• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis System of Fisheries Sustainability at The Regional Marine Protected Area (KKLD) Olele and Surrounding Waters, Bone Bolango Regency of Gorontalo Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis System of Fisheries Sustainability at The Regional Marine Protected Area (KKLD) Olele and Surrounding Waters, Bone Bolango Regency of Gorontalo Province"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBERLANJUTAN SISTEM PERIKANAN DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) OLELE

DAN PERAIRAN SEKITARNYA KABUPATEN BONE

BOLANGO PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD SAYUTI DJAU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Mohamad Sayuti Djau

(4)
(5)

ABSTRACT

MOHAMAD SAYUTI DJAU

,

Analysis System of Fisheries Sustainability at The

Regional Marine Protected Area (KKLD) Olele and Surrounding Waters, Bone Bolango Regency of Gorontalo Province. Under direction of LUKY ADRIANTO and AGUSTINUS M SAMOSIR.

The Olele marine protected area can be categorized as an area which needs to be managed properly in order to maintain the sustainability of its available resources, especially fisheries resources. Evaluation of sustainability in the region using the emergy synthesis, ecological footprint approach to fisheries and human appropriation of net primary production (HANPP). The aimed of this research were to analysed the sustainability of space for metabolism of social ecological fishery utilization, utilization of fisheries net primary productivity and efficiency, and the process input-output energy in fish production and economic sustainability. Emergy resulted sustainability index (ESI) at 7.48 sej/yr which means that economic growth in this area is fairly well preserved or developing economy, and do not have a significant environment impact due fishing activity. The sustainability of space for the metabolism of ecological social fishery system

in this area is still at 1.96 km2/capita or undershoot conditions. The low value of

HANPP at 1.79E109 kJ indicates that fishers dominance for the fishery production

activities have not been maximal with great efficiency. Implementation of management strategies about "what" to be performed and management tactics that relate to "how" it's done is considered the most efficient for sustainable fisheries.

(6)
(7)

RINGKASAN

MOHAMAD SAYUTI DJAU

,

Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO and AGUSTINUS M SAMOSIR.

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan perairan sekitarnya dapat dikategorikan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan baik sebagai upaya untuk mempertahankan keberlanjutan sumberdaya yang dimilikinya, khususnya perikanan. Evaluasi keberlanjutan di kawasan ini menggunakan

pendekatan sintesis emergy, ecological footprint perikanan dan human

appropriation of net primary production (HANPP). Ketiga pendekatan analisis ini masing-masing untuk melihat proses input-output energi dalam produksi perikanan, dampak terhadap lingkungan, keberlanjutan ekonomi, melihat keberlanjutan metabolisme pemanfaatan ruang sosial ekologi perikanan dan mengetahui pemanfaatan produktivitas primer bersih perikanan serta efisiensinya.

Hasil sintesis emergy menunjukkan nilai indeks keberlanjutan emergy (ESI) sebesar 7.48 sej/yr ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah ini cukup lestari dan dianggap baik atau kondisi ekonomi daerah ini sedang berkembang serta tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan akibat aktivitas penangkapan. Keberlanjutan ruang untuk metabolisme sistem sosisal ekologi perikanan di kawasan ini adalah sebesar 1.96 km2/kapita atau

masih dalam kondisi undershoot. HANPP yang rendah yaitu 1.79E109 kJ

menunjukkan bahwa dominasi nelayan terhadap kegiatan produksi perikanan belum maksimal walaupun dengan efisiensi yang besar.

Secara umum permasalahan mendasar yang dihadapi dalam

pengembangan usaha perikanan tangkap nelayan di KKLD Olele bersumber dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, produktivitas, efisiensi usaha, pengawasan, pengendalian sumberdaya ikan, pemodalan, prasarana, sarana, mutu, nilai hasil tangkapan, pemasaran dan kelembagaan nelayan. Penerapan strategi pengelolaan tentang "apa" yang akan dilakukan dan taktik pengelolaan yang behubungan dengan "bagaimana" itu dilakukan adalah dianggap paling efisien untuk perikanan berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian diatas untuk memberikan manfaat bagi keberlanjutan perikanan di KKLD Olele dan sekitarnya bagi keberlanjutan perikanan tangkap, maka perlu disarankan bahwa setiap kebijakan dan strategi pengembangan perikanan di KKLD hendaknya melibatkan

seluruh stakeholders khususnya masyarakat nelayan mengingat kawasan ini juga

dijadikan sebagai objek wisata bawah laut serta perlu adanya evaluasi dan monitoring secara kontinyu terhadap efektifitas dan efisiensi KKLD Olele khusus terkait dengan pengembangan perikanan.

Keywords : Keberlanjutan perikanan, sintesis emergy, ecological footprint

(8)
(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepetingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

ANALISIS KEBERLANJUTAN SISTEM PERIKANAN DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) OLELE

DAN PERAIRAN SEKITARNYA KABUPATEN BONE

BOLANGO PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD SAYUTI DJAU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian : Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.

Nama : Mohamad Sayuti Djau

NRP : C252090091

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto, M. Sc Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Dengan sepenuh hati yang meliputi pengertian syukur dan puji, rasanya tidak ada kata yang paling pantas penulis persembahkan mengawali karya ilmiah ini, selain ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT. Atas sifat Rahman dan Rahim-Nya, penulis merasakan begitu banyak nikmat yang telah dicurahkan diantaranya adalah nikmat kemampuan berfikir dan berbahasa. Dan dengan

nikmat itulah penulisan tesis dengan judul ”Analisis Keberlanjutan Sistem Perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan Perairan

Sekitarnya, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo” ini dapat diselesaikan.

Karya ilmiah yang merupakan bagian dalam bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan ini, bermaksud memberikan informasi mengenai sejauh mana keberlanjutan sistem perikanan di kawasan konservasi laut Olele dan perairan di sekitarnya. KKLD Olele dan perairan sekitarnya merupakan salah satu wilayah yang potensial khususnya untuk pemanfaatan sumberdaya ikan yang dimiliki Kabupaten Bone Bolango, terletak di pesisir selatan Provinsi Gorontalo. Dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya usaha perikanan tangkap permasalahan yang terjadi adalah tingkat pemanfaatanya telah melebihi potensi lestarinya sehingga terjadi fenomena tangkap lebih. Hal ini yang menjadi dasar keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana keberlanjutan sistem perikanan tangkap di KKLD dan perairan sekitarnya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan kedepannya menjadi arahan kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari di KKLD Olele dan perairan sekitarnya.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi SPL atas

segala arahannya.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc, Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku komisi

pembimbing atas semua arahan, bimbingan serta saran yang diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat dirampungkan.

3. Seluruh staf pengajar SPL yang telah dengan tulus dan penuh kesabaran telah

membagi, menularkan dan mentransfer ilmunya.

4. Seluruh staf pegawai Pak Zainal, Pak Dindin dan yang lainnya yang telah

memberikan pelayanan administrasi secara prima.

5. Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program COREMAP II yang

telah memberikan beasiswa dalam penyelesaian penulisan tesis.

6. Orang-orang yang penulis cintai, (alm) Bapak Dantje Djau, bapak penulis;

Ibu Sartje Mustapa ibunda penulis, Sri Endang Djau, SE dan Ramli Ondang Djau, SIP, kakak penulis atas semua doa, biaya studi dan nasehat serta bimbingan selama pendidikan dan dalam menjalani kehidupan ini. Penulis menyadari bahwa apa yang telah mereka berikan tak akan pernah terbalaskan.

