• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra produksi Pisang Kabupaten Cianjur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra produksi Pisang Kabupaten Cianjur)"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG

(STUDI KASUS SENTRA PRODUKSI PISANG

KABUPATEN CIANJUR)

SKRIPSI

EDO VERNANDO

F14080062

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Determination of critical point of postharvest losses for banana

(Case Study in Banana Production Centre in Cianjur)

Edo Vernando and Y. Aris Purwanto

Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia.

e-mail : vernandoedo@gmail.com

ABSTRACT

Postharvest handling of tropical fruits is still the major problem in Indonesia due to lack of facility and knowledge of the farmer. This condition has caused the losses both in quatity and quality of fruits during distribution from the production centre to the market. Some researchers reported that total postharvest losses of tropical fruits in developing countries is 20-50%. However, no available data shows in which postharvest handling point and who is the actor take responsibility. The objectives of this study were to investigate the losess in postharvest handling of banana in supply chain, to measure the value of losess of postharvest handling in each actors, to identify the cause of postharvest handling losses and to analyze the efficiency of marketing in supply chain of banana. This study was conducted in banana central production in Cianjur. The results show that there were three marketing channel in supply chain of banana in central production Cianjur. First channel was Farmers collector - Retailer - Consumer). Second channel was Farmers - Collectors wholesaler -Retailer - Consumer). Third channel was Farmers village collector Big collector Supermarket -Consumer. Quantitatively, the critical point of banana postharvest handling in the first channel was occured in collector i.e. 10.90% with total losses was 15.25%. For second channel, totall losses was 16.77% with the highest losses occured at village collector level i.e. 8.44%. For third channel, total losses was 39.30% with the highest losses occured at supermarket i.e. 32.13%. Qualitatively, for the first channel, losses postharvest handling of banana was 23% where all losses occured in the level of trader. The second channel, total losses was 57.73% with the highest losses occured in village collector level i.e. 48.96%. For third channel, total loss was 49.96% and the highest losses occured in the big collector level i.e. 29.36%. Among the channels in the supply chain of banana in central production of banana in Cianjur, the first channel was identified as the most efficient channel due to lower margin in trading which providing the biggest farmer's share. The cost benefit ratio in first channel was also higher than those second and third channel.

(3)

EDO VERNANDO. F14080062.Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra produksi Pisang Kabupaten Cianjur).Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2012.

RINGKASAN

Buah pisang merupakan salah satu buah-buahan unggulan yang mempunyai produksi cukup tinggi yaitu sebesar 5,899,640 ton pada tahun 2011yang sangat berpotensi untuk diperdagangkan baik untuk pasaran dalam maupun luar negeri. Buah merupakan produk holtikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable). Buah pisang banyak dijumpai di pasar modern, supermarket maupun pasar tradisional. Namun sering dijumpai buah pisang secara visual tidak menarik seperti kulit yang kehitaman, terdapat bintik-bintik kecoklatan, tergores maupun rusak atau busuk yang disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak baik.

Penanganan pascapanen buah-buahan tropis masih merupakan masalah utama di Indonesia karena kurangnya fasilitas dan pengetahuan petani, sehingga tingkat kehilangan hasil yang terjadi selama produk tersebut didistribusikan ke konsumen masih sangat tinggi. Besarnya kehilangan hasil pascapanen buah-buahan segar di negara-negara berkembang diperkirakan berkisar 20-50%. Namun, data ini belum menunjukkan angka susut pascapanen untuk spesifik produk hortikultura, dimana titik yang menjadi faktor kehilangan pascapanen buah-buahan tersebut dan aktor atau pelaku yang bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan sulitnya dalam penentuan priotas upaya perbaikan penanganan pascapanen pada tahapan mana akan dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jalur distribusi dan penanganan pascapanen di setiap rantai pasok buah pisang, menelaah susut buah pisang secara kuantitatif dan kualitatif di setiap alur pemasaran, menentukan titik kritis susut pascapanen buah pisang di saluran tata niaga pisang dan menganalisis efisiensi pemasaran di setiap rantai pasok atau saluran pemasaran pisang. Lokasi penelitian yaitu di daerah sentra produksi pisang kabupaten Cianjur dengan mengikuti alur tataniaga. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran yang umum digunakan oleh petani pisang ambon di sentra produksi pisang di Cianjur yaitu: saluran pemasaran I yang terdiri dari (Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran pemasaran II (Petani - Pengumpul Desa Pedagang Besar Luar Daerah (Pasar Induk Kramat Jati) - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran III (Petani Pengumpul - Pedagang Besar Pasar Supermarket - Konsumen Akhir). Kegiatan pascapanen yang umum dilakukan di saluran pemasaran buah pisang ambon adalah pemanenan, pengumpulan, penyisiran, penyortiran, pengkelasan (grading), pencucian, pemeraman, pengemasan, pengiriman dan pemasaran.

Susut pascapanen pisang ambon secara kuantitatif, untuk jalur pemasaran pertama total susut kuantitas pascapanen adalah 15.25% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul yaitu sebesar 10.90% disebabkan kehilangan bobot selama penyimpanan dan kerusakan buah hasil panen karena hama dan penyakit pisang. Pada jalur pemasaran kedua, total susut pascapanen adalah 16.77% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 8.44% disebabkan kehilangan bobot selama penyimpanan dan kerusakan buah hasil panen karena hama dan penyakit pisang. pada jalur pemasaran ketiga, total susut pascapanen adalah 39.30% dengan susut terbesar pada tingkat supermarket yaitu sebesar 32.13% disebabkan kerusakan selama transportasi dan banyak buah busuk tidak terjual karena penjualan buah pisang ambon kalah saing dengan pisang jenis pisang cavendish.

Susut pascapanen pisang ambon secara kualitatif, untuk jalur pemasaran pertama total susut kualitatif pascapanen adalah 23% dengan susut terdapat pada tingkat pedagang yaitu sebesar 23% disebabkan penurunan mutu selama pemasaran dan kerusakan setelah transportasi. Pada jalur pemasaran kedua, total susut kualitatif pascapanen adalah 57.73% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 48.96% disebabkan disebabkan kualitas produk yang dihasilkan dari petani yang masih rendah dan perlakuan panen dan pengangkutan dari kebun yang kurang baik. pada jalur pemasaran ketiga, total susut pascapanen adalah 49.96% dengan susut terbesar pada pedagang pengumpul besar yaitu sebesar 29.36% karena kerusakan buah saat transportasi dari kebun dan pengumpul-pengumpul desa.

(4)

PENENTUAN TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG

(STUDI KASUS SENTRA PRODUKSI PISANG

KABUPATEN CIANJUR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

EDO VERNANDO

F14080062

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur)

Nama : Edo Vernando NIM : F14080062

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc)

NIP. 19640307 198903 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

(Dr.Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur)adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012 Yang Membuat Pernyataan

(7)

© Hak cipta milik Edo Vernando, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)

BIODATA PENULIS

Edo Vernando. Lahir di Batusangkar, 09 November 1989 dari ayah Edwardi dan ibu Desmawati, sebagai putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Simabur pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Batusangkar hingga tahun 2005. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 1 Kramatwatu dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama masa kuliah S1 penulis aktif mengikuti organisasi-organisasi di lingkungan IPB sebagai staf divisi Public Relation (PR) HIMATETA 2009-2010, Ketua divisi Human Resources Development(HRD) HIMATETA 2010-2011, anggota aktif Koperasi Mahasiswa IPB 2009-2010 dan mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan.

(9)

✁ ✂✁✄ ☎✆ ✝✁ ✆ ✂✁ ✞

✟✠✠ ✡ ☛✡ ☞ ✌alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur) . Penelitian ini dilaksanakan di Sentra produksi pisang Desa talaga Kabupaten Cianjur sejak bulan April hingga Juni 2012.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran, serta dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen Penguji serta arahan dan bimbingannya.

3. Bapak Edwardi dan Ibu Desmawati selaku orang tua, serta Hengki E dan Rike Destiana selaku kakak penulis atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis.

4. Bapak Solihin serta staf Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur atas bantuan informasi selama penelitian berlangsung.

5. Bapak Tata dan staf Kecamatan Cugenang dan serta Perangkat Desa Talaga atas bantuan informasi selama penelitian berlangsung.

6. Bapak Sutowo, ibu Ade dan Keluarga yang telah memberikan bantuan tempat tinggal dan informasi selama penelitian di Desa Talaga.

7. Responden Petani Desa Talaga, pengumpul-pengumpul desa, dan pedagang-pedagang yang telah bersedia memberikan izin pengambilan data-data penelitian

8. Sahabat-sahabatku Jefri Hidayat, Baret Juanda, Panji Laksamana dan teman-teman Teknik Pertanian 2008 (Magenta 45) atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama penulis melaksanakan studi di IPB.

9. Teman-teman satu bimbingan Ahmad Ardianto, Gita Pujasari, Fiki Fitria Silmi Kafah atas bantuan, pengorbanan, dan dukungan kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian.

