PEMODELAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN
AIR TANAH DI PULAU TIDORE
HALIMA MALAKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
HALIMA MALAKA. Pemodelan Kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore. Dibimbing oleh M.YANUAR J.PURWANTO dan ALINDA F.M.ZAIN
Pulau kecil memiliki karakteristik khusus berkenaan dengan sumberdaya air yakni keterbatasan sumber daya air tawar dan rentan terhadap intrusi air laut. P.Tidore merupakan pulau kecil dengan luas 116.56 km² dan jumlah penduduk 55 297.61 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk, fasilitas komersil dan fasilitas umum setiap tahunnya akan berdampak pada peningkatan kebutuhan air baku. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Identifikasi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di P.Tidore, (2) Membangun pemodelan kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di P.Tidore, (3) merumuskan kebijakan air tanah di P.Tidore. Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode survei dengan melakukan pengukuran di lapangan sebanyak 71 sumur untuk mengetahui adanya intrusi air laut, kedalaman muka air tanah. Analisis data yang digunakan adalah analisis sistem dinamik untuk mengetahui kebutuhan air penduduk dan non penduduk saat ini dan proyeksi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah sampai tahun 2033 dengan
stella versi 9.0.2.
Hasil analisis di ketahui bahwa pada tahun 2009 kebutuhan air penduduk eksisting adalah 2 121 124.50 m3/tahun, kebutuhan air fasilitas umum 101 184.35
m3/tahun dan fasilitas komersil 62 523.04 m3/tahun sehingga kebutuhan air total
2 284 831.89 m3/tahun, pada tahun 2033 proyeksi kebutuhan air penduduk
sebesar 3 181 713.17 m3/tahun, kebutuhan air fasilitas umum 150 764.62
m3/tahun, kebutuhan air fasilitas komersil 400 814.17 m3/tahun sehingga
kebutuhan air total 3 735 291.97 m3/tahun dan ketersediaan air tanah pada tahun
2009 sebesar 2 850 000 m3/tahun dan proyeksi ketersediaan air tanah pada tahun
2033 menjadi 2 856 117.14 m3/tahun. Untuk meningkatkan ketersediaan air
tanah maka perlu adanya konservasi pada masing-masing land use. Upaya
konservasi tersebut diantaranya reboisasi, terasering dan sumur resapan. Dari hasil simulasi model diperoleh skenario kebijakan terpadu (penghematan dan konservasi) dapat menurunkan pemakaian air dan meningkatkan ketersediaan air tanah.
SUMMARY
HALIMA MALAKA. Model of Water Demand and Groundwater Availability at Tidore Island. Supervised by M.YANUAR J. PURWANTO and ALINDA F.M. ZAIN
limited catchment area and raw water sources
Small island has specific characteristics limited catchment area and vulnerable to the sea water intrusion. Tidore Island is a small island that has 117,6 Km² and amount people 54 763. Annual of population growth, commercial facilities, and public facilities will increase the demand for raw water. The objectives of this study are (1) to identify the water demand and groundwater availability , (2) to build a model of water demand and groundwater availability , and (3) to formulate groundwater policies. Survey method was used to assess requared at the study area for about 71 sampling sites of will. The data result was analyzed by using the dynamic system analysis to determine the domestic water demand and non domestic demand modeling was developed using Stella version 9.0.2.
The results of the analysis showed, that in 2009, the water demand of the existing population was 2 121 124.50 m3/year, the water demand of public
facilities was 101 184.35 m3/year, and commercial facilities was 62 523.04
m3/year which made the total of water demand was 2 284 831.89 m3/year. While
in 2033, the water demand projection on Tidore Island would be 3 181 713.17 m3/year, the water demand of public facilities would be 150 764.62 m3/year, the
water demand for commercial facilities would be 400 814.17 m3/year, which
made the total of water needs would become 3 735 291.97 m3/year. As for the
groundwater availability in 2009 was about 2 850 000 m3/year and the projected
groundwater availability in 2033 would increase into 2 856 117.14 m3/year. To
increase the groundwater availability, conservation act toward every type of land use is needed. Those conservation efforts can be included reforestation, terracing and infiltration wells. The result of simulation model has obtained a scenario of an integrated policy (saving and conservation) that can reduce water consumption and increase the groundwater availability.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PEMODELAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN
AIR TANAH DI PULAU TIDORE
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Tesis : Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore
Nama : Halima Malaka NIM : P052120251
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir M.Yanuar J Purwanto, MS
Ketua Dr Ir Alinda F.M.Zain, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof Dr Ir Cecep Kusmana,MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore. Bagian dari tesis ini telah diterima untuk diterbitkan di Jurnal Air Indonesia (JAI) Vol 8 No 1 tahun 2015 dengan judul “Analisis Sistem Dinamik Neraca Air di Pulau Tidore”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir M. Yanuar J. Purwanto, MS dan Dr Ir Alinda Fitriany M.Zain, MSi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Indung Siti Fatima, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan koreksi konstruktif. Terima kasih juga di sampaikan kepada Walikota Tidore Kepulauan yang telah memberikan tugas belajar dan dukungan beasiswa. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang S-2.
Ungkapan terima kasih dan rasa hormat kepada suami saya Salnuddin, Spi MSi, ayah dan ibu saya Hadi Ismail Malaka dan Umi A.Rahim Fabanyo, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Selain itu penulis juga sampaikan terimakasih kepada Seluruh Kepala SKPD, Camat, Lurah dan masyarakat P.Tidore, Pa Nurhalis Wahidin,SP MSc yang telah membantu dalam penelitian ini. Penulis juga sampaikan terimakasih kepada segenap tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL SPS IPB.
