• Tidak ada hasil yang ditemukan

USG image of cows uterine involution with retained fetal placenta which is treated using sulfadiazine dan trimethoprim in bolus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "USG image of cows uterine involution with retained fetal placenta which is treated using sulfadiazine dan trimethoprim in bolus"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PADA SAPI YANG MENGALAMI RETENSI PLASENTA DAN

DITERAPI DENGAN BOLUS SULFADIAZINE DAN

TRIMETHOPRIM

RENI NOVIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Gambaran Involusi Uterus Pada Sapi yang Mengalami Retensi Plasenta dan Diterapi dengan Bolus Sulfadiazine dan Trimethoprim adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Reni Novia

(3)

RENI NOVIA. USG Image of Cows Uterine Involution with Retained Fetal Placenta which is Treated using Sulfadiazine dan Trimethoprim in Bolus. Supervised by LIGAYA ITA TUMBELAKA and AMROZI.

The effect of retained fetal placenta on uterine involution was observed in 9 Holteins cows under dairy farm conditions which were divided into 3 groups (3 cows/group). Group RP+B is cows with retained fetal placenta which was treated using bolus antibiotics, group RP-B is cows with retained fetal placenta which was not treated using antibiotics and group N+B is normal parturition cows which obtained same treatment with group RP+B. The current study was conducted to observe the USG image of uterus involution to record cervic and cornua uterus diameters by ultrasonography in cows in those three groups. In addition, the total number of leukocytes was also observed in 9 Holteins cows. The result of this research showed that bolus was not significant to the decline of cervic uterus diameter, cornua uterus diameter and total number of leukocytes (p>0.05). In contrast, period showed significant influence (p<0.05). USG image of cervic and cornua uterus and its diameter showed that in Group N+B needs five weeks until the cows were getting estrus with the diameter of cervic 5.43±0.49 cm and cornua uterus reached diameters 5.19±0.61 cm. Both group RP+B and group RP-B need 8 weeks with the diameter of cervic 5.12±0.13 cm and cornua 4.23±0.34 cm, cervic 5.83±1.04 cm and cornua 5.50±0.62 cm respectively. The total number of leukocytes of Group N+B which become estrus in five weeks is 6248.67±220.15 whereas group RP+B and group RP-B need 8 weeks with the total number of leukocytes is 6216.67±76.38, 6966.67±663.95 respectively. In conclusion, bolus is not significant to the decline of uterus diameter and total number of leukocytes in cows with retained fetal placenta until the 5th week of observation. However, they have smaller uterus and less number of leukocytes than cows with retained fetal placenta which was not treated using bolus antibiotics.

(4)

RENI NOVIA. Gambaran Involusi Uterus Pada Sapi yang Mengalami Retensi Plasenta dan Diterapi dengan Bolus Sulfadiazine dan Trimethoprim.Dibimbing oleh LIGAYA ITA TUMBELAKA dan AMROZI.

Retensi plasenta merupakan salah satu gangguan reproduksi post partus yang dapat mengakibatkan penurunan penampilan produksi dan kerugian ekonomi pada peternak. Salah satu dampak retensi plasenta adalah menghambat proses involusi uterus sehingga Servis Per Conception (S/C) meningkat, days open dan calving interval menjadi lebih panjang. Kejadian retensi plasenta yang terjadi di beberapa peternakan di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan gangguan reproduksi post partus lainnya. Penggunaan antibiotika dalam bentuk bolus umum digunakan untuk terapi pencegahan infeksi bakteri pada kejadian retensi plasenta post partus di beberapa peternakan di Indonesia, akan tetapi belum pernah dilaporkan bagaimana gambaran proses involusi uterus sapi yang diterapi antibiotika tersebut menggunakan ultrasonografi (USG).

(5)

penelitian diketahui sapi kelompok N+B menunjukan gejala estrus kembali disaat diameter cervix uterus mencapai ukuran 5,43±0,49 cm dan kornua uterusnya 5,19±0,61 cm di minggu ke-5 pengamatan, sedangkan pada minggu pengamatan tersebut secara berturut-turut kelompok RP+B diameter cervix uterus dan kornua uterusnya baru mencapai 6,21±0,46 cm dan 5,35±0,33 cm, kelompok RP-B: 6,73±0,87 cm dan 6,30±0,53 cm dan belum menunjukkan gejala estrus. Gejala estrus pada kelompok RP+B dan RP-B baru terlihat pada minggu ke-8 pengamatan pada saat diameter cervix uterus sebesar 5,12±0,13 cm dan kornua uterusnya 4,23±0,34 cm, cervix uterus 5,83±1,04 cm dan kornua uterusnya 5,50±0,62 secara berurutan.

Selain pengamatan dengan menggunakan USG, dilakukan juga pemeriksaan terhadap total leukosit darah. Dari hasil penelitian diketahui, penurunan diameter cervix uterus dan kornua uterus diikuti dengan penurunan jumlah total leukosit darah. Bolus yang diberikan juga tidakberpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah total leukosit (p>0.05), akan tetapi waktu involusi uterus berpengaruh nyata (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim pada sapi perah betina yang mengalami retensi plasenta tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ukuran cervix uterus, kornua uterus dan penurunan total jumlah leukosit (p<0,05) sampai 5 minggu pengamatan, akan tetapi ukuran diameter cervix uterus dan kornua uterusnya lebih kecil jika dibandingkan dengan sapi yang mengalami retensi plasenta tanpa pemberian bolus pada saat estrus kembali.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

DITERAPI DENGAN BOLUS SULFADIAZINE DAN

TRIMETHOPRIM

RENI NOVIA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Trimetophrim Nama : Reni Novia

NIM : B352080041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP. MSc

Ketua Anggota

Dr. drh. Amrozi

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Biologi Reproduksi

Dr. drh. M. Agus Setiadi Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(10)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan Juli 2010 adalah Gambaran Involusi Uterus Pada Sapi yang Mengalami Retensi Plasenta dan Diterapi dengan Bolus Sulfadiazine dan Trimetophrim

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc dan bapak Dr. drh. Amrozi selaku komisi pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Marelli NST, SPd, MPd, ibunda Yenni Sofia, SPd, adik-adik tersayang Una, Uda, Cici serta suami dan anakku tercinta Nyi Louisa Maharani Putri serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatra Barat pada tanggal 14 November 1983 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Marelli NST, SPd, MPd dan Yenni Sofia, Spd.

Penulis menamatkan pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri 14 Kemajuan Baru pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Talu pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Talu pada tahun 2002, semuanya di Padang, Sumatra Barat.

(12)

DAFTAR GAMBAR……….. xii

Selaput Fetus dan Plasenta……… 3

Retensi Plasenta……….... 4

Pengambilan Sampel Darah………. 12

Pembuatan Preparat Ulas Darah……….. 13

Analisis Statistika………. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN………... 14

Diameter Cervix Uterus dan Kornua Uterus……… 14

Gambaran Ultrasonografi Involusi Uterus……… 17

Pemeriksaan Total Leukosit Darah………... 20

SIMPULAN DAN SARAN………. 23

DAFTAR PUSTAKA………... 24

(13)

Halaman

1. Kejadian Retensi Plasenta Pada Sapi Perah……… 5

2. Organ Reproduksi Betina Pada Sapi Perah………. 11

3. Perangkat USG………... 12

4. Grafik Pengukuran Cervix Uterus dan Kornua Uterus ……... 15

5. Gambaran USG Potongan Melintang Cervix Uterus………….. 18

6. Gambaran USG Potongan Melintang Kornua Uterus…………. 19

(14)

Halaman

(15)

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala yang mengakibatkan produktifitas sapi perah masih rendah. Dari tahun ketahun produksi susu nasional selalu tidak mampu mengimbangi permintaan konsumen susu. Saat ini produksi susu nasional baru mampu mencukupi 26% dari total kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun sementara produksi dalam negeri baru mencapai 342 ribu ton per tahun. Untuk mencukupi kekurangan tersebut maka pemerintah berupaya mendatangkan susu impor dari luar negeri diantaranya dari Eropa dan Australia. Hal inilah yang membuat permintaan pasar akan susu masih terbuka luas baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat maupun skala industri (Dirjennak 2010), karena itu perlu adanya peningkatan produktifitas sapi perah.

Efisiensi reproduksi merupakan komponen penting untuk menentukan keberhasilan reproduksi pada sapi perah. Efisiensi reproduksi yang dimaksud adalah meningkatkan hasil usaha dengan cara optimalisasi kemampuan produksi dan reproduksi ternak, sehingga meningkatkan kesejahteraan peternak. Akan tetapi beberapa gangguan reproduksi setelah melahirkan dan pada masa laktasi sering menimbulkan permasalahan sehingga terjadi inefisiensi reproduksi.

