• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Interpretasi Nasional

Prinsip & Kriteria RSPO

untuk Produksi Minyak Sawit

Berkelanjutan

Untuk Petani Kelapa Sawit Swadaya

Republik Indonesia

Mei 2010

(2)

Kata Pengantar

Indonesian Smallholder Working Group, disingkat INA-SWG dibentuk pada 18 Januari 2007,

beranggotakan para pemangku kepentingan yang terlibat dan/atau memiliki keterkaitan

dengan petani kelapa sawit, termasuk sejumlah petani kemitraan maupun petani swadaya.

INA-SWG dibentuk dengan tujuan untuk menyusun dan menguji coba Interpretasi Nasional

RSPO Principles & Criteria (P&C) untuk petani kelapa sawit Indonesia, yang tanpa dokumen

tersebut tidak mungkin dilakukan sertifikasi petani sebagai produsen sustainable palm oil.

INA-SWG telah menyusun Draft Prinsip dan Kriteria untuk petani kelapa sawit Indonesia,

untuk petani kemitraan maupun swadaya pada Mei 2007 dari draft yang dibuat oleh Komisi

Minyak Sawit Indonesia. Dokumen disusun berdasarkan P&C RSPO generik. Penyusunan

interpretasi nasional dilakukan dengan memperhatikan perundangan dan regulasi yang

berlaku di Indonesia, karakteristik petani kemitraan maupun petani swadaya dan dampak

sosial yang mungkin terjadi sewaktu digunakan. Draft ini telah disempurnakan melalui lima

kali pertemuan langsung INA-SWG dari 7 Mei dan 29 Juni 2007 dan dilengkapi dengan

indikator pada pertemuan tanggal 7 – 8 Agustus 2007. Draft yang telah disempurnakan

tersebut diuji coba di perkebunan petani kemitraan dan swadaya di propinsi Riau, Sumatera

Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Draft dimodifikasi berdasarkan hasil uji

coba di lapangan dan diikuti dengan konsultasi publik pada 12 November 2007. Draft kembali

disempurnakan berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh dari konsultasi publik dan

menghasilkan Draft akhir yang dikirimkan ke RSPO untuk persetujuan.

Untuk mempercepat persetujuan dan mendukung usaha persiapan petani kemitraan menuju

sertifikasi, sebuah pertemuan panitia pengarah, Steering Group Task Force on Smallholder

(SG-TFS), diadakan pada tanggal 23-25 April 2009, dihadiri oleh wakil-wakil dari INA-SWG,

Malaysian Working Group (MY-SWG), dan Papua New Guinea (PNG-SWG) untuk membahas

harmonisasi Interpretasi Nasional dengan Generic Guidance on Smallholder (Panduan

Generik untuk Petani). Sebelum pertemuan tersebut, Dewan Eksekutif RSPO telah menunjuk

ProForest untuk mempelajari semua Interpretasi Nasional dari Indonesia, Malaysia dan Papua

Nugini, dan membandingkannya dengan draft 3 Generic Guidance on Smallholder (Panduan

Generik untuk Petani), yang hasilnya kemudian dibahas dalam pertemuan. Hasil dari

pertemuan tersebut adalah draft 4 Generic Guidance on Smallholder (Panduan Generik untuk

Petani). Tidak seperti draft 3, draft 4 ini difokuskan pada petani kemitraan. Sedangkan

panduan generik untuk petani swadaya akan disusun secara terpisah.

INA-SWG mengadakan pertemuan untuk mengharmonisasi draft interpretasi nasional dengan

Panduan Generik untuk Petani Kemitraan berdasarkan hasil dari pertemuan SG-TFS.

Konsultasi publik untuk dokumen hasil revisi dilaksanakan dari Mei hingga Juni 2009.

INA-SWG juga melaksanakan audit uji coba pada petani skema PT Hindoli di bulan Juli 2009.

Setelah memasukan komentar-komentar dari konsultasi publik dan audit uji coba, INA-NI

untuk petani kemitraan kemudian diajukan kepada Dewan Eksekutif RSPO untuk persetujuan.

Dokumen tersebut kemudian disetujui pada Desember 2009.

Untuk petani swadaya, penyelesaian interpretasi nasional prinsip dan kriteria dimulai dengan

penyempurnaan draft akhir melalui tiga kali pertemuan fisik INA-SWG dan dua kali konsultasi

(3)

publik yang berlangsung pada Januari – April 2010. Draft Akhir Prinsip dan Kriteria untuk

petani swadaya disempurnakan lagi melalui proses harmonisasi dengan RSPO Principles and

Criteria for Sustainable Palm Oil Production (Including Indicators and Guidance, October

2007) dan dengan RSPO Principles and Criteria for Sustainable Palm Oil Production,

Guidance for Independent Smallholders (Consultation Draft) 15 Maret 2010. Final draft ini

akan diposting di website RSPO untuk konsultasi publik.

INA-SWG mengundang Bapak/Ibu untuk menyampaikan komentar terhadap draft dokumen

ini. Komentar dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Masa

pemberian komentar adalah mulai 14 Mei hingga 13 Juli 2010. Komentar yang masuk pada

masa tersebut akan dibahas sebagai masukan untuk perubahan dokumen pada pertemuan

INA-SWG selanjutnya, dan akhirnya dokumen final dikirimkan kepada Dewan Eksekutif RSPO

untuk mendapatkan persetujuan..

Mohon komentar dikirimkan kepada alamat-alamat e-mail berikut secara bersamaan:

asrillintau@yahoo.com

norman@sawitwatch.or.id

suhandri@wwf.or.id

ayu@rspo.org

Atas perhatian dan partisipasinya, kami mengucapkan banyak terima kasih.

(4)

Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 1.1.Pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan. 1. Permintaan informasi dan pemberian tanggapan kepada stakeholder tercatat dan disimpan dengan masa simpan sesuai peraturan yang berlaku dan kepentingannya. Petani memberikan respon secara konstruktif terhadap permintaan informasi dari pemangku kepentingan lainnya. Lihat kriteria 1.2 terkait dengan dokumen yang perlu tersedia untuk publik. Lihat juga kriteria 6.2 terkait dengan konsultasi Kelembagaan petani menyediakan formulir standar untuk kegiatan pencatatan dan atau pelaporan dari para anggotanya. Kriteria 1.2 Dokumen

perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. 1. Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup dokumen sesuai peraturan nasional yang berlaku yaitu: Legal: Surat keterangan kepemilikan tanah berupa surat keterangan tanah lainnya yang disyahkan oleh instansi berwenang dan sepanjang tidak ada sengketa. Sosial: kelembagaan petani memiliki dokumen aktivitas organisasi dan 1. Lingkungan : Kelembagaan petani memiliki rekaman identifikasi dampak dan rencana upaya pengelolaan. Informasi yang diberikan termasuk, namun tidak terbatas pada: keterangan identitas, domisili pemilik, luas areal, jenis tanaman, asal benih, produktivitas, lokasi kebun serta informasi yang berkaitan dengan isu legal, lingkungan dan sosial

Petani swadaya yang mempunyai luas < 25 ha harus mempunyai Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan sesudah petunjuk pelaksanaan peraturan tersebut diterbitkan. Petani swadaya didorong untuk memiliki surat keterangan

(5)

Kriteria

Indikator Panduan

Major Minor

sosial. kepemilikan tanah

berupa sertifikat (upaya ke arah

sertifikasi kepemilikan tanah) atau surat keterangan

kepemilikan tanah adat / tradisional sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila petani swadaya tidak memiliki sertifikat, maka surat keterangan tanah lainnya yang disyahkan oleh instansi berwenang dapat digunakan sepanjang tidak ada keberatan yang didukung hukum dari pihak lain, dan tidak tumpang tindih dengan kawasan lindung dan kawasan hutan.

Pihak yang dapat menyatakan suatu kepemilikan tanah tidak ada sengketa adalah pemerintah dengan melibatkan tokoh adat setempat.

