• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR… TAHUN… TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, dan peningkatan mutu pendidikan untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan;

c. bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menghasilkan dokter yang bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, beretika, bermoral, humanistik, dan berjiwa sosial sehingga mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global;

d. bahwa dalam upaya melakukan penataan pendidikan kedokteran untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, belum diatur secara komprehensif dalam peraturan perundang-undangan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran;

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

(2)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan Kedokteran adalah proses pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan akademik dan profesi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tinggi penyelenggara pendidikan kedokteran dan terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi akademik dan/atau profesi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi.

2. Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran adalah universitas atau sekolah tinggi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi.

3. Peserta Didik Pendidikan Kedokteran adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran.

4. Sarjana Kedokteran adalah lulusan Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran yang telah mengikuti program pendidikan akademik, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia. 5. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi

spesialis lulusan Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran atau kedokteran gigi, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Pendidik Pendidikan Kedokteran adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan

keahliannya pada bidang ilmu kedokteran dan/atau bidang ilmu tertentu yang bertugas untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarkan teknologi di bidang kedokteran melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

7. Tenaga Kependidikan Pendidikan Kedokteran, yang selanjutnya disebut Tenaga Kependidikan adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya mengabdikan diri untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

8. Standar Pendidikan Kedokteran adalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran.

9. Standar Kompetensi Dokter adalah kompetensi minimal yang harus dicapai dalam Pendidikan Kedokteran.

10. Belum ada definisi mengenai pendidikan residensi. Defiini ini perlu karena saat ini belum jelas.

11. Kurikulum Pendidikan Kedokteran adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program pendidikan akademik dan/atau profesi kedokteran.

12. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.

13. Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi pelayanan dan dapat digunakan untuk menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran. 14. Akreditasi Pendidikan Kedokteran adalah kegiatan penilaian kelayakan program

pendidikan akademik dan/atau profesi kedokteran berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

15. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

17. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional.

(3)

BAB KEDUA ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan Kedokteran berasaskan: a. nilai ilmiah; b. manfaat; c. keadilan; d. kemanusiaan; e. keseimbangan; dan f. tanggung jawab. Pasal 3 Sistem Pendidikan Kedokteran bertujuan:

a. menghasilkan sarjana kedokteran, dokter dan dokter gigi, spesialis. yang bermutu dan beretika, berdedikasi tinggi dan profesional, serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat; dan

b. menata Pendidikan Kedokteran yang komprehensif dengan mengacu pada kebutuhan dokter dan amanah konstitusi negara.

Bagian Ketiga

Jenjang Pendidikan Kedokteran Pasal 20

(1) Jenjang Pendidikan Kedokteran terdiri atas: a. program pendidikan akademik; dan b. program pendidikan profesi.

(2) Program pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. sarjana; b. magister; dan c. doktor.

(3) Program pendidikan profesi kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. dokter; dan b. dokter spesialis.

(4)

BAB III

PENDIRIAN DAN PENUTUPAN Pasal 4

(1) Lembaga pendidikan tinggi yang memenuhi persyaratan dapat mendirikan Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran.

(2) Lembaga pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran.

(3) Persyaratan pendirian Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memiliki:

a. gedung untuk penyelenggaraan program Pendidikan Kedokteran; b. Rumah Sakit Pendidikan;

c. peralatan;

d. sumber daya manusia;dan e. pendanaan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendirian Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sebaiknya diuraikan untuk Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi. Untuk Pendidikan Profesi: Ada yang dokter umum. Sudah disinggung.

- Pendidikan profesi Dokter Spesialis belum dibahas mendalam: Bisa dilakukan oleh FK swasta di RS pendidikan Swasta, termasuk RS militer

Pasal 5

(1) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran yang tidak memenuhi persyaratan pendirian harus ditutup.

(2) Ketentuan mengenai penutupan Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(5)

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN Bagian Kesatu

Sumber Daya Manusia Paragraf 1 Peserta Didik

Pasal 6

(1) Peserta Didik Pendidikan Kedokteran harus lulus seleksi penerimaan dan tes psikometri.

