• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTIK DOKTER DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

IWAN NERO SAMOSIR NIM : 090200286

DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTIK DOKTER DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

IWAN NERO SAMOSIR NIM : 090200286

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

Suria Ningsih, SH., M.Hum NIP. 196002141987832002

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH., M.Hum Afrita, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002 NIP, 197104301997022001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib untuk meraih gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan

pengalaman dan pengetahuan ilmiah Penulis, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.Penulis menyampaikan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH, MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak M. Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi

Negara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah berkenan berbagi ilmu dengan

(4)

6. Ibu Afrita, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan

waktu, tenaga serta ilmu kepada Penulis. Penulis sangat terkesan dengan

keakraban yang Ibu berikan kepada Penulis.

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mengajar dan membimbing serta

memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama menempuh pendidikan

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Penulis sangat berterima kasih kepada orang tua Penulis yang selalu menjadi

sumber inspirasi dan kekuatan Penulis, Ayahanda R Samosir dan Ibunda Taruli

Napitupulu. Terima kasih atas kasih sayang, doa, perhatian dan dukungan papa

dan mama kepada Penulis. Kepada adik-adik saya Penulis, Elina Shopianna

Samosir, Jaya Fernando Samosir, Melianty Angel Stefany Samosir dan Stella

Christianty Samosir atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya kepada Penulis.

Skripsi ini Penulis persembahkan buat kalian semua, semoga Tuhan Yang Maha

Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Amin

10. Kepada Pacar penulis Dila Kristy Sitepu, SH yang telah banyak membantu dan

memotivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

11. Buat teman-teman dan anggota penulis di SAPMA PP HUKUM USU penulis

sebagai KETUA SAPMA PP HUKUM USU periode 2011-2014 mengucapkan

banyak terima kasih Karena telah memberikan dukungan dan motivasinya

(5)

12. Buat sahabat terbaik penulis Punguan Haposan Ricardo Togatorop dan Joko

Morali Pasaribu yang telah memberikan semangat dan motivasinya selama

penulis duduk di bangku perkuliahan.

13. Buat teman-teman Komisariat GMKI Fakultas Hukum USU dan teman-teman di

PEMA periode 2012-2013

14. Rekan-rekan Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum USU

stambuk 2009 yang tidak mungkin Penulis sebutkan satu per satu.

15. Berbagai pihak yang telah memberikan doa dan dukungan kepada Penulis

selama ini yang juga tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu yang berperan

dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan banyak terimakasih yang

sebesar-besarnya.

Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi kita semua dan semoga

Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, januari 2014

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

ABSTRAK...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...4

D. Keaslian Penulisan...4

E. Tinjauan Kepustakaan…...………...……... 4

F. Metode Penelitian...13

G. Sistematika Penulisan...15

BAB II PENGATURAN IZIN PRAKTIK DOKTER A. Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Izin...17

B. Peraturan Undang-undang Yang Mengatur Tentang Izin Praktik Dokter...20

C. Ketentuan Sanksi Dalam Izin Praktik Dokter...21

BAB III PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER A. Tinjauan Tentang Izin Praktik Dokter...24

(7)

2. Izin Praktik Dokter...26

3. Pelayanan Perizinan dalam Perspektif Negara Kesejahteraan...28

B. Restrukturisasi dan Revitalisasi Pelayanan Perizinan...34

1. Birokrasi Pelayanan Perizinan...34

2. Orientasi Kebijakan Pelayanan Perizinan...37

3. Konsepsi Peningkatan Pelayanan Perizinan Yang Optimal...39

4. Penataan Kelembagaan Yang Menangani Perizinan...41

BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTIK DOKTER DITIJNAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan...46

B. Proses dan Prosedur Perolehan Izin Tempat Praktik Dokter....50

C. Hambatan Dalam Perolehan Izin Tempat Praktik Dokter...52

D. Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Perolehan Izin Praktik Dokter...56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...59

B. Saran...60 DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

Iwan Nero Samosir*) Suria Ningsih, SH., M.Hum**)

Afrita, SH., M.Hum***)

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter (dokter dan dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis), memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Ada beberapa hal yang diatur dalam undang-undang tersebut, salah satunya pasal 37 ayat 2 dan 3 tentang Surat Izin Praktik (SIP) dokter dan dokter gigi yang hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat serta satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan izin praktik dokter, bagaimana pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter, bagaimana prosedur perolehan izin praktik dokter ditinhau dari Hukum Administrasi Negara. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normative. Yuridis Normatif yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder belaka dan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar. Pengaturan pemberian izin penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi tertuang dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran didalamnya memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut dengan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter adalah dengan adanya pelayanan Surat Izin Praktik (SIP), dimana konsep pelayanannya menerapkan asas desentralisasi, yaitu kewenangan untuk mengeluarkan SIP tersebut diberikan kepada daerah kabupaten/kota. Prosedur perolehan izin praktik dokter merupakan komponen utama dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemberian pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat.. Disamping ketentuan persyaratan perizinan bagi dokter, peraturan perundang-undangan juga mengatur siapa pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan/menandatangani STR dan SIP tersebut.

Kata Kunci : Prosedur Perizinan Praktik Dokter

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I

(9)

ABSTRAK

Iwan Nero Samosir*) Suria Ningsih, SH., M.Hum**)

Afrita, SH., M.Hum***)

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter (dokter dan dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis), memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Ada beberapa hal yang diatur dalam undang-undang tersebut, salah satunya pasal 37 ayat 2 dan 3 tentang Surat Izin Praktik (SIP) dokter dan dokter gigi yang hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat serta satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan izin praktik dokter, bagaimana pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter, bagaimana prosedur perolehan izin praktik dokter ditinhau dari Hukum Administrasi Negara. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normative. Yuridis Normatif yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder belaka dan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar. Pengaturan pemberian izin penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi tertuang dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran didalamnya memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut dengan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter adalah dengan adanya pelayanan Surat Izin Praktik (SIP), dimana konsep pelayanannya menerapkan asas desentralisasi, yaitu kewenangan untuk mengeluarkan SIP tersebut diberikan kepada daerah kabupaten/kota. Prosedur perolehan izin praktik dokter merupakan komponen utama dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemberian pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat.. Disamping ketentuan persyaratan perizinan bagi dokter, peraturan perundang-undangan juga mengatur siapa pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan/menandatangani STR dan SIP tersebut.

