• Tidak ada hasil yang ditemukan

Design for sustainable management of coral reef ecosystem in the regional marine conservation area of East Bintan Riau Islands

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Design for sustainable management of coral reef ecosystem in the regional marine conservation area of East Bintan Riau Islands"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

SECARA BERKELANJUTAN DI KAWASAN KONSERVASI

LAUT DAERAH BINTAN TIMUR KEPULAUAN RIAU

ADRIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Desain Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2012

(3)

the Regional Marine Conservation Area of East Bintan Riau Islands. Under the Supervision of ARI PURBAYANTO, SUGENG BUDIHARSONO, dan ARIO DAMAR.

The purpose of this study are: (1) to analyze the condition of coral reefs and the factors that influence it, (2) to analyze the index and sustainability status of coral reef ecosystem management, (3) to identify management existing and to build strategies scenarios of sustainable management of coral reef ecosystems; and (4) to build management strategies of coral reef ecosystems in a sustainable manner. A survey method was used, data were collected by using questionnaires and field surveys. Some analysis tools used were Principal Component Analysis (PCA), Method of Multi Dimensional Scaling Approach (MDS), and prospective analysis. The results showed that the condition of coral reef in the Regional Marine Conservation Areas of East Bintan considered moderate to good. Management of coral reef ecosystems currently showed imbalance between the dimension of economic, ecological, social cultural, and technological infrastructure, and law and institutions. There were ten key factors that influence to the sustainability, namely the condition ofcoral reefs, protectedarea, the publicrevenue, tourismemployment, human resourceavailability, government policies, coordinationamong stakeholders, community compliance, environmental legal counseling, and surveillance infrastructure. Design an implementation strategy of coral reef management in the Regional Marine Conservation Area of East Bintan using an integrative approach by improving and increasing the dominant factor among others: (a) improving coordination among stakeholders; (b) increasing monitoring, supervision and enforcement of the law consistently, (c) empowering coastal communities through the development of alternative livelihoods; (d) improving the quality of coastal human resources, and (e) conducting rehabilitation of coral reef ecosystems and pollution control and prevention.

(4)

Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, SUGENG BUDIHARSONO, dan ARIO DAMAR.

Kawasan pesisir Bintan Timur Kabupaten Bintan yang ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial termasuk terumbu karang. Ekosistem terumbu karang di pesisir Bintan Timur ini telah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti lokasi penangkapan ikan dan wisata bahari dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders). Meningkatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir Bintan Timur telah meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya perairan pesisir termasuk ekosistem terumbu karang. Untuk itu perlu pengelolaan yang komprehensif dengan pendekatan yang bersifat multidimensi sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan.

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun desain pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepuluan Riau. Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) menganalisis kondisi terumbu karang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; (2) menganalisis indeks dan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang; (3) mengidentifikasi pengelolaan saat ini dan menyusun skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan; dan (4) membangun strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan.

Untuk mengkaji permasalahan akibat beragamnya kegiatan masyarakat pesisir di Bintan Timur yang memiliki potensi ekosistem terumbu karang cukup tinggi, maka dilakukan pendekatan komprehensif dan multidimensi. Beberapa alat analisis yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama (PCA), Metode Pendekatan Multi Dimensional Scaling (MDS), dan analisis prospektif. Hasil penggunaan analisis tersebut diharapkan dapat memberikan telaah secara komprehensif tentang keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau.

Kondisi terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur tergolong sedang sampai baik. Kondisi ini disebabkan oleh tekanan dari aktivitas penduduk pada masa silam (penambangan pasir laut, pembuangan limbah tailing pencucian bauksit, tailing penambangan pasir darat, dan penangkapan ikan dengan bom) yang dampaknya masih berlanjut sampai saat penelitian dilakukan. Dengan adanya Program Coremap II di Kabupaten Bintan, maka secara berangsur kondisi terumbu karang semakin baik. Disamping itu, penggunaan alat tangkap seperti bubu, bagan tancap juga dapat merusak terumbu karang.

Hasil analisis korelasi antara faktor kondisi lingkungan perairan dengan tutupan karang hidup menunjukkan bahwa tutupan karang hidup berkorelasi negatif dengan sebagian besar variabel parameter lingkungan seperti kecepatan arus, salinitas, TSS, DO, BOD5, nitrat, sedimentasi dan alga. kecuali suhu, kecerahan, dan kedalaman serta posfat berkorelasi positif.

(5)

(cukup berkelanjutan) serta hukum dan kelembagaan sebesar 49,91 (kurang berkelanjutan). Dengan demikian pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur berada pada tingkat katagori kurang berkelanjutan sampai cukup berkelanjutan.

Ada sepuluh atribut utama atau faktor kunci yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur, yaitu kondisi terumbu karang, luas area dilindungi, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja pariwisata, ketersediaan SDM, kebijakan pemerintah, koordinasi antar stakeholders, kepatuhan masyarakat, penyuluhan hukum lingkungan, serta sarana dan prasarana pengawasan.

Strategi implementasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur menggunakan pendekatan integratif dengan melakukan perbaikan dan peningkatan pada faktor dominan antara lain: (a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; (b) peningkatan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten; (c) pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan mata pencaharian alternatif; (d) meningkatkan kualitas SDM pesisir; dan (e) melakukan rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan pengendalian serta penanggulangan pencemaran.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

DESAIN PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG SECARA BERKELANJUTAN DI KAWASAN KONSERVASI LAUT

DAERAH BINTAN TIMUR KEPULAUAN RIAU

ADRIMAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi:

Pada Ujian Tertutup : Jumat/10 Agustus 2012

: 1. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Etty Riani, MS

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Pada Ujian Terbuka : Rabu/17 Oktober 2012 : 1. Dr. Ir. T. Efrizal, M.Si

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjung Pinang

2. Prof (R). Dr. Suharsono

(9)

Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau

Nama : Adriman

NRP : P062080051

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc

Dr. Ir. Sugeng Budiharsono

Anggota Anggota

Dr. Ir. Ario Damar, M.Si

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga disertasi dengan judul “Desain Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau” di bawah bimbingan dan arahan Komisi Pembimbing telah dapat diselesaikan.

Dalam menyelesaikan disertasi ini, berbagai pihak telah banyak membantu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Sugeng Budiharsono, dan Dr. Ir. Ario Damar, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga dalam penyusunan disertasi ini.

2. Ketua Program Studi PSL-IPB, Sekretaris Program beserta staf yang senantiasa memberikan motivasi dan layanan administrasi yang baik.

3. Bapak Prof. Dr. Anshaluddin Jalil, M.S. Rektor Universitas Riau yang telah memberikanan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program doktor.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustari Hasan, M.Sc. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau yang selalu memberi motivasi penulis dalam menempuh pendidikan program doktor ini.

5. Semua pihak yang telah berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung sejak penyusunan proposal, pengambilan data lapangan hingga tersusunnya disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini nermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawah Air Tiris pada tanggal 01 Januari 1964 dari pasangan H. Ilyas (Alm) dan Halimah (Almh), merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Hj. Hidayati dan telah dikaruniai empat orang anak, yaitu Putri Adriyati, Hairatunnisa’, Muhammad Adriyan Putra dan Widya Adriyati Putri.

Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tahun 1990. Pada tahun 1991 penulis mulai bekerja sebagai Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Selanjutnya pada tahun 1993 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana Program Magister (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor dan meraih gelar Magister Sains (M.Si) pada tahun 1995. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana Program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Kerangka Pemikiran ... Manfaat Penelitian ... Kebaruan (Novelti) ... 1 1 5 8 11 11 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 Batasan Wilayah Pesisir ... Ekosistem Terumbu Karang ... Pembangunan Berkelanjutan ... Daya Dukung ... Dimensi Keberlanjutan Pengelolaan Terumbu Karang ... Kawasan Konservasi Laut ... Sistem dan Pendekatan Sistem ... Penelitian Terdahulu ... 13 15 23 25 26 30 31 33

III. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... Pendekatan Penelitian ... Jenis dan Sumber Data... Metode Pengumpulan Data... Metode Analisis Data ... 37

37

39

41

44

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 60

(13)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 80

5.1 Kondisi Terumbu Karang dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya ... 80 5.1.1

5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.1.5

Kondisi Terumbu Karang... Karakteristik Lingkungan Perairan ... Sedimentasi ... Beban Pencemaran ... Korelasi Antara Karakteristik Biofisik-Kima Ling- kungan Perairan dengan Masing-masing Lokasi ...

80 84 86 88 89 5.2 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu

Karang ... 98 5.2.1 Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Pengelolaan

Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi

Laut Daerah Bintan Timur ... 99 5.3 Pengelolaan Saat ini dan Skenario Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang Berkelanjutan ... 118 5.3.1

5.3.2

Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Saat Ini ... Skenario Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berkelanjutan...

118 131 5.4 Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Berkelanjutan ... 147 5.4.1

5.4.2

Arahan Strategi dan Implementasi Program... Kelembagaan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang...

147 166 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 171

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian... 40 2. Faktor konstanta beban limbah organik ... 44 3. Kriteria penilaian kondisi ekosistem terumbu karang

berdasarkan Persentase penutupan karang (Gomez and Yap,

1988)... ... 45 4. Dimensi dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem

terumbu karang di KKLD Bintan Timur... 47 5. Kategori status keberlanjutan pengelolaan ekosistem

terumbu karang berdasarkan nilai indeks hasil analisis

Rap-Insus-COREMAG ... 52 6. Pedoman penilaian analisis prospektif ... 55 7. Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan ekosistem

terumbu karang secara berkelanjutan ... 55 8. Faktor-faktor kunci dan beberapa keadaan yang mungkin

terjadi di masa yang akan datang ... 57 9. Hasil analisis skenario pengelolaan ekosistem terumbu

karang di KKLD Bintan Timur ... 57 10. Tujuan, peubah, metode analisis data dan output yang

diharapkan ... 58 11. Luas wilayah administratif kecamatan di KKLD Bintan

Timur ... 61 12. Statistik pendapatan rumah tangga responden dari kegiatan

kenelayanan menurut musim di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Kepulauan

Riau... 65 13. Persentase jumlah penduduk Kabupaten Bintan menurut

pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun 2008... 67 14. Volume dan nilai pemasaran produk perikanan Kabupaten

Bintan tahun 2008 ………... 72 15. Sebaran lokasi dan jenis obyek wisata yang dapat di

kembangkan di Gugus Pulau Bintan ... 74 16. Data kualitas perairan di KKLD Bintan Timur Kepulauan

Riau tahun 2010... 85 17. Beban sedimen melayang yang masuk ke laut dari

(15)

18. Hasil perhitungan beban pencemaran yang berasal dari

sungai yang bermuara ke perairan pesisir Bintan Timur ... 88 19. Estimasi beban pencemaran pencemaran yang berasal dari

kegiatan penduduk …... 89 20. Matriks korelasi parameter karakteristik lingkungan perairan

Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan... 90 21. Nilai indeks multidimensi pengelolaan ekosistem terumbu

karang di KKLD Bintan Timur... 115 22. Nilai stress dan koefisien determinasi multidimensi... 116 23. Hasil analisis Monte Carlo multidimensi ... 117 24. Landasan hukum kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu

karang ... 119 25. Tutupan karang hidup dalam pengamatan 2007-2009 di

perairan Bintan Timur Kepulauan Riau... 127 26. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan

sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil

analisis MDS ... 132 27. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan

sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil

analisis kebutuhan ... 136 28. Faktor-faktor kunci multidimensi yang berpengaruh terhadap

sistem pengelolaan terumbu karang di KKLD Bintan Timur

... 138 29. Perubahan keadaan (state) faktor-faktor kunci/penentu dalam

pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di

KKLD Bintan Timur Kepri ... 139

30. Hasil analisis skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD Kabupaten Bintan

Kepri ... 140 31. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 1 terhadap peningkatan status pengelolaan

ekosistem terumbu karang ... 141 32. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 1 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Kabupaten Bintan

Kepri ... 141 33. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 2 terhadap peningkatan status pengelolaan

(16)

34. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 2 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri... 143 35. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 3 terhadap peningkatan status pengelolaan

ekosistem terumbu karang ... 144 36. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 3 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri... 144 37. Nilai indeks keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario 1,

2, 3 pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepri ... 145 38. Perubahan kenaikan skala atribut pada masing-masing

dimensi dan indikator keberhasilan pada skenario 2 pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepri ... 149 39. Strategi dan implementasi program kebijakan pengelolaan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan ekosistem

Terumbu karang berkelanjutan di KKLD Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau ... 10 2. Peta lokasi penelitian di KKLD Bintan Timur Propinsi

Kepulauan Riau ... 38 3. Tahapan penelitian yang dilakukan ... 39 4. Tahapan analisis Rap-Insus-COREMAG menggunakan

MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish ... 53 5. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam

sistem ... 56 6. Distribusi persentase rumah tangga responden menurut

kelompok pendapatan dan musim di Kecamatan Gunung

Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan... 66 7. Peta potensi ekosistem utama pesisir di Kabupaten Bintan... 76 8. Jumlah genera karang batu yang ditemukan di KKLD

Bintan Timur ... 80 9. Kondisi tutupan karang hidup di beberapa stasiun

pengamatan pada KKLD Bintan Timur tahun 2010 ... 81 10. Persentase tutupan karang dari kategori benthic lifeform di

KKLD Bintan Timur Tahun 2010 ... 82 11. Laju sedimentasi di KKLD Bintan Timur... 87 12. Grafik analisis komponen utama parameter fisika kimia

perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama kedua (F2). A: Korelasi antar parameter,

dan B : Penyebaran lokasi pengamatan ... 92 13. Grafik analisis komponen utama parameter fisika kimia

perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama kedua (F3). A: Korelasi antar parameter,

dan B : Penyebaran lokasi pengamatan ... 93 14. Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun pengamatan

berdasarkan parameter karakteristik biofisik-kimia

lingkungan perairan ... 98 15. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi ... 100 16. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan

dalam perubahan Root Mean Square (RMS) skala

(18)

18. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan

dalam erubahan Root Mean Square (RMS) skala

keberlanjutan 0 – 100 ... 104 19. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi sosial budaya

... 106 20. Nilai sensitivitas atribut dimensi sosial budaya yang

dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square (RMS)

skala keberlanjutan 0 – 100 ... 107 21. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi teknologi dan

infrastruktur ... 109 22. Nilai sensitivitas atribut dimensi teknologi dan infrastruktur

yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square

(RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 ... 110 23. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi hukum dan

kelembagaan ... 111 24. Nilai sensitivitas atribut dimensi hukum dan kelembagaan

yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square

(RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 ... 112 25. Diagram layang (kite diagram) keberlanjutan multidimensi

pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur ... 114 26. Persentase rata-rata tutupan karang hidup di KKLD Bintan

Timur dari tahun 2007 sampai 2010 (Coremap II – LIPI,

2010) ... 128 27. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja sistem yang dikaji (tahap pertama) ... 134 28. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja sistem yang dikaji (tahap kedua)... 137 29. Nilai indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada

kondisi eksisting, skenario 1, 2 dan 3 pengelolaan ekosistem

terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri ... 146 30. Kedudukan UPTD KKLD Bintan pada struktur organisasi

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan... 166 31. Struktur kemitraan pengelolaan KKLD antara UPTD KKLD

dengan FP-TKB... 168 32. Usulan struktur organisasi FP-TKB mitra pengelolaan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Persentase tutupan dari kategori benthiclifeform di Kawasan

Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2010... 185 2. Data Kualitas Perairan di Kawasan Konservasi Laut Daerah

Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Tahun 2010 ... 186 3. Akar ciri dan persentase kontribusi setiap sumbu faktorial

terhadap total variansi ... 187 4. Kualitas representasi kosinus kuadrat dari fisika-kimia

perairan pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen

Utama (PCA) ... 187 5. Kualitas representasi kosinus kuadrat lokasi pengamatan

pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen Utama (PCA)

... 187 6. Dimensi ekologi dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 188 7. Dimensi ekonomi dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 189 8. Dimensi sosial budaya dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 190 9. Dimensi teknologi dan infrastruktur serta atribut

keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di

KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau... 191 10. Dimensi hukum dan kelembagaan serta atribut keberlanjutan

pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepulauan Riau... 192 11. Perhitungan beban pencemaran dari penduduk, hotel dan

restoran serta peternakan ... 193 12. Matrik strategi dan implementasi program, capaian program

menurut waktu serta indikator kinerja utama (IKU), pelaksanaan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Kerangka Pemikiran ... Manfaat Penelitian ... Kebaruan (Novelti) ... 1 1 5 8 11 11 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 Batasan Wilayah Pesisir ... Ekosistem Terumbu Karang ... Pembangunan Berkelanjutan ... Daya Dukung ... Dimensi Keberlanjutan Pengelolaan Terumbu Karang ... Kawasan Konservasi Laut ... Sistem dan Pendekatan Sistem ... Penelitian Terdahulu ... 13 15 23 25 26 30 31 33

III. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... Pendekatan Penelitian ... Jenis dan Sumber Data... Metode Pengumpulan Data... Metode Analisis Data ... 37

37

39

41

44

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 59

(21)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 80

5.1 Kondisi Terumbu Karang dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya ... 80 5.1.1

5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.1.5

Kondisi Terumbu Karang... Karakteristik Lingkungan Perairan ... Sedimentasi ... Beban Pencemaran ... Korelasi Antara Karakteristik Biofisik-Kima Ling- kungan Perairan dengan Masing-masing Lokasi ...

80 84 86 88 89 5.2 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu

Karang ... 98 5.2.1 Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Pengelolaan

Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi

Laut Daerah Bintan Timur ... 99 5.3 Pengelolaan Saat ini dan Skenario Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang Berkelanjutan ... 118 5.3.1

5.3.2

Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Saat Ini ... Skenario Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berkelanjutan...

118 131 5.4 Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Berkelanjutan ... 147 5.4.1

5.4.2

Arahan Strategi dan Implementasi Program... Kelembagaan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang...

147 166 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 171

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian... 40 2. Faktor konstanta beban limbah organik ... 44 3. Kriteria penilaian kondisi ekosistem terumbu karang

berdasarkan Persentase penutupan karang (Gomez and Yap,

1988)... ... 45 4. Dimensi dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem

terumbu karang di KKLD Bintan Timur... 47 5. Kategori status keberlanjutan pengelolaan ekosistem

terumbu karang berdasarkan nilai indeks hasil analisis

Rap-Insus-COREMAG ... 52 6. Pedoman penilaian analisis prospektif ... 55 7. Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan ekosistem

terumbu karang secara berkelanjutan ... 55 8. Faktor-faktor kunci dan beberapa keadaan yang mungkin

terjadi di masa yang akan datang ... 57 9. Hasil analisis skenario pengelolaan ekosistem terumbu

karang di KKLD Bintan Timur ... 57 10. Tujuan, peubah, metode analisis data dan output yang

diharapkan ... 58 11. Luas wilayah administratif kecamatan di KKLD Bintan

Timur ... 60 12. Statistik pendapatan rumah tangga responden dari kegiatan

kenelayanan menurut musim di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Kepulauan

Riau... 61 13. Persentase jumlah penduduk Kabupaten Bintan menurut

pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun 2008... 66 14. Volume dan nilai pemasaran produk perikanan Kabupaten

Bintan tahun 2008 ………... 73 15. Sebaran lokasi dan jenis obyek wisata yang dapat di

kembangkan di Gugus Pulau Bintan ... 74 16. Data kualitas perairan di KKLD Bintan Timur Kepulauan

Riau tahun 2010... 85 17. Beban sedimen melayang yang masuk ke laut dari

(23)

18. Hasil perhitungan beban pencemaran yang berasal dari

sungai yang bermuara ke perairan pesisir Bintan Timur ... 88 19. Estimasi beban pencemaran pencemaran yang berasal dari

kegiatan penduduk ... 89 20. Matriks korelasi parameter karakteristik lingkungan perairan

Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan... 90 21. Akar ciri dan persentase kontribusi setiap sumbu faktorial

terhadap total variansi ... 91 22. Nilai indeks multidimensi pengelolaan ekosistem terumbu

karang di KKLD Bintan Timur... 115 23. Nilai stress dan koefisien determinasi multidimensi... 116 24. Hasil analisis Monte Carlo multidimensi ... 117 25. Landasan hukum kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu

karang ... 119 26. Tutupan karang hidup dalam pengamatan 2007-2009 di

perairan Bintan Timur Kepulauan Riau... 127 27. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan

sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil

analisis MDS ... 132 28. Atribut multidimensi yang sensitif terhadap keberlanjutan

sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang dari hasil

analisis kebutuhan ... 136 29. Faktor-faktor kunci multidimensi yang berpengaruh terhadap

sistem pengelolaan terumbu karang di KKLD Bintan Timur

... 138 30. Perubahan keadaan (state) faktor-faktor kunci/penentu dalam

pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di

KKLD Bintan Timur Kepri ... 139

31. Hasil analisis skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD Kabupaten Bintan

Kepri ... 140 32. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 1 terhadap peningkatan status pengelolaan

ekosistem terumbu karang ... 141 33. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 1 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Kabupaten Bintan

(24)

34. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 2 terhadap peningkatan status pengelolaan

ekosistem terumbu karang ... 142 35. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 2 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri... 143 36. Perubahan nilai skoring atribut yang berpengaruh pada

skenario 3 terhadap peningkatan status pengelolaan

ekosistem terumbu karang ... 144 37. Perubahan nilai indeks keberlanjutan skenario 3 pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri... 144 38. Nilai indeks keberlanjutan kondisi eksisting dan skenario 1,

2, 3 pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepri ... 145 39. Perubahan kenaikan skala atribut pada masing-masing

dimensi dan indikator keberhasilan pada skenario 2 pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepri ... 149 40. Strategi dan implementasi program kebijakan pengelolaan

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian model pengelolaan ekosistem

Terumbu karang berkelanjutan di KKLD Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau ... 10 2. Peta lokasi penelitian di KKLD Bintan Timur Propinsi

Kepulauan Riau ... 38 3. Tahapan penelitian yang dilakukan ... 39 4. Tahapan analisis Rap-Insus-COREMAG menggunakan

MDS dengan aplikasi modifikasi Rapfish ... 53 5. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam

sistem ... 56 6. Distribusi persentase rumah tangga responden menurut

kelompok pendapatan dan musim di Kecamatan Gunung

Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan... 66 7. Peta potensi ekosistem utama pesisir di Kabupaten Bintan... 76 8. Jumlah genera karang batu yang ditemukan di KKLD

Bintan Timur ... 80 9. Kondisi tutupan karang hidup di beberapa stasiun

pengamatan pada KKLD Bintan Timur tahun 2010 ... 81 10. Persentase tutupan karang dari kategori benthic lifeform di