Terimah kasih kepada teman-teman seperjuangan Try, Ita, Tya, Nida, listin, Darma, Dini, Agus dan teman PSL angkatan 2012 serta semua pihak yang membantu hingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
DAFTAR ISI
Pendekatan dan Pemodelan Sistem 11
Analisis Kebijakan 14
METODE 16
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Alat dan Bahan Penelitian 16
Tahapan Penelitian 16
Jenis dan Metode Pengumpulan Data 17
Metode Pemilihan Responden 17
Metode Analisis Data 18
HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Kondisi Umum Wilayah Penelitian 22
Analisis Kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah 31
Pemodelan Sistem Dinamik 37
Model kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah 38
Validasi Model 43
Simulasi Model Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air 46
Simulasi Skenario Kebijakan Model Kebutuhan Air dan Ketersediaan
Air Tanah 49
1 Komponen-komponen siklus hidrologi 7
2 Potensi air tanah pada CAT di Indonesia per propinsi 8
4 Matrik jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis atau dan
keluaran berdasarkan tujuan penelitian 17
5 Kemiringan lereng P. Tidore 23
6 Nilai koefisien run-off pada masing-masing land use 24
7 Jenis dan tutupan lahan P. Tidore 25
8 Jumlah penduduk P. Tidore 27
9 Jumlah guru dan dosen pada tahun 2009-2013 27
10 Jumlah siswa pada tahun 2009 – 2013 27
11 Jumlah siswa , guru dan dosen pada tahun 2009 – 2013 28
12 Jumlah fasilitas kesehatan dari tahun 2009 - 2013 28
13 Jumlah tempat ibadah dari tahun 2009 - 2013 28
14 Jumlah sumur gali di P. Tidore dirinci per Kecamatan 29
15 Kebutuhan air penduduk pada tahun 2009 – 2013 33
16 Kebutuhan air mesjid tahun 2009 - 2013. 34
17 Kebutuhan air fasilitas kesehatan pada tahun 2009 – 2013 34
18 Kebutuhan air perkantoran dari tahun 2009 – 2013 35
19 Kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan tahun 2009 – 2013 35
20 Kebutuhan air untuk fasilitas pasar tahun 2009 – 2013 35
21 Kebutuhan air pertokoan pada tahun 2009 – 2013 36
22 Kebutuhan air bersih rumah makan pada tahun 2009 – 2013 36
23 Kebutuhan air bersih total pada tahun 2009 – 2013 36
24 Ketersediaan air tanah 37
25 Hasil analisis kebutuhan stakeholder dalam model kebutuhan air
bersih dan ketersediaan air tanah di P. Tidore 37
26 Standar kebutuhan air non penduduk untuk kategori kota kecil 39
27 Validasi kinerja sub model kebutuhan air dan ketersediaan air tanah 45
28 Skenario kebijakan 49
29 Proyeksi jumlah sumur dan volume air yang diserap 57
30 Proyeksi kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan 58
31 Kebutuhan biaya reboisasi 63
32 Klasifikasi dan luas lereng di kawasan kebun campuran 59
33 Proyeksi kebutuhan biaya terasering 61
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran model kebutuhan air dan ketersedian air
tanah di P. Tidore 2
2. Siklus hidrologi tertutup 6
3. Peta lokasi penelitian 16
4. Tahapan penelitian 17
5. Grafik curah hujan tahunan P. Tidore 24
6. Penggunaan lahan (land use) P. Tidore 26
7. Sebaran sumur berdasarkan salinitas air sumur dan kelerengan 30 8. Grafik hubungan jarak sumur dari garis pantai, kedalaman muka air
tanah (MAT) dan salinitas air sumur 31
10. Kebutuhan air fasilitas komersil berdasarkan hasil survei dan
standar 32
11. Kebutuhan air fasilitas umum berdasarkan hasil survei dan standar 32 12. Diagram input-output model sistem kebutuhan air dan ketersediaan
air tanah di Pulau Tidore 38
13. Causa loop kebutuhan air 41
14. Struktur model kebutuhan air 42
15. Causa loop ketersedian air tanah 42
16. Struktur model ketersediaan air tanah 43
17. (a) Validasi struktur model kebutuhan air & (b) ketersedian air
tanah 44
18. Proyeksi kebutuhan air penduduk eksisting 47 19. Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum eksisting 47 20. Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil eksisting 47
21. Proyeksi kebutuhan air total eksisting 48
22. Proyeksi ketersediaan air tanah eksisting 48
23. Proyeksi neraca air dan IKA eksisting 48
24. Simulasi Run off ,imbuhan air tanah ketersediaan air skenario Business as Usualy (BaU) 50
25. Simulasi neraca air dan IKA skenario Business Business as Usualy
(BaU) 50
26. Simulasi kebutuhan air penduduk skenario penghematan 5 % 51 27. Simulasi kebutuhan air fasilitas umum skenario penghematan 5 % 51 28. Simulasi kebutuhan air fasilitas komersil skenario penghematan 5
% 51
29. Simulasi kebutuhan air total skenario penghematan 5 % 52 30. Simulasi Run off, imbuhan air tanah dan ketersediaan air tanah
skenario penghematan 5 % 52
31. Simulasi neraca air , IKA skenario penghematan 5 % 52 32. Simulasi kebutuhan air penduduk skenario terpadu 53 33. Simulasi kebutuhan air fasilitas umum skenario terpadu 54 34. Simulasi kebutuhan air fasilitas komersil skenario 54 35. Simulasi kebutuhan air total skenario terpadu 54 36. Simulasi run off, imbuhan air tanah dan ketersediaan air tanah
skenario terpadu 55
37. Simulasi neraca air dan IKA skenario terpadu 55 38. Potongan sumur resapan komunal segi empat 58 39. Penampang teras kebun (a) dan teras individu (b) 59
40. Lokasi kawasan terasering 60
41. Lokasi kawasan reboisasi 62
DAFTAR LAMPIRAN
1. Proyeksi jumlah penduduk eksisting 70
2. Proyeksi kebutuhan air penduduk eksisting 70
3. Proyeksi jumlah fasilitas umum eksisting 71
5. Proyeksi jumlah fasilitas komersil eksisting 72
6. Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil eksisting 72
7. Proyeksi kebutuhan air total P. Tidore eksisting 73
8. Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA eksisting 73
9. Proyeksi jumlah penduduk skenario Business as Usualy (BaU) 74
10. Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario Business as Usualy
(BaU) 74
11. Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario Business as Usualy
(BaU) 75
12. Proyeksi kebutuhan fasilitas umum skenario Business as Usualy
(BaU) 75
13. Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario Business as Usualy
(BaU) 76
14. Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario Business as
Usualy (BaU) 76
15. Proyeksi kebutuhan air total P. Tidore skenario Business as
Usualy (BaU) 77
16. Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario Business as
Usualy (BaU) 77
17. Proyeksi jumlah penduduk skenario penghematan 5 % 78
18. Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario penghematan 5 % 78
19. Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario penghematan 5% 79
20. Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum skenario penghematan 5% 79
21. Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario penghematan 5% 80
22. Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario penghematan
5% 80
23. Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario penghematan
5 % 81
24. Proyeksi kebutuhan air total skenario penghematan 5 % 81
25. Proyeksi jumlah penduduk skenario terpadu 82
26. Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario terpadu 82
27. Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario terpadu 83
28. Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum skenario terpadu 83
29. Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario terpadu 84
30. Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario terpadu 84
31. Proyeksi kebutuhan air total skenario terpadu 85
32. Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario terpadu 85
33. Simulasi penghematan penggunaan air pada skenario
penghematan dan skenario terpadu 86
34. Kualitas air sumur yang sudah melebihi baku mutu air minum, Muka Air Tanah (MAT) & kedalaman sumur 86
35. Persamaan model 87
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Tidore merupakan pulau vulkanik, terbentuk dari aktivitas lempeng Pasifik dan lempeng Philipina dan membentuk gugusan gunungapi di sekitar Pulau Halmahera. Luas P.Tidore 116,56 km2, luas tersebut menyebabkan P.Tidore
termasuk kategori pulau kecil karena memiliki luasan < 2000 km2 (PP No 62
tahun 2010). Konsekuensi sebagai pulau gunungapi dan pulau kecil maka P.Tidore memiliki berbagai keterbatasan wilayah salah satunya adalah catchment area. Sesuai dengan hasil survei terakhir terkait hal tersebut dilakukan pada tahun
2011 oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kota Tidore Kepulauan.
Keberadaan P.Tidore tidak lepas dari sejarah Kesultanan Tidore dalam membentuk penyebaran penduduk dengan aktivitasnya di P.Tidore dan wilayah lainnya dalam wilayah pemerintahan Kota Tidore Kepulauan. Pemukiman penduduk (perkampungan tua) umumnya menyebar di sepanjang wilayah pesisir P.Tidore dan sebagian kecil berada di daerah perbukitan. Untuk memperoleh kebutuhan air bersih, masyarakat memanfaatkan sumber air tanah dangkal (sumur gali), hasil survei pendahuluan dijumpai beberapa sumur tua masih dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih.
