• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus Aureus Pada Minuman Dari Gel Cincau Hijau (Premna Oblongifolia Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus Aureus Pada Minuman Dari Gel Cincau Hijau (Premna Oblongifolia Merr.)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PARAMETER KINETIKA INAKTIVASI TERMAL

Staphylococcus aureus PADA MINUMAN DARI GEL CINCAU

HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) DAN ROSELA (Hibiscus

sabdariffa L. )

ANDINI GIWANG KINASIH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus aureus pada Minuman dari Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANDINI GIWANG KINASIH. Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus aureus pada Minuman dari Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan Rosela (Hibiscus sabdariffa L. ). Dibimbing oleh EKO HARI PURNOMO.

Informasi mengenai ketahanan panas (nilai D dan z) bakteri target sangat penting untuk desain proses termal terhadap produk minuman dari gel cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dalam kemasan sehingga mutu dan keamanan produk yang didapat optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi Staphylococcus aureus dari gel cincau hijau di pasaran dan menentukan nilai D dan z Staphylococcus aureus pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Isolat yang digunakan adalah isolat asal cincau hijau dan isolat klinis ATCC 25923 sebagai pembanding. Isolasi dilakukan dengan mengisolasi Staphylococcus aureus dari gel cincau hijau di pasaran yang kemudian digunakan pada uji ketahanan panas. Penentuan nilai D dan z Staphylococcus aureus pada produk minuman dari gel cincau hijau dan rosela dilakukan pada suhu 57, 53, 49, dan 45 °C selama interval waktu pencawanan 2.5, 5, 10, dan 15 menit. Isolat A menunjukkan hasil positif Staphylococcus aureus pada uji pewarnaan Gram, katalase, penanaman pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ), penanaman pada media Mannitol Salt Agar (MSA), koagulase dan persentase kesamaan dengan kultur referensi sebesar 41.8 % menggunakan kit API Staph. Isolat A memiliki nilai D45, D49, D53 dan D57 pada heating menstruum minuman dari gel

cincau hijau dan rosela berturut-turut sebesar 32.3, 17.9, 4.6, dan 1.5 menit. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai D45, D49, D53 dan D57 berturut-turut sebesar 18.5,

(5)

ABSTRACT

ANDINI GIWANG KINASIH. Thermal Inactivation Kinetics Parameters of Staphylococcus aureus on The Beverage from Green Grass Jelly (Premna oblongifolia Merr.) and Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). Supervised by EKO HARI PURNOMO.

The information about heat resistance (D and z values) target bacteria are very important for the thermal process design of the Beverage made from Green Grass Jelly (Premna oblongifolia Merr.) and Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) in packaging to get an optimum safety and quality of the product. The purpose of this research is to isolate Staphylococcus aureus from the green grass jelly on the market and determine the D and z values of Staphylococcus aureus in the heating menstruum of green grass jelly and roselle beverage. Isolates used were isolates from green grass jelly and clinical isolates ATCC 25923 as a comparison. The isolation is done by isolating Staphylococcus aureus from the green grass jelly which will be used for heat resistance test. Determining D and z values of Staphylococcus aureus in green grass jelly and roselle beverage wass performed at temperatures 57, 53, 49, and 45 ° C during the time interval 2.5, 5, 10, and 15 minutes. An isolates showed all positive results of Staphylococcus aureus in Gram stain test, catalase, planting on Baird Parker Agar and Egg Yolk Tellurite ( BPA and EYT ) media, planting on Mannitol Salt Agar (MSA) media, coagulase, and has similar percentage with the reference culture of 41.8 % using the API Staph Kit. Isolates A has value of D45, D49, D53 and D57 in the heating menstruum green

grass jelly and roselle beverage, respectively for 32.3, 17.9, 4.6, and 1.5 minutes. Isolates ATCC 25923 has a value of D45, D49, D53 and D57, respectively for 18.5,

6.8, 2.9, and 1.4 minutes. Isolates A has a z value of 8.8 ˚C. Isolates ATCC 25923 has a z value of 10.8 ˚C. D value which is used in process thermal design is the D value which can ensure safety product but does not give over process. The smaller z value can cause the time in pasteurization process can be accelerated with the slight increase in temperature for the same lethal effect and can minimize the damage to nutrients but require a better thermal process control because a slight decrease in temperature during the pasteurization process will have a great impact on product safety.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PARAMETER KINETIKA INAKTIVASI TERMAL

Staphylococcus aureus PADA MINUMAN DARI GEL CINCAU

HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) DAN ROSELA (Hibiscus

sabdariffa L. )

ANDINI GIWANG KINASIH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian

dengan judul “Parameter Kinetika Inaktivasi Termal Staphylococcus aureus pada Minuman dari Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan Rosela (Hibiscus sabdariffa L. )” dilaksanakan pada April 2014 hingga Januari 2015. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu tercinta Ir Aminatun, Bapak tercinta Ir Kuswandi, Adik tercinta Aji Bintang Prasetyo, dan keluarga besar yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang.Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Hari Purnomo, STP, MSc selaku pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama kuliah,penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. Bapak Dr Puspo Edi Giriwono, STP, M.Agr dan Ibu Dias Indrasti STP, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu dan saran. Terima kasih kepada Ibu Antung Sima Firlieyanti, S.TP, M.Sc , Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, MSc, dan Dr Dra Suliantari, MS atas saran dan masukan selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Asih, Ibu Ari dan Bapak Yerris selaku teknisi laboratorium mikrobiologi SEAFAST Center, staf SEAFAST Center IPB, Ibu Tika, Pak Dodi dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu penulis selama penelitian. Terima kasih kepada teman seperbimbingan Isnaini Ayu L dan Barli A. Terima kasih kepada teman seperjuangan di SEAFAST Center Bachtiar Mustakim, Tania J, dan Kartika Sari T. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat Irma Ramadan, Liyana Salsabila, Dodi Wijaya, Doni Saun Saputra, Putri Rodua Marbun yang telah menghibur dan memberikan semangat kepada penulis. Kepada sahabat – sahabat di ITP IPB Qori Emilia, Farisa Nurintan, Anandya Surya Dewi, Dyah Ratna W, Ganistie Furry Q, Fanny Nuraini, teman-teman AIMS dan teman-teman seperjuangan ITP angkatan 47 yang senantiasa selalu memberi semangat, do’a, motivasi, dan inspirasi, serta Fariz U. Fahmi atas waktu, ilmu, saran, motivasi, inspirasi, dan juga dukungan yang telah diberikan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Dan yang terakhir adalah terima kasih kepada segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna dan memerlukan saran serta masukan. Penulis berharap tugas akhir ini memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan dampat terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Tahap Penelitian 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Isolasi Staphylococcus aureus dari Cincau hijau di Pasaran 8 Nilai D isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 11 Nilai z isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 15

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji katalase dan pewarnaan Gram isolat Staphylococcus aureus hasil isolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite (BPA dan EYT) ... 9 2 Hasil uji koagulase dan penanaman pada media Mannitol Salt Agar

(MSA) isolat Staphylococcus aureus ... 10 3 Nilai D60 untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 –

4,5) dan asam tinggi (pH < 4) ... 15 4 Nilai z untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 –

4.5) dan asam tinggi (pH < 4) ... 18 5 Perbandingan nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC

25923 dengan komponen kimia dan reaksi kimia ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Tipe gumpalan pada uji koagulase 5

2 Hasil uji dengan kit API Staph isolat A 11

3 Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) 13 4 Kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 45, 49, 53, dan 57 °C untuk

isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3,17) beserta kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 49, 54.5, dan 60 °C untuk isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate

(pH 4.5) (ICMSF 2003). 17

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trend pangan saat ini menunjukkan minat masyarakat terhadap pangan fungsional semakin meningkat. Hal ini dikarenakan makin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2011), pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi oleh masyarakat selayaknya makanan dan minuman.

Hal diatas tentunya mendorong banyak produk dengan jenis pangan fungsional banyak dikembangkan. Produk pangan fungsional yang sudah banyak diteliti dan mulai dikonsumsi oleh masyarakat antara lain adalah gel cincau hijau dan minuman rosela. Secara tradisional daun cincau hijau digunakan sebagai minuman penyegar yang berbentuk gel (Nurdin et al. 2008). Produk cincau hijau yang umum dikonsumsi oleh masyarakat berupa gel cincau hijau yang berasal dari olahan daunnya. Kandungan gizi yang terdapat pada cincau hijau antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C (Pitojo dan Zumiyati 2005). Cincau hijau dapat menurunkan panas badan, mual-mual, dan gangguan pencernaan (Mulyawati dan Harahap 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air cincau dapat menurunkan sel kanker. Bahkan ekstrak dari akar cincau mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Beberapa komponen yang berperan aktif dalam cincau adalah karotenoid,

flavonoid, dan klorofil (Mardiah et al. 2006). Daun tanaman cincau hijau (Premna

oblongifolia Merr.) yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat, ternyata mengandung klorofil relatif tinggi (Kusharto et al. 2008). Selain itu, cincau merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung serat alami yang mudah

dicerna tubuh manusia (Pitojo dan Zumiyati 2005). Saat ini upaya pengembangan

cincau sebagai sumber serat pangan sudah mulai dilakukan (Nurdin 2007).

Bagian bunga rosela yang bisa diproses menjadi makanan adalah kelopak bunga. Kelopak bunga rosela mempunyai rasa yang amat masam. Kelopak bunga

ini bisa diproses menjadi berbagai jenis makanan seperti minuman, jelly, saos,

serbuk (teh) atau manisan rosela. Kandungan kimia yang terdapat pada rosela

antara lain antosianin, gossypeptin, glukosida, hibiscin, vitamin A, vitamin C, asam amino, asam organik, polisakarida, dan unsur-unsur lain yang diperlukan tubuh. Salah satunya adalah arginin yang berfungsi untuk proses peremajaan sel tubuh. Efek farmakologis yang dimiliki oleh rosela yaitu antioksidan, antibakteri,

antiradang, peluruh cacing (anthelmintik), dan hipotensif. Kegunaan

mengkonsumsi rosela yaitu menurunkan kolesterol tinggi, hipertensi, mencegah gangguan jantung, mencegah kanker, sariawan, dan sembelit (Wijakusuma 2008). Aktivitas anti radang yang dimiliki dikarenakan pada kelopak bunga rosela

mengandung saponin, flavonoid, kuinon, dan steroid (Darusman et al. 2012).

(14)

2

ingredien utamanya banyak mengandung senyawa fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan.

Selain aspek manfaat kesehatan yang ada pada pangan fungsional, keamanan pangan tetap menjadi faktor utama yang tidak dapat diabaikan. Pengolahan pangan yang tepat perlu dilakukan untuk menjamin keamanan konsumen. Proses pembuatan cincau hijau dan minuman rosela yang umumnya masih dilakukan secara tradisional dapat menyebabkan tingginya cemaran mikrobiologis. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah sanitasi yang tidak terjamin mulai dari bahan baku, peralatan yang digunakan, maupun kebersihan dan tingkat higiene dari produsennya.

Kasus keracunan makanan masih banyak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus tersebut umumnya terjadi karena adanya cemaran mikroba. Staphylococcus aureus adalah salah satu mikroba penyebab keracunan di Indonesia. Staphylocoocus aureus merupakan salah satu jenis dari Staphylococcus sp. yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan keracunan pangan (Tille 2012). Bakteri ini secara alami terdapat pada tubuh manusia, di udara, di lingkungan sekitar dan dapat mengkontaminasi makanan yang diolah dengan kondisi sanitasi tidak cukup baik. Proses pembuatan cincau hijau yang tidak higienis dapat menyebabkan kemungkinan tingginya cemaran mikrobiologis. Hal ini dapat menjadi potensi timbulnya bahaya kesehatan bagi konsumen dan mengakibatkan singkatnya umur simpan produk tersebut. Hasil analisis mikrobiologi terhadap 14 sampel cincau hijau memperlihatkan bahwa sampel cincau hijau mengandung total mikroba, E. coli, dan Staphylococcus sp. berturut-turut sebesar 1.6 x 104 sampai dengan 2.4 x 106 CFU/g, 3.0 x 102 sampai dengan 4.4 x 103 CFU/g, dan 2.5 x 101 sampai dengan 2.0 x 103 CFU/g (Pramitasari 2012).

Proses termal pasteurisasi cincau hijau dalam medium teh rosela kemasan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan mutu dan keamanan cincau hijau. Kecukupan proses pemanasan didasarkan pada ketahanan panas mikroba target. Inaktivasi mikroba dengan panas merupakan operasi dasar dalam pengawetan makanan. Proses termal baik sterilisasi maupun pasteurisasi bertujuan untuk mengawetkan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen menggunakan panas (suhu tinggi) selama waktu tertentu. Selain itu, pertimbangan mutu akhir dari produk dengan meminimalisir kerusakan mutu oleh pemanasan harus dilakukan. Mikroba memiliki ketahanan panas yang berbeda-beda (Kusnandar et al. 2006). Penelitian ketahanan panas Staphylococcus aureus yang diisolasi langsung dari cincau hijau ini sangat bermanfaat terutama untuk menentukan parameter inaktivasi termal (D dan z) yang selanjutnya dapat digunakan untuk bahan acuan dalam penetapan kecukupan proses termal selama pemanasan bahan pangan.

Tujuan Penelitian

(15)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi profil ketahanan panas (thermal resistance) isolat lokal Staphylococcus aureus asal cincau hijau yang dapat dijadikan bahan acuan dalam menguji kecukupan proses pengolahan pangan yang tergolong asam tinggi (pH < 4).

METODE

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa jenis yaitu bahan produksi teh rosela, bahan produksi gel cincau hijau, bahan untuk isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus, media penyegaran mikroba, media pertumbuhan, media pemupukan mikroba, pengencer, medium pemanas, dan bahan pewarnaan Gram. Bahan baku pembuatan produk antara lain air, daun cincau hijau, rosela, karagenan, dan gula. Bahan untuk isolasi dan identifikasi antara lain larutan hidrogen peroksida (H2O2), plasma kelinci dengan EDTA,

larutan Brain Heart Infussion Broth (BHIB), Mannitol Salt Agar (MSA), air destilata, spiritus, alkohol, reagen dan medium uji API Staph. Medium pemanas yang digunakan adalah produk minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Media penyegaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trypticase Soya Broth (TSB). Agar miring Tryptose Soya Agar (TSA (Oxoid)) digunakan sebagai media pertumbuhan. Media pemupukan bakteri Staphylococcus aureus adalah media Baird Parker Agar (BPA (Oxoid)) dan egg yolk tellurite. Media pengeceran yang digunakan adalah Butterfield’s Phosphate Buffered (BPB). Pewarnaan Gram menggunakan minyak imersi, kristal violet, lugol, alkohol 96 % dan safranin. Isolat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat asal cincau hijau dan isolat ATCC 25923.