(6)

Prinsip 2 : Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 2.1. Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi. 1. Bukti kepatuhan terhadap peraturan-peraturan penting yang relevan dan terkait dengan perkebunan kelapa sawit. 2. Bukti adanya usaha kelembagaan petani untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan peraturan 1. Kelembagaan petani memiliki mekanisme untuk menjamin bahwa hukum dan peraturan di-implementasikan

Petani mengetahui dan mematuhi hukum penting yang relevan dan terkait dengan kegiatan perkebunan kelapa sawit

Kelembagaan petani memberikan informasi peraturan hukum penting dan relevan yang sudah berlaku dan memiliki petunjuk pemberlakuan.

Untuk kebun yang sudah dibangun (existing), dapat diberlakukan

perkecualian yaitu jika pelaksanaan peraturan dapat menyebabkan dampak sosial yang besar (konflik) dan kondisi dimana lahan petani terbatas. Jika pada saat replanting dampak sosial masih terjadi maka

perkecualian masih dapat diberlakukan. Kriteria 2.2. Hak untuk

menguasai dan menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan. 1. Petani dapat menunjukan surat keterangan kepemilikan tanah atau hak penggunaan lahan 1. Rekaman upaya penyelesaian keberatan dengan pihak lain, jika ada 2. Bukti bahwa

batas kepemilikan lahan ditandai secara jelas dan dipelihara

Informasi mengenai status tanah yang disampaikan adalah status tanah saat ini atau yang sedang dalam tahap pengurusan.

Surat keterangan kepemilikan tanah tidak tumpang tindih dengan kawasan lindung (kawasan konservasi dan hutan lindung) dan status kawasan hutan dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten, serta tidak tumpang tindih

(7)

Kriteria

Indikator Panduan

Major Minor

dengan hak orang lain.

Pemerintah (dalam hal ini BPN atau Badan Planologi Kehutanan) harus menfasilitasi mekanisme pendataan dan pemetaan tanah kepemilikan /hak masyarakat adat sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jika petani swadaya tidak memiliki sertifikat,maka surat keterangan tanah lainnya dari instansi yang berwenang atau keterangan asal usul lahan yang didukung oleh bukti otentik adalah memadai sepanjang tidak ada sengketa.

Kelembagaan petani membantu

anggotanya dalam hal administrasi surat menyurat terkait pengurusan legalitas kepemilikan lahan. Mengingat pemberlakuan tata ruang nasional pada tahun 2010, maka implikasi

pemberlakuan tata ruang bagi petani akan berlaku semenjak 2010. Kriteria 2.3.

Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradisional pengguna

1. Jika lahan berdasarkan hak legal dan hak tradisional telah diambil alih, tersedia catatan proses

Jika dalam lahan terdapat suatu hak legal atau hak

tradisional maka pihak petani harus dapat memperlihatkan bahwa hak-hak ini

(8)

Kriteria

Indikator Panduan

Major Minor

lain tanpa

persetujuan terlebih dahulu dari mereka.

dan atau kesepakatan negosiasi antara pemilik hak tradisional dan petani yang dilengkapi peta lokasi dalam skala yang sesuai, sekurang-kurangnya denah lokasi

dipahami, dan tidak terancam atau dikurangi. Kriteria ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6.

Jika daerah hak tradisional ini tidak jelas, maka

penentuannya paling baik dilakukan melalui kegiatan pemetaan bersama yang melibatkan masyarakat yang terkena dampak maupun masyarakat sekitar. Kriteria ini memungkinkan adanya penjualan dan penjanjian imbalan berdasarkan negosiasi untuk memberikan kompensasi terhadap kehilangan

keuntungan dan atau hak yang dilepaskan. Perjanjian yang dinegosiasikan harus dilakukan tanpa paksaan dan dibuat sebelum investasi baru atau operasi dilakukan dan didasarkan atas kesepakatan yang terbuka atas semua informasi terkait dalam bentuk dan bahasa yang sesuai. Waktu yang memadai harus diberikan bagi pengambilan

keputusan secara adat dan dapat dilakukan negosiasi berulang-ulang, jika diminta. Perjanjian yang telah dinegosiasi harus dapat mengikat semua

(9)

Kriteria

Indikator Panduan

Major Minor

pihak terkait, dan dapat dijadikan alat bukti dalam proses pengadilan.

Menetapkan kepastian dalam negosiasi lahan merupakan suatu keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait.

(10)

Prinsip 3 : Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan

jangka panjang

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 3.1. Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. 1. Tersedia dokumen rencana kerja operasional penting, minimal 1 tahun 1. Tersedia rencana persiapan menghadapi peremajaan tanaman

Petani harus mengetahui atau mendapatkan informasi dari kelembagaan petani tentang: prediksi produksi kebun akses kepada informasi teknologi baru dan informasi pasar/harga faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi Pembinaan petani: Petani mendapat pembinaan dari instansi pemerintah terkait, petugas penyuluh lapangan, kelembagaan petani, pabrik yang membeli TBS mereka, supplier atau organisasi lain seperti LSM

Petani difasilitasi oleh pemerintah untuk keberlanjutan usahanya

Kelembagaan petani dan petugas penyuluh lapangan harus membantu

penyebaran informasi dan teknologi baru dalam mendukung peningkatan produktivitas

Petani swadaya dapat menggunakan Buku Pedoman Teknis Budidaya Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian sebagai dokumen rencana kerja operasional.

(11)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Rencana persiapan menghadapi, peremajaaan tanaman dapat mencakup dana peremajaan dan atau rencana teknis

Instansi terkait adalah dinas yang membidangi perkebunan baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota dan disesuaikan dengan objek urusan.

(12)

Prinsip 4 : Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan

pabrik

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 4.1. Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. 1. Tersedia manual GAP kegiatan penting (penggunaan bibit unggul, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), pemupukan, sistem panen) 1. Tersedia bukti hasil kegiatan penting tersebut Petani swadaya melaksanakan GAP sesuai dengan Pedoman Teknis Budidaya Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan

Departemen Pertanian Republik Indonesia yang mencakup namun tidak terbatas pada: kesuburan tanah, teknik mempertahankan kesuburan tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dan degradasi tanah (rorak, terassering, tapak kuda), faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas air (penanaman

dipinggir sungai dan lereng,

pemupukan, aplikasi pestisida),

upaya menghindari pencemaran air oleh pestisida dan pupuk, konsep dan

Pengelolaan Hama Terpadu

(penggunaan musuh alami),

pestisida yang boleh digunakan menurut peraturan yang berlaku, cara aplikasi pestisida yang aman, cara menyimpan pestisida dan membuang sisa dan wadahnya secara aman.

(13)

Kriteria

Indikator

Panduan

Major Minor

Sebagian besar petani swadaya

menggunakan bibit tidak unggul yang sebetulnya bertentangan dengan ketentuan pemerintah mengenai perbenihan. Petani diberikan kesempatan

memperbaiki hal ini sampai saat replanting Kriteria 4.2. Praktek-praktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah, sampai pada tingkat yang memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman aplikasi pemupukan 2. Kelembagaan petani memiliki rekaman produktivitas 1 tahun terakhir Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual GAP (lihat juga kriteria 4.1).

Penggunaan pupuk organik, jika tersedia dapat digunakan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Kelembagaan petani dianjurkan untuk menguji kualitas saprodi yang mereka terima sebelum disalurkan kepada petani anggotanya. Dalam hal ini, kelembagaan petani berkonsultasi dengan pabrik yang membeli TBS mereka mengenai kualitas saprodi. Pabrik yang membeli TBS petani sebaiknya membantu memfasilitasi petani mitranya untuk mendapatkan saprodi yang berkualitas.agar dapat melakukan pencatatan sederhana mengenai kegiatan perkebunannya. Dosis pemupukan untuk petani swadaya disarankan mengikuti dosis geografis yang

(14)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor ditentukan oleh instansi terkait Kriteria 4.3. Praktek-praktek meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah 1. Bukti pembuatan terassering dan upaya konservasi lainnya pada daerah curam sebelum atau pada saat replanting 2. Bukti penggunaan tanaman penutup tanah untuk TBM 3. Bukti pembuatan drainase di daerah gambut dan areal rendahan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1). Petani melakukan upaya untuk mencegah erosi di pingiran sungai di daerah perkebunan mereka (misal membuat benteng). Tanaman penutup tanah tidak terbatas pada legume cover crops. Di kelembagaan petani terdapat program pemeliharaan jalan. Pembuatan drainase bertujuan untuk mempertahankan water table. Kriteria 4.4 Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman penggunaan pestisida dan pemupukan 1. Bukti upaya pencegahan erosi dan menjaga sumber air alamiah Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1). Kriteria 4.5. Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai. 1. Laporan hasil pengamatan dan pengendalian hama dan penyakit 1. Petani dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai PHT dan mampu melaksanakannya . Petani melaksanakan praktik sesuai dengan GAP budidaya perkebunan kelapa sawit. Kelembagaan petani melaksanakan pelatihan PHT kepada anggota kelompoknya.