(16)

Selaput Fetus dan Plasenta

Selaput fetus merupakan selaput pelindung fetus, sarana pengangkut makanan dari induk ke fetus, sarana penampung sisa metabolisme dan tempat sekresi enzim dan hormon untuk mempertahankan kebuntingan.Selaput fetus terbentuk dari tropoblast yang pada periode embrio berubah secara morfologi menjadi amnion, khorion dan allantois yang membentuk kantung khorio-allantois dan kuning telur dimana pertumbuhannya kemudian terhenti setelah amnion dan allantois terbentuk seluruhnya (Manspeaker 2009).

Plasenta merupakan tenunan tubuh embrio dan induk yang terjalin pada waktu pertumbuhan embrio untuk kebutuhan penyaluran makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk.Dengan demikian plasenta terbagi dua yaitu plasenta fetus (khorio-allantois) yang merupakan bagian dari selaput fetus dan plasenta induk (Doek Kim et al. 2005).Tenunan plasenta terbentuk karena sel epitel karunkula melarutkan sel epitel tropoblast yang masuk ke celah vilinya sehingga terjadi pertautan erat (Manspeaker 2009).

(17)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 sampai Juli 2010 di kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Tapos Ciawi Kabupaten Bogor. Analisa total leukosit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Hewan Percobaan

Sebanyak 9 ekor sapi betina Frisian Holstein (FH) dara post partusdengan kondisi sehat fisik, body condition score 3 dengan kisaran 2-5 dan partus periode pertamadigunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut ditempatkan dalam kandang yang sama dan diberikan pakan (hijauan dan konsentrat) dan air ad libitum dalam jumlah, jenis dan waktu yang sama pula.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah lubrican (KY jelli), darah sapi segar, Giemsa 10%, metanol, alkohol 70%, minyak emersi, bolus antibiotika yang berisi sulfadiazine 100 mg dan trimethoprim 200 mg. Alat yang digunakan adalah USG (SIUI tipe CTS- 7700V, SIUI Co. Ltd. China) dengan linear probe 7 MHz dan printer (SONY, UP-895 MD), spuit semi otomatis 10 cc, venoject dan vacutainer needle 5cc (EDTAK₃, three fingers,USA), cold box, standing gel, box slides, gelas objek, pinset anatomis, mikroskop Olimpus CH20, counter, label kertas, kapas, sarung tangan plastik (Europlek®, Divasa Farmativa, S. A.).

Prosedur Penelitian

(18)

Diameter Cervix Uterus dan Kornua Uterus

Involusi uterus sangat bergantung pada kontraksi miometrium, eliminasi bakteri dan regenerasi dari endometrium, ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Kontraksi miometrium sangat diperlukan untuk mengeluarkan cairan lochia dari uterus, dan tentunya hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kerja hormon prostaglandin post partus karena hormon tersebut dapat meningkatkan kontraksi uterus sehingga cairan lochia dapat dikeluarkan (Arthur 1996). Eliminasi bakteri dan regenerasi endometrium sangat berkaitan dengan kesempurnaan pengeluaran cairan lochia karena cairan tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangan bakteri post partus seperti Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum, Corynebacterium pyogenese, Archanobacterium pyogenes, Staphylococcus aureus sehingga menghambat proses persembuhan luka post partus dan regenerasi endometrium (Kognisson 2001). Penelitian Yeon Lee dan Kim (2006), plasenta sapi yang menggantung di luar vulva lebih dari 24 jam pada kejadian retensi plasenta, akan membuat bakteri lingkungan mudah masuk kedalam uterus, sehingga apabila tidak diberikan bolus antibiotika maka persembuhan luka akan menjadi lebih lama dan dapat memperpanjang masa involusi uterus. Pemberian bolus antibiotika yang mengandung sulfadiazine dan trimethoprim post partus seringkali digunakan sebagai terapi pencegahan terhadap infeksi bakteri, sehingga membantu persembuhan luka dan diharapkan panjangnya waktu involusi uterus mengikuti waktu normalnya.

(19)

Pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim pada sapi perah betina yang mengalami retensi plasenta tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ukuran diameter uterus dan penurunan jumlah total leukosit (p<0,05) sampai 5 minggu pengamatan, akan tetapi ukuran uterusnya lebih kecil dan jumlah total leukositnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sapi yang mengalami retensi plasenta tanpa pemberian bolus pada saat estrus kembali.

SARAN

(20)

Arthur HG. 1996. Veterinary Reproduction & Obstetrics. Saunders Company Ltd, London.

Ahmed WM, El-Jakee JA, El-Seedy FR, El-Ekhnawy KI and Abd-El Moez SI. 2007. Overview Some Factors Negatively Affecting Ovarian Activity In Large Farm Animal. J. Global Veterinaria 1(1):01-08.

Ahmed WM, R Amal, El-Hameed Abd, ElKhadrawy HH and Hanafi ME. 2009. Investigations on Retained Placenta in Egyptian Buffaloes Strategy Trials. J. Global Veterinaria 3(2): 120-124.

Barnouin J and Chassagne M. 1996.Descripive epidemiology of placental retention in intensive dairy herds.J. Vet Res 27:491-501.

Bondurant RH. 1999. Inflammation in the bovine female reproductive tract. J. Anim Sci 77 supl 2:101-110.

Cai TQ. 2000. Association between neutrophil functions and periparturient disorders in cows. J. Vet Res 55:934-943.

Doek Kim K, Sook Ki K, Gu Kang H and Kim H. 2005. Risk Factor and Economic Impact of Ovarian Cysts on Reproductive and Performance of Dairy Cows in Korea. J. reproduction and Development 51(4).

Dolezel R, Vecera M, Palenik T, Cech S and Vyskocyl M. 2008. Systematic clinical examination of early postpartum cows and treatment of puerperal endometritis did not have any beneficial effect on subsequent reproductives performance. J. Ved Med 53(2):59-69.

[Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2010. Statistika Peternakan. Jakarta: Departemen Pertanian Indonesia.

Faye B. 1991. Interrelationships between health status and farm managementsystem in French herds.J. Vet Med 12: 133-152

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. Wallingford, UK: CAB International.

(21)
(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala yang mengakibatkan produktifitas sapi perah masih rendah. Dari tahun ketahun produksi susu nasional selalu tidak mampu mengimbangi permintaan konsumen susu. Saat ini produksi susu nasional baru mampu mencukupi 26% dari total kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun sementara produksi dalam negeri baru mencapai 342 ribu ton per tahun. Untuk mencukupi kekurangan tersebut maka pemerintah berupaya mendatangkan susu impor dari luar negeri diantaranya dari Eropa dan Australia. Hal inilah yang membuat permintaan pasar akan susu masih terbuka luas baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat maupun skala industri (Dirjennak 2010), karena itu perlu adanya peningkatan produktifitas sapi perah.

Efisiensi reproduksi merupakan komponen penting untuk menentukan keberhasilan reproduksi pada sapi perah. Efisiensi reproduksi yang dimaksud adalah meningkatkan hasil usaha dengan cara optimalisasi kemampuan produksi dan reproduksi ternak, sehingga meningkatkan kesejahteraan peternak. Akan tetapi beberapa gangguan reproduksi setelah melahirkan dan pada masa laktasi sering menimbulkan permasalahan sehingga terjadi inefisiensi reproduksi.

(23)

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses involusi uterus pada sapi perah yang mengalami retensi plasenta dan diterapi dengan bolus sulfadiazine dan trimethoprim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi khususnya kepada dokter hewan bagaimana gambaran proses involusi uterus tersebut.

Hipotesis

Pada sapi perah yang mengalami retensi plasenta post partus, pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim akan memberikan pengaruh terhadap penurunan diameter cervix uterus, kornua uterus dan jumlah total leukosit pada proses involusi uterus.

Kerangka Pemikiran

Retensi plasenta merupakan salah satu gangguan reproduksi post partus yang dapat mengakibatkan penurunan penampilan produksi dan kerugian ekonomi pada peternak. Salah satu dampak retensi plasenta adalah menghambat proses involusi uterus sehingga Servis Per Conception (S/C) meningkat, days open dan calving interval menjadi lebih panjang. Kejadian retensi plasenta yang terjadi di beberapa peternakan di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan gangguan reproduksi post partus lainnya. Penggunaan antibiotika dalam bentuk bolus sulfadiazine dan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Selaput Fetus dan Plasenta

Selaput fetus merupakan selaput pelindung fetus, sarana pengangkut makanan dari induk ke fetus, sarana penampung sisa metabolisme dan tempat sekresi enzim dan hormon untuk mempertahankan kebuntingan. Selaput fetus terbentuk dari tropoblast yang pada periode embrio berubah secara morfologi menjadi amnion, khorion dan allantois yang membentuk kantung khorio-allantois dan kuning telur dimana pertumbuhannya kemudian terhenti setelah amnion dan allantois terbentuk seluruhnya (Manspeaker 2009).

Plasenta merupakan tenunan tubuh embrio dan induk yang terjalin pada waktu pertumbuhan embrio untuk kebutuhan penyaluran makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk. Dengan demikian plasenta terbagi dua yaitu plasenta fetus (khorio-allantois) yang merupakan bagian dari selaput fetus dan plasenta induk (Doek Kim et al. 2005). Tenunan plasenta terbentuk karena sel epitel karunkula melarutkan sel epitel tropoblast yang masuk ke celah vilinya sehingga terjadi pertautan erat (Manspeaker 2009).

(25)

Plasenta bukan hanya berfungsi sebagai media pertukaran melainkan juga berfungsi dalam sintesis enzim yang diperlukan untuk pertautan tropoblast dan pencernaan intraselular serta menghasilkan hormon antara lain estrogen dan progesteron untuk mempertahankan kebuntingan, pengeluaran fetus pada waktu partus dan dapat mengkatalisir zat-zat lain. Karena fungsinya yang kompleks ini, plasenta memiliki persamaan biokemik bahkan stuktural dengan organ pada hewan dewasa seperti hati, paru-paru, ginjal, usus halus dan kelenjer endokrin (Meredit 2009).

Retensi Plasenta

(26)

Gambar 1. Kejadian retensi plasenta pada sapi perah

Etiologi

Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan pelepasan vili kotiledon fetus dari kripta karunkula maternal. Sesudah fetus keluar dan chorda umbilicalis putus, tidak ada darah yang mengalir ke vili fetus dan vili tersebut mengkerut dan mengendur. Uterus terus berkontraksi dan sejumlah darah yang tadinya mengalir ke uterus menjadi sangat berkurang. karunkula maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada karunkula berdilatasi. Pada kasus retensi plasenta pemisahan vili fetalis dari kripta maternal terganggu dan terjadi pertautan (Yeon Lee dan Kim 2006). Sesudah beberapa hari terdapat leukosit dan bakteri di dalam placentoma, oleh karena itu placentitis mudah terjad hewan Indonesia).

Serupa pada penelitian Samad et al. (2006) menyatakan bahwa retensi plasenta terjadi akibat kelemahan uterus atau peradangan pada plasenta sehingga menyebabkan kegagalan pelepasan vili fetalis dari kripta maternal yang disebabkan oleh berbagai keadaan seperti penimbunan cairan pada selaput fetus, torsio uterus, distokia dan keadaan patologik lainnya.

(27)

karbohidrat dan protein pada pakan. Kejadian subclinical ketosis pada sapi perah dalam keadaan bunting lebih sering terjadi dibandingkan ketosis klinis karena kebutuhan energi yang besar pada saat itu, akan tetapi sering kali tidak teramati oleh peternak. Karena kebutuhan energi yang besar pada saat bunting dan memproduksi susu sedangkan pakan yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan energi tersebut sehingga tubuh menggunakan lemak tubuh untuk diubah menjadi energi. Perombakan lemak tubuh secara tidak sempurna menjadi energi akan melepaskan benda-benda keton di dalam sirkulasi darah seperti betahidroksi butirat (BHB), asetoasetat dan aseton. Subclinical ketosis yang terjadi dan adanya benda-benda keton di dalam sirkulasi darah menyebabkan sistem fisiologis sapi terganggu sehingga menimbulkan penurunan sistem imunitas tubuh sapi, perubahan sistem hormonal sehingga menginduksi kejadian retensi plasenta (Nazifi et al. 2008).

Menurut (Ahmed et al. 2009) sebesar 50% kejadian retensi plasenta terulang kembali pada kelahiran berikutnya, salah satu penyebabnya adalah karena penanganan retensi plasenta yang umum dilakukan adalah secara manual dengan melepaskan pertautan karunkula dan kotiledon dan seringkali penanganannya dilakukan secara tidak aseptik, maka menimbulkan perlukaan pada karunkula. Sehingga beberapa jasad renik seperti Brucella abortus, Vibrio fetus, Tuberculosis menyenangi untuk berdiam pada daerah perlukaan karunkula tersebut menimbulkan placentitis, kotiledonitis pada kelahiran berikutnya yang mengakibatkan timbulnya retensi plasenta.

Involusi Uterus

(28)

menutup 10-12 jam setelah melahirkan. Ukuran uterus sapi Frisian Holstein normal dalam keadaan tidak bunting memiliki panjang 15-25 cm, lebar 4-5 cm dan diameter 1-3 cm (Peter and Lamming 1987) serta menurut Sheldon (2005) yang menyatakan ukuran diameter pangkal kornua kiri ataupun kanan uterus sapi yang melahirkan normal sekitar 3-4 cm pada 30-40 hari post partus.

Menurut Ahmed et al. (2009), involusi uterus sangat bergantung pada tiga hal penting yaitu :

1. Infiltrasi lymphocyte darah putih secara besar-besaran dalam lumen uterus untuk memfagositir faktor-faktor patogen pada saat permulaan partus terjadi. 2. Pengeluaran dalam jumlah besar hormon PGF

3. Pengeluaran hormon estrogen dari ovarium, sebelum ovulasi pertama setelah melahirkan terjadi, dapat membuat uterus lebih resisten terhadap infeksi.

selama 2 minggu setelah melahirkan, hormon ini akan merangsang kontraksi miometrium, pengeluaran lochia dari uterus berupa mucus, darah, sisa-sisa membran plasenta, jaringan induk dan cairan amnion. Pengeluaran lochia akan terjadi terus-menerus selama satu minggu post partus dan lama pengeluarannya sangat bergantung pada kondisi induk.

Terapi Retensi Plasenta

(29)

membran plasenta mengalami mekrotik dan mudah untuk dilepaskan. Hal ini dimungkinkan pada daerah sub-tropis, akan tetapi pada daearh tropis cara seperti ini sangat rentan terhadap penyakit dan komplikasi. Penelitian (Ahmed et al. 2009) menyatakan bahwa, penanganan secara manual dapat menimbulkan perlukaaan pada dinding uterus dan menekan sistem imun uterus tersebut sehingga timbul infeksi ringan ataupun berat seperti endometritis, metritis dan pyometra. Uterus yang mengalami infeksi dan perlukaan dapat menimbulkan lemahnya kontraksi dinding uterus pada kelahiran berikutnya sehingga pelepasan plasenta terganggu, oleh karena itu menurut Konigsson (2001) pada penanganan secara manual perlu diberikan antibiotika berspektrum luas secara intrauterus untuk mencegah terjadinya metritis dan infeksi sekunder oleh bakteri.

Penggunaan antibiotika berbentuk bolus yang mengandung sulfadiazine dan trimethoprim umum digunakan untuk terapi retensi plasenta pada sapi perah (Gilbert et al. 2002), bolus tersebut digunakan secara intrauterus untuk mengeliminasi bakteri uterus seperti Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum, Corynebacterium pyogenese, Archanobacterium pyogenes, Staphylococcus aureus (Kognisson 2001). Sheldon (2005) dan Noakes (2004), bolus yang mengandung sulfadiazine dan trimethoprim mempunyai kemampuan untuk mengeliminasi bakteri patogen uterus dan aktifitas bolus tersebut dapat bertahan lama di lingkungan uterus. Selain itu penggunaan bolus tersebut tidak meninggalkan residu pada susu dan daging (Bondurant 1999). Menurut Leblanc (2000) penggunaan antibiotika berbentuk bolus untuk mencegah infeksi bakteri post partus lebih dianjurkan secara intrauterus dibandingkan dengan sistemik karena lebih tepat sasaran dan mengenai seluruh organ reproduksi.

Ultrasonografi

(30)

uterus (Goddard 1995). Diagnostik ultrasound adalah suatu teknik mendiagnosa gambaran organ yang dihasilkan oleh interaksi antara gelombang suara berfrekuensi tinggi dengan organ. Ultrasound ditransmisikan ke pasien dari transducer dan disebarkan melalui jaringan-jaringan. Refleksi yang dihasilkan akan kembali ke transducer, kemudian dibentuk satu signal listrik dan ditampilkan berupa titik-titik pada layar yang disebut sonogram dalam dua dimensi (Goddard 1995).

Widmer (1997), menyatakan ada tiga jenis echo yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu

1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak. 2. hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram

atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.

3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menmpilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang contohnya cairan.

(31)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 sampai Juli 2010 di kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Tapos Ciawi Kabupaten Bogor. Analisa total leukosit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Hewan Percobaan

Sebanyak 9 ekor sapi betina Frisian Holstein (FH) dara post partus dengan kondisi sehat fisik, body condition score 3 dengan kisaran 2-5 dan partus periode pertama digunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut ditempatkan dalam kandang yang sama dan diberikan pakan (hijauan dan konsentrat) dan air ad libitum dalam jumlah, jenis dan waktu yang sama pula.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah lubrican (KY jelli), darah sapi segar, Giemsa 10%, metanol, alkohol 70%, minyak emersi, bolus antibiotika yang berisi sulfadiazine 100 mg dan trimethoprim 200 mg. Alat yang digunakan adalah USG (SIUI tipe CTS- 7700V, SIUI Co. Ltd. China) dengan linear probe 7 MHz dan printer (SONY, UP-895 MD), spuit semi otomatis 10 cc, venoject dan vacutainer needle 5cc (EDTAK₃, three fingers,USA), cold box, standing gel, box slides, gelas objek, pinset anatomis, mikroskop Olimpus CH20, counter, label kertas, kapas, sarung tangan plastik (Europlek®, Divasa Farmativa, S. A.).

Prosedur Penelitian

(32)

Kelompok RP-B adalah sapi post partus dengan retensi plasenta dan tidak diberikan terapi bolus antibiotika. Kelompok N+B adalah sapi post partus normal dan diberikan 0020terapi 3 bolus antibiotika sebagai kelompok kontrol.

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan terhadap perubahan diameter cervix uterus dan kornua uterus. Diameter cervix uterus diukur pada bagian tengah cervix uterus dan diameter kornua uterus diukur pada bagian pangkal kornua uterus berdasarkan potongan melintang dari sumbu terpanjang (Okano dan Tomizuka 1987). Perubahan diameter cervix uterus dan kornua uterus diamati seminggu sekali dimulai pada H7 (minggu ke-1) (Dolezel et al. 2008). Selain pemeriksaan ultrasonografi dilakukan juga pemeriksaan total leukosit darah. Darah diambil sebanyak 3 ml dalam tabung yang mengandung EDTA melalui vena jugularis setiap tiga hari sekali sejak H0 sampai kemudian dilakukan pembuatan preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa (Levkut 2002). Pengukuran terhadap diameter cervix uterus dan kornua uterus serta pengambilan darah dihentikan jika hewan percobaan kembali estrus.

(33)

Teknik Ultrasonografi

Pemeriksaan USG dilakukan setelah sapi dimasukkan ke dalam kandang jepit dengan tujuan agar memudahkan pemeriksaan dan keamanan untuk operator. Sebelum probe dimasukkan ke rektal, probe terlebih dahulu dilumuri lubrican agar dapat menghasilkan kontak dan gambar yang jelas terhadap cervix uterus, kornua uterus. Probe dimasukkan melalui rectum yang terlebih dahulu dibersihkan fecesnya, diarahkan ke kranial sepanjang bagian ventral rectum menyusuri traktus reproduksi. Uterus kelihatan berada dibagian ventral rectum di atas kandung kemih. Pada monitor kandung kemih kelihatan sebagai suatu gambaran anechoic atau echolucen dengan ukuran tergantung pada volume urin yang disimpan, dan mukosa organ digambarkan sebagai suatu permukaan hypoechoic yang bergelombang. Vagina, servix dan korpus uterus berada dibagian tengah pubis sejalan cranio-caudal, dan digambarkan dalam axis yang panjang. Ketika tranducer digerakkan ke lateral, kornua uterus akan terlihat dalam keadaan potongan melintang (Okano dan Tomizuka 1987).

(34)

Pengambilan Sampel Darah

Untuk mengetahui level sel darah putih (leukocit) masing-masing sapi maka dilakukan pembuatan preparat ulas darah, sampel darah diambil menggunakan vacutainer 5 cc dengan venoject melalui vena jugularis, sampel darah disimpan dalam kontainer berisi es dan langsung dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan.

Pembuatan Preparat Ulas Darah

Satu tetes sampel darah diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar. Gelas objek lainnya ditempatkan pada bagian darah tadi dengan membentuk sudut 30º, sehingga darah menyebar sepanjang gelas objek. Selanjutnya gelas objek didorong kearah depan dengan cepat sehingga terbentuk usapan darah tipis diatas gelas objek. Ulasan darah tersebut dikeringkan di udara, kemudian difiksasi dengan methanol selama 5 menit, lalu dimasukkan kedalam pewarna Giemsa 10% selama 30 menit. Selanjutnya dicuci dengan air keran dan dikeringkan diudara. Preparat ulas darah diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali untuk pengamatan jumlah total leukosit darah (Levkut 2002).

Analisis Statistika

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diameter Cervix Uterus dan Kornua Uterus

Involusi uterus sangat bergantung pada kontraksi miometrium, eliminasi bakteri dan regenerasi dari endometrium, ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Kontraksi miometrium sangat diperlukan untuk mengeluarkan cairan lochia dari uterus, dan tentunya hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kerja hormon prostaglandin post partus karena hormon tersebut dapat meningkatkan kontraksi uterus sehingga cairan lochia dapat dikeluarkan (Arthur 1996). Eliminasi bakteri dan regenerasi endometrium sangat berkaitan dengan kesempurnaan pengeluaran cairan lochia karena cairan tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangan bakteri post partus seperti Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum, Corynebacterium pyogenese, Archanobacterium pyogenes, Staphylococcus aureus sehingga menghambat proses persembuhan luka post partus

(36)

kecil dari diameter cervix uterus 6,21±0,46 cm dan kornua uterus 5,35±0,33 kelompok RP+B di minggu ke-5 pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran diameter cervix uterus dan kornua uterus sapi dengan kelahiran normal pada saat kembali estrus pasca kelahiran lebih kecil dari sapi retensi plasenta. Dibandingkan dengan hasil penelitian Konyves et al. (2009) ukuran diameter uterus kelompok N+B masih lebih besar dari ukuran cervix uterus dan kornua uterus sapi dengan kelahiran normal dari penelitiannya yaitu 3-4 cm pada 30-40 hari post partus. Maka pada kelompok N+B dengan kelahiran normal dan diberikan bolus antibiotika, karena cairan lochia lebih cepat dikeluarkan dan luka peradangan lebih cepat sembuh sehingga estrus dapat muncul kembali walaupun diameternya lebih besar dari ukuran diameter cervix uterus dan kornua uterus normal sapi post partus.

Gambar 4. Grafik pengukuran diameter uterus, A (cervix) dan B (kornua) pada ketiga kelompok penelitian. Kelompok RP+B dan RP-B membutuhkan waktu 8 minggu untuk kembali estrus sedangkan kelompok N+B membutuhkan waktu 5 minggu.

A

(37)

Penelitian Spigel (2001) dan Levkut (2002), mengaitkan kesuksesan terapi bolus antibiotika post partus dengan cairan lochia, pada sapi dengan kelahiran normal dan diterapi dengan bolus antibiotika cairan lochia akan mengering rata-rata 10 hari post partus dan diikuti dengan hancurnya bolus antibiotika di dalam uterus sehingga zat aktif bolus diserap sempurna karena lebih mudah menembus dinding endometrium untuk mengeliminasi infeksi bakteri di uterus. Sapi dengan kelahiran yang diikuti retensi plasenta, cairan lochia rata-rata mengering 20-25 hari post partus, sehingga jika diberikan bolus antibiotika, hancurnya bolus tidak diikuti dengan mengeringnya cairan lochia di dalam uterus sehingga zat aktif bolus hanya dalam jumlah sedikit yang dapat menembus dinding endometrium (Sheldon 2005).

(38)

dibandingkan dengan sapi yang melahirkan normal, hal ini terjadi karena adanya gangguan pada plasenta untuk memproduksi enzim spesifik steroidal yang berfungsi untuk proses metabolisme progesteron dan mengubahnya menjadi estrogen, kejadian ini akan menginduksi akumulasi protein immunosupresif di lumen uterus sehingga uterus mudah terinfeksi bakteri serta kontraksi post partus untuk mengeluarkan cairan lochia akan terganggu. Selain itu menurut (Kimura et al. 1999) cairan lochia yang terhambat pengeluarnnya merupakan media yang memungkinkan kontaminasi patogen di uterus sehingga kondisi imunosupresif lebih jelas terlihat.

Gambaran Ultrasonografi Involusi Uterus

Gambaran ultrasonografi terhadap cervix uterus dan kornua uterus memperlihatkan proses involusi uterus sepanjang waktu pengamatan, seperti diameter cervix uterus dan kornua uterus yang terus mengecil, dan cairan lochia yang volumenya terus berkurang diikuti dengan persembuhan jaringan cervix uterus dan kornua uterus.

Potongan melintang gambaran ultrasonografi cervix uterus dan kornua uterus pada kelompok N+B seperti pada gambar 5, di minggu pengamatan ke-1 cervix uterus memberikan gambaran anechoic yang lebih dominan, diselingi gambaran hypoechoic dengan diameter yang masih panjang dan dinding cervix uterus yang tidak jelas dan tidak berbatas karena tertutup cairan lochia sehingga gelombang ultrasound tidak bisa memberikan gambaran bagian-bagian cervix secara jelas.

Berdasarkan penelitian Dolezel et al. (2008); Johnson (2009) metode pengamatan terhadap organ uterus pada sapi perah menggunakan teknik ultrasonografi real time B-mode akan memberikan gambaran potongan melintang yang jelas setelah hari ke-19 sampai hari ke-22 post partus normal.

(39)

dinding cervix uterus yang tampak masih tebal, di minggu pengamatan ke-4 cervix memberikan gambaran yang sama dengan minggu ke-3 tetapi dinding cervix uterus terlihat lebih tipis.

Gambar 5. Potongan melintang gambaran ultrasonografi cervix uterus pada setiap kelompok pengamatan. Kelompok RP+B dan RP-B membutuhkan waktu 8 minggu untuk memberikan gambaran ultrasonografi normal cervix uterus sapi betina siklus, sedangkan kelompok N+B membutuhkan waktu 5 minggu.

Pengamatan di minggu ke-5 cervix memberikan gambaran hypoechoic dengan suatu garis putih di tengah diantara celah anechoic yang berarti adanya lumen diantara bagian dinding cervix uterus, gambaran seperti ini adalah gambaran normal cervix pada sapi betina siklus. Pada kelompok RP+B dan RP-B cervix uterus memberikan gambaran yang sama seperti minggu ke-4 pada kelompok N+B mulai

(40)

dari minggu ke-6, pada kedua kelompok ini gambaran cervix uterus normal sapi betina siklus baru dihasilkan pada minggu pengamatan ke-8.

Pada kelompok N+B seperti tampak pada gambar 6, minggu pengamatan ke-1 kornua uterus memberikan gambaran anechoic yang lebih dominan, diselingi gambaran hypoechoic, lapisan-lapisan dan lumennya tidak bisa dibedakan yang menandakan banyaknya jaringan dan cairan lochia sehingga gelombang ultrasound tidak bisa memberikan gambaran bagian-bagian kornua uterus secara jelas. Minggu pengamatan ke-2 kornua uterus masih memberikan gambaran anechoic diselingi gambaran hypoechoic, dinding kornua uterus tampak tebal dan hyperechoic sehingga bagian-bagiannya masih tidak bisa dibedakan dengan jelas. Pada minggu pengamatan ke-3 kornua uterus masih memberikan gambaran yang sama tetapi dinding kornua uterus tampak menipis, pada minggu pengamatan ke-4 kornua uterus memberikan gambara hypoechoic yang lebih dominan tetapi dinding kornua uterus masih terlihat agak tebal, minggu pengamatan ke-5 kornua uterus memberikan gambaran hypoechoic diselingi oleh gambaran anechoic pada dinding kornua uterus yang menandakan vaskularisasi darah pada kornua uterus kembali normal. Pada kelompok RP+B dan RP-B kornua uterus memberikan gambaran yang sama seperti minggu ke-4 pada kelompok N+B mulai dari minggu ke-6, pada kedua kelompok ini gambaran normal kornua uterus sapi betina siklus juga dihasilkan pada minggu pengamatan ke-8.

(41)

Gambar 6. Potongan melintang gambaran ultrasonografi kornua uterus pada setiap kelompok pengamatan. Kelompok RP+B dan RP-B membutuhkan waktu 8 minggu untuk memberikan gambaran ultrasonografi normal kornua uterus sapi betina siklus, sedangkan kelompok N+B membutuhkan waktu 5 minggu.

Pemeriksaan Total Leukosit Darah

Pemeriksaan leukosit darah dilakukan untuk melihat responnya terhadap kejadian retensi plasenta. Partus merupakan suatu proses traumatik pasca jaringan uterus, sehingga ingin diketahui gambaran total leukosit sebagai penanda peradangan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, penurunan jumlah total leukosit darah berbanding lurus dengan penurunan diameter cervix uterus dan kornua uterus. Berdasarkan analisis statistika terhadap pengaruh pemberian bolus antibiotika pada penelitian ini menunjukan, penurunan jumlah total leukosit pada ketiga kelompok perlakuan sampai dengan minggu kelima tidak berbeda nyata (p>0,05) akan tetapi

(42)

pengaruh waktu involusi uterus berpengaruh signifikan (p<0,05), hal ini mengindikasikan bahwa penurunan leukosit darah menunjukan adanya proses penyembuhan pada uterus pasca kelahiran dan waktu sangat berpengaruh.

Gambar 7. Rataan pengukuran jumlah total leukosit pada masing-masing kelompok. Kelompok N+B, pada pengamatan ke-36 jumlah leukositnya sudah dalam kisaran normal jumlah total leukosit sapi betina estrus sedangkan kelompok RP+B dan RP-B baru dicapai pada minggu ke-8.

(43)

yang melahirkan normal pada 30-40 hari post partus, hal ini menandakan masih adanya infeksi.

Sheldon (2005) menambahkan bahwa uterus yang terinfeksi bakteri Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum, Corynebacterium pyogenese, Archanobacterium pyogenes, Staphylococcus aureus juga memiliki jumlah hormon progesteron yang lebih tinggi hal itu dikarenakan uterus yang terinfeksi tersebut menghambat proses regresi dari corpus luteum karena penghambatan sintesis prostaglandin dan cytokins yang juga merupakan faktor penting dalam proses involusi uterus (Kaczmarowski et al. 2005).

(44)

SIMPULAN

Pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim pada sapi perah betina yang mengalami retensi plasenta tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ukuran diameter uterus dan penurunan jumlah total leukosit (p<0,05) sampai 5 minggu pengamatan, akan tetapi ukuran uterusnya lebih kecil dan jumlah total leukositnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sapi yang mengalami retensi plasenta tanpa pemberian bolus pada saat estrus kembali.

SARAN

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur HG. 1996. Veterinary Reproduction & Obstetrics. Saunders Company Ltd, London.

Ahmed WM, El-Jakee JA, El-Seedy FR, El-Ekhnawy KI and Abd-El Moez SI. 2007. Overview Some Factors Negatively Affecting Ovarian Activity In Large Farm Animal. J. Global Veterinaria 1(1):01-08.

Ahmed WM, R Amal, El-Hameed Abd, ElKhadrawy HH and Hanafi ME. 2009. Investigations on Retained Placenta in Egyptian Buffaloes Strategy Trials. J. Global Veterinaria 3(2): 120-124.

Barnouin J and Chassagne M. 1996. Descripive epidemiology of placental retention in intensive dairy herds. J. Vet Res 27:491-501.

Bondurant RH. 1999. Inflammation in the bovine female reproductive tract. J. Anim Sci 77 supl 2:101-110.

Cai TQ. 2000. Association between neutrophil functions and periparturient disorders in cows. J. Vet Res 55:934-943.

Doek Kim K, Sook Ki K, Gu Kang H and Kim H. 2005. Risk Factor and Economic Impact of Ovarian Cysts on Reproductive and Performance of Dairy Cows in Korea. J. reproduction and Development 51(4).

Dolezel R, Vecera M, Palenik T, Cech S and Vyskocyl M. 2008. Systematic clinical examination of early postpartum cows and treatment of puerperal endometritis did not have any beneficial effect on subsequent reproductives performance. J. Ved Med 53(2):59-69.

[Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2010. Statistika Peternakan. Jakarta: Departemen Pertanian Indonesia.

Faye B. 1991. Interrelationships between health status and farm managementsystem in French herds.J. Vet Med 12: 133-152

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. Wallingford, UK: CAB International.

(46)

Hajurka. 2004. Influence of Health Status of Reproductive Organs On Uterine Involution In dairy Cows. J. Department of Ttheriogenology, Faculty of Veterinary Medicine, University of Tabriz, Iran, 49:53-58.

Hamali H. 2008. The Time Dependency Effect of Prostaglandin Injections on the Cows with Retained Placenta. J. Department of Ttheriogenology, Faculty of Veterinary Medicine, University of Tabriz, Iran.

Joosten I, Stelwagen J and Dijkhuien AD. 1991. Economic and Reproductive Consequences of Retained Placenta in Cattle. Vet Record 123(2):55-57. Jhonson M. 2009. Histological and Ultrasonographic Monitoring of Folliculogenesis

in Dairy Cow. J. Vet Sci 6(9):56-59.

Kognisson K. 2001. Induced Parturition and Retained Placenta in the Cow. [disertasi]. Department of Obstetrics and Gynaecology Uppsala.

Kimura K, P Jesse, Kehrli EM, Reinhardtinhar AT. 2002. Decreased Neutrophil Function as a Cause of Retained Placenta in Dairy Cattle. J. Dairy Sci 85:544-550.

Kaczmaroski M, Malinowski D and Markiewicz H. 2005. Some Hormonal and Biochemical Blood Indices in Cow with Retained Fetal Placenta and Puerperal Metritis. J. Bull Vet Inst Pulawy 50: 89-92.

Konyves L, Szenci O, Jurkovich V, Tegzes L, Tirián L, Solymosi L, Gyulay G, Brydl E. 2009. Risk Assessment and Consequences of Retained Placenta for Uterine Health, Reproduction and Milk Yield in Dairy Cows. J. ACTAVET 78:163-172.

Larsons M. 1985. Relationship of physiological factors to placental retention in dairy cattle. J. Anim Reprod Sci 9:31-43.

Lewis GS. 1997. Uterine health and disorders. J. dairy Sci 80:984-994.

Leblanc SJ, Duffield TF, Leslie KE and Bateman KG. 2000. Defining and diagnosing postpartum clinical endometritis and its impact on reproduction performance in dairy cows. J. Dairy Sci 85:2223-2236.

(47)

Manan D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Fakultas kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala banda Aceh.

Muklis R. 2006. Kejadian retensio secundinae pada sapi perah dan upaya penanggulangannya [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Manspeaker JE. 2009. Metritis and Endometritis. J. Dairy Integrated Reproductive Management.

Meredith MJ. 2009. Animal Breeding and Infertility. Blackwell Science Ltd.: London.

Noakes . 2004. Aspects of bacteriology and endocrinology of cows with pyometra and retained fetal placenta. Am J Vet Res 45:2251-2255.

Nazifi S, Fani Mohebbi M, Rowghani E and Behbood MR. 2008. Studies On The Relationship Between Sub-clinical Ketosis and Liver Injuries Within The First Two Months Of Lactation in High Producing Iranian Holstein Cows. J. Dairy Sci 3(1): 29-35.

Okano A and Tomizuka T. 1987. Monitoring and Comparing Follicular by Ultrasonography. J. Veterinary and Animal Sciences 20(2000):141-147. Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara: Jakarta.

Peters AR and Lamming GE. 1987. A Comparison of Plasma LH Concentration in Milked and Suckling Postpartum Cows. J. Reproduction and Fertility 62: 567-573.

Steel RGD and Torrie JH. 1999. Prinsip dan Prosedur Statistika. B Sumantri, Penerjemah: Jakarta. Gramedia.

Spigel YN. 2001. Clinical and Teraupeutic Aspect of Retained Fetal Placenta in Dairy Cows Under Intensive management. TJ. The Faculty of Veterinary Medicine for Public Criticism 20(2001):121-156.

Sheldon IM. 2005. The postpartum uterus. J. Vet. Clin. Nort Am. Food. Anim. Pract 20(3):569-591.

(48)

Widmer. 1997. Monitoring and Comparing Follicular and Luteal Fuction Between Genetically High and Low Producing Dairy Cows by Ultrasonography. J. Veterinary and Animal Sciences 23(1999):141-147.

Www. situs komunitas dokter hewan Indonesia. Efek dan Manipulasi Retensi Plasenta. [23 Mei 2007].

(49)
(50)

HASIL OUTPUT SPSS

RESPON DIAMETER CERVIKS

Descriptive Statistics

kelompok Mean Std. Deviation N Minggu1 retensio+antibiotik 7.6000 .52915 3

retensio-antibiotik 7.8533 .73759 3 normal+antibiotik 7.3600 .51118 3

Total 7.6044 .56301 9

Minggu2 retensio+antibiotik 7.2800 .56630 3 retensio-antibiotik 7.5667 .70238 3 normal+antibiotik 6.5833 .28431 3

Total 7.1433 .64461 9

Minggu3 retensio+antibiotik 6.8167 .28431 3 retensio-antibiotik 7.3333 .85049 3 normal+antibiotik 6.2367 .24705 3

Total 6.7956 .66487 9

Minggu4 retensio+antibiotik 6.5133 .27025 3 retensio-antibiotik 7.1000 .85440 3 normal+antibiotik 5.7267 .42501 3

Total 6.4467 .77592 9

Minggu5 retensio+antibiotik 6.2167 .25658 3 retensio-antibiotik 6.7333 .87369 3 normal+antibiotik 5.4333 .49329 3

Total 6.1278 .76775 9

PENGARUH WAKTU

Hipotesis :

(51)

Tests of Within-Subjects Effects

Error(waktu) Sphericity Assumed 1.590 24 .066 Greenhouse-Geisser 1.590 8.274 .192

Huynh-Feldt 1.590 13.518 .118

Lower-bound 1.590 6.000 .265

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel waktu : P value (sig) =0.00 < alfa=0.05 maka tolak H0.artinya waktu berpengaruh nyata terhadap respon yaitu diameter uterus pada taraf alfa 5%.

PENGARUH PERLAKUAN

Hipotesis :

H0 : μ1= μ2= μ3 (Semua perlakuan memberikan respon yang sama )

(52)

Tests of Between-Subjects Effects

Measure:MEASURE_1 Transformed Variable:Average

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Partial Eta Squared

Intercept 2095.241 1 2095.241 1.531E3 .000 .996

kelompok 8.344 2 4.172 3.048 .122 .504

Error 8.213 6 1.369

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel perlakuan dengan 3 kombinasi perlakuan yaitu kelompok1(retensio+antibiotic) kelompok2 (retensio-antibiotik) dan kelompok 3(normal+antibiotic).

Didapat nilai P-value(sig)=0.122 >alfa=0.05 sehingga terima H0. Artinya Semua perlakuan memberikan respon yang sama secara nyata terhadap respon diameter cerviks pada taraf alfa 5%.

PENGARUH INTERAKSI PERLAKUAN DENGAN WAKTU

Hipotesis :

(53)

Tests of Within-Subjects Effects

Measure:uterus

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Partial Eta Squared

waktu Sphericity Assumed 12.051 4 3.013 45.475 .000 .883

Greenhouse-Geisser 12.051 1.379 8.739 45.475 .000 .883

Huynh-Feldt 12.051 2.253 5.349 45.475 .000 .883

Lower-bound 12.051 1.000 12.051 45.475 .001 .883

waktu * kelompok Sphericity Assumed .781 8 .098 1.474 .218 .329 Greenhouse-Geisser .781 2.758 .283 1.474 .290 .329

Huynh-Feldt .781 4.506 .173 1.474 .263 .329

Lower-bound .781 2.000 .391 1.474 .302 .329

Error(waktu) Sphericity Assumed 1.590 24 .066 Greenhouse-Geisser 1.590 8.274 .192

Huynh-Feldt 1.590 13.518 .118

Lower-bound 1.590 6.000 .265

Dapat dilihat dari output :

Untuk interaksi yang nyata antara waktu dengan kelompok nilai

(54)

RESPON JUMLAH LEUKOSIT

Descriptive Statistics

kelompok Mean Std. Deviation N minggu1 retensio+antibiotik 8803.67 44.613 3

retensio-antibiotik 8716.67 202.073 3 normal+antibiotik 8772.00 9.539 3

Total 8764.11 110.376 9

minggu2 retensio+antibiotik 8779.00 45.924 3 retensio-antibiotik 8687.00 181.761 3 normal+antibiotik 8755.33 23.029 3

Total 8740.44 103.106 9

minggu3 retensio+antibiotik 8741.67 76.540 3 retensio-antibiotik 8640.33 216.749 3 normal+antibiotik 8690.67 34.429 3

Total 8690.89 124.223 9

minggu4 retensio+antibiotik 8695.33 95.500 3 retensio-antibiotik 8611.67 233.791 3 normal+antibiotik 8685.00 36.510 3

Total 8664.00 133.561 9

minggu5 retensio+antibiotik 8600.00 100.000 3 retensio-antibiotik 8557.00 235.026 3 normal+antibiotik 8634.67 95.553 3

Total 8597.22 140.454 9

PENGARUH WAKTU

Hipotesis :

(55)

Tests of Within-Subjects Effects

Measure:DARAH

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

minggu Sphericity Assumed 155814.444 4 38953.611 26.650 .000

Greenhouse-Geisser 155814.444 1.554 100289.852 26.650 .000 Huynh-Feldt 155814.444 2.695 57816.923 26.650 .000 Lower-bound 155814.444 1.000 155814.444 26.650 .002 minggu * kelompok Sphericity Assumed 6697.956 8 837.244 .573 .790 Greenhouse-Geisser 6697.956 3.107 2155.567 .573 .652

Huynh-Feldt 6697.956 5.390 1242.681 .573 .731

Lower-bound 6697.956 2.000 3348.978 .573 .592

Error(minggu) Sphericity Assumed 35080.000 24 1461.667 Greenhouse-Geisser 35080.000 9.322 3763.203 Huynh-Feldt 35080.000 16.170 2169.480

Lower-bound 35080.000 6.000 5846.667

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel waktu : P value (sig) =0.00 < alfa=0.05 maka tolak H0.artinya waktu berpengaruh nyata terhadap respon yaitu jumlah leukosit pada taraf alfa 5%.

PENGARUH PERLAKUAN

Hipotesis :

H0 : μ1=μ2=μ3 (Semua perlakuan memberikan respon yang sama )

(56)

Tests of Between-Subjects Effects

Measure:DARAH

Transformed Variable:Average

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Intercept 3.399E9 1 3.399E9 4.006E4 .000

kelompok 55599.600 2 27799.800 .328 .733

Error 509108.000 6 84851.333

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel perlakuan dengan 3 kombinasi perlakuan yaitu kelompok1(retensio+antibiotic) kelompok2 (retensio-antibiotik) dan kelompok 3(normal+antibiotic).

Didapat nilai P-value(sig)=0.00 >alfa=0.05 sehingga tolak H0. Artinya minimal ada satu kelompok perlakuan yang memberikan respon yang berbeda terhadap jumlah leukosit pada taraf alfa 5%.

PENGARUH INTERAKSI PERLAKUAN DENGAN WAKTU

Hipotesis :

(57)

Tests of Within-Subjects Effects

Measure:DARAH

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

minggu Sphericity Assumed 155814.444 4 38953.611 26.650 .000

Greenhouse-Geisser 155814.444 1.554 100289.852 26.650 .000 Huynh-Feldt 155814.444 2.695 57816.923 26.650 .000 Lower-bound 155814.444 1.000 155814.444 26.650 .002 minggu * kelompok Sphericity Assumed 6697.956 8 837.244 .573 .790 Greenhouse-Geisser 6697.956 3.107 2155.567 .573 .652

Huynh-Feldt 6697.956 5.390 1242.681 .573 .731

Lower-bound 6697.956 2.000 3348.978 .573 .592

Error(minggu) Sphericity Assumed 35080.000 24 1461.667 Greenhouse-Geisser 35080.000 9.322 3763.203 Huynh-Feldt 35080.000 16.170 2169.480

Lower-bound 35080.000 6.000 5846.667

Dapat dilihat dari output :

(58)
(59)

RESPON KORNUA

Descriptive Statistics

kelompok Mean Std. Deviation N

minggu1 retensio+antibiotik 6.793333E0 .3376512 3 retensio-antibiotik 7.321667E0 .3180540 3 normal+antibiotik 6.573333E0 .3025034 3

Total 6.896111E0 .4331410 9

minggu2 retensio+antibiotik 6.541667E0 .3971251 3 retensio-antibiotik 7.048333E0 .3525030 3 normal+antibiotik 6.240000E0 .2438750 3

Total 6.610000E0 .4588028 9

minggu3 retensio+antibiotik 6.228333E0 .2676440 3 retensio-antibiotik 6.791667E0 .3710907 3 normal+antibiotik 5.858333E0 .5107184 3

Total 6.292778E0 .5321778 9

minggu4 retensio+antibiotik 5.926667E0 .2112660 3 retensio-antibiotik 6.500000E0 .4358899 3 normal+antibiotik 5.616667E0 .6053580 3

Total 6.014444E0 .5485518 9

minggu5 retensio+antibiotik 5.350000E0 .0866025 3 retensio-antibiotik 6.300000E0 .4769696 3 normal+antibiotik 5.193333E0 .6237053 3

Total 5.614444E0 .6518984 9

PENGARUH WAKTU

Hipotesis :

(60)

Tests of Within-Subjects Effects

Greenhouse-Geisser 9.018 1.510 5.972 81.600 .000

Huynh-Feldt 9.018 2.581 3.494 81.600 .000

Error(minggu) Sphericity Assumed .663 24 .028

Greenhouse-Geisser .663 9.060 .073

Huynh-Feldt .663 15.487 .043

Lower-bound .663 6.000 .111

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel waktu : P value (sig) =0.00 < alfa=0.05 maka tolak H0.artinya waktu berpengaruh nyata terhadap respon yaitu rataan kornua pada taraf alfa 5%.

PENGARUH PERLAKUAN

Hipotesis :

H0 : μ1=μ2=μ3 (Semua perlakuan memberikan respon yang sama )

(61)

Tests of Between-Subjects Effects

Measure:Kornua

Transformed Variable:Average

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Intercept 1777.869 1 1777.869 2.651E3 .000

kelompok 6.332 2 3.166 4.721 .059

Error 4.024 6 .671

Dapat dilihat dari output :

Untuk variabel perlakuan dengan 3 kombinasi perlakuan yaitu kelompok1(retensio+antibiotic) kelompok2 (retensio-antibiotik) dan kelompok 3(normal+antibiotic).

Didapat nilai P-value(sig)=0.059>alfa=0.05 sehingga terima H0. Artinya ketiga kombinasi perlakuan memberikan respon yang sama terhadap rataan kornua pada taraf alfa 5%.

PENGARUH INTERAKSI PERLAKUAN DENGAN WAKTU

Hipotesis :

(62)

Tests of Within-Subjects Effects

Measure:Kornua

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

minggu Sphericity Assumed 9.018 4 2.254 81.600 .000

Greenhouse-Geisser 9.018 1.510 5.972 81.600 .000

Huynh-Feldt 9.018 2.581 3.494 81.600 .000

Lower-bound 9.018 1.000 9.018 81.600 .000

minggu * kelompok Sphericity Assumed .239 8 .030 1.080 .409

Greenhouse-Geisser .239 3.020 .079 1.080 .406

Huynh-Feldt .239 5.162 .046 1.080 .410

Lower-bound .239 2.000 .119 1.080 .397

Error(minggu) Sphericity Assumed .663 24 .028

Greenhouse-Geisser .663 9.060 .073

Huynh-Feldt .663 15.487 .043

Lower-bound .663 6.000 .111

Dapat dilihat dari output :

(63)
(64)
(65)
(66)

RENI NOVIA. USG Image of Cows Uterine Involution with Retained Fetal Placenta which is Treated using Sulfadiazine dan Trimethoprim in Bolus. Supervised by LIGAYA ITA TUMBELAKA and AMROZI.

The effect of retained fetal placenta on uterine involution was observed in 9 Holteins cows under dairy farm conditions which were divided into 3 groups (3 cows/group). Group RP+B is cows with retained fetal placenta which was treated using bolus antibiotics, group RP-B is cows with retained fetal placenta which was not treated using antibiotics and group N+B is normal parturition cows which obtained same treatment with group RP+B. The current study was conducted to observe the USG image of uterus involution to record cervic and cornua uterus diameters by ultrasonography in cows in those three groups. In addition, the total number of leukocytes was also observed in 9 Holteins cows. The result of this research showed that bolus was not significant to the decline of cervic uterus diameter, cornua uterus diameter and total number of leukocytes (p>0.05). In contrast, period showed significant influence (p<0.05). USG image of cervic and cornua uterus and its diameter showed that in Group N+B needs five weeks until the cows were getting estrus with the diameter of cervic 5.43±0.49 cm and cornua uterus reached diameters 5.19±0.61 cm. Both group RP+B and group RP-B need 8 weeks with the diameter of cervic 5.12±0.13 cm and cornua 4.23±0.34 cm, cervic 5.83±1.04 cm and cornua 5.50±0.62 cm respectively. The total number of leukocytes of Group N+B which become estrus in five weeks is 6248.67±220.15 whereas group RP+B and group RP-B need 8 weeks with the total number of leukocytes is 6216.67±76.38, 6966.67±663.95 respectively. In conclusion, bolus is not significant to the decline of uterus diameter and total number of leukocytes in cows with retained fetal placenta until the 5th week of observation. However, they have smaller uterus and less number of leukocytes than cows with retained fetal placenta which was not treated using bolus antibiotics.

(67)

RENI NOVIA. Gambaran Involusi Uterus Pada Sapi yang Mengalami Retensi Plasenta dan Diterapi dengan Bolus Sulfadiazine dan Trimethoprim.Dibimbing oleh LIGAYA ITA TUMBELAKA dan AMROZI.

Retensi plasenta merupakan salah satu gangguan reproduksi post partus yang dapat mengakibatkan penurunan penampilan produksi dan kerugian ekonomi pada peternak. Salah satu dampak retensi plasenta adalah menghambat proses involusi uterus sehingga Servis Per Conception (S/C) meningkat, days open dan calving interval menjadi lebih panjang. Kejadian retensi plasenta yang terjadi di beberapa peternakan di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan gangguan reproduksi post

partus lainnya. Penggunaan antibiotika dalam bentuk bolus umum digunakan untuk

terapi pencegahan infeksi bakteri pada kejadian retensi plasenta post partus di beberapa peternakan di Indonesia, akan tetapi belum pernah dilaporkan bagaimana gambaran proses involusi uterus sapi yang diterapi antibiotika tersebut menggunakan ultrasonografi (USG).

(68)

penelitian diketahui sapi kelompok N+B menunjukan gejala estrus kembali disaat diameter cervix uterus mencapai ukuran 5,43±0,49 cm dan kornua uterusnya 5,19±0,61 cm di minggu ke-5 pengamatan, sedangkan pada minggu pengamatan tersebut secara berturut-turut kelompok RP+B diameter cervix uterus dan kornua uterusnya baru mencapai 6,21±0,46 cm dan 5,35±0,33 cm, kelompok RP-B: 6,73±0,87 cm dan 6,30±0,53 cm dan belum menunjukkan gejala estrus. Gejala estrus pada kelompok RP+B dan RP-B baru terlihat pada minggu ke-8 pengamatan pada saat diameter cervix uterus sebesar 5,12±0,13 cm dan kornua uterusnya 4,23±0,34 cm, cervix uterus 5,83±1,04 cm dan kornua uterusnya 5,50±0,62 secara berurutan.

Selain pengamatan dengan menggunakan USG, dilakukan juga pemeriksaan terhadap total leukosit darah. Dari hasil penelitian diketahui, penurunan diameter cervix uterus dan kornua uterus diikuti dengan penurunan jumlah total leukosit darah. Bolus yang diberikan juga tidakberpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah total leukosit (p>0.05), akan tetapi waktu involusi uterus berpengaruh nyata (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim pada sapi perah betina yang mengalami retensi plasenta tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ukuran cervix uterus, kornua uterus dan penurunan total jumlah leukosit (p<0,05) sampai 5 minggu pengamatan, akan tetapi ukuran diameter cervix uterus dan kornua uterusnya lebih kecil jika dibandingkan dengan sapi yang mengalami retensi plasenta tanpa pemberian bolus pada saat estrus kembali.

(69)

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala yang mengakibatkan produktifitas sapi perah masih rendah. Dari tahun ketahun produksi susu nasional selalu tidak mampu mengimbangi permintaan konsumen susu. Saat ini produksi susu nasional baru mampu mencukupi 26% dari total kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306 juta ton per tahun sementara produksi dalam negeri baru mencapai 342 ribu ton per tahun. Untuk mencukupi kekurangan tersebut maka pemerintah berupaya mendatangkan susu impor dari luar negeri diantaranya dari Eropa dan Australia. Hal inilah yang membuat permintaan pasar akan susu masih terbuka luas baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat maupun skala industri (Dirjennak 2010), karena itu perlu adanya peningkatan produktifitas sapi perah.

Efisiensi reproduksi merupakan komponen penting untuk menentukan keberhasilan reproduksi pada sapi perah. Efisiensi reproduksi yang dimaksud adalah meningkatkan hasil usaha dengan cara optimalisasi kemampuan produksi dan reproduksi ternak, sehingga meningkatkan kesejahteraan peternak. Akan tetapi beberapa gangguan reproduksi setelah melahirkan dan pada masa laktasi sering menimbulkan permasalahan sehingga terjadi inefisiensi reproduksi.

Retensi plasenta merupakan salah satu gangguan reproduksi setelah melahirkan yang paling sering dikeluhkan oleh peternak. Retensi plasenta adalah suatu kondisi terhambatnya pengeluaran plasenta lebih dari 12 jam setelah melahirkan pada sapi perah (Ahmed et al. 2009). Retensi plasenta dapat mengakibatkan penurunan reproduksi sehingga servis per conception meningkat,

days open dan calving interval menjadi lebih panjang, oleh karenanya dapat

(70)

Selaput Fetus dan Plasenta

Selaput fetus merupakan selaput pelindung fetus, sarana pengangkut makanan dari induk ke fetus, sarana penampung sisa metabolisme dan tempat sekresi enzim dan hormon untuk mempertahankan kebuntingan.Selaput fetus terbentuk dari tropoblast yang pada periode embrio berubah secara morfologi menjadi amnion, khorion dan allantois yang membentuk kantung khorio-allantois dan kuning telur dimana pertumbuhannya kemudian terhenti setelah amnion dan allantois terbentuk seluruhnya (Manspeaker 2009).

Plasenta merupakan tenunan tubuh embrio dan induk yang terjalin pada waktu pertumbuhan embrio untuk kebutuhan penyaluran makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk.Dengan demikian plasenta terbagi dua yaitu plasenta fetus (khorio-allantois) yang merupakan bagian dari selaput fetus dan plasenta induk (Doek Kim et al. 2005).Tenunan plasenta terbentuk karena sel epitel karunkula melarutkan sel epitel tropoblast yang masuk ke celah vilinya sehingga terjadi pertautan erat (Manspeaker 2009).

(71)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 sampai Juli 2010 di kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Tapos Ciawi Kabupaten Bogor. Analisa total leukosit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Hewan Percobaan

Sebanyak 9 ekor sapi betina Frisian Holstein (FH) dara post partusdengan kondisi sehat fisik, body condition score 3 dengan kisaran 2-5 dan partus periode pertamadigunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut ditempatkan dalam kandang yang sama dan diberikan pakan (hijauan dan konsentrat) dan air ad libitum dalam jumlah, jenis dan waktu yang sama pula.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah lubrican (KY jelli), darah sapi segar, Giemsa 10%, metanol, alkohol 70%, minyak emersi, bolus antibiotika yang berisi sulfadiazine 100 mg dan trimethoprim 200 mg. Alat yang digunakan adalah USG (SIUI tipe CTS- 7700V, SIUI Co. Ltd. China) dengan linear probe 7 MHz dan printer (SONY, UP-895 MD), spuit semi otomatis 10 cc, venoject dan vacutainer needle 5cc (EDTAK₃, three fingers,USA), cold box, standing gel, box slides, gelas objek, pinset anatomis, mikroskop Olimpus CH20, counter, label kertas, kapas, sarung tangan plastik (Europlek®, Divasa Farmativa, S. A.).

Prosedur Penelitian

(72)

Diameter Cervix Uterus dan Kornua Uterus

Involusi uterus sangat bergantung pada kontraksi miometrium, eliminasi bakteri dan regenerasi dari endometrium, ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Kontraksi miometrium sangat diperlukan untuk mengeluarkan cairan lochia dari uterus, dan tentunya hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kerja hormon prostaglandin post partus karena hormon tersebut dapat meningkatkan kontraksi uterus sehingga cairan lochia dapat dikeluarkan (Arthur 1996). Eliminasi bakteri dan regenerasi endometrium sangat berkaitan dengan kesempurnaan pengeluaran cairan lochia karena cairan tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangan bakteri post partus seperti Escherichia coli, Fusobacterium

necrophorum, Corynebacterium pyogenese, Archanobacterium pyogenes,

Staphylococcus aureus sehingga menghambat proses persembuhan luka post partus

dan regenerasi endometrium (Kognisson 2001). Penelitian Yeon Lee dan Kim (2006), plasenta sapi yang menggantung di luar vulva lebih dari 24 jam pada kejadian retensi plasenta, akan membuat bakteri lingkungan mudah masuk kedalam uterus, sehingga apabila tidak diberikan bolus antibiotika maka persembuhan luka akan menjadi lebih lama dan dapat memperpanjang masa involusi uterus. Pemberian bolus antibiotika yang mengandung sulfadiazine dan trimethoprim post partus seringkali digunakan sebagai terapi pencegahan terhadap infeksi bakteri, sehingga membantu persembuhan luka dan diharapkan panjangnya waktu involusi uterus mengikuti waktu normalnya.

(73)

Pemberian bolus sulfadiazine dan trimethoprim pada sapi perah betina yang mengalami retensi plasenta tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ukuran diameter uterus dan penurunan jumlah total leukosit (p<0,05) sampai 5 minggu pengamatan, akan tetapi ukuran uterusnya lebih kecil dan jumlah total leukositnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sapi yang mengalami retensi plasenta tanpa pemberian bolus pada saat estrus kembali.

SARAN

Gambar

Gambar 1. Kejadian retensi plasenta pada sapi perah
Gambar 2. Organ reproduksi sapi betina (Hajurka 2004)
Gambar 4. Grafik pengukuran diameter uterus, A (cervix) dan B (kornua) pada ketiga
Gambar 5. Potongan melintang gambaran ultrasonografi cervix uterus pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Moreover, to fully comprehend the character, the writer limits the indicator and theory uses to analyze Malala Yousafzai, the writer uses Circle of Courage to guide her

Kelembagaan petani mempunyai rekaman keluhan/ keberatan, penanganan keluhan / keberatan, dan pelaporan (jika Mekanisme penyelesaian perselisihan harus dibuat lewat

Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan partisipasi ibu dalam pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di desa Maguwoharjo,

Terkait dengan hal tersebut Rencana Kerja (RENJA) Badan Keuangan Daerah ini menyajikan dasar pengukuran kinerja kegiatan dan Pengukuran Kinerja Sasaran dari hasil apa

kepada siswa sebagai acuan, (c) Guru membimbing praktek, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik pada siswa; (3) Penutup meliputi: (a) Guru memberikan tes

1) Pemahaman materi bahasa Inggris pada mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar masih tergolong kurang. Hal ini tercermin dari hasil nilai UTS

Pembagian tupoksi dilakukan dalam rangka membagi kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen kawasan lindung. Sehingga, salah satu strategi dan arahan dalam

Terdapat 11 atribut kebutuhan yang termasuk kedalam kategori Must be, yaitu kapasitas bandwidth yang memadai pada website Guteninc, adanya layanan komplain bagi