Alat

(16)

4

Tahap Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap produksi minuman dari gel cincau hijau dan rosela, tahap isolasi Staphylococcus aureus dari cincau hijau, dan tahap penentuan nilai D dan z Staphylococcus aureus pada produk minuman dari gel cincau hijau dan rosela.

Pembuatan Produk Minuman dari Gel Cincau Hijau dan Rosela a. Pembuatan Gel Cincau Hijau

Daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) dicuci dengan air bersih. Daun cincau hijau yang sudah bersih diiris kecil dengan ukuran 3 x 1.5 cm2 dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air panas (100 °C) dengan perbandingan 1 : 10 (w/v) lalu diblender. Cincau hijau disaring dengan kain dan ditambahkan dengan 2% karagenan. Ekstrak dituang di wadah dan didinginkan dalam refrigerator selama 24 jam (Susantikarn 2014).

b. Pembuatan Teh Rosela

Kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dicuci dengan air bersih. Rasio antara rosela dengan air panas yang digunakan untuk ekstraksi yaitu 35 g kelopak dalam 2.17 L (1:62, W/V) air panas (100 ºC) selama 30 menit. Pada akhir ekstraksi dengan panas, ekstrak disaring dengan kain setelah ekstrak didinginkan mencapai suhu ruang (30º ± 2ºC) . Ekstrak rosela dicampur dengan gula dengan rasio 15 % (w/v) dan disimpan pada suhu 4ºC (Susantikarn 2014).

c. Pembuatan Produk Minuman dari Gel Cincau Hijau dan Rosela

Gel cincau hijau dicampurkan dengan rosela menggunakan perbandingan 4 : 5 (w/w).

Isolasi dan Identifikasi Staphylococcus aureus

Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan mengamati karakterisitik morfologi, fisiologis, dan biokimia dari kultur isolat bakteri. Semua uji dilakukan secara duplo kecuali untuk pengujian pada kit API Staph. Pada setiap uji juga digunakan kontrol negatif dan positif. Kontrol positif yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 25923.

a. Penanaman pada Media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT )

(17)

5 diameter 2-3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dan dikelilingi zona opaque dengan zona luar yang bening (clear zone) (Bennett dan Lancette 2001).

b. Pewarnaan Gram

Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) dilanjutkan pada pewarnaan Gram. Koloni terpisah pada media BPA dan EYT diambil sedikit dengan ose lalu diusapkan diatas gelas preparat. Preparat olesan bakteri difiksasi pada pembakar spirtus. Preparat ditetesi dengan larutan Hucker's crystal violet selama 1 menit kemudian dicuci sebentar dengan air keringkan dengan tisu. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan iodin selama 1 menit kemudian dicuci sebentar dengan air mengalir keringkan dengan tisu. Kemudian dilakukan dekolorisasi (penghilangan warna/ dengan meneteskan ethanol 95% hingga seluruh warna biru hilang (kira-kira 30 detik). Preparat dicuci kembali dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissu. Setelah itu, preparat diteteskan dengan larutan Hucker's counterstain (safranin) selama 1 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan tisu. Preparat yang sudah siap diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Sebelum diletakkan di meja mikroskop preparat ditetesi dengan minyak imersi (Badan Standarisasi Nasional 2011).

c. Uji Katalase

Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) dilanjutkan pada uji katalase. Uji katalase dilakukan dengan mengambil 1 ose inokulum yang telah disegarkan dan diletakkan di atas gelas preparat, tetesi dengan Hidrogen peroksida (H2O2) untuk melihat pembentukan gelembung - gelembung gas

(Bennett dan Lancette 2001).

d. Uji Koagulase

Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ), pewarnaan Gram, dan uji katalase dilanjutkan pada uji koagulase. Koloni terduga Staphylococcus aureus diinokulasi ke dalam 0.2 mL - 0.3 ml Brain Heart Infussion Broth (BHIB) dan diinokulasikan ke agar miring Tryptose Soya Agar (TSA) lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35°C. Selanjutnya ditambahkan koagulase plasma sebanyak 0.5 mL kemudian diaduk dan inkubasi pada suhu 35°C. Tabung tersebut diamati setiap 6 jam sekali hingga 48 jam untuk melihat terbentuknya koagulan. Reaksi positif bila tabung dibalik koagulan tidak jatuh karena terbentuk secara padat ( +4) yang dapat dilihat pada Gambar 2. Tipe +2 dan +3 memerlukan uji konfirmasi lebih lanjut (Bennett dan Lancette 2001).

(18)

6

e. Penanaman pada Media Mannitol Salt Agar (MSA)

Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA+ EYT ), pewarnaan Gram, dan uji katalase dilanjutkan pada penanaman pada media MSA. Penanaman dengan MSA dilakukan dengan cara satu ose inokulum diambil dan digoreskankan pada media MSA, kemudian diinkubasi pada 37 °C selama 24 jam (Dewi 2013). f. Pengujian dengan kit API Staph

Koloni yang positif Staphylococcus aureus pada uji koagulase (+2,+3,+4) dilanjutkan pada pengujian dengan kit API Staph. Pengujian dengan kit API Staph dilakukan dengan tahap preparasi strip, preparasi inokulum, dan inokulasi. Tahap preparasi strip dilakukan dengan pemberian sedikit air pada tray kit API Staph untuk memberikan kelembaban selama inkubasi. Tahap preparasi inokulum dilakukan dengan menyegarkan isolat pada agar Tryptose Soya Agar (TSA) yang diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 36ºC. Tahap inokulasi dilakukan dengan inokulasi kultur yang berumur 18 - 24 jam ke API Staph medium. Selanjutnya inokulasikan 2 sampai 3 tetes suspensi bakteri pada masing-masing microcupule. Kit API Staph yang telah diinokulasikan bakteri yang ingin diuji kemudian ditutup dan diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 35 – 37 ºC. Kemudian amati perubahan yang terjadi dengan memberikan tanda positif jika terjadi perubahan dan dilanjutkan pengolahan dengan software (Kloos and Wolfshohl 1982).

Penentuan Nilai D dan z Staphylococcus aureus

a. Persiapan Inokulum

Staphylococcus aureus diperoleh dengan cara memindahkan kultur dari agar miring Tryptose Soya Agar (TSA) dengan ose ke dalam 9 ml Trypticase Soya Broth (TSB) kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Pada fase log akhir ini jumlah bakteri Staphylococcus aureus diperkirakan 1.0 x 108

– 1.0 x 109 CFU/ml (Dwintasari 2010). Jika akan digunakan kembali, kultur awetan pada TSA dipindahkan dengan ose ke dalam 9 ml TSB lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Suspensi kultur ini juga digoreskan pada agar miring TSA sebagai stok. Setelah diinkubasi, suspensi yang dihasilkan diencerkan dengan mengambil 1 ml suspensi kultur kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml media uji yang telah dipanaskan dalam waterbath sesuai dengan perlakuan.

b. Persiapan Heating Menstruum

Pembuatan heating menstruum dilakukan dengan meletakkan sebanyak 9 ml media uji yang telah dihancurkan (minuman dari gel cincau hijau dan rosela) ke dalam erlenmeyer 50 ml. Media uji yang telah dibuat kemudian disterilisasi pada suhu 121 °C selama 15 menit.

c. Uji Ketahanan Panas

(19)

7 cincau hijau dan rosela. Pada fase log akhir ini jumlah bakteri Staphylococcus aureus diperkirakan 1.0 x 108 - 1.0 x 109 CFU/ml. Jumlah mikroba awal dalam heating menstruum yang digunakan untuk pemanasan diperkirakan 1.0 x 107 – 1.0 x 108 CFU/ml. Selanjutnya keempat erlenmeyer dipanaskan kembali dalam waterbath shaker kemudian dilakukan holding pada suhu 57, 53, 49, dan 45°C dengan interval waktu pencawanan masing-masing 2.5, 5, 10, dan 15 menit. Setelah pemanasan mencapai waktu tersebut dilakukan pendinginan pada air mengalir untuk mencegah terjadinya pemanasan lanjutan dan dilakukan pengenceran dari 10-2 - 10-8 kemudian dilakukan pemupukan pada media agar Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite ( BPA dan EYT ) secara duplo. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 35 °C.

d. Pengamatan dan Hitungan Cawan

Koloni Staphylococcus aureus pada media Baird Parker Agar (BPA) yang ditambahkan dengan egg yolk tellurite berbentuk bulat, licin dan halus, cembung, lembab, berdiameter 2-3 mm, berwarna abu-abu hingga hitam pekat, dikelilingi batas berwarna terang, serta dikelilingi zona keruh dengan batas luar berupa zona jernih. Konsistensi koloni seperti mentega jika disentuh dengan ose. Cawan yang mengandung 20-200 koloni dipilih untuk perhitungan (Bennett dan Lancette 2001). Koloni Staphylococcus aureus yang tumbuh pada BPA dan EYT dihitung dan dikalkulasikan dengan rumus Standard Plate Count:

N = E C / [(1*n1) + (0,1* n2) + ...] * (d)

Dimana N = Jumlah koloni per ml atau per gr produk E C = Jumlah semua koloni yang dihitung n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua d = Pengenceran pertama yang dihitung

e. Penghitungan Nilai D dan z

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Staphylococcus aureus dari Cincau hijau di Pasaran

Staphylococcus aureus diisolasi dari cincau hijau yang ada di pasaran. Isolat yang diduga Staphylococcus aureus dari hasil penanaman pada Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite (BPA dan EYT) diuji dengan pewarnaan Gram, katalase, penanaman pada media Mannitol Salt Agar (MSA), koagulase, dan kit API Staph. Pada awal tahap isolasi digunakan media BPA dan EYT. Koloni Staphylococcus aureus pada BPA dan EYT mempunyai ciri-ciri : koloni bundar, licin/halus, cembung, diameter 2 mm- 3 mm, sekeliling tepi koloni bening (terbentuk halo). Koloni-koloni mempunyai konsistensi berlemak dan lengket bila diambil dengan jarum inokulasi (Bennett dan Lancette 2001). Warna koloni Staphylococcus aureus pada BPA dan EYT adalah abu-abu sampai hitam pekat (Baird et al. 2012). Hasil isolasi yang didapatkan menggunakan media BPA dan EYT adalah 9 jenis isolat. Kode isolat yang terduga Staphylococcus aureus adalah A, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8. Kode A menyatakan sampel berasal dari daerah Pasar Dramaga sedangkan kode B menyatakan berasal dari daerah Pasar Laladon. Staphylococcus aureus yang mengandung lecithinase menguraikan egg yolk dan menyebabkan zona bening di sekeliling koloni. Zona opak merupakan presipitasi yang terbentuk karena aktivitas lipase. Lipase merupakan salah satu enzim yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Tille 2012). Reduksi potassium tellurite merupakan karakteristik dari koagulase-positif staphylococci, dan menyebabkan koloni menghitam.

Koloni Staphylococcus aureus yang diisolasi pada media BPA dan EYT dilanjutkan pada pewarnaan Gram dan uji katalase. Isolat yang diuji adalah A, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B8. Tabel 1. menunjukkan hasil uji katalase dan pewarnaan Gram. Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat A dan B8 adalah berbentuk kokus, seragam, bewarna ungu violet, dan Gram positif (Tabel 1.). Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat B4, B5, B6, dan B7 adalah bentuk koloni campuran sehingga sifat Gram tidak dapat diidentifikasi (Tabel 1.). Hasil uji pewarnaan Gram yang dilakukan pada isolat B1, B2, dan B3 adalah batang, ungu, Gram positif (Tabel 1.). Organisme Gram positif berwarna biru gelap atau ungu (Public Health England 2014). Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak (Tille 2012). Bakteri ini tumbuh pada suhu antara 7 - 47.8 0C. Tumbuh pada pH 4.0 9.8 (pH optimum 6.0 -7.0) (Jay 200).

Kisaran nilai aw tumbuh untuk Staphylococcus aureus dalam makanan adalah 0.8 – 1.0 dan optimumnya pada aw 1.0 (Arisman 2009).

(21)

9 karena tidak terbentuk gelembung udara (Tabel 1.). Staphylococcus aureus bersifat katalase positif karena menghasilkan enzim katalase (Tille 2012). Katalase merupakan enzim yang mengkatalisa penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida (H2O2) bersifat toksik terhadap

sel karena bahan ini menginaktifkan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida (H2O2)

terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob pasti menguraikan bahan tersebut (Public Health England 2014).

Tabel 1. Hasil uji katalase dan pewarnaan Gram isolat Staphylococcus aureus hasil isolasi pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite (BPA dan EYT)

Kode Isolat Pengamatan Uji Katalase

Uji Pewarnaan Gram

Keterangan : Uji katalase : (-)Tidak timbul gelembung, (+)Timbul sedikit gelembung, (++)Timbul gelembung, (+++)Timbul banyak gelembung. Uji Pewarnaan Gram (Gram) : (+) Positif, (-) Negatif, (td) Tidak teridentifikasi

(22)

10

sedikit (Tabel 2.). Hasil uji koagulase terhadap kontrol positif adalah sampel koagulase positif (+3) dengan ditunjukkan adanya koagulan terkumpul dibagian bawah dan banyak dan (+4) dengan ditunjukkan adanya koagulan pada tabung dibalik tidak jatuh (Tabel 2.). Hasil uji koagulase terhadap kontrol negatif adalah sampel koagulase negatif (-) dengan ditunjukkan tidak terbentuknya koagulan. Koagulase adalah protein enzim yang diproduksi oleh beberapa mikroorganisme yang dapat mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Koagulase mengikat plasma fibrinogen, menyebabkan mikroorganisme mengaglutinasi atau menggumpalkan plasma (Public Health England 2014). Enzim koagulase diproduksi oleh Staphylococcus aureus (Tille 2012). Produksi koagulase adalah kriteria yang paling umum digunakan untuk identifikasi sementara Staphylococcus aureus (Abrar 2001). Reaksi koagulase positif sangat penting untuk membedakan Staphylococcus aureus dengan spesies staphylococcus yang lain. Oleh karena itu peran koagulase yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dapat digunakan sebagai sarana diagnostik (Dewi 2013).