7. Pa Daru, Om-om dan tanteku yang telah memberi motivasi, perhatian dan doa

terhadap studiku.

8. Teman-teman SPL S2 dan S3, James, Akbar, Mas Suryo, Mas Puji, Pak

(16)

vi

kawan-kawan yang tidak sempat disebut satu persatu terima kasih atas persahabatan, motivasi semangatnya dalam merajut sukses bersama.

9. Kepada “seseorang” untuk kisah dan cerita spesialnya yang tak pernah terungkap yang menjadi inspirasi.

10. Teman-teman kosan bata merah Santo, Yaser, Teguh, Abdul, Daus, Uni,

Mila, Wardah, Mira, Ayu, yang menjadi teman cerita disaat on line bersama.

11. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, bantuan dan andil selama

kegiatan selama belajar di pascasarjana IPB yang tidak disebut satu persatu yang berada di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Bogor, Mei 2012 Penulis

(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo, Provinsi Gorontalo tanggal 08 November 1982 dari pasangan Bapak Dantje Djau (alm) dan Ibunda Sartje Mustapa. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus SMA dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sam Ratulangi melalui jalur ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN). Penulis memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado, dan lulus pada tahun 2005. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif berbagai organisasi antara lain HMI Komisariat Perikanan 2002-2003, pegurus Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKMM) Cabang Manado 2003-2004, Ketua Umum lembaga dakwah kampus Badan Tadzkir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2003-2004 dan aktif dibeberapa kelompok diskusi.

Selesai pendidikan sarjana, penulis bekerja di LSM Lingkungan di Jakarta dan pernah aktif pada organisasi Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis aktif dalam kegiatan penyelaman, dan menjadi Sekrtaris Pengurus Provinsi Persatuan Organisasi Selam Seluruh Indonesia (PENGPROV-POSSI) Gorontalo pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis bekerja sebagai tenaga pendamping teknis bidang penangkapan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo dan menjadi dosen luar biasa pada Universitas Gorontalo.

Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program magister, penulis aktif mengikuti seminar nasional maupun internasional. Tahun 2010 penulis berkesempatan mengikuti seminar dengan tema

(18)
(19)

ix

2.3. Analisis Keberlanjutan ... 13

2.3.1. Analisis Sintesis Emergy... 13

2.3.1.1. Energi dan Hirarki Emergy ... 13

2.3.1.2. Definisi Emergy ... 14

2.3.1.3. Simbol Sistem Energi dan Sistem Diagram Emergy ... 16

2.3.2. Analisis Jejak Ekologis (Ecological Footprint Analysis) ... 17

2.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) 18 2.4. Perbandingan antara EFA, HANPP dan Analisis EMERGY ... 20

2.5. Energi Untuk Kegiatan Perikanan ... 21

2.6. Keberlanjutan Pembangunan Perikanan ... 22

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) 34 3.4. Batasan Sistem ... 35

4. KONDISI SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN ... 37

4.1. Kondisi Iklim ... 37

4.2. Kondisi Hidro-Oseanografi ... 38

4.3. Sistem Ekologi ... 40

4.3.1. Karakteristik Ekosistem ... 40

4.3.2. Karakteristik Perikanan Tangkap ... 41

4.3.3. Karakteristik Kawasan Konservasi Laut ... 42

4.4. Sistem Sosial ... 44

4.4.1. JumlahPenduduk ... 44

(20)

x

4.4.3. Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan ... 45

4.4.4. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan... 46

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Produksi Perikanan ... 47

5.2. Analisis Keberlanjutan Perikanan ... 48

5.2.1. Analisis Sintesis Emergy ... 48

5.2.1.1. Sumberdaya Terbarukan (renewable resources) (R) ... 49

5.2.1.2. Sumberdaya yang dibeli (purchased resources) (P)... 50

5.2.1.3. Tenaga Kerja (Labor) (S) ... 51

5.2.1.4. Produksi (J) ... 52

5.2.1.5. Indeks Emergy ... 52

5.2.1.6. Rasio Hasil Emergy (Environmental Yield Ratio/EYR) . 52 5.2.1.7. Rasio Beban Lingkungan (Environmental Loading Ratio/ELR) ... 53

5.2.1.8. Indeks Keberlanjutan Emergy (emergy sustainability index/ESI) ... 54

5.2.2. Analisis Ecological Footprint Perikanan ... 55

5.2.3. Analisis Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) ... 59

5.3. Model Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan di KKLD Olele ... 62

5.4. Pembahasan Umum ... 65

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68

(21)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan perikanan di Desa Olele ... 5

2. Diagram konseptual dari pembangunan daerah di pesisir tropis sebagai bagian dari interaksi darat dan lautan di zona pesisir (Crossland et al. 2005 dikutip oleh Dennison 2008) ... 8

3. Model sistem perikanan (Garcia et al. 1999 dimodifikasi oleh Bergofer et al. 2008) ... 12

4. Simbol Aliran Energi. ... 16

5. Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl 2007). ... 19

6. Bentuk segitiga pembangunan perikanan berkelanjutan (Charles 2001). . 23

7. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan (R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar sistem (F) (Haden 2002; Brown and Ulgiati 2004a.b, Wang 2006) ... 29

8. Morfologi dasar laut Olele (Sumber: PPPGL, 2004) ... 43

9. Lokasi penelitian Di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo ... 27

10. Sistem aliran emergy pada produksi perikanan di KKLD Olele. ... 49

11. Ecological footprint perikanan Desa Olele ... 56

12. HANPP Perikanan Lokal dan Regional ... 61

(22)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy ... 15

2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy. ... 20

3. Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian ... 28

4. Contoh tabel evaluasi emergy (Brown dan Ulgiati 2004a) ... 31

5. Tropik level berbagai kelompok spesies ikan di perairan pesisir Kabupaten Bone Bolango ... 33

6. Kondisi klimatologi Provinsi Gorontalo ... 38

7. Jumlah kapal/perahu dan alat penangkapan ikan Kecamatan Kabila Bone Tahun 2010. ... 42

8. Klasifikasi penduduk Desa Olele menurut umur Tahun 2010. ... 44

9. Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk ... 45

10. Jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan ... 45

11. Produksi perikanan laut di Desa Olele dan Kecamatan Kabila Bone Tahun 2007-2010. ... 47

12. Produksi Ikan Desa Olele Tahun 2007-2010 ... 48

13. Evaluasi sintesis emergy produksi perikanan di KKLD Olele. ... 51

14. Indeks emergy dari produksi perikanan di KKLD Olele. ... 52

15. Kebutuhan ruang ekologis sistem akuatik lokal dan regional. ... 57

16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis untuk perikanan antara Desa Olele dengan daerah lain. ... 58

17. Perhitungan exosomatic energy lokal dan regional ... 60

(23)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Produksi Ikan Kecamatan Kabila Bone ... 77

2. Ecological footprint perikanan dari sistem perairan Desa Olele dan

Kecamatan Kabila Bone ... 78

3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP) Desa

Olele dan Kecamatan Bone Bolango ... 82

(24)
(25)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem perikanan merupakan sistem kompleks yang saling berinteraksi,

karena itu diperlukan informasi berhubungan dengan semua proses dan

pemahaman tentang struktur dan fungsi sistem. Pada dasarnya sistem perikanan

berkaitan erat dengan fungsi ekologi, ekonomi, sosial. Selain itu dalam hal

menyangkut implementasi dari sistem ini diperlukan sejumlah legislasi baik lokal,

nasional dan bentuk-bentuk perjanjian untuk pemanfaatan yang berkelanjutan dan

konservasi laut. Keberlanjutan sistem perikanan di kawasan konservasi laut

menarik untuk dikaji mengingat di kawasan konservasi terdapat zona

pemanfaatan, seperti halnya yang terdapat di kawasan konservasi laut daerah di

Desa Olele.