KKLD Bintan Timur Tahun 2010 ... 82 11. Laju sedimentasi di KKLD Bintan Timur... 87 12. Grafik analisis komponen utama parameter fisika kimia

perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama kedua (F2). A: Korelasi antar parameter,

dan B : Penyebaran lokasi pengamatan ... 92 13. Grafik analisis komponen utama parameter fisika kimia

perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama kedua (F3). A: Korelasi antar parameter,

dan B : Penyebaran lokasi pengamatan ... 93 14. Dendrogram klasifikasi hierarki stasiun pengamatan

berdasarkan parameter karakteristik biofisik-kimia

lingkungan perairan ... 98 15. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi ... 100 16. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan

dalam perubahan Root Mean Square (RMS) skala

(26)

18. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan

dalam erubahan Root Mean Square (RMS) skala

keberlanjutan 0 – 100 ... 104 19. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi sosial budaya

... 106 20. Nilai sensitivitas atribut dimensi sosial budaya yang

dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square (RMS)

skala keberlanjutan 0 – 100 ... 107 21. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi teknologi dan

infrastruktur ... 109 22. Nilai sensitivitas atribut dimensi teknologi dan infrastruktur

yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square

(RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 ... 110 23. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi hukum dan

kelembagaan ... 111 24. Nilai sensitivitas atribut dimensi hukum dan kelembagaan

yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square

(RMS) skala keberlanjutan 0 – 100 ... 112 25. Diagram layang (kite diagram) keberlanjutan multidimensi

pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur ... 114 26. Persentase rata-rata tutupan karang hidup di KKLD Bintan

Timur dari tahun 2007 sampai 2010 (Coremap II – LIPI,

2010) ... 128 27. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja sistem yang dikaji (tahap pertama) ... 134 28. Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja sistem yang dikaji (tahap kedua)... 137 29. Nilai indeks keberlanjutan lima dimensi keberlanjutan pada

kondisi eksisting, skenario 1, 2 dan 3 pengelolaan ekosistem

terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepri ... 146 30. Kedudukan UPTD KKLD Bintan pada struktur organisasi

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan... 166 31. Struktur kemitraan pengelolaan KKLD antara UPTD KKLD

dengan FP-TKB... 168 32. Usulan struktur organisasi FP-TKB mitra pengelolaan

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Persentase tutupan dari kategori benthiclifeform di Kawasan

Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2010... 185 2. Data Kualitas Perairan di Kawasan Konservasi Laut Daerah

Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Tahun 2010 ... 186 3. Kualitas representasi kosinus kuadrat dari fisika-kimia

perairan pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen

Utama (PCA) ... 187 4. Kualitas representasi kosinus kuadrat lokasi pengamatan

pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen Utama (PCA)

... 187 5. Dimensi ekologi dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 188 6. Dimensi ekonomi dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 189 7. Dimensi sosial budaya dan atribut keberlanjutan pengelolaan

ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur

Kepulauan Riau... 190 8. Dimensi teknologi dan infrastruktur serta atribut

keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di

KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau... 191 9. Dimensi hukum dan kelembagaan serta atribut keberlanjutan

pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur Kepulauan Riau... 192 10. Perhitungan beban pencemaran dari penduduk, hotel dan

restoran serta peternakan ... 193 11. Matrik strategi dan implementasi program, pelaksana,

kelompok sasaran seta waktu pelaksanaan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di

(28)

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang

penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan

dimasa mendatang. Indonesia memiliki sekitar 50.000 km2 ekosistem terumbu

karang yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan nusantara. Potensi

lestari sumberdaya perikanan yang terkandung di dalamnya diperkirakan sebesar

80.802 ton/km2

Ekosistem terumbu karang sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan

laut memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai

pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga

mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan,

tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut.

Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat

penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias,

bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata

serta rekreasi yang menarik. Nilai ekonomi terumbu karang yang terdapat di

Indonesia dari kegiatan perikanan, perlindungan pantai, pariwisata sekitar 1,6

milyar dolar AS (Burke et al., 2002).

/tahun, meliputi berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga,

teripang, dan kerang mutiara. Terumbu karang yang masih utuh juga memberikan

nilai pemandangan yang sangat indah. Keindahan tersebut merupakan potensi

wisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal (Dahuri et al., 1996).

Indonesia memiliki keanekaragaman terumbu karang yang sangat tinggi, dimana

ditemukan 75 genera yang terdiri dari 350 spesies (Borel-Best et al., 1989 diacu

dalam Supriharyono, 2007).

Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan ekosistem

terumbu karang di beberapa wilayah perairan telah berlangsung secara berlebihan,

sehingga cenderung mengalami kerusakan yang parah (Edwards dan Gomez, 2007; Dahuri et al., 1996). Secara umum kerusakan terumbu karang disebabkan oleh gangguan alam dan kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang dapat

(29)

pariwisata. Kunzmann (2001) mengatakan bahwa lebih dari 60% ekosistem

terumbu karang dunia terancam oleh kegiatan penangkapan ikan dan pariwisata.

Hasil pengamatan terhadap 324 lokasi terumbu karang di Indonesia

menunjukkan bahwa sekitar 43% terumbu karang rusak atau bahkan dapat

dianggap berada diambang kepunahan, sedangkan yang masih sangat baik hanya

sekitar 6,48% (Soekarno, 1995). Selanjutnya Sjafrie (2011) melaporkan bahwa

berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985 stasiun

yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan hanya 5,48% terumbu

karang di Indonesia dalam keadaan sangat baik.

Secara garis besar kerusakan ekosistem terumbu karang di Indonesia

disebabkan oleh enam faktor utama, yaitu (1) penambangan karang (coral mining)

untuk keperluan bahan bangunan, pembuatan jalan, dan bahan hiasan; (2)

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (bom), bahan beracun,

dan cara-cara lainnya yang merusak; (3) kegiatan wisata bahari yang kurang

memperhatikan pelestarian sumberdaya laut; (4) pencemaran, baik yang berasal

dari kegiatan-kegiatan ekonomi (pembangunan) di darat dan di laut; (5)

kekeruhan dan sedimentasi akibat pengelolaan lahan atas (upland areas) yang

tidak atau kurang mengindahkan kaedah-kaedah ekologis (pelestarian

lingkungan); dan (6) sebab-sebab alamiah, termasuk pemanasan global yang telah

mengakibatkan ”coral bleaching”(Dahuri et al., 1996). Selanjutnya Burke et al.

(2002) melaporkan, bahwa 25% terumbu karang di di Asia Tenggara termasuk

Indonesia terancam akibat pembangunan di wilayah pesisir, 7% terancam akibat

pencemaran laut, 21% terancam akibat sedimentasi dan pencemaran dari darat,

64% terancam akibat penangkapan berlebihan, 56% terancam akibat penangkapan

ikan dengan cara yang merusak.

Kabupaten Bintan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan

Riau yang terdiri dari 240 pulau-pulau kecil serta memiliki sumberdaya pesisir

dan laut yang sangat potensial. Luas wilayah Kabupaten Bintan sekitar 87.777,84

km² yang sebagian besar wilayahnya (98,51%) merupakan perairan laut serta

memiliki garis pantai sepanjang 728 km. Jumlah penduduk Kabupaten Bintan

pada tahun 2008 tercatat sebanyak 122.677 jiwa. Sektor perikanan merupakan

(30)

tercatat sebanyak 8.243 RTP, sebagian besar (96,3%) bergerak di bidang

penangkapan ikan (BPS Kabupaten Bintan, 2007).

Wilayah pesisir Kabupaten Bintan memiliki ekosistem terumbu karang

seluas 17.394,83 ha, mangrove 6.774,86 ha, padang lamun 1.334, 327 ha dan

rumput laut 1.156,11 ha yang tersebar hampir merata di sepanjang pesisir Pulau

Bintan dan pulau-pulau kecil (DKP, 2007). Luas ekosistem terumbu karang

Kabupaten Bintan ini meliputi 43,5% dari luas ekosistem terumbu karang di

Provinsi Kepulauan Riau, yaitu 39.978 ha (Zieren et al., 1997). CRITC- COREMAP II - LIPI (2007) melaporkan bahwa di perairan Pulau Bintan dan

sekitarnya ditemukan 14 famili dan 78 jenis karang dengan kondisi buruk sampai

sedang.

Ekosistem perairan laut dan sumberdaya yang dikandungnya harus dijaga

kelestarian dan harus dimanfaatkan secara berkelanjutan, untuk itu perlu ada

usaha melalui konservasi. Menurut Dight et al. (1999), bahwa Kawasan Konservasi Laut mempunyai potensi untuk berperan jauh lebih besar terhadap

keberhasilan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara

berkelanjutan di wilayah terumbu karang dan ekosistem-ekosistem lain yang

berhubungan. Selanjutnya Halim (1998) mengatakan bahwa pengelolaan kawasan

konservasi laut diperlukan zonasi tertentu untuk menunjang mata pencaharian

masyarakat, maupun kegiatan lainnya sesuai dengan azas kelestarian. Pengelolaan

yang dilakukan harus didasari pada tiga aspek konservasi, yaitu perlindungan

ekosistem penyangga kehidupan, pengawetan plasma nutfah dan pelestarian

ekosistem.

Menurut Statistik Ditjen PHPA 1997/91998 Indonesia memiliki 374 unit

kawasan konservasi dengan luas total 21.711.464,25 ha. Kawasan-kawasan

tersebut terdiri dari 347 unit kawasan konservasi daratan dengan luas

17.170.856,90 ha dan 27 unit kawasan konservasi laut seluas 4.54.607,35 ha.

Kawasan konservasi darat terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata Alam,

Taman Hutan Raya, Taman Buru, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, sedangkan

kawasan konservasi laut terdiri dari Taman Nasional Laut, Taman Wisata Laut,

Cagar Alam Laut dan Suaka Margasatwa Laut (Manulang, 1999).

Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang dan

(31)

berkelanjutan di Kabupaten Bintan, pemerintah pada tahun 2006 telah

menetapkan kawasan pesisir timur Pulau Bintan sebagai salah satu lokasi

COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) Fase II. Secara administrasi lokasi Coremap ini berada pada dua kecamatan, yaitu

Kecamatan Gunung Kijang meliputi empat desa (Kelurahan Kawal, Desa Gunung

Kijang, Desa Malang Rapat dan Desa Teluk Bakau) dan Kecamatan Bintan Pesisir

satu desa yaitu Desa Mapur. Selanjutnya pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten

Bintan telah menetapkan kawasan pesisir timur Pulau Bintan ini sebagai Kawasan

Konservasi Laut Daerah (KKLD) dengan SK Bupati Bintan No. 261/VIII/2007

dengan luas kawasan 116.000 ha.

Meningkatnya kegiatan pembangunan di Kabupaten Bintan baik di daratan

maupun di perairan pesisir telah meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya

perairan pesisir termasuk ekosistem terumbu karang di KKLD. Saat ini terdapat

berbagai institusi, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swasta yang

mengelola bagian-bagian wilayah pesisir KKLD Kabupaten Bintan secara

sendiri-sendiri dengan mekanisme yang tumpang tindih. Kegiatan pembangunan di

daratan meliputi kegiatan pertambangan, industri, pariwisata (hotel dan restoran),

permukiman, dan pertanian. Sementara itu kegiatan pembangunan di perairan

pesisir meliputi pelabuhan, dan transportasi laut, penangkapan ikan, dan

pariwisata bahari. Semua kegiatan pembangunan tersebut belum menunjukkan

keterpaduan sebagaimana persyaratan pembangunan wilayah pesisir sebagai suatu

ekosistem yang kompleks

Dalam konteks pengelolaan ekosistem terumbu karang secara

berkelanjutan tidak bisa terlepas dari pengelolaan ekosistem wilayah pesisir secara

terpadu. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur memerlukan suatu perencanaan pengelolaan yang terpadu yang melibatkan

banyak stakeholders. Mengingat bahwa aspek keberlanjutan merupakan aspek

kunci dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan mengandung berbagai

dimensi yang cukup kompleks, maka perlu dikaji aspek keberlanjutan dalam

pengelolaan ekosistem terumbu karang secara komprehensif dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang

(32)

1. 2. Perumusan Masalah

Penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Pulau

Bintan termasuk di KKLD dapat dibedakan ke dalam dua faktor, yaitu (1)

kegiatan pembangunan di wilayah daratan (external factors) yang meliputi :

kekeruhan dan sedimentasi dari kegiatan pertambangan bauksit, granit, dan pasir

darat; pencemaran dari industri, domestik, hotel dan restoran serta pertanian, dan

(2) kegiatan pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya di dalam perairan itu

(internal factors) yang meliputi; penambangan karang (coral mining),

penggunaan bahan peledak (bom), bahan beracun, dan cara-cara lainnya yang

merusak dalam penangkapan ikan di kawasan terumbu karang; pelabuhan dan

transportasi laut serta kegiatan wisata yang berkaitan dengan pemanfaatan

keindahan terumbu karang (Bapedalda Kabupaten Kepulauan Riau, 2002).

Saat ini kegiatan pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir Bintan

Timur yang menjadi lokasi KKLD adalah kegiatan pertambangan, perikanan,

pelabuhan dan transportasi laut, pariwisata bahari, hotel dan restoran serta sebagai

kawasan industri akan berdampak terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang.

Jumlah industri di wilayah pesisir Bintan Timur baik industri besar maupun

industri kecil dan menengah sampai tahun 2008 sebanyak 8 industri. Kegiatan

pertambangan meliputi pertambangan bauksit, granit dan pasir darat.

Pertambangan bauksit tersebar pada 2 (dua) lokasi dengan luas kuasa

penambangan 459,96 ha; pertambangan granit pada 2 (dua) lokasi dengan luas

kuasa penambangan 111,22 ha dan pertambangan pasir darat pada 2 (dua) lokasi

dengan luas kuasa penambangan 132,20 ha. Disamping itu wilayah pesisir Bintan

Timur merupakan kawasan pengembangan wisata di Kabupaten Bintan yang

menyebabkan tumbuhnya hotel dan restoran. Jumlah hotel di wilayah pesisisr

Bintan Timur pada tahun 2008 tercatat sebanyak 6 (enam) hotel dengan jumlah

kamar 400 unit. Sedangkan jumlah restoran sebanyak 22 buah dengan jumlah

tempat duduk 911 kursi (BPS Kabupaten Bintan, 2009).

Meningkatnya kegiatan pembangunan di Bintan akan berdampak terhadap

meningkatknya jumlah limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Menurut

Hughes et al. (1999), bahwa pembuangan limbah industri dan domestik akan

meningkatkan nutrien dan racun di lingkungan terumbu karang serta dapat

(33)

pembuangan atau dari sumber lain sangat mengganggu karena dapat

menyebabkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan

teratur. Alga akan mendominasi terumbu karang hingga akhirnya melenyapkan

karang. Sementara itu kegiatan pertambangan di Bintan akan meningkatkan

kekeruhan air dan sedimentasi di perairan. Partini (2009) menemukan bahwa laju

sedimentasi pada ekosistem terumbu karang Bintan Timur berkisar 4,00 – 78,24

mg/cm2

Dampak terhadap ekosistem terumbu karang akan mengakibatkan

kerugian ekonomi, berupa pendapatan nelayan turun, hilangnya potensi

sumberdaya alam yang seharusnya dimanfaatkan. Kerugian ekologi berupa

penurunan populasi biota karang, kerusakan karang, sedangkan kerugian sosial

adalah hilangnya kesempatan kerja, serta terjadinya konflik sosial. Oleh karena itu

perlu pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan yang dapat

menjamin kelestariannya.

/hari (ringan – berat). Kondisi ini berkorelasi negatif terhadap tutupan

karang dan berkorelasi positif terhadap indeks mortalitas karang.

CRITC-COREMAP II - LIPI (2007) melaporkan bahwa kondisi terumbu

karang di KKLD Bintan berada dalam kategori buruk sampai sedang. Tutupan

karang hidup pada beberapa lokasi bervariasi, diantaranya di perairan pantai

Trikora tutupan karang hidup berkisar 5 – 61,90% dengan rerata persentase

tutupan karang hidup 25,27%, Pulau Gyn dan Pulau Numbing tutupan karang

hidup berkisar 5 – 42,11% dengan rerata tutupan karang hidup 21,88 %.

Penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di KKLD ini adalah akibat

penangkapan ikan dengan cara destruktif (bahan peledak dan sianida, dan bubu),

pencermaran (dari pertambangan, domestik, hotel dan restoran), pariwisata bahari

(penyelaman, penambatan kapal) dan pengambilan batu karang untuk bangunan

(Coremap II Bintan, 2008). Selanjutnya CRITIC Bintan (2009) melaporkan

bahwa masih ditemukan penurunan persentase tutupan karang hidup pada

beberapa titik pemantauan pada periode 2008 sampai 2009 di lokasi KKLD ini.

Lokasi yang mengalami penurunan persentase tutupan karang hidup adalah di

Desa Malang Rapat dari 17,5 % menjadi 16,35 %, Desa Teluk Bakau dari 59,6%

menjadi 52,8 % dan Desa Kawal dari 42,19% menjadi 36,8 %. Penurunan tutupan

karang hidup ini diduga akibat kekeruhan dan sedimentasi dari kegiatan

(34)

Menurut Ariani (2006) bahwa permasalahan yang mendasar sebagai

penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Bintan Timur

adalah (1) kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada mata pencaharian

alternatif, (2) keserakahan pemilik modal, (3) lemahnya penegakan hukum (law

enforcement), dan (4) kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhatian pada pengelolaan kualitas lingkungan di wilayah pesisir Bintan Timur.

Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan pembangunan di daratan yang paling

berpengaruh terhadap tutupan karang hidup adalah pembukaan lahan yang

menyebabkan kekeruhan dan sedimentasi di ekosistem terumbu karang.

Disamping itu LIPI (2009) melaporkan bahwa kesulitan dalam koordinasi

antar sektor juga merupakan kendala dalam pengelolaan ekosistem terumbu

karang saat ini. Kegiatan pembangunan yang masih sektoral dan berorientasi

ekonomi semata, sehingga menimbulkan konflik pemanfaatan. Trimades – P2O

LIPI (2010) melaporkan bahwa di wilayah pesisir Bintan Timur potensi konflik

pemanfaatan antara stakeholders cukup tinggi, terutama antara masyarakat

nelayan dengan pengusaha wisata, dan antara nelayan dengan nelayan.

Solusi dari permasalahan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang

kompleks tersebut di atas memerlukan suatu pendekatan yang bersifat

multidimensi sehingga konsep pembangunan berkelanjutan pada sumberdaya

pesisir termasuk terumbu karang dapat diwujudkan. Permasalahan pokok dalam

penelitian ini adalah pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan

Timur yang selama ini masih bersifat sektoral dan belum didasarkan atas

pertimbangan multi sektoral dan multi dimensi. Kondisi ini telah menimbulkan

kerugian ganda yang berupa hilangnya penerimaan negara, kerusakan lingkungan

dan masalah sosial. Pertanyaan penelitian terkait dalam pengelolaan ekosistem

terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana kondisi ekosistem terumbu karang saat ini? Faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang tersebut?

2) Bagaimana status keberlanjutan ekosistem terumbu karang saat ini?

3) Bagaimana pengelolaan saat ini dan bagaimana skenario pengelolaan

ekosistem terumbu karang berkelanjutan?

4) Bagaimana strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang sesuai dengan

(35)

1. 3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun disain pengelolaan ekosistem

terumbu karang secara berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau.

Guna mewujudkan tujuan tersebut maka penelitian diarahkan untuk memperoleh

tujuan operasional sebagai berikut :

1) Menganalisis kondisi terumbu karang dan kualitas lingkungan perairan serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2) Menganalisis status keberlanjutan ekosistem terumbu karang.

3) Mengidentifikasi pengelolaan saat ini dan menyusun skenario pengelolaan

ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan.

4) Menyusun strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Ekosistem terumbu karang merupakan sub sistem dari ekosistem wilayah

pesisir, sehingga secara geografis terkait dengan wilayah daratannya. Ekosistem

terumbu karang memiliki interaksi yang dinamis dengan lingkungannya, baik

dalam lingkungan perairan maupun lingkungan daratan. Oleh karena itu ekosistem

terumbu karang tergolong kedalam ekosistem terbuka, sehingga dinamika

lingkungannya akan berdampak terhadap kondisi terumbu karang.

Ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Pulau Bintan termasuk di

KKLD dipengaruhi dua faktor, yaitu (1) kegiatan pembangunan di wilayah

daratan (external factors) yang meliputi : kekeruhan dan sedimentasi dari kegiatan pertambangan bauksit, granit, dan pasir darat; pencemaran dari industri, domestik,

hotel dan restoran serta pertanian, dan (2) kegiatan pembangunan atau

pemanfaatan sumberdaya di dalam perairan itu (internal factors) yang meliputi; penambangan karang (coral mining), penggunaan bahan peledak (bom), bahan beracun, dan cara-cara lainnya yang merusak dalam penangkapan ikan di kawasan

terumbu karang dan kegiatan wisata yang berkaitan dengan pemanfaatan

keindahan terumbu karang. Kegiatan-kegiatan tersebut telah menyebabkan

kerusakan ekosistem terumbu karang dan perlu pengelolaan.

Ekosistem terumbu karang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang

tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus

kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat,

tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat

(36)

menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi

dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi

dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik.

Menyadari peran strategis ekosistem terumbu karang bagi masyarakat dan

lingkungannya maka pemerintah menempatkan terumbu karang sebagai ekosistem

yang dilindungi. Namun demikian, pola pembangunan yang sektoral di wilayah

pesisir dan semata berorientasi ekonomi telah menimbulkan pengelolaan yang

distorsi. Selanjutnya fungsi ekosistem terumbu karang sebagai kawasan lindung

menjadi terancam karena tekanan antropogenik yang tinggi.

Beragamnya aktivitas di kawasan ekosistem terumbu karang dengan pola

pengelolaan yang tidak jelas menimbulkan berbagai dampak negatif. Misalnya

kerusakan lingkungan biofisik, potensi konflik dan ancaman degradasi sosial

ekonomi. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya harus dibangun atas dasar

pertimbangan daya dukung dan prinsip keberlanjutan.

Pengelolaan terumbu karang dapat dilakukan melalui pengendalian terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan karang. Pengendalian terhadap faktor

eksternal atau kegiatan di daratan dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah

limbah dan sedimen yang masuk ke perairan. Sedangkan pengendalian faktor

internal atau kegiatan di dalam perairan adalah dengan pengaturan dan

pengawasan terhadap penangkapan ikan yang merusak dan pariwisata bahari serta

pelarangan menambang batu karang.

Implementasi strategi pemanfaatan yang berbasis daya dukung dan

keberlanjutan ialah kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang harus

berbasis pada keterpaduan wilayah dan dimensi. Keterpaduan antara kawasan

perairan pesisir dengan daerah daratan (upland), antara stakeholder dalam sistem tersebut dan antara berbagai dimensi seperti ekologi, ekonomi, sosial, teknologi

dan kelembagaan harus menjadi dasar dalam pengelolaan. Oleh karena itu

dibutuhkan desain pengelolaan ekosistem yang berorientasi pada keberlanjutan.

Prinsip penting pengelolaan berkelanjutan ialah adanya keterpaduan wilayah,

keterpaduan kebutuhan dan keterpaduan para pihak. Dengan demikian melalui

desain pengelolaan yang dibangun atas dasar landasan tersebut maka ekosistem

terumbu karang diyakini dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan

masyarakatnya secara berkelanjutan. Gambar 1 menunjukkan kerangka pikir

(37)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian desain pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau

[image:37.842.92.735.91.448.2]
(38)

1. 5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam implementasi kebijakan dan desain

sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara

berkelanjutan terutama di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau.

3. Sebagai bahan pengembangan konsep dasar pengelolaan ekosistem terumbu

karang secara berkelanjutan.

1.6 Kebaruan (Novelty)

Sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan kebaruan (novelty) dalam

penelitian ini adalah beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya baik

menyangkut pengelolaan ekosistem terumbu karang, analisis keberlanjutannya,

maupun lokasi penelitian dilaksanakan. Dari penelitian-penelitian tersebut belum ada

yang menganalisis secara multidimensi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang

secara berkelanjutan di Kabupaten Bintan. Adapun penelitian yang terkait yang telah

dilakukan adalah :

- Ariani (2006) meneliti tentang pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem

terumbu karang (studi kasus: efek sedimentasi di wilayah pesisir timur Pulau

Bintan).

- Partini (2009) meneliti tentang efek sedimentasi terhadap terumbu karang di

pantai timur Kabupaten Bintan.

- Febrizal (2009) melakukan penelitian tentang kondisi ekosistem terumbu karang

di perairan Kabupaten Bintan dan alternatif pengelolaannya.

- Alustco (2009) melakukan kajian kualitas tutupan karang hidup dan kaitannya

dengan Acthaster planci di Kabupaten Bintan.

- Apriliani (2009) meneliti tentang strategi rehabilitasi terumbu karang untuk

pengembangan pariwisata bahari di Pulau Mapur Kabupaten Bintan Kepulauan

(39)

Berdasarkan hasil kajian-kajian tersebut ditemukan kebaruan (novelty) baik

dilihat dari segi pendekatan metode yang digunakan maupun hasil penelitian.

• Dari segi pendekatan metode, penelitian ini menerapkan beberapa metode analisis yang dilaksanakan secara komprehensif (PCA, Rap-Insus COREMAG, Analisis

Prospektif) dalam membangun desain pengelolaan ekosistem terumbu karang

secara berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau.

• Dari segi hasil penelitian, dihasilkan konsep baru pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur yang mengintegrasikan faktor-faktor yang sifatnya

(40)

Wilayah pesisir secara ekologis adalah suatu wilayah peralihan antara

ekosistem darat dan laut, ke arah darat mencakup daratan yang masih dipengaruhi

oleh proses-proses kelautan sedangkan ke arah laut meliputi perairan laut yang

masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan

(Dahuri et al. 1996).

Di wilayah pesisir terdapat ekosistem yang terkait satu dengan lainnya.

Ekosistem pesisir merupakan suatu unit tatanan interaksi antara organisme dengan

lingkungannya dan secara bersama-sama menjalankan fungsinya masing-masing

pada suatu tempat atau habitat (Odum, 1971). Selanjutnya dikatakan bahwa

komponen hayati dan nirhayati secara fungsional hubungan satu sama lain dan

saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah

satu sistem dari kedua komponen tersebut, maka dapat mempengaruhi

keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun

dalam keseimbangannya (Bengen 2002).

Salah satu bentuk keterkaitan antara ekosistem di wilayah pesisir dapat

dilihat dari pergerakan air sungai, aliran limpasan (run-off), aliran air tanah

(ground water) dengan berbagai materi yang terkandung di dalamnya (nutrient,

sedimentasi dan bahan pencemar) yang kesemuanya akan bermuara ke perairan

pesisir. Selain itu, pola pergerakan massa air ini juga akan berperan dalam

perpindahan biota perairan (plankton, ikan, udang) dan bahan pencemar dari satu

lokasi ke lokasi lainnya (Bengen, 2002).

Secara prinsip, ekosistem pesisir mempunyai 4 (empat) fungsi pokok bagi

kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah,

penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan

(Bengen, 2002). Sedangkan menurut ( Dahuri et al., 1996), wilayah pesisir secara

keseluruhan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi manusia sebagai berikut:

1. Penyedia sumberdaya alam hayati, seperti sumber pangan (protein) dan

(41)

2. Penyedia sumberdaya alam non hayati, yakni dapat menyediakan lapangan

pekerjaan seperti kegiatan industri, pertambangan dan sebagainya.

3. Penyedia energi, dengan menggunakan gelombang pasang-surut dapat

membangkitkan tenaga listrik.

4. Sarana transportasi, untuk membangun pelabuhan atau dermaga sebagai

bongkar muat barang.

5. Rekreasi dan pariwisata, yakni didukung oleh pasir putih, terumbu karang dan

sebagainya.

6. Pengatur iklim dan lingkungan hidup, laut berperan mengatur suhu udara dan

iklim laut, menyerap CO2

7. Penampung limbah, bentuk apapun limbah yang dibuang ketempat

terakhirnya adalah muara sungai di laut.

, menjaga lingkungan laut agar sirkulasi air dunia

terjamin sehingga daerah tropis air laut tidak terlalu panas dan sebaliknya

daerah subtropis.

8. Sumber plasma nutfah, yakni tempat hidupnya beraneka ragam biota dan

plasma nutfah sehingga merupakan bagian kepentingan manusia.

9. Pemukiman, yaitu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat yang

mempunyai kegiatan di pesisir.

10. Kawasan industri, yakni digunakan untuk pembangunan industri sehingga

memudahkan kegiatan ekspor dan impor barang.

11. Pertahanan dan keamanan, wilayah pesisir mengelilingi pulau sehingga pulau

merupakan wilayah pengaman dan pendukung kekuatan hankam.

Sebagai wilayah yang mempunyai karakteristik tersendiri, maka

faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh di wilayah pesisir seperti angin, gelombang,

pasang surut, arus, serta faktor fisik dan kimia lainnya lebih bervariasi

dibandingkan dengan ekosistem yang terdapat di laut lepas maupun yang terdapat

di perairan darat. Karakteristik hidro-oseanografi yang sangat dinamis ini

menjadikan pengelolaan wilayah pesisir baik untuk kepentingan perikanan

budidaya, konstruksi, pariwisata, serta kegiatan lainnya harus dikerjakan secara

(42)

2.2. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang pada hakekatnya mempunyai multi fungsi.

Selain sebagai habitat berbagai jenis biota, ekosistem ini berfungsi sebagai

sumberdaya hayati, sumber keindahan dan perlindungan pantai. Sebagai habitat,

ekosistem terumbu karang merupakan tempat untuk tinggal, berlindung, mencari

makan dan berkambang biaknya biota, baik yang hidup di dalam ekosistem

terumbu karang maupun dari perairan di sekitarnya ( Nybakken, 1992: Mumby

and Steneck, 2008).

Di dalam ekosistem ini terdapat kumpulan kelompok biota dari berbagai

tingkatan tropik yang mempunyai sifat saling ketergantungan. Biota tersebut

meliputi berbagai jenis ikan karang, teripang, rumput laut, dan beberapa jenis

moluska yang bernilai ekonomi. Sebagai sumber keindahan, ekosistem terumbu

karang dengan keanakeragaman jenis, bentuk biota dan keindahan warna, serta

jernihnya perairan mampu membentuk perpaduan harmonis dan estetis, ideal

untuk tempat rekreasi bawah laut.

2.2.1. Aspek Biologi dan Ekologi Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem dasar laut tropis yang

komunitasnya didominasi oleh biota laut penghasil kapur, terutama karang batu

(stony coral) dan alga berkapur (calareous algae). Terumbu karang berupa

gugusan karang yang terbentuk dari endapan masif kristal kalsium karbonat

(CaCO3

Karang pembentuk terumbu hanya dapat tumbuh dengan baik pada

daerah-daerah tertentu, seperti pulau-pulau yang sedikit mengalami proses sedimentasi

atau di sebelah timur dari benua yang umumnya tidak terpengaruh oleh adanya

arus dingin (Suharsono, 1996). Keberadaan terumbu karang ditandai oleh

menonjolnya jenis biota yang hidup di dalamnya, diperkirakan menempati sekitar

0,2% dari luas samudera dunia sekitar 362.059.000 km

), berasal dari epidermis pada setengah bagian bawah kolom dan binatang

karang (polip menetap), alga dan organisme lain penghasil kalsium karbonat

tersebut. Terumbu karang mempunyai respon spesifik terhadap lingkungan

sekitarnya. Pertumbuhan yang pesat pada kedalaman rata-rata 2 – 15 meter, dan

cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi distribusi vertikalnya

(Nybakken, 1992).

2

(43)

bumi. Sebagian besar terumbu karang (coral reef) tumbuh di perairan tropis yang

jernih dan agak dangkal pada rentang isothermal 20o

1. Suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan terumbu karang di perairan

adalah berkisar 23 -30

C dengan ketersediaan nutrisi

rendah, dan pada kedalaman kurang dari 40 meter (Allister, 1989; Hardianto et

al., 1998).

Jutaan hektar terumbu karang terdapat di daerah pantai tropis dunia. Di

daerah Mediterania Asiatik yaitu kawasan laut dalam dan sekitar Kepulauan

Indonesia mulai dari Australia bagian utara sampai China bagian selatan, total

luas terumbu karang adalah 18,2 juta ha (30% dari total luas terumbu karang

dunia), yang merupakan kawasan terumbu karang terluas di dunia (Smith, 1978

dalam Schroder, 1986). Sementara itu, di Kepulauan Philipina luas terumbu karang adalah 4,41 juta ha (Dizon, 1986).

Menurut Suharsono (1996) sebaran terumbu karang di Indonesia lebih

banyak terdapat di sekitar pulau Sulawesi, laut Flores dan Banda. Sebaran karang

di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Kalimantan Barat

dan Kalimantan Selatan dibatasi oleh tingginya sedimentasi. Tumbuh dan

berkembangnya karang dengan baik di Sulawesi (utara) adalah karena adanya arus

lintas Indonesia yang mengalir sepanjang tahun dari Laut Pasifik dan Laut Hindia.

Sebagai suatu ekosistem yang sangat produktif, terumbu karang memiliki

keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, sehingga menampakkan panorama

dasar laut yang sangat indah. Ekosistem ini terdiri atas jaringan mata rantai yang

menumbuhkan siklus fauna, siklus flora, siklus air dan berbagai siklus lainnya

yang saling berkaitan. Karena itu, menurut Salim (1992), ekosistem terumbu

karang memiliki lima fungsi penting, yaitu : (a) fungsi keterkaitan, (2) fungsi

keanekaragaman, (c) fungsi keserasian antar komponen satu dengan yang lain, (d)

fungsi efisien, dan (e) fungsi keberlanjutan.

2.2.2. Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang

Menurut Nybakken (1992) faktor-faktor lingkungan yang membatasi

pertumbuhan serta kelangsungan hidup terumbu karang adalah sebagai berikut:

o

C dengan suhu minimum 18oC. Namun hewan ini

(44)

pertumbuhan, reproduksi, metabolisme serta produktivitas kalsium

karbonat.

2. Tingkat Pencahayaan. Intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi

kelangsungan hidup karang. Dalam proses kehidupannya, hewan ini

bersimbiosis dengan mikro alga (zooxanthellae) yang dalam hidupnya

mutlak memerlukan cahaya matahari sebagai energi utama untuk

pembentukan zat hijau daun (Chlorophyl). Faktor kedalaman dan

intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi kehidupan binatang

karang, sehingga pada daerah yang keruh serta daerah dalam tidak

ditemukan terumbu karang. Kedalaman air untuk terumbu karang tidak

lebih dari 50 meter.

3. Salinitas. Hewan karang peka terhadap perubahan salinitas (kadar garam),

sehingga pada perairan yang tidak banyak mengalami perubahan salinitas

atau relatif stabil saja karang bisa hidup normal. Salinitas optimal untuk

kehidupan terumbu karang antara 32 – 35 o/oo

4. Kejernihan air.Kejernihan air ini sangat erat kaitannya dengan intensitas

cahaya matahari, agar cahaya dapat mencapai dasar perairan, syarat

kejernihan air diperlukan. Bila terdapat benda-benda yang larut atau

melayang di laut akan mengganggu masuknya cahaya matahari. Pasir dan

lumpur bisa menutupi polip dan akhirnya mematikan hewan karang ini. , sehingga jarang ditemukan

pada daerah muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan

dengan kadar garam tinggi (hipersalin).

5. Pergerakan Air. Ombak dan arus turut berperan dalam pertumbuhan

karang. Ombak dan arus membawa oksigen dan bahan makanan; oleh

karena karang batu yang hidup menetap di dasar dan tidak berpindah

tempat maka karang batu ini hanya dapat mengandalkan bahan makanan

yang dibawa oleh arus. Di samping itu arus atau ombak dapat

membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel atau masuk

kedalamnya. Kedalaman 3 – 10 meter merupakan lingkungan yang

(45)

2.2.3. Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran penelitian desain pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di KKLD  Bintan  Timur
Gambar 2.  Peta lokasi penelitian di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau
Tabel 1.  Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian.
Tabel 4.  Dimensi dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola pembinaan dalam Islam yang sesuai dengan fase perkembangan anak dimulai dari pembinaan pada awal kelahiran yang harus disegerakan, seperti adzan, iqamah, pemberian

Dalam proses analisis data, dilakukan melalui dua tahap, yaitu analisis kesesuaian model teoritis dengan data empiris serta analisis pengaruh dan besar pengaruh regulasi

Untuk mengetahui sikap belajar matematika siswa kelas X SMA Islam Al-Azhar 5 Cirebon, penulis menggunakan angket skala likert (skala sikap) yang terdiri dari 24

dilakukan oleh penulis mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk peningkatan kinerja paada puskesmas desa daru?Dari hasil wawancara yang diperolah penulis, ia

mempercepat otonomi universitas dapat dijadikan referensi. Bagi PT yang tergabung dalam PT-BHMN dan diarahkan oleh pemerintah pusat ---cq. Kementrian Pendidikan--- agar

Hampir seluruh pasien BPH yang berobat ke Klinik Urologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau juga mengalami disfungsi ereksi, dengan derajat disfungsi ereksi terbanyak dialami

Penelitian ini merupakan penelitian rekayasa sistem dengan metode pengembangan sistem waterfall mengenai SMS gateway yang berfungsi untuk memberikan solusi dalam memberikan

10 Meskipun fokus kajiannya terhad pada ketokohan dan sumbangan Sheikh Yasin al-Fadani dalam pengajian Hadith, penulisnya sedikit banyak juga telah memberikan