• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1.Kondisi Geografis dan Administrasi 4.1.Kondisi Geografis dan Administrasi 4.1.Kondisi Geografis dan Administrasi

4.6. Potensi Kelautan dan Perikanan

4.6.1. Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya - Perikanan tangkap

Gugus Pulau Bintan memiliki potensi perikanan yang sangat besar untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kondisi ini ditunjang dengan posisi

geografis yang berada di pertemuan antara Laut Cina Selatan dan Laut Pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka). Selat Malaka merupakan salah satu lautan yang memiliki nilai produktivitas primer yang tinggi. Wilayah perairan gugus pulau Bintan sebagian besar terletak pada Wilayah Pengelolaan Perikanan 4 (WPP 4), yaitu wilayah Laut Cina Selatan yang memiliki potensi sumberdaya ikan paling besar diantara 11 WPP yang ada. Estimasi potensi perikanan tangkap di perairan Kabupaten Bintan mencapai 106,018 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 84.814 ton (DKP Kabupaten Bintan, 2009).

Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Bintan Tahun 2008 tercatat sebanyak 8.949 RTP dan pada tahun 2007 berjumlah 8.288 RTP. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 661 RTP (7,98%). Rumah tangga perikanan tangkap merupakan yang paling dominan, yaitu 8.460 RTP (945%), budidaya laut 297 RTP, budidaya payau 45 RTP dan budidaya perairan tawar 147 RTP. Adapun alat tangkap yang digunakan oleh nelayan antara lain; gillnet, pancing ulur, bubu, pancing tonda, pukat bilis dan lain-lain (DKP Kabupaten Bintan, 2009).

Alat tangkap jaring yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Bintan pada umumnya mempunyai ukuran mata jaring (mesh size) yang tidak rapat sesuai dengan sasaran ikan yang akan ditangkap. Umumnya ukuran mata jaring yang digunakan berkisar 5 - 12,5 cm, kecuali jaring yang digunakan untuk menangkap ikan bilis mempunyai ukuran mata jaring yang sangat rapat. Kegiatan perikanan yang menggunakan alat tangkap jaring mempunyai tujuan untuk menangkap ikan pelagis seperti ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii), ikan kembung (Rastrelliger spp) dan lain sebagainya. Jaring apollo (trammel net) banyak digunakan untuk menangkap lobster.

Bubu juga merupakan alat tangkap yang sangat dominan digunakan oleh nelayan di Kabupaten Bintan. Termasuk di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir. Alat tangkap bubu ini terbuat dari kawat dengan ukuran mata kawat sekitar 2,5 cm yang banyak dipasang di sekitar terumbu karang. Satu orang nelayan dapat memiliki 50 unit bubu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Bintan “cukup selektif”.

Armada perikanan tangkap di Kabupaten Bintan terdiri dari Kapal Motor (KM), Motor Tempel (MT) dan Perahu Tanpa Motor (PTM). Kapal Motor (KM) diidentifikasi berdasarkan tonase-nya, yaitu 1-5 GT, 6-10 GT, dan >10 GT. Jumlah armada perikanan tangkap tahun 2008 yakni berjumlah 4.051 unit, jika dibandingkan tahun 2007 mengalami peningkatan sebanyak 95 unit (2,40 %), dimana tahun 2007 tercatat 3.956 unit. Adapun rincian jumlah masing-masing armada adalah motor tempel (MT) sebanyak 631 unit dan perahu tanpa motor (PTM) berjumlah 1.164 unit, sedangkan jumlah kapal motor 1-5 GT (1.849 unit), 6-10 GT (354 unit), dan >10 GT (53 unit).

Nelayan yang menggunakan kapal motor dan motor tempel (16 -28 PK) dapat mencapai daerah penangkapan yang relatif jauh dari pantai, mulai 7 mil sampai 18 mil dari pantai. Sebaliknya nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor daerah penangkapan mereka hanya terbatas di sekitar pantai. Kondisi ini menyebabkan hasil tangkapan yang mereka peroleh lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan kapal motor dan perahu motor.

Produksi perikanan yang berasal dari usaha penangkapan di Kabupaten Bintan pada tahun 2008 tercatat sebesar 18.809,10 ton dengan nilai produksi Rp. 131.663.700.000,- dan pada tahun 2007 tercatat sebesar 18.409,38 ton dengan nilai produksi Rp. 128.865.560.000, atau mengalami peningkatan sebesar 2,17%. Pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan terbagai atas tiga kelompok, yaitu lokal, antar pulau dan ekspor. Adapun rincian volume dan nilai pemasaran disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Volume dan nilai pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan tahun 2008

No Pemarasan Volume (ton) Nilai (Rp.) Persentase (%)

1 Lokal 17.734,25 88.670.000.000 92,00

2 Antar Pulau 176,64 1.059.800.000 1,00

3 Ekspor 1.365,75 6.696.236.140 7,00

Jumlah 19.276,64 96.426.036.140 100,00

Sumber : DKP Kabupaten Bintan, 2009

Dari Tabel 14 terlihat bahwa pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan sebagian besar (92%) untuk pasar lokal, kemudian diikuti ekspor dan antar

pulau. Hal ini disebabkan tingginya permintaan lokal terhadap produksi perikanan, dimana konsumsi ikan dari masyarakat Kabupaten Bintan pada tahun 2008 adalah 115,65 kg/kapita/tahun. Disamping itu juga disebabkan pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan yang cukup tinggi, yaitu 2,63% (DKP Kabupaten Bintan, 2009).

- Perikanan Budidaya

Untuk potensi sumberdaya budidaya laut, Gugus Pulau Bintan mempunyai areal potensial seluas 6.318 ha, yang dapat dikembangkan untuk budidaya ikan, rumput laut dan kerang-kerangan. Pengembangan kegiatan perikanan masih mempunyai peluang yang sangat luas, mengingat tingkat pemanfaatan laut tersebar di Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan dan Bintan Utara masih rendah. Disamping kegiatan budidaya laut, Kabupaten Bintan juga potensial untuk pengembangan budidaya air payau (tambak) dan budidaya air tawar.

Saat ini kegiatan budidaya laut sudah mulai berkembang di Kabupaten

Bintan, terutama di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir. Tercatat 1.306 kantong keramba jaring apung (KJA) dan 571 kantong keramba jaring tancap (KJT). Kegiatan budidaya laut tersebut tersebar di semua kecamatan yang mempunyai perairan laut. dengan melibatkan 297 RTP. Jenis-jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan kerapu, kakap, bawal dan jenis lainnya. Adapun produksi dan nilai produksi budidaya laut di Kabupaten Bintan pada tahun 2008 adalah 182,36 ton dengan nilai produksi Rp. 16.589.285.000,-

4.6.2. Pariwisata

Gugus Pulau Bintan memiliki potensi wisata yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan minat khusus yang tersebar di berbagai kecamatan yang terdapat pada Kabupaten Bintan terutama di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Utara. Secara keseluruhan terdapat 12 lokasi potensial sebagai obyek wisata baik yang sudah dikembangkan maupun yang sedang dikembangkan. Adapun lokasi-lokasi wisata tersebut dapat di lihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran lokasi dan jenis obyek wisata yang dapat dikembangkan di Gugus Pulau Bintan

No Kecamatan Lokasi/Nama Obyek Wisata Jenis Obyek

Wisata

1 Bintan Utara Kawasan wisata terpadu Lagoi

Pantai Tanjung Berakit

Desa wisata Sebong Perah

Makam Hang Nadim

Wisata alam

Wisata alam

Wisata alam

dan budaya

Wisata sejarah

2 Gunung Kijang Pantai kawal Pulau Beralas Bakau

dan Pulau Beralas Pasir

Gunung Kijang

Wisata Agro-perkebunan nenas

Pantai Trikora dan perkampungan

nelayan kawal

Wisata alam

Wisata alam

Wisata alam

Wisata alam

3 Teluk Bintan Makam bukit batu

Makam panjang di Pulau Pengujan

Air terjun Gunung Bintan

Makam Sultan Muhayatsyah

Wisata sejarah

Wisata sejarah

Wisata alam

Wisata sejarah

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, 2008

Salah satu tempat tujuan wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara adalah daerah Lagoi yang terdapat di Kecamatan Bintan Utara. Saat ini Kawasan Wisata Terpadu Lagoi telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan sebagai salah satu kawasan (SEZ) Kabupaten Bintan dengan luas areal 23.000 ha yang terdapat pada Kecamatan Telok Sebong.

Selain kawasan Lagoi, daerah lainya yang juga memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata bahari adalah Pantai Trikora yang terdapat di sepanjang pesisir Kecamatan Gunung Kijang, dan Pulau Mapur. Pantai Trikora memiliki potensi untuk pengembagan wisata mancing dan wisata pantai. Sementara itu, perairan Pulau Mapur memiliki potensi untuk pengembangan jenis pariwisata

diving, mancing dan snorkling.

Sepanjang tahun 2008, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kabupaten Bintan sebanyak 316,215 orang. Negara pangsa pasar utama wisatawan mancanegara tahun 2008 adalah Singapura 34,96%. Kemudian diikuti oleh Korea Selatan dan Jepang masing-masing sebesar 12,35% dan 9,76%. Lima negara lain secara berturut-turut antara lain, Inggris (5,12%), Malaysia (4,93%), Australia (4,21%), India (3,66%), dan China (3,34%) (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, 2008).

Berkaitan dengan kontribusi wilayah pesisir dan laut Kabupaten Bintan oleh pengguna terhadap PAD, sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar. Berdasarkan nilai PDRB tahun 2008 atas dasar harga yang berlaku tahun 2000 menurut lapangan usaha, kontribusi sektor pariwisata yang diperoleh dari sektor-sektor perdagangan, hotel dan restoran saja telah mencapai Rp. 540,08 milyar atau sebesar 19,76% dengan laju pertumbuhan 6,67% (BPS Kabupaten Bintan, 2009). Selanjutnya LIPI dan PPSPL UMRAH (2010) melaporkan bahwa potensi nilai ekonomi ekowisata dari wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kabupaten Bintan pada tahun 2009 lebih dari Rp. 109,741 milyar. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 serapan tenaga kerja di sektor pariwisata hanya 5,02% dari angkatan kerja yang berjumlah 49.669 jiwa. Hal ini masih tergolong rendah dibanding sektor pertanian dan industri pengolahan.