• Tidak ada hasil yang ditemukan

Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 Oleh Organisasi Masyarakat Sipil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 Oleh Organisasi Masyarakat Sipil"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

FRAMING KETIDAKADILAN

ANGGARAN NASIONAL TAHUN 2010-2014

OLEH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

AGUNG HAWARI HADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI

TESIS

DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 oleh Organisasi Masyarakat Sipil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor 27 Agustus 2015

Agung Hawari Hadi

(4)
(5)

RINGKASAN

AGUNG HAWARI HADI. Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 oleh Organisasi Masyarakat Sipil. Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO dan IVANOVICH AGUSTA.

OMS menyampaikan frame-frame dalam siaran pers sebagai sebuah cara berkomunikasi yang menyuarakan aktor atau ideologi melalui advokasi media untuk mendekati pembuat kebijakan atau masyarakat serta menstimulus debat dan membuat gambaran yang sesuai. Forum Indoensia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dipilih sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan kaya akan informasi keaktifan di media dan ketersediaan data siaran pers. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dengan desain penelitian.

Tujuan penelitan ini adalah untuk melihat bagaimana Fitra memandang permasalahan transparansi anggaran Indonesia melalui siaran pers yang dirilisnya serta bagaimana proses pembangunan frame pada siaran pers tersebut. Data yang digunakan adalah 47 siaran pers Fitra dari tahun 2010 sampai 2014. Siaran pers dianalisis dengan mengunakan teori collective action frame dalam gerakan sosial. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Fitra mengutarakan permasalahan penganggaran yang buruk sebagai dasar kausalitas yang diangkat untuk memudahkan audiens mengenali permasalahan dari sisi ideologi sampai sisi teknis. Pengunaan frame dalam siaran pers Fitra terlihat pada simbol yang kuat dan berusaha mengundang audiens mengenali permasalahan.

Framing Fitra bereaksi terhadap solusi pemerintah. Frame prognostik yang digunakan Fitra menyediakan solusi spesifik dan dapat dikerjakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada setiap siaran persnya dan dapat menjadi influensial dalam memotivasi individu untuk beraksi. Frame-frame motivasional dalam siaran pers Fitra ditujukan untuk memobilisasi aksi kolektif dari korban untuk berpartisipasi dalam gerakan dan menggerakkan sumber penyebab melakukan prognostik yang diutarakan. Master frame Fitra memunculkan buruknya perencanaan anggaran berdampak buruknya kesejahteraan rakyat. Fitra mengartikulasi beragam komponen unruk menciptakan frame yang dapat memobilisasi dukungan potensial dan dukungan yang ada. Amplifikasi frame

Fitra memberikan perhatian yang besar terhadap isu anggaran kesehatan, belanja modal dan kebijakan subsidi. Fitra meyakini isu ini dapat memperbesar kemungkinan frame dalam mengkonstruk realitas masyarakat. Isu penganggaran dapat dikaitkan pada hampir seluruh isu ketidakadilan. Fitra menguatkan

(6)
(7)

SUMMARY

AGUNG HAWARI HADI. Framing National Budget Year 2010-2014 Injustice by Civil Society Organization. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO and IVANOVICH AGUSTA.

OMS deliver frames in a press release as a way communicating ideology through media advocacy to approach policy makers or the public as well as to stimulate debate and make appropriate representation. Fitra is chosed as the subject of research by considering their activity in media and press releases data availability. This study is a qualitative research with constructivism paradign as research design. Purpose of this research is to see how Fitra frame budget transparency issue through a press release and how development process occur. 47 Fitra press releases from 2010 to 2014 used as reseach data. Press release was analyzed by using collective action theory in the frame of social movements. Results from this study is that Fitra express bad budgeting issues as basic causality was appointed to facilitate the audience to recognize the problems of ideology to the technical side. The use of frames in a press release Fitra seen in a powerful symbol and attempt to invite the audience to recognize the problems. Framing Fitra react to the government's solution. Frame prognostic used Fitra provide specific and workable solutions to solve problems encountered on every press release and can be influensial in motivating individuals to act. Frames motivational Fitra press release is intended to mobilize collective action of the victim to participate in the movement and mobilize resources do prognostic expressed cause. Master frame Fitra led to poor planning affects poor people's welfare budget. Fitra articulate the various components unruk creating a frame that can mobilize potential support and the support is there. Amplification frame Fitra gave considerable attention to the issue of the health budget, capital expenditure and subsidy policies. Fitra believe these issues can increase the possibility of constructing reality frames in society. Budgeting issues can be attributed to almost all issues of injustice. Fitra reinforcing frame using idelasiasi which also serves as a prognostic frame. Idealization grouped into two potistif and idealization idealization that is negation. Fitra use as reinforcement frame ornament diagnostics. Fitra not using frame transformasion in building a press release.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

FRAMING KETIDAKADILAN

ANGGARAN NASIONAL TAHUN 2010-2014

OLEH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

AGUNG HAWARI HADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ivanovich Agusta selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan arahan dan memotivasi penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Kepada Dr. Djuara P. Lubis selaku penguji luar komisi dan Dr. Basita Ginting Saleh selaku perwakilan Mayor KMP, penulis ucapkan terima kasih atas masukan dan kritikannya guna perbaikan tesis ini.

Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Seknas Fitra yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada rekan-rekan KMP 2011-2015 teman-teman yang turut membantu penulis. Ungkapan terima kasih dan cinta yang sebesar-besarnya ditujukan pada istri tercinta, ayah dan ibu, kakak dan adik penulis atas segala doa, kesabaran, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Bogor 27 Agustus 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Transparansi Anggaran ... 7

Advokasi ... 7

Advokasi Media ... 9

Komunikasi Pembangunan dan Advokasi Media ... 11

Siaran Pers ... 14

Media Massa ... 12

Gerakan Sosial ... 7

Framing ... 14

Collective Action Frame ... 19

Penelitian Terdahulu ... 23

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25

3 METODE PENELITIAN ... 27

Paradigma Penelitian ... 27

Fitra Sebagai Kasus Penelitian ... 28

Siaran Pers sebagai Objek Penelitian ... 29

Waktu Penelitian ... 30

Metode Pengumpulan Data ... 30

Teknik Analisis Data ... 31

Kredibilitas dan Reliabilitas Penelitian ... 33

4 FITRA ... 34

Lingkup Kegiatan ... 38

Latar belakang berdirinya Fitta ... 39

Produk dan Layanan ... 40

Jangkauan Kerja ... 41

Sumberdaya Manusia ... 42

Proses Advokasi Fitra ... 42

5 FRAMING SIARAN PERS FITRA ... 47

Keberadaan Masalah Sosial ... 47

Identifikasi Korban ... 50

Pelabelan Agen Kausal ... 50

Artikulasi Solusi Fitra ... 52

(18)

Motivasional ... 54

Master Frame ... 55

6 PROSES PEMBANGUNAN FRAME ... 57

Proses Diskursif ... 57

Artikulasi Frame ... 57

Penguatan Frame dalam Proses Diskursif ... 60

Proses Strategis ... 62

Penjembatanan frame ... 63

Perluasan Frame ... 64

Penguatan Frame ... 65

Transformasi Frame ... 66

7 SIMPULAN DAN SARAN ... 67

Simpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 75

RIWAYAT HIDUP ... 99

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan anggaran belanja dan rasio gini tahun 2010-2014 ... 1

2 Perbedaan penelitian komunikasi kualitatf dan kuanttatin ... 28

3 Core framing task ... 32

4 Pembangunan penciptaan dan elaborasi frame ... 33

5 Siaran pers bersama ... 55

6 Penggunaan isu tertinggi dalam frame siaran pers Fitra ... 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran ... 26

2 Proses penyusunan dan penetapan APBN ... 43

3 Proses advokasi Fitra ... 45

4 Permasalahan dalam frame diagnostik ... 48

5 Identifikasi korban ... 51

6 Pelabelan agen klausal ... 51

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan peran pemerintah dalam mengatur sumber-sumber pendapatan dan pembelanjaan sebagai suatu kewajiban dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. APBN sebgaai bagian dari keuangan negara memiliki prinsip-prinsip, sistem, dan struktur yang mengalami perubahan setiap periodik sesuai dengan perkembangan nasional dan global. APBNmerupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya. Hal ini tertuang pada konstitusi Republik Indonesia Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “APBN sebagai perwujudan dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU No. 17/2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai fungsi akuntabilitas, pengeluaran anggaran hendaknya dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan hasil berupa

outcome atau setidaknya output dari dibelanjakannya dana-dana publik tersebut. Sebagai alat manajemen, sistem penganggaran selayaknya dapat membantu aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program pemerintah. Sedangkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Anggaran belanja dalam APBN sampai dengan tahun 2014 belum dapat mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan belanja negara yang cukup besar tiap tahun tidak menurunkan rasio gini, bahkan rasio gini meningkat dari tahun ke tahun. Rasio gini Indonesia sebagai alat ukur ketimpangan pendapatan menunjukkan kenaikan yang signifikan pada tahun 2011 yaitu dari 0,38 ke 0,41 walaupun belanja mengalami kenaikan sebanyak 27%. Pada tahun 2013 ketimpangan pendapatan Indonesia pertama kali masuk dalam kategori ketimpangan pendapatan menengah (diatas 0,4) yang menunjukkan 1 persen penduduk Indonesia menguasai hingga 41 persen total kekayaan di Indonesia.

