• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.5. Dimensi Keberlanjutan Pengelolaan Terumbu Karang

Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa terdapat enam variabel atau himpunan variabel kontekstual yang memberi pengaruh pada keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan, termasuk sumberdaya ikan di terumbu karang yaitu :

1. Sifat biofisik/ekologi sumberdaya serta teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut.

2. Atribut pasar terutama komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya alam yang tersedia serta komoditas barang dan jasa yang digunakan dalam proses pemanfaatan sumberdaya.

3. Atribu pemegang kepentingan, yaitu nelayan serta kelompok masyarakat lainnya yang menempatkan sumberdaya sebagai panggung atau arena (stake) yang bersangkutan dengan mengekspresikan eksistensinya.

4. Atribut kelembagaan dan organisasi yang hidup dan berkembang di

tengah-tengah masyarakat yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut, serta organisasi yang visi dan misinya tidak berkaitan sama sekali dengan pemanfatan sumberdaya pesisir dan laut, namun hadir di tengah masyarakat.

5. Atribut kelembagaan dan organisasi ekternal yang terdapat di luar masyarakat atau di luar area pengelolaan sumberdaya perikanan.

6. Atribut eksogen yaitu kekuatan eksternal yang terjadi di luar sistem pengelolaan sumberdaya perikanan, tetapi pada kenyataannya sangat berpengaruh atau berdampak pada sumberdaya perikanan.

2.5.1. Dimensi Ekologi

Dimensi ekologi merupakan dimensi kunci karena arahan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan kesinambungan pemanfaatan sumberaya alam dan jasa lingkungan bagi generasi mendatang. Status atau kondisi pembangunan berkelanjutan dapat tercermin dari kondisi dimensi ekologis tersebut. Dimensi

ekologi dipilih untuk mencerminkan bagaimana pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut berdampak secara ekologis terhadap keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan serta ekosistem tersebut sehingga kegiatan pemanfaatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan juga. Tingkat eksploitasi atau tekanan eksploitasi akan membatasi peluang pengembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan (Aziz et al. 1998). Tingkat eksploitasi yang melebihi MSY (maximum sustainable yield) atau terjadinya penangkapan berlebih (overfishing) akan membahayakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan (Gulland, 1983).

Keanekaragaman spesies telah lama digunakan sebagai indikator stabilitas lingkungan (De Santo, 2000). Selain itu, spesies itu sendiri penting karena fungsi bertindak di dalam menimbulkan atau memunculkan jasa ekologis yang memang bernilai ekonomis bagi manusia (Perrings et al., 2003). Keanekaragaman spesies secara fungsional menentukan ketahanan (resilience) ekosistem atau sensitivitas ekosistem (Holling et al. 2002). Jumlah spesies dan kombinasi spesies ikan merupakan dua dari beberapa indikator integritas biotik ekosistem perairan (Karr, 2002). Integritas biotik adalah suatu ekosistem yang berubah baik secara struktur maupun secara fungsional akibat aktivitas manusia (Hocutt, 2001).

2.5.2. Dimensi Sosial Ekonomi

Dimensi sosial ekonomi yang elemen utamanya meliputi aspek permintaan (demand) dan penawaran (supply) komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya yang dikelola. Dimensi sosial ekonomi seperti harga dan struktur pasar merupakan insentif atau disinsentif bagi terbentuknya suatu tatanan kelembagaan pengelolaan terumbu karang serta derajat kepatuhan masyarakat (nelayan) terhadap tatanan tersebut. Dimensi sosial ekonomi juga menggambarkan kejadian-kejadian yang berpengaruh pada permintaan dan penawaran serta hubungan antara pelaku ekonomi (Arifin, 2008).

Memahami dimensi sosial ekonomi adalah sesuatu yang sangat penting dalam kaitannya dengan pengelolaan terumbu karang. Hal ini karena disamping sebagai kegiatan yang berbasis sumberdaya alam (natural resource based activity), terumbu karang merupakan kegiatan ekonomi yang berbasis pasar (markedbased activity). Oleh karena itu, perumusan suatu tatanan pengelolaan

terumbu karang patut pula memperhatikan dimensi sosial ekonomi yang berkaitan atau yang merupakan ciri sumberdaya tersebut.