Tabel 2. Hasil uji koagulase dan penanaman pada media Mannitol Salt Agar (MSA) isolat Staphylococcus aureus

Keterangan : Uji Koagulase : (-) Jika koagulan tidak terbentuk, (+1) Jika koagulan tidak terkumpul dan sedikit, (+2) Jika koagulan terkumpul dibagian atas dan sedikit, (+3) Jika koagulan terkumpul dibagian bawah dan banyak, (+4) Jika koagulan pada tabung dibalik tidak jatuh. Uji Penanaman pada MSA : (+) Kuning, (-) Merah

Tabel 2. juga menunjukkan hasil uji penanaman pada media MSA. Kontrol positif, isolat A, dan B8 dinyatakan positif bakteri Staphylococcus aureus karena terjadi perubahan warna pada media MSA dari merah menjadi kuning (Tabel 2.). Sedangkan hasil kontrol negatif warna media tetap merah (Tabel 2.). MSA merupakan media selektif dan differensial yang digunakan dalam isolasi Staphylococcus. Media ini mengandung 7.5 % NaCl sehingga digunakan untuk mengisolasi bakteri yang dapat mentoleransi kadar garam tinggi. MSA juga membedakan bakteri berdasarkan kemampuannya memfermentasi manitol. Staphylococcus tahan tekanan osmotik yang dibentuk oleh 7.5 % NaCl, sehingga konsentrasi ini akan menghambat pertumbuhan sebagian besar bakteri Gram positif dan negatif. Selain itu, MSA mengandung manitol dan menggunakan phenol red sebagai pH indikator (pK = 7.8). Pada pH dibawah 6.9, medium berwarna kuning. Pada pH netral (6.9 – 8.4) berwarna merah, dan di atas pH 8.4

(23)

11 berwarna merah muda. Ketika manitol difermentasi oleh bakteri, asam diproduksi, sehingga menurunkan pH dan menghasilkan warna kuning disekitar koloni yang tumbuh. Bakteri nonfermentasi dapat bertahan pada konsentrasi garam tinggi yang akan memperlihatkan warna merah muda (Shields dan Tsang 2006). Uji fermentasi manitol dengan penanaman pada MSA merupakan prosedur utama yang biasa digunakan setelah uji koagulase dalam identifikasi Staphylococcus aureus, apabila bakteri staphylococci dapat menghasilkan enzim koagulase atau bersifat koagulase positif dan dapat memfermentasi manitol pada MSA maka bakteri staphylococci tersebut adalah Staphylococcus aureus (Khusnan et al. 2008).

Isolat Staphylococcus aureus yang dipilih untuk diidentifikasi lanjut menggunakan kit API Staph adalah isolat Staphylococcus aureus yang menunjukkan positif Staphylococcus aureus pada uji pewarnaan Gram, katalase, penanaman pada media BPA dan EYT, penanaman pada media MSA, dan koagulase. Isolat Staphylococcus aureus yang terpilih adalah A. Gambar 2. memperlihatkan hasil dari identifikasi lanjut menggunakan kit API Staph. Hasil dari identifikasi lanjut menggunakan kit API Staph terhadap isolat A menunjukkan persentase kesamaan dengan kultur referensi sebesar 41.8 % untuk identifikasi sebagai Staphylococcus aureus. Gambar 2. menunjukkan isolat A menunjukkan hasil positif menggunakan API Staph System pada glukosa (GLU) , Fruktosa (FRU), Maltosa (MAL), Trehalosa (TRE), Mannitol (MAN), Kalium nitrat (NIT), β-naphthyl fosfat (PAL), Natrium piruvat (VP), Sukrosa (SAC), N-asetil-glukosamin (NAG), L-arginin (ADH), dan Urea (URE) (Maddux and Koehne 1982 ). Selanjutnya isolat ini digunakan untuk analisis penentuan nilai D dan z pada minuman dari gel cincau hijau dan rosela.

Gambar 2. Hasil uji dengan kit API Staph isolat A

Nilai D Isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923

(24)

12

suatu mikroba pada suatu suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu (Kusnandar et al. 2006). Dalam persamaan D didefinisikan sebagai the decimal reduction time yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi populasi hidup dengan faktor 10, D = 2.3/k (Toledo 2007). Nilai D untuk masing-masing suhu diperoleh dari persamaan D = -1/slope (Kusnandar et al. 2006).

Pengujian ketahanan panas dilakukan untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923. Isolat ATCC 25923 disertakan dalam pengujian sebagai pembanding. Gambar 3. menunjukkan penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17). Jumlah mikroba awal bakteri pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela untuk isolat Staphylococcus aureus A berkisar antara 1.6 x 107– 6.9 x 107

CFU/ml dan ATCC 25923 berkisar antara 1.3 x 108- 3.5 x 109 CFU/ml.

Penurunan jumlah bakteri berbanding lurus terhadap lama waktu pemanasan. Semakin lama proses pemanasan maka semakin kecil jumlah bakteri. Laju penurunan jumlah mikroba berbanding lurus dengan peningkatan suhu. Laju penurunan jumlah mikroba akan semakin besar jika suhu yang digunakan semakin ditingkatkan. Suhu yang digunakan dalam pengujian ini sebesar 45, 49, 53, dan 57 °C (Gambar 3.). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa isolat A memiliki nilai D pada suhu 45, 49, 53, dan 57 °C berturut-turut sebesar 32.3, 17.9, 4.6, dan 1.5 menit. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai D pada suhu 45, 49, 53, dan 57 °C berturut-turut sebesar 18.5, 6.8, 2.9, dan 1.4 menit. Persamaan linier kurva penurunan logaritma bakteri untuk isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 menghasilkan nilai r2 sekitar 0.886 – 0.998. Persamaan linier kurva penurunan logaritma bakteri untuk isolat Staphylococcus aureus A menghasilkan nilai r2 sekitar 0.901 – 0.988. Data uji ketahanan panas untuk kedua isolat menunjukkan semakin besar suhu yang digunakan maka semakin kecil nilai ketahanan panasnya (nilai D). Hal ini dikarenakan nilai D dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka nilai D semakin kecil. Artinya, semakin tinggi suhu pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk menginaktivasi mikroba akan semakin singkat (Kusnandar et al. 2006).

Isolat Staphylococcus aureus A memiliki nilai D45, D49, D53, dan D57 yang

(25)

13 mempengaruhi ketahanan panas mikroba. Faktor-faktor tersebut antara lain air, lemak, garam, karbohidrat, pH, protein dan komponen lain, jumlah mikroba,umur mikroba, faktor tumbuh, waktu dan suhu, komponen inhibitor, efek ultrasonik (Jay 2000). Secara umum, karbohidrat, protein, lemak, dan total padatan terlarut memberikan perlindungan bagi mikroba untuk melawan pemanasan. Ketahanan panas yang besar sebanding dengan peningkatan konsentrasi karbohidrat, protein, lemak, dan total padatan terlarut.

Gambar 3. Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17)

(26)

14

Isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 diuji ketahanan panasnya pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela mempunyai nilai pH sekitar 3.17. Pada pH 4.5 Staphylococcus aureus memiliki nilai D49, D54,5, dan D60

berturut-turut sebesar 9.4, 4.9, dan 1 menit (ICMSF 2003). Isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (4.5) memiliki nilai D49 lebih

besar dibandingkan dengan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Hal ini disebabkan karena nilai pH heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela sekitar 3.17 lebih asam dari nilai pH heating menstruum buffer phosphate sekitar 4.5. Isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) memiliki nilai D49 lebih kecil dibandingkan dengan isolat Staphylococcus

aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Sedangkan nilai D60 isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer

phosphate (pH 4.5) lebih besar dibandingkan nilai D60 isolat Staphylococcus

aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (Tabel 3.). Nilai D60 isolat Staphylococcus aureus A berdasarkan perhitungan

sebesar 0,8 menit (Tabel 3.). Nilai D49 isolat Staphylocoocus aureus A dan ATCC

25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) dan isolat Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 4.5) mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai D49 isolat

Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 6.5) (ICMSF 2003). nilai D49,D54,5, dan D60 isolat Staphylocoocus aureus pada heating

menstruum buffer phosphate ( pH 6.5) ssebesar 42.1, 11.9, dan 2.5 (ICMSF 2003). Nilai pH optimum Staphylococcus aureus sebesar 6.0 -7.0. Mikroorganisme paling resisten terhadap panas pada pH optimum pertumbuhannya. Jika nilai pH turun atau naik dari pH optimum, maka ketahanan panas mikroorganisme akan menurun ( Jay 2000). Oleh karena itu makanan yang berasam tinggi, yaitu yang mempunyai pH rendah membutuhkan panas yang lebih sedikit untuk sterilisasi dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH sekitar netral (Fardiaz 1992).

Dari hasil percobaan, terlihat nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat

Staphylococcus aureus A lebih besar dibandingkan nilai D45, D49, D53, dan D57

isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat Staphylococcus aureus A dalam

penentuan kecukupan proses pasteurisasi memberikan jaminan keamanan produk yang lebih baik. Sedangkan jika digunakan nilai D49, D54,5, dan D60 isolat

Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 6.5) sebagai referensi maka dapat berakibat pada proses panas yang berlebihan (over process).

(27)

15 memperlihatkan bahwa sampel cincau hijau mengandung total mikroba, E. coli, dan Staphylococcus sp. berturut-turut sebesar 1.6 x 104 sampai dengan 2.4 x 106 CFU/g, 3.0 x 102 sampai dengan 4.4 x 103 CFU/g, dan 2.5 x 101 sampai dengan 2.0 x 103 CFU/g. Hal ini menunjukkan organisme patogen pangan yang memiliki presentase terbesar pada cincau hijau adalah E. coli dan Staphylococcus sp. Staphylocoocus aureus merupakan salah satu jenis dari Staphylococcus sp. yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan keracunan pangan (Jay 2000). Tabel 3. menunjukkan nilai D60 untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH

= 4 – 4,5) dan asam tinggi (pH < 4). Nilai D60 isolat Staphylocoocus aureus A dan

ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) dan isolat Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan nilai D60 E.

coli 0157:H7 pada substrat jus apel (pH 3.5 – 3.8) (Tabel 3.). Nilai D60 isolat

Staphylocoocus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) dan isolat Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 4.5) mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai D60 khamir pada substrat SSOJ (pH < 4.6) maupun 42BxOJ

(pH < 4.6) (Tabel 3.). Nilai D60 isolat Staphylocoocus aureus A dan ATCC 25923

pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) dan isolat Staphylocoocus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan nilai D60 Salmonella enteritidis

pada substrat model pH 4.4, Lactobacilli pada substrat 42BxOJ(pH < 4.6), Leuconostoc pada substrat 42BxOJ (pH < 4.6) dan SSOJ (pH < 4.6) (Tabel 3.).

Tabel 3. Nilai D60 untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 –

4,5) dan asam tinggi (pH < 4)

Organisme Substrat Nilai D60

Isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923

Keterangan: PB adalah phosphate buffer, MCR adalah minuman dari gel cincau hijau dan rosela, SSOJ adalah single strength orange juice dan 42BxOJ adalah 42 brix orange juice concentrate. Referensi: 1(ICMSF 2003) , 2(Toledo 2007)

Nilai z Isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923

(28)

16

suhu pemanasan (T). Berdasarkan nilai D pada suhu percobaan dibuat kurva thermal death time (TDT) yang menunjukkan hubungan antara nilai D (dalam menit) pada skala logaritmik dengan suhu (°C). Penentuan nilai z diperoleh dari kurva ini, yaitu kurva semi-logaritmik ini berbentuk linear dengan slope-nya adalah -1/z (Kusnandar et al. 2006).

Gambar 4. memperlihatkan kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 45, 49, 53, dan 57 °C untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3,17) beserta kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 49, 54.5, dan 60 °C untuk isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) (ICMSF 2003). Kurva ini dapat menunjukkan kecenderungan ketahanan panas mikroba. Isolat Staphylococcus aureus A memiliki nilai z sebesar 8.8 °C. Nilai z isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 sebesar 10.8 °C (Gambar 4.).

Gambar 4. memperlihatkan bahwa nilai z isolat Staphylococcus aureus A lebih kecil dibandingkan nilai z isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada suhu 45, 49, 53, dan 57 °C. Perpotongan kurva isolat Staphylococcus aureus A dengan ATCC 25923 terjadi pada suhu 61.7 °C. Dua mikroba memiliki ketahanan panas yang sama pada suhu perpotongan yang dihasilkan dari dua persamaan nilai z (Toledo 2007). Jadi, isolat ATCC 25923 dan A mempunyai ketahanan panas yang sama pada 61.7 °C. Nilai z Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) sebesar 11.3 (ICMSF 2003). Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai z isolat A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Hal ini dikarenakan nilai pH yang jauh dari pH optimum membuat sensitivitas panas akan meningkat (Jay 2000).

(29)

17 menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu.

Gambar 4. Kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 45, 49, 53, dan 57 °C untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3,17) beserta kurva ketergantungan nilai D terhadap suhu 49, 54.5, dan 60 °C untuk isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) (ICMSF 2003).

Tabel 4. memperlihatkan beberapa nilai z untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 – 4.5) dan asam tinggi (pH < 4) serta nilai z isolat hasil percobaan pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Nilai z isolat Staphylocoocus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan nilai z E. coli 0157:H7 pada substrat jus apel (pH 3.5 – 3.8), Salmonella enteritidis pada substrat model pH 4.4, Lactobacilli, Leuconostoc, dan khamir pada substrat SSOJ (pH < 4.6) (Tabel 4.). Nilai z isolat Staphylocoocus aureus A dan ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai z B. Coagulan, B. polymyxa, B. macerans, C. pasteurianum pada substrat asam (pH 4 – 4,5) (Tabel 4.). Nilai z isolat Staphylocoocus aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17)

0 0,5 1 1,5 2 2,5

40 45 50 55 60 65

Nila

i

L

o

g

D

Suhu (°C)

S. aureus ATCC 25923

S. aureus A

(30)

18

mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai z Lactobacilli, Leuconostoc, dan khamir pada substrat 42BxOJ (Tabel 4.). Nilai z isolat Staphylocoocus aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) mempunyai nilai z diantara range nilai z Lactobacilli, Leuconostoc, dan khamir pada substrat asam tinggi (pH < 4) (Tabel 4.). Nilai z isolat Staphylocoocus aureus ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17) mempunyai nilai z besar dibandingkan nilai z Lactobacilli, Leuconostoc, dan khamir pada substrat pada substart asam tinggi ( pH < 4) (Tabel 4.). Hal ini menunjukkan isolat yang diperoleh dari hasil penelitian umumnya mempunyai nilai z yang lebih kecil dibandingkan organisme lain pada substrat asam dan asam tinggi kecuali terhadap E. coli 0157:H7 dan Salmonella enteritidis (Tabel 4.).

Tabel 4. Nilai z untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 – 4.5) dan asam tinggi (pH < 4)

Organisme Substrat Nilai z

Staphylococcus aureus ATCC 25923 Keterangan : PB adalah phosphate buffer, MCR adalah minuman dari gel cincau hijau dan rosela, SSOJ adalah single strength orange juice dan 42BxOJ adalah 42 brix orange juice concentrate. Referensi: 1(ICMSF 2003) ,2(Toledo 2007), 3(Kusnandar et al. 2006)

(31)

19 Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai z nutrisi seperti Karoten (A), Thiamin (B1), dan Asam Askorbat (C) (Tabel 5.). Secara umum, nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai z komponen kimia dan reaksi kimia (Tabel 5.). Nilai z untuk kedua isolat Staphylococcus aureus 8,8-10,8 ˚C. Artinya, menaikkan suhu pemanasan 8,8-10,8 ˚C akan mampu menurunkan waktu untuk pemanasan untuk inaktivasi mikroba sebesar satu siklus logaritma. Proses pemanasan (pasteurisasi) pada suhu tinggi secara umum lebih disukai, karena akan mengurangi waktu proses dan efek letalitas yang sama tetapi dapat meminimalkan kerusakan zat gizi.

Tabel 5. Perbandingan nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 dengan komponen kimia dan reaksi kimia

Substansi Nilai Z (ºC)

Bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 Staphylococcus aureus A

Staphylococcus aureus1 Pigmen

Hijau1 Merah1

Browning1 Nutrisi

Karoten (A) 1 Thiamin (B1) 1 Asam Askorbat (C) 1

10.8 8.8 11.4

30 31 32 25 27 27 Referensi: 1 (Toledo 2007)

(32)

20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Proses termal pasteurisasi cincau hijau dalam medium teh rosela kemasan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan mutu dan keamanan cincau hijau. Kecukupan proses pemanasan didasarkan pada ketahanan panas mikroba target sangat penting untuk keefektifan dan ketepatan proses pemanasan yang akan diaplikasikan. Oleh karena itu, dilakukan tahap isolasi Staphylococcus aureus yang berasal dari cincau hijau agar nilai ketahanan panas yang didapatkan tepat sehingga proses termal pasteurisasi produk minuman dari gel cincau hijau dan rosela optimum. Hasil tahap isolasi menunjukkan isolat A sebagai Staphylococcus aureus karena menunjukkan semua hasil positif pada uji pewarnaan Gram, katalase, penanaman pada media Baird Parker Agar dan Egg Yolk Tellurite (BPA dan EYT), penanaman pada media Mannitol Salt Agar (MSA), dan koagulase. Isolat A menunjukkan persentase kesamaan dengan kultur referensi Staphylococcus aureus sebesar 41.8 % pada kit API Staph. Isolat A selanjutnya digunakan dalam uji penentuan nilai D dan z pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela.

Isolat A memiliki nilai D45, D49, D53, dan D57 berturut-turut sebesar 32.3,

17.9, 4.6, dan 1.5 menit. Isolat ATCC 25923 memiliki nilai D45, D49, D53, dan D57

berturut-turut sebesar 18.5, 6.8, 2.9, dan 1.4 menit. Isolat Staphylococcus aureus A memiliki nilai D45, D49, D53, dan D57 yang lebih besar daripada isolat

Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela memiliki nilai D49 lebih

kecil dibandingkan dengan isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 4.5) dan heating menstruum buffer phosphate ( pH 6.5). Isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5) memiliki nilai D49 lebih kecil dibandingkan dengan isolat Staphylococcus aureus

A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Sedangkan nilai D60 isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate

(pH 4.5) lebih besar dibandingkan nilai D60 isolat Staphylococcus aureus A pada

heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela. Isolat Staphylococcus aureus A pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela memiliki nilai D49 lebih kecil dibandingkan dengan Isolat

Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate ( pH 6.5). Terlihat nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat A lebih besar dibandingkan nilai D45,

D49, D53, dan D57 isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan nilai D45, D49, D53, dan D57 isolat

Staphylococcus aureus A dalam penentuan kecukupan proses pasteurisasi memberikan jaminan keamanan produk yang lebih baik. Sedangkan jika digunakan nilai D49,D54,5, dan D60 isolat Staphylococcus aureus pada heating

menstruum buffer phosphate (pH 6.5) sebagai referensi maka dapat berakibat pada proses panas yang berlebihan (over process).

(33)

21 Staphylococcus aureus A paling kecil diantara ketiga isolat akan berpengaruh pada pemilihan nilai D sebagai referensi pada desain proses termal tidak selalu dapat digunakan. Kurva yang lebih curam menyebabkan nilai D isolat Staphylococcus aureus A pada suhu tertentu dapat memiliki nilai D yang lebih kecil dibandingkan nilai D isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela dan isolat Staphylococcus aureus pada heating menstruum buffer phosphate (pH 4.5). Nilai D yang akan digunakan sebagai referensi pada desain proses termal harus melihat nilai D masing – masing isolat pada suhu target yang akan digunakan pada proses termal pasteurisasi. Kemudian nilai D yang digunakan adalah nilai D yang dapat menjamin keamanan proses tetapi proses yang dilakukan tidak memberikan proses panas yang berlebihan (over process).

Nilai z isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 lebih kecil dibandingkan nilai z Staphylococcus aureus pada pH 4.5. Nilai z Staphylococcus aureus isolat A lebih kecil dibandingkan dengan isolat Staphylococcus aureus ATCC 25923. Secara umum, nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC 25923 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai z komponen kimia dan reaksi kimia. Nilai z yang lebih kecil dapat memberikan keuntungan karena waktu proses pasteurisasi dapat dipercepat dengan peningkatan suhu yang tidak terlalu besar (dalam efek letal yang sama). Namun, nilai z hasil percobaan yang lebih kecil mengharuskan kontrol proses termal lebih baik karena penurunan sedikit suhu pada saat berlangsungnya proses termal pasteurisasi akan memberikan dampak yang besar terhadap keamanan produk. Proses pemanasan (pasteurisasi) pada suhu tinggi secara umum lebih disukai, karena akan mengurangi waktu proses dan efek letalitas yang sama tetapi dapat meminimalkan kerusakan zat gizi. Nilai D dan nilai z merupakan 2 parameter kinetika inaktivasi mikroba yang penting dan keduanya harus diperhatikan dalam desain proses termal. Selanjutnya dari referensi nilai D dan z yang didapat dapat dilakukan desain proses termal dengan penghitungan nilai Fo. Nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (biasanya

dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu.

Saran

Beberapa saran untuk penelitian lanjutan berdasarkan hasil dan kendala penelitian selama ini,yaitu :

1. Uji penentuan parameter kinetika inaktivasi mikroba lain yang mungkin ada pada ingredien untuk produk, komponen kimia, maupun reaksi kimia pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela.

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Abrar M. 2001. Isolasi, karakterisasi dan aktivitas biologi hemaglutinin Staphylococcus aureus dalam proses adhesi pada permukaan sel ephitel kambing sapi perah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arisman. 2009. Keracunan Makanan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Buku Kedokteran EGC

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Cara uji Mikrobiologi-Bagian 9: Penentuan Staphylococcus aureus pada produk perikanan. Jakarta (ID): BSN

Baird RM, Corry JEL, and Curtis GDW. 2012. Handbook of Culture Media for Food and Water Microbiology: Edition 3. United States (US) : RSC Publishing

Benneth RW, Lancette GA. 2001. Staphylococcus aureus, Chapter 12, rev. Jan. 2001. In FDA Bacteriological analytical manual, 8th ed., Rev. A. AOAC International, Gaithersburg, MD.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan NOMOR HK.03.1.23.11.11.09909 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID): BPOM.

Cebrián G, Sagarzazu N, Pagán R, Condón S, Mañas P. 2010. Development of stress resistance in Staphylococcus aureus after exposure to sublethal environmental conditions. J Food Micro 140: 26–33

Darusman F, Saptarini NM, Priatna B. 2012. Aktivitas anti-inflamasi ekstrak kelopak bunga Hisbiscus sabdariffa. Jurnal Medika Planta. 1(5).

Dewi AK. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji sensitivitas Staphylococcus aureus terhadap amoxicillin dari sampel susu kambing peranakan ettawa (pe) penderita mastitis di wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. JSV 31 (2)

Dwintasari V. 2010. Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada Ayam Suwir serta Korelasinya dengan Status Kebersihan Tangan Pekerja dan Praktik Penanganan di Warung Bubur Ayam [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan Lanjut. Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

ICMSF. 2003. Microorganisms in Foods 5 : Characteristics of Microbial Pathogens. London (UK): Kluwer Academic / Plenum Publisher.

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology 6th Edition. Gaithersburg, Maryland (US) : Aspen Publishers, Inc.

Khusnan, Salasia SIO, Soegiyono. 2008. Isolasi, identifikasi, karakterisasi bakteri Staphylococcus aureus dari limbah penyembelihan dan karkas ayam potong. Jurnal Veteriner. 9(1): 45 - 41

Kloos WE, Wolfshohl JF. 1982. Identification Staphylococcus species with the API STAPH-IDENT system. J. Clin. Microbiol.16(3):509.

(35)

23 aplikasinya sebagai Anti-Aterosklerosis. Laporan Penelitian LPPM IPB Bogor.

Kusnandar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Prinsip Teknik Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Maddux RL, Koehne G. 1982. Identification of Staphylococcus hyicus with the API Staph Strip. J Clin Microbiol. 15(6): 984-986.

Mardiah, Fransiska RZ, Lia AA. 2006. Makanan Anti Kanker. Jakarta (ID): Kawan Pustaka.

Nurdin SU. 2007. Evaluasi efek laksatif dan fermentabilitas komponen pembentuk gel daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.). J. Teknol. dan Industri Pangan 13(1).

Nurdin SU, Suharyono, Rizal S. 2008. Karakteristik fungsional polisakarida pembentuk gel daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.). J. Teknol. dan Industri Hasil Pertanian 13(1)

Mulyawati W, Harahap I. 2007. Warisan Kuliner Indonesia : Hidangan Betawi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Pitojo S, Zumiyati. 2005. Cincau : Cara Pembuatan Dan Variasi Olahannya. Tangerang (ID): AgroMedia Pustaka.

Pramitasari N. 2012. Cemaran mikrobiologis pada cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) serta evaluasi sanitasi dan higiene pada penjual cincau hijau di wilayah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[PHE] Public Health England . 2014. Catalase Test.UK Standards for Microbiology Investigations. [internet][diunduh 2015 Jan 17], TP 8 Issue 3. Tersedia pada: https://www.gov.uk/uk-standards-for-microbiology-investigations-smi-quality-and-consistency-in-clinical-laboratories

[PHE] Public Health England. 2014. Coagulase Test. UK Standards for Microbiology Investigations. [internet][diunduh 2015 Jan 17], TP 10 Issue 5 . Tersedia pada: https://www.gov.uk/uk-standards-for-microbiology-investigationssmi-quality-and-consistency-in-clinical-laboratories

[PHE] Public Health England. 2014. Staining Procedures. UK Standards for Microbiology Investigations. [internet][diunduh 2015 Jan 17], TP 39 Issue 1.2. Tersedia pada: http://www.hpa.org.uk/SMI/pdf.

Shields P, Tsang AY. 2006. Mannitol Salt Agar Plates Protocols. Protocols. American Society for Microbiology, Washington, DC. [internet][diunduh 2015 Jan 14] Tersedia pada: www.microbelibrary.org

(36)

24

(37)

25 Lampiran 2. Enumerasi koloni isolat Staphylococcus aureus hasil uji ketahanan panas Enumerasi koloni Staphylococcus aureus Isolat ATCC 25923 (Ulangan 1)

(38)

26

1 41 0 0

2 52 0 0

57

0

10-6 10-7 10-8

5.0 x 109

1 TBUD TBUD 47

2 TBUD TBUD 52

2.5

10-4 10-5 10-6

6.8 x 106

1 TBUD 69 15

2 TBUD 66 10

5

10-2 10-3 10-4

8.6 x 104

1 TBUD 84 8

2 TBUD 87 8

7.5

10-1 10-2 10-3

3.0 x 104

1 TBUD TBUD 23

(39)

27 Enumerasi koloni Staphylococcus aureus isolat A (Ulangan 1)

(40)

28

57

0

10-5 10-6 10-7

1.5 x 107

1 149 15 0

2 150 10 0

2.5

10-3 10-4 10-5

1.8 x 105

1 180 22 2

2 203 20 0

5

10-2 10-3 10-4

6.3 x 103

1 18 4 1

2 63 7 0

7.5

10-1 10-2 10-3

2.0 x 102

1 20 1 2

(41)

29 Enumerasi koloni Staphylococcus aureus Isolat ATCC 25923 (Ulangan 2)

(42)

30

57

0 1 TBUD 200 21 2.0 x 109

2 TBUD 204 23

2.5

10-4 10-5 10-6

3.2 x 106

1 TBUD 33 4

2 TBUD 30 0

5

10-2 10-3 10-4

1.5 x 105

1 TBUD 151 17

2 TBUD 135 37

7.5

10-1 10-2 10-3

6.1 x 103

1 TBUD 41 18

(43)

31 Enumerasi koloni Staphylococcus aureus isolat A (Ulangan 2)

(44)

32

57

0

10-5 10-6 10-7

4.0 x 107

1 TBUD 38 1

2 TBUD 43 8

2.5

10-3 10-4 10-5

1.1 x 105

1 105 15 2

2 118 14 0

5

10-2 10-3 10-4

9.2 x 103

1 81 0 0

2 104 2 0

7.5

10-1 10-2 10-3

2.1 x 102

1 21 5 1

(45)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 17 Maret 1992. Penulis adalah anak dari Bapak Ir Kuswandi dan Ibu Ir Aminatun. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan tingkat SD di SD Negeri 2 Demaan Kudus pada tahun 2004, tingkat SMP di SMP Negeri 1 Kudus pada tahun 2007, dan tingkat SMA di SMA Negeri 1 Kudus pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Hasil uji katalase dan pewarnaan Gram  isolat Staphylococcus aureus
Gambar 3. Penurunan logaritma jumlah mikroba isolat Staphylococcus aureusATCC   25923 (A) dan A (B) (log CFU/ml) yang dipanaskan pada suhu konstan 45, 49, 53, dan 57 °C selama waktu tertentu pada heating menstruum minuman dari gel cincau hijau dan rosela (pH 3.17)
Tabel 4. Nilai z untuk beberapa jenis organisme pada substrat asam (pH = 4 – 4.5)
Tabel 5. Perbandingan nilai z untuk isolat Staphylococcus aureus A dan ATCC

Referensi

Dokumen terkait

SETDA Kabupaten mempunyai tugas membantu Bupati dalam melakukan tugas pokok penyelenggaraan Pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat serta pembinaan

Ladder frame adalah bingkai yang digunakan pada susunan puncak dari scaffolding. Ladder frame terpasang hanya pada kedua sisi dari scaffolding yang berfungsi sebagai pembatas

Dari Analisis data di atas jika dibandingkan dengan teori yang ada ternyata ada kesamaan. Sebab secara teori dinyatakan bahwa seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah

[r]

Serbuk karbon yang telah dihasilkan digunakan sebagai bahan pigmen warna hitam dalam tinta, ditunjukan pada Gambar 1.. Pada proses pembuatan

Berdasarkan kajian teori, data hasil penelitian dan pembahasan yang mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara penggunaan boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia pada kelompok usia 4-5 tahun di Paud Rinjani

Vertigo sentral adalah vertigo yang disebabkan oleh suatu penyakit yang berasal dari Sistem Vertigo sentral adalah vertigo yang disebabkan oleh suatu penyakit yang berasal dari