Kata Kunci : Prosedur Perizinan Praktik Dokter

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara hukum, hal tersebut telah ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945. Dalam sebuah negara hukum terdapat pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia yang secara tegas dilindungi oleh konstitusi. Tujuan dari hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu hukum bertujuan mengatur masyarakat agar bertindak tertib dalam pergaulan hidup secara damai, menjaga agar masyarakat tidak bertindak anarki dengan main hakim sendiri dan menjamin keadilan bagi setiap orang akan hak-haknya sehinggga tercipta masyarakat yang teratur, bahagia, dan damai1

Dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Selain tujuan tersebut, pemerintah juga berkewajiban melaksanakan pembangunan diberbagai bidang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan pembangunan dalam bidang kesehatan.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan dibentuk untuk menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dibentuk untuk menggantikan Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang dianggap telah usang dan tidak lagi memenuhi kebutuhan akan pengaturan tentang kesehatan pada era dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan dan

1

(11)

teknologi kedokteran telah maju demikian pesatnya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.2

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan program dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan memuaskan kepada masyarakat yang memberikan perlindungan hukum, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang tersebut diharapkan memberikan perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan, dan memberikan kepastian hukum.

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter (dokter dan dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis), memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Ada beberapa hal yang diatur dalam undang-undang tersebut, salah satunya Pasal 37 ayat 2 dan 3 tentang Surat Izin Praktik (SIP) dokter dan dokter gigi yang hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat serta satu Surat Izin Praktik (SIP) hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Dalam undang-undang No. 29 Tahun 2004 dikatakan bahwa Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.3

2

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Berkaitan dengan masalah malpraktek, instrumen perizinan yang diatur dalam

3

(12)

hukum administrasi negara mempunyai hubungan dengan timbulnya perbuatan malpraktek administrasi.

Oleh karena itu instrumen perizinan menjadi salah satu faktor yang penting ketika seorang dokter akan membuka praktek kesehatan, karena instrumen perizinan tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai kompeten untuk menjalankan praktik kedokterannya tersebut.

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi. Pada dasarnya tindakan medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit/dokter merupakan tindakan yang sangat mulia yaitu dengan segala upaya melakukan penyelamatan dan pertolongan terhadap pasien.

Berdasarakan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk lebih menulis skripsi mengenai “PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTEK DOKTER DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan izin praktek dokter ?

2. Bagaimana pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter ? 3. Bagaimana prosedur perolehan izin praktek dokter ditinjau dari Hukum

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan izin praktik dokter.

2. Untuk mengetahui pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan praktik dokter.

3. Untuk mengetahui prosedur perolehan izin praktik dokter ditinjau dari Hukum Administrasi Negara.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Prosedur Perolehan Izin Praktek Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Perizinan

Pengertian izin (vergunning) berdasarkan Kamus Istilah Hukum dijelaskan sebagai berikut4

4

S. J. Fockema Andreas, Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Groningen : Tweede Druk, J. B. Wolter’ Uitgevers-maatshappij N. V., 1951, hal.311.

(14)

”Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal

van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar

die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd”.

Izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, dengan kata lain, Als opheffing van een algemene verbodsregel in het conrete geval, sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret5. Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. E. Utrecht mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang6. Pengertian izin pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu7 a. Izin dalam arti luas

:

Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

5

M. M. van Praag, Algemeen Nederlands Administratief Recht, ’s-Gravenhage : Juridischt Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoom, 1950, hlm.54.

6

Bagir Manan, Ketentuan-ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta : Makalah Tidak Dipublikasikan, 1995, hlm.8.

7

(15)

Izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan, dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Hal ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.

b. Izin dalam arti sempit

Izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan. Izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya.

Pada pokoknya izin dalam arti sempit ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).

Definisi izin mempunyai kesejajaran dengan beberapa istilah lain, yaitu8 a. Dispensasi

:

Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. WF. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxatie legis). b. Konsesi

8

(16)

Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali. Pekerjaan itu sebenarnya merupakan tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. Bentuk konsesi terutama digunakan untuk berbagai aktivitas yang menyangkut kepentingan umum, lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta.

Mengenai konsesi, E. Utrecht mengatakan bahwa kadang-kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum, sebaik-baiknya dapat diadakan oleh suatu subyek hukum partikelir, tetapi dengan turut campur dari pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut, memuat suatu konsesi (concesie)9

c.Lisensi .

Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan10.

2. Unsur-unsur Perizinan

Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Pengertian ini mengandung beberapa unsur dalam perizinan yaitu11

(17)

Berkaitan dengan tugas negara, terdapat perbedaan antara tugas dari negara hukum klasik dan tugas negara hukum modern terutama dalam melaksanakan tugasnya, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Negara Hukum Klasik

Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas negara hukum klasik.

2) Negara Hukum Modern

Tugas dan kewenangan pemerintah dalam negara hukum modern tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum.

Pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, diberi wewenang dalam bidang pengaturan dengan instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa konkrit. Instrumen tersebut adalah dalam bentuk ketetapan (Beschikking). Beschikking adalah instrumen hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintah. Salah satu bentuk ketetapan adalah izin. Sesuai dengan jenis-jenis beschikking izin termasuk ketetapan konstitutif, yang merupakan ketetapan yang menimbulkan hak baru untuk adresat dalam izin tersebut. Izin disebut pula sebagai ketetapan yang memperkenankan yang sebelumnya tidak diperbolehkan.

b. Peraturan Perundang-undangan

(18)

kewenangan memberi pertimbangan atas dasar inisiatif sendiri. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh:

1) Kondisi-kondisi dari pemohon yang dimungkinkan untuk dikeluarkan suatu izin

2) Cara pertimbangan kondisi-kondisi yang ada

3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul dari akibat penolakan atau pemberian izin dikaitkan dengan pembatasan perundang-undangan

4) Prosedur yang harus dilakukan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.

c. Organ Pemerintahan

Organ pemerintah adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan beschikking, termasuk izin, organ pemerintah yang dimaksud adalah organ yang menjalankan tugas, yaitu ditingkat pusat sampai yang paling dasar. Banyaknya organ pemerintah yang memiliki wewenang untuk menerbitkan izin, seringkali menghambat aktivitas dari pemohon izin. Hal tersebut terjadi karena keputusan yang dibuat oleh organ pemerintah tersebut memakan waktu yang panjang, yang dapat merugikan pemohon izin. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan deregulasi dan debirokratisasi dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan tersebut adalah :

1) Deregulasi dan debirokratisasi tersebut tidak menghilangkan esensi dari sistem perizinan tersebut.

2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis, administrasif dan finansial.

3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan.

4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak (Good Corporate Governance).

(19)

Izin sebagai salah satu jenis dari beschikking memiliki bentuk dan sifat yaitu12

1) Konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

:

2) Individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.

3) Final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

Peristiwa konkrit adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu dan fakta hukum tertentu. Peristiwa konkrit yang dimohonkan izinnya sangat beragam dan dalam peristiwa konkrit dapat diterbitkan atau diperlukan beberapa izin, berdasarkan proses dan prosedurnya tergantung dari pemberi wewenang izin, macam izin serta struktur organisasi, organ pemerintah yang berwenang menerbitkan izin. Berkaitan dengan wewenang organ pemerintah dengan peristiwa konkrit, kewenangan tersebut diberikan untuk tujuan yang konkrit yang didasarkan pada aspek yuridis perizinan yang meliputi 13

1) Larangan untuk melakukan aktivitas tanpa izin. Larangan dirumuskan dalam norma larangan bukan norma perintah, maka pelanggaran atas larangan itu dikaitkan dengan sanksi administrasi, pidana dan perdata.

:

2) Wewenang untuk memberi izin. e. Prosedur dan Persyaratan

Pengajuan izin oleh pihak pemohon izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh organ pemerintah yang berkaitan secara sepihak, persyaratan untuk memperoleh izin, memiliki 2 sifat, yaitu:

1) Konstitutif, terdapat perbuatan atau tingkah laku tertentu (perbuatan konkrit) yang harus dipenuhi, yang jika tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi.

12

C.S.T. Kancil, Kitab Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 2003, hlm. 15

13

(20)

2) Kondisional, penilaian dari suatu peristiwa yang akan diterbitkan izin dapat terlihat dan dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan terjadi.

3. Fungsi dan Tujuan Perizinan

Sebagai suatu instrumen yuridis dari pemerintah, izin yang dianggap sebagai ujung tombak instrumen hukum berfungsi sebagai14 :

a. Pengarah

Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu misalnya izin bangunan.

b. Perekayasa

Kegiatan yang berhubungan dengan perancangan atau pembuatan izin. c. Perancang masyarakat adil dan makmur

Sebagai upaya rancang atau desain yang dilakukan oleh penerintah sebelum membangun suatu sistem dan sarana.

d. Pengendali

Kegiatan untuk menentukan hubungan antara yang direncanakan dan dengan hasilnya, guna mengambil tindakan yang diperlukan sehingga kegiatan dilaksanakan serta tujuan tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan.

e. Penertib masyarakat

Izin dimaksudkan juga sebagai suatu penertib masyarakat.Tujuan perizinan harus dikaitkan dengan peristiwa konkrit yang dihadapi. Secara umum, tujuan dari izin adalah15

a. Mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu :

Untuk menyeleksi aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan rank en horecawet, dimana pengurus harus mempunyai syarat-syarat tertentu)

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan

14 Ibid.

15

(21)

Pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, dan pengawasan serta pencegahan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga keletarian lingkungan.

c. Melindungi objek-objek tertentu

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan atau perusakan terhadap objek-objek tertentu yang memiliki izin resmi. d. Membagi objek-objek yang sedikit

Memberikan kesempatan bagi seseorang untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dengan memberikan suatu objek untuk kegiatan dimaksud.

4. Mekanisme Perizinan

Surat Izin Praktik (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Sebelumnya para pemohon SIP harus mendapatkan Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi karena dalam salah satu syarat untuk mendapatakn SIP adalah STR itu sendiri. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yangtelah diregistrasi Perizinan Dokter Menurut UU 29/2004 Pasal 37 UU 29/2004 menyatakan dengan tegas bahwa Surat Izin Praktik (SIP) setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan. Pada ketentuan Pasal 37 itu, sangat jelas sekali bahwa yang memiliki kewenangan untuk menolak atau menyetujui pemberian perizinan dokter adalah pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota. Dalam praktik sekarang ini, pejabat kesehatan yang berwenang yang dimaksud adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(22)

Dalam penelitian ini, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskripif analitis. Yang dimaksud dengan deskriptif analitis, yaitu membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat dan hubungan antar fenomena atau gejala yang diteliti sambil menganalisisnya, yaitu mencari hubungan sebab akibat dari suatu hal dan menguraikannya secara konsisten dan sistematis serta logis.16