(2) Ketentuan mengenai seleksi penerimaan dan tes psikometri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

(3) Jumlah/kuota disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Pasal 7

(1) Warga negara asing dapat menjadi Peserta Didik Pendidikan Kedokteran.

(2) Warga negara asing yang menjadi peserta didik Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 8

Peserta Didik Pendidikan Kedokteran terdiri dari: a. mahasiswa pada jenjang pendidikan akademis;

b. sarjana kedokteran pada jenjang pendidikan profesi dokter; dan c. residen pada jenjang pendidikan dokter spesialis.

Paragraf 2 Pendidik

Pasal 9

(1) Pendidik Pendidikan Kedokteran terdiri dari: a. dosen; dan

b. dokter pendidik. (?) Catatan:

Harus dilihat dalam konteks UU SPN. Perlu dilihat masuknya dokter pendidik yang bukan anggota akademik perguruan tinggi. Bersifat sebagai dosen luar biasa. Mereka adalah para dokter di RS-RS Pendidikan.

Professor sesuai dengan UU SPN. Perlu inovasi Professor Klinik untuk dosen luar biasa klinik.

(2) Pendidik Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

Warga negara asing yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis ilmu kedokteran dapat menjadi dokter pendidik tamu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Sebagai dokter pendidik dapat aktif memberi pelayanan kesehatan di rumah sakit pendidikan.

Rincian mengenai kompetensi dan kualifikasi akademisi diatur oke Keputusan Menteri. Pasal 11

(1) Pendidik Pendidikan Kedokteran yang berasal dari Kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional dan dari Kementerian lain atau Lembaga Pemerintah Non-Kementerian mempunyai hak dan kewajiban yang setara.

(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3 Tenaga Kependidikan

Pasal 12

(1) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibantu oleh Tenaga Kependidikan yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri sipil dan/atau nonpegawai negeri sipil.

(3) Tenaga Kependidikan nonpegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan oleh pimpinan Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Tenaga Kependidikan bertugas membantu penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan, laboratorium, atau fasilitas pelayanan kesehatan.

Bagian Kedua Kurikulum

Pasal 14

Kurikulum Pendidikan Kedokteran berbasis kompetensi yang dilakukan dengan pendekatan terintegrasi baik horisontal maupun vertikal, serta berorientasi pada masalah kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat.

Kurikulum Dokter Umum, sudah banyak dibahas.

Kurikulum Dokter Spesialis belum dibahas dalam UU ini. Pasal 15

Pasal-pasal ini dstnya lebih banyak membahas kompetensi untuk dokter umum Belum ada yang untuk residen

Isi kurikulum pendidikan kedokteran paling sedikit meliputi prinsip metode ilmiah, ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran sesuai kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

(7)

Prinsip sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan daerah setempat, termasuk daerah terpencil.

Apakah ada PT yang akan menggunakan kurikulum Internasional: untuk menyiapkan dokter yang akan bekerja di luar negeri?

.

Pasal 16

(1) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggaran Pendididikan Kedokteran wajib menerapkan kurikulum Pendidikan Kedokteran berdasarkan Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

(2) Penerapan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan saran dari organisasi profesi dokter Indonesia.

(3) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggaran Pendidikan Kedokteran yang tidak menerapkan kurikulum Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran;

b. peringatan tertulis;

c. penundaan pemberian hak penyetaraan dan pengakuan gelar; d. penolakan pemberian hak penyetaraan dan pengakuan gelar; dan e. penutupan fakultas.

Pasal 17

(1) Kurikulum Pendidikan Kedokteran disusun /ditetapkan oleh Menteri. (berdasarkan usulan yang disahkan oleh KKI).

(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasar Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan muatan lokal.

Pasal 18

Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 paling sedikit memuat:

a. etika, moral, medikolegal, dan profesionalisme serta keselamatan pasien; b. komunikasi efektif;

c. keterampilan klinis;

d. landasan ilmiah ilmu kedokteran; e. pengelolaan masalah kesehatan; f. pengelolaan informasi; dan

g. mawas diri dan pengembangan diri.

Pasal 19

Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib mengembangkan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 .

