• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng Dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy-AHP dan Quality Function Deployment (QFD).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng Dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy-AHP dan Quality Function Deployment (QFD)."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PADA KONVERSI MINYAK GORENG CURAH KE MINYAK GORENG DALAM KEMASAN SEDERHANA DENGAN METODE FUZZY AHP DAN

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

CITRA OKTARIA SIANTURI

F 351120131

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy AHP dan Quality Function Deployment (QFD) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

CITRA OKTARIA SIANTURI. Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng Dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy-AHP dan Quality Function Deployment (QFD). Dibimbing oleh M. SYAMSUL MAARIF dan LIESBETINI HADITJAROKO.

(5)

preferensi pelanggan dan karakteristik teknis ditunjukkan pada nilai target karakteristik teknis tertinggi. Teknologi pengolahan, kualitas SDM, metode pengolahan, kualitas bahan baku dan kemasan, penerapan standar operasional prosedur dan manajemen mutu merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam keberhasilan sistem produksi minyak goreng curah ke kemasan sederhana.

(6)

SUMMARY

CITRA OKTARIA SIANTURI. An analysis consumer preferance on convertion bulk oil into simple packaging with Fuzzy-AHP method and Quality Function Deployment (QFD). Supervised by M. SYAMSUL MAARIF and LIESBETINI HADITJAROKO.

Palm oil is a food that being routinly consumpted and used by almost all Indonesian people. According to the regulation of the Minister of Industry of the Republic of Indonesia on the implementation of the Indonesian National Standard (SNI) Palm Cooking Oil that palm oil is widely consumed for food products, is necessary to ensure safety, quality and nutrition to improve public health. Converting bulk cooking oil into cooking oil in a simple packaging is necessary because in many ways simpler packaging cooking oil more profitable and the cost is not fluktuate compared with the bulk cooking oil. Cooking oil in simple packaging is more hygienic, healthier, more comfortable and classy. In the conversion of bulk cooking oil into cooking oil in a simple packaging needs to consider both consumer and related parties spesifications to be integrated with process and product design. Analyzing the Voice of Consumer (VOC) and analyze the needs of the consumer is very important in product development. QFD method using the voice of consumer is suitable for the process of new product development and new product specifications to control. QFD is able to improve the product development process and produce products that are very focused and responsive to the consumer’s need. The objectives of this work are to identify and analyze consumer preferences and attributes of cooking oil in simple packaging, to analyze and determine the level of customer preferences simple packaging cooking oil, and to analyze the correlation characteristics of customer preferences and the preferences technical product design and design of production process in Quality Function Deployment (QFD). The research step began with the identification of customer preferences with interview method followed by analyzing the level of customer preferences using fuzzy-AHP. The correlation characteristics of the customer's preferences and preferences technical product design and design production process was done using the method of Quality Function Deployment (QFD). Research result note that the preferences of consumers in the conversion of bulk cooking oil into cooking oil in simple packaging consists of three criterias and 12 attribute preferences to the level of customer preference primary interest is the first attribute that is the price of cooking oil packaging products simple which was not much higher than the cooking oil with weight value 0.342, followed by quality attributes odorless oil with a weight value of 0.146. The correlation characteristics between consumer's preference and technical characteristic shown in the highest target value of technical characteristic. Processing technology, human resources quality, processing methods, the quality of raw materials and packaging, application of standard operating procedures and quality management is a very important thing to note in the success of converting bulk cooking oil production to cooking oil in simple packaging.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PADA KONVERSI MINYAK GORENG CURAH KE MINYAK GORENG DALAM KEMASAN SEDERHANA DENGAN METODE FUZZY AHP DAN

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng Dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy-AHP dan Quality Function Deployment (QFD). Nama : Citra Oktaria Sianturi

NIM : F 351120131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.M.Syamsul Maarif,M.Eng Ketua

Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, M.S Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Petanian

Prof. Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 16 Juli 2014

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak 2013 ini ialah Analisis Preferensi Konsumen Pada Konversi Minyak Goreng Curah ke Minyak Goreng Dalam Kemasan Sederhana dengan Metode Fuzzy-AHP dan Quality Function Deployment (QFD).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir.M.Syamsul Maarif, M.Eng dan Ibu Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, M.S selaku pembimbing. Kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Bapak Dr Eng. Taufik Djatna selaku penguji atas setiap saran yang diberikan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada T. Sianturi (ayah), A. Siagian (ibu), Mas Herry Wardiyanto, keluarga terkasih (Abang, Kakak, keponakan-keponakan terkasih), sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam penyelesaian studi di Pasca Sarjana TIP (Kak Teja P Utami, Nina Hairiyah, Nova Alemina, Shinta, Annisa, Yenny, Pak Wahyu, Ibu Inan dan seluruh teman-teman TIP 2012), Kak Sigit Budi Darmawan dan keluarga KTB Clikers, rekan kerja di PT. Meranti Magsaysay, para narasumber dalam penelitian tesis, dan seluruh staf departemen Teknologi Industri Pertanian, terimakasih atas setiap perhatian, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Pengertian Sistem dan Analisis Sistem 4

Minyak Kelapa Sawit 4

Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit 5

Pemurnian Minyak 5

Proses Pengolahan Minyak Goreng 6

Kualitas Minyak Goreng 8

Penyebab Kerusakan Minyak Goreng 8

Minyak Goreng Curah dan Kemasan Sederhana 9

Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP) 11

Quality Function Deployment (QFD) 15

Kajian Penelitian Sebelumnya 18

3 METODOLOGI PENELITIAN 19

Tahapan Penelitian 19

Pendekatan Sistem 19

Penentuan Atribut Pelanggan 20

Penentuan Karakteristik Teknis 20

Penentuan Tingkat Preferensi Pelanggan 21

Penentuan Korelasi Technical Requirements (Tr)

dan Customer Requirements (Cr) dalam House of Quality 22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Analisis dan Interpretasi Hasil Secara Umum 26 Data Teknis Produk Minyak Goreng Kemasan Sederhana 26 Data Karakteristik Kebutuhan Konsumen (Cr) 27

Data Karakteristik Teknis (Tr) 27

Hasil Uji Validasi 28

Tingkat Kepentingan Konsumen 30

Fuzzy-AHP untuk Penentuan Tingkat Kepentingan Konsumen 30 Matriks Hubungan Kebutuhan Konsumen dan Karakteristik Teknis 38

(14)

Implikasi Penelitian 41

5 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 46

(15)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi asam lemak minyak sawit 4

2. Sifat fisiko-kimia minyak sawit 5

3. Syarat mutu minyak goreng 9

4. Skala penilaian perbandingan berpasangan 13

5. Syarat mutu minyak goreng sawit 26

6. Voice of Consumer 27

7. Karakteristik teknis minyak goreng kemasan sederhana 28

8. Hasil uji validasi 29

9. Definisi dan fungsi keangotaan bilangan fuzzy 32 10. Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy Pada Kriteria 1,2 dan 3 32 11. Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy Pada Kriteria 1 33 12. Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy Pada Kriteria 2 33 13. Matriks Perbandingan Berpasangan Fuzzy Pada Kriteria 3 33 14. Matriks perbandingan berpasangan α-cut Fuzzy pada kriteria 1 sampai

kriteria 3 34

15. Matriks perbandingan berpasangan α-cut Fuzzy pada atribut 1 dan

atribut 2 34

16. Matriks perbandingan berpasangan α-cut Fuzzy pada atribut 3 sampai

atribut 8 34

17. Matriks perbandingan berpasangan α-cut Fuzzy pada atribut 9 sampai

atribut 35

18. Pembobotan Kriteria 35

19. Pembobotan atribut pada K1 35

20. Pembobotan atribut pada K3 35

21. Pembobotan atribut pada K2 36

22. Nilai indeks konsistensi 37

23. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas Cr 37 24. Sepuluh karakteristik teknis utama berdasarkan nilai target terbesar di