Kawasan konservasi laut daerah (KKLD) Olele adalah kawasan yang

ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Bone Bolango No. 13 Tahun 2006 dan

merupakan sistem yang sudah dikelola dengan baik, dalam mempertahankan

keberlanjutan sumberdaya yang dimilikinya, terutama sumberdaya terumbu

karang dan perikanan. Namun pertambahan penduduk, perluasan pemukiman,

kegiatan wisata alam bawah laut dan kegiatan perikanan pada kawasan ini

langsung atau tidak langsung menyebabkan kawasan ini mendapat tekanan

ekologis. Pengembangan KKLD Olele mengadopsi dasar dari pengelolaan

wilayah pesisir secara terpadu, yang berisi landasan untuk penyusunan

perencanaan yang lebih rinci, seperti rencana zonasi (rencana tata-ruang pesisir),

rencana pengelolaan suatu kawasan dan rencana-rencana aksi lintas lembaga

untuk pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan di wilayah pesisir. Kawasan ini

merupakan kawasan konservasi yang tergolong baru dan pengelolaannya masih

menghadapi banyak tantangan terutama dalam pemanfaatannya baik itu untuk

kegiatan penangkapan ikan maupun pemanfaatan untuk area wisata. Sehingga

untuk keperluan pengembangannya, diperlukan manajemen yang baik.

Manajemen yang baik memerlukan data dan informasi tentang potensi

sumberdaya terumbu karang dan lebih khusus kegiatan perikanan tangkap, serta

(26)

khususnya bagi pengembangan perikanan secara berkelanjutan. Keberlanjutan

dalam konteks pembangunan perikanan adalah kunci yang diharapkan dapat

memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri.

Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya dapat pulih, namun jika

dalam pemanfaatnnya tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif

terhadap keberlanjutan pembangunan perikanan itu sendiri. Dalam prakteknya

pengelolaan di KKLD Olele masih menghadapi banyak tantangan terutama dalam

pemanfaatannya baik itu untuk kegiatan penangkapan ikan maupun pemanfaatan

untuk area wisata.

1.2. Perumusan Masalah

Penetapan kawasan lindung haruslah diartikan sebagai salah satu upaya

untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan.

Pemanfaatan berkelanjutan terhadap sumberdaya pesisir mensyaratkan bahwa

sebagian wilayah tersebut dipertahankan kondisinya sealamiah mungkin.

Penetapan kawasan lindung dimaksudkan untuk mengamankan habitat kritis

untuk produksi ikan, melestarikan sumberdaya genetis, menjaga keindahan alam

dan wisata alam. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan berkelanjutan mengharuskan

adanya pemanfaatan yang bijaksana dan pengelolaaannya yang berhati-hati

(konservasi) terhadap sumberdaya dan ekosistemnya, sehingga pemanfaatan saat

ini tidak mengurangi baik langsung maupun tidak langsung kesempatan

pemanfaatan oleh masyarakat penguna generasi mendatang.

Perspektif umum tentang pertumbuhan ekonomi mengatakan bahwa kualitas

lingkungan yang baik berkorelasi dengan peningkatan pendapatan masyarakat

yang bersentuhan secara langsung dengan lingkungan tersebut. Untuk mengukur

kualitas lingkungan dan sumberdaya yang berada didalamya dapat ditempuh

dengan melihat sistem ekologi berupa daya dukung kawasan konservasi beserta

ekosistem pesisir dan lautan yang berada didalamnya. Rusaknya sumber daya

pesisir dan laut berdampak kepada menurunnya fungsi ekosistem dan akibatnya

berdampak pada masyarakat setempat yang banyak menggantungkan hidupnya

dari keberadaaan sumberdaya pesisir dan laut. Setidaknya akan mengalami

(27)

3

lainnya. Sektor ekonomi perikanan dan pariwisata bahari mampu memberikan

manfaat ekonomi lain yang kurang diperoleh dari sektor pertambangan dan energi

yaitu selain menciptakan pertumbuhan, pada saat yang sama dapat mendorong

pemerataan secara lebih adil. Demikian juga halnya dengan sektor transportasi

laut, bangunan kelautan, industri maritim dan jasa-jasa kelautan lainnya belum

berkembang secara optimal bahkan tertinggal jauh.

Penetapan kawasan konservasi laut daerah secara langsung atau tidak

langsung membatasi ruang gerak nelayan tradisional yang selama ini

memanfaatkan sumberdaya yang berada di kawasan ini yang akan berdampak

pada aspek sosial ekonomi masyarakat setempat. Penetapan kawasan lindung

seharusnya memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat

setempat agar pengelolaan wilayah atau kawasan dapat berjalan dengan konsep

pembangunan berkelanjutan. Mengingat nelayan KKLD sangat bergantung pada

sumberdaya pesisir khususnya ikan, maka dianggap perlu untuk melihat sejauh

mana kondisi keberlanjutan sistem perikanan di kawasan ini.

Dari uraian diatas, beberapa hal yang merupakan masalah yang dapat

diidentifikasi di KKLD Desa Olele diantaranya adalah :

a) Belum jelasnya keberlanjutan sistem perikanan dari perspektif pemanfaatan

energi, dampak terhadap lingkungan dan perkembangan perekonomian di

kawasan ini secara efektif

b) Belum jelasnya keberlanjutan interaksi sifat ekologis perairan terhadap

pemanfaatan sumberdaya perikanan serta berapa besar daya dukung kegiatan

perikanan tangkap di KKLD Olele.

c) Belum adanya skenario yang lestari dalam pengelolaan yang dapat

diaplikasikan dalam upaya pemanfaatan perikanan yang efektif dan

berkelanjutan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sistem perikanan yang ada di KKLD Olele dan perairan

(28)

2. Mengevaluasi keberlanjutan emergy, daya dukung ekologis dan metabolisme

sosial ekologi perikanan perikanan di KKLD Olele dan perairan sekitarnya.

3. Menyusun rekomendasi model pengelolaan KKLD dan perairan sekitarnya

berdasarkan input yang didapat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat mendiagnosa kondisi ekologi, ekonomi,

sosial, budaya dan lingkungan, untuk menyorot kekuatan dan kelemahan

objektif yang ada di kawasan Taman Laut Olele.

2. Sebagai bahan informasi bagi badan instansi pengelola baik pemerintah

ataupun swasta dalam rangka pengelolaan kawasan yang berkelanjutan

1.5. Kerangka Pemikiran

Perikanan merupakan bagian dari sektor kelautan yang mempunyai arti dan

memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi. Mengetahui seberapa

besar pemanfaatan sumberdaya perikanan di KKLD Olele merupakan hal penting

di kawasan ini. Pendekatan analisis yang dilakukan di kawasan ini diharapkan

dapat dijadikan dasar perencanaan pembangunan perikanan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan.