2.5.3. Dimensi Kelembagaan

Dimensi kelembagaan sangat bergantung pada cara tatanan kelembagaan, hak-hak masyarakat, serta aturan dibuat atau dirumuskan. Nikijuluw (2002), menyatakan bahwa tiga aspek penting yang patut diperhatikan dalam pengambilan keputusan, yaitu:

1. Keterwakilan (representation) yang didefinisikan sebagai tingkat nelayan dan pemegang kepentingan lainnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

2. Kecocokan (relevanse) adalah tingkat peraturan yang berlaku dinilai cocok dengan masalah-masalah yang dihadapi.

3. Penegakan hukum (enforceability) adalah tingkat aturan-aturan dapat ditegakkan.

Christie et al. (2003) mengatakan bahwa dukungan seluruh pemangku kepentingan wilayah pesisir merupakan faktor penting terhadap keberlanjutan program. Konflik kepentingan, atau bahkan hanya konflik persepsi di antara konstituen (seperti nelayan, penyelenggara wisata bahari, ilmuwan, pejabat pemerintah, LSM, dan konservasionis) akan memelihara ketidakpuasan di antara mereka apabila tidak diambil langkah-langkah proaktif. Ketidakpuasan di antara satu konstituen atau lebih, apabila tidak diselesaikan dengan cara yang bijak, bisa mengakibatkan terancamnya keberlanjutan kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir karena mereka akan melanggar kesepakatan atau peraturan yang ada dan disepakati.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranserta para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir termasuk terumbu karang, baik secara individu atau secara bersama-sama cenderung berakibat pada kesesuaian kegiatan proyek dengan keinginan mereka daripada proyek yang dipaksakan dari luar. Peranserta ini menumbuhkan rasa memiliki di kalangan pihak-pihak yang berkepentingan dan meningkatkan keberdayaan masyarakat pesisir. Perasaan memiliki digabungkan dengan peningkatan keberdayaan masyarakat pesisir dan kesesuaian pengelolaan sumberdaya pesisir dengan kondisi

lokal tampak lebih berdampak pada keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir oleh masyarakat sendiri setelah proyek selesai.

2.5.4. Dimensi Teknologi

Aspek teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya sangat bergantung pada jenis dan potensi terumbu karang yang tersedia. Teknologi yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan diatur serta ditentukan dalam hak-hak pemanfaatan sumberdaya. Kehadiran suatu teknologi membentuk pola interaksi antara pengguna. Jika suatu teknologi mensyaratkan adanya kerjsama antar pengguna, kerjasama itu akan terwujud karena kebutuhan. Sebaliknya, penggunaan teknologi tertentu dapat juga menjadi disinsentif bagi pengguna untuk bekerjasama yang seterusnya menentukan pola interaksi yang khas di antara mereka bukan saja pada saat pemanfaatan sumberdaya, tetapi juga pada saat perencanaan, perumusan cara-cara pemanfaatan, dan pengelolaan.

Oakerson (1992), mengajukan dua alasan penting melakukan kajian hubungan antara atribut-atribut tersebut dengan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Alasan tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Sumberdaya perikanan termasuk terumbu karang memiliki kapasitas relatif dalam mendukung usaha nelayan secara simultan tanpa adanya benturan-benturan di antara mereka atau adanya dampak yang merugikan bagi nelayan tertentu yang timbul karena nelayan lain menangkap ikan dalam jumlah yang lebih banyak. Analisis sifat ekologi harus diarahkan untuk menentukan secara akurat faktor-faktor pembatas sumberdaya. Faktor-faktor pembatas yang utama adalah potensi dan jenis serta mobilitasnya di dalam kawasan yang dikelola.

(2) Derajat aksesibilitas terhadap sumberdaya. Keterbatasan potensi sumberdaya berarti bahwa akses terhadap sumberdaya sulit dan mahal. Oleh karena itu tindakan seseorang untuk berhenti memanfaatkan sumberdaya merupakan sesuatu yang jarang terjadi. Begitu sesorang sudah memiliki akses dan berada dalam proses pemanfaatan sumberdaya, akan sulit baginya untuk berhenti melakukannya. Oleh karena itu, sumberdaya terumbu karang dimanfaatkan secara bersama-sama dalam suatu bentuk kompetisi di antara

pengguna. Aksi seseorang akan memberi dampak kepada yang lain dan selanjutnya membuat orang lain melakukan aksi serupa. Jadi interaksi di antara pengguna cenderung menjurus kepada pertentangan atau konflik di antara mereka.