Tabel 1 Perbandingan anggaran belanja dan rasio gini tahun 2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014 Total belanja (trilyun

rupiah) 697,4 883,7 1.010,6 1.137,2 1.280,4

Rasio Gini 0,38 0,41 0,41 0,413

Sumber Nota Keuangan 2015 dan BPS

(22)

2

Misalnya, program studi banding ke sejumlah negara atau alokasi anggaran perjalanan dinas para pejabat yang nilainya sangat fantastis. Jumlah ini seharusnya bisa dipangkas dan dialokasikan pada hal-hal yang lebih penting seperti layanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur untuk rakyat banyak. Pemerintah belum mampu menjadikan APBN sebagai instrumen untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan, yaitu timpangnya pendapatan. APBN seharusnya dapat dijadikan alat untuk mewujudkan ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkualitas serta berpihak kepada rakyat secara keseluruhan.

Ketidakadilan anggaran juga dipengaruhi oleh faktor politik dimana politisasi anggaran memungkinkan anggaran tidak berpihak kepada rakyat. Eksekutif berkuasa atas penentuan anggaran ketika departemen-departemen atau dinas-dinas pemerintahan mengajukan usulan anggaran, program pembangunan sekaligus biaya rutin mereka dalam proses tahunan. Proses ini kemudian ditentukan ya atau tidaknya oleh legislatif sebagai wakil rakyat. Politik tawar-menawar anggaran antara eksekutif dan legislatif yang dapat saja bukan didasarkan pada kebutuhan rakyat, melainkan pada kepentingan masing-masing individu, politik di eksekutif maupun legislatif. Selain itu orientasi kebijakan anggaran seringkali lebih mengutamakan kepentingan pemodal besar atau investasi untuk usaha kelas menengah ke atas dalam proporsi yang tidak sebanding dengan upaya pemberdayaan usaha kecil.

Menyoal ketidakadilan anggaran sangat ditentukan pada bagaimana cara pemerintah sebagai pengelola anggaran dalam mengelola keuangan negara,yang dalam berbagai konteks selalu dikaitkan dengan good governance. Good governance pada akhirnya tidak terbatas pada menjalankan wewenang dengan baik semata, yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan mengawasi pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut dengan baik. Oleh karenanya, konsep good governance akan selalu didasarkan pada tiga pilar, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi

Meningkatkan kesejahteraan rakyat merupakan muara dari setiap proses anggaran. Sebagai stake holder utama, rakyat harus mengawasi jalannya penganggaran dan melawan ketidakadilan anggaran yang terjadi. Pengawasan penganggaran, membutuhkan informasi dan pengetahuan yang cukup. Informasi anggaran adalah dasar rakyat untuk mengawasi jalannya penganggaran. Oleh karena itu, transparansi anggaran dianggap sebagai prekondisi fundamental bagi partisipasi masyarakat dan akuntabilitas penganggaran.

Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik (UU No. 14 tahun 2008) yang masih relatif baru. Sedangkan akses masyarakat pada dokumen anggaran diperparah oleh kurangnya kesadaran masyarakat pada proses anggaran. Hal ini menghambat upaya peningkatan partisipasi masyarakat yang ditambah pula pengetahuan masyarakat teryang terbatas akan protokoler dan birokrasi sering kali menjadi kendala masyarakat untuk berpartisipasi dalam penganggaran.

(23)

3 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dapat berfungsi sebagai perantara dalam memperjuangkan kepentingan rakyat untuk mendapat tempat dalam sistem kepranataan yang ada. Hal ini menjadi penting mengingat kemampuan negosiasi rakyat dalam memperjuangkan kepentingannya relatif lebih rendah dibanding pihak pemerintah maupun swasta.

Untuk mendapat mengubah suatu kebijakan, OMS mengangkat isu penganggaran melalui proses advokasi. Dalam advokasi, komunikasi lebih dari sekedar memberikan informasi melainkan tentang pembinaan kesadaran sosial dan memfasilitasi dialog demokrasi publik dan berkontribusi kepada kebijakan berbasis bukti untuk membangun pemahaman bersama demi mewujudkan perubahan sosial yang menciptakan ruang bagi suara rakyat untuk didengar.

Kebanyakan kegiatan advokasi dalam gerakan sosial ditujukan untuk menarik perhatian media. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Atkin (2013) bahwa meningkatkan visibilitas yang konsisten pada berita media adalah kunci untuk mencapai efek agenda setting yang penting sekali dalam strategi advokasi media yang ditargetkan pada pemimpin opini di masyarakat dan pembuat kebijakan. OMS menyadari kekuatan media massa dan mengakui bahwa jika mereka ingin menggunakan media massa untuk mencapai tujuan mereka dengan melakukan advokasi media. Untuk itu OMS menyusun siaran pers dengan harapan dimuat di media massa untuk menghasilkan kesadaran tentang suatu masalah.

Dengan siaran pers OMS memiliki kemampuan untuk menonjolkan pemaknaan mereka atas suatu peristiwa. Permasalahan dibingkai dan dikemas dalam pesan yang dibuat sedemikian mungkin agar dapat meraih dukungan publik (Tilly 2001). Maka di dalam siaran pers terdapat frame sebagai upaya mengkonstruksi realitas sosial. Pembingkaian (framing) disini diartikan sebagai sebuah produk yang dibuat dari budaya internal OMS. Dari budaya tersebut OMS membuat pesan-pesan untuk menginterpretasikan realita bagi simpatisan dan memobilisasi dukungan potensial (Snow et al. 1986). Dengan menerapkan frame

OMS berupaya mendapatkan resonan dari makna bersama dengan budaya masyarakat yang lebih luas.

Frame tidak dapat berbicara sendiri, melainkan merupakan interaksi antara komunikan dan komunikator yang membentuk realitas dan berkontribusi pada nilai yang diacu. Dalam membuat siaran pers komunikator membingkai isu menggunakan cara tertentu dengan mengaitkan atribut efektif pada isu secara sadar maupun tidak (Sheafer 2007) agar lebih mudah diterima oleh komunikan.

Keberhasilan dari gerakan sosial terletak dari bagaimana peristiwa dibingkai sehingga menimbulkan tindakan kolektif. Untuk memunculkan tindakan kolektif, dibutuhkan penafsiran dan pemaknaan simbol yang dapat diterima secara kolektif. “Maka dari itu gerakan sosial selalu menyeleksi dan menggunakan simbol, nilai dan retorika tertentu untuk memobilisasi khalayak” (Eriyanto, 2007). Adapun demikian, kegiatan advokasi OMS telah ada menyambut ketidakadilan anggaran sejak lama dan menawarkan frame-frame tersebut ke media. Walaupun demikian, kesenjangan kesejahteraan yang ditandai dengan tingginya rasio gini dan peningatan belanja negara tetap terjadi.

(24)

4

teks. Pada teks, pembingkaian itu dimanifestasikan melalui penghadiran atau penghilangan sejumlah sejumlah kata-kata, frasa gambar-gambar tertentu, narasumber tertentu, yang mendukung sudut pandang yang dipilih untuk memperkuat fakta-fakta atau penilaian. Dengan demikian konsep framing secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk menggambarkan kekuatan teks komunikasi (Entman 1993). Maka komunikator harus memiliki kemampuan yang tepat dalam mengadvokasi ketidakadilan anggaran yang dituangkan sebagai

framing dalam siaran pers.