PT. Astra Agro Lestari 40

25. Sepuluh karakteristik teknis utama berdasarkan nilai target terbesar di

PT. Wilmar Group 40

26. Sepuluh karakteristik teknis utama berdasarkan nilai target terbesar dari

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Minyak goreng kemasan sederhana 10

2. Empat fase QFD 15

3. House of Quality 18

4. Kerangka Pemikiran Pendekatan Sistem Produksi Minyak Goreng

Curah ke Minyak Goreng dalam Kemasan 20

5. Kerangka penelitian analisis sistem produksi minyak goreng curah ke

minyak goreng dalam kemasan sederhana 21

6. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Pelanggan dan Teknik 23 7. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik 24 8. Diagram alir pembuatan House of Quality (HOQ) 25

9. Hirarki persyaratan pelanggan (Cr) 31

10. Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy 32

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hubungan Customer Requirements (Cr) dan Tehcnical Engineering (Tr) 46 2. Nilai Target Karakteristik Teknis dari PT. Astra Agro Lestari 47 3. Nilai Target Karakteristik Teknis dari PT. Wilmar Group 48 4. Nilai Target Karakteristik Teknis dari Kementrian Perdagangan 49 5. Matriks Korelasi Technical Engineering (Tr) 50

6. House of Quality 51

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak goreng sawit merupakan bahan pangan yang menjadi konsumsi rutin dan digunakan dalam volume yang relatif tinggi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Menurut peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit bahwa minyak goreng sawit merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi, perlu dijamin keamanan, mutu dan gizinya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan gizi minyak goreng sawit diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib. Minyak goreng sawit adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari minyak sawit, dengan satu atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan melalui proses pemurnian dengan penambahan Vitamin A.

Dalam Undang-undang RI tentang Pangan No 18 tahun 2012, negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, dan keterjangkauan, serta pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Salah satu bentuk untuk menjaga dan meningkatkan harapan hidup masyarakat Indonesia adalah dengan menjaga keamanan pangan.

Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dari adanya fakta bahwa dari seluruh konsumsi minyak goreng masyarakat Indonesia, sebagian besar (63%) mengkonsumsi minyak goreng curah. Konsumsi non industri atau rumah tangga secara nasional saat ini mencapai 3,2 juta ton per tahun, yang terdiri dari 12% konsumsi dalam bentuk minyak goreng dalam kemasan, 25% dalam bentuk minyak goreng curah yang dikemas dalam drum dan plastik, dan 63% dalam bentuk minyak goreng curah (GIMNI, 2012).

Sementara itu jika dilihat dari proses produksi, menunjukkan kualitas minyak goreng curah tidak sebaik minyak goreng dalam kemasan. Dalam Press Release yang dikeluarkan oleh Kementrian Perdagangan Republik Indonesia mengenai Government Promotes Hygienic and Affordable Cooking Oil in Medan November, 2011, dinyatakan bahwa ada beberapa alasan untuk menggunakan minyak goreng dalam kemasan (www.kemendag.go.id). Alasan tersebut adalah minyak goreng dalam kemasan lebih higienis, sehat, nyaman dan lebih berkelas. Selain itu juga dikatakan bahwa minyak goreng curah tanpa kemasan akan berdampak pada perbedaan fluktuasi harga dikarenakan oleh ketidakhigienisan minyak dan kendala distribusi minyak goreng curah. Sementara minyak goreng kemasan yang baik dapat memiliki harga yang stabil dan tidak fluktuatif. Semakin baik kemasan maka semakin stabil pula harga sebuah produk.

(18)

bekas dipanaskan ditempat yang berbeda sampai terpisah antara endapan dan cairan beningnya kemudian maisng-masing disaring.Oli bekas yang sudah disaring ditambahkan ke dalam minyak goreng untuk menambah jumlah volume sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak. Bahkan, pelaku juga kadang menambahkan zat kimia semacam hidrogen peroksida yang berfungsi sebagai pemutih. Modal yang dibutuhkan pelaku sebesar Rp. 6000/liter dan pengoplos menjual kembali kepada penjual dipasar dengan harga normal Rp. 10.000/liter sampai Rp 11.000/liter dan dijual dalam kantong plastik kiloan atau jerigen (Sulaksono, 2008). Kondisi ini menyebabkan jika terjadi resiko kesehatan maka akan sulit untuk menelusuri baik pihak yang bertanggung jawab dan juga tidak ada jaminan kebersihan dan kesehatan minyak itu sendiri. Permasalahan yang timbul akibat penggunaan minyak oplosan ini juga akan sulit untuk ditelusuri karena proses distribusi minyak curah yang tidak terkendali.

Oleh karena itu diperlukan konversi minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan sederhana karena dalam berbagai hal minyak goreng kemasan sederhana lebih menguntungkan dan kenaikan biaya tidak terlalu tinggi dibandingkan minyak goreng curah khususnya untuk konsumsi rumah tangga. Minyak goreng kemasan lebih higienis dan sehat seperti minyak goreng bermerk lainnya. Selain itu penelitian ini mendukung langkah persiapan pemerintah menerapkan model konsumsi minyak goreng kemasan bagi masyarakat Indonesia.

Pada umumnya tidak semua konsumen memiliki preferensi yang sama akan kebutuhan suatu produk. Untuk mengetahui preferensi minyak goreng kemasan sederhana dan kesiapan konsumen maka dilakukan suatu kajian terhadap sistem mekanisme produksi pengolahan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan sederhana. Dalam sistem mekanisme produksi melibatkan banyak pihak terkait yaitu: konsumen, produsen, distributor, pedagang eceran dan pemerintah. Sistem mekanisme produksi perlu mempertimbangkan spesifikasi konsumen dan pihak yang terkait untuk kemudian diintegrasikan dengan desain proses dan desain produk yang akan dibuat. Penentuan jenis produk dan desain proses penting untuk dilakukan pada perencanaan produksi.

Dalam penelitian Irvani tahun 2008 mengkaji tentang Analisis Preferensi dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Klaim Minyak Goreng Sawit Bermerek di Kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan responden memilih volume minyak goreng dua liter (62,7 persen) dengan merek Sania (26,7 persen) dan jangka waktu pembelian satu minggu yang lalu (28,7 persen). Selain itu supermarket (54,7 persen) menjadi prioritas utama responden dalam berbelanja minyak goreng sawit. Jenis kemasan yang dipilih responden adalah kemasan refill (78,0 persen) dan dibeli sebanyak satu unit (48,0 persen). Hasil analisis Thurstone menunjukkan hasil bahwa atribut minyak goreng sawit bermerek yang menempati urutan pertama adalah kandungan kolesterol (1,597) sedangkan manfaat bagi kesehatan (1,237) dan kandungan bahan pengawet (1,090) merupakan atribut minyak goreng sawit bermerek yang berada pada urutan kedua dan ketiga.

(19)

memerlukan kontribusi hampir dari semua stakeholder terkait. Analisis suara pelanggan Voice of Consumer (VOC) dan analisis kebutuhan konsumen sangat penting dalam pengembangan produk. Oleh karena itu metode Quality Function Deployment (QFD) dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menjalankan proses pengembangan produk. Salah satu usaha agar dapat bersaing dengan dan bertahan dalam pasar yang bersifat dinamis, maka baik perusahaan maupun produsen suatu usaha harus selalu terlibat dalam inovasi yang berkelanjutan sebagai bentuk usaha untuk mencipatkan keunggulan yang kompetitif. Inovasi juga menjadi strategi untuk memberi nilai tambah suatu produk untuk diteruskan ke operasi bisnis.