P.Tidore sebagai pusat pemerintahan terus memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga memacu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan dunia usaha, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas komersil yang berdampak pada peningkatan kebutuhan air bersih. Untuk keperluan rumah tangga pada saat ini sumber pasokan air minum diperoleh dari jasa PDAM dengan faslitas 6 buah sumur dalam dan 1 buah sumur reservoir air bersih baru melayani masyarakat di
pusat Kota Tidore Kepulauan yakni di kecamatan Tidore (Kelurahan Soasio, Gamtufkange, Tomagoba, dan Goto) dan Kecamatan Tidore Selatan (Kelurahan Gurabati dan Tunguwai), sedangkan pada Kecamatan Tidore Utara hanya terdapat di Kelurahan Mareku. Secara umum PDAM baru dapat melayani masyarakat sekitar 3 % dari jumlah penduduk yang ada di Pulau Tidore (Dinas Pertambangan dan Energi Kota Tidore Kepulauan, 2011). Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat pada 23 kelurahan lainnya berasal dari sumur gali. Dari data profil tiap kecamatan diketahui bahwa jumlah sumur gali yang dipakai masyarakat di Pulau Tidore sebanyak 1 610 sumur.
Kerangka Pemikiran
Pulau kecil memiliki karakteristik khusus berkenaan dengan sumberdaya air yakni: keterbatasan sumber daya air tawar dan rentan terhadap intrusi air laut. Pulau Tidore merupakan pulau kecil memiliki catchment area dan sumber air
baku yang terbatas (Gambar 1). Pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya akan berdampak pada peningkatan kebutuhan air baku, maka untuk memenuhi kebutuhan air bersih perlu mengetahui pola pertumbuhan kebutuhan airnya, mengkaji kebutuhan air dan ketersediaan air tanah melalui upaya konservasi meliputi reboisasi, teknik teras, sumur resapan dan upaya penghematan air melalui reduce, dan reuse
Gambar 1 Kerangka pemikiran model kebutuhan air dan ketersedian air tanah di P. Tidore
Perumusan Masalah
Kegiatan pemanfaatan air tanah di pulau kecil sangat rentan terhadap kerusakan akibat intrusi air laut, cathmant area yang terbatas, menurunnya
kemampuan penyerapan air oleh tanah akibat pemanfaatan ruang terbuka hijau dan aktivitas pembangunan yang tidak mempertimbangkan kaidah konservasi. Ketersediaan air tanah yang terbatas jika pengambilan air tanah secara berlebihan maka akan terjadi kekurangan air di masa mendatang, sehingga diperlukan suatu model kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat tiga rumusan masalah :
1. Bagaimanakah kebutuhan dan ketersediaan air tanah di P.Tidore ?
2. Bagaimanakah model kebutuhan dan ketersediaan air tanah yang tepat diterapkan di P. Tidore ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Identifikasi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di P. Tidore.
2. Membangun pemodelan kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah di P. Tidore.
3. Merumuskan kebijakan konservasi air tanah. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Sebagai masukan kepada Pemerintah Kota Tidore Kepulauan untuk pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di P.Tidore.
2. Sebagai bahan pertimbangan masyarakat guna ikut berperan aktif dalam memanfaatkan sumberdaya air tanah di P. Tidore yang berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Kecil
Pengertian pulau kecil menurut Undang-undang nomor 27 tahun 2007 adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2000 km2 beserta kesatuan
ekosistemnya. Disamping kriteria tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induk, memiliki batas fisik yang jelas dan memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga
sebagian aliran permukaan dan sedimen masuk ke laut. Penggolongan kelas pulau kecil di bagi dalam 9 kelompok yakni :
1. Pulau kecil makro atas (1000 – 5000 km²), contoh Pulau Morotai (1000 km²), Pulau Bintan (1075 km²), Pulau Lombok ( 4 880 km²)
2. Pulau kecil makro menengah (500 – 1000 km²), contoh Pulau Ambon
demografi dan ekonomi.Selain itu beberapa pulau kecil memiliki kepadatan penduduk 10 000 penduduk per km2 (Falkland 1993).
Sumberdaya Air
Air Tanah
Air tanah di Indonesia tersedia dalam jumlah banyak dan melimpah yang keberadaan dan cara pengambilannya tergantung pada kondisi geologi daerah setempat. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Kodoatie (2012) mendefinisikan air tanah adalah sejumlah air dibawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan. Air tanah menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan daerah jenuh
(saturated zone). Air tanah yang berada pada zona jenuh adalah bagian dari
keseluruhan air sub permukaan yang biasa disebut air tanah (ground water). Pada
Driscoll (1987) dalam Kodoatie (2012), secara umum fenomena keberadaan
air tanah dibagi dalam dua tipe yaitu air pada vadosa zone dan air pada phreatc zone. Pada vadosa zone, dibagi menjadi tiga tipe air yakni air tanah (soil water), intermediate vadose water, dan air kapiler. Pada phreatic zone atau saturated zone
(zona jenuh air) terdapat air tanah (groundwater). Zona di bawah zona soil water
adalah zona tengah (intermediate vadose water). Meskipun zona ini sebagian
besar bergerak kebawah namum sebagian ada yang tertahan tetapi tidak dapat diambil. Pada daerah lembah zona ini sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Kemungkinan kecil air mengalir semuanya melewati zona tengah pada daerah kering dan sebagian kecil air mencapai muka air tanah (groundwater) karena
perkolasi aliran dari soil water
Muka air tanah (water table) merupakan pemisah antara zona air tanah atau phreatic water dan pipa kapiler. Muka air tanah (water table) secara teoritis
merupakan perkiraan elevasi air permukaan pada sumur yang hanya merembes pada jarak yang pendek ke zona jenuh air. Jika air tanah mengalir horisontal, elevasi muka air tanah pada sumur sangat berhubungan dengan muka air tanah. Dengan adanya sumur akan mengubah bentuk aliran dan elevasi muka air pada sumur. Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah (CAT), oleh karena itu penetapan cekungan air tanah (CAT) sangat penting artinya untuk memudahkan pengelolaan air tanah di kemudian hari. Penetapan cekungan air tanah (CAT) didasarkan pada kriteria dan tata cara penetapan cekungan air tanah (CAT). Kriteria cekungan air tanah berdasarkan PP No. 43 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1 Mempunyai batas hidrologis yang dikontrol oleh kondisi hidraulik air tanah. 2 Batas hidrogeologis dapat berupa batas dua batuan lulus dan tidak lulus air,
batas pemisah air tanah, dan batas yang berbentuk karena struktur geologi meliputi antara lain kemiringan lapisan batuan, lipatan, patahan
3 Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah
4 Memiliki satu kesatuan sistem akuifer.
Siklus Hidrologi
Air di bumi ini mengulangi suatu sirkulasi yang terus menerus yakni penguapan, persipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air yang ada di
permukaan tanah, sungai, danau, dan laut selalu mengalir dan dapat berubah wujud menjadi uap air sebagai akibat pemanasan oleh sinar matahari dan tiupan angin yang kemudian menguap dan mengumpul membentuk awan. Pada tahap ini terjadi proses kondensasi yang kemudian turun sebagai titik-titik hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Sebagian dari air yang jatuh ke bumi akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau melalui dahandahan mengalir sebagai air permukaan yang kemudian menguap kembali akibat sinar matahari. Sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi), dimana bagian lain yang
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (interflow). Sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (ground water)
dengan mengisi tanah/bebatuan dekat permukaan bumi yang kemudian disebut akuifer dangkal, dan sebagian lagi terus masuk ke dalam tanah untuk mengisi lapisan akuifer yang lebih dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Lokasi pengisian (recharge area) dapat jauh sekali dari lokasi pengambilan
airnya (discharge area) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu
yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (ground water runoff)
limpasan air tanah.