Untuk itu ada perlunya melihat bagaimana ketidakadilan anggaran dibingkai oleh OMS dalam mengusung transparansi anggaran berikut solusinya serta mengajak masyrakat mendukung gerakan tersebut. Hal ini dapat diteliti dengan menyandingkan teori collective action frame, dimana teori ini berusaha untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang mengapa dan bagaimana aksi sosial seharusnya terjadi memberikan sebuah platform umum untuk proses konstruksi dan signifikansi makna (Benford dan Snow 2000).

Dalam collective action frame terdapat beberapa frame yang mempengaruhi orientasi dan kegiatan dari gerakan lain yang disebut sebagai master frame

(Benford dan Snow 2000). Master frame merupakan sebuah tipe generik dari

collective action frame yang yang menginfluens dan bercakupan lebih luas dari pada frame gerakan sosial. Artikulasi dan atribusi master frame sangat elastis fleksibel dan inklusif yang mungkin untuk diadopsi oleh gerakan sosial lain dalam kampanye mereka

Benford dan Snow menguraikan dimensi framing terdiri dari framing

diagnostik, framing prognostik dan framing motivasional. Diacnostic framing

dikonstruksikan dalam sebuah gerakan sosial guna memberikan pemahaman mengenai situasi dan kondisi yang sifatnya problematik. Kondisi mengenai apa atau siapa yang disalahkan sehingga membutuhkan adanya suatu perubahan (Benford dan Snow 2000). Prognostic framing merupakan artikulasi solusi yang ditawarkan bagi persoalan-persoalan yang sudah diidentifikasikan sebelumnya. Dalam aktivitas prognostic framing ini gerakan sosial juga melakukan berbagai penyangkalan atau menjamin kemanjuran dari solusi-solusi yang ditawarkan (Benford dan Snow 2000). Prognostic framing melibatkan pengartikulasian dari sebuah solusi dari permasalahan yang ditawarkan atau setidaknya rencana untuk menyerang. Kegiatan prognostic framing suatu OMS biasanya temasuk sebuah pembuktian benar salah (sanggahan) akan sebuah pemikiran atau kemampuan memproduksi hasil yang diinginkan (eficacy) akan solusi yang diangkat oleh lawan. Motivational framing merupakan elaborasi panggilan untuk bergerak atau dasar untuk terlibat dalam usaha memperbaiki keadaan melalui tindakan kolektif.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Apa master frame yang diutarakan OMS dalam ketidakadilan anggaran 2. Bagaimana OMS mengkonstruk permasalahan ketidakadilan anggaran? 3. Apa solusi yang ditawarkan OMS untuk mengatasi ketidakadilan anggaran? 4. Bagaimana OMS mengajak berbagai pihak ikut serta dalam mengatasi

(25)

5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian disusun sebagai berikut :

1. Mendefinisikan master frame yang diutarakan OMS dalam ketidakadilan anggaran.

2. Mendeskripsikan bagaimana OMS mengkonstruk permasalahan ketidak-adilan anggaran.

3. Mendeskripsikan solusi yang ditawarkan OMS untuk mengatasi ketidakadilan anggaran.

4. Mendeskripsikan bagaimana OMS mengajak berbagai pihak ikut serta dalam mengatasi ketidakadilan anggaran.

Manfaat Penelitian

(26)
(27)

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Gerakan Sosial

Gerakan sosial memainkan peranan penting dalam masyarakat yang dapat ditemukan dari masyarakat demokratis sampai dengan masyarakat authoritarian. Bahkan banyak gerakan sosial yang menghasilkan transformasi demokratis pada suatu tatanan masyarakat (Tilly 2004). Beberapa gerakan sosial mencoba untuk mengubah sistem politik sementara gerakan sosial lainnya mengarah pada mengubah pandangan dunia. Banyak peneliti yang tertarik pada gerakan sosial karena sifatnya sangat luas dan berpotensi mempengaruhi perubahan. Para peneliti sosial menggaris bawahi ada kesamaan pada variasi lokasi dan tujuan gerakan .

Meskipun tidak ada definisi tunggal yang mengartikan gerakan sosial ada beberapa kesepakatan tentang seperti apa gerakan sosial itu. Misalnya mengatakan gerakan sosial adalah hal unik dari pertentangan politik. Tilly menyatakan semua gerakan sosial memiliki kriteria: a) Kampanye. Semua gerakan sosial mengerjakan perluasan aksi yang mengacu pada tujuan khusus. b) Repertoar gerakan sosial. Sebuah rangkaian umum yang digunakan oleh gerakan sosial. Misalnya protes unjuk rasa dan lainnya. c) Menunjukan kesepadanan kesatuan angka-angka dan komitmen (Tilly 2004). Hal tersebut dilakukan oleh gerakan sosial dan organisasinya demi melegitimasikan mereka pada pandangan adherents

potensial dan mentargetkan pihak berwenang.

De la Porta dan Diani (2006) menjelaskan bahwa gerakan sosial turut serta dalam hubungan konflik dengan lawan yang jelas yang dihubungan dengan jaringan padat informal serta berbagi identitas bersama. Gerakan sosial dapat dilihat sebagai sebuah bentuk unik dari pertentangan politik yang berorientasi tujuan yang dikerjakan oleh individu maupun organisasi yang beraksi diluar institusi politik atau institusi sosial yang formal.

Peneliti aksi kolektif dan gerakan sosial sering fokus pada kondisi sosial yang luas dapat memproduksi gerakan sosial. Peneliti menteorikan bahwa masyarakat terjun pada gerakan sosial atau aksi kolektif karena mereka tidak terintegrasi secara memadai pada struktur sosial yang ada. Para peneliti percaya bahwa struktur masyarakat yang terindustrialisasi mengarah pada alinasi dan isolasi sosial yang pada saatnya membawa masyarakat pada gerakan sosial revolusioner yang mencari cara untuk mengubah orde eksisting (Hopper 1949). Selanjutnya peneliti gerakan sosial fokus pada kerugian (perampasan) sebagai sebuah teori untuk partisipasi gerakan sosial. Teori ini berasumsi bahwa masyarakat yang merasa dirampas bagaimanapun dapat berpartisipasi dalam gerakan sosial.

(28)

8

Kesempatan politis dilihat sebagai momen yang dapat digunakan oleh gerakan untuk membangkitkan gema politis maupun sosial.

Sebagai contoh, sebuah laporan tentang meningkatnya biaya perang atau publikasi gambar-gambar mengerikan tentang perang dapat menjadi kesempatan mobilisasi bagi aktivis anti perang. Gamson & Meyer (1996) mengemukakan permasalahan pada pendekatan ini sebagai kesempatan dikaitkan dengan interpretasi dan sering juga hal-hal kontroversial. Kesempatan politik bergantung pada proses framing dan sumber dari gerakan internal tidak setuju akan strategi aksi yang pantas. Dengan kata lain tidak ada kesempatan yang tetap. Masyarakat menerjemahkan apa itu kesempatan dan apa yang harus dilakukan dengan kesempatan itu. Framing gerakan sosial mencoba untuk memperhatikan hal ini dimana peneliti gerakan sosial sering dimotivasi olah hasrat untuk perubahan sosial yang mengintergrasikan peneliti dan aktivisme (Benford dan Snow 2000).

Teori gerakan sosial yakin bahwa gerakan sosial berupa banyak contoh yang tercipta dari penggunaan dan manipulasi frame atau struktur kognitif yang memandu persepsi realita seseorang maupun kelompok. Gerakan sosial mempengaruhi dan mengontrol anggotanya melalui taktik seperti mobilisasi rasa takut terlibat dalam bingkai penyisihan konstruksisme sosial dan counterframing. Sosiologis menganalisa gerakan sosial dengan dua cara yaitu perspektif konstruksionis sosial dan analisis frame (Benford dan Snow 2000).

Advokasi

Advokasi adalah seperangkat tindakan terarah yang ditujukan pada pembuat keputusan untuk mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi adalah suatu sains dan seni yang apabila dirancang dengan sistematis dan benar hasil advokasi akan efektif dan baik. Secara umum advokasi akan mempengaruhi penentu kebijakan (melalui Lobi, Perda dan lain-lain) untuk membentuk opini publik lewat media masa dalam upaya populis mendidik massa lewat aksi kelas. Tujuan Advokasi adalah terciptanya perubahan kebijakan peraturan-peraturan, dukungan sumber daya dan lain-lain untuk memecahkan masalah tertentu. Advokasi menunjukkan kegiatan yang dirancang untuk menempatkan isu dalam agenda politik dan pembangunan mendorong politik untuk meningkatkan sumber daya keuangan dan lainnya pada mampu secara mempertahankan dan membuat penguasa akuntabel untuk memastikan bahwa janji terpenuhi dan hasil dicapai.