Menurut Milton (1993), QFD sangat cocok untuk proses pengembangan produk baru sebagai bentuk antisipasi untuk membentuk spesifikasi produk dan cepat ditangani. QFD menggunakan Voice of Consumer untuk mengendalikan spesifikasi produk baru dan fase kedepan dalam proses pengembangan mencakup manufaktur, dan dukungan. QFD mampu meningkatkan proses pengembangan produk dan menghasilkan produk yang sangat terfokus dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan.

Penelitian ini diharapkan mampu memberi jawaban akan standar teknologi pengolahan minyak goreng curah ke kemasan sederhana yang dapat dijadikan pegangan untuk diterapkan oleh produsen, konsumen, dan penentu kebijakan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis preferensi konsumen dan atribut minyak goreng kemasan sederhana.

2. Menganalisis dan menentukan tingkat preferensi pelanggan minyak goreng kemasan sederhana.

3. Menganalisis korelasi preferensi pelanggan dan karakteristik teknis desain produk dan desain proses produksi dalam Quality Function Deployment (QFD).

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup studi tentang :

1. Preferensi konsumen tentang minyak goreng curah dan kemasan sederhana

2. Perusahaan agroindustri yang memproduksi minyak goreng curah dan kemasan di Pulau Jawa

3. Komposisi dan kualitas minyak goreng curah dan minyak goreng dalam kemasan

4. Atribut minyak goreng curah dan minyak goreng dalam kemasan yang sesuai dengan harapan konsumen.

5. Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng nomor 7709 tahun 2012.

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Sistem dan Analisis Sistem

Sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti tempat bersama. Sistem adalah seperangkat elemen yang terintegrasi dan bekerja secara sinergi untuk melakukan pengolahan nilai tambah dan memenuhi kebutuhan operasional dengan hasil yang telah ditentukan (Wasson, 2005).

Sistem adalah suatu kesatuan usaha terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan secara teratur dan berusaha mencapai tujuan dalam lingkungan yang kompleks. Pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antarbagian. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari sistem, meliputi kerjasama antar bagian interdependen satu sama lain. Hubungan yang teratur dan teroganisir merupakan hal penting. Selain itu, adanya sistem memudahkan dalam mencapai tujuan. Pencapaian tersebut menyebabkan timbulnya dinamika serta perubahan-perubahan yang terus-menerus sehingga perlu dikembangkan dan dikendalikan.

Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak. Dengan demikian manajemen sistem dapat diterapkan dengan memfokuskan kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Pada dasarnya pendekatan sistem merupakan penerapan sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem (Marimin dan Maghfiroh 2011).

Menurut Eriyatno (1998) dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antarbagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran baru yang dikenal sebagai pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan operasi sistem yang efektif.

Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit memiliki beberapa kandungan asam lemak. Asam lemak utama penyusunnya terdiri dari 45-40% asam palmitat, 38-40% asam oleat, dan 6-10% asam linoleat, selain itu terdapat kandungan mikronutrien seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan fitosterol (Muhtadi, 2000). Tabel 1 menunjukkan kompisisi kimia rata-rata asam lemak minyak sawit.

Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak sawit

(21)

Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisiko kimia pada minyak sawit meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point), slipping point, melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 2005). Tabel 2 menunjukkan nilai sifat fisiko kimia minyak sawit.

Tabel 2.Sifat fisiko kimia minyak sawit

NO Sifat Fisiko-kimia Nilai

1 Densitas pada 50oC (kg/m3) 891

2 Berat jenis (40oC) 0,921-0,925

3 Indeks refraktif 1,453-1,458

4 Titik leleh (oC) 25-50

5 Bahan tak tersabunkan 0,2-0,8

6 Bilangan Iod 44-58

7 Nilai saponifikasi 195-205

Sumber: Winarno (1999)

Menurut Ketaren (2005) warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu 23-26˚C , karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.

Pemurnian Minyak

Minyak kelapa sawit kasar masih mengandung fraksi padat dan fraksi cair sehingga perlu pemurnian. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :

1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam.

2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi 3. Dekolorisasi dengan proses pemucatan

4. Deodorisasi

(22)

Proses Pengolahan Minyak Goreng

Secara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng sawit terdiri dari tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi) atau netralisasi, pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodoryzation) (Ketaren, 2005). Secara rinci proses pengolahan minyak goreng adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pemurnian (refinery)

a. Penghilangan getah (degumming) yaitu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Senyawa-senyawa terhidrasi dapat secara efisien dipisahkan dengan filtrasi atau sentrifugasi. Untuk penghilangan fraksi non-hydratable, minyak biasanya dilakukan penambahan asam fosfat (0,05 sampai 1 %).

b. Pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi) yaitu proses netralisasi yang bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak. Asam lemak bebas merupakan asam yang terutama memisah pada proses netralisasi. Setelah proses netralisasi, kadar asam lemak bebas yang tertinggal sekitar 0,13 persen. Sabun yang terbentuk pada awal proses netralisasi tidak dapat larut dalam minyak dan dapat dipisahkan dengan cara sentrifusi. Proses deasidifikasi menggunakan buffer dalam proses netralisasi.

c. Pemucatan (bleaching). Penggunaan tanah pemucat (bleaching clay) lebih efektif memisahkan warna hijau (klorofil) daripada warna merah (karoten dan xantofil). Pigmen karotenoid akan rusak oleh panas pada pemucatan, tetapi panas tersebut dapat menginduksi pembentukan warna merah (karoten dan xantofil) dengan cara oksidasi.

d. Deodorisasi. Setelah proses deodorisasi jumlah asam lemak bebas sekitar 0,015-0,03 persen. Pada batas ini, kecepatan hidrolisa dari minyak sama dengan kecepatan penguapan asam lemak pada waktu dialiri uap. Pada proses deodorisasi, hidrokarbon dan zat warna terutama karotenoid dapat terpisah dalam jumlah besar. Peroksida dan prooksidan yang terdapat pada minyak akan turut terpisah, sehingga menambah daya tahan minyak dan lemak terhadap proses oksidasi. Kontaminasi logam yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak harus dihindarkan karena logam dalam lemak akan mempersingkat waktu penyimpanan. Deodorisasi lemak dan minyak biasanya terdiri dari distilasi uap pada suhu tinggi pada tekanan tereduksi, meskipun nitrogen juga digunakan.

2. Tahap Pemisahan Fraksi (fractionation)

Tahap ini memisahkan minyak sawit yang sudah dimurnikan ke dalam dua fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Prinsip utamanya adalah penurunan suhu hingga 20˚C sehingga stearin memadat. Tahap pemisahan terdiri dari :

(23)

Merupakan proses pembentukan kristal melalui pendinginan dan pengadukan. RBDPO yang ada dalam tangki kristalisasi ini diaduk pada saat tangki kristalisasi dengan menggunakan agitator.

b. Tahap Pemisahan fraksi (fractination)

Pemisahan fraksi merupakan proses filtrasi RBDPS kristal yang sudah terbentuk dalam tangki kristalisasi ditransfer ke filter press untuk pemisahan olein dan stearin.

Minyak bersifat mudah rusak akibat oksidasi. Reaksi oksidasi terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak sawit. Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa peroksida yang selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas, aldehida dan keton yang menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren, 2005). Karena senyawa peroksida menjadi sumber adanya ketengikan tersebut, maka tingkat oksidasi terhadap asam lemak dapat diamati melalui perubahan bilangan peroksida.