Selanjutnya, spesifikasi penelitian deskritif analitis ini digunakan untuk menganalisis, yaitu mencari sebab akibat dari permasalahan yang terdapat pada perumusan masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai dengan perumusan masalah yang menjadi focus dalam penelitian ini. 2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Yang dimaksud dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder belaka dan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar. 17 Selanjutnya yang dimaksud dengan metode berpikir deduktif adalah cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus.18

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan.19

16

Moh. Nazar, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia, 1985), hal 63 17

Peter MM.Penelitian Hukum. (Jakarta : Kencana, 2010), hal. 17 18

Sedarmayanti &Syarifuddin Hidayat, Metodologi Penelitian. (Bandung : Maju Mandar, 2002), hal 23

19

(23)

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdapat dalam suatu aturan hukum atau teks otoritatif seperti peraturan perundang-undangan, putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan Tata Usaha Negara. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran beserta peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan tersebut.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum. Selain itu dalam penelitian ini dipergunakan pula bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

Berdasarkan uraian mengenai metode penelitian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dalah deskriptif analitis sehingga metode pendekatan yang adekurat digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, maka jenis jenis data yang dapat digunakan adalah data sekunder yang bersifat kualitatif. Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier tersebut diperoleh dengan cara atau melalui suatu kegiatan yang dinamakan studi kepustakaan / library research

4. Teknik Pengumpulan Data

Oleh karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu kegiatan (praktis dan teoritis) untuk mengumpulkan dan mempelajari serta memahami data yang berupa hasil pengolahan orang lain, dalam bentuk teks otoritas (peraturan perundang-undangan, putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan tata usaha Negara, kebijakan publik dan lainnya), literatur atau buku teks, jurnal, artikel, arsip atau dokumen, kamus hukum, ensiklopedia dan lainnya.

(24)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif normatif. Metode kualitatif normatif ini digunakan karena penelitian ini tidak menggunakan konsep-konsep yang diukur / dinyatakan dengan angka atau rumusan statistic. Dalam menganalisis data sekunder tersebut, penguraian data disajikan dalam bentuk kalimat yang konsisten, logis dan efektif serta sistematis sehingga memudahkan untuk interprestasi data dan konstruksi data serta pemahaman akan analisis yang dihasilkan, yaitu mencari seba akibat dari suatu masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai dengan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul Prosedur Perolehan Izin Praktek Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II PENGATURAN IZIN PRAKTIK DOKTER

Pada bagian ini akan membahas tentang Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Izin, Peraturan undang-undang yang mengatur tentang izin Praktik Dokter dan Ketentuan Sanksi Dalam Izin Praktik Dokter

BAB III PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENYELENGGARAAN

PRAKTIK DOKTER

(25)

Pelayanan Perizinan yang Optimal dan Penataan Kelembagaan yang menangani Perizinan

BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTIK DOKTER

DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Pada bab ini akan membahas mengenai Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Izin Praktik Dokter. Proses dan Prosedur Perolehan Izin Praktik Dokter, Hambatan dalam Perolehan Izin Tempat Praktik Dokter dan Upaya yang dilakukan dalam mengatasi perolehan Izin Praktik Dokter

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB II

PENGATURAN IZIN PRAKTIK DOKTER

A. Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Izin

Secara langsung pada bagian ini dapat dikatakan pihak yang berwenang mengeluarkan izin tersebut adalah Pemerintah. Hanya saja dalam hal yang dernikian harus dapat dilihat izin bagaimanakah yang dimohonkan oleh masyarakat, sehingga dengan demikian akan dapat diketahui instansi pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin tersebut. Misalnya izin keramaian atau izin mengeluarkan pendapat di muka umum, maka izin tersebut didapatkan rnelalui kepolisian setempat dimana keramaian akan dilakukan. Dalam kajian pihak-pihak yang berwenang mengeluarkan izin maka dasarnya yang perlu dikaji adalah kedudukan aparatur pemerintah yang melakukan tugasnya di bidang administrasi negara pemberian izin kepada masyarakat.

Agar aparatur pemerintah sebagai bagian dari unsur administrasi negara dapat melaksanakan fungsinya, maka kepadanya harus diberikan keleluasaan. Keleluasaan ini langsung diberikan oleh undang-undang itu sendiri kepada penguasa setempat. Hal seperti ini biasanya disebut dengan kekeluasaan delegasi kepada pemerintah seperti Gubernur, Bupati/Walikota untuk bertindak atas dasar hukum dan atau dasar kebijaksanaan. Di samping keleluasaan itu, kepada aparatur pemerintah selaku pelaksana fungsi dalam administrasi negara juga diberikan suatu pembatasan agar pelaksanaan perbuatan-perbuatannya itu tidak menjadi apa yang disebut sebagai "onrechtmatig overheidsdaad". Setidaknya perbuatan itu tidak boleh melawan hukum baik formil maupun materiil. Tidak boleh melampaui penyelewengan-kewenangan menurut undang-undang (kompetentie).

Adapun bentuk-bentuk dari perbuatan administrasi negara/Pemerintah itu dalam bentuk memberikan izin secara garis besar dapat dibagi atas :

1.

Perbuatan membuat peraturan

2.

Perbuatan melaksanakan peraturan.

(27)

1.

Berdasarkan faktor (Feitlijke handeling).

2.

Berdasarkan hukum (Recht Shandeling).

a.

Perbuatan hukum privat.

b.

Perbuatan hukum publik, yang kemudian perbuatan ini dapat dibagi atas :

1. Perbuatan hukum publik yang sepihak

2. Perbuatan hukum publik yang berbagai pihak.20

Kemudian Amrah Muslimin mengatakan bahwa dalam bidang eksekutif ada 2 (dua) macam tindakan/perbuatan administrasi negara/pemerintah, yakni :

1.

Tindakan-tindakan/perbuatan-perbuatan yang secara tidak langsung menimbulkan akibat-akibat hukurn.