Bagian Keempat

Puskesmas dan Rumah Sakit Pendidikan

1. Perlu ada pernyataan tegas bahwa untuk proses pendidikan harus ada Puskesmas Pendidikan.

2. FK harus mempunyai RS Pendidikan dengan status (1) milik universitasnya sendiri; atau (2) bekerja sama dengan RS

3. Satu FK dapat mempunyai lebih dari satu RS pendidikan, yang membentuk jaringan.

4. Satu RS Pendidikan hanya diperbolehkan untuk bekerjasama dengan satu FK.

Puskesmas Pendidikan, dan RS pendidikan dapat berstatus RS swasta dan pemerintah. Perlu ada persyaratan Puskesmas Pendidikan

(8)

Pasal 21

(1) Rumah Sakit Pendidikan paling sedikit mempunyai persyaratan sebagai berikut: a. memiliki teknologi kedokteran yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi;

b. mempunyai Pendidik Pendidikan Kedokteran dengan kualifikasi dokter spesialis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. mempunyai program penelitian secara rutin; dan

d. memenuhi standar nasional Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Rumah Sakit Pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Rumah Sakit Pendidikan berfungsi:

a. menyelenggarakan pendidikan klinis kedokteran;

b. menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis, administrasi dan manajemen;

c. melakukan penelitian dan/atau pengembangan kesehatan; d. melakukan penapisan teknologi kedokteran;

e. mengembangkan pusat unggulan;

f. melakukan penapisan dan adopsi teknologi kedokteran;

g. mengaplikasi, menerapkan dan mempromosikan keterampilan dan keahlian klinik dari dokter; dan

h. turut mendukung dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan, mengawasi dan melakukan koreksi dalam proses pendidikan profesi kedokteran.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi Rumah Sakit Pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Rumah Sakit Pendidikan bertugas:

a. melaksanakan pendidikan klinis kedokteran secara efektif dan efisien; b. memberikan pelayananan kesehatan sekunder dan tersier;

c. melakukan penelitian dan penapisan ilmu teknologi kedokteran;

d. mengembangkan penelitian dalam satu kesatuan tujuan kemajuan pendidikan kedokteran dan ilmu biomedis; dan

e. sebagai pusat etika kedokteran.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas Rumah Sakit Pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 24

(1) Rumah sakit umum, rumah sakit daerah, rumah sakit internasional, rumah sakit khusus, rumah sakit milik lembaga tertentu, dan rumah sakit swasta, fasilitas pelayanan kesehatan lain, dan laboratorium dapat digunakan sebagai Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan setelah memenuhi akreditasi klasifikasi dan standar nasional Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan.

(2) Akreditasi dan penetapan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi klasifikasi Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan, dan standar nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(9)

Bagian Kelima Kerjasama

Pasal 25

(1) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dapat melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi lain dan rumah sakit, baik di dalam maupun di luar negeri.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama;

(3) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. maksud dan tujuan;

b. ruang lingkup;

c. hak dan kewajiban; dan

d. kewenangan dan tanggung jawab.

(4) Perjanjian kerjasama yang dilakukan dengan lembaga pendidikan tinggi luar negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip lokal.

Pasal 26

Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dalam perjanjian kerja sama wajib:

a. mengirimkan Peserta Didik untuk melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung;

b. membayar biaya operasional yang diperlukan dalam praktek di Rumah Sakit Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran; dan

c. mengatur pelaksanaan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan dalam perjanjian kerja sama berhak:

a. menentukan jumlah Peserta Didik yang dapat melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung;

b. mengatur pelaksanaan Pendidikan Kedokteran yang disesuaikan dengan kebijakan Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan; dan

c. memungut biaya operasional Pendidikan Kedokteran kepada Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran, kecuali biaya investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b.

Pasal 28

Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan wajib: a. meningkatkan daya saing Pendidikan Kedokteran dan mutu pelayanan;

b. meningkatkan mutu kompetensi Peserta Didik sesuai Standar Pendidikan Kedokteran; c. menjalankan tata kelola yang efisien;

d. meningkatkan manajemen Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan dengan peningkatan pendayagunaan dan pembinaan sumber daya manusia;

e. menyiapkan kondisi bangunan dan tata gunanya yang memadai sebagai Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan;

f. menyediakan fasilitas peralatan Pendidikan Kedokteran sesuai perkembangan teknologi kedokteran dan kebutuhan masyarakat berdasarkan fungsi dan kualifikasinya;

g. meningkatkan dan mengembangkan fasilitas Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan;

(10)

i. memenuhi pedoman standarisasi Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan; dan

j. meningkatkan penelitian profesi dokter di Rumah Sakit Pendidikan dan/atau di Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan.

Bagian Keenam Sertifikasi

Pasal 29

(1) Setiap Peserta Didik yang lulus pada jenjang pendidikan akademik berhak memperoleh ijazah dan berhak menyandang gelar Sarjana Kedokteran.

(2) Sarjana Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus pada jenjang Pendidikan Profesi Kedokteran berhak memperoleh sertifikat kompetensi dan menyandang gelar Dokter.

Ujian Nasional? Prinsip:

Jangan membikin masyarakat bingung. Sudah dilantik menjadi dokter oleh FK, tetapi tidak lulus ujian kompetensi shng tidak boleh praktek.

(3) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang lulus pada jenjang Pendidikan Profesi Kedokteran lanjutan berhak memperoleh sertifikat kompetensi dan menyandang gelar Dokter Spesialis.

(4) Seritikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan oleh organisasi profesi dokter Indonesia.

Bagian Ketujuh

Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan Pasal 30

(1) Untuk menjamin pemerataan kesempatan untuk memperoleh Pendidikan Kedokteran dan meningkatkan mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dapat diberikan beasiswa dan bantuan biaya pendidikan.kepada Peserta Didik, Tenaga Pendidik, dan Tenaga Kependidikan

(2) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:

a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. satuan pendidikan tinggi; atau c. pihak lain.

(3) Dalam hal Pemerintah kekurangan Pendidik, dan/atau Tenaga Kependidikan Pendidikan Kedokteran, penerima beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan kepentingan nasional.

Pasal 31

(1) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebaiknya dipisahkan untuk pusat dan daerah.

Biaya pusat untuk daerah tidak mampu dapat dilakukan juga. (terkait UU Desentralisasi 32/2004, dan Keuangan Negara 17/2003) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a, diberikan kepada peserta didik dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran.

(3) Beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c diberikan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain.

(11)

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI PENDANAAN

Pasal 33

Pendanaan Pendidikan Kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat yang tidak mengikat.

Biaya Pendidikan di FK

Biaya Pendidikan di Ko-asistensi: Apakah masuk ke Kementerian Pendidikan atau Kesehatan

Biaya Pendidikan di Residensi: Apakah masuk ke Kementerian Pendidikan atau Kesehatan

Pasal 34

Sumber pendanaan Pendidikan Kedokteran berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Kurang jelas. FK Negeri FK Swasta RS Pendidikan Negeri RS Pendidikan Swasta BAB VII

EVALUASI, PENGAWASAN, DAN AKREDITASI Bagian Kesatu

Evaluasi Pasal 35

(1) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib melakukan evaluasi penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran secara menyeluruh, berkala, dan berkesinambungan.

(2) Evaluasi penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pendidik, Tenaga Kependidikan, Peserta Didik, Rumah Sakit Pendidikan, dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan.

Pasal 36

Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum, kualitas staf akademik, proses belajar

(12)

mengajar, kemajuan Peserta Didik dan fasilitas yang mendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 37

(1) Pemerintah melakukan pengawasan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

(2) Pengawasan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan akademis dan nonakademis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Akreditasi

Pasal 38

(1) Akreditasi terhadap penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dilakukan oleh badan yang berwenang melakukan akreditasi.

(2) Badan yang berwenang melakukan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen.

(3) Akreditasi penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dan untuk memperoleh gambaran tentang kinerja penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 39

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendukung penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang baik dan bermutu.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan fungsi Rumah Sakit Sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan.

Pasal 40

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan beasiswa kepada Peserta Didik yang berprestasi.

BAB IX

PERAN MASYARAKAT Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan dalam penyelenggaraan dan pengawasan Pendidikan Kedokteran.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. bantuan pendanaan untuk kemajuan Pendidikan Kedokteran;

b. penyediaan rumah sakit swasta menjadi Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan;

c. bantuan pelatihan; dan/atau d. bantuan lainnya.