Untuk meningkatkan ketahanan minyak sawit RBD terhadap oksidasi, diperlukan tambahan antioksidan dari luar sebagai pengganti antioksidan alami yang hilang akibat proses pemurnian. Salah satu antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butil hidroksi toluena (BHT). Senyawa ini tidak beracun tetapi menunjukkan aktifitas sebagai antioksidan dengan cara menetralisasi senyawa radikal (Ketaren, 2005). Selain memiliki aktifitas yang baik terhadap radikal bebas BHT juga mempunyai kelarutan yang baik dalam minyak/lemak (The Merck Index, 1983).

(24)

meq/kg. (Herawati dan Syafsir, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa BHT sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan minyak sawit.

Kualitas Minyak Goreng

Kualitas minyak goreng sangat ditentukan oleh kandungan asam lemak dari minyak tersebut apakah bersifat jenuh atau bersifat tidak jenuh. Minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap panas. Banyaknya asam lemak tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan bilangan iod atau angka iod. Minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit memiliki angka iod yang lebih kecil dibandingkan angka iodin minyak goreng yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas, dan bunga matahari. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa dan sawit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas dan bunga matahari. Minyak goreng yang baik adalah minyak goreng yang tidak berbau dan beraroma netral. Minyak dalam bentuk cair merupakan penghantar panas yang baik. Adapun suhu panas penggorengan yang dianjurkan adalah 1770C sampai 2010C.

Secara umum komponen minyak yang menentukan mutu minyak adalah asam lemak dikarenakan asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gilserol. Makin tinggi titik asap minyak, makin baik mutu minyak. Adapun syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada Syarat mutu minyak goreng sawit sesuai dengan SNI nomor 7709 tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Penyebab Kerusakan Minyak Goreng

Faktor utama yang menyebabkan kerusakan lemak atau minyak adalah penyerapan bau. Lemak dan minyak bersifat mudah menyerap bau. Jika bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan yang menyebabkan kerusakan lemak atau minyak.

Faktor kedua adalah hidrolisis. Dengan adanya air, lemak dan minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Adanya kandungan basa, asam, dan enzim membuat reaksi ini semakin cepat. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas menjadi 10 %. Hidrolisis menurunkan mutu minyak goreng, selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya.

(25)

emulsifier, kondisi pengolahan (suhu, waktu), kondisi penyimpanan (suhu, cahaya, jenis kemasan), luas permukaan produk yang terekspos udara, kandungan logam (besi, tembaga) senyawa antioksidan yang digunakan, oksidator lainnya dan enzim lipoksigenase (Ketaren, 1986).

Tabel 3. Syarat mutu minyak goreng sawit standar SNI 7709

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

6 Minyak Pelikan Negatif

7 Cemaran logam

Kerusakan minyak tidak hanya terjadi karena dipakai menggoreng. Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan trigliserida terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Selain menyebabkan tengik, FFA juga bisa menaikkan kolesterol darah. Penyimpanan lemak dan minyak yang baik adalah dalam tempat tertutup dan disimpan di tempat yang gelap dan dingin.

Minyak Goreng Curah Dan Kemasan Sederhana

Minyak goreng jenis curah merupakan minyak goreng yang diproduksi dari minyak kelapa sawit dengan proses penyaringan hanya 1 kali, sehingga warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang lebih jernih. Minyak yang digunakan berulang-ulang akan mengalami kerusakan karena proses oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam lemak.

(26)

Indonesia adalah sekitar 70-75% dari total produksi minyak goreng (Sunaryo dan Wibowo, 2002). Namun perbedaan harga yang cukup besar antara minyak goreng bermerek dengan minyak goreng dalam kemasan minyak goreng curah lebih banyak dipilih.

Menurut peraturan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 231/PMK.011/2008 memutuskan bahwa minyak goreng sawit kemasan sederhana adalah minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek MINYAK KITA diproduksi oleh produsen yang didaftarkan di departmen perdagangan dengan model desain dan spesifikasi kemasan yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Desain dan spesifikasi kemasan minyak goreng sawit sederhana menurut PERMENDAG No. 2 tahun 2009 adalah dengan menggunakan merek MINYAKKITA ditunjukkan pada Gambar 1. Desain dan spesifikasi minyak goreng kemasan sederhana adalah bentuk kemasan bantal (pillow pack) dengan bahan kemasan plastik poly ethelene (mono layer).

Gambar 1 . Minyak goreng kemasan sederhana

(27)

Pada penelitian ini dikaji minyak goreng dalam kemasan sederhana sesuai dengan Standar Nasional Industri (SNI) 7709-2012. Minyak goreng sawit kemasan ini mengandung vitamin A sebanyak 45 IU/gram dan dengan syarat mutu minyak goreng sawit.

Fuzzy- Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP)

Berbagai masukan dalam bentuk penilaian dan evaluasi, diperlukan dalam grafik QFD. Biasanya, masukan ini dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan kelompok diskusi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian ketika mencoba untuk mengkuantifikasi informasi. Teori fuzzy diperkenalkan oleh Zadeh (1965) untuk menangani masalah pendefinisian yang buruk ditandai dengan ketidakpastian dan ketidakjelasan. Keuntungan utama penggunaan logika fuzzy adalah kesempatan untuk mengekspresikan penilaian yang tidak jelas. Selain itu, penggunaan angka fuzzy menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan masalah, dimana skala linguistik diadopsi dan dimana panel mengambil keputusan, decision-makers (DMS) yang terlibat dalam proses penilaian. Nomor fuzzy memungkinkan untuk mereproduksi cara berpikir subjektif manusia. Logika fuzzy menunjukkan beberapa fitur yang berguna untuk eksploitasi di QFD, termasuk :

1. Menggunakan istilah linguistik manusia untuk mengungkapkan pengetahuan tentang sistem.

2. Memungkinkan pembuatan keputusan dengan nilai-nilai estimasi dibawah informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti.

3. Cocok untuk sesuatu yang tidak pasti atau penalaran yang tepat. 4. Interpretasi dari aturan sederhana dan mudah dipahami.

5. Berkaitan dengan multi-input dan multi-output sistem.

Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh yaitu seorang ilmuwan dari Amerika Serikat dari Universitas California di Berkeley, melalui tulisannya pada tahun 1965 yang berjudul Fuzzy Sets. Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan dan kebenaran parsial.

Menurut Kusrini (2007), sebuah himpunan fuzzy dari semesta U dikelompokkan oleh fungsi keanggotaan µA(x) m yang berada pada nilai [0,1]. Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik dimana keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A akan memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan yaitu 0 dan 1. Nilai Teori himpunan fuzzy memperluas jangkauan nilai keanggotaan teori himpunan klasik. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy merupakan bilangan real yang berada pada interval [0,1].

Menutut Kusumadewi dan Guswaludin (2005), terdapat 3 aktifitas yang harus dilakukan dalam evaluasi himpunan fuzzy, yaitu :

a. Memilih himpunan rating untuk bobot-bobot kriteria dan derajat kecocokan setiap alternatif dengan kriteria.

b. Mengevaluasi bobot-bobot kriteria dan derajat kecocokan setiap alternatif dengan kriterianya.

(28)

median, maximum, minimum, dan operator campuran. Dari metode tersebut metode mean adalah metode yang paling banyak dilakukan.

AHP merupakan salah satu metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang digunakan dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Ketidakmampuan AHP dalam mengatasi ketidaktelitian dan ketidakpastian pada saat pengambil keputusan harus memberikan nilai yang pasti dalam proses perbandingan berpasangan menyebabkan metode ini sering menerima kritikan. Penggunaan fuzzy-AHP adalah untuk menanggulangi ketidakpastian dari pengambil keputusan. Dari nilai interval tersebut pengambil keputusan dapat memilih nilai-nilai yang sesuai dengan tingkat keyakinan.