2.

Tindakan-tindakan/perbuatan-perbuatan yang secara langsung menimbulkan akibat-akibat hukum.

Pendapat lain tentang perbuatan hukum dari administrasi negara ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Prajudi Admosudirjo. Menurutnya perbuatan itu dibagi ke dalam 4 (empat) macam perbuatan hukum administrasi negara, yakni :

1.

Penetapan (beschiking), administrative dicretion). Sebagai perbuatan sepihak yang bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu. Perbuatan hukum tersebut harus sepihak (eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara. Artinya realisasi dari suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata kasual, individual.

2.

Rencana (Planning).

Salah satu bentuk dari perbuatan hukum Administrasi Negara yang menciptakan hubungan-hubungan hulcuin (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat.

20

(28)

3.

Norma jabatan (Concrete Normgeving).

Merupakan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) dari penguasa administrasi negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang mempunyai isi yang konkret dan praktis serta dapat diterapkan menurut keadaan waktu dan tempat.

4.

Legislasi Semu (Pseudo Weigeving)

Adalah penciptaan dari aturan-aturan hukum oleh pejabat administrasi negara yang berwenang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman pelaksanaan policy (kebijaksanaan suatu ketentuan undang-undang) akan seperti yang dikemukakan oleh Prajudi Admosudirjo. Menurutnya perbuatan dibagi ke dalam 4 (empat) macam perbuatan hukum administrasi negara, yakni:

a. Penetapan (beschiking, administrative dicretion). Sebagai perbuatan sepihak yang bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu. Perbuatan hukum tersebut harus sepihak (eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara. Artinya realisasi dari suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata kasual, individual.

b. Rencana (Planning).

Salah satu bentuk dari perbuatan hukum Administrasi Negara yang menciptakan hubungan-hubungan hukum (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat.

c. Norma jabatan (Concrete Normgeving).

Merupakan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) dari penguasa administrasi negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang mempunyai isi yang konkret dan praktis serta dapat diterapkan menurut keadaan waktu dan tempat.

d. Legislasi Semu (Pseudo Weigeving).

(29)

pedoman pelaksanaan policy (kebijaksanaan suatu ketentuan undang-undang) akan tetapi dipublikasikan secara meluas.21

Memperhatikan batasan, ruang lingkup serta perbuatan-perbuatan dari Administrasi Negara di atas jelaslah bahwa Hukum Administrasi Negara itu adalah merupakan suatu perangkat ketentuan yang memuat sekaligus memberikan cara bagaimana agar organ-organ di dalam suatu organisasi yang lazim disebut "negara" dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya demi terwujudnya suatu tujuan yang dikehendaki bersama. Dalarn praktik kehidupan sehari-hari acapkali kita menyebutkan bahwa peristiwa-peristiwa pada saat kewenangan aparatur pemerintah itu direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu "Keputusan Pemerintah". Selanjutnya menurut Hukum Administrasi Negara bahwa Pemerintah itu mempunyai tugas-tugas istimewa, yakni tugas yang dapat dirumuskan secara singkat sebagai suatu tugas "Penyelenggaraan Kepentingan Umum".

Pengaturan Pemberian Ijin Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi tertuang dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. di dalamnya memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Disini Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :

a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;

b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Undang-Undang No 29/2004 baru akan berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan, bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak Konsil Kedokteran terbentuk.

Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi. Di dalamnya juga termuat formulir untuk mendapatkan STR ataupu SIP.

21

(30)

Juga Kemudian KKI membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi

B. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin Praktik Dokter

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang mengatur tentang izin praktik dokter adalah Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik. Pasal 38

(1) Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus :

a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;

b. mempunyai tempat praktik; dan

c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi. (2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan

(31)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.

C. Ketentuan Sanksi Dalam Izin Praktik Dokter Pada Pasal 75 dinyatakan bahwa:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76 dinyatakan bahwa:

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77 dinyatakan bahwa:

(32)

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78 dinyatakan bahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79 dinyatakan bahwa:

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :

a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);

b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau

c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80 dinyatakan bahwa:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(33)

BAB III

PELAYANAN PENGURUSAN IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER

A. Tinjauan Tentang Izin Praktik Dokter 1. Jenis dan Bentuk Izin

Amrah Muslimin, bahwa izin tersebut dibaginya ke dalam tiga bahagian bentuk perizinan (vergunning) yaitu : 22

a. Lisensi, ini merupakan izin yang sebenarnya (Deiegenlyke). Dasar pemikiran mengadakan penetapan yang merupakan lisensi ini ialah bahwa hal-hal yang diliputi oleh lisensi diletakkan di bawah pengawasan pemerintah, untuk mengadakan penertiban. Umpamanya : Izin rumah sakit, izin apotek.

b. Dispensasi, ini adalah suatu pengecualian dari ketentuan umum, dalam hal mana pembuat undang-undang sebenamya dalam prinsipnya tidak berniat mengadakan pengecualian.

c. Konsesi, disini pemerintah menginginkan sendiri clan menganjurkan adanya usaha-usaha industri gula atau pupuk dengan memberikan fasilitas-fasilitas kewenangan kewajiban.

Bentuk dan isi dari izin harus mengandung unsur kepastian hukum. Penerbitan suatu izin harus tertulis dan secara umum memuat hal-hal sebagai berikut23

a. Organ yang berwenang :

Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan.

22

Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 12.

23

(34)

b. Alamat harus lengkap

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin dikeluarkan setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan, sehingga keputusan yang memuat izin akan dialamatkan kepada pihak yang memohon izin.

c. Diktum (substansi dari izin harus dimuat dalam diktum)

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Diktum terdiri atas keputusan pasti yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tersebut.

d. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat Keputusan umumnya mengandung ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat merupakan substansi yang diputuskan dalam suatu izin

e. Pemberian alasan

Berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan yang harus sesuai dengan kondisi objektif dari peristiwa atau fakta serta subjek hukum. f. Pemberitahuan tambahan

Berisi tentang kemungkinan sanksi, kebijaksanaan yang akan dikeluarkan dan lain-lain.

Hal-hal penting dalam perizinan, antara lain adalah24

b. Penolakan izin dapat dilakukan jika berkaitan dengan masalah pembangunan yang menyangkut kepentingan negara, lingkungan hidup, pertahanan keamanan, ideologi dan lain-lain. Masalah kompetisi tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak izin.

:

c. Beberapa izin khusus dimungkinkan untuk dipindahtangankan

d. Adanya pembebasan bersyarat yang memiliki ukuran untuk pengambilan keputusan atas suatu izin.

e. Perumusan izin harus jelas sesuai tujuan dari izin.

24

(35)

f. Dalam hal izin lingkungan hidup, dapat ditetapkan persyaratan perlindungan terhadap pembangunan yang berkelanjutan.

g. Izin harus sesuai dengan hukum positif yang berlaku. Izin dapat dicabut secara menyeluruh atau sebagian, jika suatu kegiatan yang diizinkan berdampak negatif terhadap lingkungan dan tidak cukup hanya dicegah dengan ketentuan atau penambahan persyaratan baru. h. Kegiatan usaha musnah oleh sebab tertentu.

i. Pembatasan dari segi jangka waktu berlakunya suatu izin (pemohon tidak melakukan perpanjangan).

2. Izin Praktik Dokter

Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.

Surat Izin Praktik

Pasal 36 dinyatakan bahwa:

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37 dinyatakan bahwa:

1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat

3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk I (satu) termpat praktik. Pasal 38 dinyatakan

1. Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus:

(36)

b. mempunyai tempat praktik; dan

c. memiliki rekomendasi dan organisasi profesi. 2. Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang;

a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan

b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.

Pelaksanaan Praktik Pasal 39 dinyatakan bahwa:

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pasal 40 dinyatakan bahwa:

1. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti;

2. Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik. Pasal 41 dinyatakan bahwa:

1. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

2. Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana kesehatan wajib membuat daftar dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42 dinyatakan bahwa:

(37)

Pasal 43 dinyatakan bahwa:

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Pelayanan Perizinan dalam Perspektif Negara Kesejahteraan

Seringkali masyarakat merasa tidak puas atas jasa yang diberikan oleh instansi penyedia jasa (service provider). Namun, ketidakpuasan itu tidak terungkap dalam ruang publik. Hanya saja, dampak negatif ketidakpuasan itu yang tanpa diragukan lagi sangatlah nyata. Sebagian besar masyarakat yang tidak puas atas suatu pelayanan di toko atau bank, misalnya, jarang mengajukan keluhannya secara resmi kepada penyedia jasa. Mereka lebih memilih beralih ke penyedia jasa lainya. Kalaupun ada yang mengungkapkan ketidakpuasannya secara langsung kepada penyedia jasa, mereka pada akhirnya juga bernasib sama. Namun, pemerintah sebagai penyedia (provider) pelayanan publik nyaris tanpa kompetitor sama sekali karena kewenangan (otoritas) yang diberikan kepadanya oleh undang-undang. Namun, layak diperdebatkan jika dikatakan bahwa ketidakpuasan masyarakat tidak berdampak atau berimplikasi pada penyedia jasa di sektor publik. Justru sebaliknya, kendatipun diketahui kalau pelayanan publik sektor nirlaba dan praktik jarang mendapat tekanan pasar, ketidakpuasan masyarakat cenderung menimbulkan dampak negatif dalam berbagai bentuk terhadap pemerintah.

Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik. Perizinan, kendatipun tidak dibutuhkan setiap hari, sangatlah berperan penting bagi kehidupan kita. Tanpanya, banyak yang tidak dapat kita lakukan karena izin adalah bukti penting secara hukum. Tidak ada bagian lain dalam domain publik tempat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya begitu jelas dan langsung selain pada bagian pelayanan perizinan. Sebagai garda terdepan atas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, dapat dikatakan kinerja pemerintah secara keseluruhan benar-benar dinilai dari seberapa baik pelayanan unit perizinan ini.

(38)

investasi. Proses perizinan usaha yang tidak efisien tidak tepat waktu dan berbiaya tinggi pada akhirnya akan menurunkan jumlah investasi dan kegiatan wiraswasta. Hal ini tentu saja berdampak serius terhadap upaya menciptakan lapangan kerja dan masalah-masalah ketenagakerjaan lainnya. Izin pengelolaan limbah, penggalian air tanah, Iokasi industri, keamanan kerja, serta bahan beracun dan berbahaya sernuanya berdampak pada dunia industri dan masyarakat sekitar yang berisiko mengalami bencana, kecelakaan, dan berdampak jangka panjang terhadap kesehatan mereka.

Pemerintah sebagai provider memiliki otoritas penuh sesuai undang-undang yang ada untuk menentukan apakah sebuah izin usaha diperkenankan untuk masuk atau tidak dalam sebuah lingkungan ekonomi. Bila pemerintah tidak mengizinkan maka argumen yang melandasinya diantaranya adalah pemihakan pada pelaku lokal, perlindungan domestik, konservasi lingkungan ataupun alasan pertahanan/keamanan. Bila pemerintah mengizinkan haruslah dilandasi bahwa investasi ini akan menghadirkan dampak pengganda yang berlipat bagi masyarakat.

Perizinan yang terkait dengan dunia usaha merupakan salah satu elemen penting dalam lingkungan investasi. Proses perizinan usaha yang tidak efisien, tidak tepat waktu, dan berbiaya tinggi pada akhirnya akan menurunkan jumlah investasi dan kegiatan wiraswasta.

Banyaknya agen swasta yang menawarkan jasa untuk mengurus proses perizinan merupakan tanda adanya gap antara pemerintah sebagai penyedia layanan publik dan masyarakat sebagai pengguna layanan. Agen-agen penyedia jasa seperti ini tumbuh subur karena adanya kesan masyarakat bahwa proses pengurusan izin beserta aparatnya dianggap sulit dan memakan waktu. Sebagian masyarakat bersedia membayar lebih untuk kepastian (waktu, persyaratan, biaya) dan transparansi lebih dapat diperoleh dari agen-agen tersebut.

(39)

Sebenarnya, harapan masyarakat terhadap proses perizinan tidak berbeda dengan harapan pemerintah, yakni sederhana, murah, adanya kepastian waktu, pelayanan yang berkualitas, kepastian hasil, transparansi dan sah secara hukum. Proses perizinan yang sederhana mencakup tidak saja menghilangkan birokrasi yang panjang, tetapi juga menghindari prosedur dan persyaratan yang berlebihan serta memberikan informasi yang akurat kepada pemohon perizinan. Dari sisi masyarakat, murah berarti biaya yang wajar dan dapat diverifikasi, yang disertai dengan kuitansi secukupnya. Walaupun pelayanan publik seyogyanya tidak dipungut biaya atau paling tidak seminimal mungkin dengan alasan bahwa pendapatan negara seharusnya berasal dari pajak dan retribusi dan bahwa operasi pelayanan publik telah didanai oleh APBN atau APBD. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut mencakup lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengurusan serta kapan izin dapat dikeluarkan. Lamanya pengurusan izin seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bermanfaat bagi proses perencanaan dan penjadwalan mereka, dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat ini. Masyarakat tentu saja berharap bahwa lamanya proses pengurusan izin tidak berlarut-larut.

Kualitas pelayanan secara khusus berkaitan dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Bagi pimpinan instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik, kepuasan masyarakat ini harus menjadi kriteria penting dalam mengevaluasi kinerja, kemajuan, dan perbaikan. Tingkat kepuasan masyarakat secara keseluruhan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan pada tiap tahap proses perizinan yang mereka jalani dan bagaimana tingkat kepuasan tersebut berubah. Ketika memulai proses perizinan, masyarakat (baca pelanggan) telah memiliki persepsi, kesan, dan harapan akan pelayanan yang mereka butuhkan. Kepuasan pelanggan akan meningkat jika setiap kebutuhan mereka dapat dipenuhi secara memadai sesuai dengan harapannya, demikian juga sebaliknya.25

25

Ibid.

(40)

Berbagai kebutuhan ini mungkin berbeda untuk setiap pelanggan, tetapi secara umum tingkat kepuasan ini dapat diukur. Berkaitan dengan tingkat kepuasan masyarakat, transparansi adalah aspek penting lain dalam proses perizinan. Transparansi sangat penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik dan elemen penting yang menerimakan kredibilitas pemerintah di mata publik. Secara umum, transparansi mengharuskan penyampaian informasi kepada pelanggan dalam sciiap tahapan proses perizinan yang mereka ajukan. Aspek penting dahm proses yang transparan adalah bahwa informasi yang disampaikan haruslah dapat diverifikasi dan tersedia bagi pelanggan pada setiap tahapan proses pengurusan izin. Penyedia layanan sangat perlu untuk menyadari bahwa pada dasarnya merupakan kepentingan dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai aplikasi perizinan yang mereka ajukan. Hal ini karena informasi yang lengkap dan akurat merupakan bagian dari pelayanan secara keseluruhan yang diharapkan masyarakat dari aparat penyedia pelayanan.

Kepastian hasil yang diharapkan dari penyedia pelayanan publik berarti bahwa setelah pemohon memenuhi segala persyaratan yang diminta dan telah mengikuti seluruh tahapan yang telah ditetapkan, izin yang mereka ajukan dapat dikeluarkan. Kalaupun aplikasi yang diajukan ternyata tidak memenuhi syarat untuk dikeluarkannya izin yang dimaksud, alasan penolakan seyogiyanya cukup jelas bagi pemohon dengan surat resmi yang di dalamnya menyatakan mengapa aplikasi yang diajukan gagal dan ticlak sesuai dengan peraturan yang berlaku.26

Peran pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat, baik sebagai penyedia pelayanan, maupun sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perizinan juga sangat tinggi karena perizinan mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi daerah. Kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi serta penerbitan izin diserahkan kepada pemerintah daerah menurut undang-undang clan peraturan yang berlaku. Lebih jauh lagi, pemerintah daerah juga clapat membuat pajak

26

(41)

lokal, retribusi, dan perizinan melalui peraturan daerah. Namun, khususnya untuk mencegah terjadinya pungutan pajak clan retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat, pemerintah pusat tetap memegang kendali terhadap peraturan daerah melalui kajian kesesuaian kebijakan akan dan peraturan daerah dengan undang-undang dan peraturan nasional yang berlaku.27

Saat ini terdapat banyak jenis pelayanan perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah, baik yang dimandatkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri. Izin khusus tertentu berbeda antarsatu daerah dengan daerah lainnya, tetapi jenis perizinan secara umum yang berlaku di hampir setiap daerah clapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori berikut. Berbagai pelayanan perizinan publik ini dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten, sehingga selain menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, desentralisasi, dan kebijakan berbagai dinas di lingkungan pemerintah daerah memberikan pelayanan perizinan publik. Semakin banyaknya tugas perizinan yang didelegasikan kepada dinas-dinas ini tentu saja menambah beban kerja yang cukup signifikan.

.

Salah satu isu penting yang patut diperhatikan adalah banyaknya jenis pelayanan perizinan ini membutuhkan keahliah teknis dalam bidang tertentu. Keahlian teknis ini mungkin sudah atau mungkin belum dimiliki aparat di instansi tertentu. Generalisasi terhadap isu ini tidak mungkin dapat dilakukan untuk semua instansi di seluruh pemerintahan kabupaten/kota karena ketersediaan sumberdaya manusia dan tingkat keahlian teknis yang dibutuhkan dalam satu bidang sangat berbeda dari satu instansi dengan instansi lainnya dan dari satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya.

Pendekatan pelayanan terpadu satu pintu dalam pelayanan perizinan usaha, merupakan pendekatan inovatif dalam sektor pemerintahan, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dalam bentuk outlet pelayanan perizinan yang terintegrasi. Langkah inovasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik pada sektor ini serta untuk meningkatkan dampak

27

(42)

positif pelayanan perizinan dalam upaya menarik investasi yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan sosial secara umum.

Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pendekatan perdu menawarkan perbaikan tidak saja pada proses pelaksanaan pelayanan (service delivery) yang dapat lebih memuaskan harapan masyarakat, tetapi juga menawarkan manfaat lain, yakni meningkatkan kualitas tata pemerintahan dan secara internal meningkatkan kapasitas pernerintahan dalam menghadapi tantangan dan tekanan dari luar. Perdu menawarkan proses perizinan yang relatif sederhana, lebih cepat, transparan, hemat waktu dan biaya dengan cara menyederhanakan prosedur dan menempatkan berbagai penyedia pelayanan (service provider) yang berwenang mengeluarkan berbagai perizinan pada satu tempat pelayanan (servicepoint). Perlu juga meningkatkan nilai tambah skalabilitas perizinan yang dikeluarkan melalui satu titik pelayanan. Dengan demikian, perdu merupakan upaya untuk menjawab perkembangan dunia usaha di masa depan dengan cara yang lebih efisien dari sisi biaya dan lebih efektif dari sisi waktu28

Manfaat lain dari pendekatan perlu yang efektif adalah bahwa prosedur untuk mendirikan usaha yang sederhana, pasti, dan murah akan menarik minat para investor untuk menanamkan modal mereka di daerah tersebut. Namun, secara rasional janganlah mengasumsikan kalau pendekatan perdu akan berfungsi seperti, "sapu jagat" yang serta merta dapat meningkatkan investasi suatu daerah. Perangkat peraturan yang sederhana, keamanan berinvestasi, sistem pendukung yang andal, serta kepastian hukum tetaplah menjadi faktor utama yang akan mempengaruhi dinamika iklim investasi di suatu daerah.

.

Di dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:29

a. Kesederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan,

b. Kejelasan,kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;Unit kerja/pejabat yang berwenang dan

28

Ibid. hal. 10 29

(43)

bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan /persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

c. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan Baik. e. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum.

f. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja,

peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). h. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disedia¬kan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.30

B. Restrukturisasi dan Revitalisasi Pelayanan Perizinan 1. Birokrasi Pelayanan Perizinan

Birokrasi adalah entitas penting suatu negara. Apa yang dimaksud dengan birokrasi? Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein

30

(44)

(pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Tentu agak 'lucu' pengertian seperti ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi oleh sebab lembaga inilah tampak kaku yang dikuasai oleh orang-orang di belakang meja.

Di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), khususnya di dalam skema, tercantum 'lalu-lintas' administrasi negara dari eksekutif 'turun' ke Kebijakan Administrasi, lalu ke Administrasi dan yang terakhir ke pemilih. Artinya, setiap kebijakan setiap kebijakan negara yang yang diselenggarakan pihak eksekutif diterjemahkan ke dalam bentuk kebijakan administrasi negara, di mana pelaksanaan dari administrasi tersebut dilakukan oleh lembaga birokrasi. Kita mungkin mengenal badan-badan seperti Departemen, Kanwil, Kantor Kelurahan, Kantor Samsat, di mana kantor-kantor tersebut semua merupakan badan-badan birokrasi negara yang mengimplementasikan kebijakan negara dan bersifat langsung berhubungan dengan masyarakat.

Michael G. Roskin, et al., menyebut pengertian birokrasi. Bagi mereka birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien.31

Birokrasi juga dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap. Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya 'mengalir' dari 'atas' ke 'bawah.'

Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan Civil Service (pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat

oleh eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan pergi.' Artinya, mereka-mereka duduk di dalam birokrasi kadang dikeluarkan atau tetap dipertahankan berdasarkan prestasi kerja mereka. Seorang pegawai birokrasi yang malas biasanya akan mendapat teguran dari atasan, yang jika teguran ini tidak digubris,

31

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur Izin Pengelolaan Pelataran Parkir berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002, yaitu Pemohon mengajukan permohonan Izin Penyelenggaraan Parkir kepada

Tanggung jawab hukum dokter dalam malpraktik administrasi berupa pelanggaran terhadap ketentuan administrasi dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Pelanggaran

Setiap dokter yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh SIP baru atau perpanjangan SIP harus mempunyai surat rekomendasi PDGI cabang sesuai dengan tempat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan izin praktik dokter menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran di Kota Surakarta dari

ayat (1), tidak dilakukan apabila Permohonan Izin Praktik pada sarana pelayanan kesehatan Pemerintah dan atau Swasta yang telah memiliki Izin dari Bupati atau Pejabat

13 Dinas kesehatan telah berupaya memberikan sanksi terhadap dokter yang melakukan praktik tanpa memiliki surat izin praktik tersebut sesuai dengan Peraturan

bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2009 tentang Izin Praktik Dokter dan Dokter Gigi, setiap dokter dan dokter gigi yang akan

iv ABSTRAK Nama : Sheila Puspita Kusumawati Program Studi : Ilmu Administrasi Publik Judul : Kualitas Pelayanan Permohonan Surat Izin Praktik Dokter Pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu