• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Hidroklimat Padi Pandanwangi (Kasus Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian Hidroklimat Padi Pandanwangi (Kasus Kabupaten Cianjur"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

33

KESESUAIAN HIDROKLIMAT PADI PANDANWANGI

(KASUS KABUPATEN CIANJUR)

FIRMAN ARIFIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

FIRMAN ARIFIN. Hydro-climate Suitability for Pandanwangi Rice Paddy (Case Study: Cianjur Region). Supervised by HIDAYAT PAWITAN.

The study of hydro-climate in this research is as new assessment of crop plants cultivation requirement, which is an aromatic rice paddy variety of Pandanwangi Cianjur (Pare Ageung). The study aims to: 1) identification correlation behind of hydro-climate and Pandanwangi rice paddy cultivation; 2) assess criteria of hydro-climate suitability for Pandanwangi rice paddy cultivation; 3) assess the impact of hydro-climate to social aspect of pandanwangi cultivation activity in Cianjur. Retrieval of data and information in the form of (i) literature review and (ii) field surveys: includes interviews to Pandanwangi farmers with documentation. The results showed that: 1) hydro-climate can influence to Pandanwangi cultivation activity: some hydro-climate parameters: land position at watershed, type of reservoir, and temporal characteristic of water depth (irrigation) can influence to Pandanwangi cultivation area size; 2) criteria of hydro-climate suitability for Pandanwangi rice paddy cultivation, consisting of: i) Temperature-elevation variation: Pandanwangi paddy field area must at temperature 22-24oC at elevation 500-800 meters above sea level (more cooler 2-3oC and more height) than general paddy field in low land at temperature 26-27oC and elevation less than 250 meters above sea level; ii) Koppen classification: Af (humid tropic); iii) land position at watershed: upper course of watershed with natural irrigation reservoir; and iv) characteristic of water depth: irrigation must available continually/continuously in 160 days flooded in a one time planting period of 180 days; 3) hydro-climate can make the suitable environment for cultivation being limited, so the original product of pandanwangi rice at market are limited to. This is can be good or bad impact for social aspect. The government's of Cianjur must efforts cultivation activities of this variety to increase it. One of the way to do it is by certification of the rice.

(3)

RINGKASAN

FIRMAN ARIFIN. Kesesuaian Hidroklimat Padi Pandanwangi (Kasus Kabupaten Cianjur). Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.

Kesesuaian faktor fisik lingkungan hidroklimat di suatu wilayah untuk suatu komoditas tanam merupakan tindak lanjut dari pentingnya kajian kesesuaian parameter lingkungan fisik dari aspek-aspek terbaru. Beberapa komoditas tanam memerlukan prasyarat faktor fisik lingkungan dari aspek lain agar bisa lebih menjelaskan untuk keperluan atau tujuan yang lain. Kesesuaian fisik lingkungan agar kualitas tanaman harus muncul mungkin telah terjelaskan oleh prasyarat tumbuh agroklimat tertentu, tetapi di sisi lain luas area tanam yang bisa dicapai tidak cukup terjelaskan oleh kesesuaian fisik yang telah ada tersebut. Hal ini terjadi seperti dalam kasus varietas Pandanwangi Cianjur (Pare Ageung). Padi jenis ini selain menuntut prasyarat ketinggian tertentu (agar kualitas muncul), tetapi juga menuntut kondisi keharusan pengairan tertentu agar bukan hanya sekadar secara kualitas saja dapat muncul, tetapi secara kuantitas juga agar bisa di tanam dalam skala besar, meliputi minimal lebih dari seratus hektar seperti di daerah asalnya di Cianjur. Kajian parameter fisik hidroklimat menjadi penting, sebab parameter fisik lingkungan ini ialah salah satu yang paling memungkinkan penjelasan prasyarat luasan area tanam yang mampu dicapai oleh wilayah pembudidaya di Cianjur yang bisa mencapai minimum seratus hektar, dimana cara pengairan sawah Pandanwangi ini memiliki tata aturan tertentu sehingga menanam dalam skala besar tersebut menjadi kendala tersendiri. Kendala lainnya yaitu antara prasyarat elevasi-suhu dengan prasyarat irigasi ada keterkaitan tertentu sehingga menjadi kendala tersendiri.

Telaah pustaka ini bertujuan untuk: (1) mengetahui hubungan hidroklimat dengan budidaya sawah padi Pandanwangi; (2) mengkaji kriteria kesesuaian hidroklimat untuk budidaya padi Pandanwangi; (3) mengkaji dampak hidroklimat terhadap aspek sosial usaha tani padi Pandanwangi di Cianjur. Manfaat dari penelitian ini ialah sebagai dasar perencanaan pertanian komoditas jenis ini di suatu daerah tertentu. Secara tidak langsung selain dapat mencegah punahnya varietas ini di pematang sawah di Cianjur, kajian ini bermanfaat sebagai dasar pembangunan dan perencanaan daerah agar bisa mendorong kesejahteraan masyarakat lokal khususnya masyarakat petani padi sawah di Cianjur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah telaah pustaka atau meta analisis, yaitu dengan mengumpulkan pustaka-pustaka terpublikasi dan menganalisis beberapa poin hasil-hasilnya secara kritis agar mampu memperkuat bukti untuk menjawab tujuan dan permasalahan. Penelitian berupa pengambilan data dan informasi, yaitu: (i) data sekunder: jurnal, skripsi, tesis, disertasi, handbook, prosiding, dsb. Juga diambil data sekunder lain berupa tambahan data dari software klimatologis yang telah tervalidasi: software FAO Loc Clim versi 1.0.0 dan

software Google Earth; dan (ii) data primer: hasil survey lapangan berupa interview kepada para

petani Pandanwangi di Cianjur mengenai kegiatan dan teknik budidaya Pandanwangi dan juga diambil informasi penting fisik lingkungan berupa foto-foto (dokumentasi) kondisi lingkungan fisik area sawah Pandanwangi di Cianjur.

Hasil kajian menunjukkan bahwa faktor fisik hidroklimat berpengaruh nyata terhadap budidaya padi Pandanwangi. Berdasarkan teknik meta analisis, didapat bahwa beberapa parameter hidroklimat tertentu seperti: variasi elevasi-suhu, variasi letak wilayah pada DAS, variasi tipe reservoir irigasi, dan variasi sifat irigasi terkait waktu, dapat dibuktikan bahwa parameter-parameter hidroklimat tersebut secara nyata dapat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya Pandanwangi. Parameter fisik hidroklimat dapat berpengaruh terhadap luas tanam yang bisa dicapai karena mampu menjelaskan lebih rinci keharusan kondisi pengairan pematang sawah Pandanwangi. Munculnya aroma lebih dipengaruhi oleh pengaruh variasi elevasi-suhu dan oleh pengaruh faktor tanah yang pada kajian ini tidak dikaji mendalam. Hal ini bisa ditunjukkan oleh beberapa hasil telaah pustaka yang menunjukkan bahwa variasi iklim yang melibatkan faktor air cenderung lebih mempengaruhi luas area tanam atau kuantitas hasil daripada pengaruhnya terhadap kualitas hasil tanam.

(4)

termasuk Af di lintang rendah (tropika basah); 3) posisi daratan berada di hulu DAS dengan tipe reservoir irigasi alami; dan 4) sifat ketersediaan air genangan terkait waktu yaitu: genangan harus tersedia secara kontinyu/terus-menerus (tanpa kering) selama 160 hari untuk satu kali masa budidaya selama 180 hari.

Berdasarkan hasil analisis dampak hidrolimat terhadap aspek sosial usahatani padi Pandanwangi di Cianjur, didapat bahwa bahwa faktor fisik hidroklimat sebagai faktor pembatas kegiatan cocok tanam padi Pandanwangi mampu menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap aspek sosial yang berhubungan dengan usahatani padi Pandanwangi. Hidroklimat dapat membatasi luas tanam potensial untuk membudidayakan Pandanwangi, sehingga jumlah beras Pandanwangi aseli yang dipasarkan juga akan terbatas oleh fungi luas potensial. Berkurangnya beras Pandanwangi aseli dapat merugikan konsumen. Tapi disisi lain bila mampu mengoptimalkan dan mempertahankan kegiatan budidaya, maka bisa menguntungkan beberapa golongan sosial tertentu seperti para pengusaha beras yang memegang kepemilikan sawah dan penjualan beras. Bila luasan aktual semakin menurun, maka secara tidak langsung dapat mengancam keberadaan varietas itu sendiri kedalam kepunahan. Diperlukan adanya upaya pemerintah kabupaten Cianjur agar kegiatan cocok tanam varietas ini mengalami peningkatan kembali secara segi kegiatan di wilayah yang lingkungannya telah sesuai untuk dilakukan penanaman, sehingga luas aktual tanam bisa lebih dioptimalkan kembali ke luas potensial. Salah satu cara meningkatkan aktivitas cocok tanam dengan meningkatkan daya tarik komoditas yang dikembangkan ialah dengan sertifikasi, sehingga perlu dilakukan sertifikasi beras Pandanwangi Cianjur.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

KESESUAIAN HIDROKLIMAT PADI PANDANWANGI

(KASUS KABUPATEN CIANJUR)

FIRMAN ARIFIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

Pada

Departemen Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi

: Kesesuaian

Hidroklimat

Padi

Pandanwangi

(Kasus

Kabupaten Cianjur)

Nama

: Firman Arifin

NRP

: G24080018

Menyetujui,

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan

NIP 19500430 197310 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.

NIP. 19600305 198703 2 002

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunianya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berwujud skripsi dengan judul: "Kesesuaian Hidroklimat Padi Pandanwangi: Kasus Kabupaten Cianjur". Karya ilmiah ini merupakan salah satu dari prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 Meteorologi Terapan di Departemen Geofisika Meteorologi Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil kajian telaah pustaka yang dilakukan di bagian Lab Hidrometeorologi, yang dilaksanakan bulan Februari 2012 sampai April 2013.

Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pertama apresiasi dan terima kasih yang sangat mendalam saya khusus tujukan kepada para peneliti yang hasilnya dijadikan rujukan dalam literatur review penelitian ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: teruntuk ayahanda dan ibunda tercinta, yang mana senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, dan pemberian materil yang tanpa lelahnya, yang tiada bosannya, yang tanpa pamrihnya; terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu berharganya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini; Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang mana telah memberikan masukan, nasehat, motivasi, dan berbagi advice yang sangat-sangat berharga; Bapak Bubun, Bapak Apup dan Bapak Dili atas segala macam pertolongan dan ketersediaannya membantu penulis dalam survey lapangan; serta seluruh rekan-rekan GFM 45 atas segala pertolongan dan kebaikannya, serta atas seluruh kebersamaannya.

Akhirnya segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Tiada gading yang tidak retak, selalu saja terdapat kekurangan dari karya-karya yang dibangun oleh umat manusia. Masih banyak kekurangan dan butuh segala macam perbaikan pada karya ilmiah ini untuk kedepannya. Segala masukan saran, kritik, sudah sekiranya selalu dinantikan agar suatu karya menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1990, sebagai anak sulung dari tiga besaudara dari pasangan Bpk.Agus Parhan dan Ibu. Rubae'ah. Pada tahun 2002 penulis tamat dari SDN Panagan, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMPN 1 Cipanas dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun 2005 ini penulis melanjutkan ke SMAN 1 Sukaresmi dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun setelah lulus SMA penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA...viii

RIWAYAT HIDUP...ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 1

1.3 Manfaat Penelitian... 1

II TINJAUAN PUSTAKA... 2

2.1 Hidroklimat dan Budidaya Varietas Pandanwangi... 2

2.1.1 Faktor Fisik Hidroklimat... 2

2.1.2 Gambaran Umum Wilayah Budidaya Pandanwangi... 2

2.1.3 Pengaruh Faktor-faktor Fisik Lingkungan Terhadap Hasil Pertanian... 2

2.2 Nilai Faktor Fisik Lingkungan Pada Pustaka Syarat Tumbuh Padi Sawah dan Pada Kondisi Real di Wilayah Pembudidaya dan Non-pembudidaya Pandanwangi... 3

2.2.1 Syarat Tumbuh dan Budidaya Padi sawah dan Pandanwangi...3

2.2.2 Ciri Fisik Lingkungan Pembudidaya dan Non-Pembudidaya Pandanwangi... 4

2.3 Keterbatasan Usahatani Pandanwangi di Cianjur ... 5

2.3.1 Luas Area Padi Sawah dan Padi Pandanwangi... 5

2.3.2 Produktivitas Padi Sawah dan Pandanwangi... 6

III METODOLOGI... 6

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 6

3.2 Alat dan Bahan... 6

3.3 Langkah Kerja... 7

3.3.1 Identifikasi Hubungan Hidroklimat dengan Kegiatan Budidaya Padi Pandanwangi 7 3.3.2 Mengkaji Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi... 7

3.3.3 Mengkaji Dampak Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani Padi Pandanwangi di Cianjur... 7

IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 7

4.1 Hubungan Hidroklimat Terhadap Budidaya Padi Pandanwangi... 7

4.2 Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Pandanwangi... 13

4.3 Dampak Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani Pandanwangi di Cianjur... 15

V KESIMPULAN DAN SARAN... 17

5.1 Kesimpulan... 17

5.2 Saran... 17

DAFTAR PUSTAKA... 17

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Referensi syarat tumbuh varietas padi sawah... 3 2 Referensi syarat tumbuh padi Pandanwangi... 4 3 Luas sawah total (seluruh tipe padi) dalam satu kecamatan daerah-daerah penghasil

Pandanwangi di Cianjur pada tahun 2002 dan 2004... 5 4 Luas sawah padi Pandanwangi (ha) di kabupaten Cianjur berdasar tahun per kecamatan... 6 5 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kualitas hasil tanam untuk

kasus padi Pandanwangi di wilayah pembudidaya vs non-pembudidaya padi

Pandanwangi ... 9 6 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kuantitas hasil tanam untuk

kasus padi Pandanwangi di wilayah pembudidaya vs non-pembudidaya padi

Pandanwangi... ... ... 12 7 Analisis kesesuaian nilai fisik real wilayah pembudidaya Pandanwangi dengan syarat tumbuh

padi sawah umum... 13 8 Analisis kesesuaian nilai fisik real wilayah pembudidaya Pandanwangi dengan syarat tumbuh

padi Pandanwangi berdasar pustaka... ... 14 9 Perbandingan luas area sawah Pandanwangi (ha) dengan luas sawah padi total di

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Jenis tanah wilayah kajian: tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel non-pembudidaya padi Pandanwangi... 23 2 Suhu rataan harian wilayah kajian: tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel non-

pembudidaya padi Pandanwangi... 24 3 Elevasi rataan wilayah kajian: tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel non-

pembudidaya padi Pandanwangi... 24 4 Iklim koppen wilayah kajian: tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel non-

pembudidaya padi Pandanwangi... 25 5 Letak area sentra padi sawah kecamatan-kecamatan pembudidaya vs non-pembudidaya

Pandanwangi pada daerah aliran sungai... 25 8 Letak lintang daerah pembudidaya dan non-pembudidaya padi Pandanwangi ... 26 7 Curah hujan tahunan tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel non-pembudidaya

Pandanwangi ... 26 8 Perbandingan curah hujan total bulanan (mm/bulan) daerah Warungkondang, Cianjur, dan

Cibeber... ... 26 9 Potensi luas irigasi wilayah kajian: tujuh kecamatan pembudidaya dan dua sampel

non-pembudidaya Pandanwangi ... 27 10 Potensi irigasi terkait waktu wilayah pembudidaya Pandanwangi di Cianjur... 27 11 Deskripsi padi varietas Pandanwangi berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No.

163/Kpts/LB.240/3/2004... 28 12 Teknik budidaya padi Pandanwangi... 29 13 Hasil Interview lapangan 17 Mei 2012 di daerah penghasil padi Pandanwangi di kabupaten

Cianjur... 32 14 Dokumentasi survei lapangan 17 Mei 2012 di kabupaten Cianjur ... ... 33 15 Peta wilayah kecamatan-kecamatan pembudidaya padi Pandanwangi di kabupaten

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesesuaian faktor fisik lingkungan untuk budidaya tanaman pertanian merupakan hal yang sangat penting. Hal ini karena faktor-faktor fisik lingkungan secara langsung berpengaruh terhadap tumbuh kembang tanaman terestrial, misal: iklim (Billings 1952). Hasil tanam juga dipengaruhi oleh faktor non-fisik lingkungan yaitu: kondisi sosial dan cara budidaya/teknologi. Beberapa penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa sistem tanam dapat berpengaruh langsung terhadap hasil produksi komoditas pertanian (Aruan et al. 2010). Faktor fisik lingkungan banyak dikaji umumnya selain sebagai syarat tumbuh tetapi beberapa bertujuan untuk pengoptimalan hasil-hasil tanaman pertanian. Hidroklimat merupakan parameter fisik lingkungan dan aspek ilmu terapan yang masih belum banyak diketahui manfaatnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya terhadap ilmu pertanian. Umumnya prasyarat tumbuh atau budidaya dari parameter fisik yang telah ada sudah cukup menjelaskan untuk keperluan tanam, karena detail keharusan sumber air tidak perlu terlalu diperhitungkan, sebab umumnya komoditas tanam biasa memiliki tipe pemberian air yang masih sederhana; seperti penyiraman rutin pada beberapa komoditas tanaman atau irigasi sawah pada padi normal yang mendapatkan pengeringan berkala. Disini terlihat bahwa nilai parameter fisik lingkungan hidroklimat ketersediaan air (jumlah dan sifat air irigasi atau curah hujan) yang lebih rinci, bukanlah permasalahan yang menjadi kendala khusus

sebagai faktor pembatas untuk

komoditas-komoditas tanaman pertanian normal yang menuntut pemberian air yang normal tersebut.

Hal ini berlaku berbeda untuk kasus varietas Pandanwangi Cianjur (Pare Ageung). Menurut para petani Pandanwangi di lapangan, sawah Pandanwangi harus digenangi terus menerus selama masa tanam (survey lapangan 17 Mei 2012). Penelitian yang telah dilakukan oleh Indrayani et al. (2009), menunjukkan bahwa sawah Pandanwangi yang ingin berhasil kegiatan cocok tanamnya; muncul aroma dan sifat unggul kualitas hasilnya, maka minimal lingkungan sawah padi tersebut harus masuk kedalam kriteria fisik lingkungan tertentu seperti: rentang ketinggian tempat yang diharuskan, kondisi tanah tertentu, dan kondisi ketersediaan air tetentu yang diharuskan. Masih belum jelas nilainya, akan tetapi

mengindikasikan adanya prasyarat wajib tertentu nilai fisik lingkungan yang harus dimiliki agar cocok tanam Pandanwangi berhasil, seperti di wilayah asal pembudidaya di Cianjur, yaitu bisa muncul kualitas unggulannya dan bisa dalam skala besar.

Akhir-akhir ini keberadaan sawah Pandanwangi di pematang sawah di Cianjur telah semakin berkurang (Podesta 2009). Hal ini sangat disayangkan karena beras ini termasuk salah satu beras aromatik terbaik yang pernah ada. Varietas Pandanwangi Cianjur ialah salah satu varietas unggul lokal yang bertipe galur murni dan memiliki masa tanam lebih lama dibanding padi sawah biasa; 150 hari belum termasuk semai 30 hari (SK. No 163/2004 [lampiran 11]). Penelitian dari Indrayani et al. (2009) menyinggung mengenai keterbatasan penyebaran sawah Pandanwangi di Cianjur ini terkait prasyarat tumbuh lingkungannnya yang harus sesuai agar sifat unggulnya bisa muncul.

Telaah pustaka menjadi metode yang paling mungkin dilakukan untuk topik ini yang umumnya baru dan belum pernah ada penelitian dengan topik ini sebelumnya. Selanjutnya sertifikasi beras penting dimasukan sebagai bahan tambahan dalam kajian ini karena bisa bermanfaat secara tidak langsung baik terhadap para petani maupun terhadap keberadaan varietas ini sendiri. Dari berbagai masalah budidaya di Cianjur tersebut, kajian dengan menghubungkan aspek kegiatan budidaya Pandanwangi dengan parameter fisik hidroklimat menjadi sangat dibutuhkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi hubungan hidroklimat

dengan kegiatan budidaya padi

pandanwangi.

2. Mengkaji kriteria kesesuaian hidrolimat untuk budidaya padi Pandanwangi. 3. Mengkaji dampak hidroklimat terhadap

aspek sosial usahatani padi Pandanwangi di Cianjur.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan baru mengenai syarat khusus budidaya tanaman komoditas tertentu.

2. Sebagai dasar perencanaan pertanian, serta sebagai referensi penelitian- penelitian lanjutan yang relevan.

(14)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidroklimat dan Budidaya Varietas Pandanwangi

2.1.1 Faktor Fisik Hidroklimat

Penelitian Gunawan tahun 2007

menyebutkan bahwa hidroklimat merupakan keadaan rerata cuaca suatu daerah atau tempat dalam periode/waktu tertentu, dan pada umumnya dipengaruhi oleh letak geografis dan ketinggian daerah tersebut; variasi iklim ini ditentukan oleh berbagai parameter, antara lain: intensitas curah hujan, hari hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Penelitian Anwar tahun 2012 menyebutkan bahwa hidroklimatologi ialah cabang ilmu lintas disiplin yang mempelajari tentang proses-proses hidrologi di atmosfer, kemudian dikembangkan dengan penerapan teknologi sebagai pemanfaatan sumberdaya air di hidrosfer maupun litosfer. Hasil penelitian Quinn et al. (2004) menunjukan bahwa beberapa nilai parameter fisik lingkungan (hidroklimat) yaitu debit dan tinggi muka air sungai berdasar variasi waktu di suatu tempat tertentu berpengaruh terhadap produksi hasil pertanian. Hoerling et al. (2010) mengkaji mengenai variasi hidroklimat di danau Devils di North Dakota, USA, dengan objek yang dikaji yaitu danau dan salah satu yang dipelajari ialah mengenai pola curah hujan, dan pengaruh efek letak wilayah (lintang, topografi) yang berpengaruh terhadap elevasi tinggi muka air danau. Eugene et al. (2012) mengkaji dampak variabilitas iklim terhadap perubahan nilai parameter hidroklimat di suatu wilayah di Afrika; mengemukakan bahwa perubahan nilai parameter iklim suhu udara bisa berpengaruh terhadap berubahnya besaran nilai parameter hidroklimat curah hujan. Jakob et al. (2002) mengkaji penggunaan parameter hidroklimat curah hujan yang dijadikan penanda kejadian longsor di wilayah kajian Vancouver; niai-nilai curah hujan dikumpulkan sedemikian rupa berdasarkan waktu yang berbeda dan dilakukan analisis korelasi terhadap waktu kejadian longsor.

2.1.2 Gambaran Umum Budidaya Padi Pandanwangi di Wilayah-wilayah Pembudidaya

Sentra penghasil padi Pandanwangi di kabupaten Cianjur diantaranya kecamatan Warungkondang, Cianjur, Cilaku, Cibeber, Cugenang, dan Sukaresmi (Podesta 2009). Sentra lainnya juga terdapat di kecamatan Campaka (Gandhi 2008). Selain di kabupaten

Cianjur, padi Pandanwangi ditanam di kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Majalengka dan Karawang (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2003; Murdani 2008). Juga ada yang menyebutkan terdapat di wilayah Boyolali Jawa Timur (Agustono 2010). Gambaran teknik budidaya padi Pandanwangi secara rinci dimuat dalam lampiran 12 hasil penelitian Prima Gandhi tahun 2008 terdapat dalam halaman lampiran.

2.1.3 Pengaruh Faktor-faktor Fisik Lingkungan Terhadap Hasil Tanam

Faktor-faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang tanaman terestrial diantaranya: iklim, mencakup: (i) radiasi (matahari, kosmos, bumi), (ii) suhu (udara, tanah, batuan), (iii) air (uap air, kondensasi, presipitasi, air tanah) dan (iv) gas-gas di atmosfer (komposisi, tekanan, angin). Faktor lingkungan lainnya yaitu: edafik (bahan induk tanah), geografik (gravitasi, rotasi, posisi geografik, vulkanik, diastropis, erosi, topografi), dan biotik (tanaman lain, hewan, manusia) (Billings 1952 ).

Pengaruh faktor tanah diantaranya ialah

penelitian berikut: Aryana (2009)

mengemukakan bahwa jenis tanah yang merupakan salah satu keragaman jenis lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap mutu hasil gabah persatuan luas. Akbarillah et al. (2007) menyebutkan bahwa kesuburan tanah merupakan faktor yang menentukan jumlah produksi gabah dan kualitas padi. Zahrah (2011) mengemukakan bahwa jenis kesuburan tanah berpengaruh untuk mendapat produksi kualitas hasil pertanian yang optimal. Kastanja (2010) mengemukakan bahwa kondisi tanah (jenis, pH, kesuburan, bahan

organik) mempegaruhi langsung

perkembangan tanaman pertanian. Kurniawan

et al. (2009) mengemukakan bahwa jenis tanah

mampu mempengaruhi kualitas hasil budidaya, dan bila diubah sifat fisik dan kimia nya dengan bahan hara tambahan, maka akan semakin meningkatkan kualitas (mutu) hasil, sedangkan kuantitas hasil (jumlah anakan) dipengaruhi langsung oleh tipe varietas.

(15)

meningkat (Itani dan Fushimi 1996; Indrasari

et al. 2012). Ismari (2012) mengemukakan

bahwa untuk mendapat mutu beras optimal, maka harus mempertimbangkan pengaruh lama budidaya (faktor thermal heat unit). Pamuji et al. (2010) mengemukakan bahwa kisaran suhu optimum diperlukan agar didapatkan kualitas hasil tanam komoditas pertanian (jahe) yang optimal. Nurlenawati et al. (2010) mengkaji bahwa suhu udara berpengaruh terhadap kualitas hasil tanaman pertanian (cabai) yang baik.

Pengaruh faktor air diantaranya ialah hasil penelitian berikut: Simanulang (2011) menyatakan bahwa ketersediaan air di lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam. Menurut Wibobo et al. (2010), faktor air sangat berpengaruh terhadap hasil tanam; kekurangan air pada tanaman padi dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih pendek, pengisian bulir berkurang, dan menurunkan hasil tanam

persatuan luas. Penelitian Yetti et al. (2010) mengemukakan bahwa system of rice

intensification mempertimbangkan pengaruh

penggunaan air karena sangat berpengaruh terhadap hasil tanam, namun lebih hemat dalam penggunaan air. Barus (2012) mengemukakan bahwa iklim dan air (curah hujan) sangat penting dalam meningkatkan produksi hasil tanam padi (gogo), meskipun padi gogo tidak memerlukan irigasi. Aruan et al. (2010) mengemukakan bahwa jumlah produksi hasil tanam padi sawah dipengaruhi langsung oleh faktor air namun umumnya budidaya padi sawah irigasi boros dalam penggunaan air. Rouw (2008) menyatakan bahwa keragaman faktor air curah hujan berpengaruh terhadap keragaman hasil produksi padi sawah. Pada penelitian Domiri (2011) menyatakan bahwa pengaruh faktor air yang mana berhubungan dengan neraca air dan unsur cuaca-iklim bisa berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman padi.

2.2 Nilai Parameter Fisik Lingkungan Sawah Padi Pada Pustaka Syarat Tumbuh dan Kondisi Real Sawah Pandanwangi di Cianjur

2.2.1 Syarat Tumbuh dan Budidaya Padi Sawah dan Pandanwangi Berdasarkan Pustaka

Tabel 1 Referensi syarat tumbuh varietas padi sawah

Parameter Fisik Lingkungan

Prasyarat Tumbuh

1 2

Lintang 45 LU s/d 45 LS -

Curah hujan Khusus Gogo: 4 bulan basah berturut-turut, padi sawah tidak ada prasyarat khusus

Berapapun, asal irigasi mencukupi

Suhu rataan harian

Dataran rendah (0-650 mdpl): 22-27o C, dataran tinggi (650-1500 mdpl): 19-23o C

24-29 o C

Naungan Tanpa naungan (tajuk pohon) -

Kondisi angin Tenang -

Tekstur tanah Berlempung dan berat, serta memiliki lapisan keras 30 cm dibawah permukaan tanah atas

-

Tebal lumpur 18-22 cm -

pH Tanah 4-7 5,5-7,5

Elevasi Dataran rendah dan dataran tinggi -

Jenis tanah - Tipe tanah apapun

Permeabilitas sub-horizon

- < 0,5 cm/jam

Sumber: (1): A A K (1990), Dinas Pertanian Provinsi Jabar (1982), Griest (tanpa tahun), Suparyono (1994) ; Prihatman (2000)

(16)

Pada tabel 1 di halaman sebelumnya didapatkan referensi syarat tumbuh varietas padi sawah secara umum. Didapat dua referensi dari Prihatman (2000) dan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008). Syarat tumbuh padi sawah tersebut ialah untuk menumbuhkan tanaman padi sawah di suatu tempat sehingga mampu berbuah dan panen dengan baik. Pada tabel 2 selanjutnya didapat referensi mengenai syarat tumbuh padi Pandanwangi hasil kajian yang telah terpublikasi pada karya ilmiah berupa jurnal maupun hasil kajian atau penelitian dari para peneliti yang hasilnya umumnya tidak disebarluaskan, tetapi terkait dengan penelitian padi Pandanwangi. Syarat tumbuh padi Pandanwangi tersebut juga bertujuan agar suatu lingkungan dapat menumbuhkan padi Pandanwangi dengan baik seperti di daerah

asalnya di Cianjur, yaitu dapat berbuah dan bisa dipanen dan yang paling penting ialah sifat-sifat unggul kualitas beras Pandanwangi yang dihasilkan dapat muncul, terutama aroma.

2.2.2 Ciri Fisik Lingkungan Pembudidaya dan Non-Pembudidaya Pandanwangi

Nilai parameter fisik lingkungan tersebut secara garis besar terbagi menjadi parameter non-hidroklimat seperti: jenis tanah; serta parameter hidroklimat: variasi suhu-elevasi, klasifikasi Koppen, letak area sepanjang daerah aliran sungai, letak lintang, variasi curah hujan tahunan-bulanan, variasi potensi luas genangan air irigasi, dan variasi potensi genangan air irigasi terkait waktu. Kesemua nilai parameter fisik lingkungan tersebut terdapat pada lampiran 1s.d 10.

Tabel 2 Referensi syarat tumbuh padi Pandanwangi

Penelitian Parameter Syarat Tumbuh

Ter-identifikasi Syarat tumbuh padi Pandanwangi mengacu dalam penelitian

Indrayani et al. (2009), yaitu: (i) ketinggian minimal 500-800 mdpl; (ii) kesuburan tanah dengan tingkat tertentu dan; (iii) air yang cukup

- Rentang elevasi - Tingkat kesuburan tanah - Tipe ketersediaan air

Padi Pandanwangi dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 500-700 mdpl. Padi jenis ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada lahan sawah berpengairan subur (Podesta 2009)

- Rentang elevasi - Tipe ketersediaan air

Ketinggian tempat ideal 700 mdpl (Dinas Pertanian Kab.Cianjur 2002; Gandhi 2008)

Elevasi

Pengairan sawah pandanwangi harus diatur untuk memperlancar aliran air yang mengairi sawah sehingga tidak menghambat pertumbuhan padi. Padi Pandanwangi digenangi air terus-menerus umur 7-130 (hari masa tanam). Dan setelah mencapai umur tersebut, padi tersebut dikeringkan karena telah mendekati waktu panen (Dinas Pertanian Kab.Cianjur 2002; Murdani 2008)

Tipe irigasi

Padi Pandanwangi termasuk kedalam varietas padi Javanica (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2002; Gandhi 2008)

Lokasi penanaman ideal

Menurut petani Pandanwangi, sawah harus digenangi sepanjang tanam (Survey Lapangan, 17 Mei 2012 [lampiran 13)

Tipe irigasi

Baik ditanam di kabupaten Cianjur (sebagian tempat), dan umur tanaman 155 hari

(SK Mentan NO.163/Kpts/LB.240/3/2004 [lampiran 11])

(17)

2.3 Keterbatasan Usahatani Pandanwangi di Cianjur

2.3.1 Luas Tanam Padi Sawah dan Padi Pandanwangi di Cianjur

Penelitian Seno et al. (2011) menyebutkan bahwa karakterisitik agronomi padi aromatik (ketahanan penyakit, selektivitas geografi kultivasi, kemudahan tanam dan pelihara, waktu tanam, dan produktivitas) tidak sebaik padi non-aromatik. Indrayani et al. (2009) menyebutkan bahwa terbatasnya penyebaran Pandanwangi Cianjur terkait dengan prasyarat tumbuh Pandanwangi itu sendiri, salah satu syarat tumbuh yang disinggung diantaranya ialah mengenai kombinasi elevasi, kondisi kesuburan tanah, dan ketersediaan air, dan bila syarat tumbuh tidak terpenuhi, maka kualitas hasil seperti aroma akan kurang muncul.

Dalam penelitian Podesta di tahun 2009 ditemukan bahwa kegiatan budidaya padi Pandanwangi di daerah budidaya di Cianjur selalu mengalami penuruan dari waktu ke waktu. Hampir 50% luas areal pertanaman padi

varietas Pandanwangi terdapat di kecamatan Warungkondang, Cianjur. Yang mana juga dilakukan pemurnian varietas dan penangkaran benih (Indrayani et al. 2009). Pada tahun 2009, petani Citra Sawargi hanya menanam Pandanwangi seluas 48,93 ha dengan jumlah orang sebanyak 96 orang (Indrayani et al. 2009).

Pada tabel 3 disajikan luasan sawah padi total di kecamatan pembudidaya Pandanwangi di Cianjur. Didapat dua referensi dari area sawah Pandanwangi di kecamatan pembudidaya di Cianjur. Pada tabel tersebut hanya didapat satu referensi dari penelitian Podesta tahun 2009.

Tabel 3 Luas sawah total (seluruh tipe padi) dalam satu kecamatan daerah-daerah penghasil Pandanwangi di Cianjur pada tahun 2002 dan 2004

Nama Daerah Nilai

(ha)

Rataan

Kasar (ha) Referensi

Kec.Warungkondang,

2) Dinas Pertanian Kab.Cianjur (2004); Ekawati (2004)

2) Dinas Pertanian Kab.Cianjur (2004); Ekawati (2004)

(18)

Tabel 4 Luas sawah padi Pandanwangi (ha) di kabupaten Cianjur berdasar tahun per kecamatan

Nama Kecamatan Pembudidaya Luas per Tahun (ha) Rataan

(ha)

Sumber: Dinas Pertanian (2007); Podesta (2009)

2.3.2 Produktivitas Padi Sawah dan Padi Pandanwangi

Menurut Balai Pengembangan dan

Penelitian Pertanian tahun 2008, rataan hasil aktual tanam sawah padi (umum) dalam satu kali musim tanam sekitar 4,5 ton GKG/ha dan potensi hasil sebesar 6 ton GKG/ha. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawabarat dalam Prihatman (2000), potensi padi sawah sekitar 6-7 ton GKG/ha dalam satu musim tanam. Potensial hasil padi jenis Pandanwangi mencapai 5-7ton/ha MKP (Malai Kering Pungut) dalam satu kali panen (Indrayani et al. 2009). Ditingkat petani (aktual) mencapai rata-rata sekitar 7,2 ton MKP/ha dalam satu kali panen (Podesta 2009). Menurut SK Mentan No163/kpts/LB.240/3/2004, rata-rata hasil Pandanwangi sebesar 5,7 ton GKG/ha dengan potensi hasil sebesar 7,4 ton GKG/ha.

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Kajian telaah pustaka ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 s.d April 2013 di Laboratorium Hidrometeorologi, Perpustakaan departemen GEOMET FMIPA IPB dan Perpustakaan LSI-IPB. Bertempat di kampus Institut Pertanian Bogor dengan wilayah kajian kabupaten Cianjur dan provinsi Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan ialah seperangkat perangkat lunak office, yaitu word processor

dan spreadsheet. Bahan yang digunakan

dalam penelitian ini berupa data dan informasi sekunder dan primer yang relevan dengan

tujuan sebagai referensi utama yang kemudian dilakukan analisis meta. Data sekunder mencakup pustaka seperti: jurnal, tesis, disertasi, skripsi, serta referensi web dan digunakan pula software klimatologis sebagai data tambahan. Data primer mencakup hasil survey lapangan tanggal 17 Mei 2012, mencakup hasil interview kepada petani Pandanwangi dan dokumentasi.

Software klimatologis yang digunakan

berupa software FAO Loc Clim versi 1.00 yang

diunduh dari alamat web:

http://samsamwater.com. Selanjutnya

digunakan software Google Earth Version 6.2.2.6613 dengan tambahan samsamwater tools yang juga diunduh dari situs yang sama.

Software FAO Loc Clim digunakan sebagai

informasi pembanding nilai parameter iklim dibeberapa tempat yang berbeda. Software Google Earth berfungsi sebagai data/informasi ilmiah tambahan mengenai nilai parameter geografis dan klimatologis yang cukup valid.

Software-software ini digunakan terutama

(19)

3.3 Langkah Kerja

3.3.1 Identifikasi Hubungan Hidroklimat Terhadap Kegiatan Budidaya Padi Pandanwangi

Langkah pertama ialah dengan

mengumpulkan referensi kajian pengaruh hidroklimat terhadap budidaya padi Pandanwangi. Selanjutnya bila tidak memungkinkan telah ada kajian seperti itu sebelumnya, maka selanjutnya ialah mengumpulkan referensi kajian hidroklimat dan referensi faktor-faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi budidaya tanaman pertanian, kemudian membuktikan bahwa hidroklimat bisa berpengaruh nyata terhadap budidaya Pandanwangi layaknya pengaruh faktor fisik lain yang sudah secara nyata berpengaruh nyata terhadap budidaya tanaman pertanian. Hubungan dan pemerkuat bukti diidentifikasi dengan teknik meta analisis.

3.3.2 Mengkaji Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi

Langkah pertama ialah menyusun parameter/nilai hidroklimat real di tempat pembudidaya Pandanwangi yang telah ada pada lampiran 1 s.d 10. Selanjutnya menyusun syarat tumbuh varietas padi sawah umum dan syarat tumbuh varietas padi Pandanwangi yang telah ada pada tinjauan pustaka. Kemudian dilakukan analisis kesesuaian semua versi nilai-nilai fisik lingkungan tersebut dengan membandingkan hasil-hasil nilai real fisik lingkungan dengan syarat tumbuh teoritis. Selanjutnya mensintesis prasyarat hidroklimat yang diperlukan untuk budidaya Pandanwangi.

Ciri fisik lingkungan pembudidaya padi Pandanwangi (tujuh kecamatan di Cianjur) dan non-pembudidaya (dua kecamatan sampel sentra sawah padi sawah: Dramaga dan Jatisari [pada lampiran 1 s.d 10]) didapat selain berdasarkan hasil dari penelusuran pustaka, tetapi juga didapat dari hasil data iklim-geografis yang didapat dari software klimatologis FAO Loc Clim dan Google Earth. Hal ini dilakukan karena data parameter fisik lingkungan seperti itu umumnya sukar didapat dalam telaah pustaka.

3.3.3 Mengkaji Dampak Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani Padi Pandanwangi di Cianjur

Ialah dengan mengumpulkan referensi

yang mampu mendukung/membuktikan

bahwa hidroklimat mempengaruhi aspek sosial usaha tani padi Pandanwangi di Cianjur dan di provinsi Jawa Barat. Selanjutnya

identifikasi hubungan dan pemerkuat bukti dilakukan secara meta analisis.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Hidroklimat Terhadap Budidaya Padi Pandanwangi

Berdasarkan hasil telaah pustaka, tidak didapatkan referensi khusus terpublikasi yang

pernah mengkaji mengenai hubungan

hidroklimat dengan budidaya padi

Pandanwangi secara langsung. Beberapa kajian seperti Quinn et al. (2004), secara khusus hanya pernah mengkaji pengaruh hidroklimat terhadap aspek pertanian, yaitu terhadap hasil produksi tanaman. Kajian lain dari Indrayani et al. (2009) secara tidak langsung menyiratkan dibutuhkan keharusan syarat ketersediaan air tertentu untuk budidaya padi Pandanwangi. Ini memungkinkan parameter hidroklimat menjadi faktor pembatas dalam kegiatan budidaya padi Pandanwangi. Selanjutnya perlu dicari hubungan antara penelitian Indrayani et al. (2009) dan dengan Quinn et al. (2004) dan memperkuat buktinya.

4.1.1 Aspek-aspek Utama dari Suatu Budidaya Tanaman Pertanian yang Dipengaruhi Langsung Oleh Faktor Fisik Lingkungan

Kualitas hasil tanam (mencakup: tekstur beras, tingkat kepulenan, bentuk, aroma, dan kualitas sifat unggul lain) dipengaruhi langsung oleh faktor fisik tanah (jenis tanah, kesuburan, pH, tekstur) dan beberapa parameter iklim tertentu (suhu, curah hujan, kelembapan, angin, penyinaran matahari). Kuantitas hasil tanam (mencakup: luas tanam yang mampu dicapai) dipengaruhi langsung oleh faktor fisik ketersediaan air.

Hal ini bisa dilihat dan dibuktikan dalam hasil-hasil penelitian hubungan tanah terhadap hasil budidaya (pada tinjauan pustaka) dari: Billings (1952), Aryana (2009), Akbarillah et al. (2007), Zahrah (2011), Kastanja (2010), Kurniawan et al. (2009) yang pada umumnya menyatakan bahwa kondisi tanah berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil. Perbedaan kondisi tanah pada dua lokasi dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama, maka akan menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada budidaya sawah padi Pandanwangi, dapat dilihat bahwa perbedaan jenis tanah antara dua wilayah kajian

(pembudidaya di Cianjur dengan

(20)

lampiran 1]) secara umum tidak memberikan arti lebih bahwa jenis tanah tertentu mutlak diperlukan agar kualitas hasil bisa muncul dan agar mutu beras bisa sama seperti beras Pandanwangi yang ditanam Cianjur. Pada lampiran 1: jenis tanah, menunjukkan hasil bahwa kurang dapat ditarik pembeda yang membedakan antara tujuh daerah pembudidaya di cianjur dengan daerah-daerah bukan

pembudidaya. Pun ke-tujuh tempat

pembudidaya di Cianjur ini memiliki jenis yang beragam tanahnya, tapi nyatanya budidaya sama-sama berhasil dengan baik. Betapapun itu kajian mengenai jenis tanah yang sesuai untuk budidaya padi sawah telah banyak kajiannya, dan salah satu prasyarat parameter fisik yang selalu dicantumkan ialah jenis tanah. Jenis tanah ialah salah satu faktor pembatas tumbuh tanaman pertanian yang harus diperhitungkan, artinya jenis tanah selalu mempengaruhi kegiatan budidaya tanaman pertanian dalam hal ini terhadap kualitas hasil, yang mana bisa dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian para peneliti agronomi di tinjauan pustaka tersebut. Pada kajian ini, jenis tanah khusus tidak dikaji secara mendalam pengaruhnya terhadap padi Pandanwangi

sebagai prasyarat budidaya karena

keterbatasan lingkup kajian yang hanya menitikberatkan kepada faktor fisik hidroklimat.

Begitu pula dengan pengaruh suhu udara rataan harian, banyak dibuktikan oleh para peneliti sebelumnya bahwa secara nyata berpengaruh langsung kepada kualitas hasil tanam. Hasil penelitian pada tinjauan pustaka dari: Mathews et al. (2003), Indrasari et al. (2012), Ismari (2012), Pamuji et al. (2010), dan Nurlenawati et al. (2010) secara umum menyatakan bahwa suhu udara rataan harian berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil.

Perbedaan suhu udara rataan harian pada dua lokasi berbeda dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama, maka akan menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada umumnya suhu udara rataan harian sangat tidak terpisahkan dengan fungsi elevasi suatu tempat, sehingga variasi suhu-elevasi bisa dijadikan suatu variabel tersendiri yang bersatu. Pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa untuk suhu udara, ada pembeda yang jelas antara wilayah pembudidaya dengan wilayah non-pembudidaya, yaitu bahwa daerah pembudidaya memiliki suhu udara rataan harian relatif lebih sejuk (2 s.d 3 oC) dibandingkan wilayah non pembudidaya Pandanwangi. Daerah di Cianjur memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 22 s.d 24oC, sedangkan pada daerah sampel non-pembudidaya di Jatisari dan Dramaga memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 26 s.d 27o C. Pada lampiran 3

menunjukkan bahwa daerah-daerah

pembudidaya padi Pandanwangi di Cianjur ini terdapat pada ketinggian yang sedikit bervarisasi antara ketujuh kecamatan pembudidaya tersebut, namun memiliki kecenderungan kesamaan yang lebih kuat sama, yaitu merupakan kisaran dataran tinggi, lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Pada daerah bukan pembudidaya, terdapat juga pola yang hampir sama, yaitu berada di ketinggian dataran rendah tropika, yaitu kurang dari 250 mdpl. Jadi pengaruh faktor tanah dan faktor variasi suhu-elevasi bisa memberikan cukup penjelasan tentang kegiatan budidaya

Pandanwangi yang berhasil karena

berdasarkan ciri fisik real lingkungan tersebut dapat dilihat dengan jelas perbedaan variasi

antara wilayah pembudidaya dengan

non-pembudidaya. Hal ini bisa lebih jelas bisa dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kualitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di daerah pembudidaya vs non-pembudidaya Pandanwangi

Parameter Tren/kecenderungan Wilayah Pembudidaya

kecenderungan Wilayah

Non-pembudidaya Perbandingan

Jenis tanah Kesamaan sukar di

identifikasi/jenis tanah semua berbeda (bervariasi)

Bervariasi Kurang ada

pembeda

Variasi suhu-eleva si

- Suhu : 22-24o C - Relatif sama: dataran

tinggi >atau sama dengan 500 meter diatas muka laut

- Suhu : 26o s.d 27o C, - Relatif sama: dataran

rendah < 250 mdpl

Ada

pembeda/kontras

(21)

Beberapa penelitian faktor fisik lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap kuantitas hasil yang bisa dicapai diantaranya ialah beberapa kajian dari Simanulang (2011), Wibobo et al. (2010), Yetti et al. (2010), Barus (2012), Rouw (2008), Domiri (2011), dan Aruan et al. (2010); secara umum menyatakan bahwa kuantitas hasil tanam, dalam hal ini berupa luas tanam yang mampu

dicapai pada padi sawah, (tanpa

memperhitungkan keharusan kualitas hasil) dipengaruhi langsung oleh faktor air di lingkungannya sebagai input mutlak kepada tanaman yang akan ditanam, yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah luasan tanam.

4.1.2 Hubungan Hidroklimat Dengan Faktor-faktor Fisik Lingkungan Iklim dan Ketersediaan Air yang Berpengaruh Nyata Terhadap Kuantitas Hasil

Pada penelitian Quinn et al. (2004) mengemukakan bahwa parameter hidroklimat diantaranya berupa nilai ketersediaan air reservoir, yaitu tinggi muka sungai atau debit sungai. Penelitian Anwar (2012) menyebutkan secara eksplisit bahwa hidroklimat erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air di lingkungan; parameter hidroklimat bisa berupa nilai curah hujan maupun nilai air reservoir. Penelitian Hoerling et al. (2010) mengemukakan parameter hidroklimat di contohnya ialah nilai elevasi badan air danau, dan letak objek kajian danau berdasarkan

posisi geografis. Gunawan (2007)

mengindikasikan parameter hidroklimat erat kaitannya dengan nilai ketersediaan air dan variasi iklim yang melibatkan air. Sedangkan Pada penelitian Eugene et al. (2012) parameter hidroklimat yang dilibatkan berupa nilai curah hujan dan nilai ketersediaan air berupa debit yang dipengaruhi olah dampak perubahan iklim. Terakhir pada penelitian Jakob et al. (2002), parameter hidroklimat berupa nilai curah hujan yang dijadikan inisiasi

Treshold bencana longsor.

Dari semua itu, secara sederhana hidroklimat dapat diartikan sebagai iklim suatu lingkungan yang dicirikan dominan oleh unsur air. Jenis parameter hidroklimat ialah parameter iklim yang telah dikenal, sehingga parameter hidroklimat yang mempengaruhi budidaya tanaman pertanian adalah:

a. Letak lintang. Merupakan ciri hidroklimat suatu daerah tertentu karena sangat berhubungan dengan kondisi ketersediaan air di lingkungannya. Penelitian Gunawan (2007) dan Hoerling et al. (2010)

mengindikasikan bahwa letak lintang ialah termasuk parameter hidroklimat.

b. Pola iklim Koppen. Dalam Gunawan (2007) disebutkan bahwa hidroklimat merupakan salah satu variasi iklim, maka diambillah pola iklim Koeppen yang mana klasifikasi iklim ini melibatkan pengaruh ketersediaan air di lingkungannya

c. Besar curah hujan bulanan dan tahunan (mm). Dalam penelitian Anwar (2012) dapat dibuktikan bahwa curah hujan merupakan salah satu bentuk hidroklimat, sebab merupakan pemanfaatan S.D air di potensi luas irigasi sawah padi.

e. Potensi genangan air terkait waktu (hari). Ialah ciri hidroklimat suatu tempat tertentu, yaitu potensi lama air genangan mampu mempertahankan genangannya dalam kurun waktu tertentu. Nilainya berdasarkan lama satuan waktu bisa dipertahankan. Misalkan tergenang terus menerus 365 hari artinya mampu tanpa kering tidak satu hari pun.

f. Variasi elevasi dan letak area sawah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Merupakan variasi elevasi, kemiringan, dan topografi wilayah dimana membentuk ciri fisik ketersediaan air yang khas. g. Tipe reservoir irigasi. Hal ini terdapat pada

penelitian Quinn et al. (2004).

Kesemua parameter hidroklimat tersebut beberapa diantaranya ialah: curah hujan, variasi elevasi dan parameter ketersediaan air luas potensial irigasi, yang mana sudah jelas dalam hasil sebelumnya berpengaruh nyata terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanam berlebih terhadap sawah padi. Ketiga contoh parameter hidroklimat tersebut berlaku baik untuk komoditas tanaman yang normal dan mendapatkan pengairan secara normal.

(22)

menjadi: "Hidroklimat suatu daerah tertentu dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam padi Pandanwangi". Hal ini karena secara tidak langsung, dengan adanya kajian dari Indrayani

et al. (2009), yang mengemukakan bahwa

terbatasnya penyebaran padi jenis ini terkait dengan syarat tumbuh dari varietas itu sendiri, yang mana salah satu prasyarat tumbuhnya itu ialah prasyarat ketersediaan air tertentu yang harus tercukupi.

Berdasarkan hasil tersebut, parameter hidroklimat dapat berpengaruh nyata terhadap luas penyebaran padi pandanwangi. Parameter hidroklimat diantaranya ialah nilai ketersediaan air tertentu yang khas yang dimiliki suatu tempat. Contohnya berupa luasan genangan air tanpa henti yang dimiliki wilayah pembudidaya Pandanwangi di Cianjur. Parameter hidroklimat seperti ini berfungsi sebagai faktor pembatas yang hanya berlaku untuk budidaya padi Pandanwangi.

4.1.3 Parameter Hidroklimat yang Berpengaruh Nyata Terhadap Luas Potensial Tanam Sawah Pandanwangi

Letak lintang dan kriteria Koppen

Hasil lampiran 6 menunjukkan bahwa daerah-daerah pembudidaya padi Pandanwangi lebih dari 100 hektar tanam umumnya berada di provinsi Jawa Barat. Beberapa daerah tersebut seperti: Warungkondang, Cugenang, Cianjur, Cilaku, Cibeber, Sukaresmi, dan Campaka (Podesta 2009 dan Gandhi 2008), merupakan daerah lintang rendah (tropika) yang beriklim panas dan basah. Tujuh kecamatan di cianjur ini memiliki pola letak lintang yang sama, dan memang mampu melakukan budidaya padi Pandanwangi dengan berhasil, tetapi dua tempat sampel

nyatanya tidak mampu membudidaya,

memiliki pola letak lintang yang juga sama. Berdasarkan telaah pustaka didapat bahwa padi Pandanwangi termasuk kedalam varietas padi Javanica (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2002; Gandhi 2008). Ini berarti bahwa umumnya padi jenis ini akan baik ditanam atau dibudidayakan di pulau Jawa yang merupakan daerah lintang rendah dengan hidroklimat berciri paling basah di dunia (karena berada di wilayah tropika laut). Mengacu kepada hasil Gunawan tahun 2007, bisa dihubungkan lintang bujur dengan sifat ketersediaan air di daerah itu. Ketersediaan air di lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam (Simanulang 2011), sehingga letak lintang berpengaruh

terhadap indikator luas tanam yang bisa dicapai karena berhubungan dengan ketersediaan air. Selanjutnya lintang suatu tempat seharusnya memberi penjelasan yang baik terhadap kuantitas hasil Pandanwangi, namun ternyata letak lintang kurang memberikan penjelasan yang baik sebagai syarat budidaya Pandanwangi. Ini karena dua wilayah sampel non-pembudidaya memiliki lintang yang sama dengan pembudidaya. Hal ini menyebabkan letak lintang sebagai parameter hidroklimat, kurang memberikan gambaran kondisi fisik lingkungan yang lebih rinci dalam mencirikan fisik yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi.

Hasil lampiran 4 menunjukkan bahwa umumnya kecamatan- kecamatan yang pernah memproduksi padi Pandanwangi di Cianjur ini menunjukkan kecenderungan kriteria Koppen yang sama, yaitu masuk kedalam kriteria koppen Af (Wijoyo 2006, Oktora 2002, dan FAO Loc-Clim Software), meskipun sebagian wilayah Cianjur terkena pengaruh Monsun (Apriyana 2011). Umumnya tidak ada pembeda antara wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya. Kriteria Koppen ini sama kasusnya seperti letak lintang yang kurang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai sifat hidroklimat suatu tempat yang lebih spesifik, sehingga kurang mampu membedakan ciri yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi.

Letak area pada DAS

(23)

Curah hujan

Berdasarkan hasil di lampiran 8, didapat bahwa curah hujan bulanan beberapa kecamatan pembudidaya Pandanwangi di

Cianjur ini memiliki perbedaan

jumlah/intensitas di tiap bulannya antar

kecamatan satu dengan yang lain.

Kesamaannya yaitu ke-tujuh kecamatan tersebut sama-sama memiliki pola hujan monsunal. Berdasarkan lampiran 7, intensitas tahunan wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya pun bisa dibedakan jumlahnya, namun nilai curah hujan secara langsung tidak dijadikan prasyarat budidaya Pandanwangi karena sawah Pandanwangi mengandalkan total irigasi.

Tipe reservoir irigasi

Sawah Pandanwangi di Cianjur

mengandalkan total ketersediaan air berupa reservoir muka bumi dalam bentuk sungai. Hulu sungai bersumber dari mata air hutan-hutan di lereng gunung (Survey lapangan 17 Mei 2012). Sawah padi biasa di dataran rendah, umumnya bertipe irigasi campuran paduan antara sungai-sungai alami ditambah debit dari dam/waduk agar aliran untuk genangan bisa relatif terjaga jumlahnya. Di Cianjur ini didataran tinggi, sangat sukar atau tidak memungkinkan untuk dibuat waduk. Bisa dilihat bahwa tipe reservoir irigasi antara

pembudidaya Pandanwangi dengan

non-pembudidaya terdapat pembeda.

Potensi luas genangan air/irigasi (ha)

Hasil lampiran 9 menunjukkan bahwa potensi irigasi masing-masing kecamatan di Cianjur ini menunjukkan hasil yang berbeda dalam hal jenis, namun relatif sama dalam hal jumlah. Potensi irigasi di masing-masing kecamatan penghasil Pandanwangi di Cianjur ini umumnya memiliki total potensi irigasi lebih dari luasan 1000 ha untuk lahan sawah. Hal ini sangat mendukung keberhasilan budidaya padi sawah terutama padi Pandanwangi. Bisa dilihat bahwa potensi

irigasi di Cianjur dan ditempat

non-pembudidaya pandanwangi, bahwa untuk daerah sampel non-pembudidaya, potensi sawah irigasi yang dimiliki juga sangat luas. Bila dibandingkan dengan di kecamatan pembudidaya di Cianjur, maka irigasi di kedua daerah sampel non-pembudidaya ini memiliki luasan yang lebih besar. Di Cianjur umumnya hanya mencapai rataan 1000 ha, sedangkan di wilayah sampel dapat mencapai 40000 ha di Dramaga Bogor, dan 20000 ha di Jatisari kab.

Karawang. Di hasil tersebut dapat dilihat

bahwa sedikit sukar membedakan

kecenderungan perbedaan antara daerah pembudidaya dengan daerah non-pembudidaya dalam hal potensi luas irigasi. Hal ini karena potensi irigasi yang dimiliki semua daerah tersebut sama-sama cukup luas. Parameter potensi luas irigasi ini kurang memberikan rincian yang lebih menjelaskan hubungannya terhadap luas tanam yang bisa dicapai pada sawah Pandanwangi karena terdapat prasyarat tipe pengairan tertentu yang diharuskan.

Potensi genangan air terkait waktu (hari)

Berdasarkan hasil survey lapangan tanggal 17 Mei 2012, berupa hasil interview (lampiran 13) dan dokumentasi (lampiran 14) menunjukkan bahwa irigasi di daerah Cugenang dan Warungkondang sebagai kecamatan yang pernah menjadi sentra Pandanwangi, memiliki sifat area sawah tergenangi air secara terus-menerus, yaitu

sepanjang tahun. Kegiatan cocok tanam bisa

dilakukan kapan saja dan tidak terpengaruh musim dan curah hujan. Foto-foto mengenai kondisi ketersediaan air di lingkungan di kecamatan Cugenang dan Warungkondang bisa membuktikan kondisi air yang berlimpah di daerah-daerah tersebut. Salah satunya terdapat saluran pipa-pipa air raksasa pembangkit listrik mini hidro di kec. Cugenang, padahal daerah tersebut termasuk di daerah dataran tinggi yang mana termasuk kedalam wilayah DAS hulu Citarum (lampiran 14 gambar e, f, g, dan h). Foto selanjutnya terdapat aliran sungai yang sangat berlimpah di musim kemarau di bulan Mei 2012 di daerah Warungkondang (lampiran 14 gambar k dan l).

Genangan air yang mampu tak pernah kering sampai bisa sepanjang tahun ini diperkuat oleh hasil-hasil penelitian Sinaga

tahun 2009: “di daerah-daerah ini (Cianjur) terdapat banyak sungai yang cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber

pengairan bagi pertanian”, dan hasil penelitian Shiddiq (2011): “di beberapa daerah (Cianjur),

air mengalir sepanjang tahun karena curah hujan cukup tinggi, selain itu wilayah lereng timur gunung Gede merupakan salah satu zona

mata air di Kabupaten Cianjur“. Berdasarkan

(24)

terkait waktu yang mana di wilayah pembudidaya, air irigasi dapat mengalir sepanjang tahun (365 hari sawah tergenang) tanpa kering, sedangkan di daerah non-pembudidaya, air tidak selalu bisa tergenang sepanjang tahun apalagi tidak dalam luasan beratus hektar, tidak di dataran tinggi, dan tidak termasuk DAS hulu. Hal tersebut dikarenakan ciri hidroklimat yang sesuai memungkinkan di daerah Cianjur ini air bisa mengalir terus menerus/kontinyu sehingga sawah seratus hektar bisa tergenang sepanjang

tahun. Potensi genangan air terkait waktu merupakan salah satu ketersediaan air di lingkungan yang mana merupakan ciri pembeda hidroklimat khusus sebagai prasyarat budidaya Pandanwangi. Adanya beberapa parameter hidroklimat yang berbeda antara

wilayah pembudidaya dengan daerah

non-pembudidaya padi Pandanwangi bisa memperkuat bukti bahwa hidroklimat mempengaruhi secara nyata kegiatan budidaya padi Pandanwangi.

Tabel 6 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kuantitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di wilayah pembudidaya vs non-pembudidaya padi Pandanwangi

Parameter Kecenderungan di Tempat

Pembudidaya: Tujuh

- Kec. Jatisari: DAS tengah- hilir (Citarum)

- Reservoir sungai hulu ( hutan lereng gunung) - sumber relatif masih

alami

- Reservoir sungai tengah s.d hilir (+ dari waduk/dam) - sumber relatif sudah

campuran dengan sumber air buatan

Ada Pembeda

Iklim Koppen* Sama: Af Sama: Af Tanpa

pembeda Curah hujan - Sama: curah hujan tinggi

diatas 2000 mm/tahun - Sama: tipe monsunal, - Intensitas bulanan beda

- Sama: curah hujan tinggi diatas 1500 mm/tahun (Jatisari); dan >3000 mm/tahun (Dramaga) - Sama: tipe monsunal - Intensitas bulanan beda

Ada pembeda

Potensi luas irigasi

- Sama: potensi irigasi persatuan luas > 1000 ha

- Sama: potensi luasan irigasi> 10000 ha (Jatisari dan Dramaga)

Kurang ada pembeda

Potensi irigasi terkait waktu*

- Sama: potensi lama tergenang mampu sepanjang hari dan sepanjang tahun (365 hari)

- Sama: tidak selalu tergenang sepanjang hari sepanjang tahun

Ada pembeda

(25)

4.2 Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi

Nilai-nilai parameter fisik lingkungan yang telah didapat kemudian akan dibandingkan dengan syarat tumbuh padi sawah umum dan padi Pandanwangi berdasarkan pustaka yang telah terpublikasi. Berdasarkan hasil pada tujuan pertama, parameter non-hidroklimat cenderung berpengaruh terhadap kualitas dari hasil tanam. Nilai parameter non-hidroklimat yang terdapat di sawah Pandanwangi di

Cianjur ini akan di perbandingkan dengan syarat tumbuh padi sawah dan padi Pandanwangi yang telah ada dalam hasil penelitian yang telah terpublikasi. Begitu pula dengan nilai hidroklimat yang didapat disawah Pandanwangi Cianjur ini yang cenderung mempengaruhi luasan tanam, maka akan turut dibandingkan pula dengan syarat tumbuh padi sawah dan Pandanwangi hasil kajian para peneliti yang telah terpublikasi.

Tabel 7 Analisis kesesuaian nilai kondisi real fisik lingkungan di lapangan dengan syarat tumbuh padi sawah umum

Curah hujan Khusus Gogo: 4 bulan basah berturut-turut, padi sawah tidak ada prasyarat khusus

Naungan Tanpa naungan (tajuk

pohon)

- - -

Kondisi angin Tenang - - -

Tekstur tanah Berlempung dan berat, lapisan keras 30cm

Elevasi Dataran rendah dan

dataran tinggi

Sumber: (1): A.A.K (1990), Dinas Pertanian Provinsi Jabar (1982), Griest (tanpa tahun), Suparyono (1994) ; Prihatman 2000

(2): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008)

(26)

Didapat bahwa pada tabel 7 tersebut, sebagian besar nilai fisik prasyarat tumbuh padi sawah umum berlainan dengan kondisi

parameter fisik lingkungan sawah

Pandanwangi di Cianjur. Ini menunjukkan

bahwa lingkungan untuk budidaya

Pandanwangi harus berbeda dibanding padi sawah biasa. Berdasarkan tabel 8, dapat dikatakan bahwa untuk prasyarat tumbuh padi Pandanwangi, perbedaan antara teoritis dengan kondisi lapangan sangat minim dan bahkan bisa dikatakan tidak ada. Hal ini memang benar bahwa antara hasil kajian sebelumnya dari penelitian yang telah dilakukan para peneliti dengan nilai aktual lapangan sangat berkesesuaian.

Kriteria kesesuaian hidroklimat

berdasarkan analisis kesesuaian tersebut ialah: 1) variasi suhu-elevasi: suhu sekitar 22-24oC dengan elevasi 500-800 mdpl, yang mana lebih

sejuk dibanding sentra sawah padi biasa sekitar 26-27oC dengan elevasi< 250 mdpl; 2) iklim Koppen termasuk Af (tropika basah) di lintang rendah; 3) posisi daratan berada di hulu DAS dengan reservoir air alami; dan 4) sifat ketersediaan air genangan yaitu: secara temporal air genangan harus tersedia secara kontinyu/terus-menerus (tanpa kering) selama 160 hari untuk satu kali masa budidaya selama 180 hari. Rinciannya yaitu 30 hari semai basah, 130 hari tanam basah, dan 20 hari sisa tanam kering menjelang panen. Dapat dilihat bahwa pentingnya kesesuaian hidroklimat disini ialah bahwa kombinasi hidroklimat suatu tempat tertentu yang mana diidentifikasi seperti harus di wilayah pembudidaya di Cianjur dengan genangan air yang bisa beratus-ratus hektar dan mampu digenangi sepanjang hari sepanjang tahun di dataran tinggi, merupakan sesuatu yang sangat sukar dijumpai.

Tabel 8 Analisis kesesuaian kondisi fisik lingkungan pembudidaya Pandanwangi dengan pustaka syarat tumbuh padi Pandanwangi

Parameter

Tropika basah Padi varietas javanica, (Novalia 2011), artinya merujuk kepada tempat tumbuh di daerah jawa

- Antara 500-800 mdpl (Indrayani et al. 2009)

- Antara 500-700 mdpl (Podesta 2009) - Sekitar 700 mdpl (Dinas Pertanian

Cianjur; Gandhi 2008) - Lahan sawah berpengairan subur

(Podesta 2009)

- Padi Pandanwangi digenangi air terus-menerus umur 7-130 (hari masa tanam), dan setelah mencapai umur tersebut, padi tersebut dikeringkan karena telah mendekati waktu panen. (Dinas Pertanian Kab.Cianjur 2002; Murdani 2008)

CUKUP SAMA/ SESUAI

Sumber: (1): Nilai parameter fisik di wilayah pembudidaya (lampiran 1 s.d 10) (2): Pustaka syarat tumbuh/budidaya padi Pandanwangi (berdasarkan hasil

(27)

4.3 Dampak Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani Pandanwangi di Cianjur

Tabel 9 Perbandingan luas area sawah Pandanwangi vs luas sawah padi total (ha) di wilayah pembudidaya di Cianjur antara tahun 2002 s/d 2006

Nama Daerah Luas Sawah Pandanwangi (ha) (1) Potensi

Sumber: (1): Dinas Pertanian Kab.Cianjur (2007); Podesta (2009)

(2): Diperta kab.Cianjur (2002); Gandhi (2008) & Dinas Pertanian Kab.Cianjur (2004); Ekawati (2004)

4.3.1 Meninjau Potensi Luas Tanam

Berdasarkan tabel 9, tidak didapat luas potensial sawah pandanwangi, hanya bisa dicirikan oleh luas sawah pandanwangi aktual tertinggi diantara semua tahun, yaitu secara umum luas sawah ketika tahun 2002. Contohnya luas sebesar 3388 hektar di kecamatan Warungkondang. Luas aktual selalu berubah tiap waktu, dan umumnya mengalami penurunan luas (Podesta 2009), tapi ini sangat erat hubungannya dengan adanya masalah sosial dan budidaya, dan bukan oleh permasalahan kondisi lingkungan fisik yang berubah.

Luas potensial tanam padi Pandanwangi akan selalu sama dari tahun ke tahun. Hal ini karena dipengaruhi langsung oleh faktor fisik lingkungan yang memiliki pola khas dalam

waktu yang lama tetapi memiliki

(28)

potensi luas tanam sawah padi pandanwangi. Artinya kegiatan budidaya dalam skala besar (>100 hektar) yang menuntut kondisi hidroklimat yang sesuai, maka tidak bisa seperti budidaya padi sawah yang lain yang hampir bisa di manapun karena permintaan akan sumber ketersediaan air nya relatif mudah dimodifikasi. Pada sawah padi biasa didataran rendah bisa dibuat semacam waduk untuk menampung air, sehingga potensi luas tanam bisa ditingkatkan. Bila budidaya Pandanwangi di dataran tinggi dengan luasan lebih dari seratus hektar, maka sumber air sawah Pandanwangi tersebut sangat sukar dan sangat tidak mungkin dilakukan modifikasi lingkungan dengan membuat waduk di dataran tinggi seperti di kecamatan Warungkondang dan Cugenang untuk memperluas luas potensial tanam. Dari hal tersebut, artinya wilayah-wilayah pembudidaya pandanwangi yang potensial dilakukan penanaman, merupakan wilayah yang sangat jarang dan unik.

4.3.2 Meninjau Dampak Terhadap Aspek Sosial

Dari hasil sebelumnya bisa dilihat bahwa hidroklimat membatasi kegiatan budidaya Pandanwangi dengan membatasi luasan area tanam potensial. Bila luas area tanam terbatas, maka produksi hasil juga akan ikut dibatasi fungsi luas potensial. Bila produksi hasil terbatas, maka bisa jadi hal ini menguntungkan ataupun merugikan terhadap aspek sosial. Pertama bisa menguntungkan. Bila wilayah yang sesuai untuk dilakukan penanaman dalam skala besar hanya terdapat di Cianjur, maka beberapa sosial tertentu akan diuntungkan, seperti pemilik lahan sawah yang menjadikan usaha bisnis. Kedua bisa merugikan. Bila jumlah beras Pandanwangi terbatas, maka itu bisa merugikan konsumen beras Pandanwangi.

Produktivitas padi Pandanwangi ditingkat petani (aktual) mencapai rata-rata sekitar 7,2 (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008) dalam satu musim tanam dikali potensial 3 kali masa tanam atau maksimal pertahun 15 ton/ha GKG, sedangkan padi Pandanwangi hanya sekitar maksimal aktual 11,4 ton GKG/ha setahun karena potensial masa tanam hanya dua kali setahun. Usahatani Pandanwangi terkesan kurang

menguntungkan, sebab potensi hasil maupun aktual hasil padi pandanwangi dibanding padi sawah umum terkesan lebih kecil. Dalam satu tahun, padi Pandanwangi hanya mampu maksimal dua kali masa tanam setahun, sedangkan padi sawah biasa bisa dilakukan sampai tiga kali setahun. Berdasarkan hasil di tabel 9, di ke-tujuh kecamatan tersebut didapat bahwa walaupun potensi luas tanam sawah padi pandanwangi cukup tinggi, yaitu semua lebih dari 100 hektar, tetapi tetap bahwa potensi luas tanam maksimum hanya ada di kecamatan Warungkondang (yang bisa mencapai 100 %) dan umumnya potensi luas tanam berada hanya pada tahun 2002. Selebihnya di 6 kecamatan lainnya selalu kurang dari 100 persen dari luasan sawah padi total. Apalagi di Sukaresmi hanya mencapai potensial maksimum sebesar 7 % saja. Ada pula masalah sosial terdapatnya kesan bahwa usahatani padi aromatik terkesan lebih sukar dalam perawatan dan pemeliharaannya dibanding padi sawah biasa (Seno et al. 2007)

Usahatani Pandanwangi di Cianjur ini sangat terbatas dalam hal jumlah/luasan maksimum dan ataupun secara efisiensi produksi persatuan waktu. Keterbatasan kegiatan budidaya Pandanwangi Cianjur tersebut secara tidak langsung bisa mengancam keberadaan/keberlangsungan varietas ini sendiri, karena penurunan luas aktual tanam

yang makin meningkat tajam bisa

menimbulkan kepunahan varietas ini di pematang sawah. Hal ini ditambah persepsi para petani lokal bahwa budidaya padi jenis ini kurang menguntungkan secara ekonomis dibandingkan dengan varietas lain. Keterbatasan kegiatan budidaya tersebut juga secara tak langsung dapat merugikan konsumen beras pandanwangi, karena semakin tidak ada jaminan akan keaselian dari merek beras Pandanwangi yang beredar di pasaran.

4.3.3 Meninjau Pentingnya Sertifikasi Beras Pandanwangi Cianjur

Untuk mengatasi keterbatasan kegiatan budidaya Pandanwangi tersebut, maka diperlukan adanya upaya pemerintah kabupaten Cianjur agar kegiatan cocok tanam varietas ini mengalami peningkatan. Salah satu caranya ialah dengan sertifikasi beras. Sertifikasi beras bisa memacu harga jual dan

membentuk harga premium, sehingga

Gambar

Tabel 1  Referensi syarat tumbuh varietas padi sawah
Tabel 3  Luas sawah total (seluruh tipe padi) dalam satu kecamatan daerah-daerah penghasil Pandanwangi di Cianjur pada tahun 2002 dan 2004
Tabel 4  Luas sawah padi Pandanwangi (ha) di kabupaten Cianjur berdasar tahun per kecamatan
Tabel 5  Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kualitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di daerah pembudidaya vs non-pembudidaya Pandanwangi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu dari hasil penelitian-penelitian diatas yang menyatakan banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika maka peneliti

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga pekerja tambang batu kapur di Desa Sidorejo,

Dengan demikian ide (fikrah) dan metode (thariqah) yang dipancarkan dari akidah ini berasal dari Allah yang hanya Dia-lah yang mengetahui mana yang baik dan benar, sehingga

Target dan luaran yang diharapkan pada kegiatan Ipteks bagi Masyarakat ini adalah berupa satu mesin penghancur sampah organik, dimana mesin penghancur tersebut

Kemudian untuk proses matching antara citra query dengan citra database dilakukan perhitungan jarak dari nilai histogram RGB tadi da nilai jarak yang paling

handover user terbesar yaitu 256 user 3G yang berhasil handover ke jaringan WiFi dan jumlah drop user terkecil yaitu 244 user dengan kecepatan user 10 m/s. 2) Pada

lagi karena kekurangan modal 2) sulit mendapatkan pinjaman karena tidak memiliki jaminan barang maupun kepercayaan dari keuangan sektor formal maupun sektor

18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan