• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya Carica papaya L. (Studi Kasus di Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya Carica papaya L. (Studi Kasus di Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali)"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN

PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI

PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN,

DAN BOYOLALI)

SKRIPSI

GITA PUJASARI

F14080088

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DETERMINATION OF CRITICAL POINT OF POSTHARVEST

LOSSES FOR PAPAYA

Gita Pujasari and Y Aris Purwanto

Departement of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8632327, e-mail : gpujasari@yahoo.com

ABSTRACT

Papaya (Carica papaya L.) is one a tropical fruit which is popular in Indonesia. Papaya is perishable fruits and has short postharvest life. Due to lack postharvest handling and its facility, losses in postharvest handling of papaya is still high. The range of total losses in postharvest handling for papaya is 25-40 percent. This total losess is identified from harvesting activity to the market. There are some actors in postharvest handling contribute in total losess. The objective of this study was to identify supply chain of papaya, to assess losess of papaya in supply chain, and to determine the critical point of postharvest losses of papaya. This study was carried out in the production center of papaya in Sukabumi (West Java), Banyumas, Kebumen and Boyolali (Central Java). The study was conducted by in dept-interview to all actors in supply chain of papaya, field observation to identify the supply chain and post-harvest losses and measurement of losess at each actors activities. The results showed that supply chain of papaya consists of farmers, collectors, suppliers, wholesalers, and retailers. The critical points of losess in postharvest handling of papaya in Kebumen and Boyolali was observed at the level of retailer. The different result was obtained in Sukabumi and Banyumas. In Sukabumi, the critical point in postharvest losess was found at suppliers level, in Banyumas was observed at wholesaler level.

(3)

GITA PUJASARI. F14080088. PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI). Di bawah bimbingan Y Aris Purwanto. 2012.

RINGKASAN

Pepaya atau gandul (Carica papaya L.) merupakan buah yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah pepaya memang tergolong buah yang popular dan digemari di seluruh dunia. Saat ini pepaya telah menjadi komoditas ekspor dan terus mengalami kenaikan produksi. Sebagai salah satu produk hortikultura pepaya rentan mengalami kerusakan pascapanen. Kerusakan pascapanen dapat disebabkan oleh penanganan pascapanen yang tidak baik. Penanganan pascapanen produk pertanian di Indonesia masih belum mendapat perhatian, oleh karena itu pepaya memiliki susut pascapanen yang cukup besar pada saat dipasarkan hingga ke tangan konsumen.

Kehilangan pascapanen dapat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas produk. Kehilangan pascapanen yanga berpengaruh pada kuantitas akan mengakibatkan berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah atau menurunnya komponen nutrisi dan nilai jual produk.

Penelitian dilakukan di empat sentra produksi pepaya yaitu Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Jenis pepaya yang rantai pasoknya diamati adalah Pepaya California dan Pepaya Bangkok. Penelitian dilakukan dengan menentukan lokasi penelitian terlebih dahulu, kemudian melakukan identifikasi rantai pasok yang secara umum ada di Indonesia. Kemudian ditentukan parameter-parameter yang ingin diketahui seperti jarak distribusi, waktu pendistribusian, kapasitas usaha, kapasitas penjualan, anggota dan aktivitas rantai pasok, serta biaya pemasran pepaya.

Kemudian parameter-parameter tersebut disusun dalam sebuah daftar pertanyaan untuk digunakan dalam pengumpulan data. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan anggota saluran pemasaran pepaya dari masing-masing sentra produksi serta pengamatan jenis kerusakannya, sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS dan sumber lain yang relevan. Data yang didapat dianalis mulai dari tipe rantai pasoknya, susut pascapanennya, serta marjin pemasaran dan Farmer’s share-nya.

Anggota saluran pemasaran pepaya terdiri dari petani, pengepul, supplier, pedagang grosir , pedagang pengecer. Terdapat lima tipe saluran pemasaran pepaya, yaitu saluran I( petani pengecer), saluran II (petani pengepul pengecer), saluran III (petani pengepul supplier pengecer), saluran IV (petani pengepul pedagang grosir pengecer), dan saluran V (petani pengepul supplier pedagang grosir pengecer).

Kegiatan pascapanen pepaya dimulai saat pemanenan pepaya di lahan, pengumpulan hasil panen di lahan, pengangkutan dari lahan ke gudang pengepul/pedagang, penyortiran dan grading, pencucian, pelabelan dan pengemasan, pemuatan dan pengiriman, serta penyimpanan.

Pepaya asal responden di sentra produksi Sukabumi mengirim pepayanya ke Jakarta, Tanggerang, dan Bogor. Pepaya asal responden di sentra produksi banyumas mengirim pepayanya ke Jakarta (Pasar Induk Kramat Jati), Bekasi (Pasar Induk Cibitung), Jepara, Semarang dan Cilacap. Pepaya asal responden sentra produksi Kebumen mengirim pepayanya ke Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Slawi. Pepaya asal responden di sentra produksi asal Banyumas mengirim pepaya ke Semarang, Solo dan pasar lokal.

(4)

Kerusakan mekanis yang disebabkan karena penanganan pascapanen yang kurang hati-hati (lecet, tearing, cutting, distorsi, dan memar), Kerusakan biologis yang disebabkan serangan hama dan patogen.

Susut kuantitas pada tingkat pengepul tidak terjadi, susut kuantitas pada tingkat supplier berkisar antara 0%-15%, susut kuantitas di tingkat pengecer berkisar antar 7 % - 20%. Susut kualitas hanya terjadi pada tingkat pedagang grosir dan pengecer yaitu antara 4% - 25%.

Berdasarkan susut kuantitatifnya, titik kritis di Kabupaten Sukabumi terdapat pada tingkat supplier sebesar 15%, titik kritis di Kabupaten Banyumas terdapat pada tingkat pedagang grosir sebesar 10%, titik kritis di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Boyolali terdapat pada tingkat pengecer masing-masing sebesar 20%. Berdasarkan susut kualitatifnya, di Kabupaten Sukabumi tidak terdapat titik kritis, titik kritis di Kabupaten Banyumas terdapat pada tingkat pedagang grosir sebesar 4%, di Kabupaten Kebumen terdapat di tingkat pengecer sebesar 25%, di Kabupaten Boyolali terdapat di tingkat pengepul sebesar 14%.

(5)

PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica

papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI

KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN

BOYOLALI)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GITA PUJASARI

F14080088

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya

Carica papaya

L. (Studi

Kasus di Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi,

Banyumas, Kebumen, dan Boyolali)

Nama

: Gita Pujasari

NIM

: F14080088

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc)

NIP. 19640307 198903 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA Carica papaya L. (STUDI KASUS DI SENTRA PRODUKSI PEPAYA DI KABUPATEN SUKABUMI, BANYUMAS, KEBUMEN, DAN BOYOLALI)” adalah hasil karya asli saya sndiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan

Gita Pujasari

(8)

© Hak cipta milik Gita Pujasari, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

BIODATA PENULIS

(10)

i

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Penentuan Titik Kritis Pascapanen Pepaya (Studi Kasus Sentra Produksi Pepaya di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali)”. Tulisan ini adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Y.Aris Purwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas petunjuk, saran, dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa S1 serta dalam penelitian.

2. Ir. Sri Endah Agustina, MS. dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi penulis.

3. Ayah (Dedi Hardiyanto), ibu (Iis Sumiati) serta para kerabat yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tulus bagi penulis selama menempuh kuliah dan menyelesaikan penelitian.

4. Teman satu bimbingan (Edo Vernando, Ahmad Ardiyanto, dan Fiki Fitriya Silmi Kaffa) atas bantuan dan kebersamaannya selama penelitian.

5. Sahabat-sahabat satu permainan (Anggi, Fiki, Mita, Dea, Ramon, Eris, Ade, Oja, Astin, Gladys, Dilla, Akay, Zero, GPK, PK) atas kebersamaan dan semangatnya selama perkuliahan.