Suatu pendekatan analisis baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat

kuantitatif sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberlanjutan di

kawasan ini khususnya sistem perikanan. Pendekatan kualitatif terutama ditujukan

kepada rujukan-rujukan administratif yang mendukung atau mendasari

terbentuknya sistem pengaturan pemanfaatan KKLD beserta ruang lingkup

operasionalnya. Sedangkan pendekatan kuantitatif lebih ditujukan dengan

menggunakan beberapa parameter untuk mengukur keberlanjutan perikanan. Data

yang didapatkan dari penelitian nanti diharapkan bisa bermanfaat terhadap

nelayan setempat serta dapat dikomunikasikan serta mudah dimengerti oleh

nelayan setempat.

Mendeteksi manfaat sosial ekologi kawasan konservasi ini terhadap

komunitas nelayan maka perlu dilakukan analisis terhadap beberapa variabel

(29)

5

Beberapa variabel sosial dan ekologi masyarakat setempat dapat digunakan

sebagai indikator adanya manfaat kawasan lindung tersebut. Variabel-variabel

tersebut misalnya tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi,

pendidikan dan lain sebagainya. Secara sistematis kerangka dasar pemikiran

penelitian ini dijelaskan melalui Gambar 1, sedangkan untuk pelaksaanaaanya

akan dijelaskan pada Bab 3 Metodologi Penelitian.

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan perikanan di Desa Olele

Sistem Keberlanjutan Perikanan KKLD Olele

Sistem Sosial Penopang Sistem Perikanan Sistem Ekologi Penopang

Sistem Perikanan

Permasalahan:

- Belum jelasnya keberlanjutan sistem perikanan dari perspektif pemanfaatan energi

- Belum jelasnya kondisi metabolisme sosial ekologi pemanfaatan sumberdaya perikanan

- Belum adanya Pengelolaan yang efektif dan lestari

Analisis

Sintesis Emergy Ecological Footprint Analysis (EFA)

HANPP

Keberlanjutan Perikanan Sosial Ekologi

(30)
(31)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Wilayah Pesisir dan Laut

Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari

berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai

berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait (Masalu 2008). Perubahan

atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem

lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan

manusia langsung atau tidak langsung maupun proses-proses alamiah yang

terdapat diatas lahan maupun lautan. Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan

bahwa wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut

yang saling berinteraksi, ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan

sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas

administrasi kabupaten/kota.

Scura et al. (1992) yang dikutip oleh Cicin-Sain and Knecht (1998)

mengemukakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan daratan dan laut,

yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan

lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik

sebagai berikut :

1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang

lamun) yang dapat menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, meneral)

dan jasa (seperti bentuk perlindungan alam dari badai, arus pasang surut,

rekreasi) untuk masyarakat pesisir.

2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh

berbagai stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi sumberdaya.

3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat

menghasilkan GNP (gross national product) dari kegiatan seperti

pengembangan perkapalan, perminyakan dan gas, pariwisata dan pesisir dan

(32)
(33)

9

Wilayah pesisir merupakan kawasan dengan konsentarasi penduduk yang

paling padat dihuni oleh manusia serta tempat berlangsungnnya berbagai macam

kegiatan pembangunan (Dahuri 1998; Masalu 2008). Konsentrasi pembangunan

kehidupan manusia dan berbagai pembangunan di wilayah tersebut disebabkan

oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan

kawasan yang produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi

berbagai kegiatan serta wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek

pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk

Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga

menjadi rusak (Dahuri 1998).

Indonesia dengan mega biodiversitynya merupakan negara dengan potensi

wilayah pesisir yang besar; memiliki 75% jenis terumbu karang yang tersebar di

seluruh wilayah dengan luasanya mencapai 50.000 km2, atau hampir 25%

terumbu karang dunia; juga memiliki berbagai jenis mangrove dengan luasan

mencapai 4,5 juta Ha; padang lamun dengan luas diperkirakan 12 juta ha dan

sumberdaya lainnya (Dahuri 2003). Khususnya untuk SDI, Departemen Kelautan

Perikanan melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2008)

menjelaskan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

Indonesia telah mengalami overfishing dan dalam kondisi kritis, yang disebabkan

karena pengelolaaan SDI yang tidak ramah lingkungan yang menyebabkan stok

SDI tidak berkelanjutan. Sehingga terjadi penurunan produksi tersebut sangat

merugikan masyarakat dan memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali.

Dahuri (1998) mengemukakan bahwa dengan keanekaragamannya yang tinggi

dan intensitas pembangunan diwilayah pesisir, khususnya Indonesia telah

mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks baik berupa pencemaran,

over-eksploitasi sumberdaya alam dan pengikisan keanekaragaman hayati,

degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik pembangunan ruang dan

sumberdaya.

Pelestarian wilayah yang sangat rentan memerlukan suatu upaya

pengelolaan yang terpadu. Keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah

suatu pilihan yang tepat demi menjawab permasalahan di wilayah pesisir untuk

(34)

pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Menurut

Dahuri (1998) untuk kepentingan pengelolaan pembangunan sumberdaya wilayah

pesisir dan lautan secara berkelanjutan, ada lima karakteristik ekosistem pesisir

yang harus dipahami oleh para perencana dan pengelola yaitu; (1) bahwa

komponen hayati dan nirhayati dari suatu wilayah pesisir membentuk suatu sistem

alam (ekosistem) yang sangat kompleks, (2) dalam suatu kawasan pesisir biasanya

terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang

dapat dikembangkam untuk kepentingan pembangunan seperti tambak, perikanan

tangkap, pariwisata, pertambangan, industri dan pemukiman, (3) dalam suatu

kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat

(orang) yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference)

bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut,

pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya, (4)

baik secara ekologis maupun ekonomi, pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara

monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun

eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha, (5) kawasan pesisir umumnya

merupakan sumberdaya milik bersama (common property resource) yang

dimanfaatkan oleh semua orang (open access).

2.2. Sistem Perikanan

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang bersifat renewable atau

mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui diri. Sumberdaya ikan

pada umumnya dianggap bersifat open access dan common property yang artinya

pemanfaatan yang bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat

umum. Kegiatan perikanan secara umum merupakan semua kegiatan yang

berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan

lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan

pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dijelaskan bahwa perikanan tangkap

adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang

(35)

11

dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap binatang

atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau

tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan. Sedangkan pada perikanan

budidaya, komuditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok

yang melakukan budidaya tersebut. Sehubungan dengan itu pada tanggal 24

November 1993 FAO menetapkan Agreement to Promote Compliance with

International Conservation and Management Measure by Fishing Vessel on the High Seas (FAO Compliance Agreement 1993) yang bertujuan menetapkan

dasar-dasar praktek penangkapan ikan laut lepas (high seas) dan menerapkan

langkah-langkah konservasi sumberdaya hayati laut dengan meningkatkan peranan

organisasi perikanan multilateral.

Prinsip-prinsip umum dalam FAO Compliance Agreement 1995, yaitu:

(1) Laut lepas terbuka untuk semua negara atau laut lepas bukan merupakan suatu

wilayah kedaulatan negara manapun, sehingga setiap negara mempunyai

kebebasan untuk melakukan penangkapan ikan.

(2) Kewajiban setiap negara di laut lepas adalah menjaga kelestarian sumberdaya

ikan dengan cara melakukan kerja sama dengan negara-negara lain dalam

pelestarian sumberdaya ikan.

(3) Konservasi dan pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di laut lepas

harus berdasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan.

Aktivitas penangkapan ikan merupakan kegiatan penting di seluruh dunia.

kegiatan menghasilkan lebih dari 100 juta ton ikan dan produk perikanan setiap

tahun dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan

menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 200 juta orang. Lebih dari satu miliar

orang, terutama dimasyarakat miskin negara di dunia tergantung pada produk

perikanan untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk protein hewani. Memancing

juga memberikan kontribusi untuk kesejahteraan manusia dengan memenuhi

kebutuhan budaya dan menyediakan manfaat sosial seperti rekreasi (FAO 1999).

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan

pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi

sebagaian penduduk yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability

(36)
(37)

13

dicirikan oleh topografi, kualitas air dan cuaca lokal/iklim, (3) kompartemen

perikanan, dimana panen dan pengolahan kegiatan berlangsung, dengan karakter

teknologi yang kuat dan (4) kompartemen kelembagaan, terdiri dari hukum,

peraturan dan organisasi diperlukan untuk tata kelola perikanan. Manusia adalah

bagian dari komponen biotik ekosistem yang memanfaatkan sumber daya, jasa

dan penghidupan serta bagian dari komponen perikanan karena mereka yang

mengendalikan. Komponen-komponen ini berinteraksi dan dipengaruhi oleh: (i)

kegiatan tidak memancing; (ii) iklim global, (iii) ekosistem lainnya, biasanya

ekosistem yang saling berdekatan yang saling bertukar materi dan informasi, dan

(iv) lingkungan sosio-ekonomi yang tercermin di pasar, kebijakan yang relevan

dan nilai-nilai sosial (Garcia et al. 1999).

2.3. Analisis Keberlanjutan 2.3.1. Analisis Sintesis Emergy 2.3.1.1. Energi dan Hirarki Emergy

Emergy merupakan suatu ukuran dari tindakan hasil karya alam dan

masyarakat. Hasil karya alam dan masyarakat ini bila dilihat dari jumlah

transformasi energi merupakan aliran energi yang saling berhubungan. Semua

transformasi energi dari geobiosfer akan membentuk tingkatan energi (Brown and

Ulgiati 2004a). Komponen energi sangat penting untuk semua proses aktivitas di

alam semesta. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi datang dari

sinar matahari yang diterima oleh bumi, dimana sinar matahari dapat memanaskan

air, menghasilkan makanan tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan

angin, gelombang, batu bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semua proses

aktivitas memiliki komponen energi. Brown dan Ulgiati (2004a) menjelaskan juga

bahwa energi sinar matahari diperlukan untuk mengahasilkan bahan organik, lalu

energi bahan organik mengahasilkan bahan bakar, dan energi bahan bakar

digunakan untuk menghasilkan energi listrik dan sebagainya. Untuk

menyempurnakan hal ini, maka energi yang tersedia dari berbagai bentuk energi

(38)

2.3.1.2. Definisi Emergy

Emergy adalah energi yang tersedia dari suatu sistem yang digunakan

dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk

atau jasa (Odum 1996; Brown and Ulgiati 2004a). Analisis emergy adalah sebuah

teori yang dikembangkan oleh Howard Thomas Odum yang memperlajari tentang

fungsi sistem ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori ini menjelaskan

bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat diatur dengan

menggunakan energi secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang

besar (Odum 2000).

Selain itu emergi juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan

dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energi.

Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi sistem, baik sistem

ekologi dan sistem kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy

telah banyak digunakan untuk menganalisis sistem yang berbeda seperti

ekosistem, industri, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah

emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown and Ulgiati 2004a; Wang et al.

2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang

dihasilkan dari tiap unit emergy.

Ada tiga jenis utama dari unit emergy yaitu (Brown and Ulgiati 2004a): a)

Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefinisikan sebagai emergi per unit dari ketersediaan energi (exergy). Biasanya dinyatakan dengan

emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy yang didefinisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan

emergy surya per gram (sej/g). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan data

emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energi dibutuhkan untuk

konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat sesuai

dengan konsentrasinya. c) Emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya

dinyatakan dengan emjoules/$. Rata-rata emergy/rasio uang dalam emjoules/$

dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk ekonomi bruto

dari suatu negara atau bangsa. Dalam mendefinisikan konsep-konsep dan untuk

(39)

15

Odum (1996) telah mengembangkan sebuah nomenklatur emergy yang

mendefinisikan sebuah istilah, unit dan rasio seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy

ISTILAH DEFINISI SINGKATAN UNIT

Ektensif Properti

Emergy Jumlah energi yang tersedia dari satu jenis (biasanya solar) yang langsung atau tidak langsung diperlukan untuk menghasilkan aliran ouput tertentu atau penyimpanan energi atau materi.

Em seJ (solar equivalent

Joules)

Aliran Emergy Setiap aliran emergy terkait dengan pemasukan energi atau bahan ke sistem / proses.

Produk Emergy Bruto Jumlah emergy setiap tahun yang digunakan untuk menggerakkan ekonomi nasional atau regional.

GEP seJ*yr-1

Produk-Terkait dengan Intensif Properti

Transformity Investasi emergy yang dihasilkan per unit dari ketersediaan energi.

Tr seJ*J-1

Emergy Spesifik Investasi emergy yang dihasilkan per unit pada musim kemarau

SpEm seJ*g-1

Intesitas emergymata uang Investasi emergy yang dihasilkan per unit GDP yang dihasilkan disuatu daerah atau negara

EIC seJ*curency-1

Ruang- Terkait dengan Intensif Properti

Kepadatan Emergy Emergy disimpan dalam suatu volume bahan tertentu

EmD seJ*volume-1

Waktu-Terkait dengan Intensif Properti

Empower Aliran emergy (dilepas, digunakan) per satuan waktu

EmP seJ*time-1

Intensitas Empower Areal Empower (Emergy yang dilepas per satuan waktu dan daerah)

EmPI seJ*time-1*area-1

Kepadatan Empower Emergy yang dilepas oleh unit satuan volume (misalnya pembangkit listrik atau mesin)

EmPd seJ*time-1*volume-1

Indikator Kinerja Terpilih

Emergy Lepas (digunakan) Total emergy investasi dalam suatu proses (ukuran dari proses footprint)

U = N+R+F+S seJ

Perbandingan Hasil Emergy Jumlah emergy yang dilepas (habis) per unit emergy yang diinvestasikan

EYR = U / (F+S) -

Rasio Beban Lingkungan Jumlah yang tidak terbarukan dan impor emergy yang dilepas per unit sumberdaya terbarukan setempat

ELR = (N+F+S) / R -

Indeks Keberlanjutan Emergy

Hasil emergy per unit beban lingkungan ESI = EYR / ELR -

Renewability (pembaruan) Persenrase jumlah emergy yang dilepas (digunakan) yang terbarukan

%REN = R/U -

Rasio Investasi Emergy Investasi yang dibutuhkan untuk mengeksploitasi emergy satu unit sumberdaya lokal (terbarukan dan tidak terbarukan)

EIR = (F+S) / (R+N) -

(40)

2.3.1.3. Simbol Sistem Energi dan Sistem Diagram Emergy

Simbol bahasa dalam sistem energi mengambarkan aliran energi. Sistem

dalam energi adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energi

yang saling terhubung satu sama lain. Untuk memudahkan analisis, sistem energi

digambar dengan menggunakan simbol bahasa energi sistem ekologi untuk

memudahkan dalam menilai suatu sistem yang mewakili komponen

ekologi/energi, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi uang (Odum

and Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum and Odum 2000) (Gambar 5).

(41)

17

2.3.2. Analisis Jejak Ekologis (Ecological Footprint Analysis)

Kebutuhan manusia terhadap layanan ekosistem terus meningkat dan ada

indikasi bahwa permintaan ini melampaui kapasitas regeneratif lahan

bioproduktif. Analisis Jejak Ekologis (ecological footprint analysis/EFA)

merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk melihat perbandingan

pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari

dengan penggunaan lahan bioproduktif yang digunakan untuk menyokong

populasi yang dinyatakan dalam satuan hektar. Konsep jejak ekologis

diperkenalkan oleh Rees (1992) dan dikembangkan oleh Wackernagel dan Rees

(1996). Salah satu karakteristik dari metodology ini adalah istilah biocapacity atau

ketersediaan sumberdaya di alam yang mengukur produktifitas biologi di suatu

daerah. Produktifitas biologi rata-rata satu hektar luas permukaan bumi disebut

“hektar global” (gha) dan digunakan sebagai unit perbandingan umum. Bioproduktifitas adalah kemampuan bioma (misalnya; tanah yang subur, padang

rumput, hutan dan laut produktif) untuk memproduksi biomasa (Siche et al.

2008).

Ecological footprint mewakili kebutuhan kapital alam yang sangat diperlukan dari suatu populasi dalam artian luasan lahan yang produktif secara

ekologis. Luas lahan footprint tersebut bergantung pada besarnya populasi,

standar hidup material, pemanfaatan teknologi, dan produktivitas ekologis

(Wackernagel et al. 1999). Untuk sebagian besar wilayah yang telah maju (daerah

industri) sebagian lahan footprint ini melebihi yang tersedia di tempat (wialayah

lokal) tersebut. Hal ini berarti memerlukan bantuan kecukupan (appropriation)

dari daya dukung (carrying capacity) dunia (global). Ditekankan oleh

Wackernagel et al. (1999) ecological footprint tidak bisa tumpang tindih

(overlap), daya dukung lingkungan yang dialokasikasikan untuk kecukupan (appropriated) seseorang (atau satuan ekonomi) tidak bisa tersedia bagi orang

lain. Dengan demikian orang-orang berkompetisi (bersaing) untuk ecological

space. Perhitungan ecological footprint didasarkan pada dua fakta sederhana:

pertamaadalah bahwa semua sumberdaya yang dihabiskan (konsumsi) danlimbah

yang dihasilkan dapat ditelusuri; dan kedua, kebanyakan aliransumberdaya dan

(42)

yang diperlukan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi (produksidan penyerapan

limbah) tersebut. Dengan demikian ecological footprint menunjukkan seberapa

besar suatu populasi atau bangsa menggunakan ”alam”.

2.3.3. Human Appropriation of Net Primary Production (HANPP)

Kegiatan manusia dalam memanfaatkan jasa ekosistem selamanya

membawa dampak yang signifikan terhadap ekosistem itu sendiri. Pemanfaatan

sumberdaya alam dan lingkungan berdampak secara ekologis terhadap

keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga

kegiatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan pula. Dalam rangka lebih

memahami skala dan dampak potensial oleh aktivitas manusia pada ekosistem,

serta lebih menginformasikan kebijakan dalam pengambilan keputusan banyak

indikator telah dirancang, salah satunya dengan menghitung human appropriation

of net primary production (HANPP). HANPP merupakan pengunaan manusia dari produktivitas primer bersih yang dimanfaatkan dari pengunaan lahan ataupun

ekositem yang ada. Halbertet et al. (2007) mengemukan bahwa HANPP adalah

indikator parameter yang mencerminkan penggunaan beberapa wilayah dan

intensitas penggunaan lahan oleh manusia.

HANPP merupakan indikator yang komprehensif untuk mengukur dampak

penggunaan lahan oleh manusia pada ekosistem untuk mengitung: (a) manusia

dan perubahan yang terjadi dalam produktivitas biologis, dan (b) panen biomassa

(Haberl 2002b; Krausman et al. 2007; Kastner 2009). Mengukur besarnya

aktivitas manusia di daerah tertentu yang tersedia berkaitan dengan aliran energi

ekologi lebih tepat diukur dengan menggunakan HANPP (Krausman et al. 2007).

HANPP (Gambar 4) didefinisikan sebagai perbedaan antara aliran energi

produktivitas primer bersih (NPP) dari vegetasi potensial dan jumlah energi

(biomassa) yang tersisa dalam siklus ekologi setelah dikurangi dengan

(43)

19

Gambar 5. Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl 2007).

HANPP merupakan perbedaan antara jumlah NPP yang tersedia dalam

ekosistem dengan tidak adanya aktivitas manusia (NPP0) dan jumlah NPP yang

sebenarnya masih dalam ekosistem atau dalam ekosistem setelah dimanfaatkan

saat ini (NPPt). NPPt dapat dihitung dengan mengukur NPP vegetasi aktual

(NPPact) dan mengurangkan jumlah NPP yang di manfaatkan oleh manusia

(NPPh). HANPP kemudian didefinisikan sebagai NPP0-NPPt dimana

NPPt=NPPact-NPPh. Jika terjadi perubahan ekosistem ΔNPPLC (perbedaan antara

NPP0 dan NPPact), maka HANPP menjadi sama dengan NPPh+ΔNPPLC (Haberl

2007). Dari perspektif sosial, HANPP mengukur efek gabungan dari penggunaan

lahan yang disebabkan perubahan NPP (ΔNPPLC) dan panen biomassa (NPPh).

Dari segi ekologi, HANPP didefinisikan sebagai perbedaan dalam jumlah NPP

yang akan tersedia dialam dan tidak adanya campur tangan manusia (NPP0) dan

sebagian kecil dari NPP yang tersisa dalam ekosistem setelah panen manusia

dalam kondisisaat ini (NPPt). Perhatikan bahwa NPPact mungkin lebih besar dari

NPP0 akibat pengelolaan lahan intensif, seperti pemupukan atau irigasi, dengan

(44)

2.4. Perbandingan antara EFA, HANPP dan Analisis EMERGY

Pendekatan analisis ecological footprint analysis (EFA) dan human

appropriation of net primary production (HANPP) merupakan analisis yang melihat tentang pemanfaatan dan pengunaan sumberdaya oleh manusia terhadap

alam. Kedua pendekatan ini mengakui bahwa pentingnya area permukaan untuk

proses ekologi yang berhubungan dengan penggunaan lahan dan metabolisme

sosio-ekonomi pada suatu daerah (Harbel et al. 2004). Sintesis emergy didasarkan

pada penggunaan energi sebagai denominator umum sehingga aliran dan

penyimpanan dari berbagai jenis dapat dinyatakan dan dibandingkan dalam satuan

yang sama (Liu et al. 2008). Tabel 2 menunjukkan bahwa adanya perbedaan

secara signifikan antara ketiga analisis tersebut dalam menilai suatu keberlanjutan

suatu ekosistem.

Tabel 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy.

Item

Menurut Harbel et al.(2004)

Analisis emergy penggunaan lahan suatu daerah ?

Bagaimana mengidentifikasi semua bahan dan aliran energi yang berpartisipasi dalam suatu sistem ?

Unit Hektar global (gha); yaitu hektar lahan bioproduktifitas dan wilayah laut, dengan produktifitas rata-rata global

Joule; kilogram kering biomassa atau materi kilogram karbon

Transformity; emjoule surya per joule (sej/J).

Asumsi dasar Manusia tergantung pada ketersediaan area bioproduktif dan aliran energi ke dasar nilai yang sama. Ini memperhitungkan setiap kontribusi dari alam dan ekonomi manusia untuk produktifitas (NPPact rendah

dibandingkan NPP0) alam atau oleh campur tangan manusia (Odum 2000).

(45)

21

2.5. Energi Untuk Kegiatan Perikanan

Konsep energi diperkenalkan pada awal tahun 1970-an. Energi yang

bersumber dari alam disebut dengan energi terbarukan. Energi terbarukan

merupakan energi non fosil yang bersumber dari alam. Seluruh energi terbarukan

adalah energi sustainable (prosesnya berkelanjutan) yang tersedia dalam kurun

waktu yang cukup lama. Odum dan Odum (1976) menjelaskan bahwa energi

adalah ukuran dari segala sesuatu di alam. Energi datang dari matahari sebagai

cahaya dan diterima bumi, dimana ia memanaskan air, menghasilkan makanan

pada tanaman dan secara tidak langsung menghasilkan angin, gelombang, batu

bara dan minyak bumi di dalam tanah. Semuanya memiliki komponen energi.

Semua energi dapat dirubah kedalam panas dan dapat diukur dengan satuan kalori

(calorie). Satu kalori sama dengan 3.97 british thermal units (btu), 4 186 Joules

dan 3 088 foot-pounds. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa gelombang dan arus

laut adalah bentuk lain dari energi. Energi ini sebagian besar dihasilkan dari angin

yang pada akhirnya juga dipengaruhi oleh matahari.

Kegiatan perikanan secara langsung atau tidak langsung mengeluarkan

energi dalam setiap aktivitasnya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dilihat

dari perspektif penggunaan kapal/perahu penangkapan ikan dalam skala kecil

dapat dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu mesin penggerak dan untuk

penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar sebagai

bahan bakar sarana penangkapan ikan, sedangkan untuk penerangan pada sarana

dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah sebagai bahan bakar

(Suharsono 2004). Dari perspektif energi, input energi perikanan yang biasa

memediasi dapat dikategorikan kedalam jenis langsung dan tidak langsung. Input

tidak langsung secara umum sering disebut sebagai input energi yang diwujudkan,

adalah yang terkait dengan membangun, memelihara kapal penangkapan ikan dan

menyediakan peralatan memancing, umpan dan es. Sebaliknya disebagian besar

perikanan input energi langsung biasanya yang dibutuhkan untuk mendorong

kapal penangkap ikan dan menyebarkan alat tangkap. Tiga bentuk yang dominan

energi yang hilang saat kegiatan penangkapan ikan meliputi bernyawa, angin dan

(46)

2.6. Keberlanjutan Pembangunan Perikanan

Pembangunan berkelanjutan merupakan pointer yang saat ini menjadi trend

global dalam meningkatkan kesejahteraan populasi manusia saat ini tanpa

mengorbankan kesejahteraan generasi yang akan datang. FAO (1999)

menjelaskan pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa kesejahteraan manusia

memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Tingkat pembangunan berkelanjutan

dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya alam (dan tingkat pembaharuannya),

ketersediaan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien serta

efektifitas dari sistem sosial dalam memanfaatkan sumber daya. Selanjutnya

diungkapkan bahwa suatu pandangan ekosistem berbasis pembangunan

berkelanjutan berfokus pada pemeliharaan stabilitas dan ketahanan ekosistem.

Pembangunan berkelanjutan mengakui adanya saling ketergantungan ekonomi

manusia dengan lingkungannya dan menyoroti kebutuhan untuk pemahaman

ilmiah tentangfungsi dan perubahan ekosistem. Elliot (1999) menjelaskan

pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah tentang mendamaikan

pembangunan dan sumberdaya lingkungan dimana masyarakat itu bergantung.

Wacana keberlanjutan perikanan telah mengalami evolusi dari waktu ke

waktu dari dimensi tunggal biologis) hingga multidimensi

(ekologis-ekonomis-sosial). Pada awalnya, wacana keberlanjutan perikanan diawali dengan

munculnya paradigma konservasi (conservation paradigm) yang dipelopori sejak

lama oleh para ilmuwan biologi. Dalam paradigma ini, keberlanjutan perikanan

diartikan sebagai konservasi jangka panjang (long-term conservation) sehingga

sebuah kegiatan perikanan akan disebut “berkelanjutan” apabila mampu

melindungi SDP dari kepunahan. Dari paradigma ini muncul misalnya ikon MSY

(maximum sustainable yield) (Adrianto 2001).

Keberlanjutan pembangunan perikanan adalah kunci yang diharapkan dapat

memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Perikanan

merupakan salah satu kegiatan manusia yang sangat kompleks yang berdampak

terhadap aktifitas ekonomi suatu daerah atau negara tertentu. Sumberdaya

perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya dapat pulih, namun jika dalam

pemanfaatnnya tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap

(47)

23

bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi penataan pemanfaatan

sumberdaya ikan, pengelolaan ikan serta pengelolaan kegiatan manusia.

Pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable) merupakan

proses yang menggabungkan beberapa pendekatan aturan main yang praktis

seperti mengetahui dinamika populasi perikanan, strategi praktis dalam

pengelolaan perikanan seperti menghindari penangkapan yang berlebihan,

membatasi praktek penangkapan ikan yang merusak dan ilegal, mendirikan

kawasan lindung, memulihkan perikanan yang gagal (collapsed), menggabungkan

semua eksternalitas yang terlibat dalam pemanfaatan ekosistem laut dalam

konteks ekonomi perikanan, mendidik para pemangku kepentingan dan

masyarakat luas dan mengembangkan program sertifikasi independen dalam

pemanfaatan ekonomi sumberdaya perikanan. FAO (1997) menjelaskan bahwa

pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari

pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan

keputusan, alokasi sumber dan implementasinya dalam rangka menjamin

kelangsungan produktivitas serta percapaian tujuan pengelolaan.

Gambar 6. Bentuk segitiga pembangunan perikanan berkelanjutan (Charles 2001).

Keberlanjutan Ekologi

Keberlanjutan Sosial Ekonomi

Keberlanjutan Komunitas Keberlanjutan

(48)

Gambar 6 menjelaskan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam

pembangunan perikanan yang berkelanjutan seperti yang dikemukakan oleh

Charles (2001) yang seharusnya mengakomodasi aspek diantaranya:

Ecological sustainability (keberlanjutan ekologi). Dalam pandangan ini

memelihara keberlanjutan stok/biomass sehingga tidak melewati daya

dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi

konsern utama.

Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosioekonomi). Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan

keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik pada tingkat individu.

Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan

masyarakat yang lebih tinggi merupakan konsern dalam keberlanjutan ini.  Community sustainability. Mengandung makna bahwa keberlanjutan

kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian

pembangunan periakanan yang berkelanjutan.

Institutional sustainability (keberlanjutan kelembagaan). Mengandung makna bahwa keberlanjutan kelembagaan yang memelihara aspek finansial dan

administrasi yang sehat merupakan prasayaratdari ketiga pembangunan

berkelanjutan diatas

Khususnya dalam bidang perikanan, konferensi dunia tentang pembangunan

berkelanjutan (The World Summit on Sustainable Development) yang

diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus 2002 yang juga

membahas tentang pembangunan berkelanjutan perikanan yang menargetkan

bahwa stok ikan harus dapat dipulihkan ke tingkat yang berkelanjutan pada tahun

2015 untuk mencapai tujuan tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable

yield/MSY) (Garmendia et al. 2010; Satia 2003). Dalam pelaksanaannya di Indonesia pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola

sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 31 tahun

2004. Dalam undang-undang tersebut pemerintah diberi mandat dalam mengelola

sumberdaya alam, khususnya sumberdaya ikan untuk kesejahteraan rakyat.

Nikijuluw (2002) menjelaskan bahwa keterlibatan pemerintah didalam

(49)

25

(1) Fungsi alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fungsi distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul oleh setiap orang,

disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau

lebih lemah.

(3) Fungsi stabilisasi, ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan

(50)
(51)
(52)

dinas/instansi/lembaga terkait seperti: Dinas Pariwisata Provinsi/Kabupaten,

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi/Kabupaten, Bappeda Propinsi/Kabupaten, Bakosurtanal, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi berupa laporan hasil-hasil

studi dan penelitian yang sudah ada. Data tersebut meliputi kependudukan

(Jumlah, kepadatan, struktur umur, pendidikan, agama, rasio kelamin), mata

pencaharian, data penangkapan ikan, daerah penangkapan (fishing ground), biaya

operasional dan harga ikan Tabel 3.

Tabel 3. Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian

Komponen Sosial Ekonomi Metode Pengumpulan Data Sumber Data

Komponen Sosial

Kependudukan Survey, Wawancara Kantor Desa Olele,

Kecamatan dan BPS Kab. Bone Bone Bolango.

Mata Pencaharian Wawancara Bappeda dan BPS Kab. Bone

Bolango

Daerah Penangkapan Ikan Survey, Wawancara Nelayan dan Masyarakat

Komponen Ekonomi Biaya Operasional Penangkapan Ikan

Wawancara Nelayan, Masyarakat

Harga Ikan Survey, wawancara Nelayan

Data Produksi Ikan Survey, wawancara Nelayan, TPI, DKP Kab.Bone Bolango

3.3. Analisis Data

3.3.1. Analisis Sintesis Emergy

Metode evaluasi emergy atau kadang-kadang disebut sintesis emergy,

seluruh sistem dianggap melalui diagram, dimana aliran energi sumber daya dan

informasi yang mendorong untuk analisis sistem (Gambar 7). Dengan evaluasi

sistem yang kompleks menggunakan metode emergy, nilai ekonomi manusia dari

lingkungan dan persoalan kebijakan publik serta pengelolaan suatu lingkungan

atau kawasan yang terintegrasi dapat dianalisis. Sistem diagram digunakan untuk

menunjukkan input yang dievaluasi dan dijumlahkan untuk mendapatkan emergy

(53)

29

diagram adalah melakukan inventarisasi dengan benar dari proses penyimpanan

dan arus yang penting "driver" dari sistem (semua arus yang masuk melintasi batas sistem) dan karena itu diperlukan untuk mengevaluasi (Brown and Ulgiati

2004b).

Gambar 8. Emergy berdasarkan indeks, nilai dari input lokal emergy terbarukan (R), lokal input yang tidak terbarukan (N), dan input yang diperoleh dari luar sistem (F) (Haden 2002; Brown and Ulgiati 2004a.b, Wang 2006).

Metodologi umum yang digunakan untuk melakukan analisis emergy terdiri

dari mendefinisikan batas sistem dan menggunakan diagram sistem energi untuk

menggambarkan fitur sistem, input dan output untuk dianalisis. Langkah

berikutnya membuat sebuah tabel yang merangkum nilai-nilai emergy dari stok

sistem dan arus. Stok dan arus dikonversi dari unit energi atau massa untuk unit

setara dengan menggunakan koefisien emergy transformity. Keberlanjutan sistem

ini kemudian dapat dievaluasi dengan menggunakan sejumlah indikator emergy

(Voora dan Thrift 2010). Berikut adalah beberapa metode analisis sintesis emergy

yang mengikuti format yang diberikan oleh Odum (1996) :

a) Batasan sistem spatial yang didefinisikan sebagai daerah yang digunakan

untuk produksi secara keseluruhan dan untuk subsitem individu (bidang

manajemen). Dimensi dari penelitian ini adalah satu tahun kalender.

b) Semua sumber utama energi utama dan sumber daya material yang mengalir

(54)

bahasa energi sistem dan kuantitas dicatat dan diubah menjadi unit energi

(Joule), unit massa (gram) atau unit moneter.

c) Berbagai sumber daya yang mengalir entah itu diukur secara langsung atau

diperkirakan dari catatan produksi, catatan keuangan dan data yang tersedia

secara lokal. Untuk memperoleh nilai emergy dari arus sumber daya, jumlah

ditabulasi dan dikalikan dengan transformasi yang sesuai dipilih dari literatur.

Tabel Evaluasi Emergy

Hasil analisis emergy disajikan dalam dua bentuk yaitu bentuk diagram dan

tabel. Analisis menggunakan tabel merupakan data mentah aliran dan cadangan

penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk

menghasilkan aliran emergy total dalam sistem. Brown and Ulgiati (2004a)

menjelaskan bahwa tabel evaluasi emergy adalah untuk evaluasi dari sebuah

proses yang mewakili aliran energi per satuan waktu (biasanya per tahun).

Keterangan dalam evaluasi menggunakan tabel mengikuti aturan format yang

dikembangkan oleh Odum (2000) dan Brown dan Ulgiati (2004a) seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 4 terdiri dari:

 Kolom 1 merupakan item nomor baris yang menunjukkan catatan yang

ditemukan atau merupakan data mentah perhitungan yang akan ditampilkan.

 Kolom 2 adalah nama dari input yang yang akan ditampilkan yang juga

ditunjukkan pada diagram analisis.

 Kolom3 adalah data mentah dalam joule, gram, dolar atau unit lainnya.

 Kolom4 adalah tampilan satuan untuk setiap item (g, J, $, dll).

 Kolom 5 adalah emergy per unit yang digunakan untuk perhitungan,

dinyatakan dalam joule emergy surya per unit. Kadang-kadang input

dinyatakan dalam gram, jam, atau dolar, karena itu merupakan rasio konversi

tepat digunakan (sej/jam;sej/g;sej/$)

 Kolom 6 adalah emergy surya dari aliran tertentu, dihitung sebagai masukan

mentah kali transformity (kolom 3 kali kolom 5).

 Kolom 7 adalah nilai emdollar (emergy uang) dari barang yang diberikan

untuk suatu tahun tertentu. Hal ini diperoleh dengan membagi emergy di

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis keberlanjutan perikanan di Desa Olele
Tabel 1. Istilah, singkatan, indikator utama dari unit emergy
Gambar 5.  Definisi dari human appropriation of net primary production (Haberl
Tabel 2. Perbandingan antara EFA, HANPP dan analisis emergy.
+7

Referensi

Dokumen terkait