Siklus hidrologi (Gambar 2) menjelaskan perjalanan air secara terus menerus, kontinyu, seimbang di darat baik diatas muka tanah, di laut dan di udara. Siklus hidrologi ada dua yakni :
1. Siklus hidrologi tertutup (closed system diagram of global hydrological cycle)
jika seluruh proses perjalanan air ini terus menerus, kontinyu, seimbang dan secara global.
2. Siklus hidrologi terbuka yakni bilamana siklus hidrologi ini dilihat pada suatu lokasi dan situasi tertentu.
Gambar 2 Siklus hidrologi tertutup
Tabel 1Komponen-komponen siklus hidrologi
Evapotranspirasi (evaporasi tanaman + transpirasi tanaman) Hujan
Air mengalir lewat (stem flow) atau jatuh langsug dari tanaman
(through flow). Air yang tertinggal di atau jatuh dari daun (drip flow)
Aliran di muka tanah (over land flow ) atau aliran permukaan
/run-off
Banjir / genangan
Aliran jaringan sungai ( river flow)
Transpirasi (air diambil melalui akar tanaman ) Kenaikan kapiler dari soil water /vodoze zone
Infiltrasi dari muka tanah ke dalam tanah (soil water)
Aliran antara (interflow)dari soil water ke jaringan sungai
Aliran dasar (baseflow) dari groundwater ke jaringan sungai
Aliran Runout ( dari ground water langsung ke laut)
Perkolasi ( dari soil water ke ground water)
Kenaikan kapiler dari ground water ke soil water
Return flow (dari soil water/vadoze zone ke permukaan tanah
Aliran pipa (pipa flow) dalam tanah Unsaturted Through flow
Saturated flow
Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah a. Kebutuhan air
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kebutuhan manusia meliputi air bersih penduduk dan non penduduk, air irigasi baik pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota. Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan:
1. Kebutuhan air penduduk, keperluan rumah tangga.
2. Kebutuhan air non penduduk, untuk industri, pariwisata, tempat ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersil, dan tempat-tempat umum lainnya.
Kebutuhan air adalah air yang digunakan untuk menunjang segalah kebutuhan manusia meliputi air bersih penduduk dan non penduduk, air irigasi baik untuk pertanian maupun perikanan dan air untuk penggelontoran kota. Berdasarkan BSN (2002) air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan: (1) kebutuhan air domestik, (2) kebutuhan air non domestik (hidran kebakaran, kebocoran, sekolah,kantor dan tempat ibadah), (3) industri komersil (pelabuhan udara, terminal/stasiun bis, pelabuhan laut), (4) sarana kesehatan (rumah sakit), (5) pariwisata, pertanian, perikanan dan peternakan.
perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto 2008).
Kebutuhan air penduduk akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa. BSN (2002) menetapkan SNI 19.6728.1-2002 tentang penduduk kota membutuhkan 120 l/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60 l/hari/kapita. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota.
b. Ketersediaan air tanah
Ketersediaan air dibumi dapat dikelompokan dalam 7 tempat sumber air yakni lautan 94.2 %, air tanah 4.15 %, air permukaan 0.019 %, tanah 0.0055%, sungai 0.00008 %, atmosfer 0.00096 %. Diketahui bahwa presentase terbesar berada di laut, selanjutnya air tanah dan air permukaan ( Adi 2009)
Potensi air tanah di Indonesia adalah ± 100 miliyar m3 tersebar di seluruh
daratan Indonesia yang terdapat 421 CAT (Cekungan Air Tanah) diantaranya 4 CAT lintas negara, 35 CAT lintas propinsi, 176 CAT lintas Kabupaten/Kota, 206 CAT didalam Kabupaten/Kota (Tabel 2). Indonesia mempunyai potensi air tanah sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang terdiri dari air tanah bebas sebesar 472 x 109
m3 dan air tanah tertekan sebesar 12.6 x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar
itu, sekitar 67 % berada di Sumatra dan Papua.
Potensi air tanah pada CAT di Indonesia paling banyak terdapat pada pulau-pulau besar. Luas tiap CAT tidak sama tergantung dari kondisi hidrogeologis setempat. Umumnya pada pulau-pulau kecil seperti Nusa Tenggara dan Maluku dijumpai luas CAT yang cukup sempit, sedangkan di Kalimantan, Papua, dan Sumatra banyak dijumpai CAT yang memiliki luas dan potensi yang besar. Di Pulau Maluku, Jawa dan Sulawesi mempunyai jumlah CAT yang banyak, namun luas dan potensi air tanahnya tidak begitu besar (Kodoatie 2012).
Ketersediaan air suatu wilayah dapat diperkirakan dari besarnya curah hujan, aliran permukaan dan cadangan air tanah setelah dikurangi air yang terevaporasi. Selanjutnya Pawitan (2002) dalam Susilastuti (2011) menyatakan
bahwa jumlah ketersediaan air primer wilayah dibagi jumlah penduduk menghasilkan indeks ketersediaan air (IKA) yang dapat dijadikan ukuran tingkat kekritisan ketersediaan air di suatu wilayah.
Tabel 2 Potensi air tanah pada CAT di Indonesia per propinsi
Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2008 mendefenisikan bahwa pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah. Strategi pengelolaan air tanah merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah pada cekungan air tanah. Strategi pengelolaan air tanah disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai. Pengelolaan sumber daya air terdiri atas pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, lintas kabupaten/kota, lintas provinsi, lintas negara dan strategis nasional.
Strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah terdiri dari strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah pada: (1) cekungan air tanah lintas propinsi, (2) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, (3) cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota. Strategi pengelolaan air tanah terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, kegiatan pendayagunaan air tanah, pengendalian daya rusak air tanah.
Peruntukan pemanfaatan air tanah untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain. Urutan prioritas peruntukan air tanah adalah sebagai berikut: (a) air minum, (b) air untuk rumah tangga, (c) air untuk peternakan dan pertanian sederhana, (d) air untuk industri, (e) air untuk irigasi, (f) air untuk pertambangan, (g) air untuk usaha perkotaan, (h) air untuk kepentingan lainnya. Penyediaan air tanah untuk kebutuan pokok sehari-hari mencakup keperluan air minum masak, mandi, cuci dan beribadah harus memenuhi kriteria air bersih dimana tidak tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena penyedian air tanah merupakan prioritas utama maka dapat diusahakan disemua daerah dan semua kedalaman sumbr ir tanah dengan cara membuat sumur-sumur produksi dengan tetap memperhatikan batas debit pengambilan air tanah pada akuifer. Debit pengambilan air tanah ditentukan berdasarkan atas:
1 Daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah. 2 Kondisi dan lingkungan air tanah.
3 Alokasi penggunaan air tanah bagi kebutuhan mendatang yakni jumlah dan jangka waktu pengambilan dan penguasaan air tanah.
4 Penggunaan air tanah yang telah ada.
Pemanfaatan air tanah melalui sumur dapat dibagi menjadi sumur dangkal
dengan kedalaman sumur < 40 m dan sumur dalam dengan kedalaman > 40 m. Sumur dangkal dapat berupa sumur gali atau sumur patek yang dilengkapi
dengan pompa dapat memasok air untuk kebutuhan sampai dengan 300 orang per hari (Adi 2009).
Konservasi Air Tanah
sumber daya air yang berbasis wilayah sungai dan menjadi dasar dalam penyusunan program pengelolaan air tanah.
Zona konservasi air tanah merupakan acuan dalam penyusunan pola perencanaan daerah untuk konservasi air tanah serta penyusunan tata ruang wilayah konservasi air tanah berdasarkan Cekungan Air Tanah (CAT). Penyusunan zona konservasi disesuaikan dengan kondisi geologi dan jenis penutupan lahan. Konservasi air tanah terutama dilaksanakan pada daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan hutan (Kodoatie 2012). Menurut PP No 43 tahun 2008 pasal 24 ayat 4 zona konservasi air tanah disajikan dalam bentuk peta yang diklasifikasikan menjadi: (a) zona perlindungan air tanah yang meliputi daerah imbuhan air tanah dan (b) zona pemanfaatan air tanah yang meliputi zona aman, rawan, kritis, dan rusak.
Zona konservasi air tanah merupakan pengelompokan suatu daerah yang juga ditentukan berdasarkan kesamaan kondisi daya dukung air tanah, kesamaan tingkat kerusakan air tanah dan kesamaan pengelolaannya. Berdasarkan kriteria tersebut maka Dep.ESDM (2006) membagi zona konservasi air atas 5 (lima) zona , yaitu (1) zona rusak, (2) zona kritis, (3) zona rawan, (4) zona aman dan (5) zona aman dengan produktivitas rendah/daerah air tanah langkah.
Aliran Permukaan (Run Off)
Aliran permukaan (run-off) terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui
laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah, setelah cekungan-cekungan di atas tanah terisi semua maka air dapat mengalir dengan bebas diatas permukaan tanah. Aliran permukaan (run off) sering didefenisikan sebagai bagian dari hujan
(rainfall), salju dan/atau air irigasi yang mengalir di atas permukaan tanah menuju
ke sungai, kadang juga disebut sebagai aliran permukaan (surface run off). Aliran
permukaan (run off ) sering disebut quick response run-off, dapat hanya terdiri
terdiri dari aliran permukaan saja, tetapi pada beberapa kasus merupakan gabungan antara aliran permukaan (surface run-off) dan interflow. Jadi run-off
secara khusus mewakili gerakan air ke jaringan sungai di luar baseflow
(Indarto 2010).
Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu, dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3).
Faktor yang mempengaruhi aliran permukaan (run-off) adalah faktor
Neraca Air
Menurut Purnama et al. (2012) neraca air (water balance) merupakan
neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus)
ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan dari neraca air adalah untuk mengetahui
kondisi air surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Manfaat neraca air secara umum antara lain :
a. Sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta saluran-salurannya.
b. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. c. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti
sawah, perkebunan dan perikanan.
Model neraca cukup banyak, tapi yang biasa di kenal ada tiga model antara lain : a. Model neraca air umum
Model ini menggunakan data klimatologi dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan air untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun penguapan dari sistim tanaman atau transpirasi).
b. Model neraca air lahan
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis dengan data tanah terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water Holding Capacity).
c. Model neraca air tanaman
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data tanaman pada komponen keluaran dari neraca air.
Pendekatan dan Pemodelan Sistem
Sistem
Hartrisari (2007) mendefinisikan bahwa sistem merupakan gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan. Sistem dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system). Sistem terbuka
merupakan sistem yang outputnya merupakan tanggapan dari input, namun output yang dihasilkan tidak memberikan umpan balik terhadap input. Sedangkan sistem tertutup, output memberikan umpan balik terhadap input. Suatu sistem dapat terdiri dari beberapa sub sistem. Sedangkan menurut Muhammadi et al. (2001),
sistem didefenisikan sebagai keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan
Pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen.
menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa. Dengan demikian manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini hendaknya diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem.
Sistem dinamik adalah metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku dan kompleksitas dalam sistem, adapun defenisi dinamik (Eriyatno 2012) yaitu semacam keyakinan bahwa realitas dunia selalu mengandung perubahan faktor terhadap waktu. Dari hal tersebut maka pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem (System approach).
Terdapat dua hal umum yang menandai pendekatan sistem, yaitu:
1. Dalam semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah.
2. Dibuat suatu kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.
Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan melalui pendekatan sistem terdiri dari tahapan proses. Tahapan tersebut meliputi: analisa, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem tersebut (Marimin 2009). Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisa: analisa kebutuhan, indentifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial politik dan penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Pada tahap analisa kebutuhan dapat ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada.
Model
Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap struktur sistem alternatif. Dengan demikian, model dapat dibangun dengan data base atau knowledge base (Eriyatno 2012).
Model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil), yang
akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek tertentu. Model dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu model kuantitatif, kualitatif dan ekonik. Model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang signifikan dari sistem yang dimodelkan. Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah dengan menentukan struktur model. Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik (causal loops) yang
menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari asupan, proses, luaran, dan umpan balik.
merupakan model yang bukan fisik tetapi dapat menjelaskan kinerja sistem. Model abstrak digolongkan menjadi dua jenis yakni model yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, dimana model kuantitatif menggunakan persamaan matematik dan bersifat numerik sehingga dapat digunakan untuk keperluan prediksi adapun model kualitatif bersifat deskriptif dan tidak menggunakan perhitungan kuantitatif.
Umumnya model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni model statik dan model dinamik. Model statik yaitu model yang memberikan informasi tentang peubah-peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun mempunyai kekuatan yang tinggi pada analisa dunia nyata. Model disusun untuk beberapa tujuan yaitu :
1 Pemahaman proses yang terjadi dalam system; Model harus dapat menggambarkan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem dalam kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai.
2 Prediksi: hanya model yang bersifat kuantitatif yang dapat melakukan prediksi. 3 Menunjang pengambilan keputusan; model yang disusun berdasarkan
pemahaman proses serta mempunyai kemampuan prediksi dapat dijadikan alat untuk perencana guna membantu proses pengambilan keputusan. Simulasi model dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai skenario sebagai input. Dari output yang dihasilkan dapat dipilih alternatif terbaik dari berbagai skenario yang merupakan input model tersebut.
Pemodelan Sistem Dinamik
Tahapan untuk melakukan simulasi model (Muhammadi et al. 2001) yaitu:
1. Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling tergantung. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan.
2. Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar dan rumus.
3. Simulasi, dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data kedalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.