Bogor, September 2012

(10)

✍ ✎FTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN...vii

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. LATAR BELAKANG ...1

1.2. TUJUAN...2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1. TANAMAN PISANG ...3

2.2. PANEN DAN PASCAPANEN BUAH PISANG...5

2.2.1. Panen ...6

2.2.2. Pascapanen ...7

2.2.3. Penyakit Pascapanen ...11

2.3. KEHILANGAN PASCAPANEN...12

2.4. STANDAR MUTU PISANG AMBON KUNING ...14

2.5. SALURAN PEMASARAN DAN EFISIENSI PEMASARAN...15

2.5.1. Saluran Pemasaran ...15

2.5.2. Efisiensi Pemasaran...16

III. METODOLOGI PENELITIAN ...18

3.1. TEMPAT DAN WAKTU ...18

3.2. BAHAN DAN ALAT...18

3.3. METODOLOGI PENELITIAN ...18

3.3.1. Metode Penarikan Sampel ...18

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ...18

3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...19

3.3.4. Pengamatan yang Dilakukan ...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...21

4.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...21

4.2. PRODUKSI PISANG AMBON ...23

4.2.1. Budidaya Pisang Ambon ...23

4.2.2. Penanganan Pascapanen ...25

4.3. TATANIAGA PISANG AMBON...33

4.4. TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG ...34

4.4.1. Kehilangan Hasil Prapanen ...34

4.4.2. Susut Pascapanen ...35

4.4.3. Anaalisi Tingkat Kerusakan Buah ...43

4.3. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN ...46

4.4.1. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran I ...46

4.4.2. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran II...47

4.4.3. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran III ...47

V. PENUTUP ...49

5.1. KESIMPULAN ...49

5.2. SARAN...49

DAFTAR PUSTAKA ...51

(11)

✏✑FTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi buah-buahan unggulan Indonesia tahun 2007-2011...1

Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang ...4

Tabel 3. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit ...5

Tabel 4. Umur panen beberapa varietas tanaman pisang ...6

Tabel 5. Klasifikasi/penggolongan buah pisang berdasarkan ukuran. ...15

Tabel 6. Persyaratan mutu pisang ambon...15

Tabel 7. Perkembangan luas panen dan produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang tahun 2008-2010 ...21

Tabel 8. Kondisi lahan di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenanag. ...22

Tabel 9. Kondisi Agroklimat di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenanag. ...22

Tabel 10. Daftar Kelompok Tani Desa Talaga...23

Tabel 11. Tingkat ketuaan dan indeks warna panen ...26

Tabel 12. Standar mutu grade buah pisang tujuan pasar Supermarket dan pasar Kramat Jati ...29

Tabel 13. Susut Pascapanen Pisang Pemasaran Jalur I ...37

Tabel 14. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran II. ...39

Tabel 15. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran III ...42

Tabel 16. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran I...45

Tabel 17. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran II ...46

(12)

✒✓FTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pisang ambon ...3

Gambar 2. Tingkat ketuaan buah pisang ambon ...7

Gambar 3. Tipe-tipe saluran pemasaran...16

Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian...20

Gambar 5. Penyakit dan hama tanaman pisang...25

Gambar 6. Proses panen buah pisang dan pengangkutan ke pinggir kebun ...26

Gambar 7. Pengangkutan Pisang dari Kebun ...27

Gambar 8. Penyimpanan tandan buah pisang oleh pengumpul...27

Gambar 9. Proses penyisiran buah pisang...28

Gambar 10. Pengkelasan atauGrading...29

Gambar 11 Pencucian buah pisang. ...30

Gambar 12. Pemeraman buah pisang ...30

Gambar 13. Pelabelan buah pisang ...31

Gambar 14. Pengemasan/pengepakan buah pisang...32

Gambar 15. Pengiriman transportasi pisang ...32

Gambar 16. Pemasaran pisang ambon ...33

Gambar 17. Diagram alir pemasaran pisang ambon ...33

Gambar 18. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran I ...35

Gambar 19. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran II ...38

Gambar 20. Diagram alir pemasaran III...40

Gambar 21. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran III...41

(13)

✔ ✕FTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Produksi dan populasi aneka pisang di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2010...54

Lampiran 2. Tingkat Kehilangan Hasil Prapanen ...54

Lampiran 3. Denah Lokasi Sentra Produksi Pisang Desa Talaga, Kecamatan Cugenang ...55

Lampiran 4. Penanganan Pascapanen di setiap saluran pemasaran...56

Lampiran 5. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran I ...57

Lampiran 6. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran II ...59

Lampiran 7. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran III ...61

Lampiran 8. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Saluran Tataniaga Pisang Ambon ...63

(14)

.

✘ ✙✚ ✛ ✜

HULUAN

1.1 Latar Belakang

✢✣ ✤u ✥ ✦u✣ ✤ ✣✧ ★✩✪u✫ ✣ ✬ ✣ ✧ ✭ ✣✮ ✣ ✤ ✭✣ ✯u✫ ✪ ✰ ✱u✬ ✤ ✰✪✯✲ ✬✮✯✳✪✣u y✣✧ ✴ ★✩ ★✫u✧y✣✲ ✫ ✩✮u✣ ✧ ✴ ✵u✬u✫

✦ ✩✭ ✣✪ ✱✲ ✬ ✩ ★✦✣ ✧ ✴ ✬✣ ✧ ✱✲ ✶✧ ✱ ✰✧ ✩ ✭✲ ✣✷ ✸✰✯ ✩ ✧ ✭✲ ✫ ✪✰✱u✬ ✭✲ ✣ ✧ ✴y ✦✩ ✭✣✪ ✭ ✩✪ ✯✣ ✫ ✰✯ ✩✧ ✭ ✲ ✫ ✣✭ ✣✪ y✣ ✧ ✴ ✦ ✣✲ ✬ ★✩ ✧ ✴✬ ✰ ✧ ✱✲ ✭ ✲✬ ✣✧✦✣ ✤u ✥✦u✣ ✤ ✣ ✧✭ ✩✦ ✣ ✴ ✣✲✭ ✣✮ ✣ ✤✭ ✣✯u✬✰ ★✰ ✱ ✲✯ ✣✭ ✤ ✰✪✯✲ ✬✮✯u✪✣u y✣ ✧ ✴✭ ✣✧ ✴ ✣✯✫ ✰ ✯ ✩✧ ✭ ✲✣✮ u✧ ✯u✬ ✫ ✣✭ ✣✪ ✱✰ ★✩ ✭✯ ✲ ✬ ★✣u✫u✧ ✲✧ ✯✩✪ ✧ ✣ ✭✲ ✰ ✧✣✮✷ ✢ ✩ ✦✩✪ ✣✫ ✣ ✹✩ ✧ ✲✭ ✦✣ ✤u ✥ ✦u✣ ✤✣ ✧ u✧✴ ✴u✮ ✣ ✧✶✧ ✱✰ ✧ ✩ ✭✲ ✣ ✣ ✧✯ ✣✪✣✮ ✣ ✲✧ ✫ ✲✭ ✣ ✧✴✺ ★✣ ✧ ✴ ✴✣✺ ★✣ ✧ ✴✴ ✲✭✺ ✹✩✪u✬✺ ✱✪✲✣ ✧✺u ✪ ✣ ★✦u✯✣ ✧ ✺ ✭✣✮ ✣ ✬✺ ✭ ✩★✣ ✧ ✴ ✬✣✺ ✧ ✣✧ ✣ ✭ ✱✣ ✧ ★✩✮ ✰ ✧✷✢ ✩✪✲✬u✯ ✱ ✣ ✯✣ ✫ ✪✰✱u✬ ✭✲ ✦u✣ ✤ ✥ ✦u✣ ✤✣ ✧ u✧ ✴✴✮✣✧u ✶✧ ✱✰ ✧ ✩ ✭✲✣ ✱✣✮ ✣ ★ ✮✲★✣ ✯ ✣ ✤u✧ ✯ ✩✪✣ ✬✤ ✲✪ ✦ ✩✪ ✱ ✣ ✭✣✪✬✣ ✧ ✢ ✣ ✱ ✣✧ ✸✭ ✣ ✯u ✻ ✯✣ ✯✲ ✭✯ ✲✬ (✢✸✻ ✼✯✣ ✤u✧✽ ✾✖✽ ✫ ✣ ✱ ✣✯ ✣✦ ✩✮✖ ✷

✿✣ ✦ ✩✮✖✷✸✪✰ ✱u✬✭ ✲✦u✣ ✤ ✥✦✣ ✤ ✣ ✧u u✧ ✴ ✴u✮ ✣ ✧✶✧ ✱ ✰✧ ✩ ✭✲ ✣✯ ✣✤✧u✽ ✾✾ ❀ ✥✽ ✾✖✖

✿ ✣ ✤u✧

❁✣ ✧ ✴ ✴✣ ❂✩✪u✬ ❃✪✲✣ ✧u ✸✲ ✭✣ ✧ ✴ ❄ ✣✧ ✣ ✭ ❁✣ ✧ ✴ ✴✲ ✭ (✿✰ ✧) (✿ ✰ ✧) (✿ ✰✧) (✿✰ ✧) (✿ ✰ ✧) (✿ ✰ ✧) ✽ ✾✾ ❀ ✖✺ ❅ ✖❅✺ ❆ ✖❇ ✽✺ ❆✽❈✺ ❅ ❅ ❉

❈❇ ❉✺ ❅ ❉✽

❈✺ ❉ ❈ ❉✺✽ ✽❆ ✖✺ ❊ ❇ ❈✺ ❈ ❆❆ ✖ ✖✽✺❀✽ ✽ ✽ ✾✾❅ ✽✺ ✖✾❈✺✾❅ ❈ ✽✺ ❉ ❆❀✺ ❆❊✽

❆❅✽✺ ❊✽❊

❆✺✾ ✾❉✺ ❆ ✖ ❈ ✖✺ ❉❊❊ ✺ ✖❊❊ ❀❅✺❆❀❉ ✽ ✾✾❇ ✽✺✽❉❊✺ ❉ ❉✾ ✽✺ ✖❊ ✖✺❀❆❅

❀❇❀✺❀❇ ❅

❆✺ ❊❀❊✺ ❈❊ ❊ ✖✺ ❈ ❈❅ ✺ ✖❇ ❆ ✖✾❈✺❈❈❅ ✽ ✾✖✾ ✖✺✽❅❀✺✽❅❀ ✽✺✾ ✽❅ ✺ ❇✾❉

❉❇✽✺✖❊ ❇

❈✺❀❈ ❈✺✾ ❀❊ ✖✺ ❉✾❆✺ ❉ ❉❈ ❅ ❉✺❈❊ ❅ ✽ ✾✖ ✖ ✽✺ ✖❊ ✖✺ ✖❊ ❇ ✖✺ ❅ ✖❅ ✺ ❇ ❉❇

❅ ❅ ❊✺ ❇ ❆❇

❆✺ ✖❊✽✺ ❆❇ ❈ ✖✺ ❈ ❉✾✺ ❆✽❆ ✖ ✖❀✺❈❇ ❈ ✻✳ ★✦ ✩✪❋✢ ✣✱ ✣ ✧✸✭ ✣ ✯u ✻ ✯✣ ✯✲ ✭ ✯✲ ✬ (✽✾✖✽) ✢✣ ✤u ✫ ✲✭ ✣ ✧✴★✩✪u✫ ✣ ✬ ✣✧✬ ✰ ★✰ ✱ ✲✯✣ ✭✤ ✰✪✯✲ ✬✮✯✳✪ ✣u y✣ ✧ ✴★✩ ★✫✧uy✣ ✲✫ ✪✰✱u✬ ✭ ✲✵u✬✫u✯ ✲✧ ✴ ✴✲ y✣ ✧ ✴ ✭ ✣✧ ✴ ✣✯ ✦✩✪ ✫ ✰✯ ✩✧ ✭ ✲ u✧ ✯u ✬ ✱✲✫ ✩✪✱ ✣ ✴✣ ✧ ✴✬ ✣ ✧ ✦ ✣ ✲✬ u✧ ✯✬u✫ ✣ ✭ ✣✪✣ ✧ ✱ ✣✮ ✣ ★ ★✣u✫u✧✮u✣✪ ✧ ✩ ✴✩✪✲✷ ✢ ✩ ✭✣✪ ✧y✣ ✫ ✪✰✱u✬ ✭✲✦u✣✤✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴✱✲✶✧✱ ✰ ✧ ✩✭ ✲✣✭ ✩✯ ✲✣✫✯✣ ✤u✧ ✧✣y★✩ ✧✹✣ ✱ ✲✬ ✣ ✧✦✣ ✤u ✫ ✲✭ ✣ ✧ ✴★✩ ✧✹✣ ✱ ✲ ✭ ✣✮ ✣ ✤✭✣ ✯✳✫ ✪✰ ✱u✬ u

✧ ✴ ✴✮✣✧u ✩ ✬ ✭✫ ✰✪ ✦✣ ✤u ✶✧ ✱ ✰ ✧ ✩✭ ✲✣✷ ●✣★✫ ✲✪ ✭ ✩✮✪u✤u w✲✮ ✣✣ ✤y ✶✧ ✱ ✰✧ ✩ ✭✲ ✣ ★✩✪✫ ✣ ✬✣ ✧u ✱ ✣✩✪ ✣ ✤ ✫ ✩✧ ✴ ✤ ✣✭ ✲ ✮ ✫ ✲✭ ✣ ✧✴✷ ●✣✮ ✲✧ ✲ ✬✣✪ ✩ ✧ ✣ ✲✬✮ ✲ ★ ✶✧✱ ✰ ✧✩ ✭ ✲✣ ✵ ✰ ✵ ✰✬ u✧ ✯u✬ ✫ ✩✪✯u★✦u✤ ✣ ✧ ✯ ✣ ✧ ✣ ★✣ ✧ ✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴✷ ❄ ✣ ★u✧ ✺ ✯✲ ✱ ✣✬ ✭ ✩★u✣ w✲✮ ✣✣✤y ✲ ✯✳ ★✩✪u✫ ✣ ✬ ✣ ✧ ✭ ✩ ✧ ✯✪ ✣ ✫ ✪✰✱u✬ ✭ ✲ ✯✣ ✧ ✣ ★✣ ✧✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴✷ ❃ ✣ ✩✪ ✣ ✤ ✭✩ ✧ ✯✪✣ ✫✪✰ ✱u✬✭ ✲✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴ ✱✲ ✶✧ ✱ ✰ ✧✩ ✭ ✲✣★✲ ✭✣✮ ✧y✣ ✯✩✪ ✱ ✣✫ ✣ ✯✱✲❄❍❃✺ ✻ ✳ ★✣✯ ✩✪✣■ ✯✣✪ ✣✺ ✻ ✳ ★✣✯ ✩✪✣✢ ✣✪✣✯✺ ❏✣★✫✧ ✴✺u ❂ ✣w✣✢ ✣✪✣ ✯✺ ❂✣w✣ ✿ ✩ ✧ ✴✣ ✤✺❂✣w✣✿ ✲★✪✺u❄✿✿✺ ❑✣✮ ✲ ★✣ ✧✯ ✣ ✧✻ ✩✮ ✣ ✧ ✯✣ ✧✺ ❑✣✮✲★✣ ✧ ✯ ✣✧✿ ✲ ★u✪✷ ✢u✣ ✤✲ ✧ ✲✦ ✣ ✧✣ ✬y ✱ ✲ ✴✩ ★✣✪ ✲✱✣ ✧ ✭ ✩✦ ✣ ✴✲ ✣ ✧✱ ✲✬ ✰ ✧ ✭★✭ ✲u ✱ ✣✮ ✣ ★✦ ✩✧ ✯✳ ✬✭✩ ✴ ✣✪ ( fresh fr▲ ▼◆ ) ✬ ✣✪ ✩ ✧ ✣✪ ✣ ✭ ✣✧✣y y✣ ✧ ✴✩✧ ✣ ✬ u✧ ✯u✬✫ ✩✧ ✵u✵✲★✮ ✳ ✯✷u ❃ ✲ ✭✣ ★✫ ✲✧ ✴✱✲ ✬✰ ✧ ✭u★✭✲✭ ✩ ✦ ✣✴ ✣ ✲✦u✣ ✤✭ ✩ ✴ ✣✪✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴✦ ✣ ✧✣ ✬y ✱ ✲ ✴u✧ ✣ ✬✣ ✧ ✭✩ ✦ ✣✴ ✣ ✲✦ ✣✤ ✣ ✧★✣ ✬ ✣✧ ✣ ✧ ✰✮✣✤ ✣ ✧ ✭ ✩✫ ✩✪ ✯ ✲ ✯✩✫u✧ ✴✫ ✲✭ ✣✧ ✴✺ ✣✧ ✴ ✴u✪✺ ✭ ✣✮✩✺ ✭✣✪✲ ✦✣ ✤✺u ✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴ ✴✰✪✩✧ ✴✺ ✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴ ✪✩ ✦✭✺u ✬✩✪ ✲✫ ✲✬ ✫ ✲ ✭ ✣✧ ✴✺ ✬ ✰✮ ✣ ✬ ✫ ✲✭ ✣ ✧✴✱ ✣✧✴ ✩✯u✬✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴✷

✢✣u ✤★✩✪✫ ✣ ✬ ✣ ✧u ✫ ✪ ✰ ✱u✬✤ ✰✮ ✯✲ ✬u✮ ✯ ✳✪✣ y✣ ✧ ✴★✩ ★✲✮✲✬ ✲✭✲❖ ✣ ✯★u✱ ✣ ✤✪u✭ ✣ ✬ ( P ◗ ❘▼❙ ❚❯ ❱ ❲◗)✷●✣✮✲ ✧✲ ✱ ✲✣ ✬ ✲✦ ✣✯ ✬ ✣ ✧ ✬✣✪ ✩ ✧ ✣ ✦u✣ ✤ y✣ ✧✴ ✭u✱✣ ✤ ✱✲✫ ✣ ✧✩ ✧ ★✣ ✭✲ ✤ ★✩✮✣ ✬u✬ ✣ ✧ ✣ ✬✯✲v✲✯ ✣ ✭✪✩✭✫ ✲✪✣✭ ✲ ✭✩ ✤ ✲✧ ✴ ✴✣ ✱ ✣✫ ✣ ✯ ★✩ ✧ ✴✣✮ ✣ ★✲ ✫ ✩✪u✦ ✣ ✤ ✣✧ ❖✲ ✭✲ ✰✮✰ ✴✲ ✭✺ ❖ ✲ ✭✲ ✬ ★✣u✫u✧ ✬ ✲★ ✲✣w✲✷ ✢u✣ ✤ ✫ ✲✭ ✣✧ ✴ ✦✣ ✧y✣✬ ✱ ✲✹✳★✫ ✣ ✲ ✱ ✲ ✫ ✣ ✭ ✣✪ ★✰ ✱ ✩✪✧✺ ✭✫ ✩✪★✣✪✬ ✩✯u ★✣✫uu✧✫ ✣✭ ✣✪ ✯✪ ✣ ✱ ✲✭ ✲ ✰✧ ✣✮✷ ❄ ✣ ★u✧ ✭ ✩✪ ✲ ✧✴ ✱ ✲✹✳ ★✫ ✣✲✦u✣✤✫ ✲ ✭✣ ✧ ✴ ✭ ✩✵ ✣✪ ✣ v✲✭u✣✮ ✯✲ ✱✣ ✬★✩ ✧ ✣✪ ✲ ✬✭✩✫ ✩✪ ✯ ✲✬✮ ✲ ✯u ✣✧✴y ✬ ✩ ✤ ✲✯✣ ★✣ ✧✺✯✩✪✱✣✫ ✣✯✦ ✲✧ ✯✲ ✬ ✥✦✲ ✧ ✯✲ ✬✬✩ ✵ ✰ ✬✮✣✯ ✣✧✺✯ ✩✪✴ ✰✪✩ ✭★✣✫uu✧✪u✭ ✣✬ ✣ ✯✣u✦✭uu✬ y✣ ✧ ✴✱ ✲ ✭✩ ✦✣ ✦ ✬ ✣✧✬ ✣✪ ✩ ✧ ✣ ✫ ✩✪✮✣✬u✣ ✧✫ ✣ ✭✵ ✣✫ ✣ ✧ ✩ ✧ y✣✧ ✴✯ ✲✱ ✣ ✬✦ ✣ ✲✬ ✷

(15)

❨❩ ❬ ❩ ❭ ❪❫ ❴ ❩ ❪❩u❵❛ ❜❩ ❭u y❩❬❝ ❞❛ ❴ ❪❩❬❝ ❝u❬❝ ❡❩w❩❞❢ ❣❩ ❜ ❤ ❬ ❤ ✐❛ ❬❛❞❩ ❞❭ ❩❬y ❥u❜❤❪ ❬❩y❨❩❜❩ ✐ ❵❛❬❛❬❪u❩❬ ❵ ❴❤❫ ❪❩❥ u❵❩❩y❵❛❴ ❞❩❤❭ ❩❬❵❛❬❩❬❝❩❬❩❬ ❵❩❥❦❩❵❩ ❬❛❬ ❵❩❨❩ ❪❩ ❧❩❵❩❬✐❩❬❩ ❩ ❭❩❬ ❨ ❤❜❩ ❭❭ ❩u ❬ ❢ ♠❛❧ ❤ ❜❩❬❝❩❬ ❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛❬ ❪❛❴❥❛❞u❪ ❨❩ ❵❩❪ ❞❛❴❜❩ ❬❝ ❥u❬❝ ❵❩❨❩ ❪❩ ❧❩❵❩ ❬ ❵❛ ❬❩❬❝❩❬❩❬♥ ❪❴❩❬❥ ❵❫ ❴ ❪❩❥ ❤♥ ❵❛ ❬y❤✐ ❵❩❬❩❬ ❥❛ ❴ ❪❩ ❵❛✐❩❥❩ ❴❩❬❢ ♠ ❛❧ ❤❜❩ ❬❝ ❩❬ ❧ ❩❥❤ ❜ ❨❩❴ ❤ ❭ ❫✐❫ ❨ ❤❪ ❤ ❤ ❬❤ ❨❩❵❩ ❪ ❞❛ ❴u❵❩ ❵❛❬❴uu❬❩ ❬ ❬ ❤❜❩ ❤ ❝ ❤♦ ❤ ♥ ❵❛❬yu❥u❪❩❬ ❞❫ ❞❫ ❪♥ ❭❛❞u❥❭ ❩u ❬❨❩❬❵❛❬u❴u❬❩❬❵❛❬❩ ✐ ❵❩ ❭ ❩❬ y❩❬❝✐❛❬❝ ❩❭ ❤ ❞❩❪❭❩❬❵❛❬u❴u❬❩❬❧ ❩❴❝❩❞u❩❧ ❩❬❢

♣❴❫ ❨u❭ ❵❩ ❥❦❩❵❩❬❛❬ ✐ ❛ ❴u❵❩❭ ❩❬ ❞❩ ❝ ❤❩ ❬ ❪❩❬❩✐❩❬ y❩❬❝ ❨❤ ❵❩❬❛❬ ❨❛ ❬❝ ❩❬ ❞❛ ❴ ❞❩ ❝ ❩❤ ❪❡q❩ ❬ ♥u ❪❛❴u❪❩ ✐❩ u❬ ❪❭u✐❛ ✐❞❛❴❤❭❩❬ ❬ ❤❜❩ ❤❪❩✐ ❞❩ ❧❨❩❬❭❛u❬ ❪u❬❝ ❩❬❞❩❝ ❤❵❴❫ ❨u❥❛❬✐❩u❵u❬❵❛ ❪❩❬❤ ❢ r❛ ❡❩ ❭❞❩ ❝ ❤❩❬ ❪❩❬❩ ✐❩ ❬❪❛❴❥❛❞u❪❨ ❤❵❩❬❛ ❬ ♥ ❥❛ ❡❩ ❭❤ ❪q❜❩ ❧ ❞❩ ❝ ❤❩ ❬ ❪❩❬❩ ✐❩❬ ❪❛ ❴ ❥❛ ❞❪u❪❛❴ ❵❪q❥u ❧u❞u❬❝ ❩ ❬s❤ ❥❤❫ ❜❫ ❝ ❤❨❛❬❝❩❬ ❤❬❩❬❝ ❬❩❢y t❛❬❝❩❬ ❨❛ ✐ ❤❭ ❤❩ ❬ ♥ ❞❩ ❝ ❤❩❬ ❪❩❬❩✐❩❬ ❪ ❤❨❩ ❭ ✐❛❬ ❨❩❵❩ ❪ ❵❩❥❫ ❭ ❩❬ ❧❩❥ ❤❜ ✐❛❪❩❞❫ ❜❤❥✐❛ ❨❩❴❤ ❪❩❬❩ ✐❩ ❬ ♥ ❪❛❪❩❵ ❤ ❞❩ ❝ ❤❩❬❪❩❬❩ ✐ ❩ ❬ ❪❛❴❥❛❞u❪✐❩❥ ❤❧✐❛❜❩ ❭❭❩u ❬❭ ❛ ❝ ❤❩❪❩ ❬s❤ ❥ ❤❫ ❜❫ ❝ ❤❬❩❢y ♠ ❫ ❬ ❨ ❤ ❥❤❥❛❵❛ ❴ ❪❤ ❤❬ ❤ y

❩❬❝ ✐❛❬❝❩ ❭ ❤ ❞❩❪❭ ❩❬ ❞❩ ❝ ❤❩❬ ❪❩❬❩ ✐❩❬ y❩ ❬❝ ❪❛❜❩ ❧ ❨ ❤❵❩ ❬❛❬ ✐u❨❩❧ ❴u❥❩ ❭ ❢ ❣❩ ❜❤❬ ❤❜❩ ❧ y❩❬❝ ✐❛❬❝ ❩ ❭ ❤ ❞❩ ❪❭❩❬ ❭ ❛❧ ❤ ❜❩❬❝❩❬ ❵❩❥❦❩❵❩ ❬❛❬ ❢♠❛ ❧ ❤❜❩ ❬❝❩❬ ❵❩❥❦ ❩❵❩❬❛ ❬ ❥❛❜❩❤❬ ❞❛ ❴ ❵❛ ❬❝ ❩❴u❧ ❪❛❴❧❩❨❩❵❭❩❬❪ ❤❪❩ ❥ ♥u ❡q❝ ❩ ❨❩❵❩ ❪ ✐❛❬❛❞❩y ❞❭❩❬ ❞❛❴❭u❴❩❬❝ ❬❩y ❭❩u❜❤ ❪❩❥ ❵ ❴❫ ❨❭ ♥u y❩❤❪u✐❛❬u❴u❬❬❩y ❬❤ ❜❩❤ ❬u❪❴ ❤❥ ❤ ❵ ❴❫ ❨❭ ❢u ♣❛ ❴ ❜❩ ❭❩ ❬u

❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛❬ y❩❬❝ ❞❩❤❭ ❨❩❵❩❪ ✐❛❬❝u❴❩❬❝ ❤ ❭❛ ❧ ❤❜❩❬❝ ❩ ❬ ❵❩ ❥❦❩❵❩❬❛❬ ❢ ♣❛❬❝u❴❩ ❬❝ ❩❬ ❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛❬ ❤ ❬ ❤ ✐❛❴❵❩ ❭ ❩ ❬u ❧ ❩ ❜❩ ❬❝y ✐❛ ✐ ❞❩❬❪u❵❛❪ ❩❬ ❤❨❩ ❬❡q❝ ❩❭ ❫ ❬ ❥✐❛❬u (r❫ ❛ ❥❩❬❪❫ ♥❳ ✉ ✈ ✉)❢

r❛❜❩❤ ❬❭ ❛ ❝ ❤❩ ❪❩ ❬❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛ ❬ ♥❴❩❬❪❩ ❤❨❤ ❥❪ ❴❤ ❞u❥❤✐❛ ❴u❵❩❭ ❩❬❧ ❩❜ y❩❬❝❵❛ ❬ ❪❤ ❬❝❨❩ ❜❩ ✐❵❛❬❩ ❬❝ ❩ ❬❩❬ ❨❩ ❬❵❛❬❤✐❵❩❬❩❬y ❞❩ ❧u ✇ ❞❩ ❧ ❩ ❬ ❢u t❤❞❩w❩ ❧❭ ❫ ❬ ❨ ❤ ❥❤❪❴❫ ❵ ❤❭ ❩❥❛ ❴ ❤❬❝❪❛❴❡❩❨❤❭❛❴u❝ ❤❩ ❬ ✇ ❭ ❛ ❴❝ ❤❩❬u y❩❬❝❞❛ ❥❩❴ ❵❩ ❨❩ ❞❛❞❛ ❴❩❵❩ ❪❤ ❪❤❭ ❨❩❜❩ ✐ u❴u❪❩❬❨ ❤❥ ❪❴ ❤ ❞❥ ❤u y❩❬❝ ❨❤ ❥❛❞❩ ❞❭ ❩❬❫ ❜❛ ❧ ❭❛❴u❥❩ ❭ ❩ ❬ ❭ ❫ ✐❫ ❨ ❤ ❪❤♥ ❵❛❬❩ ❬❝ ❩❬❩❬ ❭ ❩ ❥❩❴♥❭ ❛ ❪❛ ❴ ❜❩ ✐ ❞❩❪❩❬✇ ❭❛❪❛❴❜❩ ✐ ❞❩ ❪❩ ❬ y❩❬❝❪ ❤❨❩ ❭❨❩❵❩❪❨ ❤❧ ❤ ❬ ❨❩ ❴❭❩❬ ♥❵❛ ✐❩❪❩u ❬❨❩❬❵❛ ✐ ❞❫ ❬❝ ❭ ❩ ❴❩❬ y❩❬❝ ❥❛✐❞❩❴❩❬❝ ❩ ❬ ♥ ❵❛❬❝ ❝u❬❩ ❩❬ w❩❨❩❧ ✇❩ ❨❩ ❧w u❬ ❪u❭ ❵❛ ❬❝ ❩❬❝❭u❪❩❬ y❩ ❬❝ ❪❤ ❨❩ ❭ ❥❛❥❩u❤♥ ❨❩ ❬ ❭ ❫ ❬ ❨ ❤❥ ❤ ❵❛ ❬❝ ❩❬❝❭u❪❩❬ y❩❬❝ ❪❤ ❨❩ ❭✐❛ ✐❩ ❨❩❤(♣❩ ❬ ❪❩❥ ❪❤❦ ❫ ♥✈① ② ③)❢

❣❩ ❴❝ ❩ ❥❩❪qu ❵ ❴❫ ❨u❭ ❨❩ ❴ ❤ u❥❩❧ ❩ ❩ ❝ ❴ ❤ ❞❤ ❥❬ ❤❥ ❨❤ ❪❛❬ ❪❭ ❩❬u ❫ ❜❛ ❧ ❵❛❬❩❬❝❩❬❩❬ ❧ ❩ ❥ ❤❜ ♣❩❬❛❬ ❨❩❬ ❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛❬ ♥ ❨❤ ❥❩ ✐ ❵ ❤❬❝ ❥ ❤❥ ❪❛ ✐ ❵❴❫ ❨u❭ ❥ ❤ ❨❛❬❝ ❩❬✐❛❬❛ ❴❩❵❭ ❩❬ ④ ⑤ ⑤⑥ ⑦⑧ ⑨ ⑩❶ ❷ ❸❹ ❷⑨ ❺ ❸ ❻⑨❺❶❹ ⑩❶ ❼ ❽ (❾❿♣)❢ ➀❜❛❧ ❭❩❴❛ ❬❩ ❤❪u♥♣❛❬❛ ❴❩ ❵❩❬ ❤❬❫v❩ ❥ ❤❪❛ ❭ ❬❫ ❜❫ ❝ ❤ ❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛❬✐❛❬❡❩❨❤ ❥❩❬❝❩❪❵❛❬ ❪❤ ❬❝ ❭ ❩ ❴❛❬❩ s❜u❭ ❪❩u❥❤ ❧ ❩ ❴❝ ❩❵ ❴❫ ❨❭ ♥u ❥❛❜❩❤❬❨ ❤❪❛❬ ❪❭❩❬u ❫ ❜❛ ❧✐❛ ❭❩❬ ❤❥✐❛❵❩❥❩ ❴ ♥❡❝❩u ❞❛❴❝ ❩ ❬ ❪u❬❝❵❩ ❨❩✐u❪q❵ ❴❫ ❨❭u❤ ❪q❥❛❬ ❨ ❤❴❤ (➁❧ ❩ ❨❡ ❤ ❴♥u ❳ ✉ ✈ ✉)❢

➂❥❩ ❧❩ ❵❛❴ ❞❩❤❭ ❩❬✇ ❵❛❴❞❩❤❭ ❩❬ ❨ ❤ ❞ ❤ ❨❩❬❝ ❪❩❪❩❬ ❤❩ ❝ ❩ ❨❩❬ ❨ ❤❥ ❪❴ ❤❞u❥ ❤✐ ❛✐❛ ❝ ❩❬❝ ❵❛❴❩❬❩ ❬ y❩❬❝ ❥❩ ❬❝ ❩ ❪ ❵❛❬ ❪❤ ❬❝ ❨❩❜❩ ✐ ❵❛❴❫ ❥❛❥ ❵❛❬❩❬❝❩❬❩❬ ❵❩❥❦ ❩❵❩❬❛❬ ❵ ❴❫ ❨❭u ❧ ❫ ❴❪ ❤❭u❜ ❪q❴❩❢ ♣❛❴❞❩ ❤❭ ❩ ❬✇❵❛ ❴ ❞❩❤❭❩❬ ❨❩ ❜❩ ✐ ❭❛ ❝ ❤❩❪❩❬ ❵❩❥❦ ❩❵❩❬❛❬ ✐❛ ✐ ❞❛ ❴ ❤❭ ❩❬ ❵❛❴❩❬ ❪❛❴❧ ❩❨❩❵ ❵❛ ✐❩❥❩❴❩ ❬ ❞❩ ❧u ✇ ❞❩ ❧ ❩ ❬u ❥❛ ❝ ❩❴ y❩❬❝ ❜❛❞ ❤❧ ❛s❤ ❥❤❛ ❬ ❢➂❬ ❪q❭❥❩ ❪qu ❥ ❪ ❴❩❪❛ ❝ ❤❵❛❬❝❛ ✐ ❞❩ ❬❝ ❩❬❵❩❥❦❩❵❩❬❛❬❩❬❝y ❞❩❤❭ ♥ ❨ ❤❵❛❴❜q❭❩❬❥❩u❪u ❭❩ ❡ ❤❩❬ y❩❬❝❨❩❵❩ ❪ ✐❛❜❤❧❩❪ ❵❛ ❴✐❩❥❩❜❩❧ ❩❬ y❩❬❝ ❨❤ ❪❛ ✐❭ ❩u ❬ ❵❩ ❨❩ ❵ ❴❫ ❥❛❥ ❨❤ ❥❪ ❴❤ ❞u❥❤ ❨❩ ❜❩ ✐ ❩❜q❴ ❴❩❬ ❪❩❤ ❵❩ ❥❫ ❭❩❬ ❵ ❤ ❥❩❬❝ ♥ ✐❛❬❛ ✐u❭❩❬❵❛✐❛ ❦ ❩ ❧❩❬ ❬❩y❨❩❬✐❛❬yu❥❬u❥ ❪❴❩ ❪❛ ❝ ❤❩❬❝y ❪❛❵❩❪❨❩❜❩ ✐✐❛ ❜❩ ❭❭ ❩❬u ❵❛❴ ❞❩❤❭❩❬ ✇❵❛ ❴ ❞❩❤❭❩❬ ❥ ❤❥ ❪❛ ✐ y❩❬❝ ✐❛❬ ❨❩❥❩ ❴ ❥❛ ❧ ❤❬❝ ❝ ❩ ❨❩❵❩❪ ❨❤❦❩❵❩ ❤ ❵❛ ❬❤ ❬❝❭ ❩❪❩ ❬ ❵❛❬❝ ❛ ✐ ❞❩❬❝ ❩ ❬ ❵❩❥❦ ❩ ❵❩❬❛ ❬ ❨ ❤ ❪❤ ❬❝❭ ❩❪ ❵❛ ❪❩ ❬ ❤ ♥❝❩❵❫ ❭ ❪❩ ❬❩❪❩u❩ ❥❫ ❥❤❩ ❥ ❤ ♥❵❛❨❩❝ ❩❬❝ ♥❨❩❬❵❛❬❝ ❛ ❦❛❴ ❢

1.2 Tujuan

♣❛❬❛❜❤ ❪❤❩ ❬❤❬ ❤❞❛❴❪q❡q❩❬➃

✈ ❢ ➁❛❬❝ ❤❨❛❬❪ ❤s❤❭ ❩❥❤ ❵❴❫ ❥❛❥ ❵❛❬❩❬❝❩❬❩❬ ❵❩❥❦❩❵❩❬❛ ❬ ❵ ❤❥❩❬❝ ❨❩ ❬ ❡❩❜u❴❨ ❤ ❥❪ ❴❤ ❞u❥❤❴❩ ❬ ❪❩ ❤ ❵❩❥❫❭ ❞❩ ❧u ❵ ❤❥❩❬❝❨ ❤❥❛❬❪ ❴❩❵ ❴❫ ❨❭ ❥❤u ❵❤ ❥❩❬❝❨❤ ➄ ❤❩❬❡q❴❢

❳ ❢ ➁❛❬❛❜❩ ❩ ❧ ❥u❥u❪ ❵❩ ❥❦ ❩ ❵❩❬❛ ❬ ❞u❩❧ ❵ ❤❥❩ ❬❝ ♥ ❞❩❤❭ ❥u❥u❪ ❭❩❜❤ ❪❩❪❤su (✐u❪u) ❨❩❬ ❥u❥u❪ ❭❩u ❬❪ ❤❪❩ ❪ ❤s (v❫ ❜✐❛u /jumlah) di setiap alur distribusi pemasaran.

3. Menentukan titik kritis susut pascapanen pisang.

(16)

➅ ➅

.

➆➅➇

JAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang

Pisang merupakan tanaman herbal yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat pisang disebut dengan dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Hal ini karena iklim indonesia cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang.

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili :Musaceae

Genus :Musa

Spesies :Musaspp

Jenis-jenis tanaman pisang di Indonesia mencapai ratusan jumlahnya. pisang dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu sebgai berikut:

1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M.paradisiacalVar sapientum,M. nanaatau disebut juga M. cavendishii, M. Sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, Cavendish, barangan dan mas.

2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaituM. paradisiacalforma typical atau disebut jugaM. paradisiacalnormalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kapok.

3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.

4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (acaba). (Stover, 1987)

Gambar 1. Pisang ambon

(17)

jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan, sehingga buah tidak terlalu matang sampai ketangan konsumen. Buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah sampai ke tangan konsumen. Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dilakukan 3-10 hari sekali tergantung pada pengaturan jumlah tanaman produktif (Agromedia, 2009).

Buah pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat tepung atau pati dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang terdiri atas senyawa-senyawa seperti dextrose 4,6%, clevulosa 3,6%, dan sukrosa 2%. Daging buah banyak mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, vitamin B1,

vitamin C dan vitamin lainnya. Buah pisang juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor dan zat besi (Santoso dan Purwoko, 1995). Buah pisang buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik. Antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan buah-buahan yang lain. Nilai energi rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel hanya 54 kalori komposisi kandungan gizi beberapa jenis buah pisang dapat dilihat pada tabel 2. berikut:

Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang

Kandungan gizi Ambon Raja Raja Sere Uli Mas

Kalori (kal) 99 120 118 146 127

Protein (g) 1.2 1.2 1.2 2 1.4

Lemak (g) 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2

Karbohidrat (g) 25.8 31.8 31.1 38.2 33.6

Kalsium (mg) 8.0 10 10 10 7

Fosfor (mg) 28.0 22 22 28 25

Zat besi (mg) 0.5 0.8 0.8 0.9 0.8

Vitamin A (S.1) 146 950 112 75 79

Vitamin B1 (mg) 0.08 0.06 0 0.05 0.09

Vitaamin C (mg) 3 10 4 3 2

Air (%) 72 65.8 67 59.1 64.2

Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I (1992), dalam Rahmawati (2010)

(18)

Tabel 3. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit

Indeks

Warna

Keadaan

Buah

Deskripsi

1 Seluruh permukaan buah bewarna hijau, buah

masih keras

2 Permukaan buah bewarna hijau dengan semburat

atau sedikit warna kuning

3 Warna hijau lebih dominan daripada warna

kuning

4 Kulit buah dengan warna kuning lebih banyak

dari pada warna hijau

5 Seluruh permukaan kulit bewarna kuning, bagian

ujung masih hijau

6 Seluruh dari buah pisang bewarna kuning,

matang penuh

7 Buah pisang bewarna kuning dengan sedikit

bintik kecoklatan, matang penuh dengan aroma

yang kuat

8 Bercak coklat, terlalu matang, daging buah

lunak, aroma sangat kuat

Sumber: Prabawatiet al., 2008

2.2 Panen dan Pascapanen Buah Pisang

(19)

2.2.1 Panen

Tujuan pemanenan adalah mendapatkan komoditas dari kebun dengan tingkat kematangan yang baik, dengan tingkat kerusakan dan kehilangan hasil yang rendah (Kader, 1992). Kegiatan pemanenan sangat mempengaruhi kualitas buah, baik cara pemanenan maupun tingkat kematangannya.

Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan mutu buah-buahan dan sayur-sayuran, pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Memar dan luka-luka kemudian hari akan tampak sebagai becak-cecak bewarna perang dan hitam yang membuat barang dagangan mmenjadi tidak menarik. Beberapa gangguan fisiologi merupakan akibat penanganan yang kasar. Luka-luka pada kulit merupakan pintu masuk jasad-jasad renik dan mengakibatkan banyak buah-buahan dan sayur-sayuran menjadi mubazir (Pantastico, 1986).

Menurut Muchtadi (1992), buah pisang biasanya dipanen pada waktu masih bewarna hijau dengan tingkat kematangan berbeda. Apabila akan ditransportasikan pada jarak jauh, biasanya dipanen pada waktu masih agak muda (75-80% tingkat kematangan) dengan sudut-sudut buah yang masih kelihatan, buah seperti ini akan matang kira-kira dalam waktu 3 minggu. Untuk pengangkutan jarak pendek, biasa pisang dipanen pada saat 85-95% matang, dimana buah telah berkembang penuh tetapi susut-sudut masih sedikit kelihatan. Buah seperti ini akan matang dalam waktu 1-2 minggu. Untuk pemasaran lokal, sebaiknya pemanenan dilakukan pada waktu lebih tua, dan akan matang dalam waktu kurang 1 minggu. Buah pisang biasaya tidak dibiarkan masak dipohon. Hal ini disebabkan karena buah pisang yang matang dipohon akan memiliki citarasa yang rendah dan mempunyai tandensi rontok dari pohon sebelum dan sewaktu panen. Karena itu , pisang dipanen pada waktu masih hijau tapi sudah cukup tua (Winarno, 1990).

Standar kematangan panen dari pisang berbeda-beda menurut jenis pisang. Pisang sudah mulai berproduksi dan biasa langsung dipungut hasilnya pada umur 12-15 bulan setelah tanam atau 4-6 bulan setelah tanaman berbunga, tergantung pada varietasnya. Beberapa jenis pisang ada yang memiliki umur panen pendek, namun ada pula yang memiliki umur panen lebih panjang. Umur panen beberapa tanaman dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Umur panen beberapa varietas tanaman pisang

No.

Varietas

Umur berbunga

(hari)

Dari bunga s.d

panen (hari)

Dari tanam s.d

panen (hari)

1. Ambon putih 454 163 617

2. Ambon Hijau 450 163 613

3. Ambon Lumut 470 157 627

4. Raja sere 390 149 539

5. Mas - -

-6. Susu - -

-7. Nangka 383 157 540

8. Kepok 393 167 560

9. Tanduk 412 141 553

10. Badak 375 140 515

(20)

Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pemanenan yaitu kematangan komersial dan kematangan fisiologis. Kematangan komersial yaitu dimana semua organnya sudah sipa panen untuk dimanfaatkan dan dipasarkan sedangkan kematangan fisiologis yaitu stadia tertentu dalam perkembangan buah dimana syarat proses kematangan terpenuhi secara sempurna (Satuhu, 1993). Tingkat ketuaan dapat diukur dengan memperhatikan sudut-sudut pada kulit buah pisang ambon. Buah yang tidak bersudut lagi (hampir bulat) berarti sudah tua 100%, sedangkan yang masih sangat nyata sudutnya berarti tingkat ketuaan masih 70% atau kurang. Standar tingkat ketuaan buah berdassrkan Standar Nasional Indonesia No. 01 TAN 1996 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tingkat ketuaan buah pisang ambon

2.2.2 Pascapanen

Penanganan pascapanen adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen sampai pada tahapan siap dipasarkan. Kegiatan penangan pascapanen yang perlu mendapat perhatian adalah grading dan sortasi, pemeraman, pengepakan, dan pengangkutan. Perlakuan pascapanen harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan yang dilakukan secara kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan buah sehingga memperpendek daya simpan, kualitas buah juga menurun, dan harga jualnya pun rendah (Cahyono, 2009).

Perlakuan pascapanen tersebut di atas harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan pascapanen yang dilakukan petani berbeda dengan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh pedagang di setiap titik distribusi terjadi perbedaan penanganan pascapanen, hal ini disebabkan perbedaan sifat pasar. Secara umum kegiatan pascapanen dipaparkan sebagai berikut:

1. Penyortiran dan Pengkelasan (Grading)

Menurut Cahyono (2009), sortasi bertujuan untuk memilih dan memisahkan buah pisang yang baik dari buah pisang yang kurang baik atau rusak. Sementara, grading

bertujuan untuk mengelompokkan buah pisang yang telah disortasi menjadi beberapa kelompok kelas, misalnua kelas A, B, C, dan Seterusnya. Sortasi dan grading biasanya dilakukan berdasarkan ukuran (besar dan kecilnya buah), kerusakan mekanis (cacat buah), tingkat kematangan (ketuaan buah), bobot buah, keseragaman warna, jenis pisang, dan kerusakan yang disebabkan oleh hama atau penyakit. Buah yang dipilih dipisahkan dari buah-buah yang cacat atau rusak. Setelah itu, dilakukan pemilihan tahap kedua dan mengelompokkannya ke dalam kelas yang sama berdasarkan kriteria-kriteria tersebut diatas.

(21)

sortasi biasanya didasarkan atas kesehatan, ketegaran, kebersihan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan dan kebebasan dari hama dan penyakit, kerusakan oleh serangga dan luka-luka mekanik (pantastico, 1986).

Tiga kategori yang umum terdapat dalam klasifikasi pengkelasan yaitu kelas ekstra, kelas 1 dan kelas 2. Kelas ekstra memiliki mutu sangat baik, bentuk dan warna sesuai varietas ditanam dan tidak cacat. Penyimpanan kelas ini maksimal 5% dengan memperhatikankeseragaman ukuran, warna, keadaan dan pengaturan dalam kemasan. Kelas I hampir sama dengan mutu kelas ekstra, hanya batas penyimpanan maksimal 10%. kelas 2 boleh memiliki kerusakan eksternal maupun internal, dengan syarat masih layak untuk dimakan dalam keadaan segar (Pantastico, 1986).

2. Pencucian

Seringkali pada buah dan sayuran terdapat kotoran, tanah, sisik serangga, jamur dan sebagainya sehingga memiliki penampilan yang tidak menarik. kebanyakan buah-buahan dan sayur-sayuran dicuci sesudah dipanen dan dilakukan pemotongan bagian-bagian yang busuk atau rusak sebelum pencucian untuk memperbaiki penampakan produk (Pantastico, 1986).

Menurut Peleg (1985) pencucian ada dua macam yaitu pencucian basah dan pencucian kering. Pencucian basah dilakukan dengan perendaman, penghilangan kotoran dan pestisida dengan air dan deterjen, selanjutnya komoditi disikat dan dibilas dengan air. Pencucian kering dilakukan dengan cara membersihkan permukaan kulit komoditas dari kotoran tetapi tidak dapat membersihkan residu bahan kimia, kotoran yang tersembunyi. Keuntungan pencucian kering ini adalah lapisan lilin pada komoditi yang secara alami terlindungi oleh lilin tidak hilang. Menurut Prabawatiet al(2008) perlu penambahan pada pencucian dengan natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum,dan Botryodiplodiaserta fungi lain yang sering menyerang crownpisang.

3. Pemeraman

Buah pisang tergolong buah-buahan yang klimaterik, artinya buah yang kurang tua saat panen akan menjadi matang selama penyimpanan. Hanya saja mutunya kurang baik, rasanya kurang enak, dan aromanya kurang kuat. Buah yang cukup tingkat ketuaannya akan menjadi matang dalam waktu 4-5 hari setelah panen tanpa perlakuan pemeraman. Namun, kematangan tidak seragam dan warnanya kurang menarik (Satuhu dan Supriyadi, 1992).

Pemeraman buah pisang bertujuan mempercepat proses pematangan buah secara serentak, sehingga akan didapatkan buah dengan tingkat kematangan dan warna yang seragam. Beberapa cara pemeraman pisang antara lain: pemeraman menggunakan karbit, pemeraman dalam tempayan tanah liat, pemeraman dengan daun-daunan, dan pemeraman dengan cara diasap. Tanpa pemeraman, buah pisang akan matang dalam waktu yang relatif agak lama dan dengan tingkat kematangan yang beragam, ada yang belum matang, ada yang sudah matang, ada yang sudah sangat matang, dan ada yang sudah mulai membusuk. Dengan pemeramam buah pisang dapat matang dalam waktu yang relatif pendek secara bersamaan, yaitu 2-4 hari, tergantung cara yang digunakan dalam pemeraman (Cahyono, 2009).

(22)

4. Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan mengatasi kerusakan buah akibat proses pemasaran yang terlambat (lama). Buah yang tidak terjual habis dalam waktu yang relatif sungkat harus mendapat perlakuan khusus dalam penyimpanan agar buah tetap baik segar walaupun telah disimpan lama. Penyimpanan buah pisang harus memperhatikan unsur-unsur teknologi yang benar, agar buah pisang yang disimpan terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit pascapanen selama dalam penyimpanan. Ada beberapa cara penyimpanan yang dapat dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan kesegaran dan kualitas buah pisang, diantaranya adalah dengan pelapisan lilin, penggunaan suhu rendah, penggunaan bahan kimia, radiasi dan kontrol atmosfer (Cahyono, 2009).

Tempat penyimpanan idealnya memiliki pendingin. Penyimpanan dingin dapat mempertahankan mutu karena pendinginan berpengaruh besar terhadap atmosfer dalam kemasan. Penyimpanan dingin pada suhu optimum disertai kelembapan tinggi merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur simpan atau ketahanan komoditi. Pendinginan ini dapat memperlambat respirasi sehingga pematangan, penuaan dan pengeluaran panas juga terhambat (Pantastico, 1986).

Menurut Santoso dan Purwoko (1995), Penyimpanan dingin dilakukan dengan tujuan untuk:

a. mempertahankan aktivitas biologi yang rendah dari produk pada suhu rendah. Suhu tersebut dipertahankan pada tingkat tertentu yang tidak akan menyebabkan pembekuan atauchilling injurydan melalui pengendalian komposisi atmosfer.

b. memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dengan mempertahankan temperatur rendah dan meminimalisasi kelembapan permukaan sekitar produk.

c. mengurangi pengeringan produk melalui memperkecil perbedaan selisih temperature antara produk dan udara, serta mempertahankan kelembapan yang tinggi dalam ruang penyimpanan.

Menurut Ashari (1995), beberapa tindakan misalnya dengan perlakuan suhu dingin, mengurangi kadar oksigen, meningkatkan kadar gas karbondioksida, menghilangkan gas etilen serta menggunakan bahan kimia yang dapat menghambat kematian jaringan. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan suatu keharusan. Penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dalam pelayuan, kerusakan karena mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Namun demikian penyimpanan yang terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan (chilling injury). Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan MAP (Modified Atmosphere Packaging) atau CAS (Controlled Atmosphere Packaging) tidak memberikan hasil yang memuaskan bila tanpa pendinginan (Hasbullah, 2008).

(23)

85-90%. Pada suhu penyimpanan ini kesegaran buah pisang dapat bertahan selama 2-3 bulan tanpa mengalami proses pematangan (Badan Agribisnis, 1999).

Penyimpanan buah pisang pada suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya proseschilling injury. Menurut Winarno et al(1980), Suhu penyimpanan pisang terutama pisang ambon yang disimpan pada suhu rendah kurang dari 13.50C dapat menyebabkan kulit pisang menjadi bewarna abu-abu dan dapat berubah menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat. Pisang yang didinnginkan biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dam kulitnya, dan pada kelembaban yang lebih tinggi sering nampak kapang tumbuh pada permukaan bintik-bintik tersebut.

Menurut Cahyono (2009), penyimpangan buah pisang dengan bahan kimia juga dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan pisang yaitu dengan menggunakan KmNO4dan CaCl2.Penyimpanan dengan KmNO4bertujuan menyerap etilen yang diproduksi

oleh buah pisang sehingga proses pematangan buah dapat diperlambat. Dengan perlakuan ini, buah pisang dapat mempertahankan kesegarannya hingga 3 minggu dengan disimpan pada suhu ruang.

5. Pengepakan dan pengangkutan

Pengepakan atau pengemasan bertujuan untuk melindungi buah pisang dari kerusakan mekanis yang mungkin terjadi selama dalam pengangkutan dari kebun ke gudang atau hingga sampai ke tempat pemasaran. Kerusakan buah pisang yang disebabkan karena pengemasannya tidak memenuhi syarat dapat dijumpai pada pedagang atau tengkulak di sentra produksi pisang. Untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan, pengemasan harus dilakukan dengan baik dan benar. Bahan pengemasan, kapasitas pengemasan, dan cara pengemasan harus diperhatikan agar buah pisang dapat sampai ke tujuan dalam keadaan baik tanpa cacat (Cahyono, 2009).

Menurut Satuhu (1993), mutu buah yang dikirim sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya, bentuk kemasan buah yang akan dikirim harus mempertimbangkan faktor transportasi. Pengemasan secara asal-asalan dalam pengangkutan akan menyebabkan buah menjadi lecet dan memar sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu. Pengemasan untuk pengiriman diperlukan wadah yang dirancang untuk melindungi buah sebagai pelindung dari luka memar, getaran maupun berat wadah lain yang menumpuk.

Perancangan kemasan selama pengangkutan bermanfaat pula untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan: jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur pola susunan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi (Purwadaria, 1997).

(24)

2.2.3 Penyakit Pascapanen

Menurut Nelson (2008) kondisi umum yang menyebabkan gejala penyakit pascapanen pisang berkembang adalah manajemen penyakit dan praktek yang kurang baik di kebun pisang untuk penyakit jamur daun dan buah (pengendalian gulma yang minim, tidak dilakukannya pemangkasan secara teratur untuk mengurangi kepadatan populasi tanaman dan minimnya manajemen kesuburan tanah), curah hujan dan kelembaban relatif yang tinggi, sanitasi yang rendah dipacking houses, praktek pengepakan buah yang kurang baik, buah-buahan tidak didinginkan setelah panen dan sebelum pemasakan (suhu yang sesuai setelah pengepakan dan selama pengiriman adalah 13.33 ° C), dan buah dipanen tidak tepat waktu.

Jenis penyakit pascapanen pisang menurut Satuhu dan Supriyadi (1992) adalah sebagai berikut:

1. Antraknosa

Penyakit ini ditandai dengan buah tampak bercak-bercak berwarna cokelat. Bercak ini sedikit melengkung ke dalam, kemudian akan cepat membesar, lama kelamaan daging buah akan menjadi rusak. Penyebabnya adalah jamur Collectrotichum musae etcurt. V. Arx. Serangan akan banyak terjadi bila musim hujan, suhu yang tinggi (27-300C) dan kelembapan yang hampir jenuh turut mempengaruhi perkembangan jamur ini. Pencegahan dapat dilakukan mulai dari menjaga kebersihan kebun, sesudah panen dapat dilakukan dengan memperkecil kerusakan mekanis pada buah dan buah dicelupkan dengan air panas (550C) selama 2 menit atau pemberian fungisida.

2. Black Spot

Penyakit ini ditandai buah pada mulanya tampak berbintik merah yang dikelilingi dengan daerah yang basah, kemudian bintik ini melebar dan buahnya menjadi hitam. Penyebab penyakit ini adalah jamur Helminthosporium torulosum Syd. Penyakit ini biasanya menyerang perkebunan yang kotor. Pencegahan dapat dilakukan dengan pembersihan areal kebun dari kotoran daun-daun kering.

3. Brown Spot

Buah ditandai gejala bercak bercak cokelat tua dengan diameter 5-6 cm dan tepinya tidak beraturan. Penyebabnya adalah jamur Cerospra hayi Celpouzos pencegahannya dengan cara buah dicelupkan larutan Nystatin 200-400 ppm.

4. Crown rot complex

Serangan tampak pada bonggol sisir buah yang dimulai dari tangkai utama yang berubah warna dari biasanya. Penyebabnya adalah infeksi jasad renikBotryodiplodia theobromae

pat,Thielaviopsis paradoxade Seyn. Hoehn, Collectrotichum musae Berk. Et curt V. Arx, Fusarium roseum link dan Verticillium theobromae Truc. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara pisang dicelupkan larutan TBZ (thiabendazole) 200-400 ppm dan

benomyl100-400 ppm. 5. Scab

(25)

2.3 Kehilangan Pascapanen

Di Indonesia misalnya, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak yang mengalami kerusakan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah kerusakan kira-kira meliputi 35-40 persen, sedangkan 60 persen dari sisanya sebagian besar dijual dalam bentuk sayur-sayuran dan buah-buahan segar atau diolah. Kerusakan bahan-bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang; aktivitas enzim-enzim didalam bahan pangan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air; udara, terutama oksigen; sinar matahari dan jangka waktu penyimpanan (Winarnoet al., 1980).

Kehilangan susut bobot pada buahan pada umumnya terjadi akibat dari perubahan kadar air yang terkandung pada buahan dan proses yang terjadi akibat pengaruh dari luar seperti penanganan pascapanen sampai pada proses pemasaran. Sayur-sayuran dan buah-buahan serta hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen kalau dibiarkan begitu saja lama-kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis. Perubahan perubahan fisiologis dan kimiawi tersebut ada yang menguntungkan, tetapi kalau tidak dikendalaikan akan sangat merugikan. Banyak sekali buah dan sayuran di Indonesia yang mengalami kerusakan (kebusukan) sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah yang hilang karena kerusakan ini diperkirakan mencapai 35-40 % (Muchtadi, 1992).

Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pascapanen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman. tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, beruabah atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk (Soesanto, 2010).

Menurut Winarno dan Aman (1981), secara kualitatif dapat diketahui bahwa hasil-hasil pertanian setelah di panen mengalami kerusakan yang diperkirakan 20-40%. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan karena beberapa hal, antara lain seperti panen yang terlalu matang. Berbagai kegiatan pertanian berpotensi menimbulkan kerusakan pada bahan yang diproses. Sebagai akibatnya, kualitas produk menjadi menurun dan dalam banyak kasus terjadinya kerusakan mekanis diikuti dengan pembusukan yang berlangsung cepat sehingga pada akhirnya bahan menjadi rusak total. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, adanya bahan yang membusuk dapat merusak bahan lainnya. Jadi dapat dipahami bahwa menurunnya tingkat kerusakan mekanik mempunyai arti ekonomi yang penting.

Setelah dipanen buah dapat rusak karena beberapa macam hal kerusakan yang terjadi pada buah akan menurunkan mutunya. Bila tidak ditangani dengan baik kerusakan ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang lebih banyak. Menurut Satuhu (1993), kerusakan kerusakan buah dapat berupa:

1. Kerusakan fisik

(26)

2. Kerusakan biologi

Kerusakan biologi disebabkan karena serangan serangga, binatang pengerat dan sebagainya. Masuknya ulat serangga kedalam buah dapat merusak bagian dalam buah. Selain itu memudahkan mikroba perusak masuk sehingga buah cepat menjadi busuk. 3. Kerusakan kimia

Rusaknya kandungan zat-zat kimia pada buah karena hal apapun digolongkan kerusakan kimia. Kerusakan ini biasanya berhubungan dengan kerusakan biologi atau fisika. Misalnya aktifnya enzimatis karena kerusakan sebelumnya. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat pula menyebabkan rusaknya kandungan kimia.

4. Kerusakan mikrobiologi

Bermacam-macam kapang, bakteri maupun jamur mempunyai daya perusak. Buah akan menjadi busuk. Akibat serangan jasad renik tersebut. Luka pada permukaan kulit buah akan mempercepat terjadinya kerusakan.

5. Kerusakan mekanik

Kerusakan mekanik terjadi akibat adanya benturan-benturan mekanis. Luka mekanik dapat terjadi pada saat pemanenan, sortasi, pengemasan, juga saat pengangkutan.

Menurut Prabawati et al (2008), memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan. Memar mengakibatkan rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang. Berikut beberapa penyebab memar:

a. Memar karena benturan.

Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau dilemparkan saat memuat dalam angkutan. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan penanganan yang lebih hati-hati.

b. Memar akibat tekanan.

Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya. Memar akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam kemasan. Buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat.

c. Memar akibat gesekan.

Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak.

Kondisi buah-buahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor-faktor prapanen

Faktor prapanen sangat berpengaruh terhadap kulitas buahan yang dihasilkan. Faktor-faktor prapanen meliputi kondisi lingkungan selama proses pertumbuhan, tingkat kemasakan, kehadiran hama dan penyakit, kultivar yang ditanam, dan tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan selana proses pertumbuhan lainnya (Feryet al., 1991).

(27)

2. Faktor-faktor panen dan pascapanen

Cara panen dan waktu panen (petik) buah pisang menentukan kualitas buah yang dihaslikan. Oleh karena itu, cara panen dan waktu panen harus dilakukan dengan baik dan benar serta tepat waktu. Pemanenan pisang harus disesuaikan dengan keperluan. Pemanenan yang terlalu cepat akan mempengaruhi mutunya. Mutu buah pisang akan rendah walaupun daya simpannya lebih lama. Demikian sebaliknya, bila pemananenan terlalu lambat, maka buah pisang tidak cocok lagi untuk diekspor, Karena akan cepat busuk (Satuhu dan Supriyadi, 1992).

Menurut Zulkarnain (2009) penanganan pascapanen yang tidak tepat akan menyebabkan buah menjadi memar akibat saling berbenturan satu sama lain atau menjadi lembek akibat tingginya laju respirasi, yang semuanya bermuara pada pembusukkan. Pembusukkan ini akan semakin dipercepat oleh kontaminasi mikroorganisme pathogen, seperti cendawan dan bakteri, selama proses pengangkutan dan penyimpanan.

3. Faktor transportasi dan pemasaran

Pengangkutan buah-buahan dengan jalan darat pada umumnya menggunakan truk dan pick up tanpa pendinginan. Untuk pengangkutan jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari jam sebaknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin. Sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin (Purwadaria, 1992).

Menurut Purwadaria (1992) menyatakan bahwa goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan, dan susunan kemasan di dalam pengangkutan.

Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan kerusakan yang diderita oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatan penanganan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading, sortasi, pengemasan pengangkutan, dan pemasaran atau distribusi.

Menurut Pantastico (1986), tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengangkutan bahan-bahan makanan yang mudah rusak adalah: Penyampaian barang-barang dengan cepat dan tepat, Pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu yang tinggi. Harapan adanya keuntungan yang cukup dari hasil yang bersangkutan untuk dapat membenarkan penggunaan fasilitas pengangkutan yang memadai.

2.4 Standar Mutu Pisang Ambon Kuning

(28)

Tabel 5. Klasifikasi/penggolongan buah pisang berdasarkan ukuran.

Spesifikasi Satuan Persyaratan

Kelas A Kelas B Kelas C

Panjang jari Cm 18,1-20,0 16,1-18,0 14,1-16,0

Berat Sisir Kg > 3,0 2,5-3,0 < 2,5

Diameter Pisang Cm > 2,5 > 2,5 < 2,5

Pisang ambon kuning segar dikelompokkan masing-masing kelas digolongkan dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan Mutu II. Berikut persyaratan mutu pisang ambon kuning segar dapat dilihat pada tabel. 6.

Tabel 6. Persyaratan mutu pisang ambon

Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II

a) Tingkat Ketuaan Buah % 70-80 <70dan>80

b) Keseragaman Kultivar Seragam Seragam

c) Keseragama ukuran Seragam Seragam

d) Kadar kotoran % bobot/bobot 0 0

e) Tingkat Kerusakan

Fisik/Mekanis

% bobot/bobot

maksimum

0 0

f) kemulusan kulit Mulus Kurang Mulus

g) Serangga Bebas Bebas

h) Penyakit Bebas Bebas

Catatan: Mutu I boleh menyimpang maksimal sebanyak 5 % tetapi masih memenuhi syarat mutu II. Mutu II boleh menyimpang maksimal 10 %.

2..5 Saluran Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran

2.5.1 Saluran Pemasaran

Menurut Alma (2011), saluran pemasaran adalah lembaga yang saling berkait untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan/dikonsumsi. Tanpa saluran pemasaran yang efektif, maka sulit bagi masyarakat untuk memperoleh barang yang akan dikonsumsi. Jadi adalah tugas saluran pemasaran untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen.

Pemasaran barang dan jasa melibatkan beberapa lembaga perantaar mulai dari produsen, lembaga perantara sampai konsumen akhir. Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan, atau perorangan yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen melalui berbagai kegiatan. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh lembaga perantara di dalam suatu saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen (Limbong dan Sitorus, 1987). Tingginya biaya tataniaga akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat petani.

(29)

Menurut Alma (2011) untuk mennyalurkan barang-barang dari produsen ke konsumen ada beberapa cara:

1. Penyaluran langsung. produsen menyalurkan langsung barang ke konsumen.

2. Penyaluran semi langsung. Dalam hal ini ada satu perantara, yaitu menggunakan saluran perdagangan eceran

3. Penyaluran tak langsung, melalui lebih dari satu perantara. Bentuk tipe-tipe saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan:

P : Produsen PB : Pedagang Besar

PE : Pedagang Eceran K : Konsumen

Gambar 3. Tipe-tipe saluran pemasaran

2.5.2 Efisiensi Pemasaran

Margin tataniaga merupakan salah satu indikator yang digunakan mengukur apakah distribusi suatu komoditas efisien atau belum. Analisis marjin dilakukan untuk mengetahui komponen biaya pemasaran serta bagian yang diterima masing-masing pelaku pasar yang terlibat dalam pemasaran pisang ambon. Adanya perbedaan harga ditingkat petani dengan konsumen menyebabkan marjin yang diterima masing-masing pelaku pasar akan berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi pemasaran.

Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran (Limbong dan Sitorus. 1987).

perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi= HJi HBi

Mi= Ci+ i P

K

P

K PE

P

K PB

PE

Saluran Langsung

Saluran Semi Langsung

(30)

HJi HBi= Ci+ i

Berdasarkan persamaan tadi, keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i adalah

i= HJi HBi Ci

Maka besarnya marjin pemasaran adalah

mi= Mi

Keterangan :

Mi : Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke i (Rp/kg)

HJi : Harga penjualan pada pasar tingkat ke i (Rp/kg)

HBi : Harga pembelian pada pasar tingkat ke i (Rp/kg)

Ci : Biaya pada pasar tingkat ke i (Rp/kg)

i : Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke i (Rp/kg)

i : 1, 2, 3, .... n

mi : Total marjin pemasaran

Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bagian yang diterima petani dari harga yang terjadi dikonsumen akhir dapat diketahui melaluifarmer s share. Nilaifarmer s sharedigunakan untuk melihat apakah pemasaran produk tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada petani. Farmer s share berhubungan negatif dengan margin pemasaran artinya semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farmer s share) semakin rendah.

h. Farmer s sharedihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Fs :Farmer s share

Pf : Harga yang diterima petani (Rp/kg) Pr : Harga yang dibayar konsumen (Rp/kg)

(31)

➈ ➈ ➈

.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di sentra produksi buah pisang Desa Talaga, Kabupaten Cianjur, pasar lokal Cianjur,WarehousePT. Berkah Jaya Cipanas, Pasar Kramat Jati dan Supermarket Hyppermart Bellanova Bogor, PT Hero Supermarket (Giant Kalibata). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Desa Talaga merupakan salah satu desa sentra produksi pisang yang memiliki produktivitas yang cukup besar di Kabupaten Cianjur khususnya untuk pisang ambon dan mengikuti aliran distribusi buah pisang sampai penjualan di tingkat pengecer dan retail. Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan pada bulan april sampai Juni 2012. Denah lokasi penelitan Desa Talaga, Kecamatan Cugenang dapat dilihat pada lampiran 3.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan sebagai obyek penelitian berupa buah pisang yang dihasilkan oleh sentra produksi di kabupaten Cianjur. Pisang tersebut merupakan komoditas yang mendapat penanganan cukup banyak serta berisiko kehilangan susut hasil cukup besar dalam proses penanganan panen dan pascapanen. Varietas buah pisang yang diamati dipilih berdasarkan komoditi unggulan daerah yaitu pisang Ambon. Peralatan yang digunakan antara lain : timbangan, peralataan tulis, kalkulator, termometer dan penggaris.

3.3.Metodologi Penelitian

3.3.1 Metode penarikan sampel

Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok responden, yaitu petani dan pedagang pada setiap tingkat saluran yang ada.penelusuran dan pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan mengikuti arus pemasaran buah pisang ambon yang dominan. Dari hasil observasi lapang terdapat tiga jalur distribusi yang umum dilakukan yaitu tujuan pasar lokal, pasar luar daerah dan pasar modern/supermarket. Penarikan sampel petani dan pedagang dilakukan dengan sengaja (purposive) berdasarkan kesamaaan komoditi dan mengikuti jalur distribusi. Jumlah responden petani yang dijadikan sampel sebanyak 10 responden, 3 responden pengumpul tingkat desa, 1 responden pedagang besar (supplier supermarket), 2 responden pedagang besar (pasar Kramat Jati), 2 responden pedagang Pengecer pasar Kramat Jati, 5 responden pedagang pengecer lokal pasar Cianjur, dan 2 responden pasar modern/supermarket.

3.3.2 Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan data melalui pengamatan langsung, wawancara dan observasi produk. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:

1. Data Primer

(32)

pengamatan langsung untuk mengetahui jumlah produk yang hilang di setiap tingkatan saluran pemasaran serta dokumentasi yang dianggap perlu.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh berdasarkan arsip yang ada dari Sentra produksi pisang, BPS, Dinas pertanian, dan lainnya.

3.3.3 Metode pengolahan dan analisis data

Setelah semua data yang dibutuhkan tersedia kemudian dilakukan klarifikasi data. Selanjutnya data dikelompokkan, ditabulasi, dan diolah. Analisis yang digu

Gambar

Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 7. Pengangkutan pisang dari kebun
Gambar 9. Proses penyisiran buah pisang
Gambar 10. Pengkelasan atau Grading
+7

Referensi

Dokumen terkait