Berg (2009) mengartikan advokasi sebagai kegiatan mempublikasikan yang mewakilkan suatu individu organisasi atau ide dengan tujuan persuasi pada kelompok sasaran agar menerima sudut pandang individu organisasi atau ide tersebut. Berg menemukan lobi adalah satu bentuk dari advokasi. Pelobi yang mana melihat mereka sendiri sebagai manajer komunikasi, penasehat senior dan teknisi komunikasi kurang lebih setuju akan definisi Edget tersebut.

(29)

9 berlangsung antara 1 – 3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan yang realistis ke arah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu. Menurut Zastrow (1999) advokasi adalah menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem pelayanan dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan (Kaminski dan Walmsley 1995). Tujuan Advokasi adalah membuat inovasi politis atau prioritas nasional yang tidak dapat di ganti dengan pergantian pemerintahan.

Miller (2010) mengemukakan tujuh prinsip komunikasi dalam advokasi sebagai berikut: a) Meninggikan inisiatif yang berbeda di bawah platform pemersatu. b) Menggalang pemangku kepentingan dengan jelas ajakan untuk bertindak. c) Berbicara dengan jelas, transparan dan kredibilitas. d) Personalisasi cerita dan membuat hubungan emosional. e) Terlibat dalam komunikasi dua arah dengan para stakeholder. f) Mengintegrasikan komponen pendidikan dan saat-saat mengajar. g) Validasi dengan dukungan dan kemitraan pihak ketiga.

Advokasi kebijakan meliputi data dan pendekatan untuk melakukan advokasi kepada para politisi senior dan administrator tentang dampak masalah dan perlunya tindakan di tingkat nasional. Program advokasi digunakan pada tingkat masyarakat lokal untuk meyakinkan para pemimpin pendapat tentang perlunya tindakan lokal. Advokasi media berguna untuk menghasilkan dukungan dari pemerintah dan donor, memvalidasi relevansi subjek, menempatkan masalah ke dalam agenda publik dan mendorong media untuk meliput masalah secara teratur dan secara bertanggung jawab (WHO 2006).

Singkatnya advokasi terdiri dari kegiatan informasi yang luas seperti lobi dengan pembuat keputusan melalui kontak personal dan email langsung, mengadakan seminar dan membuat berita dengan mengadakan kegiatan, meyakinkan koran, majalah, televisi dan radio meliput dan memberikan dukungan dari orang terkenal. Tujuan advokasi adalah membuat inovasi politis atau prioritas nasional yang tidak dapat di ganti dengan pergantian pemerintahan.

Advokasi Media

Jika tujuan dari advokasi adalah untuk membuat inovasi prioritas politik yang tidak dapat dikesampingkan dengan perubahan dalam pemerintahan maka advokasi membutuhkan mobilisasi sumber daya dan dukungan kelompok pada kebijakan dan isu tertentu untuk mengubah keputusan dan opini publik. Disinilah advokasi media berperan. Teori advokasi media beranggapan bahwa media massa membentuk debat publik yang mengakibatkan terjadinya intervensi sosial dan politik. Media massa umumnya diartikan sebagai saluran komunikasi yang mampu mencapai audiens heterogen bersamaan dengan pesan yang seragam. Fungsi media massa adalah untuk memberitahu, mengawasi, melayani sistem ekonomi, mempersatukan masyarakat, berlaku sebagai forum masyarakat, membuat agenda dan melayani sistem politik.

(30)

10

mendekati pembuat kebijakan atau masyarakat demi menstimulus debat dan membuat gambaran yang sesuai. Selanjutnya Atkin (2013) menyebutkan advokasi media adalah desiminasi informasi dari suatu organisasi melalui berbagai saluran interpersonal dan media demi meningkatkan penerimaan politis dan sosial akan isu tertentu. Advokasi media mencoba untuk membingkai dan membentuk wacana publik dalam meningkatkan dukungan untuk memajukan suatu kebijakan. Maka advokasi media memiliki peranan penting dalam menaikkan isu yang perlu didiskusikan dan diberikan tekanan kepada pengambil keputusan dengan mempengaruhi agenda media. Pendekatan advokasi media membingkai isu-isu untuk menekankan solusi yang terkait kebijakan bukan pada tanggung jawab individu akan anggaran tersebut. Advokasi media berguna untuk menghasilkan dukungan dari pemerintah dan donor memvalidasi relevansi subjek menempatkan masalah ke dalam agenda publik dan mendorong media untuk meliput masalah secara teratur dan secara bertanggung jawab (WHO 2006).

Advokasi media mengadopsi pendekatan partisipatif yang menekankan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kontrol dan kuasa dalam mengubah lingkungannya. Secara keseluruhan Advokasi media terdiri dari sejumlah besar kegiatan informasi seperti melobi pengambil keputusan melalui kontak pribadi dan surat langsung, seminar, demonstrasi dan acara newsmaking. Advokasi memastikan cakupan koran, majalah, televisi dan radio dan mendapatkan dukungan dari orang-orang yang dikenal (Wallack 1994). Sedangkan Atkin (2013) menyebutkan kegiatan advokasi media meliputi: a) Membangun keseluruhan strategi termasuk formulasi opsi kebijakan, identifikasi pemangku kebijakan yang memiliki kekuatan untuk membuat perubahan relevan, menerapkan tekanan untuk mendorong perubahan dan membangun pesan untuk pemangku-pemangku kebijakan. b) Membuat agenda setting termasuk meningkatkan akses pada berita di media, liputan dan editorial. c) Membentuk suatu debat termasuk membingkai permasalahan sebagai isu kebijakan yang menonjol kepada pemirsa, menekankan akuntabilitas sosial dan menyediakan bukti untuk klaim selanjutnya. d) Mengedepankan kebijakan tersebut termasuk memelihara perhatian tekanan dan liputan setiap waktu.

Advokasi media memperlakukan individu atau kelompok sebagai pendukung potensial yang dapat digunakan tenaga dan keterampilannya serta sumber daya lainnya dalam mempengaruhi masalah yang disikapi dan apa solusi yang disiapkan. Proses dan suksesnya advokasi media terkait dengan sebaik apa advokasi berakar di masyarakat. Berbeda dengan kampanye tradisional yang bertujuan untuk meyakinkan individu untuk mengubah kebiasaan mereka, advokasi media menciptakan tekanan untuk mengubah lingkungan yang sebagian besar menentukan kebiasaan-kebiasaan itu (Wallack 1994). Menurut teori advokasi media kampanye bukanlah jalan keluar, bukan hanya karena efektivitas mereka dipertanyakan tetapi juga karenanya mengabaikan penyebab sosial dari perilaku buruk. Iklan layanan masyarakat telah menunjukkan keberhasilan yang terbatas dalam merangsang perubahan dan gagal untuk mengatasi lingkungan sosial dan ekonomi yang pada akhirnya menimbulkan masalah tertentu.

(31)

11 memadukan pengorganisasian masyarakat dan publikasi media yang menjadi kebijakan publik melalui advokasi media. OMS dapat menawarkan media massa sebuah informasi atau materi yang menarik bagi reportase mereka. OMS juga dapat menjelaskan isu khusus pada media dan menyediakan informasi lain misalnya merekomendasikan ahli yang memiliki pengetahuan khusus bagi kebutuhan media massa. Secara umum OMS memberikan informasi akurat pada media dan media mengkomunikasikan informasi tersebut pada publik. Ini adalah dasar dari komunikasi dalam advokasi media.