(15)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 4.6. Agrokimia digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan propilaktik (pencegahan) dari pada pestisida, kecuali dalam kondisi khusus sebagaimana dimuat dalam panduan praktk terbaik Apabila agrokimia yang digunakan tergolong sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm atau Konvensi Rotterdam, maka perkebunan secara aktif mencari alternatif dan proses ini dokumentasikan. 1. Kelembagaan petani melaksanakan pelatihan praktik penggunakan agrokimia secara umum. 1. Bukti penggunaan agrokimia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian 2. Bukti penggunaan agrokimia sesuai dengan target spesies, dosis, cara dan waktu penggunaannya 3. Bukti pelaksanaan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam aplikasi agrokimia 4. Bukti penyimpanan pestisida dan pemusnahan bekas wadah pestisida sesuai dengan peraturan yang berlaku 5. Rekaman pengobatan bagi aplikator pestisida, jika terjadi kasus keracunan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1).

Lembaga pengumpul limbah B3 belum tersedia di setiap propinsi di Indonesia, maka indikator minor 4 belum dapat diterapkan secara penuh. Kriteria 4.7. Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif. 1. Kelembagaan petani memiliki kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja 2. Bukti telah mendapat pelatihan mengenai praktek kerja yang aman dan tindakan-tindakan darurat, prosedur dan penanganan bila 1. Kelembagaan petani memiliki dokumen hasil analisis resiko dari tahapan kerja

Petani mendapatkan pelatihan dari: Instansi pemerintah terkait kelembagaan petani, pekebun atau pengolah yang membeli TBS mereka LSM

(16)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor terjadi kecelakaan Kriteria 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor harus terlatih secara memadai. 1. Kelembagaan petani memiliki program dan realisasi pelatihan bagi petani Petani dapat menunjukan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan mengenai pekerjaan yang dilakukan Pekerja pada perkebunan kecil (perkebunan rakyat) memerlukan pelatihan dan peningkatan keahlian yang cukup yang dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan dari: pekebun atau pengolah yang membeli TBS mereka, organisasi petani atau melalui kerja sama dengan lembaga dan organisasi lain. Pencatatan dan

dokumentasi pelatihan bagi petani tidak diharuskan, tetapi setiap pekerja di perkebunan harus mendapatkan

pelatihan yang cukup untuk operasional kerja yang dilakukan Petani swadaya difasilitasi oleh instansi pemerintah yang terkait dan organisasi petani .

(17)

Prinsip 5 : Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam

dan keanekaragaman hayati

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 5.1 Aspek manajemen perkebunan dan pabrik, termasuk replanting yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/mencega h dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu. 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman identifikasi dampak pengelolaan lingkungan 2. Terdapat rencana penyesuaian praktik di perkebunan petani sesuai dengan hasil identifikasi Petani bersama kelembagaan petani melakukan identifikasi dampak lingkungan dengan melakukan pengisian formulir isian yang dibuat oleh Pokja STF Indonesia (Appendix 1)

Petani diharapkan mengetahui dampak negatif dari kegiatan mereka dan mengetahui cara meminimalkannya dan melaksanakannya (terutama: pembersihan lahan, pemupukan, aplikasi pestisida, erosi pinggiran sungai) Petani swadaya diharapkan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dampak lingkungan melalui penyuluhan dari instansi pemerintah yang berwenang yang dilakukan secara periodik. Kriteria 5.2. Status spesies-spesies

langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam

perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajamen dan atau kelembagaan petani. 1. Petani mampu menyebutkan nama spesies yang dilindungi daerah setempat. 2. Petani dapat menjelaskan prosedur mengatasi konflik dengan spesies yang dilindungi. 1. Jika terdapat spesies yang dilindungi dalam perkebunan, maka perlu ada petugas dalam kelembagaan petani untuk membina anggotanya dalam mengelola spesies yang dilindungi tersebut Informasi tentang spesies yang dilindungi dan habitat

berkonservasi tinggi dapat diperoleh dari organisasi petani dan instansi pemerintah terkait seperti Dinas Perkebunan/Penyuluh, BKSDA

Informasi tentang spesies yang dilindungi dan cara mengatasi konflik dapat diperoleh dari instansi pemerintah terkait seperti Dinas

(18)

Kriteria

Indikator

Panduan

Major Minor

Perkebunan / Penyuluh, BKSDA dan LSM yang berkompeten

Kriteria 5.3. Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai

kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabka n secara lingkungan dan sosial 1. Petani dapat menerangkan cara penanganan limbah agrokimia dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada dikemasan. 2. Petani dapat menerangkan dan menunjukkan bukti bahwa point 1 telah dilaksanakan 1. Kelembagaan petani menyimpan rekaman pengaduan masyarakat berkenaan dengan penanganan limbah dan cara penyelesaian-nya (jika ada).

Pengelolaan limbah dan rencana

pembuangan limbah harus meliputi langkah-langkah untuk:

Mengidentifikasi dan memantau sumber limbah dan polusi. Memanfaatkan limbah, mendaur ulang limbah sebagai nutrisi atau mengubahnya menjadi produk dengan nilai tambah (misalnya lewat program pembuatan pakan ternak). Pembuangan limbah agrokimia berbahaya dan wadahnya yang tepat. Kelebihan wadah agrokimia harus

dibuang atau dibersihkan dengan cara yang bertanggung jawab secara

lingkungan dan sosial (misalnya

mengembalikan ke penjual atau

melakukan pencucian tiga tahap), sehingga tidak timbul resiko kontaminasi terhadap sumber air atau kesehatan manusia. Petunjuk pembuangan sebagaimana tertera pada label wadah harus dijadikan acuan Kriteria 5.4. Efisiensi

penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan.

Kriteria ini belum diberlakukan untuk petani

Kriteria 5.5 Penggunaan api untuk pemusnahan limbah dan untuk penyiapan lahan, guna penanaman kembali 1. Pada saat replanting, petani dapat membuktikan tidak 1. Kelembagaan petani memiliki sarana dan prasaran sederhana

Penggunaan api hanya dibolehkan jika penilaian menunjukkan bahwa metode itulah yang paling efektif dan

(19)

Kriteria

Indikator

Panduan

Major Minor

dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana

tercantum dalam kebijakan tanpa-bakar ASEAN atau panduan lokal serupa. menggunaka n api dalam penyiapan lahannya dan pemusnahan limbah, kecuali untuk membasmi hama penyakit dan harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari dinas teknis terkait. 2. Petani mengetahui prosedur Tanggap Darurat untuk kebakaran lahan penanggulanga n kebakaran lahan.

merupakan pilihan yang paling sedikit

menimbulkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan, dan untuk meminimalkan eksplosi hama dan penyakit, dengan disertai bukti-bukti adanya

pengontrolan yang cermat terhadap pembakaran.

Pembakaran di lahan gambut harus dihindari Sehubungan dengan indikator 1, kelembagaan mengarahkan petani untuk mendapatkan rekomendasi dari dinas teknis terkait untuk pembersihan lahan atau penanganan hama penyakit dengan membakar. Direktorat Jenderal Perkebunan menyediakan buku Panduan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar yang dapat dijadikan alat bantu untuk menerapkan kriteria ini.

Kriteria 5.6. Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, disusun, diimplementasikan dan dimonitor.

Kriteria ini belum diberlakukan untuk petani swadaya.