AHP mempunyai perhatian khusus dengan keberangkatan konsistensi dan pengukurannya. Pada bentuk umum AHP merupakan non-linier untuk membawa baik pemikiran deduktif dan induktif tanpa penggunaan silogisme. Hal ini menjadi mungkin dengan mengambil beberapa faktor kedalam pertimbangan bersama, membiarkan ketergantungan dan umpan balik, dan membuat penjualan numerik mencapai kesimpulan sintesis (Saaty,2006).

Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai dari yang paling atas yang disebut goal, kemudian dibawahnya disebut variabel kriteria dan selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan, selanjutnya memberikan penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektifitas terhadap variable-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masing-masing variabel.

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah sebagai berikut (Marimin, et al 2013):

1. Kesatuan : AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas : AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling Ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. Penyusunan Hierarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

7. Tawar-menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

(29)

9. Pengulangan proses : AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Dalam menyelesaikan permasalahan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah :

1. Pembuatan Hierarki

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-elemen pendukung, menyusun elemen secara hierarki dan menggabungkannya atau mensintesisnya.

2. Penilaian Kriteria dan Alternatif

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty, 1988 dalam Marimin et al, 2013, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur dengan menggunakan tabel analisis seperti ditunjukkan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Skala penilaian perbandingan pasangan Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2,4,6,8 Niai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i

3. Synthesis of priroty (Penentuan Prioritas)

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan berpasangan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.

4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

(30)

menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :

1. Pendefinisian masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hierarki adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas.

2. Penentuan Prioritas Elemen

• Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan.

• Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.

3. Sintesis

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :

• Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.

• Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.

• Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

4. Pengukuran Konsistensi

Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :

• Setiap nilai pada kolom pertama dikalikan dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.

• Penjumlahan setiap baris

• Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.

• Penjumlahan hasil bagi diatas dengan banyaknya elemen yang ada,

hasilnya disebut (λ) maks.

5. Perhitungan Consistency Index (CI) dengan rumus :

CI = ( λ maks-n)/n, dimana n =banyaknya elemen

6. Perhitungan Rasio Konsistensi / Consistency Ratio (CR) dengan rumus : CR = CI/IR

Dimana :

(31)

CI = Consistency Index

IR = Indeks Random Consistency

7. Pemeriksaan konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka penilaian data judgement harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CR/IR) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. (Kusrini, 2007).

Metode AHP merupakan metode untuk memformalkan pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa atribut (Marimin et al, 2013). Metode fuzzy AHP digunakan untuk pemilihan suatu alternatif dan peneyesuaian masalah dengan mengabungkan konsep teori fuzzy dan analisis struktur hierarki. Penggunaan metode fuzzy memungkinkan pengambil keputusan untuk memasukkan data kualitatif dan kuantitatif ke dalam model keputusan.

Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) berasal dari Jepang tahun 1972, sebagai sebuah metodologi yang diadopsikan untuk meningkatkan kualitas produk di perusahaan Jepang seperti Mitsubishi, Toyota dan penyuplai lainnya (Hauser dan Clausing, 1998). Metode QFD telah memperkenalkan dua bentuk inovasi pada proses pengembangan produk tradisional. Selanjutnya, pendekatan QFD telah memperkenalkan kolaborasi diantara tipe bisnis yang berbeda sebagai prasyarat desain produk. Hal ini diperoleh dengan cara membangun kelompok kerja yang sesuai, yang mana anggotanya mengacu pada unit bisnis berbeda yang terlibat dalam fase desain produk (Bouchereau dan Rowlands, 2000).

Tiga sasaran utama dalam menjalankan QFD adalah : 1. Memprioritaskan keinginan dan kebutuhan konsumen baik yang diucapkan maupun yang tidak diucapkan; 2. Menerjemahkan kebutuhan ini menjadi karakteristik teknik dan spesifikasi; 3. Membangun dan menghantarkan sebuah kualitas produk atau pelayanan dengan fokus setiap orang melalui kepuasan pelanggan.

Dua pendekatan utama dari QFD pada pengembangan produk yang muncul dari analisis literatur (Cohen, 1995) dalam (Raissi, 2011) disebut sebagai “matrix of matrics” dan “four-phases model”. Dalam tesis ini dibahas pendekatan fase model untuk pengembangan produk yang mana langkah-langkahnya digambarkan pada Gambar 2.

(32)

Pendekatan dari gambar di atas terdiri dari empat buah rangkaian matrik dengan masing-masing nama matrik yaitu matrik perencanaan kebutuhan pelanggan, matrik penyebaran karakteristik produk, matrik proses dan quality control dan matrik instruksi operasi, yang diaplikasikan dalam proses desain produk. Fokus dalam penelitian ini adalah pada matrik pertama yaitu matrik perencanaan kebutuhan pelanggan yang juga dikenal sebagai rumah kualitas (House of Quality) karena bentuk matriknya yang menyerupai rumah dan matrik ini merupakan tahap awal penelusuran kebutuhan dan persyaratan pelanggan. Matrik ini tersusun dari dua bagian utama terkait dengan persyaratan pelanggan (apa yang pelanggan butuhkan atau disebut bagian “what”) dan unsur teknis (bagaimana produk harus dibuat atau disebut bagian “how”). HOQ diadopsi oleh kelompok desain kerja untuk mengubah kebutuhan dan persyaratan pelanggan menjadi karakteristik produk.

HOQ dapat dibangun dengan mengikuti 8 tahapan proses. Pertama-tama kebutuhan dan persyaratan pelanggan harus diidentifikasikan. Menurut Hauser dan Clausing (1988) semua elemen tersebut disebut sebagai atribut pelanggan (Customer’s Attributes) dan umumnya diperoleh dari hasil survei atau pertanyaan langsung ke pelanggan. Delapan langkah dalam mengerjakan HOQ sebagai berikut :

Langkah pertama : CA ditulis pada barisan dalam HOQ, jika memungkinkan atribut CA tersebut dapat dapat disatukan yang menunjukkan kesamaan harapan. Langkah kedua : Atribut-atribut pelanggan dipertimbangkan dengan tujuan untuk menunjukkan kepentingan yang relatif. Setiap pertimbangan CA, dimasukkan ke dalam kolom pada matrik.

Langkah ketiga : Perusahaan harus menetapkan bagaimana kinerja produk mereka terhadap pesaing. Evaluasi produk perusahaan dilakukan dengan cara bertanya langsung ke pelanggan bagaimana produk dan pelayanan dinilai dengan kaitannya terhadap pesaing. Analisis acuan tertinggi juga dapat membantu proses evaluasi tersebut. Hasil dari tahap ketiga ini ditulis pada kolom sebelah kanan matrik.

Langkah keempat : Dengan tujuan untuk mengembangkan produk baru, CA harus diterjemahkan ke dalam karakteristik rekayasa yang disebut (EC) yang kemungkinan mempengaruhi lebih dari satu CA. EC diukur dengan memperhatikan atribut sebuah produk atau pelayanan perusahaan. Informasi ini ditulis pada kolom HOQ.

(33)

untuk pilihan pemakaian skala perigkat. Ketiadaan simbol merupakan ketiadaan hubungan satu dengan yang lain.

Langkah keenam : Bagian atas dari HOQ disebut sebagai matrik korelasi yang menunjukkan bagaimana setiap karakteristik rekayasa (EC) mempengaruhi satu sama lain. Hubungan yang positif mengindikasikan bahwa dua buah EC dapat saling melengkapi dan memperbaiki, sementara hubungan yang negatif menyarankan perlunya penjualan. Korelasi diindikasikan dengan simbol grafik yang menunjukkan derajat hubungan antara EC. Simbol tersebut kemudian diterjemahkan menjadi empat nilai skala peringkat (strong negative, negatie, positive, strong positive) seperti 1-3-7-9 atau 1-3-5-9. Terdapat kemungkinan juga bahwa antara EC tidak punya korelasi sama sekali.

Langkah ketujuh : Selanjutnya, produk perusahaan dibandingkan dengan produk-produk pesaing. Untuk perluasan ini, kelompok kerja membawa analisis kuantitatif acuan tertinggi. Dari karakteristik rekayasa (EC) pesaing. Hasil dari langkah ketujuh ini ditambahkan pada baris bagian bawah dari matrik.

Langkah kedelapan : perusahaan harus memperkenalkan pengukuran target untuk setiap EC dalam matrik. Pengukuran target menterjemahkan harapan pelanggan menjadi nilai numerik dengan tujuan penilaian kuantitatif kinerja perusahaan terhadap kebutuhan pelanggan. Bagian terbawah dari HOQ melngkapi perkenalan pengukuran tujuan dari setiap EC.

Adapun bentuk dari House Of Quality ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil dari peringkat EC pada penurunan urutan kepentingan. Untuk perpanjagan ini, baik kepentingan mutlak maupun relative dari setiap EC terhadap persyaratan pelanggan harus dievaluasi secara kuantitatif.

Pada aplikasi QFD tradisional, posisi Rij dalam hubungan matrik menunjukkan hubungan antara I CA dan jEC dengan skala numeric. Untuk itu, kepentingan mutlak AIj, j=1,…m dari setiap EC dapat dikalkulasikan sebagai berikut :

(1) Dengan Wi sebagai kepentingan relatif dari iCA, Rij nilai numerik ditambahkan pada posisi (I,j) dalam matrik, j=1,…,m dan i=1,…,n angka dari EC dan CA.

Kepentingan relatif RIj dapat berasal dari kepentingan absolut AIj, melalui persamaan berikut :

(34)

Kajian Penelitian Sebelumnya

Bottani dan Rizzi (2006) melakukan penelitian pendekatan QFD untuk level strategis, taktis, dan operasional. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja logistik yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan pangsa pasarr. Dalam penelitian ini QFD digunakan untuk membuat produk baru dan yang dipadukan dengan fuzzy-logic dengan output berupa ketepatan pengiriman.

Gambar 3. House of Quality (Liu, 2009)

Wardoyo (2007) juga melakukan analisis konversi penggunaan minyak tanah ke Liquid Petroleum Gas (LPG) dengan pendekatan sistem diagram. Dalam subsistem produksi, Wardoyo menggunakan Fuzzy MCDM Multy Objective Algoritm in Quality Function Deployment. Dengan mengkombinasikan berbagai metode penelitian sebelumnya, pengembangan produk yang mengintegrasikan antara keinginan konsumen dan desain proses produksi pada penelitian ini menggunakan bantuan fuzzy AHP dalam penyusunan matrik-matrik QFD. Penggunaan fuzzy sendiri dilakukan karena adanya penentuan penilaian parameter yang tidak terlepas dari ambiguitas.

Technical Characteristic (HOW’s)

Relationship Matrix between WHAT’s and HOW’s Spesicification or Target Value

Customer Requirements

(WHAT’s)

Benchmark Analysis

(35)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Sistem produksi minyak goreng kemasan sederhana merupakan mekanisme untuk membuat produk baru, dalam hal ini adalah minyak goreng dengan standar SNI 7709 tahun 2012 yang akan diwajibkan pada produk minyak goreng kemasan pada tahun 2015. Identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan langkah awal paling penting dari proses QFD. Prioritas kebutuhan harus dipenuhi secara sistematis dalam suatu siklus perencanaan.

Tahapan Penelitian

Tahapan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Tahap pertama dari penelitian ini adalah tahap identifikasi masalah dimana pada tahap ini permasalahan yang timbul dari obyek yang diteliti dan hasil, tujuan serta manfaat penelitian diprediksikan. Kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan.

2. Tahap kedua adalah tahap pengumpulan data dan informasi. Data untuk dianalisis didapatkan dari wawancara pakar dan observasi lapangan. Data tersebut meliputi data produksi, data konsumsi, data standar minyak goreng, data karakteristik minyak goreng curah, data kemasan yang cocok, data kapasitas produksi, dan lain-lain. Selanjutnya dirancang sebuah kuisioner untuk mengukur kepentingan ataupun kepuasan konsumen yang dipakai sebagai rujukan tentang kriteria desain yang diharapkan. Kemudian diteruskan dengan langkah pengolahan data dimana dalam hal ini dilakukan uji kecukupan dan uji validasi masing-masing atribut dari kuisioner yang nantinya digunakan untuk penetapan kriteria desain. Adapun produsen minyak goreng curah yang diteliti adalah : PT. Salim Ivomas Pratama, PT. Astra Agro Lestari, dan PT. Wilmar Group.

3. Tahap ketiga adalah tahap analisa dan interpretasi data, dimana dalam tahap ini dilakukan analisa yang terkait dengan atribut (merupakan suara dan harapan responden hasil penyebaran kuisioner yang disebut sebagai the voice of consumers) rancangan yang dibuat berdasarkan kepentingan/kepuasan konsumen. Penentuan prioritas rancangan berdasarkan data atribut yang oleh konsumen dianggap signifikan, penentuan parameter teknis (engineering parameters) untuk rancangan yang dibuat.

Pendekatan Sistem

(36)

lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2011). Metodologi sistem pada penelitian ini terdiri dari bagian input, proses, dan output yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan kerangka penelitian analisis sistem produksi minyak goreng curah ke kemasan sederhana ditunjukkan pada Gambar 5.

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 4. Kerangka pemikiran pendekatan sistem produksi minyak goreng curah ke kemasan sederhana

Penentuan Atribut Pelanggan (Voice Of Consumer)

Penentuan atribut pelanggan dilakukan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner. Berdasarkan kuesioner yang disebarkan ke sekitar 370 responden pengguna minyak goreng sawit diperoleh atribut-atribut yang menjadi harapan responden (konsumen) yang dijadikan bahan pertimbangan dalam proses perancangan konversi minyak goreng curah ke minyak goreng dalam kemasan sederhana. Atribut produk terdiri dari dua bagian yaitu atribut yang menunjukkan aspek tangible yaitu aspek teknis yang tercermin dalam bentuk fisik produk (seperti : bentuk produk, warna, bungkus, merek, label, prestise perusahaan, pelayanan perusahaan) dan aspek intagible yaitu aspek sosial budaya yang tercermin pada tanggapan masyarakat terhadap pemakaian produk.

Atribut-atribut tersebut merupakan suara dan harapan responden atau yang dikenal dengan Voice Of Consumer, sehingga langkah selanjutnya adalah membuat rumah kualitas (House of Quality), dengan terlebih dahulu menjabarkan atribut-atribut harapan tadi menjadi parameter-parameter teknis yang nantinya merupakan inti rancangan produk yang dibuat. Pertimbangan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah persyaratan/keinginan konsumen (Consumer Requirement/Cr) dijadikan pertimbangan untuk mendesain produk (Desain Requirement/Dr) baik dari sisi kualitas isi dan kemasan. Selanjutnya hasil dari Cr dan Dr diplotkan dalam rumah kualitas pada QFD.

Penentuan Karakteristik Teknis

Dari kebutuhan dan keinginan konsumen kemudian diterjemahkan ke dalam karakteristik teknis. Jika customer requirements mewakili suara pelanggan maka technical requirements mewakili suara perusahaan atau pengembang (voice of developer). Design Requirement/Dr merupakan persyaratan teknis proses yang dimiliki oleh perusahaan produsen minyak goreng. Penentuan parameter pada Dr dilakukan melalui wawancara pakar dengan beberapa produsen minyak goreng yaitu : PT Salim Ivomas Pratama, PT Astra Agro Lestari, dan PT Wilmar Group.

1.Kebijakan

Produksi Produk baru minyak goreng kemasan dengan standar SNI 7709 tahun

(37)

Gambar 5. Kerangka penelitian analisis sistem produksi minyak goreng curah ke kemasan sederhana

Penentuan Tingkat Preferensi Pelanggan

Tingkat kepentingan konsumen menunjukkan tingkatan atau prioritas kebutuhan konsumen. Tingkat kepentingan pelanggan diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh responden dan diolah dengan menggunakan metode Fuzzy AHP (Analytical Hierarrchi Process) merujuk pada prosedur penyelesaian Fuzzy AHP penentuan prioritas atribut suara pelanggan menurut Nepal (2010), dari Fuzzy AHP ini diketahui tingkat prioritas atribut konsumen dalam Cr. Langkah-langkah dalam metode AHP sebagai berikut :

TIDAK

Desain Produk Unggulan (Metode QFD)

Identifikasi Preferensi Konsumen (Metode Fuzzy

AHP)

Identifikasi Karakteristik Teknis

Analisa Hubungan

Seleksi Keinginan Konsumen

(Seleksi Preferensi konsumen) Mulai

Penentuan Bobot Preferensi : Metode fuzzy-AHP

Satisfy?

Selesai TIDAK

YA

(38)

1. Menyusun masalah dengan model yang menunjukkan kunci elemen dan hubungannya.

2. Membandingkan setiap elemen dengan penilaian yang menggambarkan pengetahuan, perasaan, dan emosi.

3. Mewakilkan semua penilaian dalam bentuk angka

4. Menggunakana angka-angka tersebut untuk menghitung prioritas elemen dalam hirarki.

Penentuan Korelasi Technical Requirements (Tr) dan Customer Requirements

(Cr) dalam House of Quality

Matriks hubungan kebutuhan konsumen dengan karakteristik teknis dimaksudkan untuk mengetahui hubungan keeratan masing-masing karakteristik teknis dalam memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen.

Pemberian nilai hubungan pada penelitian ini didasarkan atas data kualitatif yang diperoleh dengan cara wawancara, melakukan observasi, serta pendapat dari peneliti dan produsen minyak goreng kemasan dalam tim QFD. Penggunaan matriks House Of Quality (HOQ) dalam penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Pembuatan Daftar Persyaratan Pelanggan (What)

Pada penyusunan matriks HOQ langkah pertama dimulai dari penyusunan persyaratan pelanggan. Untuk mengetahui persyaratan pelanggan terhadap sebuah produk dimulai dengan membuat daftar tujuan. Daftar ini sering disebut sebagai APA yang dibutuhkan oleh pelanggan terhadap sebuah produk. Daftar persyaratan pelanggan terdiri dari dua yaitu persyaratan pelanggan primer dan persyaratan pelanggan sekunder. Pada langkah ini digunakan kuisioner yang harus diisi oleh responden (konsumen). Hasil dari kuisioner ini adalah daftar persyaratan pelanggan. Kriteria yang digunakan adalah : kemasan (jenis kemasan), volume (volume produk), kesehatan (kandungan vitamin), safety (kandungan mikroba dan kandungan kimia) dan harga. Persyaratan pelanggan menyusun bagan sebelah kiri.

2. Pembuatan Daftar Persyaratan Teknik (How)

Tujuan pembuatan HOQ adalah mendesain atau mengubah desain sebuah produk agar memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Tim QFD harus menyusun karakteristik teknik yang mempengaruhi satu atau lebih persyaratan pelanggan. Persyaratan teknik menempati bagian atap rumah dari matriks House of Quality.

3. Pengembangan Matriks Hubungan Antara Persyaratan Pelanggan dan Persyaratan Teknik

(39)

Pada penyusunan matriks hubungan digunakan simbol untuk menyatakan derajat hubungan antara persyaratan pelanggan dan persyaratan teknik. Contoh simbol yang digunakan :

= Sebuah lingkaran penuh menunjukkan hubungan yang kuat, bernilai 9

= Sebuah lingkaran kosong menunjukan sebuah hubungan medium, bernilai 3

= Sebuah segitiga menunjukkan sebuah hubungan yang lemah bernilai 1.

Kotak dibiarkan kosong menunjukkan tidak ada hubungan yang terjadi. Matriks hubungan antara persyaratan pelanggan dan persyaratan teknik dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Pelanggan dan Teknik 4. Pengembangan Matriks Hubungan Antar Persyaratan Teknik.

Matriks hubungan antar persyaratan teknik digunakan untuk mengidentifikasi persyaratan teknik mana saja yang saling mendukung dan saling bertentangan satu sama lain. Untuk menunjukkan kekuatan hubungan yang terjadi antar persyaratan teknik digunakan simbol sebagai berikut :

++ = Hubungan positif kuat, bernilai (+9) + = Hubungan positif lemah, bernilai (+3) -- = Hubungan negatif lemah, bernilai (-3) - = Hubungan negatif kuat, bernilai (-9)

Kotak dibiarkan kosong bila tidak ada hubungan, bernilai 0. Matriks hubungan antar persyaratan teknik dapat dilihat pada Gambar 7.

5. Penilaian Kompetitif

(40)

kompetitif teknik. Penilaian kompetitif pelanggan membuat sebuah blok kolom berhubungan dengan setiap persyaratan pelanggan dalam HOQ di sisi kanan dari matriks hubungan. Sedangkan penilaian kompetitif teknik membuat sebuah blok baris hubungan dengan setiap persyaratan teknik dalam HOQ di bawah matriks hubungan.

Gambar 7. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik 6. Pengembangan Prioritas Persyaratan Pelanggan

Prioritas persyaratan pelanggan membuat sebuah blok kolom berhubungan dengan setiap persyaratan pelanggan dalam HOQ di sisi kanan penilaian kompetititf pelanggan. Prioritas persyaratan pelanggan ini terdiri dari kolom untuk kepentingan bagi pelanggan, nilai sasaran, faktor skala kenaikan, poin penjualan dan bobot absolut. Rating kepentingan berguna untuk memprioritaskan usaha dan membuat keputusan trade-off.

7. Pengembangan Prioritas Persyaratan Teknik

Persyaratn teknik membuat blok baris berhubungan untuk setiap persyaratan teknik dalam HOQ di bawah penilaian kompetitif teknik. Prioritas persyaratan teknik terdiri dari derajat kesulitan teknik, nilai sasaran serta bobot absolut dan relatif.

(41)

Gambar 8. Diagram alir pembuatan HOQ Pembuatan Daftar Persyaratan teknik (How) Pembuatan Daftar Persyaratan Pelanggan (What)

Pengembangan Matriks Hubungan Antar Persyaratan teknis

Pengembangan Matriks Hubungan Antar Persyaratan Teknik.

Penilaian Kompetitif

Pengembangan Prioritas Persyaratan Pelanggan

(42)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dan Interpretasi Hasil Secara Umum

Analisis sistem produksi minyak goreng dalam kemasan sederhana berperan dalam menghasilkan sistem produksi minyak goreng kemasan sederhana terbaik dan dihasilhkan dari analisis harapan konsumen dalam voice of consumer terhadap parameter-parameter yang menjadi ketentuan dalam SNI 7709 tahun 2012. Ketentuan dalam SNI ini menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia yang akan diresmikan oleh WHO (World Health Organization) dan menjadi SNI wajib bagi minyak goreng yang beredar di Indonesia. Proses analisis dilakukan melalui integrasi metode Quality Function Deployment (QFD) dengan fuzzy AHP. Dalam QFD dilakukan pemetaan faktor-faktor Customer Requirements (Cr) terhadap Technical Requirements (Tr) dalam rumah kualitas. Cr dan Tr ditentukan dari hasil analisis persepsi konsumen, pakar, dan produsen sebagai pelaku industri dalam kuesioner, wawancara dan observasi lapang.

Data Teknis Produk Minyak Goreng Kemasan Sederhana

Ketentuan SNI 7709 tahun 2012 tentang spesifikasi minyak goreng kemasan sederhana dilihat dari Tabel 5 :

Tabel 5. Syarat mutu minyak goreng sawit

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna (lovibond 5,25” cell)

Merah/kuning Maks. 5,0/50 2 Kadar air dan bahan

6 Minyak Pelikan Negatif

(43)

Data Karakteristik Kebutuhan Konsumen (Cr)

Kebutuhan dan keinginan konsumen merupakan langkah pertama yang paling penting dalam metode Quality Function Deployment (QFD). Pada penelitian ini kebutuhan dan keinginan pelanggan ditunjukkan pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Voice of consumer

No Atribut Primer Atribut Sekunder

1 Harga produk

Harga produk tidak jauh lebih mahal dari minyak goreng curah

Terjangkau untuk seluruh segmen pasar

2 Kualitas produk yang baik

Kuning jernih Tidak berasa Tidak berbau

Proses pembuatan yang higenis

Semua tahapan proses produksi minyak goreng dilalui sesuai dengan standar

Ditambahkan vitamin A

3 Tersedia dalam berbagai ukuran

Mencantumkan ingredient, produsen dan masa kadar luarsa

Data Karakteristik Teknis (Tr)

Dari kebutuhan dan keinginan konsumen kemudian diterjemahkan ke dalam karakteristik teknis. Jika customer requirements mewakili suara pelanggan maka technical requirements mewakili suara perusahaan atau pengembang (voice of developer). Design Requirement/Dr merupakan persyaratan teknis proses yang dimiliki oleh perusahaan produsen minyak goreng. Penentuan parameter pada Dr dilakukan melalui wawancara pakar sebanyak 12 pakar dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Dirjen Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan, Kementrian Perdagangan, Dirjen Bahan Pokok dan Strategis Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Dosen Ilmu Pangan IPB, dan beberapa produsen minyak goreng yaitu : PT Salim Ivomas Pratama, PT Astra Agro Lestari, dan PT Wilmar Group.

(44)

Tabel 7. Karakteristik teknis minyak goreng kemasan sederhana

No Aspek Teknis Karakteristik Teknis

1 Sumber Daya Manusia

Pengetahuan Kemampuan Perilaku

2 Peralatan dan Mesin

Teknologi Pengolahan

Mesin Fraksinasi Dengan Cooling System untuk meningkatkan hasil produksi

Fraksinasi dengan nilai IV (Iodine Value) 55-62 IV tinggi dengan menggunakan cooling system Sarana dan Prasarana yang mendukung proses produksi

3 Metode (SOP,

Schedule, Assurance)

Penerapan Standard Operational Procedure (SOP) yang menjamin keseragaman proses

Penentuan Waktu yang tepat pada proses refinering

Manajemen mutu (brand) Penjadwalan produksi

Penggunaan suhu yang tepat pada proses fraksinasi

Inovasi pada proses refinaring minyak goreng kemasan sederhana

Inovasi Penggunaan Potensial Permukaan pada proses fraksinasi untuk menghemat energi

Sistem pelabelan atau penomoran kemasan Fortifikasi Vitamin A

4 Material Bahan baku Minyak Ketersediaan Vitamin A Hasil Uji Validasi

Uji validasi pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 20. Atribut penelitian dinyatakan valid apabila r hitung ≥ r tabel tetapi jika sebaliknya maka dinyatakan tidak valid. Pengujian validitas dilakukan dengan taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5 % dan derajat kebebasannya db = n-2. Hasil uji validitas terhadap atribut kuesioner yang sudah disusun dapat dilihat pada Tabel 8.

Atribut pada Tabel 8 digunakan untuk merancang kuesioner pada penelitian (Lampiran 7). Penyebaran kuesioner dilakukan di Pulau Jawa terdiri dari 6 provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.

(45)

sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi dengan jumlah tidak terhingga. Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan merupakan perkiraan yang relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasi. Menurut Roscoe (1975) dalam Sekaran (2006) terdapat acuan umum untuk menentukan ukuran sampel. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat. Dalam penelitian ini total responden voice of consumer adal 370 responden dengan variasi tingkat usia dan jenis kelamin.

Tabel 8. Hasil uji validasi

N = 70, df = 68, α = 5%

NO ATRIBUT r Hitung r Tabel Kesimpulan

1 Kuning jernih 0,427 0,235 Valid

2 Tidak berasa 0,389 0,235 Valid

3 Tidak berbau 0,301 0,235 Valid

4 Proses pembuatan yang higienis 0,365 0,235 Valid 5 Semua tahapan proses produksi

minyak goreng dilalui sesuai dengan standar

0,558 0,235 Valid

6 Ditambahkan vitamin A 0,432 0,235 Valid 7 Tersedia di warung kecil maupun

besar

0,664 0,235 Valid 8 Jalur distribusi sampai ke penjuru

kota/pasar tradisional

0,664 0,235 Valid 9 Harga produk tidah jauh lebih

mahal dari minyak goreng curah

0,678 0,455

0,235 Valid 10 Terjangkau untuk seluruh segmen

pasar

0,537 0,235 Valid 11 Diskon untuk pembelian dalam

jumlah besar

0,412 0,235 Valid

12 Kokoh 0,407 0,235 Valid

13 Ramah lingkungan 0,686 0,235 Valid

14 Kenyamanan Penggunaan 0,540 0,235 Valid 15 Tersedia dalam berbagai ukuran 0,561 0,235 Valid

16 Mencantumkan ingredient,

produsen dan masa kadar luarsa

0,251 0,235 Valid 17 pendapat masyarakat mengenai

konversi minyak goreng curah ke kemasan sederhana

0,695 0,235 Valid

Gambar

Gambar 3.  House of Quality (Liu, 2009)
Gambar 5.  Kerangka penelitian analisis sistem produksi minyak goreng
Gambar 6. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Pelanggan dan Teknik
Gambar 7. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerimaan dan preferensi rumah tangga dan jasa boga terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi karoten dari

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keyakinan konsumen terhadap atribut warna pada Produk Minyak Goreng Curah untuk pertanyaan 6 dan 7 adalah cukup

Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Pembelian Minyak Goreng Curah Dan Kemasan Di Pasar

Tahap pertama dari penelitian adalah memperoleh data voice of customer berupa atribut kebutuhan pelanggan akan kemasan Ayam Geprek Beringas, yang didapatkan melalui wawancara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Kepuasan Pelanggan, Preferensi Merek Terhadap Pembelian Ulang Pada Minyak Goreng Filma. Metode pengambilan sampel

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keyakinan konsumen terhadap atribut warna pada Produk Minyak Goreng Curah untuk pertanyaan 6 dan 7 adalah cukup