Ketangkasan bermedia diperlukan untuk mendapatkan liputan luas dari isu-isu tertentu dan untuk membentuk bagaimana cerita disajikan. Dengan demikian advokasi media mengadopsi penggunaan strategis media massa dan advokasi masyarakat untuk mengubah lingkungan sosial atau memajukan inisiatif kebijakan publik. Dalam melakukan proses advokasi, aktivitas OMS menggandeng media dan menjalin hubungan jangka panjang perlu menjadi suatu perhatian sendiri agar proses menjadi lebih efektif dan efisien. Kontak-kontak dengan wartawan kantor berita dan jaringan pers lainnya harus dibuat secara reguler bersilaturahmi mendatangi atau pun mengundang dalam berbagai kesempatan dan acara. Keterampilan penting lainnya dalam advokasi media adalah menguasai teknik menarik perhatian media agar dengan sukarela dan bersemangat menuliskan berita mengenai isu yang sedang digulirkan bahkan mampu mengajak media menjadi bagian dari perjuangan dalam mendorong suatu isu agar menjadi opini para

stakeholder.

Langkah umum dalam advokasi media adalah: a) Menetapkan tujuan kebijakan kelompok (apa yang diinginkan untuk terjadi?). b) Memutuskan siapa targetnya (kepada siapa ingin berbicara? Apakah orang kelompok atau organisasi ini memiliki kuasa untuk melakukan perubahan yang diinginkan?). c. Membingkai isu dan membangun pesan. d) Membangun sebuah rencana advokasi media untuk mengantarkan pesan dan menciptakan tekanan untuk perubahan. e) Mengevaluasi langkah-langkah yang telah ditentukan.

Komunikasi Pembangunan dan Advokasi Media

Komunikasi pembangunan mengacu pada komunikasi untuk tujuan pembangunan. Konsep komunikasi pembangunan berbagi perspektif yang sama dengan teori media pembangunan. Prinsip dari teori media pembangunan adalah komunikasi pembangunan menggunakan prinsip dan praktek pertukaran ide dalam memenuhi tujuan pembangunan. Pada dasarnya komunikasi pembangunan mengunakan advokasi media dan mendorong advokasi jurnalisme. Komunikasi pembangunan dapat dihubungkan dengan advokasi media yaitu bahwa komunikasi sangat diperlukan dalam konsensus dinamis dimana konsensus dinamis merupakan kebutuhan bagi perubahan sosial dan pembangunan.

Okorie (2009) dalam Nelson (2014) mengidentifikasi tiga peran komunikasi pembangunan yang bisa dihubungkan dengan advokasi media yaitu a) membuat hal-hal terlihat dengan cara menggunakan informasi untuk menjelaskan program-program pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan perspektif baru b) membina penerimaan dan pemberlakuan serta mempromosikan kebijakan dan c) memberikan suara pada berbagai pemangku kepentingan untuk terlibat dalam

(32)

12

Model komunikasi pembangunan yang berkembang saat ini memiliki dua implikasi terhadap perubahan sosial di dalam masyarakat. Mefalopulos (2008), membedakannya menjadi model komunikasi advokasi dan komunikasi pembangunan. Komunikasi advokasi menekankan pengaruh perubahan di tingkat masyarakat atau kebijakan dan mempromosikan isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan. Tujuan komunikasi advokasi adalah meningkatkan kesadaran tentang isu-isu pembangunan, menggunakan metode komunikasi dan media untuk mempengaruhi audiens spesifik dan mendukung perubahan yang disengaja. Sedangkan komunikasi pembangunan mendukung perubahan berkelanjutan dalam pembangunan dengan melibatkan pemangku kepentingan utama. Tujuan komunikasi pembangunan adalah menetapkan lingkungan yang kondusif untuk menilai risiko dan peluang pembangunan, menyebarkan informasi, mempengaruhi perilaku dan perubahan sosial.

Media Massa

Media massa merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa, yang secara sederhana dapat memberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak kepada khalayak banyak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat (Effendy, 1993). Media massa sering dibedakan menjadi media massa tampak (visual), dan media massa berbentuk dengar (audio), dan media massa berbentuk gabungan tampak dengar (audio-visual).

Media atau dalam istilah bahasa Inggris disebut channel adalah alat atau cara di mana pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan. Model komunikasi Berlo yaitu Source, Message, Channel dan Receiver (SMCR) menempatkan lima panca indera manusia sebagai media (channel). Bahkan Mcluhan dalam Littlejohn (1989) mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri. Media massa, menurut McQuail (1989) memiliki peran mediasi (penengah/penghubung) antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi. Sedangkan menurut Littlejohn (1989), “media are organizations that distribute culture products or messages that affect and reflect the culture of society”. Media massa juga memiliki peran mediasi antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi khalayaknya, di mana media massa menyalurkan produk atau pesan budaya sebagai refleksi budaya masyarakatnya

Media massa penting bagi OMS dalam menyampaikan konstruksi sebuah pemikiran akan apa yang mereka percaya. Media massa memainkan peranan penting dengan memetik frame OMS dan menyiarkannya kepada publik. Liputan media akan frame OMS dapat membuahkan resonan frame pada audiens dan simpatisan potensial yang lebih luas serta pendukung yang ada. Media massa merupakan sumber penting atau platform untuk OMS hanya jika OMS memiliki kontrol akan media (gatekeeper) (Rucht 2004). OMS bukanlah gatekeeper

melainkan namun peserta yang aktif dalam membingkai isu dan menciptakan dialog (Ferree et al. 2002).

(33)

13 untuk suatu pembahan politik memerlukan situasi politik yang kondusif, yang popular disebut keterbukaan politik. Tetapi pers yang bebas merupakan salah satu indikator adanya keterbukaan politik itu. Pers yang bebas juga bisa merangsang terjadinya kebebasan politik. Pemberitaan-pemberitaan politik yang aktual dan kritis dapat memberi kesadaran pada masyarakat tentang perlunya sistem politik yang lebih demokratis. Banyak aspek dari media massa yang membuat dirinya penting dalam kehidupan politik.

Pertama, daya jangkaunya (coverage) yang sangat luas dalam menyebarIuaskan infomasi politik, yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin dan sosial-ekonomi-status (demoglans) dan perbedaan paham dan orientasi (psikografis). Dengan begitu, suatu masalah politik yang dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan kalangan. Kedua, kemampuannya melipat-gandakan pesan yang luar biasa. Suatu peristiwa politik bisa dilipat-gandakan pemberitaannya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid, dan majalah yang tercetak; juga bisa diulang-ulang penyiarannya sesuai kebutuhan. Alhasil, pelipatgandaan ini menimbulkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak. Ketiga, setiap media bisa mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing. Kebijakan redaksional yang dimilikinya menentukan penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan. Justru karena kemampuan inilah media banyak diincar oleh pihak-pihak yang ingin menggunakannya dan sebaliknya dijauhi oleh pihak yang tak menyukainya. Keempat, tentu saja dengan fungsi agenda setting yang dimilikinya, media memiliki kesempatan yang sangat luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa politik. Kelima, pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan media lainnya hingga membentuk rantai informasi. Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi politik dan dampaknya terhadap publik. Dengan adanya aspek ini, semakin kuatlah peranan media dalam membentuk opini publik.

Media memegang peran sangat penting dalam komunikasi politik dan pengembangan opini publik. Media sering terlibat dalam pembuatan wacana politik. Dalam komunikasi politik, media acapkali tidak hanya bertindak sebagai saluran yang menyampaikan pesan politik melainkan juga sebagai agen politik. Sebagai agen politik, media melakukan proses pengemasan pesan dan proses inilah sesungguhnya menyebabkan sebuah peristiwa atau aktor politik memiliki citra tertentu. Dalam proses pengemasan pesan ini, media dapat memilih fakta yang akan (dan yang tidak) dimasukkan ke dalam teks berita politik.

(34)

14

Siaran Pers

Siaran pers OMS ditenggarai sebagai dokumen yang menjanjikan dalam memperluas pengetahuan bagaimana gerakan sosial bersinggungan dengan media diluar protes dan aksi-aksi perlawanan. Siaran pers menyampaikan pesan singkat yang didesain untuk digunakan oleh wartawan. Siaran pers dapat diartikan sebagai mekanisme OMS untuk meeujudkan liputan media atau membentuk framing media akan isu-isu yang diangkat OMS. Dengan penggunaan collective action frame, OMS menggunakan siaran pers untuk dilihat oleh media dalam hal melipatgandakan frame OMS pada liputan media.

Siaran pers dapat didefinisikan sebagai informasi dari individu atau organisasi yang disampaikan kepada media massa dengan maksud untuk diberitakan. Hal ini merupakan bahan berita yang dikirimkan pihak instansi atau organisasi ke media massa dengan harapan dapat disiarkan (Effendy 1898). Siaran pers biasanya hanya berupa lembaran siaran berita yang disampaikan kepada wartawan atau media massa (Abdullah 2004) yang merupakan tulisan yang berisi mengenai berita-berita tentang suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga yang dipilih untuk dimuat dalam media. Istilah siaran pers mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya berkenaan dengan media cetak tetapi mencakup media elektronik dan hybrid.