Purnomo (2012) menyatakan bahwa pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Pengetahuan karena dalam sistem dibangun logika yang jelas dengan urutan yang logis, sedangkan pemodelan merupakan seni karena mencakup bagaimana menuangkan gagasan manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya dalam sebuah model. Manetsch dan Park (1977) dalam
Hartrisari (2007) merumuskan 6 tahapan pendekatan sistem yaitu : (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi kebutuhan, (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) verivikasi dan validasi dan (6) implementasi.
Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan adalah awal, bukan akhir, dari upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya (Dunn 2003). Hal tersebut menjadi dasar definisi dari analisis kebijakan sebagai pengkomunikasian, atau penciptaan dan penilaian krtitis, pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Kualitas analisis kebijakan adalah penting sekali untuk memperbaiki kebijakan dan hasilnya. Sebagai proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis, aktivitas politis tersebut sering disebut sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasi sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada suatu, beberapa, atau seluruh tahapan dari proses kebijakan yang tergantung pada tipe masalah yang dihadapi dalam sebuah permasalahan. Analisis kebijakan juga diharapkan menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan: (1) nilai yang pencapaianya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. Ada tiga pendekatan dalam analisis kebijakan yaitu: empiris, valuatif dan normatif (Tabel 3).
Tabel 3 Tiga pendekatan dalam analisis kebijakan
PENDEKATAN PERTANYAAN UTAMA TIPE INFORMASI
Empiris Adakah dan akankah
ada (fakta) Deskriptif dan prediktif Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif Normatif Apakah yang harus di
perbuat (aksi) Preskriptif
adalah suatu proses berfikir kreatif yakni menciptakan ide-ide baru menyangkut tindakan yang diperlukan dalam rangka mempengaruhi sistem mencapai tujuan.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Tidore Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara pada bulan Maret – April 2014. Wilayah penelitian meliputi 4 wilayah kecamatan yang terdapat di P.Tidore yakni Kecamatan Tidore, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Selatan dan Kecamatan Tidore Timur (Gambar 3).
Gambar 3 Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya : kamera, GPS, laptop, software arcGIS 9.3, kuesioner dan alat tulis menulis. Untuk analisis
model dinamik dari tujuan penelitian menggunakan program aplikasi model
software stella versi 9.0.2.
Tahapan Penelitian
model kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah secara berkelanjutan di P.Tidore, masing-masing tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Tahapan penelitian Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer di peroleh dari hasil pengamatan langsung berupa wawancara dengan masyarakat pemakai air tanah dan para pakar. Jenis dan sumber data secara ringkas dapat dilihat pada Tabel (4).
Tabel 4 Matrik jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis atau dan keluaran berdasarkan tujuan penelitian
Tujuan Jenis Data Teknik Pengumpulan Data
lapang, pustaka Analisis deskriptif Teridentifikasinya kebutuhan air dan ketersediaan air
lapang, pustaka Analisis sistem dinamik
perundangan Observasi lapang, pustaka Skenario kebijakan
Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode expert survey yang dibagi atas dua cara: responden dari masyarakat selain pakar di
sampling secara proposional (Walpole 1995) sebagaimana persamaan (1).
Responden dari kalangan pakar, di pilih secara sengaja (purposive sampling)
dimana responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai bidang yang dikaji. (1) Keterangan :
nx : jumlah responden (sampel) setiap strata, N : jumlah seluruh populasi (kepala
keluarga), Nx : jumlah populasi setiap strata, n : ukuran responden secara
keseluruhan.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis untuk mengetahui kondisi atau gambaran umum lokasi penelitian, yang berupa kondisi fisik, sarana dan prasarana yang terdapat di masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di P.Tidore.
Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air Tanah 1. Analisis kebutuhan air
a) Kebutuhan air penduduk :
Kebutuhan air penduduk pedesaan : Σ penduduk x 365x 60 L x fk
Kebutuhan air penduduk perkotaan : Σ penduduk x 365x 120 L x fk (2) Keterangan : fk : faktor koreksi
b) Kebutuhan air non penduduk
Kebutuhan air non penduduk terdiri kebutuhan air untuk fasilitas umum (Qfu) dan kebutuhan air untuk fasilitas komersil (Qfk).
Kebutuhan air fasilitas umum mencakup : a. Kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan (Qfp)
Q(fp) = Σ (siswa +guru ) x qstd x fk x 365
b. Kebutuhan air untuk tempat ibadah (Qti)
Q(ti) = jumlah tempat ibadah x qstd x fk x 365
Keterangan :
Q(ti) : kebutuhan air untuk tempat ibadah (m3/hari)
c. Kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan (Qfk)
Kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan terdiri dari kebutuhan air untuk rumah sakit yang dihitung berdasarkan jumlah tempat tidur untuk rawat inap dan puskesmas
Q(RS) = Jumlah tempat tidur x qstd x fk x 365
Keterangan :
Q(RS) : kebutuhan air untuk rumah sakit (m3/hari)
q : kebutuhan air standar rumah sakit 200 liter /tempat tidur/hari fk : faktor koreksi
Q(P) = Jumlah puskesmas x qstd x fk x 365
Keterangan :
Q(P) : kebutuhan air untuk puskesmas (m3/hari)
Q : kebutuhan air standar puskesmas 2000 liter /unit/hari fk : faktor koreksi
Q(fk) = Q(RS) + Q(P)
Jadi kebutuhan air untuk fasilitas umum (Qfu) adalah :
Q(fu) = Q(fp) + Q(k) + Q(ti) + Q(fk) (3)
Keterangan :
Q(fu) : kebutuhan air untuk fasilitas umum (m3/hari)
Q(fp) : kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan (m3/hari)
Q(k) : kebutuhan air untuk kantor (m3/hari)
Q(ti) : kebutuhan air untuk tempat ibadah (m3/hari)
Q(fk) : kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan (m3/hari)
Kebutuhan air fasilitas komersil (QK) meliputi :
a. Kebutuhan air untuk pertokoan
Q(t)) = Jumlah karyawan toko x qstd x fk x 365
Keterangan :
Q(t) : kebutuhan air untuk toko (m3/hari)
qstd : kebutuhan air standar untuk pertokoan sebesar 10 liter/karyawan/hari
fk : faktor koreksi b. Kebutuhan air untuk pasar
Q(p) = Luas pasar x qstd x fk x 365
Keterangan :
Q(p) : kebutuhan air untuk pasar (m3/hari)
qstd : kebutuhan air standar untuk pasar 12000 liter/hektar/hari
fk : faktor koreksi
c. Kebutuhan air untuk rumah makan (QRm)
Q(rm) = Jumlah tempat duduk x qstd x fk x 365
Kebutuhan air untuk komersial (Qk) adalah :
Q(k) = Q(t) + Q(p) + Q(rm) (4)
Kebutuhan air total sebagai berikut :
Q(tot) = Q(P) + Q(NP) (6)
Keterangan :
Q(tot) : Kebutuhan air total, Q(P) : Kebutuhan air bersih penduduk
Q(NP) : Kebutuhan air bersih non penduduk
2. Analisis ketersediaan air
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menganalisis ketersediaan air tanah adalah sebagai berikut :
(7)
(8)
(9) Vt = (Vo + I) x 2,5% (10) Keterangan : C : koefisien aliran permukaan kawasan, Ci : koefisien aliran permukaan penggunaan lahan i, Ai : luas penggunaan lahan i (ha), I: Imbuhan air anah (mm/thn), L : Limpasan aliran permukaan (mm/thn), Ep: Evapotranspirasi (mm/thn), CH: Curah hujan (mm/thn), Vt : Ketersediaan air tanah (m³/tahun), Vo: Volume air tanah eksisting (m³/tahun).
Analisis Sistem Dinamik
Metode analisis data yang digunakan dalam analisis sistem dinamik kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di P.Tidore yaitu dengan menggunakan
Stella versi 9.0.2. Tahapan pendekatan sistem menurut Manetsch dan Park (1977) dalam Hartrisari (2007) adalah sebagai berikut:
a. Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahapan awal dalam pengkajian dari suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholder). Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan kajian
pustaka dan hasil wawancara dengan stakeholder yang terlibat dalam penggunaan air bersih dan ketersediaan air tanah di P. Tidore.
b. Formulasi masalah
Berdasarkan analisis kebutuhan terlihat kebutuhan-kebutuhan yang sejalan maupun yang kontradiktif yang dapat menyebabkan terjadinya konflik pada pencapaian tujuan kajian ini.
c. Indentifikasi sistem
Tahap ini dilakukan untuk mengenali hubungan antara pernyataan kebutuhan dan pernyataan masalah yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Pada tahapan ini salah satu pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menyusun diagram lingkar sebab akibat (causal loop) kemudian di interpretasikan dalam konsep diagram input- output (kotak
d. Pemodelan sistem
Model merupakan representasi dari sistem. Model yang dibangun tidak akan sama persis dengan sistem yang sebenarnya. Proses pemodelan merupakan proses yang kreatif, tidak linear, namun harus mematuhi disiplin ilmiah dan pemikiran yang logik serta bersifat iteratif. Prosedur dalam pemodelan adalah menyatakan kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem, memformulasi model, menguji serta menganalisis model .
Variabel-variabel yang terlibat di dalam sistem digabungkan dalam bentuk bagan alir dan variabel-variabel tersebut di bagi dalam beberapa sub model. Model dinamik ini akan di bangun dengan menggunak software Stella
versi 9.0.2. e. Validasi model
Validasi atau keabsahan model adalah usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem tersebut diatas merupakan perwakilan yang sah meyakinkan. Secara garis besar uji validasi model terdiri dari dua bentuk uji yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja.
1 Uji validasi struktur
Uji ini lebih menekankan apakah struktur yang di bangun mendekati struktur nyata. Kemiripan struktur model dengan struktur nyata ditujukan dengan sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi kejadian nyata.
2 Uji validasi kinerja
Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Dalam penelitian ini menggunakan uji validasi AME (Absolute Means Error) dan AVE (Absolute Variance Error) dengan menggunakan
data jumlah penduduk. Variabel yang diuji adalah pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi kebutuhan air. Menurut Barlas (1996) dalam
Muhammadi et al. (2001), persamaan matematikanya adalah :
Keterangan :
S : Nilai simulasi, A : nilai aktual dan N : nilai interval waktu pengamatan, Ss: nilai standar deviasi simulasi dan Sa adalah dan nilai standar deviasi actual dan Batas penyimpangan yang dapat di terima adalah maksimal 10 %.
Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario
Aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode sistem dinamis adalah simulasi model. Simulasi model dilakukan dengan megunakan beberapa skenario kebijakan yakni skenario 1 (business as usualy), skenario
penghematan (reduce dan reuse), dan skenario terpadu (penghematan dan
konservasi).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Kondisi Geografis dan Luas Wilayah
P.Tidore adalah sebuah Pulau yang berada di Propinsi Maluku Utara. Sebelum masuknya islam P. Tidore dikenal dengan nama Limau Duko atau Kie Duko yang berarti pulau yang bergunungapi. Nama Tidore berasal dari tiga rangkaian kata bahasa tidore yaitu to adao rahe yang artinya saya telah sampai.
P.Tidore merupakan ibu kota dari kota Tidore Kepulauan secara astronomi berada antara 04720 LU - 0012 dan 1271815- 1274920 BT, secara geografis terletak di tengah-tengah wilayah propinsi Maluku Utara sehingga memiliki aksesibilitas yang hampir merata keseluruh kawasan propinsi. Batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan Pulau Halmahera sebelah barat berbatasan dengan laut Maluku sebelah utara berbatasan dengan Pulau Ternate, sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Mare. Luas wilayah P.Tidore 117.602 km² atau 11 760.2 Ha yang terbagi dalam empat kecamatan yakni Kecamatan Tidore, Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore Utara dan Kecamatan Tidore Timur.
Geomorfologi
Berdasarkan bentuk bentang alam, litologi, penggunaan lahan, dan kebutuhan air bersih maka dapat dijelaskan bahwa P.Tidore merupakan pulau vulkanik yang terbentuk oleh hasil deretan gunungapi dengan puncaknya antara lain Kie Matubu (1730 m), Bk Tagafura (830 m), Bk Gulili (485 m) Bk Kabahoso (680 m) dan Kie Kici. Keberadaan batuan yang terdapat di P.Tidore secara keseluruhan dibentuk oleh hasil gunungapi, maka bentang alam P.Tidore berdasarkan kedapatan air tanah dapat di kelompokkan menjadi tiga satuan yakni : 1. Bentang alam puncak gunung api
Satuan bentang alam ini terdapat di bagian tengah pulau, yaitu mulai dari ketinggian 300 mdpl sampai diatas puncak bukit masing-masing. Satuan bentang alam ini tersusun oleh batuan gunung api holosen (Qhv) yang dibagian puncak umumnya tersusun oleh material berukuran pasir hingga batu yang besifat lepas dan juga hasil leleran lava. Sesuai dengan bentuknya berupa kerucut, pola aliran sungai pada satuan bentang alam ini berpola radial (menjari), yaitu sungai dari bagian puncak menyebar ke arah kaki gunung api. Jenis sungai yang mengalir adalah sungai intermiten, jenis sungai ini mendominasi di P. Tidore. Lahan pada bentang alam belum tersentuh oleh budidaya manusia sehingga lahannya masih berupa hutan dan belukar, kecuali di Bk. Gulili.
2. Bentang alam tubuh gunung api
satuan morfologi ini umumnya sudah berupa perkebunan pala, cengkeh, kenari dan pohon keras lainnya, dan pada tempat tertentu terdapat pemukiman penduduk.
3. Bentang alam kaki gunung api
Satuan bentang alam ini tersebar mengelilingi bagian luar pulau, yaitu mulai dari bagian pantai sampai elevasi 150 mdpl. Satuan morfologi ini tersusun oleh batuan gunung api holosen (Qhv) yang bagian ini umumnya tersusun oleh material yang masih lepas-lepas, breksi dan juga lava. Pola aliran sungai pada satuan ini adalah berpola radial (menjari). Sungai yang terdapat mata air, seperti sungai kecil di Seli. Lahan pada satuan bentang alam ini digunakan untuk perkebunan dan pusat pemukiman penduduk. Lahan di P. Tidore di dominasi oleh perbukitan tektonik mempunyai kemiringan lereng yang beragam dari datar sampai sangat curam (Tabel 5).
Tabel 5 Kemiringan lereng P. Tidore
Sumber : hasil analisis
Geologi
P.Tidore termasuk dalam peta geologi lembar Ternate, daerah ini yang merupakan deretan pulau yang merupakan busur kepulauan gunungapi kuarter. Deretan pulau ini sebagian besar berbentuk kerucut gunungapi yang masih aktif .