(13)

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 42

Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan yang telah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan, harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang ini, paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 43

(1) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran yang sudah ada sebelum Undang-undang ini diundangkan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang ini, paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2) Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran harus mewujudkan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 paling lambat 10 (sepuluh) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 44

Semua peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana Undang-Undang ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 45

Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya yang diperintahkan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 46

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...

(14)

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN I. UMUM

Pendidikan kedokteran merupakan salah satu unsur perwujudan tujuan negara yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui Sistem Pendidikan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Gerakan reformasi di Indonesia telah mendorong prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Kedokteran, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada materi, proses, dan manajemen sistem Pendidikan Kedokteran.

Dalam rangka menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi serta era globalisasi perlu dilakukan pembaharuan Pendidikan Kedokteran secara terencana, terarah, dan berkesinambungan agar mampu menghasilkan dokter dan dokter gigi yang baik dan bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, memiliki etika dan moral dengan memadukan pendekatan humanistik terhadap pasien dan berjiwa sosial sebagai komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pembaruan Pendidikan Kedokteran dilakukan melalui penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang terarah, terukur, dan terkoordinasi. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan rencana strategi dan penyelenggaraan pendidikan kedokteran, meliputi: seleksi peserta didik, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, jenjang pendidikan, tempat pendidikan, kerjasama, sertifikasi, dan beasiswa yang diselenggarakan secara komprehensif.

Dalam praktiknya berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional belum mengatur secara spesifik dan komprehensif mengenai penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran. Baerdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu Undang-Undang yang secara khusus dan komprehensif mengatur tentang Pendidikan Kedokteran.

(15)

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang mengedepankan nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, perlindungan dan keselamatan pasien, dengan tujuan untuk menghasilkan dokter dan dokter gigi yang berkualitas dan beretika, berdedikasi tinggi dan profesional, serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Untuk mendukung hal tersebut, kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan kedokteran adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dilakukan dengan pendekatan terintegrasi baik horizontal maupun vertikal, serta berorientasi pada masalah kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat dalam konteks pelayanan kesehatan primer yang tersusun secara sistematis.

Jenjang Pendidikan Kedokteran yang meliputi pendidikan akademis dan pendidikan profesi membutuhkan sarana rumah sakit dengan standar persyaratan tertentu yang dapat digunakan sebagai sarana praktik selama mengikuti Pendidikan Kedokteran yang disebut Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan tersebut, diperlukan kerjasama antara Satuan Pendidikan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dengan pihak Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Sebagai Lahan Pendidikan yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas dan tegas serta berkepastian hukum sehingga, masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat positif dari kerjasama tersebut.

Sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan kedokteran pada prinsipnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, khususnya dari 20% anggaran Negara yang dialokasikan untuk anggaran pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tetap membuka peran masyarakat untuk membantu penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran melalui sumber pendanaan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk selalu menjaga mutu penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, maka dilakukan evaluasi, pengawasan, dan akreditasi secara periodik dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “nilai ilmiah” adalah bahwa pendidikan kedokteran harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Huruf c

(16)

Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah pendidikan kedokteran diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap memperhatikan keselamatan manusia.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “keseimbangan” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap menjaga keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”tanggung jawab” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran dilandasi dengan keinginan untuk berupaya untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, kompeten, profesional, beretika, bermoral, humanistik, dan berjiwa sosial dalam menghadapi tantangan perubahan lokal, nasional, dan global.

Pasal 3

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “komprehensif” adalah memperluas fasilitasi dan jangkauan pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara dalam kaitannya dengan kebutuhan kesehatan masyarakat

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan “dosen” adalah pendidik pendidikan

kedokteran yang tugas utamanya mentransformasikan,

mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada

(17)

masyarakat. Dosen dalam hal ini mencakup dosen dalam bidang ilmu kedokteran/kesehatan dan dosen dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi, dan lain sebagainya. Huruf b

Yang dimaksud dengan “dokter pendidik” adalah dokter yang mempunyai kompetensi dan diberikan kewenangan untuk mengajar dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan atau Rumah Sakit sebagai Lahan Pendidikan.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pendidik pendidikan kedokteran antara lain Undang-Undang yang mengatur mengenai Guru dan Dosen.

Pasal 10

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketenagakerjaan.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Guru dan Dosen.

Pasal 12

Ayat (1)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud antara lain Undang-Undang yang mengatur mengenai Yayasan.

Pasal 13

Cukup jelas. Pasal 14

Cukup jelas. Pasal 15

Yang dimaksud dengan “metode ilmiah” meliputi metodologi penelitian, filsafat ilmu, berpikir kritis, biostatistik dan evidence-based medicine.

(18)

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran dasar” meliputi fisika medik, biologi medik, kimia medik, anatomi, histologi, biokimia, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi, parasitologi, patologi, dan farmakologi.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran klinik” meliputi ilmu penyakit dalam beserta percabangannya, ilmu bedah, ilmu penyakit anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu penyakit syaraf, ilmu kesehatan jiwa, ilmu kesehatan kulit dan kelamin, ilmu kesehatan mata, ilmu THT, radiologi, anestesi, ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Yang dimaksud dengan “ilmu humaniora” meliputi ilmu perilaku, psikologi kedokteran, sosiologi kedokteran, antropologi kedokteran, agama, etika dan hukum kedokteran, bahasa, Pancasila serta kewarganegaraan.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran komunitas” adalah ilmu yang terdiri dari ilmu kesehatan masyarakat, ilmu kedokteran pencegahan, epidemiologi, ilmu kesehatan kerja, ilmu kedokteran keluarga dan pendidikan kesehatan masyarakat. Yang dimaksud dengan “ilmu kesehatan masyarakat” adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat untuk menjaga kesehatannya.

Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Penyelenggaraan jenjang pendidikan profesi dilakukan setelah menempuh jenjang pendidikan akademik.

Ayat (2)

(19)

Ayat (3) Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Dokter spesialis adalah dokter dan dokter gigi yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21 Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Guru dan Dosen, dan Praktik Kedokteran.

Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Rumah Sakit.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Rumah Sakit.

Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 25

(20)

Pasal 26 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Beasiswa pendidikan kedokteran dari “pihak lain” antara lain meliputi: perorangan/swasta dan lembaga asing.

Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34

Pendanaan pendidikan kedokteran dari sumber lain, meliputi: sumber pendanaan swasta, lembaga asing, dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(21)

Pasal 35

Cukup jelas. Pasal 36

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Pengembangan rumah sakit sebagai lahan pendidikan termasuk didalamnya rumah sakit jejaring/rumah sakit afiliasi.

Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud dengan “bantuan lainnya” adalah bahwa masyarakat dapat memberikan bantuan penyelenggaraan pendidikan kedokteran berupa penyediaan sarana dan prasarana seperti peyediaan lahan, peralatan yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran. Pasal 42

Cukup jelas. Pasal 43

(22)

Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Nomor yang menunjukkan istilah kearifan lokal di beberapa wilayah di Indonesia dalam upaya mencegah erosi dan kerusakan tanah adalah ….. Beberapa istilah yang terdapat

Tujuan dari program adalah : Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah pintu masuk penularan HIV/AIDS, Meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dalam

Dapat dilihat dari gambar 9 pada bagian grandtotal hasil perhitungan penentuan harga jual pada aplikasi menunjukkan hasil yang sama dengan pengujian manual

Apabila Orang tua calon siswi tidak dapat hadir wawancara pada waktu yang sudah ditentukan, mohon konfirmasi ke SMA Stella Duce 2 di No Telp 0274 513129 atau ke

Bab ini membahas apa saja kesimpulan yang didapat dari penulisan analisis dan perancangan system basis data ini serta saran-saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak

Pada penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan ialah kuesioner yang nantinya diisi oleh dewan direksi yang masih aktif bekerja pada bank – bank

Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan

1. Pendidikan karakter terintregrasi dalam pembelajaran. Hasil temuan dari sub fokus pendidikan karakter yang terintregrasi dalam pembelajaran adalah 1) Pengkajian SK