Siaran pers menghasilkan sebuah kesempatan untuk kelompok advokasi untuk menengahkan posisi mereka pada anggotanya. Di sisi lain peneliti di bidang media telah menunjukkan bahwa siaran pers sering diformulasikan dengan mencocokkan gaya berita sehingga siaran pers dapat dengan mudah diterjemahkan bahkan disalin menjadi berita oleh wartawan (Sleurs et al. 2003). Jadi pada saat berita dipublikasikan oleh media, framing OMS dari sebuah isu telah disaring melalui aturan dan norma-norma jurnalistik. Untuk mengetahui pesan aslinya siaran pers adalah hal terdekat bagi seseorang jika ingin mendapat versi murni bukan versi media sebagaimana yang diniatkan sebuah OMS.

Mendefinisikan tujuan komunikatif dari siaran pers agak sulit karena tujuan yang berbeda tidak tekstualisasi diskrit. Framing yang eksplisit dibutuhkan untuk membangkitkan sebuah interpretasi promosi. Deklarasi eksplisit terdapat pada logo organisasi, penjelajasn tentang organisasi tersebut dan informasi kontak. Meskipun fitur ini tidak eksklusif dalam siaran pers, hal ini sebenarnya berkontribusi pada identifikasi dari sebuah siaran pers dan menginformasikan pembacanya baik itu wartawan maupun masyarakat umum fakta bahwa mereka berasal dari sebuah organisasi dan mungkin menjadi bias (Catenaccio 2008). Tanpa adanya hal ini, sebuah siaran pers yang sempurna dapat diterjemahkan sebagai berita pada umumnya. Kesatuan dari siaran pers mengkombinasikan pelaporan berita dan promosi diri yang bergantung pada fitur diatas sebagaimana bergantung juga pada kompunen evaluatif yang jelas yang terdapat pada isi siaran pers.

(35)

15 media atau membentuk frame dari isu yang diyakini. Siaran pers OMS berisi fakta-fakta penganggaran yang dibuat untuk membentuk makna tertentu bagi pembacanya.

Dengan siaran pers OMS memiliki kemampuan untuk menonjolkan pemaknaan mereka atas suatu peristiwa. Maka di dalam siaran pers terdapat frame

sebagai upaya mengkonstruksi realitas sosial. Frame disini diartikan sebagai sebuah produk yang dibuat dari budaya internal OMS. Dari budaya tersebut OMS membuat pesan-pesan untuk menginterpretasikan realita bagi simpatisan dan memobilisasi dukungan potensial (Snow et al. 1986). Dengan menerapkan frame,

OMS berupaya mendapatkan resonan dari makna bersama dengan budaya masyarakat yang lebih luas. Maksud penggunaan frame ini adalah meraih dukungan publik (Tilly 2001).

Sebuah siaran pers yang baik harus menyajikan suatu berita yang sama bermutunya dengan biasa ditulis oleh para jurnalis. Informasi yang terungkap harus jelas, sesuai dengan kenyataan yang ada serta menaati segenap kaidah penulisan yang baik dan pengunaan bahasa yang sederhana. Siaran pers merupakan tulisan singkat yang dikeluarkan oleh suatu lembaga untuk mengkomunikasikan informasi yang layak pada sejumlah wartawan dan pada masyarakat umum. Selain terlihat infomatif, siaran pers juga membawa tujuan promosi diri yang implisit, sejauh mana informasi didalamnya berasal dari dari sebuah sumber internal sebuah organisasi dimana hal ini merupakan objek dari siaran pers itu sendiri (Catenaccio 2008).

Perbedaan siaran pers dan berita terletak pada penyampaian kegiatan OMS. Sebuah siaran pers setelah dianggap layak oleh media bisa dimuat dalam bentuk berita. Tentu saja isinya tidak sama persis dengan tulisan dalam siaran pers. Media bisa saja lebih menonjolkan sesuatu pokok (angle) peristiwa yang dianggap penting, yang mungkin berbeda dengan apa yang ditonjolkan OMS dalam siaran presnya. Siaran pers dapat digunakan sebagai alat untuk membina dan menumbuhkan sikap, pendapat atau citra yang baik dari anggota masyarakat kepada organisasi untuk membentuk opini dan alat untuk mengalihkan perhatian publik dari fakta yang merugikan dan memusatkan fakta yang menguntungkan. Siaran pers dibuat oleh lembaga dimana beritanya mencakup peristiwa yang direncanakan, yaitu dari event yang dibuat organisasi.

Penulisan siaran pers layak muat apabila cara menulisnya seperti halnya wartawan menulis berita langsung (straight news) dengan gaya piramida terbalik (inverted pyramid). Gaya ini berarti menulis berita dari mulai yang sangat penting sampai kepada semakin tidak penting. Penulisan dengan gaya piramida terbalik ini digunakan dengan tiga alasan. Pertama, pembaca dikategorikan sebagai orang sibuk dan mempunyai waktu yang singkat untuk mendapatkan berita-berita yang faktual. Kedua, redaksi media massa harus memotong siaran pers tersebut tanpa mengurangi isi pokoknya. Ketiga, redaksi tidak mempunyai cukup waktu untuk membaca keseluruhan siaran pers. Sebelum redaksi memutuskan suatu siaran pers dibuang atau dipakai, mereka harus tahu dengan cepat apa keseluruhan isi siaran pers itu (Soemirat dan Ardianto 2004).

(36)

16

mengandung unsur 5W + 1H (What: apa yang terjadi? Where: dimana terjadinya?

When: kapan peristiwa tersebut terjad? Who: siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut? Why: mengapa peristiwa tersebut terjadi? How: bagaimana berlangsungnya peristiwa tersebut?). Bahkan menurut Austin (1996) siaran pers sebaiknya menjawab enam pertanyaan yaitu siapa, mengapa, apa, di mana dan bagaimana dan bilamana. Jika OMS tidak menjawab keenam pertanyaan ini maka siaran pers dikhawatirkan tidak berisi semua informasi yang diperlukan wartawan. Paragraf pertama harus tajam dan ringkas antara 12 sampai 20 kata merupakan ukuran yang ideal. Mengusahakan kata, kalimat dan paragraf pendek. Menghindari kata yang berlebihan seperti “ini” dan “itu”, serta kata keterangan dan kata sifat yang tidak perlu. Menghindari istilah khusus dan penggunaan singkatan. Setelah menulis lead sebagai paragraf pertama, lead dikembangkan dalam paragraf kedua untuk menjelaskan atau mendukung paragraf pertama yang perlu dijelaskan atau mendukung paragraf pertama yang perlu dijelaskan. Kemudian masuk kepada tubuh berita.

Berkaitan dengan press release Jefkins (2003) mengungkapkan hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui yaitu a) Kebijakan editorial yang mengungkapkan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Selain itu aturan keredaksian dan aturan kewartawanan juga perlu diketahui dalam menulis dan mengirimkan siaran pers. b) Frekuensi penerbitan dimana setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda, bisa harian, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. c) Tanggal/tenggat terbit dimana menjawab kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan dating. d) Proses percetakan. e) Daerah sirkulasi yang berguna untuk mengetahui jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, pedesaan, perkotaan, nasional atau internasional. f) Jangkauan pembaca. Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan. g) Metode distribusi perlu diketahui untuk mendapatkan metode-metode distribusi suatu media, apakah eceran atau langganan. Kemudian ihwal tiras juga patut diketahui dalam upaya efektivitas dan efisiensi komunikasi yang dijalankan.

Framing

Analisis framing diprakarsai oleh Erving Goffman yang memperkenalkan pendekatan framing dalam penelitian sosial dan ekonomi untuk pembuatan keputusan. Dalam penelitian framingnya Gofman (1974) mengelaborasikan bagaimana informasi dapat suskes diproses oleh masyarakat dalam mengaplikasikan skema interpretasi manusia untuk mengatur informasi dan mengartikannya dengan penuh makna. Maka frame adalah sebuah skema interpretasi dimana gambaran dunia yang dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi punya arti dan bermakna. Menurut Goffman frame secara aktif mengklasifikasikan mengorganisasikan dan menginterpretasikan pengalaman hidup seseorang agar orang lain dapat memahaminya.

(37)

17

Framing terjadi pada tingkat mikro lebih dalam konteks pengalaman individu daripada struktur kehidupan sosial dan menghasilkan interpretasi individu peristiwa (Goffman 1974). Melalui framing individu memahami pengalaman mereka dan menetapkan makna pada kejadian sosial. Robert Entman mendefinisikan framing seperti memilih bagian dari realitas dan menggambarkan makna pilihan ini melalui teks dalam rangka untuk menentukan masalah, mendiagnosa penyebab, membuat penilaian moral dan menyarankan solusi. Analisis framing menunjukkan bagaimana frame mempengaruhi pikiran dan tindakan individu (Entman 1993).

Sedangkan menurut Gamson dan Modigliani frame adalah cara bercerita atau gagasan ide-ide yang teroganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Frame dipandang sebagai cara bercerita (story link) atau gagasan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Gamson melihat wancana media (khususnya berita) terdiri atas jumlah kemasan (package) melalui nama konstruksi atas suatu peristiwa di bentuk. Kemasan itu merupakan skema atau stuktur pemahaman yang dipakai oleh seorang ketika mengonstruksi pesan-pesan yang dia sampaikan dan menafsirkan pesan yang dia terima. (Eriyanto 2002).

Pan and Kosicki (1993) dalam Eriyanto (2002) melihat framing sebagai suatu aksi strategis ketika partisipan bermanuver untuk mencapai tujuan komunikasi dan politik mereka. Mereka melihat pertandingan berhasil dinilai oleh pekerja media yang memilih untuk menerima satu rangkaian terma diatas lainnya. Menurut Eriyanto (2002) untuk membingkai sebuah berita adalah dengan memilih beberapa akspek dari realitas yang terinterpretasi dan membuatnya terlihat dalam mengkomunikasikan teks dengan berbagai cara untuk mempromosikan sebuah difinisi permasalahan tertentu interpretasi kausal evaluasi moral dan rekomendasi untuk hal tersebut.

Klandermans dan Suzanne (2002) berpendapat bahwa frame merupakan skema kognitif seorang individu. Skema ini berguna dalam membangun aksi kolektif apabila individu tersebut berbagi skema yang ia miliki kepada individu lain yang memiliki skema yang sama dalam suatu aksi yang memiliki suatu pola.

Frame merupakan struktur kognitif seseorang dan hasil pengembangan proses kognitif. Berdasarkan hal ini penelitian mengenai framing dapat dibagai menjadi dua tipe yaitu a) memandang framing sebagai suatu kegiatan penting dalam mengembang gerakan dengan menyebarkannya melalui framealigment processes

(38)

18

Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya analisis framing membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis politis atau kultural yang melingkupinya (Eriyanto 2002). Dalam perspektif komunikasi analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi seseorang maupun organisasi saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain

framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh seseorang maupun organisasi ketika menyeleksi isu dan menulis siaran pers. Oleh karena itu siaran pers bisa saja menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang membenarkanobjektif alamiah wajar dan tak terelakkan. Secara sosiologis konsep

frame analysis ialah memelihara kelangsungan kebiasaan mengklasifikasi, mengorganisasi dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames yang memungkinkan individu dapat melokalisasi merasakan mengidentifikasikan dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Sedangkan dalam lingkup psikologi framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu untuk penarikan kesimpulan. Fungsi frame kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik.

Teori framing gerakan sosial mencoba untuk memahami bagaimana cara aktor gerakan sosial memuat dan menggunakan makna atau bagaimana kejadian-kejadian dan ide-ide di bingkai. Pekerjaan pemaknaan ini menjadi sebuah jalan kunci baru dalam memahami dan menganalisa gerakan sosial. Benford dan Snow (2000) menengahkan bahwa proses framing bersama dengan mobilisiasi sumberdaya dan proses kesempatan politis menjadi dinamika sentral dalam memahami karakter dan proses dari pergerapak-gerakan sosial.

Dari perspektif framing makna sangat penting untuk isu-isu pembangunan keluhan, interpretasi atribusi kausalitas dan mobilisasi partisipasi dukungan (Benford 1997). Apapun yang dilakukan oleh aktor gerakan sosial adalah berusaha untuk mempengaruhi interpretasi realitas di antara berbagai khalayak. Mereka terlibat dalam pekerjaan framing ini karena mereka menganggap benar ataupun salah makna adakah langkah awal untuk bertindak. Sebagaimana pendapat Blumer (1969) yang dikutip Benford (1997) bahwa “manusia bertindak pada suatu hal dasari makna yang mereka hal miliki”. Makna berasal (dan berubah) melalui interaksi sosial dan tunduk diferensial interpretasi. Oleh karena itu makna menimbulkan permasalahan makna tidak muncul begitu saja dari perhatian ke pikiran aktor karena objek tidak memiliki makna intrinsik. Sebaliknya makna dinegosiasikan, diperebutkan, dimodifikasi, diartikulasikan dan diartikulasikan ulang. Singkatnya makna dibangun secara sosial dekonstruksi dan direkonstruksi.

Frame baik itu dipublikasikan maupun dalam benak manusia adalah jalan pintas kognitif yang masyarakat lakukan untuk mengerti dunia yang kompleks.

(39)

19 untuk diartikan oleh pemirsanya untuk mengerti dunia yang jauh dari gapaian mereka. Frame membantu masyarakat untuk mengatur banyak sisi kejadian menjadi kategori yang sederhana, konsisten dan dapat dimengerti. Dengan kata lain framing terkait dengan mengkonstruksikan frame intrepretatif dan kemudian merepresentasikannya untuk proses komunikasi yang dibawa. Hal ini dapat menjadi alasan mengapa framing menjadi lebih popular dibanding agenda setting

dan priming di beberapa dekade lalu (Weaver 2007).

Collective Action Frame

Gerakan sosial tidak hanya berupa sebuah fenomena struktural - sebuah jaringan kompleks akan aktor dan interaksi (Tilly 2004) - tetapi juga sebuah fenomena budaya. Aktor yang mengatur sebuah gerakan sosial harus menyatakan tujuannya dengan jelas. Mereka harus membahasakan apa yang salah dalam tatanan masyarakat bagaimana kesalahan ini dapat diperbaiki dan apa yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk membawa perubahan yang dibutuhkan. Aktor gerakan sosial melakukannya dalam kemasan narasi atau penafsiran yang ditujukan pada pihak otoritas partisipan gerakan pendukung dan maysarakat luas (Gamson 1988, Snow dan Benford 1988). Aktor gerakan sosial memberi makna pada kejadian situasi dan praktik sosial fungsi mereka sebagai agen pembeda diantara aktor lainnya seperti media dan lembaga pemerintah (Snow dan Benford 1992).

Dari perspektif framing gerakan sosial, aktor kolektif dinamis mampu terlibat dalam produksi makna dan interpretasi untuk dibagikan dengan kontras pada konstituen antagonis, pengamat dan pihak luar. Termin frame yang diaplikasikan pada gerakan sosial oleh Snow et al. (1998) mengangkat kata dari analisis relasi psiko-sosiologis milik Goffman (1974). Tesis awal mereka dikembangkan dari beberapa peneliti yang mempermasalahkan analisis diskursus kolektif gerakan sosial melalui konsep collective action frame (Gamson 1992). Gamson (1992) berpendapat collective action frame yang dapat memobilisasi orang harus memanfaatkan tidak hanya unsur injustice frame tetapi juga unsur-unsur frame agency dan identity. Agency frame harus menunjukkan bahwa para pengikut gerakan mampu menantang status quo yang ada. Bingkai identitas harus membatasi para pengikut dari kelompok-kelompok sosial lainnya dan menunjukkan kepada mereka sebagai masyarakat sangat koheren.

Definisi dari collective action frame dikemukakan oleh Benford (1997) sebagai "rangkaian nilai berorientasi aksi yang mengilhami makna dan meligitimasikan kegiatan dan kampanye gerakan sosial”. Pencirian Benford ini menginformasikan dua atribut fundamental dari frame tindakan kolektif. Pertama, bahwa mereka terdiri dari unsur-unsur ideasional yang berkisar dari keyakinan budaya dengan nilai-nilai ideologi; kedua, bahwa mereka adalah 'berorientasi pada tindakan', yang berarti bahwa mereka memiliki tujuan instrumental.

(40)

20

secara aktif mengubah lanskap makna ideasional yang ada dalam masyarakat.

Collective action frame menunjukkan kemampuan OMS mengubah makna dibalik diskursus dan ideasional yang ada. Untuk menteorikan elemen ideasional yang ada Snow dan Benford (1992) membuat konsep master frame yaitu collective action frame yang bersifat spesifik pada gerakan sebagai paradigma yang menyesuaikan pada teori.

Selanjutnya Benford dan Snow (2000) menengahkan framing sebagai pembangunan makna dimana fenomena prosesual aktif menyiratkan agen dan perdebatan ditingkat konstruksi realitas. Aktor gerakan dilihat sebagai agen signifikan yang secara aktif bekerja dalam produksi dan menjaga arti dari konstituen bersifat antagonis dan mengamati. Mereka sangat terlibat dalam argumentasi konflik dan situasi bersama media dan pemerintah. Produk yang dihasilkan dari kegiatan framing ini disebut sebagai collective action frame yaitu rangkaian yang berorientasi aksi akan keyakinan dan makna yang menginspirasi dan mendukung kegiatan dan kampanye organisasi gerakan sosial (Snow dan Benford 2000).

Collective action frame menjadi sebuah bagian penting dari mobilisasi gerakan sosial manapun. Sebagaimana Gamson dan Meyer (1996) jelaskan

“collective action frame membantah kekekalan akan situasi yang tidak diinginkan dan kemungkinana mengubahnya melalui beberapa bentuk aksi kolektif". Mereka mendefinisikan masyrakat sebagai agen potensial dari sejarahnya sendiri. Collective action frame menentukan sebuah situasi itu problematis tapi juga memberi masyarakat kesadaran bahawa masalah adalah sesuatu yang bisa diatasi dengan upaya bersama mengarah ke aksi kolektif.

Framing bukanlah proses yang tetap. Framing gerakan sosial harus memperhatikan lingkungannya. Collective action frame dapat dibatasi atau dibantu oleh struktur politik dan sosial di mana mereka berada. Selanjutnya

framing gerakan sosial dapat mengubah peluang dan kendala (Benford dan Snow 2000). Sebagaimana yang Gamson dan Meyer (1996) nyatakan jika aktivis gerakan menginterpretasikan ruang politik dengan lebih menekankan peluang dibanding kendala mereka dapat merangsang aksi yang mengubah peluang dan menciptakan ramalan yang dengan sendirinya terwujud. Semakin banyak gerakan dimaknai, ruang-ruang baru bagi aksi politik akan terbuka dan memiliki lebih banyak ruang bahkan untuk meningkatkan mobilisasi gerakan.

Variabel collective action frames adalah a) identifikasi dan pengarahan/pemposisian permasalahan, b) fleksibilitas dan rigiditas keinklusifan dan keekslusifan. Hipotesanya makin inklusif dan fleksibel suatu colective action frame maka makin mungkin mereka berfungsi sebagai master frame, c) variasi dalam kemampuan pendefinisian cakupan dan influens. Peneliti gerakan sosial terlepas dari mengidentifikasi core framing task juga menyelidiki tipe dan variasi

frame. Mereka menggarisbawahi adanya variasi yang luas dalam penggunaan collective action frame. Dua cara yang paling penting adalah tentang cakupan interpretatif dan gaung suatu frame.

(41)

21 OMS yang mengadvokasi transparansi anggaran demi suksesnya frame harus juga penting bagi masyarakat diluar isu transparansi anggaran seperti isu akuntabilitas dari anggaran tersebut bahkan kemiskinan. Hal ini mengarah pada penggunaan master frame berupa isu bagaimana anggaran secara luas dapat memperbaiki keadaan sosial. Sebuah master frame adalah sebuah frame yang memiliki daya tarik luas lintas gerakan sosial dan pihak potensial (Benford dan Snow 2000).

Cakupan gaung suatu frame juga menentukan keberhasilan suatu frame. Benford dan Snow (2000) mengidentfikasi dua hal yang berkontribusi pada gaung yaitu kredibilitas dan ciri. Kredibiltas sebuah framing merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu a) konsistensi frame, b) kredibilitas pengalaman, c) kredibilitas pengartikulasi atau pembuat klaim (aktornya). Speakers who are regarded as more credible are generally more persuasive (Hovland dan Weiss 1951). Sedangkan ciri akan menggaungkan sebuah frame. Ciri ini terdiri dari tiga faktor yaitu a) sentralitas, b) kesepadanan, c) ketepatan bahasa. Sentralitas berkaitan dengan pentingnya keyakinan tertentu dalam kehidupan manusia. Kesepadanan mengacu pada cara dimana bingkai cocok dengan pengalaman hidup seseorang. Akhirnya ketepatan narasi mengacu pada apakah frame sesuai dengan narasi budaya atau ideologi budaya yang luas.

Core Framing Task

Collective action frame terkonstruksi dalam bagian gerakan yang a) menegosiasikan sebuah pemahaman bersama dari sebuah situasi atau kondisi permasalahan yang dinyatakan perlu perubahan b) mengatribusikan apa atau siapa yang harus disalahkan c) mengartikulasikan sebuah rangkaian pengaturan alternatif dan mendorong orang lain untuk bersama-sama mempengaruhi perubahan. Benford dan Snow (2000) menyebutnya sebagai core framing tasks, yaitu diacnostic framing prognostic framing dan motivational framing.

Diacnostic framing dikonstruksikan dalam sebuah gerakan sosial guna memberikan pemahaman mengenai situasi dan kondisi yang sifatnya problematik. Kondisi mengenai apa atau siapa yang disalahkan sehingga membutuhkan adanya suatu perubahan (Benford dan Snow 2000). Dalam level ini aktor-aktor gerakan sosial mendefinisikan permasalahan-permasalahan apa saja yang menjadi isu utama yang membuat mereka menginginkan adanya perubahan. Diagnostic framingmencari siapa yang salah siapa korbannya siapa yang baik dan siapa yang jahat. Beberapa penelitian yang fokus pada pembangunan dan artikulasi menyebutnya "injustice frames".

Prognostic framing yaitu artikulasi solusi yang ditawarkan bagi persoalan-persoalan yang sudah diidentifikasikan sebelumnya. Dalam aktivitas prognostic framing ini gerakan sosial juga melakukan berbagai penyangkalan atau menjamin kemanjuran dari solusi-solusi yang ditawarkan (Benford dan Snow 2000).

Prognostic framing melibatkan pengartikulasian dari sebuah solusi dari permasalahan yang ditawarkan atau setidaknya rencana untuk menyerang dan strategi bagaimana keberhasilan rencana. Prognostic framing berguna dalam bidang multi organisasi yang berisi berbagai OMS dalam menentukan lawan sasaran influensi media dan pengamatnya dari sebuah industri gerakan Kegiatan

Gambar

Tabel 1  Perbandingan anggaran belanja dan rasio gini tahun 2010-2014
Tabel 2  Perbedaan penelitian komunikasi kualitatf dan kuanttatin
Tabel 4  Pembangunan penciptaan dan elaborasi frame
Gambar 2  Struktur Organisasi Fitra
+7

Referensi

Dokumen terkait

prevalensi gemuk ditemukan sangat tinggi.Untuk variabel pola konsumsi pangan nampaknya tidak berkorelasi kuat dengan gemuk melainkan dengan kurus dimana pada

Dari mengetahui faktor penyebab rendahnya minat baca, upaya peningkatannya, kurikulum sekolah dan keunggulan membaca serta dengan mengatur pola dan strategi dalam pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jenis mesin, exhaust type, jenis bahan bakar, distribusi umur kendaraan, jarak tempuh kendaraan (VKT),

Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).. Persuader yaitu staff BP4 menghadapi masalah-masalah yang di bawa oleh pasangan. Untuk itu staf BP4 sebagai

Teknologi yang sudah dikembangkan tentang penyangraian biji kopi masih banyak terdapat kekurangan terutama dalam proses kualitas kematangan biji kopi pada saat

Tujuan yang akan dicapai dalam tugas akhir ini adalah untuk mengetahui seberapa efisien protokol pertukaran kunci dengan menggunakan protokol Diffie

12 Pada kasus KDRT luka lecet dan gores yang terjadi dapat diakibatkan oleh goresan kuku dari pelaku atau terjadi akibat benda tumpul yang digunakan pelaku saat melakukan