomodasi kualitas
sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Tabel 2.8 memperlihatkan definisi
umum mengenai kualitas drainase.
Tabel 2.8.Definisi kualitas drainase
Kualitas drainase Air hilang dalam Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali air tidak akan mengalir Sumber :AASHTO’93 Hal II-22
Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien
drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
bersama-sama dengan koefisien kekuatan relative (a) dan ketebalan (D). Tabel 2.9
memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari kualitas
drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi
oleh kadar air yang mendekati jenuh.
Tabel 2.9.Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relative material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur
Kualitas drainase
Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh
< 1 % 1 – 5 % 5 – 25 % > 25 % Sumber :AASHTO’93 Hal II-25
Indeks permukaan adalah suatu angka yang dipergunakan untuk
menyatakan nilai daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang
berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam
menentukan indeks permukaan awal rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis
permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana.
Adapun beberapa nilai IPt beserta artinya adalah seperti tersebut di bawah ini :
- IPt = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu lintas kenderaan.
- IPt = 1,5 : adalah tingkat pelayanan teendah yang masih mungkin (jalan tidak
putus).
- IPt = 2,0 adalah tingkat pelayanan jalan terendah jalan yang masih mantap.
- IPt = 2,5 adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Berdasarkan tabel di bawah ini:
Tabel 2.10. Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo)
Jenis lapis perkerasan IPo Roughness mm/km
Laston ≥ 4 ≤ 1000
II.3.11. Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), berdasarkan tabel di bawah ini :
Tabel 2.11. Indeks Permukaan Akhir Pada Akhir Umur Rencana (IPt)
LER = Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan
Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0
10-100 1,5 1,5-2,0 2
100-1000 1,5-2,0 2 2,0-2,5
>1000 2,0-2,5 2,5 2,5
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, (2002)
II.3.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) diperoleh berdasarkan jenis lapisan
perkerasan yang digunakan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan ditentukan dari :
1. Material yang tersedia
2. Dana awal yang tersedia
3. Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia
4. Fungsi jalan
Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai
dengan nilai mashall test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan
yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
Tabel 2.12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan
relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
II.3.13. Lapis Permukaan
Gambar 2.4. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal bergradasi rapat ( a1 )
Gambar 2.4 memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
menggunakan aspal beton bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (E AC)
pada suhu 68° F (metode AASHTO 4123). Pedoman ini menyarankan agar
berhati–hati untuk nilai modulus diatas 450.000 psi. Meskipun modulus beton
aspal yang lebih tinggi, lebih kaku dan lebih tahan, akan tetapi lebih rentan
terhadap retak fatigue.
Tabel 2.13. Tebal Minimum Lapis Permukaan
ITP Tebal Bahan
Minimum (cm)
< 3.00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3.00-6.70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,Lasbutag, Laston
6.71-7.49 7.5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
7.50-9.99 7.5 Lasbutag , Laston
≥10 10 Laston
(
log)
0,977...persamaan 2.12 249,
0 10
2 = EBS −
a
II.3.14. Lapis Pondasi
Koefisien kekuatan relatif, a2 dapat diperkirakan dengan menggunakan gambar
2.5 atau dihitung dengan menggunakan hubungan berikut :
Tabel 2.14. Tebal Minimum Lapis Pondasi
ITP Tebal Bahan
Minimum (cm)
< 3.00 15
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur
3.00-7.49 20
10
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur
Laston Atas
7.50-9.99 20
15
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam
Laston Atas
10-12.14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam, Lapen, Laston atas
≥12.25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur Pondasi macadam, Lapen, Laston atas
(
log)
0,839 ....persamaan 2.13 227,
0 10
3 = ESB −
a
II.3.15.Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm. Koefisien kekuatan relatif, a3 dapat diperkirakan dengan
menggunakan gambar 2.6 atau dihitung dengan mengunakan hubungan berikut :
II.3.15.1.Lapis Pondasi Bersemen
Gambar 2.7 memperlihatkan grafik yang digunakan memperkirakan koefisien
kekuatan relatif, a2 untuk lapis pondasi bersemen.
II.3.15.2. Lapis Pondasi Beraspal
Gambar II.8 memperlihatkan grafik yang digunakan memperkirakan koefisien
kekuatan relatif, a2 untuk lapis pondasi beraspal.
II.3.16. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan
untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.
Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama
dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan
koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum.
Tabel 2.15. memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan
berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Tabel 2.15. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci)
Lalu Lintas (ESAL) Beton Aspal LAPEN LABUSTAG
Lapis Pondasi Agregat
< 50.000 *) inci cm inci cm inci cm inci cm
50.001-150.000 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10
150.001-500.000 2,.0 5,0 - - - - 4 10
500.001-2.000.000 2,5 6,25 - - - - 4 10
2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001-7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15
>7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15
*) atau perawatan permukaan
II.4. Kategori Kenderaan
Survey volume lalu-lintas yang dipakai acuan dewasa ini oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga mengkategorikan 11 kendaraan termasuk kendaraan tidak
bermotor (non motorised). Sebelumnya, survai pencacahan lalu lintas dengan cara
manual perhitungan lalu-lintas tersebut mengkategorikan menjadi 8 kelas (Ditjen
Bina Marga Pd-T-19-2004). Tabel 2.16 membedakan beberapa kategori
kendaraan tersebut. Untuk perencanaan perkerasan jalan digunakan 11 klasifikasi
kendaraan. Untuk perencanaan geometrik, digunakan hanya 5 kelas kendaraan
Tabel 2.16. Kategori Jenis Kendaraan Berdasarkan 3 Referensi
IRMS, BM BM 1992 MKJI 1997
1 Sepeda motor, skuter, kendaraan roda tiga
2 Kendaraan Ringan (LV): Mobil 3 opelet, pikup opelet,
suburban, kombi, dan 7b Truk Gandengan
7c Truk Tempelan (Semi trailer) 8 Kendaraan tidak
bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.
8 Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong.
5 Kendaraan Tidak Bermotor (UM)
II.5. Persamaan Bina Marga
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban
gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan
perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x ŵ18
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur adalah
lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan
mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun
(w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik
rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
Wt = w18 x
( )
i i n 1 1+ −
Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
i = perkembangan lalu lintas (%).
Untuk menentukan ITP (indeks tebal perkerasan) suatu perkerasan di Indonesia
rumus AASHTO. Kemudian rumus tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada
di Indonesia yaitu dengan menyesuaikan beberapa parameternya.
Rumus umum/dasar persamaan menurut AASHTO’93 adalah :
Log Wt = ZR x So + 9,36 Log (SN + 1) – 0,20 +
Persamaan Metode Analisa Komponen/Bina Marga’2002 adalah :
Log Wt = ZR x So + 9,36 Log (ITP + 1) – 0,20 +
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR = Deviasi normal standar
So = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
ΔIP = Perbedaan antara indeks permukaan jalan awal (IPo) dan Indeks
permukaan jalan akhir design (IPt), (IPo-IPt)
MR = Modulus resilient
IPo = Indeks permukaan jalan awal (initial design serviceability index )
IPt = Indeks permukaan jalan akhir (terminal serviceability index)
BAB III
METODOLOGI
III.1 UMUM
Pada kondisi ideal, berat, daya angkut, dan dimensi kendaraan yang
melewati suatu jalan menjadi acuan dalam pembangunan suatu jalan. Akan tetapi
perkembangan dalam teknologi transportasi sering tidak diimbangi peningkatan
desain jalan, sehinggga daya angkut dan dimensi kendaraan perlu diatur. Daya
angkut dan dimensi kendaraan diatur dengan beberapa tujuan seperti, melindungi
jalan dari kerusakan dini sehingga umur jalan dapat dipertahankan, mewujudkan
standar keselamatan jalan, mewujudkan standar tingkat pelayanan lalu lintas, dan
mewujudkan standar tingkat pelayanan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh
muatan berlebih (overloading) adalah kerusakan jalan sebelum periode/ umur
teknis tercapai. Secara langsung kondisi yang terjadi adalah kerusakan jalan
secara langsung yang dapat mengakibatkan kemacetan yang pada akhirnya
merugikan pemerintah (sebagai pengelola jalan) dan masyarakat umum. Dengan
keterbatasan dana pemeliharaan, kondisi ini akan mengakibatkan dana tersedot
pada suatu lokasi yang akan mengurangi alokasi untuk jaringan yang lain, yang
pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan pada seluruh jaringan (Jurnal
Masterplan Transportasi Darat 2005, hal III-11).
Kerusakan jalan mengindikasikan kondisi struktural dan fungsional jalan
yang sudah tidak mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap pengguna
jalan, seperti ketidaknyamanan dan ketidakamanan penggua jalan mengemudikan
kendaraan di atas permukaan jalan yang bergelombang dan licin. Beban lalu lintas
banyak repetisi beban yang terjadi makin besar tingkat kerusakan jalan.
Kerusakan akan terjadi jika daya dukung perkerasan jalan lebih kecil dari beban
lali lintas. Meskipun demikian perbaikan lebih lanjut dapat dilakukan dengan
pengendalian sistem terpadu. Standarisasi beberapa komponen seperti roda, dan
peningkatan frekuensi pengecekan terhadap beban kenderaan demi kepentingan
keselamatan lalu lintas maupun untuk mencegah beban yang berlebihan pada
perkerasan jalan.
III.2 TOPIK PENELITIAN
Judul penelitian yang menjadi topik pembahasan adalah STUDI
PENGARUH BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP
PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN. Pada penelitian
ini akan dilihat besarnya pengaruh beban berlebih (overload) terhadap
pengurangan umur rencana perkerasan jalan.
III.3 PENGUMPULAN DATA
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis memakai data kendaraan
berdasarkan asumsi maupun saran dari dosen pembibing. Dimana data ini
diasumsikan mendekati kondisi yang terdapat di lapangan baik berat, tipe,
maupun komposisi kendaraan. Jenis kenderaan yang umumnya melintas pada
jalan jenis kenderaan beserta tipe konfigurasi sumbunya masing-masing.
Kelebihan muatan pada umumnya terdapat pada kendaraan pengangkut barang
secara khusus terdapat pada kendaraan truk maupum trailer. Kelebihan muatan
VDF =
4
Beban Sumbu Standar Beban Sumbu Kendaraan
III.4 ANGKA EKIVALEN (E)
Angka ekivalen adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu
tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau
penurunan indeks permukaan yang sama apabila kenderaan tersebut lewat satu
kali. Setiap jenis kenderaan akan mempunyai angka ekivalen ( VDF = vehicle
damage factor) yang berbeda yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu
depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak
titik berat kenderaan dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kenderaan tersebut.
Menurut Bina Marga faktor daya rusak kenderaan ( vehicle damage factor =
VDF) adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kenderaan
terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar (Formula Liddle). Menurut metode
Pangkat Empat (fourth factor method) tersebut, penambahan beban per roda
kendaraan mengakibatkan tingkat kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara
beban nyata yang bekerja dan beban standar. Artinya, penambahan beban tersebut
akan sangat mempengaruhi umur layan jalan yang menjadi jauh lebih pendek
karena faktor pangkat empat tersebut.
Perbandingan ini tidak linear, melainkan ekponensial sebagai berikut :
8.16 ton 11 cm
Faktor daya rusak (VDF = vehicle damage factor) menggambarkan seberapa
besar pengaruh suatu kendaraan terhadap perkerasan apabila melintas di atas
lapisan perkerasan tersebut. Kerusakan akan terjadi lebih cepat dengan adanya
beban berlebih karena faktor daya pengrusak sangat dipengaruhi jumlah beban
pada masing-masing sumbu. Sebagai contoh penambahan beban sumbu pada
single axle dual wheel menjadi 2 kali beban standar, akan mengakibatkan
pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika beban sumbu menjadi 3 kali, maka
daya rusak menjadi 81 kali. Pada dasarnya konstruksi perkerasan jalan
direncanakan dengan mengasumsikan jalan akan mengalami sejumlah repetisi
(CESA = Cumulatif Equivalent Single Axle Load) beban kendaraan dalam satuan
standar axle load (SAL) sebesar 18.000 lbs atau 8,16 ton untuk as tungal roda
ganda. CESA adalah cumulatife equivalent stnadart axles, yaitu total VDF
kendaraan-kendaraan yang diperkirakan melintasi ruas jalan tersebut selama umur
rencana, dalam satuan lintasan as kendaraan dengan beban standar 18 kips (8,16
ton). Dengan mengetahui hal ini maka kelebihan muatan pada kendaraan
(overloading) sangat berpengaruh terhadap pengurangan umur rencana jalan.
Tekanan roda 1 ban lebih kurang 0,55 Mpa = 5,5 kg/cm2.
Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm.
Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm
Tabel 3.1. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban Sumbu
(ton)
Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
STRT STRG SDRG STrRG
1 0,00118 0,00023 0,00003 0,00001
2 0,01882 0,00361 0,00045 0,00014
3 0,09526 0,01827 0,00226 0,00070
4 0,30107 0,05774 0,00714 0,00221
5 0,73503 0,14097 0,01743 0,00539
6 1,52416 0,29231 0,03615 0,01118
7 2,82369 0,54154 0,06698 0,02072
8 4,81709 0,92385 0,11426 0,03535
9 7,71605 1,47982 0,18302 0,05662
10 11,76048 2,25548 0,27895 0,08630
11 17,21852 3,30225 0,40841 0,12635
12 24,38653 4,67697 0,57843 0,17895
13 33,58910 6,44188 0,79671 0,24648
14 45,17905 8,66466 1,07161 0,33153
III.5 PROSEDUR PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN PERKERASAN
LENTUR.
Berikut ini adalah prosedur perhitungan perkerasan lentur menurut Metode
Analisa Komponen/Bina Marga 2002:
1. Asumsikan nilai Struktural Number (SN).
2. Hitung angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan (E).
3. Hitung faktor umur rencana (N).
4. Hitung equivalen Single axle load (ESAL).
5. Tentukan standar normal deviasi (Zr), dan standar deviasi (So), Nilai
standar normal deviasi didapatkan berdasarkan nilai reabilitas.
6. Hitung modulus resilient (MR).
7. Tentukan struktural number (SN), dengan nomogram atau persamaan.
8. Dari perhitungan terakhir di atas, maka didapatkan nilai SN, apabila hasil
SN dari perhitungan di atas telah mendekati nilai SN yang diasumsikan
terlebih dahulu untuk menghitung Angka Ekivalen maka perencanaan
tebal perkerasan telah sesuai.
III.6 PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN
III.6.1 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Hasil perhitungan nilai ITP/SN di atas kemudian digunakan untuk mencari
tebal masing-masing lapisan perkerasan Penentuan indeks tebal perkerasan (ITP)
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Bina Marga 2002. Dari Indeks Tebal
Perkerasan (ITP) yang diperoleh, maka didapat batas-batas minimum tebal lapisan
Persamaan Bina Marga :
Catatan:Structural number (SN) juga dapat dicari dengan menggunakan
nomogram.
III.6.2 Tebal Lapisan Perkerasan
Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan
pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus sebagai
berikut :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas dimodifikasi
menjadi :
ITP = a1 D1+ a2 D2 m2 + a3 D3 m3
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran
mekanistik)
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan
ITP 1 ITP 2
ITP 3
D 1 D 2 D 3 Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar
Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis
pondasi bawah. Dari nilai ITP / SN dapat diperoleh tebal masing – masing lapisan
perkerasan dengan hubungan berikut :
a1 x D1* ≥ ITP1 ITP1* = a1 x D1*
ITP1* + a2 x m2 x D2 ≥ ITP2 ITP2* = ITP1* + a2 x m2 x D2*
ITP1* +ITP2*+ a3 x m3 x D3 ≥ ITP3 ITP3* = ITP1* + ITP2* + a3 x m3 x D3*
Gambar 2.9. Indeks Tebal Perkerasan Masing - Masing Lapisan
dimana:
ITP = Indeks Tebal Perkerasan (cm)
a = Koefisien Kekuatan Relatif dari bahan perkerasan
D = Tebal lapisan perkerasan (cm)
m = Koefisien drainase
1,2,3 = Indeks yang berturut-turut adalah lapis permukaan, lapis
pondasi atas lapis pondasi bawah dan subgrade ( tanah
dasar )
Kontrol nilai masing-masing tebal lapisan perkerasan sesuai dengan
persyaratan tebal lapisan minimum sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bina
Marga 2002. Kontrol nilai ITP / SN yang dihitung dengan nilai ITP/SN yang
direncanakan pada awal, nilai SN yang dihitung harus lebih besar atau sama
dengan nilai SN yang direncanakan. Hasil desain tebal lapisan perkerasan dalam
tugas akhir ini dapat dilihat pada lampiran yang tercantum.
III.7 PROSEDUR PERHITUNGAN PENGARUH PENGURANGAN
UMUR PERKERASAN JALAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH
Berikut ini adalah prosedur perhitungan pengurangan umur rencana
perkerasan jalan akibat adanya beban berlebih pada perkerasan lentur :
1. Nilai akhir SN yang diperoleh dari perhitungan kemudian digunakan untuk
merencanakan masing-masing tebal lapisan perkerasan.
2. Beban kendaraan dinaikkan/dikurangi dari kondisi beban standar.
3. Kemudian hitung kembali angka ekivalen (E) tiap kendaraan akibat
adanya kenaikan beban (beban berlebih) di atas.
4. Hitung nilai total ESAL (E18) yang akan dipikul perkerasan akibat adanya
kelebihan muatan kendaraan di atas.
5. Kemudian hitung persen umur perkerasan yang ada dengan kondisi beban
di atas.
Nilai persen umur adalah jumlah persentase beban standar yang dapat
dipikul suatu lapisan perkerasan (Nada) terhadap jumlah beban sumbu
III.8 ANALISIS DAN INTERPRETASI
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis menggunakan program
Microsoft Excel untuk menganalisis dan menggambar grafik dari hasil
perhitungan. Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga
mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca. Setelah semua langkah penelitian
selesai dilakukan, dan hasil-hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian,
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1 ANALISIS dan PEMBAHASAN
4.1.1 Data Kendaraan
Data kendaraan yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Data Kendaraan
Jenis Konfigurasi LHR Kendaraan Sumbu (Kend/hr)
M.Penumpang 1.1 2100
Sumber : Asumsi Dan Saran Dosen Pembimbing
4.1.2 Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan yang digunakan : Tabel 4.2. Konfigurasi masing-masing sumbu kendaraan
Jenis