P.Tidore didominasi oleh rempah-rempah gunungapi holosen (Qhv) yang merupakan busur kepulauan gunungapi dan sebagian kecil terdapat endapan sedimen aluvium dan endapan pantai (Qa) yang merupakan hasil pelapukan atau erosi rempah-rempah gunung holosen. Batuan gunung holosen (Qhv) tersusun oleh breksi andesit, lava andesit-basal, dan tuf yang menutupi hampir seluruh pulau. Sedangkan batuan endapan aluvium dan pantai (Qa) tersusun oleh lempung, lanau, pasir dan krikil terdapat di bagian barat dan timur pulau.
Limpasan Aliran Permukaan (run-off)
Aliran permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air kedalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah dan setelah cekungan-cekungan pada permukaan tanah terisi maka air dapat mengalir di atas permukaan tanah. Limpasan aliran permukaan P. Tidore sebesar 1236.32 m3/tahun. Koefisien run off
(C) didefenisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan (Arsyad 2010). Nilai koefisien
run-off pada setiap land use disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai koefisien run-off pada masing-masing land use
Taman, kuburan 0.10 – 0.25 Ladang garapan
Tempat bermain 0.20 – 0.40 Tanah berat, tanpa vegetasi 0.30- 0.60
Daerah tak berkembang 0.10 – 0.30 Tanah berat, dengan vegetasi 0.20 – 0.50
Jalan Raya Berpasir, tanpa vegetasi 0.20 – 0.25
Beraspal 0.70 – 0.95 Berpasir, dengan vegetasi 0.10 – 0.25
Beton 0.80 – 0.95 Padang Rumput
Berbatu bata 0.70 – 0.85 Tanah berat 0.15 – 0.45
Trotoar 0.75 – 0.85 Berpasir 0.05 – 0.25
Tanah Lapangan Hutan bervegetasi 0.05 – 0.25
Berpasir,datar, 2% 0.05 – 0.10 Tanah tidak Produktif, > 30%
Berpasir, agak rata, 2-7
% 0.10 – 0.15 Rata kedap air 0.70 – 0.90
Berpasir,miring,7 % 0.15 – 0.20 Kasar 0.50 – 0.70
Tanah berat,datar, 2 % 0.13 – 0.17
Sumber : U.S Forest Service, 1980 dalam Asdak (2010)
Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban
Curah hujan di daerah ini sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Curah hujan terendah sebesar 1974 mm/tahun terjadi pada tahun 2012 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yakni sebesar 2 227 mm/tahun dan curah hujan. Curah hujan rata-rata 2 058.2 mm/tahun, kisaran curah hujan dapat dilhat Gambar 5.
Gambar 5 Grafik curah hujan tahunan P. Tidore
potensi pengimbuhan air tanah. Suhu udara rata-rata bulan di P.Tidore berkisar 23.3C – 31.5C. Kelembaban udara di P.Tidore termasuk tinggi yaitu berdasarkan data Stasiun Klimatologi Bandara Babullah, kelembaban udara berkisar 81 – 87 % dengan rata-rata kelembaban 83.58 %.
Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil survei di lapangan, penggunaan lahan (land use) di
P. Tidore dapat dibagi menjadi : 1. Pemukiman penduduk
Pemukiman penduduk dan pusat kepadatan penduduk menempati daerah sepanjang pantai dan beberapa perkampungan di lereng gunung. Pusat perekonomian penduduk dan pusat pemerintahan terdapat di kecamatan Tidore sehingga kepadatan penduduk di kecamatan tidore lebih tinggi dari tiga kecamatan lainnya yakni sebesar 525.55.
2. Perkebunan campuran
Komoditas perkebunan utama di daerah ini adalah pala, cengkeh, kenari dan kelapa. Lahan yang digunakan untuk perkebunan terdapat pada ketinggian ± pada elevasi 100 – 300 maml.
3. Hutan dan lahan terbuka
Lahan yang berupa hutan terdapat di puncak gunung dan menurun sampai pada bentang alam tubuh gunungapi pada elevasi ± 300 maml. Lahan terbuka terdapat di daerah dataran dan di daerah pegunungan yang sudah di budidayakan penduduk.
Jenis penutupan lahan tahun 2012 didapatkan dari peta rupa bumi ndonesia dengan skalah 1 : 50 000 BIG. Penutupan lahan diklasifikasikan menjadi 5 kelas seperti tersaji pada Tabel 7 dan Gambar 6. P.Tidore mempunyai jenis tutupan lahan hutan primer seluas 22.71% dari seluruh total wilayah.
Tabel 7 Jenis dan tutupan lahan P. Tidore
Sumber : Hasil analisis
Sumber : Dokumen RTRW Kota Tidore Kepulauan 2013
Gambar 6 Penggunaan lahan (land use) P. Tidore
Kependudukan
Jumlah penduduk di P. Tidore pada tahun 2009 adalah 51 848 jiwa. Jumlah
penduduk terus meningkat hingga pada tahun 2013 menjadi 54 763 jiwa (Tabel 8). Laju pertumbuhan dari tahun 2009 sampai tahun 2013 untuk penduduk
Tabel 8 Jumlah penduduk P. Tidore
Sumber : BPS Kota Tidore Kepulauan 2010, 2012, 2013 dan hasil analisis
Sosial Budaya, Perdagangan dan Jasa a. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah aspek yang sangat penting dalam pembangunan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Jumlah unit fasilitas pendidikan, siswa dan tenaga pengajar ( Tabel 9 - Tabel 11).
Tabel 9 Jumlah guru dan dosen pada tahun 2009 - 2013
No Jenis Sarana 2009 2010 Jumlah Guru/Dosen 2011 2012 2013
Tabel 10 Jumlah siswa pada tahun 2009 – 2013
Jenis Sarana Jumlah siswa
Tabel 11 Jumlah siswa , guru dan dosen pada tahun 2009 – 2013
Jenis sarana Jumlah siswa/guru/dosen pertumbuhan Laju (%)
Sumber : BPS Kota Tidore Kepulauan 2010, 2012, 2013 dan hasil analisis
b. Kesehatan
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maka sarana dan prasarana kesehatan yang telah di bangun di P.Tidore diantaranya puskesmas dan rumah sakit (Tabel 12).
Tabel 12 Jumlah fasilitas kesehatan dari tahun 2009 - 2013
No Tahun Jumlah
puskesmas rumah sakit Jumlah Jumlah tempat tidur RS
1 2009 3 1 115
2 2010 3 1 129
3 2011 3 1 129
4 2012 3 1 129
5 2013 4 1 129
Sumber : BPS Kota Tidore Kepulauan 2010, 2012, 2013
c. Peribadatan
Sarana peribadatan adalah sarana yang berkaitan erat dengan kualitas manusia secara spiritual. Masyarakat P.Tidore seluruhnya beragama islam sehingga fasilitas peribadatan yang terdapat di Pulau Tidore adalah mesjid dan mushola (Tabel 13).
Tabel 13 Jumlah tempat ibadah dari tahun 2009 - 2013
No Tahun mesjid (unit) Jumlah Mushola (unit) Jumlah