6. Teman seperjuangan (A. Tri Setiawan Mashudi) yang telah memberi bantuan, semangat dan dorongan dalam penelitian dan penulisan skripsi.

7. Seluruh mahasiswa TEP 45 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis terbuka terhadap segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2012

(11)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. PEPAYA (Carica papaya L.) ... 3

B. PASCAPANEN PEPAYA ... 9

C. KEHILANGAN PASCAPANEN ... 11

D. RANTAI PASOK ... 12

E. MARJIN PEMASARAN DAN FARMER’S SHARE ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

A. WAKTU dan TEMPAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 20

B. IDENTIFIKASI RANTAI PASOK PEPAYA ... 23

C. PEMETAAN RANTAI PASOK PEPAYA ... 25

D. KEGIATAN PASCAPANEN PEPAYA ... 29

E. PENENTUAN TITIK KRITIS PASCAPANEN PEPAYA ... 34

F. ANALISIS MARJIN PEMASARAN DAN FARMER’S SHARE ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. KESIMPULAN ... 45

B. SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(12)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan dan peningkatan produktivitas, luas panen dan produksi pepaya

Indonesia tahun 2005-2009 ... 1

Tabel 2. Analisis komposisi buah dan daun pepaya ... 8

Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi ... 16

Tabel 4. Banyaknya penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang bekerja menurut sektor ekonomi di Kabupaten Kebumen, tahun 2010. ... 21

Tabel 5. Penduduk Kabupaten Boyolali usia sepuluh tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2010 ... 22

Tabel 6. Aktivitas aktor rantai pasok ... 23

Tabel 7. Kegiatan pascapanen di tiap titik saluran pemasaran ... 31

Tabel 8. Kriteria grading pepaya berdasarkan asal pepaya ... 32

Tabel 9. Kriteria grading pepaya pada tiap kota ... 33

Tabel 10. Besarnya susut pascapanen pepaya berdasarkan tipe rantai pasok. ... 37

Tabel 11. Besarnya susut pascapanen pepaya di tiap aktor rantai pasok ... 38

Tabel 12. Susut pascapanen berdasarkan jarak,waktu dan kemasan saat pendistribusian ... 39

Tabel 13. Biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran pepaya (rupiah per kg) ... 43

Tabel 14. Rasio keuntungan terhadap biaya total (%) ... 43

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur bunga pepaya (Kalie 2008) ... 4

Gambar 2. Pepaya jingga (Warsino 2003) ... 5

Gambar 3. Pepaya semangka (Warsino 2003) ... 5

Gambar 4. Pepaya Cibinong (Warsino 2003) ... 5

Gambar 5. Pepaya Meksiko (Warsino 2003) ... 6

Gambar 6. Pepaya Bangkok (Warsino 2003) ... 6

Gambar 7. Pepaya IPB-1 (Sobir 2009) ... 7

Gambar 8. Pepaya IPB-3 (Sobir 2009) ... 7

Gambar 9. Pepaya IPB-9 (California) (Sobir 2009) ... 7

Gambar 10. Pepaya IPB-6c (Sobir 2009) ... 8

Gambar 11. Pola umum rantai pasok produk-produk pertanian di Indonesia ... 13

Gambar 12. Diagram tahapan penelitian ... 16

Gambar 13. Diagram rantai pasok pepaya ... 24

Gambar 14. Rantai pasok pepaya California dari Sukabumi ... 26

Gambar 15. Rantai pasok pepaya California dari Banyumas ... 26

Gambar 16. Rantai pasok pepaya California dari Kebumen ... 28

Gambar 17. Rantai pasok pepaya Bangkok dari Boyolali ... 28

Gambar 18. Alokasi pemasaran pepaya di Boyolali dari responden pengepul... 29

Gambar 19. Penanganan pascapanen pepaya ... 30

Gambar 20. Lecet pada pepaya saat pemanenan ... 35

Gambar 21. Sobekan pada pepaya saat pemanenan ... 35

Gambar 22. Cutting ... 35

Gambar 23. Distosi pada pepaya ... 35

Gambar 24. Pepaya yang mengalami memar ... 36

Gambar 25. Pepaya yang terserang jamur sejak di lahan ... 36

Gambar 26. Perubahan warna dan timbulnya gejala penyakit saat menjadi matang ... 37

Gambar 27. Pepaya yang terserang jamur saat pemasaran ... 37

Gambar 28. penampakan buah setelah pemanenan berdasarkan lokasi asal sentra produksi .... 40

(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah 2007-2011 ... 49 Lampiran 2. Kuisioner untuk pengepul ... 50 Lampiran 3. Kuisioner untuk pedagang ... 52 Lampiran 4. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten

Sukabumi ... 53 Lampiran 5. Alur kegiatan pascapanen saluran pemasaran pepaya Kabupaten Banyumas ... 55 Lampiran 6. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten

Kebumen ... 56 Lampiran 7. Alur kegiatan pascapanen pada saluran pemasaran pepaya asal Kabupaten

Boyolali ... 57 Lampiran 8. Hasil panen, harga jual, dan susut yang terjadi pada petani di tiap lokasi

penelitian ... 58 Lampiran 9. Kapasitas, harga jual, harga beli dan susut yang terjadi pada pengepul, supplier,

(15)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Buah merupakan bahan pangan yang mengandung banyak zat dan vitamin yang bermanfaat bagi tubuh kita. Pepaya atau gandul (Carica papaya L.) merupakan buah yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah pepaya memang tergolong buah yang popular dan digemari di seluruh dunia. Daging buah pepaya memiliki rasa manis, enak, dan menyegarkan. Nilai gizi pepaya juga cukup tinggi karena banyak mengandung pro-vitamin A, vitamin C, dan mineral kalsium (Warsino 2003).

Manfaat tanaman pepaya cukup beragam. Daun pepaya muda, bunga, dan buah yang masih mentah dapat dibuat sebagai bahan ragam sayuran. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman pepaya juga banyak digunakan. Daun pepaya dapat dijadikan obat malaria, menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba. Sari akar tanaman pepaya dapat dijadikan obat penyakit kencing batu, penyakit saluran kencing, dan cacing kremi, dan masih banyak lagi manfaatnya (Kalie 2008).

Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar dalam budidaya tanaman pepaya mengingat terbiasanya masyarakat Indonesia berbudidaya pepaya. Berdasarkan laporan FAO tahun 1988 Indonesia menghasilkan pepaya sebesar 270 ribu ton pepaya (Wibowo 2003). Sejak Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I, tanaman pepaya termasuk komoditas utama dari kelompok buah-buahan yang mendapat prioritas penelitian dan pengembangan di lingkungan Puslitbang Hortikultura (Kalie 2008).

Berdasarkan data perkembangan dan peningkatan produktivitas pepaya di Indonesia pada tahun 2005 hingga 2009, produksi pepaya terus mangalami peningkatan, meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 2007. Pada tahun 2008 luas lahan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, namun produktivitasnya belum mengalami kenaikan karena jumlah produksinya belum bertambah dengan signifikan. Perkembangan dan peningkatan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Pepaya juga telah menjadi komoditas ekspor. Volume ekspor pepaya dari tahun 2009 hingga 2011 terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2011 volume ekspor pepaya telah mencapai 468 ton. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor pepaya sejak 2007 hingga 2011 mencapai 74.96%. Data perkembangan volume ekspor pepaya dapat dilihat di Lampiran 1.

Tabel 1. Perkembangan dan Peningkatan Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Pepaya Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Produksi Ton Peningkatan (%) Luas Ha Peningkatan (%) Produktivitas (Ton/Ha) Peningkatan (%)

2005 54865.7 - 7879 - 696.40 -

2006 64345.1 17.28 8021 1.80 802.20 15.19

2007 62152.4 -3.41 7984 -0.46 778.50 -2.95

2008 71789.9 15.51 9388 17.58 764.70 -1.77

2009 77284.4 7.65 9571 1.94 807.50 5.59

Sumber: Departemen Pertanian

(16)

2

Produk pascapanen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan, terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi produsen maupun petani. Sejak bagian tanaman tersebut dipanen, sejak itulah bagian tanaman tersebut terputus hubungan fisiologi dengan inangnya. Dengan demikian, bagian tanaman tidak mendapat pasokan hasil metabolisme dari tanaman, tetapi bagian tanaman tersebut masih melakukan kegiatan fisiologinya. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan bagian tanaman yang telah dipanen mudah rusak. Hal inilah yang mengakibatkan kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat menyebabkan berkurangnya kualitas produk, yaitu menurunnya nilai nutrisi produk. Perlakuan pascapanen yang baik dapat mengurangi kehilangan pascapanen. Pengurangan susut pascapanen ini merupakan hal yang membantu petani dan juga konsumen (Soesanto 2006).

Oleh karena itu perlu dilakukan penentuan titik kritis pascapanen pepaya pada rantai pasoknya, sehingga dapat diketahui titik kritis atau kehilangan pascapanen tersebut terjadi di mana. Dengan demikian dapat diketahui penyebab kehilangan pascapanen tersebut dan melakukan usaha meminimalkan kehilangan pascapanen pepaya, sehingga dapat mengurangi kerugian yang disebabkan oleh kehilangan pascapanen tersebut dan buah pepaya dapat menjadi buah yang dapat bersaing di pasaran.

B.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengidentifikasi jalur distribusi pepaya di sentra produksi pepaya (Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Boyolali).

2. Melakukan kajian susut/kehilangan pascapanen di setiap titik distribusi buah pepaya.

3. Melakukan kajian titik kritis pascapanen pepaya di sentra produksi pepaya (Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Boyolali.

(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

PEPAYA (

Carica papaya

L.)

Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Di indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai pegunugan yang memiliki ketinggian 1000m dpl (Warisno 2003).

Berdasarkan taksonominya tanaman pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae Subkelas : Dicotyledonae Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Genus : Carica

Spesies : Carica pepaya L.

Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya berongga umunya tidak bercabang, dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercangap. Tangkai daun panjang dan berongga. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yang dapat memecah protein. Bunga pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau poros bunga (pendunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut infloresensia yang duduk pada ketiak daun. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat sekitar 10-12 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen. (Kalie 2008.)

Tanaman pepaya memiliki tiga bentuk pohon berdasarkan bentuk bunganya. Penetapan jenis kelamin pohon ini hanya dapat diketahui setelah tanaman berumur 4-6 bulan, yaitu saat tanaman telah berbunga. Struktur bunga pepaya dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Pepaya Jantan

Pohon pepaya ini memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai (Menegristek 2000). Bunga jantan berbentuk tabung ramping dengan panjang 2.5 cm, benang sari berjumlah 10 tersusun menjadi dua lapis yang melekat antara daun mahkota. Bakal buah yang rundimeter dan tidak berkepala. 2. Pepaya Betina

Pepaya ini memiliki bunga majemuk artinya pada suatu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar, bunganya tidak memiliki benang sari (Menegristek 2000). Pepaya betina memiliki bunga betina yang berukuran agak besar dan memiliki bakal buah yang berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga. Bunga ini memiliki lima buah pistillum (putik). Adanya putik ini membentuk alur atau garis pada buah. Meskipun buah berbentuk bulat, alur atau garis putik ini tampak memberi bekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang melekat di bagian dasar bunga (Kalie 2008).

3. Pepaya Sempurna

(18)

a. Berbenang sari 5 b. Berbenang sari 1 c. Berbenang sari 2 d. Pepaya sempurna e. Yang dapat berb f. Yang berbuah m

Tanaman pepaya Cylicomorpha. Genus C memiliki buah yang enak berikut ini adalah jenis pe

i 5 dan bakal buah bulat. i 10 dan bakal buah lonjong. i 2-10 dan bakal buah mengkerut. rna mempunyai dua golongan yaitu : rbunga dan berbuah sepanjang tahun musiman.

Gambar 1. Struktur bunga pepaya (Kalie 2008)

ya memiliki empat genus utama yaitu: Carica, J Carica merupakan genus yang banyak dibudidayaka ak dimakan. Genus Carica memiliki kurang lebih 20 jen

pepaya yang banyak ditanam di Indonesia (Warsino 200

(19)

1. Pepaya Jingga Jenis pepaya jing

a. Kulit bu b. Daging c. Berat pe d. Cukup t

2. Pepaya Semangk Jenis pepaya sem a. Kulit bu b. Daging manis. c. Buah be d. Berat pe e. Agak ta

3. Pepaya Cibinong Jenis pepaya ci sebagai berikut : a. Buah be b. Tangkai c. Kulit bu d. Daging e. Berat pe f. Lebih ta

ingga memiliki karakteristik sebagai berikut : buah berwarna kuning.

g buah berwarna merah, banyak mengandung air, dan c per buah ± 1.50 kg.

p tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

Gambar 2. Pepaya jingga (Warsino 2003) gka

emangka memiliki karakteristik sebagai berikut : buah berwarna kuning menarik.

g buah berwarna merah semangka, banyak mengand

berbentuk bulat seperti semangka. per buah ± 1 kg.

tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

Gambar 3. Pepaya semangka (Warsino 2003) ng

cibinong banyak di daerah Cibinong, Jawa Barat, m t :

berbentuk panjang besar dan lancip pada bagian ujung. kai buah cukup panjang.

buah tidak rata.

g buah agak keras dan cukup manis. per buah ± 2.5 kg.

tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

Gambar 4. Pepaya Cibinong (Warsino 2003)

5

cukup manis.

ndung air, dan rasanya

(20)

4. Pepaya Meksiko Pepaya meksiko ukuran buah yan karakteristik seba

a. Buah be b. Daging c. Berat pe d. Tahan t

5. Pepaya Bangkok Jenis pepaya ban a. Buah be b. Kulit bu c. Daging d. Berat pe

Kemudian seiring dengan berkembang pula budiday

1. Pepaya IPB-1 Lebih dikenal se bobot sekitar 0.6 tidak beraturan d buah berwarna kemerahan deng sekitar 11-12o br dan kurang menu

ko

ko sering disebut juga pepaya solo atau pepaya tun ang kecil-kecil dan hanya cukup untuk satu orang. Jeni ebagai berikut :

berbentuk seperti avokad, bulat berleher. g buah berwarna kuning dengan rasa manis. per buah ± 0.5 kg.

terhadap kerusakan selama pengangkutan.

Gambar 5. Pepaya Meksiko (Warsino 2003)

ok

angkok memiliki karakteristik sebagai berikut:

berbentuk seperti pepaya cibinong, namun lebih bulat d buah kasar dan tidak rata atau berbenjol-benjol.

g buah berwarna jingga kemerahan, keras, dan memilik per buah ± 3.5 kg.

Gambar 6. Pepaya Bangkok (Warsino 2003)

an berkembangnya daya beli masyarakat dan peruba aya pepaya unggul sebagai berikut (Sobir 2009) :

sebagai pepaya Arum Bogor. Pepaya ini tergolong jeni 0.65 kg. Bentuk buah lonjong, agak masuk ke dalam d

di bagian tengah. Panjang buah sekitar 14 cm dengan hijau sedang dan bertekstur licin. Daging buah ngan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terla

brix). Keunggulan dari IPB-1 adalah kemampuan berbu nunjukkan kosong buah (skip), sehingga lebih menjamin

6

unggal karena memiliki

nis pepaya ini memiliki

t dan lebih besar.

liki rasa manis.

bahan selera konsumen,

(21)

7

Gambar 7. Pepaya IPB-1 (Sobir 2009)

2. Pepaya IPB-3

Pepaya ini juga termasuk pepaya kecil dengan bobot 0.53 kg. Bentuk buah lonjong dan pangkal buah tegak. Kulit buah bertekstur sedang dan berwarna hijau. Rasa daging buahnya manis dan berwarna jingga kemerahan. Tekstur buahnya agak keras. Kadar kemanisan 12-14o. Pepaya ini berbunga setelah empat bulan bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buah dapat dipanen pada umur 140 hari setelah berbunga.

Gambar 8. Pepaya IPB-3 (Sobir 2009)

3. Pepaya IPB-9

Pepaya ini lebih dikenal sebagai pepaya California. Pepaya ini memiliki bobot sekitar 1.24 kg. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terlarut total daging buah pepaya sekitar 10-11o brix).

(22)

8

4. Pepaya IPB-6c

Pepaya ini lebih populer dengan nama pepaya Sukma yang merupakan kepanjangan dari Sukabumi Manis. Pepaya ini termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2.8 kg. Panjang buah 30-35 cm. Buah berbentuk lonjong dengan pangkal tegak. Kulit buah berwarna hijau dan bertekstur licin. Daging buah berwarna jingga dan bertekstur keras. Kandungan padatan terlarut total daging buah berkisar 10-12o brix.

Gambar 10. Pepaya IPB-6c (Sobir 2009)

Buah pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni dengan ciri-ciri sebagai berikut (Pantastico1986):

1. Kulit luar tipis.

2. Daging buah buah tebal dengan rongga besar di tengah. 3. Berasal dari bakal buah yang menumpang.

Buah pepaya juga termasuk ke dalam buah kelas berat dengan kisaran bobot 1000-5000 g. Buah pepaya berdasarkan asal-usulnya dan jumlah ruang bakal buahnya termasuk ke dalam buah sejati tunggal yaitu buah yang berasal dari perkembangan satu bakal buah dari kuntum bunga yang sama. Berdasarkan bentuk dan sifat daging buahnya , pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni, memiliki kulit luar yang tipis, kuat, lentur sedangkan lapisan dalam berdaging, berair dan dapat dimakan, dengan rongga besar di bagian tengah (Pantastico 1986). Komposisi buah dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis komposisi buah dan daun pepaya

Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun

Energi (kal) 46 26 79

Air (g) 86.7 92.3 75.4

Protein (g) 0.5 2.1 8

Lemak (g) * 0.1 2

Karbohidrat (g) 12.2 4.9 11.9

Vitamin A (IU) 365 50 18.250

Vitamin B (mg) 0.04 0.02 0.15

Vitamin C (mg) 78 19 140

Kalsium (mg) Besi (mg)

23 1.7

50 0.4

353 0.8

Fosfor (mg) 12 16 63

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979 dalam acuan Kalie, 2008. Keterangan

(23)

9

B.

PASCAPANEN PEPAYA

Tanaman pepaya dipanen setelah berumur 9-12 bulan. Tanda-tanda buah dapat dipetik adalah warna kulit buah yang mulai menguning. Pemanenan buah pepaya dilakukan pada pagi dan sore hari, serta dilakukan setiap 10 hari sekali. Buah pepaya memiliki tingkat kematangan sebagai berikut (Prayoga 2011):

1. Matang fisiologis (mature green) 2. Sremburat kuning (colour break) 3. 25% kuning (quarter ripe) 4. 50% kuning (half ripe) 5. 75% kuning (ripe) 6. 100% kunig (full ripe) 7. Terlalu matang (over ripe)

Prayoga (2011) mengatakan buah pepaya yang dipanen adalah buah pepaya dengan tingkat kematangan 25% semburat merah. Pantastico (1986) dalam bukunya mengatakan mutu buah yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buah yang belum masak, bila dipetik akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya penundaan waktu pemetikan akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Panen dilakukan pada keadaan buah yang sudah tua tetapi belum masak untuk hasil yang akan dikirim ke pasar yang jauh letaknya.

Pemanenan dilakukan menggunakan sarung tangan untuk menghindari luka pada kulit buah. Buah pepaya yang dipilih dipetik dengan cara memutar buah menggunakan tangan sampai terlepas dari tangkainya atau menggunakan “songgo” (berupa bambu yang ujungnya berbentuk setengah kerucut yang berguna menjaga buah tidak jatuh saat dipetik). Buah yang dipanen diusahakan tidak terjatuh agar tidak memar. Tangga yang digunakan untuk memanen dilapisi kertas untuk mencegah gesekan antar buah. Wadah yang digunakan untuk hasil panen dialasi kertas sebagai bantalan. Buah hasil panen diletakkan dengan posisi berdiri dan tangkai buah menghadap ke bawah. Setiap lapisan buah diberi bantalan yang sama dengan bantalan wadah. Tinggi tumpukan buah maksimum 3 lapisan (Prayoga 2011).

Pencucian buah pepaya dilakukan untk mengoptimalkan tampilan buah pepaya. Buah pepaya disortir untuk mendapatkan buah dengan ukuran yang seragam. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran, bentuk buah, tingkat kematangan dan keseragaman warna buah. Buah pepaya dikemas dengan kardus yang memiliki sekat-sekat dan lubang sirkulasi udara untuk menjaga mutu buah pada saat pengangkutan dan penyimpanan. Tinggi tumpukan kardus pada saat pengiriman diatur sesuai kekuatan kemasan dan dihindarkan dari goncangan yang terlalu keras agar buah tidak rusak (Prayoga 2011).

Menurut Satuhu (2004) pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis.Tujuan dari kegiatan pengemasan secara umum adalah:

1. Melindungi hasil (produk) dari kerusakan. 2. Melindungi dari kehilangan air.

3. Melindungi dari pencurian.

4. Mempermudah dalam pengangkutan.

5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan. 6. Mempermudah dalam perhitungan.

(24)

10

adalah kemasan dengan bahan pengisi cacahan kertas koran dan posisi penyusunan buah secara horizontal, tingkat kerusakan mekanis yang terjadi pada pepaya merupakan yang terkecil dibandingkan bahan pengisi dengan lembaran dan cacahan spons/gabus atau pun kardus berpola. Berdasarkan pengukuran pada parameter susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut, serta uji statistik yang telah dilakukan pada buah pepaya, bahan pengisi kemasan yang paling baik untuk mempertahankan mutu dari paremeter tersebut adalah sekat kardus dan posisi penyusunan yang paling baik adalah posisi vertikal.

Kusumah (2007) pernah mengkaji pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu simpan terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Penelitian dilakukan dengan meletakan mentimun dalam empat kemasan yang berbeda di atas meja getar selama tiga jam (setara dengan 516.53 km pada jalan luar kota). Berdasarkan penelitian tersebut kemasan yang paling baik untuk pendistribusian mentimun untuk jarak jauh adalah karton kardus dibandingkan peti kayu, plastik atau pun kantong jaring. Buah mentimun ditinjau dari sudut susunannya tidak jauh berbeda dengan buah buni, sementara itu buah pepaya merupakan salah satu buah yang tergolong buah buni .

Menurut Yuwono et al (2008) penyimpanan adalah suatu cara untuk mempertahankan mutu hasil pertanian setelah dipanen dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual atau dikonsumsi. Hal ini penting untuk menjamin daya simpan buah semaksimal mungkin. Penyimpanan buah adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperpanjang ketersediaannya sampai kepada konsumen dan menyediakannya untuk memenuhi permintaan pasar (Satuhu, 2004).

Hamaisa (2007) pernah meneliti pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dan kualitas buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dan pematangan buah. Berdasarkan hasil penelitiannya buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang memiliki umur simpan 9 hari, sedangkan buah pepaya yang disimpan pada suhu 10oC memiliki umur simpan hingga 20 hari penyimpanan. Laju produksi CO2,

perubahan warna, penurunan kekerasan, peningkatan total padatan terlarut dan susut bobot selama penyimpanan dapat dihambat pada suhu ruang penyimpanan 10oC dibanding pada suhu ruang dan suhu 15oC.

Pelapisan lilin atau waxing dapat menekan laju respirasi sehingga perlakuan ini merupakan salah satu alternatif untu memperpanjang masa simpan buah-buahan (Yowono et al 2008). Fitradesi (1999) pernah melakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan bahan pelapis dan suhu simpan terhadap daya simpan dan kualitas buah pepaya. Hasil penelitiannya menunjukan pelapisan lilin lebah 6% dan lilin carnauba 6% dapat mempertahankan daya simpan buah pepaya . Pepaya yang dilapisi emulsi lilin carnauba 6% dan lilin lebah 6% yang disimpan pada suhu dingin berturut-turut mempunyai daya simpan 19.0 HSP dan 15.9 HSP (Hari Setelah Panen).

Satuhu (2004) mengatakan, Di Indonesia perhubungan darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api. Menurut Soedibyo (1985), pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horisontal, guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali.

(25)

11

Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30 - 50%. Pada umumnya hambatan - hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatana penanganan pasca panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading/sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran (Soedibyo 1985).

C.

KEHILANGAN PASCAPANEN

Produk hortikultura merupakan produk yang mudah rusak. Hal ini terjadi karena pada saat bagian dari suatu tanaman dipanen, sejak saat itulah pasokan hasil metabolisme dari tanaman untuk mendukung kegiatan fisiologisnya terputus. Sementara itu, bagian tanaman tersebut masih terus melakukan kegiatan fisiologisnya (Soesanto 2006). Kerusakan dari produk tersebut disebut juga sebagai kehilangan pascapanen.

Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pasca panen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman, tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, berubahnya atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk (Soesanto 2006).

Selain faktor dalam produk itu sendiri, faktor luar juga sangat berperan dalam kerusakan dan kehilangan produk pascapanen. Beberapa faktor dalam dan luar yang sangat penting peranannya di antaranya (Soesanto 2006) :

1. Kemunduran fisiologi

Laju kemunduran fisiologi produk meningkat karena terjadinya perubahan proses fisiologi produk dari proses normalnya. Perubahan tersebut terjadi karena pendedahan produk pascapanen pada suhu tinggi, kelembapan tinggi, karena kerusakan fisik dan suhu penyimpanan yang tidak sesuai.

2. Kerusakan mekanis

Pemanenan dan penanganan produk pascapanen yang dilakukan kurang hati-hati akan menyebabkan timbulnya kerusakan mekanis, seperti memar, retak, tergores, atau pecahnya kulit produk. Penggunaan lahan tanam yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan terjadinya luka mekanis.

3. Adanya Serangan hama dan patogen

Produk pascapanen segar sangat riskan terhadap serangan hama dan mikroba patogen. Keberadaan hama dan patogen dapat terjadi sejak produk masih berada di lahan atau belum dipanen. Kerusakan karena hama dapat disebabkan oleh serangan serangga, tikus, dan hewan lain yang menjadi masalah serius di tempat penyimpanan. Sementara itu serangan patogen disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus.

4. Jenis produk segar

(26)

12

umbi yang masing-masing memerlukan penanganan pascapanen dan penyimpanan yang sangat khusus.

5. Fisiologi pascapanen produk segar

Komoditas pascapanen segar merupakan bagian tanaman yang hidup, yang masih melanjutkan proses kehidupannya. Gangguan terhadap berlangsungnya proses tersebut akan menyebabkan kemunduran atau kerusakan fisiologi produk pascapanen.

6. Respirasi

Respirasi merupakan pengambilan oksigen dari udara, yang digunakan untuk memecah rantai karbohidrat di dalam tanaman menjadi air dan karbon dioksida. Proses ini akan terus berlangsung meskipun produk telah dipisahkan dari tanaman induknya. Kurangnya pasokan oksigen akan menyebabkan proses ini menjadi proses fermentasi yang akan memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Fenomena ini menyebabkan bau yang tidak sedap, kerusakan jaringan, gagalnya pemasakan.

7. Penguapan

Komoditas pascapanen setelah dipanen akan terus mengalami kehilangan air sementara pasokan air dari akar tanaman telah terputus. Kehilangan air yang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan produk berubah bentuk dan ukuran, seperti mengerut dan layu. Kehilangan air produk pascapanen yang berada dalam ruang simpan dapat dipengaruhi oleh kelembapan udara ruang simpan, pergerakan udara dalam ruang simpan, dan macam produk yang disimpan.

8. Pemasakan produk pascapanen

Pemasakan produk pascapanen dapat digolongkan ke dalam dua jenis sifat pemasakan, yang memperlihatkan perbedaan pola respirasi produk. Buah pepaya termasuk ke dalam buah klimakterik.

a. Pemasakan buah non-klimakterik: Buah yang tergolong jenis ini mempunyai sifat hanya dapat masak ketika buah masih menempel pada tanaman induknya. Laju respirasi secara perlahan melambat selama pertumbuhan dan setelah buah dipanen. b. Pemasakan buah klimakterik: Buah jenis ini dapat dipanen ketika masih dalam

kondisi matang tetapi belum mulai masak. Buah golongan ini dapat dipacu pemaskannya dengan cara buatan. Awal pemasakan buah diikuti dengan laju respirasi yang cepat,yang disebut klimak respirasi. Setelah pemasakan, laju respirasi akan lambat karena buah mencapai tingkat masak dan buah siap dikonsumsi.

D.

RANTAI PASOK

(27)

13

Sumber: Limbong dan Sitorus, 1987.

Mekanisme rantai pasok produk pertanian tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai retail, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin 2010).

Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemutraan rantai pasok suatu komoditas. Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan rantai pasok peretanian terdiri dari dua pola, yaitu perdagangan umum dan pola kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang umum ditemukan di banyak lokasi.

Lembaga tata niaga merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berusaha untuk memperlancar arus/gerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan/aktifitas. Dalam tata niaga barang dan jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang/jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaan-perusahaan (Limbong dan Sitorus1987).

Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya (Mubyarto 1989).

E.

MARJIN PEMASARAN DAN

FARMER’S SHARE

Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tata niaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi, maka semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen (Limbong dan Sitorus 1987).

Tengkulak Petani/

Produsen

Koperasi/KUD

Pedagang Besar Perantara

Pabrik/Eksportir

Pengecer Konsumen Akhir

(28)
(29)

15

III.

METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa keempat kabupaten tersebut merupakan sentra produksi pepaya di pulau Jawa yang direkomendasikan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT). Pepaya yang beredar di pasar sekitar Jakarta dan Bogor kebanyakan berasal dari keempat kabupaten tersebut. Kabupaten Sukabumi, Banyumas dan Kebumen memproduksi pepaya California, sedangkan Kabupaten Boyolali membudidayakan pepaya Bangkok. Penelitian juga dilakukan di pasar, pengecer, dan supplier buah pepaya di daerah Bogor dan Jakarta untuk pengambilan data di tingkat pedagang grosir, supplier dan pengecer. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2012.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian diawali dengan menetukan lokasi sentra produksi pepaya yang akan diamati untuk diikuti rantai pasoknya, kemudian dilakukan identifikasi rantai pasok pepaya secara umum yang ada di Indonesia. Selanjutnya dilakukan penentuan parameter-parameter apa saja yang akan ingin diambil untuk menentukan titik kritis pascapanen pepaya di masing-masing sentra produksi. Parameter yang ingin diambil diuraikan dari tujuan penelitian ini yaitu identifikasi jalur distribusi, susut atau kehilangan pascapanen, serta marjin pemasaran dan farmer’s share. Identifikasi jalur distribusi pepaya dilakukan dengan mengetahui anggota dan aktivitas rantai pasok pepaya di masing-masing sentra produksi. Susut atau kehilangan pascapanen di setiap titik distribusi didapatkan dari data kapasitas usaha, jumlah yang terjual, jumlah yang mengalami penurunan harga, penyebab kerusakan, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya di tiap rantai pasok, jarak yang ditempuh untuk mendistribusikan pepaya, dan kemasan yang digunakan. Parameter yang ingin dicari untuk menganalisi marjin pemasaran dan farmer’s share meliputi biaya pemasaran pepaya serta harga jual dan harga beli pepaya.

(30)

16

B.1

Metode Pemilihan Responden

[image:30.595.110.520.70.477.2]

Pemilihan responden dimulai dari pemilihan responden petani yang berada di setiap sentra produksi di masing-masing daerah. Pemilihan responden petani dilakukan dengan metode purposive sampling. Penelusuran anggota rantai pasok buah pepaya selanjutnya dilakukan dengan snowball sampling, yaitu pelaku aktivitas selanjutnya ditentukan berdasarkan keterangan dari petani atau kelompok tani pada lokasi penelitian. Jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi Jenis Pepaya dan

Lokasi Survey

Kategori Responden

Petani Pengepul Supplier Pedagang Grosir

Pengecer

Pepaya California

Sukabumi 3 1 1 - 2

Banyumas 3 1 1 1 1

Kebumen 3 1 1 - 1

Pepaya MJ9

Boyolali 3 2 - - 1

Gambar 12. Diagram tahapan penelitian Mulai

Penentuan lokasi penelitian

Identifikasi anggota rantai pasok pepaya

Penentuan parameter titik kritis, marjin pemasaran, dan Farmer’s share

Penyusunan daftar pertanyaan

Wawancara dan pengamatan pada setiap aktor rantai pasok pepaya

Data lengkap

a tidak

ya

a

Analisis Tipe-tipe aliran rantai pasok pepaya

Analisis susut pascapanen pepaya

Analisis marjin pemasaran dan Farmer’s share pepaya

(31)

17

B.2

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan. Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara berstruktur yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Anggota rantai pasok, kapasitas usaha, jumlah pepaya yang terjual, jumlah pepaya yang mengalami penurunan harga, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya di tiap rantai pasok, serta biaya pemasaran, harga jual dan harga beli pepaya didapat melalui wawancara yang dilakukan kepada setiap anggota rantai pasok di masing-masing lokasi penelitian. Daftar pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3.

Aktivitas rantai pasok, penyebab kerusakan, dan kemasan yang digunakan diketahui dari hasil pengamatan di tiap anggota rantai pasok pepaya tiap lokasi penelitian. Pengamatam penyebab kerusakan pepaya dilakukan di beberapa rantai pasok dengan melakukan pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan ketentuan menegristek sebagai berikut(Menegristek 2000):

1. Jumlah kemasan dalam partai/lot 1 s/d 5: Contoh yang diambil semua

2. Jumlah kemsasan dalam partai/lot 6 s/d 100 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5 3. Jumlah kemasan dalam partai/lot 101 s/d 300 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7 4. Jumlah kemasan dalam partai/lot 301s/d 500:Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9 5. Jumlah kemasan dalam partai/lot 501 s/d 1000: Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10 Pada tingkat pengepul dilakukan terlebih dahlu perkiraan target panen yang ingin dilakukan, kemudian menghitung jumlah kemasan yang akan terkumpul. Satu kemasan keranjang plastik atau kontainer berisi sekitar 40-50 kg pepaya, apabila pemanenan yang dilakukan pada seluruh lokasi penelitian adalah 5 ton maka terdapat maksimal 125 kemasan. Pengambilan contoh untuk tingkat supplier dan pedagang grosir dilakukan dengan menghitung jumlah kardus dalam satu kali penerimaan barang. Satu kardus berisi antar 15-40 kg pepaya, pada saat pengamatan jumlah kardus yang diterima tidak melebihi 300. Jumlah kemasan yang diambil sebagai contoh dalam satu kali pengamatan antara 5-7 kemasan.

Dari kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga buah pepaya kemudian dicampur. Dari jumlah buah yang terkumpul kemudian diambil secara acak contoh sekurang-kurangnya 5 buah untuk diuji. Pada saat penelitian seluruh sample dari tiap kemasan diamati agar jumlahnya dapat lebih mewakili.

B.3

Metode Analisis Data

B.2.1

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Ritonga, 2005). Hasil dari analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan keadaan saluran rantai pemasaran pepaya.

B.2.2

Analisis Susut Pascapanen Pepaya

(32)

18

penelitian ini susut kuantitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya yang tidak dapat dijual dari seluruh pepaya yang dibeli. Secara matematis persentase susut kuantitas pepaya adalah sebagai berikut:

(%) = ℎ ( ) − ℎ ( )

ℎ ( ) × 100

Soesanto (2006) juga mengatakan bahwa susut kualitas dikaitkan dengan menurunnya komponen nutrisi pascapanen. Pada penelitian ini susut kualitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya yang mengalami penurunan kualitas baik secara visual maupun komponen nutrisi. Penurunan tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan harga jual pepaya. Secara matematis persentase susut kualitas pepaya adalah sebagai berikut :

(%) = ℎ ℎ ( )

ℎ ( ) × 100

Selain faktor dalam produk itu sendiri terdapat beberapa faktor luar yang mempengaruhi kerusakan atau kehilangan produk pascapanen. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kemunduran fisiologis, kerusakan mekanis, dan serangan patogen (Soesanto, 2006). Pengamatan dengan menggunakan pengambilan sample dilakukan untuk mengetahui kenampakan buah pepaya di beberapa titik distribusi terutama setelah panen dan setelah transportasi. Sample pepaya yang diambil akan diamati untuk dilihat bagaimana kondisi fisiknya apakah mengalami luka mekanis, terserang patogen, kesalahan panen sehingga terlalu tua atau terlalu muda, cacat atau mulus. Setiap sample pepaya yang diambil akan dihitung jumlah kerusakannya dan dipersentasekan, dari hasil persentase akan terlihat penyebab kerusakan apa saja yang terjadi.

B.2.3

Anilisis Marjin Tataniaga dan

Farmer’s Share

Marjin pemasaran terdiri dari biaya fungsional pemasaran dan rasio keutungan terhadap biaya. Marjin pemasaran secara matematis dapar dilihat pada persamaan (1.1)

= !" − !# = $ + & (1.1)

dimana:

Mi : marjin pemasaran pada tingkat lembaga ke-i

Pri : harga jual pada tingkat lembaga ke-i

Pfi : harga beli pada tingkat lembaga ke-i

Ci : biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i

&i : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Total marjin yaitu penjumlahan marjin di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Total marjin dirumuskan sebagai berikut:

Total Marjin (MT) = ∑3 45M2dengan n jumlah lembaga pemasaran (1.2)

Rasio keuntungan terhadap biaya dihitung dengan membagi keuntungan dengan biaya total yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran.

? @ − (%) = { BC

D#CEFC

(33)

19

Pfi : harga beli pada tingakt lembaga ke-i

Ci : biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i

Πi : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus 1987). farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farme’s share) semakin rendah. Secara matematis Farmer’s share dinyatakan sebagai berikut:

H =D#

D"× 100% (1.4)

Dimana:

Fs : farmer’s share Pf : harga di tingkat petani

(34)

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

A.1.

Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak diantara 6o57’ – 7o25’ Lintang Selatan dan 106o49’ – 107o00’ Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4,161 km2. Ada pun batas wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Bogor di sebelah utara, 2. Sebelah Selatan : Samudra Indonesia

3. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudra Indonesia 4. Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 mencapai 2,328,804 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1,185,833 jiwa dan perempuan 1,142,971 jiwa. Dalam struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan. Penggunaan lahan untuk sawah seluas 64,077 ha dan lahan kering seluas 345,305 ha. Sedangkan penggunaan lahan kering terbagi atas untuk bangunan/halaman sebesar 18,987 ha, tegal/kebun sebesar 69,426 ha, ladang/huma sebesar 42,345 ha , padang rumput sebesar 1,561 ha, tambak sebesar 451 ha, kolam/empang sebesar 1,199 ha, hutan rakyat sebesar 30,245 ha, perkebunan sebesar 74,320 ha, hutan negara 29,151 ha, tidak digunakan 499 ha, lain-lain 340,305 ha. Jumlah produksi papaya Kabupaten Sukabumi mencapai 741,835 Kw, sedangkan Kecamatan Parakan Salak yang menjadi lokasi penelitian memiliki jumlah produksi mencapai 2,273 Kw.

A.2.

Kabupaten Banyumas

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Jawa Tengah yang terletak diantara 108o39’17’’ – 109o27’15” Bujur Timur dan 7o15’05” – 7o37’10” Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 kecamatan, dengan batas-batas wilayahnya:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap di sebelah selatan. 3. Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes.

4. Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen. Wilayah Banyumas memliki luas 132,759 ha yang terdiri dari 24.68% atau sekitar 32,770 ha merupakan lahan sawah dan 75.32% atau 99,989 ha merupakan lahan bukan sawah. Penggunaan lahan bukan sawah terdiri atas pekarangan sebesar 18,731 ha, tegalan/kebun 26,280 ha, padang rumput 13 ha, rawa-rawa 2 ha, kolam/empang 389 ha, hutan rakyat 10,552 ha, hutan negara 27,095 ha, perkebunan 12,353 ha, dan lain-lain 4,574 ha. Jumlah produksi papaya di Kabupaten Banyumas mencapai 1,060.40 ton.

A.3.

Kabupaten Kebumen

Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 7°27'-7°50' Lintang Selatan dan 109°22'-109°50' Bujur Timur yang berbatasan dengan :

(35)

21

2. Sebelah Selatan : Samudra Hindia di sebelah selatan.

3. Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Banyumas di sebelah barat. 4. Sebelah Timur : Kabupaten Purworejo di sebelah timur.

Secara administratif Kabupaten Kebumen terdiri dari 26 kecamatan dengan luas wilayah 128,111.50 ha. Dari seluruh wilayah tersebut, tercatat 31.04% merupakan lahan sawah dan 68.96% adalah lahan kering. Pada lahan kering tercatat 42,799.50 hektar (48.45%) digunakan untuk lahan pertanian. Lahan kering untuk pertanian terbagi menjadi tegal/kebun seluas 27,629.00 ha, ladang/huma 745.00 ha, perkebunan 1,159.00 ha, hutan rakyat seluas 3,011.00 ha, tambak seluas 24.00 ha, kolam seluas 53.50 ha, padang penggembalaan seluas 33.00 ha, tidak diusahakan 231.00 ha, dan lainnya seluas 9,914.00 ha. Jumlah pohon papaya yang ada di Kabupaten Kebumen mencapai 35,500 pohon dengan jumlah produksi mencapai 12,044 Kw. Kecamatan Puring yang merupakan lokasi penelitian memiliki pohon papaya mencapai 6,097 pohon dengan produksi 3,118 Kw.

Secara agregat penduduk Kabupaten Kebumen pada 2010 tercatat 1,258,947 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 635,584 jiwa dan perempuan sebanyak 623,363 jiwa. Sebagian besar penduduk Kabupaten Kebumen bekerja di sektor pertanian yaitu 52.56%, 15.02% bekerja di sektor jasa, 9,60% di sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sisanya di sektor industri, konstruksi, angkutan dan komunikasi, dan sektor lainnya. Sektor pertanian berkontribusi 33.52% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Kabupaten Kebumen menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku 2010, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar 37.99%. Banyaknya penduduk yang bekerja menurut sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Banyaknya penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang bekerja menurut sektor ekonomi di Kabupaten Kebumen, tahun 2010.

No. Sektor Ekonomi Jumlah Penduduk (jiwa)

1. Pertanian 343935

2. Industri Pengolahan 34795

3. Konstruksi 8655

4. Perdagangan, Hotel dan Restoran 62802

5. Angkutan dan Komunikasi 7922

6. Jasa-jasa 98263

7. Lainnya 97998

Jumlah 654370

Sumber : Kebumen Dalam Angka Tahun 2010.

A.4.

Kabupaten Boyolali

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang secara geografis terletak antara 110o22’ – 110o50’ Bujur Timur dan 7o7’ – 7o36’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 – 1500 meter dpl. Wilayah Kabupaten Boyolali berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan DI Jogjakarta.

3. Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.

4. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Kabupaten Sukoharjo.

(36)

22

Boyolali mencapai 19,562 Kw, sedangkan Kecamatan Mojosongo yang merupakan lokasi penelitian produksi pepayanya adalah 5,636 Kw.

Total jumlah penduduk Kabupaten Boyolali adalah 953,839 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 467,762 jiwa dan perempuan 486,077 jiwa. Sektor pertanian berkontribusi sebesar 35.65% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Kabupaten Boyolali berdasarkan harga yang berlaku pada 2009, sedangkan berdasarkan harga konstan tahun 2000 berkontribusi sebesar 33.51%. Penduduk Boyolali usia sepuluh tahun ke atas berdasarkan lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penduduk Kabupaten Boyolali usia sepuluh tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2010

No. Lapangan Pekerjaan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1. Pertanian Tanaman Pangan 243360 30.64

2. Perkebunan 17256 2.17

3. Perikanan 1358 0.17

4. Peternakan 54225 6.83

5. Pertanian lainnya 25318 3.19

6. Industri Pengolahan 41128 5.18

7. Perdagangan 50573 6.37

8. Jasa 48164 6.07

9. Angkutan 6745 0.85

10. Lainnya 306017 38.53

Jumlah 794144 100

(37)

23

B.

IDENTIFIKASI RANTAI PASOK PEPAYA

B.1

Aktor Rantai Pasok

Pemasaran buah pepaya melibatkan rantai pasok yang terdiri dari banyak aktor atau pelaku di dalamnya. Aktor atau pelaku tersebut meliputi petani hingga ke pengecer. Aktivitas yang dilakukan masing-masing aktor rantai pasok terdapat pada Tabel 6. Berikut adalah aktivitas yang dilakukan pada tiap aktor rantai pasok yang dilakukan :

1. Petani

Petani merupakan pihak yang bertindak sebagai produsen pepaya. Petani melakukan kegiatan budidaya pepaya, meliputi penanaman dan perawatan yang meliputi pemberian nutrisi dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.

2. Pengepul

Pengepul merupakan pihak yang mendapat pasokan pepaya dari petani kemudian menjualnya ke pihak selanjutnya baik supplier, pengecer, atau pun pedagang grosir.

3. Supplier

Supplier merupakan pihak perantara antara pedagang grosir atau pun pengecer dengan pengepul. Supplier akan mencari order pepaya baik dari pengecer atau pun pedagang grosir, setelah mendapatkan order, supplier akan mencari pengepul yang dapat menyediakan pepaya sesuai kebutuhan order.

4. Pedagang Grosir

Pedagang grosir merupakan pedagang yang melayani pembelian untuk konsumen biasa maupun pengecer yang akan menjual lagi pepaya yang dibeli. Pedagang grosir hanya menyediakan barang dan tidak melakukan kegiatan pengiriman.

5. Pengecer

[image:37.595.107.529.476.731.2]

Pengecer merupakan pedagang kecil yang melakukan kegiatan penjualan hanya dengan konsumen rumah tangga. Pengecer membeli pepaya dari supplier atau pun dari pedagang grosir dan menjualnya dalam bentuk utuh (tanpa diolah).

Tabel 6. Aktivitas aktor rantai pasok

Aktivitas

Aktor Rantai Pasok

Petani Pengepul Supplier Pedagan g grosir

Pengecer

S B K Y S B K Y S B K B S B K Y Fungsi

Pertukaran

Pembelian - - - -

Penjualan Fungsi Fisik

Penyimpanan - - - -

Pengangkutan /- - - -

Pengemasan - - - -

Fungsi Fasilitas

Sortasi - - - -

Grading/ Standarisasi

- - - -

Penanggungan resiko

(38)

24

Keterangan:

S : Sukabumi B : Banyumas K : Kebumen Y : Boyolali

( ) : Melakukan ( /-) : Sebagian aktor melakukan ( - ) : Tidak melakukan

B.2

Tipe-Tipe Rantai Pasok Pepaya

Kegiatan pemasaran pepaya melibatkan banyak pihak dengan beberapa tipe rantai pasok. Berikut adalah beberapa rantai pasok yang berlaku untuk pemasaran pepaya. Tipe rantai pasok pepaya secara umum dapat dilihat pada Gambar 13.

1. Tipe Rantai Pasok I Petani Pengecer

Pada tipe rantai pasok I petani menjual langsung pepaya kepada pengecer. Petani akan melakukan panen sendiri dan dia menjualnya langsung ke pihak pengecer. Tipe rantai pasok seperti ini berlaku hanya untuk pasar lokal sekitar desa saja dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Pepaya yang biasa di jual ke pasar lokal adalah pepaya yang tidak masuk ke dalam kategori pepaya yang dibeli oleh pengepul.

2. Tipe Rantai Pasok II

Petani Pengepul Pengecer

Tipe saluran II melibatkan tiga anggota rantai pasok yaitu petani, pengepul dan pengecer. Pengepul bertindak sebagai perantara antara pengecer dan petani. Pengepul melakukan kegiatan panen, pengumpulan, dan pengiriman pepaya hingga ke tangan pengecer. Harga pepaya yang diberlakukan untuk pengecer sudah termasuk dengan ongkos kirim.

3. Tipe Rantai Pasok III

Petani Pengepul Supplier Pengecer

Tipe rantai pasok ini sama dengan tipe rantai pasok II pengepul akan mengumpulkan pepaya yang berasal dari petani, namun pengepul tidak melakukan pengiriman pepaya, pengepul hanya berperan sebagai penyedia barang. Pengepul mendapatkan order dari seorang supplier. Supplier mendapat pesanan order dari pengecer atau pedagang grosir. Supplier akan mengrim pepaya yang telah dikumpulkan pengepul kepada pengecer. Pepaya yang dikirim ke pengecer akan langsung dijual ke konsumen.

Gambar 13. Diagram rantai pasok pepaya KONSUMEN

PENGECER

PEDAGANG GROSIR SUPPLIER

(39)

25

4. Tipe Rantai Pasok IV

Petani Pengepul Pedagang grosir Pengecer

Tipe rantai pasok IV terdiri dari Petani, pengepul, pedagang grosir dan pengecer. Pada tipe saluran ini pengepul menjadi pencari pesanan sekaligus melakukan pengiriman. Pengepul mendapatkan pepaya dari petani seperti pada saluran tipe II, kemudian melakukan penyortiran, pengemasan, dan pengiriman ke pedagang grosir. Pepaya yang sampai di pedagang grosir akan dibeli oleh pengecer yang akan dijual kembali olehnya ke konsumen.

5. Tipe Rantai Pasok V

Petani Pengepul Supplier Pedagang grosir Pengecer

Tipe rantai pasok V terdiri dari petani, pengepul, supplier, pedagang grosir, dan pengecer. Pada rantai pasok ini pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang, kemudian pepaya yang telah dikumpulkan diangkut oleh supplier untuk dikirim ke pedagang grosir. Supplier membeli pepaya tersebut dari pengepul dan menaggung ongkos pengiriman pepaya. Pedagang grosir menjual pepaya tersebut ke pengecer yang dapat berupa pedagang buah.

C.

PEMETAAN RANTAI PASOK PEPAYA

C.1

Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra produksi pepaya, dan Desa Parakan Salak merupakan salah satunya. Responden pengepul mengirim pepanya ke daerah Jakarta dan sekitarnya. Pengepul mendapatkan pepaya dari petani sekitar yang telah memiliki kerja sama dan dari kebunnya sendiri. Pengepul membeli pepaya dari petani dengan sistem grading, yaitu Rp 3,500.00 untuk super dan Rp 1,500.00 untuk BS (Broken Stock). Pengepul juga melakukan kegiatan pascapanen mulai dari penyortiran hingga pengiriman pepaya. Setelah melalui tahap penyortiran kemudian pepaya ditimbang, pada tahap ini akan diketahui jumlah pepaya super dan BS (Broken Stock) dari masing-masing petani. Alur kegiatan penanganan pascapanen yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 4.

Kapasitas satu kali pengiriman maksimal dapat mencapai 4 ton, sementara itu pengepul melakukan pengiriman dua kali dalam satu minggu. Pengiriman dilakukan menggunakan mobil pick up terbuka yang berjumlah dua mobil. Pengiriman dilakukan pada malam hari setelah pengemasan pepaya selesai. Terdapat tiga tipe saluran pemasaran pepaya yaitu tipe rantai pasok II, tipe rantai pasok III, tipe rantai pasok IV. Pengepul memilih melakukan sebagian besar pengiriman pepayanya sendiri karena jarak antara tempat pengepul dan pedagang yang relatif dekat, selain itu agar pengepul dapat menjual pepayanya dengan harga yang lebih tinggi dibanding hanya menjadi penyedia barang saja. Pengepul memilih menjual pepaya kategori B dan pepaya kategori C dengan mengirim ke supplier ke pedagang grosir dari pada langsung ke pengecer untuk menghemat biaya pengiriman.

(40)

26

C.2

Kabupaten Banyumas

Kabupaten Banyumas tepatnya Kecamatan Rawalo juga merupakan salah satu sentra produksi Pepaya California yang cukup besar. Sebagian besar penduduk desa di Kecamatan Rawalo ini menanam Pepaya California. Responden pengepul merupakan pengepul di sekitar Kecamatan Rawalo yang mendapat pasokan pepaya dari petani-petani desa sekitar kecamatan tersebut. Saluran pasokan pepaya responden pengepul kebanyakan di kirim ke luar daerah seperti Jakarta, Bekasi, Jepara, Semarang dan sekitarnya, karena untuk pasar local pepaya California masih kurang diminati.

Semua pepaya yang akan dikirim baik untuk pasar lokal maupun luar kota berasal dari Kecamatan Rawalo. Pemanenan dapat dilakukan oleh pengepul maupun petani sendiri, namun kebanyakan dilakukan oleh pengepul. Aliran kegiatan pascapanen pepaya dapat dilihat pada lampiran 5. Pemetik merupakan pegawai lepas yang digaji oleh pengepul. Pemetik mendapat upah Rp 200/kg – Rp 300/kg dari hasil petikan pepaya mereka. Harga yang berlaku ada dua sistem yaitu grade dan all grade , untuk grade A Rp 1,300.00 dan B Rp 9,00.00 untuk all grade Rp 1,500.00. Terdapat tiga tipe saluran pemasaran pepaya yaitu tipa rantai pasok II, tipe rantai pasok III, dan tipe rantai pasok V. Pengepul hanya bertindak sebagai penyedia barang saja untuk alokasi pepaya tujuan luar kota karena pengepul belum memiliki cukup modal untuk melakukan pengir

Gambar

Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi
Tabel 6. Aktivitas aktor rantai pasok
Gambar 16. Rantai pasok pepaya California dari Kebumen
Gambar 19. Penanganan pascapanen pepaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, suri teladan kita Nabi Muhammad SAW, semoga safaat beliau sampai kepada kita di hari kiamat serta pada Al

Pendapatan usahaternak dapat diperoleh dari pengurangan antara biaya – biaya (cost) dari semua penerimaan ( revenue ), biaya – biaya tersebut yang telah dikeluarkan selama

4.3.3 Pengaruh lama fermentasi terhadap kandungan serat kasar bungkil inti sawit yang difermentasi oleh koktail mikroba. Hasil perhitungan statistik regresi untuk kadar

Gambar 7 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang dikoleksi pada pagi dan sore hari berdasarkan tipe penggunaan lahan: Kebun sawit (KS), kebun

Bagi Peserta yang dinyatakan lulus tahap administrasi dapat segera mengambil Nomor Ujian Tahap-II di RSUD Bagas Waras Kab. Klaten mulai sejak diumumkan sampai dengan hari Jum'at

Sistem pakar yang telah dirancang dan dibangun pada penelitian ini menggunakan metode backward chaining , karena dimulai dari sesuatu yang ingin dibuktikan yang

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tunas pada bibit okulasi dini menggunakan mata tunas cabang primer dari tanaman entres usia muda jauh lebih

Kecemasan ibu pada saat persalinan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh perawat, karena apabila kecemasan berlangsung terus-menerus