(20)

Prinsip 6 : Tanggung Jawab kepada pekerja, individu-individu dan

komunitas dari kebun dan pabrik

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 6.1 Aspek manajemen perkebunan dan pabrik termasuk replanting yang mempunyai dampak sosial diidentifikasi dengan cara partisipatif dan rencana penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif disusun, dilaksanakan dan dimonitor untuk menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. 1. Petani dapat menerangkan dampak sosial kegiatan perkebunan mereka dan memberikan bukti respon konstruktif terhadap

keluhan, jika ada

Identifikasi dampak sosial dapat dilakukan oleh kelembagaan petani bersama-sama dengan pihak yang terkena dampak sesuai

tuntutansituasi. Pelibatan ahli independen dapat dilakukan jika dipandang perlu untuk memastikan bahwa seluruh dampak (baik positif maupun negatif) telah

diidentifikasi.

Dampak sosial dapat ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan seperti: pembangunan jalan, penanaman tanaman lain atau perluasan daerah penanaman;

pembersihan vegetasi alam yang tersisa. Pengelolaan

perkebunan kelapa sawit dapat

menimbulkan dampak sosial (positif atau negatif) terhadap faktor-faktor berikut:

Hak atas akses dan hak guna.

Mata pencaharian (misalnya kerja harian) dan kondisi kerja.

Kegiatan-kegiatan mata pencaharian. Nilai-nilai budaya dan

religius. Kriteria 6.2. Terdapat metode terbuka dan transparan untuk komunikasi dan konsultasi antara pihak 1. Kelembagaan petani mempunyai prosedur, rekaman komunikasi dan 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman aspirasi masyarakat dan tanggapan/tinda k-lanjutnya Mekanisme komunikasi dan konsultasi dirancang oleh kelembagaan petani bersama masyarakat lokal dan pihak yang

(21)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor perkebunan dan/atau pabrik, masyarakat lokal, dan kelompok lain yang terkena dampak atau berkepentingan. konsultasi dengan masyarakat 2. Kelembagaan petani memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi, mediasi dan komunikasi dengan stakeholder secara transparan.

terkena dampak atau pihak berkepentingan lainnya.

Mekanisme ini perlu mempertimbangkan penggunaan

mekanisme dan bahasa setempat. Pertimbangan perlu diberikan kepada keberadaan forum multi pihak. Komunikasi perlu mempertimbangkan kesenjangan akses terhadap informasi bagi kaum wanita dan pria, pemimpin desa dan buruh harian, kelompok masyarakat lama dan baru, dan berbagai kelompok etnis.

Pertimbangan perlu diberikan untuk

pelibatan pihak ketiga, seperti kelompok masyarakat, LSM atau pemerintah (atau kombinasi dari ketiga kelompok ini) yang tidak memiliki kepentingan secara langsung, untuk memfasilitasi skema petani dan masyarakat, dan pihak lainnya jika dibutuhkan, dalam komunikasi ini. Kriteria 6.3. Terdapat sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan dan ketidakpuasan yang diimplementasikan dan diterima oleh

1. Kelembagaan petani menyediakan prosedur penanganan keluhan 1. Kelembagaan petani mempunyai rekaman keluhan/ keberatan, penanganan keluhan / keberatan, dan pelaporan (jika Mekanisme penyelesaian perselisihan harus dibuat lewat kesepakatan terbuka dengan pihak yang terkena dampak. Untuk petani, instansi pemerintah terkait dan kelembagaan petani

(22)

Kriteria

Indikator

Panduan

Major Minor

semua pihak. ada) dapat membantu

memfasiltasi penanganan keluhan dan perselisihan. Kriteria 6.4. Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas pengalihan hak legal atau hak tradisional dilakukan melalui sistem terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan stakeholder lain memberikan pandangan pandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri. 1. Petani memiliki bukti pembayaran kompensasi atas pengalihan hak legal dan hak tradisional dengan melibatkan wakil masyarakat dan instansi terkait. 1. Rekaman proses negosiasi dan/atau hasil kesepakatan kompensasi tersedia 2. Kelembagaan petani memiliki sistem identifikasi dan kalkulasi pembayaran kompensasi atas pengalihan hak legal dan hak tradisional dengan

melibatkan wakil masyarakat dan instansi terkait.

Petani harus mengikuti prosedur yang berlaku dalam mengidentifikasi hak-hak legal dan tradisional masyarakat yang berhak menerima kompensasi.

Prosedur untuk menghitung dan membagikan kompensasi yang memadai (dalam wujud uang atau bentuk lainnya) dibuat dan diimplementasikan dengan mengacu kepada prinsip free

prior informed consent

dan kesetaraan jender. Setiap pembayaran kompensasi atas pemindahan hak dari pihak lain harus dilakukan secara transparan, wajar dan tanpa tekanan sehingga tidak merugikan

penduduk atau masyarakat yang memiliki hak atas lahan. Petani harus menunjukkan surat keterangan atas hak milik atau tradisional. Proses dan hasil dari setiap perjanjian yang disepakati

didokumentasikan dan dilaksanakan secara terbuka

Kriteria 6.5 Upah dan persyaratan-persyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus 1. Bukti pembayaran upah pekerja minumum sesuai standar minimum industri atau 1. Terdapat perjanjian kerja untuk pekerja tetap, jika terdapat tenaga Kelembagaan petani harus memberikan informasi kepada petani tentang

besarnya UMR daerah kebun tersebut berada

(23)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor selalu memenuhi paling tidak standar minimum industri atau hukum, dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak

hukum kerja tetap secara periodik

Dalam hal tenaga kerja lepas, kondisi kerja dan upah sesuai perjanjian (lisan maupun tulisan) yang ditetapkan secara transparan dan tanpa paksa. Kriteria 6.6 Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk tawar menawar secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dibatasi oleh hukum, maka perusahaan memfasilitasi pendamping yang tidak berpihak, gratis dan melakukan tawar menawar bagi seluruh karyawan.

Kriteria ini tidak berlaku untuk petani.

Kriteria 6.7. Anak-anak tidak dipekerjakan dan dieksploitasi. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka. Anak-anak tidak boleh

1. Petani dapat membuktikan tidak mempekerjakan anak-anak, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Petani harus mempekerjakan pekerja mengacu pada usia kerja minimum dan anak-anak usia sekolah sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Petani atau perkebunan keluarga boleh

mempekerjakan anak-anak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(24)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor terpapar oleh kondisi kerja membahayakan. Kriteria 6.8. Segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, kasta, kebangsaan, agama, cacat, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur dilarang 1. Tidak terdapat keluhan yang tidak diselesaikan mengenai terjadinya diskriminasi terhadap tenaga kerja. 1. Kelembagaan petani memiliki kebijakan tenaga kerja yang menganut persamaan hak. Kelembagaan petani memilki prosedur penyampaian keluhan yang dapat dilaksanakan sesuai kriteria 6.3. Diskriminasi yang positif dalam penyediaan karyawan dan keuntungan untuk komunitas khusus, dapat diterima sebagai bagian dari perjanjian yang telah dinegosiasikan. Kriteria 6.9. Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk melindungi hak reproduksinya, disusun dan diaplikasikan. 1. Kelembagaan petani memiliki aturan kepada para anggotanya untuk tidak melakukan pelecehan seksual dan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan menghargai hak-hak reproduksi perempuan dan diimplementasika n Petani menghormati hak reproduksi tenaga kerjanya.

Kriteria 6.10 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya. 1. Kelembagaan petani memiliki kebijakan untuk melakukan hubungan bisnis dengan anggota dan pihak lain (bisnis lokal) secara adil dan terbuka. 2. Terdapat rekaman mekanisme penentuan harga 1. Rekaman bukti kontrak kerjasama dengan mitra bisnis, jika ada. 2. Terdapat bukti pembayaran TBS kepada anggota kelembagaan petani. Kelembagaan petani sebaiknya terlibat dalam penentuan harga TBS

(25)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor TBS dan saprodi. Kriteria 6.11 Perkebunan dan pabrik berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan bilamana dianggap memadai. 1. Rekaman kontribusi kelembagaan petani dan / atau petani terhadap pembangunan lokal

Petani swadaya pasca konversi berkontribusi terhadap pembangunan lokal melalui

kelembagaan petani. Kelembagaan petani secara aktif melakukan perundingan dengan perusahaan mitra dalam hal penentuan pemotongan hasil penjualan TBS petani untuk kontribusi pembangunan lokal dan pengelolaannya Kelembagaan petani turut menentukan arah pemanfaatan dan pengelolaan dana kontribusi

(26)

Prinsip 7 : Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab

Kriteria Indikator Panduan Major Minor Kriteria 7.1 Dilakukan analisis dampak sosial dan lingkungan hidup secara komprehensif dan partisipasif sebelum membangun kebun atau operasi baru memperluas perkebunan yang sudah ada dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi. 1. Tersedia dokumen analisis dampak sosial dan lingkungan sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan. Analisis dampak sosial dan lingkungan dilakukan oleh kelembagaan petani.

2. Bukti hasil analisis dampak digunakan dalam penyusunan rencana

pembangunan perkebunan.

Apabila kebun petani swadaya meliputi area yang cukup luas dan dengan demikian mungkin memiliki dampak sosial dan lingkungan yang penting, maka perlu melakukan analisis dampak sosial dan lingkungan. Petani bersama kelembagaan petani melakukan identifikasi dampak lingkungan dengan melakukan pengisian formulir isian yang dibuat oleh Pokja STF Indonesia (Appendix 1) Petani swadaya berkonsultasi pada instansi terkait atau petugas penyuluh lapangan dalam analisis dampak. Untuk petani yang pada saat membangun perkebunan mereka tidak melakukan analisis dampak lingkungan dan sosial masih dimungkinkan untuk bergabung dengan kelompok sertifikasi sepanjang kelembagaan petani melakukan inspeksi internal untuk membuktikan tidak ada pelanggaran terhadap kriteria ini. Kriteria 7.2

Menggunakan survai tanah dan informasi topografi untukmerencanakan lokasi 1. Bukti terdapat rekomendasi pembangunan perkebunan di lahan petani dari instansi 1. Petani dapat menerangkan rencana kerja pembangunan perkebunan yang telah

Untuk petani swadaya informasi mengenai topografi, jenis tanah dan kesesuaiannya untuk kelapa sawit dari lahan yang akan

(27)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor pengembangan perkebunan baru dan hasilnya digabungkan ke dalam perencanaan dan operasi berwenang, dengan mempertimbangka n kesesuaian lahan. mendapat rekomendasi tersebut digunakan untuk perkebunan diperoleh dari Dinas yang membidangi Perkebunan atau petugas penyuluh lapangan. Rencana pembangunan perkebunan dibuat bersama dengan tenaga penyuluh lapangan. Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak November 2005 tidak dilakukan di hutan primer atau setiap areal yang dipersyaratkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation value) 1. Petani/kelembagaa n petani dapat membuktikan bahwa lahan perkebunan mereka bukan berasal dari konversi hutan primer atau areal bernilai konservasi tinggi Petani swadaya, melalui kelembagaan petani, berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapatkan informasi mengenai HCV yang ada di dalam atau di sekitar lahan mereka

Kriteria 7.4 Dihindari memperluas perkebunan di atas lahan yang curam, dan atau di tanah marjinal serta rapuh. 1. Bukti tidak adanya penanaman berlebihan pada lahan yang curam dan/atau tanah marjinal yang rapuh sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lihat kriteria 7.2.

Kriteria 7.5 Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak

1. Petani dapat membuktikan bahwa tidak

terdapat penolakan dari masyarakat adat dan lokal terhadap pembangunan perkebunan tersebut (Bukti dapat berupa surat persetujuan dari masyarakat adat atau masyarakat lokal yang Petani melakukan pendekatan dengan masyarakat adat dan lokal dalam hal pembangunan perkebunan kelapa sawit, dan bila lahan tersebut milik dari masyarakat adat atau lokal harus

dinegosiasikan untuk mendapatkan

kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak sebelum

(28)

Kriteria Indikator Panduan Major Minor lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri. diketahui atau disetujui oleh Ketua Adat/Kepala Desa atau sesuai dengan ketentuan di daerah setempat) pembangunan dimulai. Semua kesepakatan dituangkan dalam dokumen sebagai bukti di kemudian hari. Kriteria 7.6 Masyarakat

setempat diberikan kompensasi atas setiap

pengambilalihan lahan dan pelepasan hak yang disepakati dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan 1. Bukti kesepakatan yang telah diambil sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan (surat dokumentasi mengenai kesepakatan) 2. Bukti pelaksanaan kesepakatan sesuai perjanjian pada point 1.

Didahului proses pada kriteria 7.5, maka kompensasi dan pemenuhan kesepakatan lain dilaksanakan sebelum pembangunan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip free prior

informed consent. Kriteria 7.7 Dilarang membuka perkebunan baru dengan membakar, kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana dalam ASEAN Guidelines atau regional Best Practices lainnya 1. Petani dapat membuktikan bahwa mereka mengetahui dan mampu melaksanakan teknik penyiapan lahan tanpa bakar

Petani mengetahui dan mematuhi undang-undang/peraturan yang melarang

penggunaan api untuk penyiapan lahan. (misalnya petani mempunyai brosur / mengikuti pelatihan petunjuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar yang

dikeluarkan oleh instansi berwenang). Instansi terkait atau petugas penyuluh lapangan memberikan pelatihan kepada petani mengenai teknik penyiapan lahan tanpa bakar.

(29)

Prinsip 8 : Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada

wilayah-wilayah utama aktifitas

Kriteria

Indikator

Panduan

Major Minor

Kriteria 8.1 Perkebunan dan pabrik kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasika n rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-operasi utama .

1. Petani/kelembagaan petani memiliki rencana tindakan untuk perbaikan terus-menerus dalam hal:

Perawatan dan panen kelapa sawit Pengelolaan Hama Terpadu Mempertahankan tingkat kesuburan tanah Teknik-teknik peremajaan tanaman (antara lain teknik penyiapan lahan tanpa bakar) Pembinaan manajemen dan pengawasan perkebunan kelapa sawit petani Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti mengurangi limbah dan mengurangi polusi/emisi gas. Meminimalkan dampak negatif sosial 1. Petani dapat menunjuka n bahwa kebun yang diusahakan-nya sudah mendapat pengawasan dari petugas penyuluh lapangan dan/atau kelembaga-an petkelembaga-ani

Petani secara teratur mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh petugas penyuluh lapangan dan/atau kelembagaan petani untuk mendapatkan teknik/informasi terbaru mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

(30)

APPENDIX 1.

CHECK LIST IDENTIFIKASI DAMPAK

LINGKUNGAN DAN SOSIAL DI PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT RAKYAT

DATA KEBUN

Nama Pemilik Kebun : ; Telp/Hp : Alamat Kebun: Dusun/Desa : Kabupaten : ; Kecamatan : ; Provinsi : Batas Kebun Barat: Timur: ; Utara: ; Selatan

Luas Kebun: (< 25 ha) Status Kebun : Bukaan baru / TBM / TM / Replanting

Tanggal Penilaian:

Pelaksana Penilaian oleh: 1. 2. 3. Disetujui oleh: ???

Hasil Identifikasi A B C

A Kondisi kebun baik.. Petani harus menjamin kinerja yang ada dan mempertahankan pada level semua operasi saat ini. B Kondisi kebun sedang. Petani harus meningkatkan operasi saat ini menjadi kondisi kebun baik (hijau)

(31)

Daftar Isi

1. Pendahuluan dan ruang lingkup

1.1

Laporan Identifikasi Baseline Lingkungan ...

Ruang lingkup, ...

2. Informasi Lingkungan

dan Sosial

2.1

Informasi Umum Kebun ...

2.2

Aspek lingkungan ...

2.3

Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Aspek Lingkungan ...

2.4

Aspek Sosial ...

2.5.

Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Aspek Sosial ...

(32)

1.

Pendahuluan dan Ruang Lingkup

1.1 Laporan Identifikasi Baseline Lingkungan

Laporan identifikasi baseline lingkungan dan soial adalah laporan hasil identifikasi aspek lingkungan secara sederhana untuk mendukung atau melengkapi persyaratan Prinsip dan Kriteria RSPO petani sawit bebas/swadaya/non proyek di Indonesia. Identifikasi ini dilakukan oleh orang yang berpengalaman dalam mengidentifikasi aspek lingkungan dan sosial atau dapat dilakukan oleh kelompok tani atau asosiasi petani atau petani kebun sendiri. Untuk kelompok tani atau asosiasi petani atau petani kebun sendiri perlu terlebih dahulu mendapat arahan dari instansi pemerintah yang terkait atau LSM lingkungan atau sosial anggota RSPO.

Laporan ini juga memuat bagaimana rencana dan upaya petani untuk mengurangi dampak negatif dari hasil identifikasi aspek lingkungan dan soial yang ditemukan. Laporan ini bersifat terbuka untuk umum sehingga stakeholders dapat mengakses dokumen ini untuk kepentingan yang sejalan dengan praktek perkelapasawitan yang berkelanjutan.

1.2 Ruang Lingkup

Laporan ini khusus digunakan oleh perkebunan kelapa sawit petani yang mempunyai luas kebun lebih kecil dari 25 ha. Satu laporan ini untuk satu kebun dalam satu hamparan, jika petani memiliki dua atau lebih kebun dalam hamparan yang berbeda yang cukup jauh maka laporan dibuat secara terpisah.

2.

Informasi Lingkungan dan Sosial

2.1 Informasi Umum Kebun

Data Petani

No Nama Umur

(th) Kelami 1. Lk 2. Pr

Hub. Kel

(kode). Status kawin (kode) Pendidikan (kode) Pekerjaan Utama (kode) Status pekerja (kode) Pekerjaan lain (kode) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DATA PETANI 1 - DATA KELUARGA 2 3 4 5 Kode kolom 5

Hubungan dengan kepala rumah tangga Status perkawinan Kode kolom 6 Jenis pendidikan terakhir untuk Aanggota Rumah Kode kolom 7 Tanngga (ART) diatas 5 tahun

1. Kepala rumah tangga 2. Istri suami 3. Anak 4. Menantu 5. Cucu 6. Orang tua/mertua 7. Famili lain

8. Pembantu rumah tangga 9. lainnya 1. belum kawin 2. kawin 3. cerai hidup 4. cerai mati 1. Tidak sekolah 2. Tidak lulus SD 3. SD 4. SMP 5. SMU 6. PT

(tambahkan tanda * jika sedang menjalani pendidikan terakhir)

Kode kolom 8

Jenis pekerjaan utama untuk ART umur 10 tahun ke atas

Kode kolom 9

Status pekerjaan : Pekerjaan lain Kode kolom 10 1. Petani kelapa sawit

2. Pengumpul hasil hutan 3. Karyawan kebun sawit PBS/N 4. Karyawan kebun karet PBS/N 5. Karyawan HTI 6. Pedagang 7. 8. PNS 9. Pengusaha 10. Lainnya

1. Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain 2. Berusaha sendiri dengan bantuan anggota

rumah tangga/buruh tidak tetap 3. Berusaha dengan buruh tetap 4. Buruh karyawan

5. Pekerja rumah tangga 6. Perkeja dalam kelompok

Keterangan kode sama dengan kolom 8 : Pekerjaan lain adalah selain perkejaan utama yang dapat

mendatangkan uang

Data Kebun

Alamat Kebun Dusun/Desa : Kabupaten : ; Kecamatan : ; Provinsi :

Batas Kebun

berbatasan sebelah utara : berbatasan sebelah selatan : berbatasan sebelah timur : berbatasan sebelah barat : Jarak dari rumah(km)

Luas kebun (ha) Jumlah tanaman (btg)/ha

(33)

Jenis bibit

1. PPKS 2. Marihat 3. Lonsum 4. …. Hasil panen (kg/bl)/(ton/th)

Cara mendapatkan lahan

1. Membuka lahan sendiri; 2. Warisan;

3. Pembelian lahan, 4. kebun kelapa sawit, 5. ...

Asal usul lahan kebun

1. Bekas Hutan Alam (…….. ha) 2. Bekas Hutan Tanaman (…….. ha) 3. Bekas Hutan Lindung/Konservasi (…….. ha) 4. Tidak berhutan / semak belukar (…….. ha) 5. Hutan rusak/bekas kebakaran (…….. ha) 6. ... (…….. ha) Total = ……… ……… ha

Surat tanah / Izin buka kebun

1. Tidak ada; 2. Tanah adat; 3. Surat jual beli; 4. SKT; 5. SKGR; 6. Sertifikat BPN; 6. ………… Status kebun 1. milik, 2. bagi hasil, 3. sewa/kontrak, 4. gadai/pinjam pakai 5. …..

Penjualan TBS 1. 100 % TBS dijual ke PT……….. (jarak ….. km dari kebun) 2. …. % TBS dijual ke ……….(jarak ….. km dari kebun)

2.2 Aspek Lingkungan

Apakah dalam kebun atau sekitar kebun ada spesies yang terancaman punah (Mamalia, Reptil, Burung, Serangga, Ikan, Ya/Ada tidak Jika Ya, isi tabel dibawah ini

Fauna /Flora Lokasi spesies di kebun Kondisi pengelolaan saat ini

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

Apakah kebun anda berbatasan langsung dengan hutan atau Kawasan Konservasi (seperti Taman Nasional, Cagar Alam,

Suaka Margasatwa, Hutan Lindung, dll) ? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, apakah anda menjaga kawasan konservasi yang berbatasan dengan kebun anda tersebut dari

penjarahan keanekaragaman hayatinya ? Ya/Ada tidak

Jika disekitar kebun anda masih ada hutan yang lebih luas, apakah kebun anda menyisakan hutan sebagai penghubung

ke hutan yang lebih luas tersebut ? Ya/Ada tidak Apakah kebun anda mempunyai hutan atau rawa tempat persinggahan sejumlah (konsentrasi) satwa liar yang dilindungi ? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, apakah hutan atau rawa tersebut anda buka menjadi kebun sawit ? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Tidak, apakah hutan atau rawa tersebut anda lindungi ? Ya/Ada tidak

Apakah kebun anda berada di sepanjang aliran sungai (DAS)? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, Apakah anda menanam pohon sawit hingga ke tepi sungai ? Ya/Ada tidak Apakah anda mengerti dengan fungsi hutan di pinggir sungai ? Ya tidak Jika jawabnya Ya/Ada, coba sebutkan paling tidak 3 fungsi hutan di sepanjang pinggir sungai

(34)

1. 2. 3.

Apakah anda melakukan upaya/usaha mengatasi erosi pinggir sungai Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya, sebutkan upaya tersebut ?

1. 2. 3.

Apakah dalam kebun anda terdapat spesies endemik Ya/Ada tidak

Catatan :

Spesies endemik adalah spesies yang terbatas atau hanya ada pada kawasan geografi tertentu yang mungkin besar atau kecil. Beberapa LSM international telah

mengeluarkan daftar spesies endemik seperti Kawasan Burung Endemik yang dikeluarkan oleh Birdlife International yang dikenal dengan EBA (Endemic Bird Area) atau Conservation International juga mengeluarkan Hotspot Keanekaragaman Hayati.

Jika Ya, isi tabel dibawah ini

Spesies Endemik Lokasi spesies di kebun Kondisi pengelolaan saat ini

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

1. tetap dibiarkan tidak dibunuh dan dilindungi dari pemburu, 2. akan dibunuh karena mengganggu kebun

3. akan dipindahkan karena mengganggu kebun, 4. tidak tahu harus diapakan

5. ...

Apakah dalam kebun anda terdapat bagian dari ekosistem seperti : Hutan hujan di bagian bawah gunung, Hutan dataran

rendah, Hutan rawa gambut, Hutan rawa air tawar, Hutan kerangas, Savanna, Mangrove Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, apakah kebun anda telah membuka ekosistem di atas untuk kebun sawit Ya/Ada tidak Apakah dalam kebun anda terdapat sumber air yang digunakan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, spakah areal disekitar sumber air tersebut ditanam pohon sawit anda ? Ya/Ada tidak Jika jawabannya tidak, Apakah anda biarkan areal tersebut atau dilindungi ? Ya/Ada tidak Apakah dalam kebun anda terdapat tempat yang dikeramatkan oleh penduduk setempat ? Ya/Ada tidak Jika jawabnnya Ya/Ada, apakah anda membuka areal tersebut untuk perkebunan sawit ? Ya/Ada tidak

2.3 Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Aspek Lingkungan

Jika aspek lingkungan yang teridentifikasi diatas anda kelola untuk mempertahankan jumlahnya dan kondisinya ? Ya/Ada tidak Jika jawabannya Ya/Ada, apakah anda juga berusahaan meningkatkan jumlahnya dan kondisinya ? Ya/Ada tidak Apakah anda membuat laporan per 6 bulan untuk hasil pengelolaan lingkungan tersebut Ya/Ada tidak

3. Ringkasan temuan identifikasi

Ringkasan temuan identifikasi dapat dilihat di bawah. Komentar

A Kondisi kebun baik. Petani harus menjamin kinerja yang ada dan mempertahankan pada level semua operasi saat ini. B Kondisi kebun sedang. Petani harus meningkatkan operasi saat ini menjadi kondisi kebun baik (hijau)

C Kondisi kebun tidak memuaskan. Petani harus melakukan perbaikan-perbaikan untuk menuju kondisi kebun baik (hijau).

Yang dimaksud Baik adalah Petani melakukan semua identifkasi dampak lingkungan sesuai dengan check di atas, kemudian melakukan pengelolaan dengan baik sehingga semua yang teridentifikasi bisa tetap terjaga tidak punah atau hilang bahkan lebih baik lagi jika yang teridentifkasi meningkat nilainya (jumlah dan kualitasnya). Selain itu petani mempunyai laporan hasil pengelolaan lingkungan tersebut setiap 6 bulan secara teratur dan bukti hasil pengelolaan ini dapat dilihat di lapangan.

Yang dimaksud Sedang adalah Petani melakukan semua identifkasi dampak lingkungan sesuai dengan check di atas, namun tidak semua hasil identifikasi dikelola dengan baik (mungkin sebagian saja). Hasil pengelolaan ini ada yang dilaporankan dan ada juga yang hanya dapat dilihat fakta/bukti dilapangan saja.

Yang dimaksud Tidak Memuaskan adalah Petani tidak melakukan identifkasi dampak lingkungan sesuai dengan check di atas dengan baik, dan tidak ada pengelolaan lingkungan yang baik atau memadai.

Catatan : Jika terdapat hasil identifikasi petani menunjukkan hasil diantara warna-warna ini seperti antara warna Kuning (B) dan Merah (C) dimana Petani tidak melakukan identifikasi dampak lingkungan sama sekali namun pada prakteknya Petani melakukan perlindungan terhadap satwa liar yang hampir punah di kebunnya dengan membuat ’plang’ pemberitahuan yang dapat dilihat secara publik dan hasilnya dapat dilihat secara nyata bahwa masih adanya satwa liar yang dilindungi berada aman dan lestari dikebun Petani maka perubahan warna bisa dipertimbangkan menjadi warna Kuning.

(35)

APPENDIX 2. DEFINISI

Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder adalah masyarakat sekitar lokasi kebun yang terkena dampak operasional kebun secara langsung, dan terwakili dalam suatu kelembagaan yang sah sesuai peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Hak tradisional adalah hak-hak yang timbul karena serangkaian tindakan kebiasaan atau adat, yang telah memperoleh kekuatan hukum dalam geografis atau sosiologis

HCVF (High Coservation Value Forest) atau kawasan hutan bernilai konservasi tinggi. Hutan harus menjaga atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi:

HCV1. Areal hutan yang memiliki konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang secara global, regional atau nasional signifikan (misalnya endemisme, spesies-spesies yang terancam kepunahan).

HCV2. Areal hutan yang memiliki hutan dengan tingkat pertanaman yang tinggi yang secara global, regional atau nasional signifikan, dan yang di dalamnya terdapat, atau memiliki unit manajemen, dengan populasi hidup dari sebagian besar, jika tidak semua, spesies-spesies liar yang hidup dengan pola distribusi dan penyebaran alami.

HCV3. Areal hutan yang berada dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau terancam punah.

HCV4. Areal hutan yang menyediakan pelayanan alami dasar dalam keadaan kritis (misalnya perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi).

HCV5. Areal hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat setempat (misalnya mata pencaharian, kesehatan).

HCV6. Areal hutan yang penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat setempat (areal budaya, ekologi, ekonomi atau agama penting yang berhubungan dengan masyarakat setempat tersebut.

(Lihat: ‘The HCVF Toolkit’–pada www.proforest.net)

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah sebuah proses memprakirakan dan menilai dampak-dampak sebuah atau serangkaian tindakan terhadap lingkungan hidup, kemudian menggunakan kesimpulannya sebagai sebuah sarana untuk merencanakan dan mengambil keputusan.

Standar ISO adalah Standar yang disusun oleh Organisasi Standarisasi Internasional (ISO: lihat http://www.iso.ch/iso).

Vegetasi alami adalah areal yang memiliki banyak terdapat karakteristik utama dan elemen kunci ekosistem asli seperti kompleksitas, struktur dan keragaman.

Perkebunan adalah lahan yang ditanami kelapa sawit dan dengan penggunaan lahan terkait seperti prasarana (misalnya, jalan), wilayah tepian tebing dan pencadangan konservasi.

Hutan primer adalah Sebuah hutan dengan karakteristik utama ekosistem asli seperti kompleksitas, struktur, dan keragaman serta pohon rindang yang berlimpah, yang relatif tidak terganggu oleh aktivitas manusia.

Propilaktik adalah sebuah perlakuan atau serangkaian tindakan yang digunakan untuk sebuah tindakan pencegahan

Restorasi adalah mengembalikan areal yang mengalami degradasi atau telah diubah di dalam daerah perkebunan ke tingkat semi-alami.

Petani adalah para petani yang menanam kelapa sawit, kadang-kadang bersamaan dengan tanaman lain sebagai mata pencaharian, yang sebagian besar pekerjanya adalah anggota keluarga dan perkebunan tersebut menjadi sumber utama mata pencaharian dan luas tanaman kelapa sawitnya biasanya di bawah 25 hektar.

Petani kemitraan adalah petani kelapa sawit yang perkebunannya, termasuk infrastruktur yang diperlukan, dibangunkan oleh perusahaan mitra. Setelah tanaman menghasilkan, perkebunan diserahkan kepada petani untuk dikelola secara mandiri dan perusahaan mitra akan menampung

(36)

TBS yang dihasilkan kebun petani. Petani mengembalikan biaya pembangunan perkebunan melalui pemotongan hasil penjualan TBS yang diterimanya.

Petani swadaya adalah petani yang membangun dan mengelola sendiri perkebunan kelapa sawitnya tanpa bantuan dari perusahaan mitra. Walaupun demikian, mereka dapat menerima bantuan teknis dari pemerintah atau petugas penyuluh lapangan.

Pengambil keputusan adalah perseorangan atau kelompok yang berkepentingan dengan, atau dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan sebuah organisasi dan akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Pengaruh yang tidak semestinya adalah tekanan dari pihak ketiga yang memiliki bentuk kekuasaan tertentu agar seseorang menandatangani kontrak atau kesepakatan lain yang, jika tanpa tekanan, tidak akan ia tandatangani.

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan sumber-sumber daya hutan yang dapat diperoleh dari masyarakat adat, kesepakatan bersama, atau diberikan oleh badan lain yang memiliki hak akses. Hak-hak ini dapat membatasi penggunaan sumber daya tertentu pada tingkat konsumsi tertentu atau teknik-teknik pemanenan tertentu.

(37)

APPENDIX 3

DAFTAR REFERENSI PERATURAN

PRINSIP KRITERIA PERATURAN

1 1 1. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman. 2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.

3. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. 4. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 5. UU Ketenagakerjaan (tentang UMP, Umur, K3). .

2 1. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman. 2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. 3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

2 1 1. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman

2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2)

3. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan 4. UU No.1/1970 ttg Keselamatan Kerja 5. PP No.8/1981 Perlindungan Upah

6. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No.: NO.: 73/Kpts/OT.210/2/98 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa di Bidang Perkebunan dengan Pola kemitraan melalui Pemanfaatan Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya

7. KepMenTan NO. : 60/Kpts/KB.510/2/98 tentang Pembinaan dan Pengendalian Pengembangan Perkebunan Inti Rakyat, dll.

2 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan 2. PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran

3. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007 3 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

2. Peraturan Menteri/Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian masalah hak ulayat

3. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007 3 1 Tidak tersedia peraturan yang relevan untuk petani

4 1 1. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997 dan 2006 tentang Petunjuk teknis budi daya kelapa sawit tahun 1997.

2. Standar Pengolahan Kelapa Sawit 1993 dari Ditjen Pengolahan. 2 1. UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

3. PP No. 8, 2001 mengenai Pupuk budidaya tanaman .

4. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997.

5. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan. (akan dirilis tahun 2007)

3 1. GAP untuk kelapa sawt 4 1. UU 12, tahun 1992

2. UU 18, tahun 2004

(38)

PRINSIP KRITERIA PERATURAN 2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan 3. PP No. 6, 1995 mengenai Perlindungan tanaman.

4. Daftar penggunaan bahan kimia pertanian (agro kimia) yang diterbitkan oleh Komisi pestisida.

5. Pengendalian hama terpadu (Ditjenbun)

6 1. PP No. 18, 1999 junto PP No 85 mengenai Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.

2. PP No. 74, 2001 mengenai Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. 3. UU tentang K3.

4. PP No. 7, 1973 mengenai Pengawasan atas peredaran, penyimpanan, dan pengunaan pestisida.

5. SK Menteri Pertanian No. 517/Kpts/TP.270/9/2002 mengenai Pengawasan pestisida.

6. Daftar penggunaan bahan kimia pertanian (agro kimia) yang diterbitkan oleh Komisi pestisida.

7 1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 8 Tidak tersedia peraturan yang relevan untuk petani 5 1 Tidak tersedia peraturan yang relevan untuk petani

2 1. PP No.7 Tahun 1999, Daftar Tanaman dan Hewan yang Dilindungi. 1 3 1. UU No. 23, 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 1

2. PP No. 18, 1999 junto PP No 85, 1999 mengenai Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 2

4 Tidak berlaku untuk petani

5 1. UU No 18 tahun 2004 tentang perkebunan

2. PP No 04 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan atau

pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan.

6 Tidak berlaku untuk petani

6 1 1. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Pasal 25) 2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup 2 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 3 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

4 1. UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman 2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup 3. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan

4. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

5 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum

6 Tidak berlaku untuk petani

7 1. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Peraturan/Ketentuan mengenai wajib belajar.

3. Keputusan Menakertrans RI No 235/MEN 2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yg Membahaya-kan Kesehatan Keselamatan atau Moral Anak. 4. Keputusan Menakertrans RI No 115/MEN/VII/2004 Tentang Perlindungan

(39)

PRINSIP KRITERIA PERATURAN 8 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 9 Tidak tersedia peraturan yang relevan untuk petani 10 Kep MenTan No 395 th 2005

11 UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

7 1 1. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2)

2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; Pasal 25

3. Menhut S.06/Menhut-VI/2006 tentang Hutan dengan Konservasi Tinggi 4. Permentan No.26/Permentan/OT.140/2/2007

2 1. UU Perkebunan No. 18, 2004

2. Petunjuk Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, 1997.

3. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. (Akan dirilis tahun 2007) 3 1. UU No. 18/2004 tentang Perkebunan

2. HVCF Toolkit

4 1. SK tentang Kemiringan Tanah, Dalamnya Gambut, PP Dirjen Perkebunan, 2. Kepres 32 , 1990 tentang Penetapan Kawasan Lindung

3. Kep Menhutbun No. 376/Kpts-II/1998, Psl. 2, Kesesuaian lahan yang cocok untuk perkebunan budidaya kelapa sawit.

5 1. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 2).

2. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan; pasal 9 ayat 1 dan ayat 2. 2 6 1. UU No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

2. Peraturan Menteri/Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian masalah hak ulayat

3. Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/ar.140/2/2007 7 1. UU 18/2004 tentang perkebunan

2. PP 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakna Dan Atau Pencemaran

Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lah an.

3. SK Mentan 357/19... Pembukaan lahan tanpa bakar 4. Peraturan terkait Kebakaran Lahan, KLH, Deptan, Dephut 8 1 1. UU No. 18, 2004 tentang Perkebunan

(40)

APPENDIX 4

KAMUS

AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Sosial (Social and Environmental Impact Assessment)

ASEAN Association of South East Asia Nations

B3 Bahan Beracun dan Berbahaya (hazardous waste) BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam

CPO Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit mentah

GAP Good Agricultural Practices (Praktek Pertanian yang Baik) HCV High Conservation Value

IUP Izin Usaha Perkebunan (Plantation Operation Licence)

K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Occupational Health and Safety) KKPA Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat (Non Pemerintahal Organisation) PHT Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated Pest Management) PIR Perkebunan Inti Rakyat

RSPO Roundtable on Sustainable Palm Oil (Organisasi Minyak Sawit Berkelanjutan)

RKL/RPL Rencana Kelola Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (Environmental Management Plan/Environmental Monitoring Plan)

SOP Standard Operating Procedures

STF Smallholder Task Force (Gugus Tugas Petani)

UKL/UPL Upaya Kelola Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (Environmental Management Efforts/Environmental Monitoring Efforts)

(41)

APPENDIX 5

DAFTAR ANGGOTA POKJA STF INDONESIA

NO NAMA / POSISI UNSUR INSTITUSI

1. Asril Darussamin / Ketua Lingkungan RSPO

2. Suhandri / Wakil Ketua Lingkungan WWF Indonesia

3. Norman Jiwan / Sekretaris Sosial Sawit Watch

4. Rudy Lumuru / Anggota Sosial Independen

5. Nogoseno / Anggota Produser/Perusahaan Inti Dewan Minyak Sawit Indonesia 6. Freddy T.H. Sinurat / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT. Astra Agro Lestari 7. Slamet Riyadi / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT. Astra Agro Lestari 8. Adrian Suharto / Anggota Lingkungan PT. Inti Indosawit Subur

9. Rafmen / Anggota Sosial PT. Inti Indosawit Subur

10. Daniel Dwimiarto / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT. Inti Indosawit Subur 11. Dwi Asmono / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT. Sampoerna Agro Tbk 12. Indra Pangasian / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT. Sampoerna Agro Tbk 13. Herman Tandinata / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT Musim Mas

14. Rudolf Saut Produser/Perusahaan Inti PT Hindoli

15. Haposan Panjaitan / Anggota Produser/Perusahaan Inti PT Inti Indosawit Subur 16. Asrini Subrata Produser/Perusahaan Inti PT Inti Indosawit Subur

17. Asmar Arsjad Produser/Petani APKASINDO

18. Darto / Anggota Produser/Petani SPKS

19. Dayat / Anggota Produser/Petani SPKS

20. Edi Suherman / Anggota Produser/Petani SPKS

21. Cion Alexander / Anggota Produser/Petani SPKS

Referensi

Dokumen terkait

Alis Jaya Ciptatama menunjukkan nilai yang negatif sebesar Rp -386.746.875,83 (EVA&lt;0) karena pada tahun tersebut mengalami kerugian dan nilai biaya modal yang tidak sebesar

Dengan skenario optimis dan moderat menunjukkan bahwa investasi ini layak dijalankan sedangkan pada skenario pesimis menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu proyek tidak layak

Setelah anda mengakses informasi teknologi dari situs berita Detik.com apakah anda tertarik untuk kembali mencari informasi yang lain di situs berita tersebuta.

Dikarenakan transformator terdapat indikasi saturasi dan nilai spike voltage

(2) Akreditasi dan penetapan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan

Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia merupakan bagian dari ormawa UPI yang berada pada tingkat jurusan

Perubahan kecil bagi jumlah luas permukaan apabila panjang sisi tapak menyusut dari 5 ke 4.99 cm... Rajah 3 menunjukkan graf

Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada