• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Pesan Konspirasi Politik dalam Film Shooter)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Konspirasi Politik Dalam Film “Shooter”)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Gelar Sarjana (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Humas

Oleh :

Ghietsa Nesma Sal Noviawan NIM. 41809135

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)

ix

SURAT PERNYATAAN ………... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ………. iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ……… v

KATA PENGANTAR ………..………. vi

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 11

1.2.1 Pertanyaan Makro... 11

1.2.2 Pertanyaan Mikro... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.3.1 Maksud Penelitian... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian... 12

(5)

x

2.1 Tinjauan Pustaka... 14

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu... 14

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi... 18

2.1.2.1 Definisi Komunikasi... 18

2.1.2.2 Proses Komunikasi... 19

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa... 20

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Massa... 20

2.1.4 Tinjauan Tentang Film... 22

2.1.4.1 Definisi Film... 22

2.1.4.2 Film Sebagai Proses Komunikasi Massa... 23

2.1.5 Tinjauan Tentang Konspirasi... 25

2.1.7.1 Teori konspirasi... 25

2.1.7.2 Konspirasi Politik... 28

2.1.6 Representasi………...……… 30

2.2 Kerangka Pemikiran... 33

(6)

xi

3.1.1 Sequence-sequence yang Merepresentasikan Pesan

Konspirasi Politik... 41

3.1.2 Komponen Produksi film Shooter... 46

3.1.3 Sinopsis Film... 57

3.2 Metode Penelitian... 61

3.2.1 Desain Penelitian... 62

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data... 68

3.2.2.1 Studi Pustaka... 68

3.2.3 Teknik Analisa Data... 70

3.2.4 Uji Keabsahan Data... 72

3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 73

3.2.5.1 Lokasi Penelitian... 73

3.2.5.2 Waktu Penelitian... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……….. 76

4.2 Pembahasan………... 100

(7)

xii

DAFTAR PUSTAKA... 117

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 120

(8)

xiii

Tabel 3.1 Sequence-sequence dalam Film Shooter... 41

Table 3.2 Crew Film Shooter... 51

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian………... 74

Tabel 4.1 Deskripsi Sequence-1………. 76

Tabel 4.2 Deskripsi Sequence-2………. 80

Tabel 4.3 Deskripsi Sequence-3………. 85

Tabel 4.4 Deskripsi Sequence-4………. 88

Tabel 4.5 Deskripsi Sequence-5………. 92

Tabel 4.6 Deskripsi Sequence-6………. 95

Tabel 4.7 Konstruksi Makna Konsprasi Politik dalam Film Shoote………. 112

(9)

xiv

Gambar 2.3 Model Kerangka Pemikiran Konseptual... 40

Gambar 3.1 Konglomerat Media Viacom... 46

Gambar 3.2 Logo Paramount Picture... 47

Gambar 3.3 Poster Film Shooter... 57

Gambar 3.4 Dua Sudut Artikulasi Barthes... 66

Gambar 3.5 Analisis Data Kualitatif menurut Miles dan Huberman... 71

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

xv

Berita Acara Bimbingan... 124

Surat Rekomendasi Pembimbing... 125

(11)

vi Asalamu’allaikum Wr Wb,

Alhamdu lillaahi rabbil’ aalamin, tiada kata yang terbayang saat ini selain ucapan rasa syukur yang begitu mendalam dan sepenuh hati kepada Allah SWT, limpahan karunia, rizqi, rahmat serta hidayah-Nya lah, peneliti dapat menyelesaikan penelitiannya tentang Representasi Pesan Konspirasi dalam Film Shooter sebagaimana diharapkan . Tak lupa penulis juga mengucapkan shalawat serta salam pada Nabi serta Rasul kita Muhammad SAW.

Untuk Mama (Elis Dahlianingsih, S.Pd) tercinta terima kasih untuk segala doa, nasihat, dan kasih sayangnya yang sungguh luar biasa. Papa (Deden Daenuri, S.Ag) tercinta dengan segala hormat atas doa, dukungan moral, dan materil. Terutama untuk kasih sayang yang mengalir tiada habisnya.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, disertai keinginan kuat dan kesungguhan dalam berusaha, maka akhirnya penenlitian ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi.

(12)

vii saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si selaku Dosen Wali IK 4 2009 yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan serta mendukung penulis untuk segera menyelesaikan Penelitian ini.

5. Yth. Ibu Dr.Ani Yuningsih, Dra., M.Si yang membimbing peneliti selama penyusunan skripsi dan tidak henti-hentinya memberikan arahan, serta saran dan kritik yang membangun kepada peneliti selama bimbingan skripsi.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi UNIKOM yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menjalani perkuliahan.

7. Yth. Ibu Ratna Widiastuti., Amd dan Ibu Asri Ikawati., Amd.kom yang telah membantu peneliti dalam administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama proses penyusunan skripsi.

8. Untuk kakaku Fithriyani Noer Puspa Sari, S.H., dan adiku Hatsitsa Ridlo Robby yang selalu memberikan doa, dukungan, nasihat, dan motivasi selama proses penulisan skripsi.

9. Untuk teman-teman yang telah membantu dan memudahkan penulis pada saat melakukan penelitian yaitu Citra Abadi, Rolland S, Alexandra P, Lisbeth Marischa, Cynthia Apriliani, Irsan SY, Teja Darmawan, Dannu Prakoso, Aulia Rahman, serta rekan-rekan di IK-Humas 3.

10.Untuk Vyanda N P, lina Afrianti, Ading, Fx Sandy, Adit yang sama-sama sedang berjuang, dan Gun-gun, Abdulhadi, M Lutfi, Rommy Rizky, Riggo Berto, Ahmad Sidik, serta rekan-rekan di IK-4 lainnya.

11.Untuk teman-teman yang satu bimbingan Ading Wijaya, Rio Rahadian, Anggi Rahman yang saling memberikan semangat, dan saling mengingatkan dalam mengerjakan revisi bimbingan.

(13)

viii

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan usulan penelitian ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Serta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi Ilmu Komunikasi.

Bandung, Juli 2013 Penulis,

(14)

119 Buku :

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar : Edisi Revisi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Radja Grafindo Persada.

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Radja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi : Edisi Ketiga. Jakarta :

PT RajaGrafindo Persada.

2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Keempat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi.

(15)

Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung :

PT Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi : Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Skripsi :

Skripsi. Yaser Dwi Yassa. Representasi Kebebasan Pers Mahasiswa Dalam Film Lentera Merah (Analisis semiotika Roland Barthes dalam film Lentera Merah mengenai kebebasan pers mahasiswa).

Skripsi. Fitri Budi Astuti. Pluralisme dalam Film My Name is Khan (Analisis semiotika John Fiske mengenai pluralism dalam film My Name is Khan).

Sumber Lain :

Novel :

Husaini, Adian. 2012. Kemi 2 : Menyelusuri Jejak Konspirasi. Jakarta : Gema Insani Press.

(16)

Searching Internet :

http://cahndeso86.blogspot.com/2009/12/latar-belakang-suatu-teori-konspirasi.html 15/03/2013 23:13

http://darta-anekateori.blogspot.com/2011/04/teori-semiotika-roland-barthes.html

18/03/2013 20:09

http://movieclips.com/s2VCX-shooter-movie-videos/ 21/03/2013 10:13

http://rajabjabont.wordpress.com/2012/05/22/teori-yang-membingungkan-konspirasi/ 30/03/2013 21:21

http://oomayah-kaboom.blogspot.com/2012/11/shooter-2007-review-film-bukan-baru.html 20/04/2013 20:47

http://www.publiceye.org/tooclose/conspiracism-01.html 08/06/2013 21:55

(17)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Film dihadirkan ditengah masyarakat dalam merepresentasikan realitas yang terjadi dipusaran kehidupan masyarakat secara global. Selain sebagai representasi dari suatu realita, film juga terkadang digunakan dalam menyampaikan inspirasi atau ideologi para sineas melalui cerita fiksinya. Film merupakan bagian dari media massa yang bersifat persuasif, di mana mampu mempengaruhi khalayaknya serta menjangkau banyak segmen, sehingga kekuatan dan peranan film kerapkali digunakan sebagai alat penyampaian pesan yang tidak bisa secara gamlang disuarakan dengan lantang.

(18)

pesan tersendiri, pesan yang mengangkat cerita tentang Sosial, Sejarah, dan Politik disuatu Negara atau Dunia Internsaional, yang bertujuan untuk memperkenalkan atau mempublikasikan suatu isu yang masih misteri atau yang belum terjamah oleh sebagian orang.

(19)

oleh media itu adalah benar adanya, sehingga media massa ini sering menjadi alat propaganda atau dipergunakan untuk kepentingan segelintir orang untuk meraih kekuasaan.

Konspirasi pada dasarnya adalah sebuah persekongkolan yang dilakukan lebih dari dua orang. Persekongkolan dilakukan dalam sebuah agenda besar yang menyangkut orang-orang penting, baik dari pihak konspirator maupun pihak yang dikambinghitamkan. Namun Konspirasi sering dianggap mengada-ada ketika landasan teori ini bukanlah berdasarkan analisis ilmiah, yang biasanya suatu teori diakui kebenarannya apabila sudah dipatenkan dalam pembukuan atau dibukukan (text book). “Teori konspirasi” ini berjalan berdasarkan spekulasi, argumentasi, dan dugaan-dugaan sementara yang masih bersifat abstrak. Hal ini yang membuat sebagian orang meragukan kebenaran “teori konspirasi”, karena bukti-buktinya tersebut sering dianggap kurang matang, mengada-ada, atau halusinasi belaka, meski demikian “teori konspirasi” ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, bisa dilihat dari data-data yang akurat, fakta-fakta informasi yang bersumber, serta argumentasi-argumentasi yang kuat.

(20)

kolega. Di mana dalam cerita ini, Swagger diminta berdedikasi untuk kali terakhir kepada Negara dalam mengungkap isu perencanaan pembunuhan yang akan mengincar sang Presiden, yang sebenarnya pencegahan pembunuhan itu hanyalah sebuah jebakan yang dibuat oleh Johnson cs untuk mengkambinghitamkan sang sniper Bob Lee Swagger, guna menutupi tujuan terselubung mereka yang masih misteri. Alhasil yang terbunuh bukanlah Presiden, melainkan Uskup Agung Ethiopia yang sedang berada dalam sebuah parade, dan terbunuh pada saat berdampingan dengan Presiden. Rangkaian konspirasi sedang dimulai, dengan skenario yang apik berhasil mengkambinghitamkan Swagger atas kematian Uskup. Sontak peristiwa pembunuhan Uskup ini menjadi berita yang paling hangat, sehingga dalam hitungan menit berita menyebar diberbagai media massa.

Pemberitaan mengenai peristiwa pembunuhan Uskup ini membuat suatu spekulasi awal kehadapan masyarakat bahwa Bob Lee Swagger adalah sang “eksekutor”, adanya rangkaian-rangkaian konspirasi yang telah membingkainya

(21)

meleset sejauh itu. Ternyata ada rangkaian konspirasi yang sedang dijalankan oleh suatu komplotan yang mensetting peristiwa itu dari belakang layar, sehingga pengusutan kasus ini mengarah kepada Senator Amerika dan sang Kolonel. Adanya indikasi bahwa para elite politikus itu terlibat dalam pembingkaian peristiwa tersebut, menandakan intisari dari sebuah konspirasi.

Realitanya, konspirasi selalu berdampingan dengan unsur politik, seperti definisi politik pada umumnya bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan, kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata, ketiga, dari karisma. Dengan begitu konspirasi selalu digandeng untuk tujuan segelintir orang atau kelompok tertentu yang melegalkan segala cara dalam perebutan kekuasaan dikancah perpolitikan.

(22)

kekuasaan meracik konspirasi menjadi produk politik dalam mendapatkan porsi kekuasaan, begitulah andil politik dalam mencuatnya ”teori konspirasi”, padahal tidak selalu konspirasi ini berurusan dengan politik, terkadang sebuah konspirasi terjadi dilingkungan masyarakat yang adanya ketidak rukunan antar warga akibat kesenjangan sosial atau persaingan ekonomi, sehingga sekelompok orang bersekongkol untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menggangu siklus kehidupan segelintir orang tersebut.

Film Shooter merepresentasikan “teori konspirasi” dalam ruang lingkup politik Amerika. Banyak film-film Internasional yang terdapat muatan-muatan pesan tersendiri seperti halnya konspirasi dalam film Shooter ini. Dalam konteks komunikasi, film sejatinya secara alamiah akan selalu memiliki muatan pesan yang hendak disampaikan, baik itu tertuang dalam sebuah scene (adegan), Background (latar gambar) maupun dalam Backsound (musik pengiring). Pesan dalam praktek komunikasi memegang peranan penting, seperti halnya adegan dalam sebuah film. Komponen ini merupakan variabel yang paling substansial dari terbentuknya proses komunikasi, karena tanpa keberadaan pesan, proses komunikasi pun tidak bisa terjadi.

(23)

transaksional sebagai penyampaian sebuah pesan dan makna yang terdapat didalamnya, dan coba menelaah sesuai FOE (Field of Experience) terhadap objek yang sama namun dengan bahasan yang berbeda karena adanya pemberian pesan terhadap sebuah karya seni berdasarkan sumber–sumber mengenai semiotika terhadap karya seni ataupun media–media komunikasi yang di buat oleh pengarangnya.

Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.

Melalui film kita bisa membaca situasi disuatu wilayah yang belum kita jamah, melalui film kita bisa menerka pesan apa yang tersirat disetiap adegan, scene, dalam alur ceritanya. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika. Ini disebabkan, pada film terdapat banyak tanda baik verbal maupun nonverbal. Van Zoest menyatakan :

(24)

yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda yang menggambarkan sesuatu.” (Sobur, 2006:128).

Tanda-tanda yang terdapat pada film dapat merepresentasikan berbagai makna yang bisa digali lebih dalam sehingga terdapat makna lain yang sebenarnya berbeda dengan makna yang terlihat atau makna dibalik makna. Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut:

“Proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik.” (Wibowo, 2011:122).

Bahasa merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur, 2006:13).

(25)

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda. Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics. Dalam bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda. Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53).

“Semiotika bertujuan untuk menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (konotatif) dan arti penunjukan (denotatif) atau kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.” (Sobur, 2002:126-127)

(26)

kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Berthes (2001:208 dalam Sobur, 2003:63)

Peta Barthes menunjukan tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian

menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2003:69).

(27)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini peneliti merumuskan sebuah permasalahan yang akan diangkat yaitu :

“Bagaimana Representasi Pesan Konspirasi Politik Dalam Film

Shooter?”.

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Untuk menjelaskan pertanyaan makro di atas, maka peneliti menjabarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik, yaitu:

1. Bagaimana makna denotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter?. 2. Bagaimana makna konotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter?. 3. Bagaimana makna mitos pesan konspirasi politik dalam film shooter?.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

(28)

teori semiotika yang dipakai adalah teori dari Roland Barthes digunakan untuk menganalisis pesan konspirasi politik dalam film shooter.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Seperti apa yang telah dipaparkan peneliti pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian dapat peneliti paparkan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna denotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter.

2. Untuk mengetahui makna konotasi pesan konspirasi politik dalam film shooter.

3. Untuk mengetahui makna mitos pesan konspirasi politik dalam film shooter.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

(29)

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai bahan pengalaman dan pengetahuan, khususnya mengenai analisis semiotika Roland Barthes mengenai pesan konspirasi politik dalam film shooter, bahwa suatu pesan dapat dimaknai beragam yang kita temui dimana-mana.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini dapat berguna bagi bidang kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai tambahan koleksi penelitian ilmiah di universitas. Diharapkan pula dapat menjadi bahan penerapan dan pengembangan dalam kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai bahan perbandingan dan pengembangan referensi tambahan bagi penelitian dengan tema sejenis tentang analisis semiotika. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu untuk pengembangan disiplin ilmu bersangkutan dan dapat dijadikan sebagai literatur untuk penelitian di bidang yang sama. 3. Bagi Masyarakat

(30)

14

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Peneletian Terdahulu

Peneliti mengawali penelitian dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

1. Skripsi Fitri Budi Astuti, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2010

Penelitian Fitri Budi Astuti yang berjudul “Pluralisme dalam Film My

Name is Khan” bertujuan untuk mengetahui bagaimana kode-kode sosial dalam

(31)

Objek penelitian ini yaitu pluralisme dalam film “My Name is Khan” yang meliputi kode-kode sosial dalam ketiga konteks hubungan manusia, yakni hubungan dalam dunia kerja, hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta hubungan dengan situasi sosial. Metode yang digunakan adalah metode interpretasi dengan analisis semiotika The Codes of Televisión dari John Fiske.

Hasil penelitian melalui kode-kode sosial memperlihatkan bahwa pluralisme di Amerika dalam film ini ditekankan pada pluralisme dalam hal perbedaan agama, yang bukan merupakan suatu perbedaan yang tidak harus dipermasalahkan, namun harus memegang perbedaan tersebut dengan baik secara bersama-sama terikat dalam hubungan baik di antara satu dengan yang lainnya. Pluralisme bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan kerukunan antar manusia dengan cara ikut serta secara aktif dengan usaha yang nyata untuk mewujudkan hal tersebut diberbagai konteks, baik dalam hubungan dunia kerja, hubungan dengan pasangan dan keluarga, serta dalam hubungan dengan situasi sosial dengan saling menghormati hak masing-masing individu, memegang perbedaan dalam ikatan hubungan yang baik antar sesama, dan memanfaatkan dialog yang bersifat demokratis guna memahami satu sama lain.

(32)

dan Representasi, sedangkan peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes yang menggunakan 3 makna, yaitu denotasi, konotasi, dan mitos.

2. Skripsi Yaser Dwi Yasa, Universitas Komputer Indonesia, Bandung,

2012

Penelitian yang berjudul “Representasi Kebebasan Pers Mahasiswa Dalam

Film Lentera Merah” ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui makna

semiotik tentang kebebasan pers yang terdapat dalam film Lentera Merah, menganalisis apa saja makna yang terdapat dalam film Lentera Merah yang berkaitan dengan kebebasan pers mahasiswa. yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.

Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, studi pustaka, dan penelusuran data online. Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film Lentera Merah dengan mengambil tujuh sequence.

(33)

kehidupanya pers harus bersifat Independen, serta tidak berpihak, dan tetap menjungjung kejujuran dengan kekebasan pers yang mereka miliki disertai dengan tanggung jawab moral.

Kesimpulan penelitian memperlihatkan kehidupan pers harus tetap idealis, kritis, serta harus tetap tidak terikat pada suatu sistem yang dapat mempengaruhi hasil kerja kaum pers juga menjunjung tinggi pada kebenaran. Peneliti memberikan saran bagi para sineas dapat lebih mengangkat apa yang masyarakat belum ketahui dengan representasi ke dalam sebuah film dengan tampilan yang menarik. Terdapat beberapa genre film, jenis film horor merupakan salah satu magnet bagi khalayak untuk menontonnya, walau demikian baiknya para sineas dapat lebih pandai menyusupi makna kehidupan nyata.

(34)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin communication, dan perkataan ini bersumber pada kata communis, yang artinya adalah sama, yaitu sama makna menganai satu hal. Jadi komunikasi akan berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya mempunyai kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, maka dengan demikian pernyataan yang dilontarkan akan mudah dimengerti dan bersifat komunikatif.

Adapun pendapat para ahli mengenai definisi komunikasi, yaitu:

a. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner

Komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol– kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya.

b. Carl I. Hovland

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

c. Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

d. Everett M. Rogers

Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

e. Harold Lasswell

Menjelaskan bahwa “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2007:67).

(35)

komunikator dengan komunikan atau audiennya dimana ada proses pertukaran makna/pesan media dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain komunikasi mengandung arti usaha menyamapikan gagasan, yang mana gagasan tersebut diusahakan untuk memiliki arti yang sama atau kesamaan makna. Apabila dalam suatu percakapan terjadi perbedaan pengertian atau perbedaan makna antara yang berbicara dengan yang diajak bicara, maka dalam hal ini komunikasi tidak akan berjalan lancar. Komunikasi baru dapat berlangsung efektif, apabila antara yang berbicara dengan yang diajak berbicara memiliki makna yang sama tentang sesuatu objek tertentu.

2.1.2.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi adalah bagaimana sang komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya).

(36)

“Komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan gambar-gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain, kegiatan atau proses penyampaianlah yang biasanya dinamakan komunikasi”. (Effendy, 1992 : 48)

Dari definisi diatas, mengandung kesamaan yaitu adanya proses atau usaha individu untuk merubah individu lain, yang dimengerti oleh kedua belah pihak yang melakukan komunikasi. Sehingga dari proses komunikasi tersebut terciptalah sebuah pesan yang dimaknai serupa, sebuah pesan yang penyampaiannya melalui media.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Massa

Untuk memberikan batasan tentang komunikasi massa dan setiap bentuk komunikasi massa memiliki ciri tersendiri. Begitu mendengar istilah komunikasi massa, biasanya yang muncul dibenak seseorang adalah bayangan tentang surat kabar, radio, televisi atau film. Banyak pakar komunikasi yang mengartikan komunikasi massa dari berbagai sudut pandang, seperti halnya Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, menjabarkan bahwa komunikasi massa merupakan jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara dan sesaat. (Rahkmat, 1993:77)

(37)

Komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik. (Effendy, 2001:21)

Dikarenakan komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dan dengan menggunakan media massa, maka komunikasi massa ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antar pengirim dan penerima. Kalau toh terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. 3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,

karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa (Cangara, 2000:131-135).

(38)

khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan yang luas yang dihadiri oleh ribuan orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media yang termasuk media massa adalah radio, televisi, surat kabar, majalah, dan film.

2.1.4 Tinjauan Tentang Film

2.1.4.1 Definisi Film

Film dalam arti sempit adalah gambar bergerak (Audio Visual) yang disajikan lewat layar lebar, atau televisi. Dalam harafiah yang lebih luas film adalah sebuah rangkaian gambar statis yang direpresentasikan di hadapan mata secara berturut-turut dalam kecapatan yang tinggi (Gamble, 1986 : 255). Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.

Masyarakat sering menyempitkan arti film atau bahkan salah mengartikan film hanya pada sebuah hasil produksi yang menghasilkan sebuah tontonan saja. Bukan pada apa arti film itu sendiri. Sebenarnya berbicara tentang film adalah berbicara tentang segulung pita selluloid yang secara keseluruhan dipindahkan ke atas kertas khusus atau ke atas layar khusus sebagai gambar positif (Sunarjo & Junaengsih. 1995 : 83).

(39)

Visual), dimana dalam perekaman sebuah film bertujuan untuk merekam realita sosial, sejarah, atau dongeng (mitos) yang dikonversi menjadi sebuah produk komersil maupun yang memiliki unsur mendidik.

2.1.4.2Film Sebagai Proses Komunikasi Massa

Sejak keberadaannya, film diakui memiliki fungsi yang utama, yaitu : fungsi artistik, fungsi ekonomi, dan fungsi komunikasi. (DeFleur & Dennis. 1985 : 258). Namun beberapa ahli dilihat dari sudut pandang, menyebutkan ada beberapa fungsi lain dari film, seperti : Fungsi informatif, fungsi edukatif, bahkan fungsi persuasif. Hal ini sejalan dengan misi perfilman nasional sejak 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy dalam Elvinaro dan Lukiati. 2004 : 136).

Telah disebutkan diatas beberapa fungsi utama dari film, dari semuanya, fungsi komunikasi adalah yang paling kuat. Secara sifat, film dapat dikatakan media yang dapat dinikmati berbeda dengan sarana media massa lainnya, karena film memberikan tanggapan terhadap yang menjadi pelaku itu beserta faktor-faktor pendukungnya. Apa yang terlihat di layar seolah-olah kejadian yang nyata, yang terjadi di hadapan matanya.

(40)

mempergunakan suara dan gambar (Monaco dalam How to Read a Film. 2000 : 64).

Film memiliki semua karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi media massa, gabungan dari faktor audio dan visual yang dengan segala isinya adalah sarana yang tepat untuk menyampaikan pesannya kepada para penontonnya. Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi massa, film ada dengan tujuan untuk memberikan pesan-pesan yang ingin disampaikan dari pihak kreator film. Pesan-pesan itu terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalam bentuk drama, action, comedy, dan horror. Jenis-jenis film inilah yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai dengan tendensi masing-masing.

(41)

2.1.5 Tinjauan Tentang Konspirasi Politik

2.1.5.1 Teori Konspirasi

1

Konspirasi dalam kamus besar bahasa inggris memiliki arti persekongkolan, persekongkolan yang dilakukan lebih dari dua orang. Dunia memandang bahwa pusat penempatan “teori konspirasi” dalam bentangan sejarah diistilahkan sebagai konspirasisme. Menurut Chip Berlet dan Matthew N. Lyons, "Konspirasisme adalah bentuk naratif khusus dari pengkambinghitaman yang membingkai musuh sebagai bagian alur yang membahayakan melawan kebaikan, sementara itu keberanian sang korban kambing hitam seperti seorang pahlawan yang memberitahukan peringatan”. Hal tersebut dapat di artikan bahwa konspirasi merupakan sebuah persekongkolan yang bertujuan untuk memutar balikan kebenaran, di mana ada alibi yang masih misteri dalam rancana mengkrimiinalisasikan musuh dalam upaya membiaskan fakta yang sebenarnya.

“Teori Konspirasi” menunjukan penyebab akhir dari suatu rangkaian atau

deretan rantai peristiwa yang misterius. Dimana konspirasi menjelaskan sebuah rencana yang bersifat rahasia yang dijalankan oleh sekelompok orang yang disebut persekongkolan atau persekutuan dengan tujuan yang buruk, dalam melancarkan rencananya ini para konspirator (sebutan komplotan yang bersekongkol) membungkus atau membalut suatu peristiwa dengan peristiwa lain dengan tujuan memelintir fakta yang sebenarnya, seperti halnya memputihkan sang hitam atau menghitamkan si putih, sehingga mengkaburkan perhatian

1

(42)

masyarakat terhadap rencana mereka yang sebenarnya, maka dari itu banyak yang tadinya illegal dibuat sedemikian rumitnya menjadi seolah-olah legal.

Semenjak berkembangnya pemikiran konspirasis selama periode transformasi politik, ekonomi, dan budaya, Davis mengamati bahwa "keyakinan kolektif dalam konspirasi biasanya diwujudkan atau diberikan ekspresi konflik sosial yang sejati." Davis mengidentifikasi empat kategori utama dari orang-orang yang bergabung dalam pergerakan konspirasis bawah tanah:

 Orang-orang yang membela diri dari “ancaman perusahaan”

 Orang yang mengungsi, "dimasukkan ke dalam posisi baru

ketergantungan," atau menghadapi penindasan;

 Orang dengan "kekhawatiran atas perubahan sosial atau budaya," dan,

 Orang-orang yang melihat "revolusi asing atau reaksi tirani," dan yang

mencari "mitra dalam negeri pada asumsi bahwa kebakaran dapat dihindari jika kita melihat percikan api untuk terbang."2

Istilah konspirasisme kemudian dipopulerkan oleh akademisi Frank P. Mintz pada tahun 1980. Para akademisi menguraikan teori konspirasi dan konspirasisme saat ini sebagai sebuah susunan hipotesis yang memiliki dasar gaya pemikiran.

Media massa pun memiliki pengaruh dalam praktek konspirasi, bagaimana tidak, media akan mempengaruhi kognisi sosial terhadap persepsi masyarakat

2

(43)

apabila salah satu issu secara terus menerus digembar-gemborkan dalam kurun waktu yang berkesinambungan, maka masyarakat akan terdoktrin dengan meyakini bahwa berita atau issu yang dipublish oleh media itu adalah benar adanya, sehingga banyak kerugian yang sebenarnya terjadi akibat rancangan konspirasi.

Tokoh pencetus teori konspirasi antara lain Richard Hofstadter, Robert Anton Wilson, Karl Popper, Frank P. Mintz, dan lain-lain. Dalam bukunya, The Paranoid Style in American Politics, yang diterbitkan pada tahun 1964. Richard Hofstadter menguraikan tentang sikap paranoid Amerika terhadap fenomena-fenomena konspirasi yang terjadi di Amerika.

Karl Popper menggunakan istilah “teori konspirasi” dalam mengkritisi

ideology fasisme, nazisme, dan komunisme, dalam bukunya The Open Society & Its Enemies, 1938-1943, Popper membantah bahwa totalitarianisme telah ditemukan dalam "teori konspirasi" yang tergambar dalam alur imajinasi yang dikendalikan oleh skenario paranoid yang didasarkan pada sukuisme, rasisme atau kelas-kelas. Popper bahkan menggunakan istilah "konspirasi" untuk menguraikan kegiatan politik biasa di dalam Atena Klasik Plato (yang telah menjadi target pokoknya dalam The Open Society & Its Enemies).

(44)

sementara yang masih bersifat abstrak. Hal ini yang membuat sebagian orang meragukan kebenaran teori konspirasi ini karena tidak didukung dengan bukti-bukti yang matang, meski demikian teori ini bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dengan data-data yang akurat, fakta-fakta informasi yang bisa dipertanggung jawabkan, serta argumentasi-argumentasi yang kuat yang mengarah pada penyebab akhir (klimaks) dari sebuah rangkaian peristiwa yang misterius.

2.1.5.2 Konspirasi Politik

Realitanya, konspirasi selalu berdampingan dengan unsur politik, seperti definisi politik pada umumnya bahwa politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan :

1. Berdasarkan perundang-undangan yakni kewenangan. 2. Berdasarkan kekerasan seperti penguasaan senjata. 3. Berdasarkan karisma.

(45)

sosial, dan mengasumsikan bahwa hal-hal akan lebih baik setelah tindakan populer dapat menghapus mereka dari posisi kekuasaan."3

Pengkambinghitaman conspiracist bukanlah proses hanya ditemukan di pinggiran masyarakat kalangan disebut ekstremis. Richard O. Curry dan Thomas M. Brown, dalam antologi mereka, Konspirasi, menekankan bahwa "Hal ini sangat penting untuk dicatat bahwa kekhawatiran konspirasi tidak terbatas pada penipu, eksentrik, dan puas retorika Anticonspiratorial. Telah menjadi faktor dalam utama- partai politik di sebagian besar sejarah kami.

Ketika pengkambinghitaman muncul dalam bentuk “teori conspirasi”, itu mengikuti lintasan yang sama seperti bentuk-bentuk pengkambinghitaman. Seperti khas kambing hitam, pilihan dugaan komplotan sering mencerminkan sentimen dan prasangka yang sudah tertanam dalam masyarakat yang lebih besar yang sudah ada. Ketika orang-orang dengan pandangan dunia conspiracist berprasangka, dugaan konspirasi subversif sering dikaitkan dengan kelompok dilihat sebagai inferior atau mengancam, sehingga tuduhan konspirasi perbankan Yahudi, konspirasi besar teroris Arab, atau plot oleh Blacks militan untuk menjarah dan membakar masyarakat pinggiran kota. Orang menuduh konspirasi subversif dapat span spektrum politik, tetapi di negara ini jumlah terbesar orang-orang tersebut tampaknya telah berpotongan di beberapa titik dengan ultrakonservatif militan dan kelompok-kelompok ekstrem kanan. Hal ini benar apakah conspiracist adalah di sektor swasta atau dipekerjakan oleh pemerintah.

3

(46)

Konspirasi selalu digandeng untuk tujuan segelintir orang atau kelompok tertentu yang melegalkan segala cara dalam perebutan kekuasaan dikancah perpolitikan. Sekilas ranah politik diperuntukan membangun, dan mengelola Negara menjadi terstruktur melalui birokrasi, namun politik di era modern ini telah merambah ke segala aspek mulai dari ekonomi, sosial, budaya, pertanian, sejarah, logistik, hingga ranah olahraga. Konspirasi selalu disangkut-pautkan dengan politik, politik yang notabenenya kekuasaan meracik konspirasi menjadi produk politik dalam mendapatkan porsi kekuasaan, begitulah andil politik dalam mencuatnya teori konspirasi, padahal tidak selalu konspirasi ini berurusan dengan politik, terkadang sebuah konspirasi terjadi dilingkungan masyarakat yang adanya ketidak rukunan antar warga akibat kesenjangan sosial atau persaingan ekonomi, sehingga sekelompok orang bersekongkol untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menggangu siklus kehidupan segelintir orang tersebut.

2.1.6 Tinjauan Tentang Representasi

(47)

menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y, X = Y.”

Danensi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materil atau konsep tentang Y. sebagai contoh misalnya konsep sex diwakili atau ditandai melalui gambar sepasang sejoli yang sedang berciuman secara romantik.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing

(peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep

abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang

lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan pemberitaan.

(48)

Makna selama realitas dalam representasi media tersebut harus memasukan atau mengeluarkan komponennya dan juga melakukan pembatasan pada isu-isu tertentu sehingga mendapatkan realitas yang bermuka banyak bisa dikatakan tidak ada representasi realita terutama di media yang benar-benar “benar” atau “nyata”.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna, konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru. Menurut nuraini julianti representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah ubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam pemaknaan.

(49)

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka teoritis

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili suatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota. Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Wibowo, 2011 : 5).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53). (Sobur, 2003:15).

(50)

tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denotative) kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Pelaksaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos, yang telah ada dan sekumpulan gagasan yang bernilai yang berasal dari kebudayaan dan disampaikan melalui komunikasi (Sobur, 2001:126).

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata Lechte (2001:191 dalam Sobur, 2003:16), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code) ‘sistem tanda’ (Seger, 2000:4 dalam Sobur, 2003:16).

(51)

Semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa dan sintaksis yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi dan bergantung pada kebudayaan di mana makna itu berkembang. Hal ini pulalah yang terjadi manakala sebuah film diproduksi dan kemudian disebarluaskan untuk konsumsi khalayak.

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir yang hidup di dua era yaitu strukturalis dan post-strukturalis yang sangat giat mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.

Bagi Barthes, tanda bersifat polisemis. Makna yang dimiliki oleh tanda bersifat potensial. Oleh karena itu makna tanda memerlukan keterlibatan aktif para pembaca dan kompetensi budaya yang mereka hadirkan di dalam citra teks agar secara temporer ’menetapkan’ makna suatu tanda untuk jadi tujuan tertentu.

Jadi interpretasi tanda/teks tergantung kepada kapasitas dan budaya pembaca dan pengetahuan mereka tentang kode-kode sosial. Oleh karena itu tanda dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Tanda tidak pernah memiliki makna yang tetap dan stabil.

(52)

maka ia berubah menjadi mitos, menjadi bersifat hegemonik. Ia berubah menjadi peta makna konseptual yang mengarahkan untuk memahami dunianya.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut dengan sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam buku Mitologi-nya secara tegas ia bedakandari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz (1999:51 dalam Sobur, 2004:69).

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif

1. Signifier (penanda)

3. denotative sign (tanda denotatif)

6. CONOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) 2. signified

(petanda)

4. CONOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)

(53)

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material; hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2004:69).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memilki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif (Sobur, 2004:69).

Model inilah yang menjadi dasar pemikiran Bartes dalam menggali makna sebuah tanda.

Gambar 2.2 Signifikansi dua tahap Barthes first order second order

reality signs culture

Sumber: John Fiske (1990:88 dalam Sobur, 2001:127)

Barthes menjelaskan, signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.

denotation Signifier

connotation

myth form

(54)

Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pemerhati serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah

(55)

2.2.2 Kerangka konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti ingin menunjukan bahwa konspirasi tidak pernah berada pada klimaks, hal ini yang menjadi landasan pemikiran bagi sebagian pihak yang menganggap konspirasi ini sebagai takhayul. Maka dari itu peneliti menggunakan analisis semiotika dari Roland Barthes sebagai landasan teori untuk menganalisis pesan konspirasi dalam film Shooter.

Dalam film Shooter ini, peneliti mengambil beberapa sequence, dalam sequence tersebut terdapat pola konspirasi yang akan di analisis menggunakan konsep pemikiran dari Roland Barthes. Dalam semiotika yang dikaji oleh Roland Barthes terdapat model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda untuk menganalisis tentang film, yaitu berdasarkan pada signifikansi dua tahap (two order of signification) Denotatif - Konotatif.

Tabel 2.1 Perbandingan antara Denotasi dan Konotasi

DENOTASI KONOTASI dalam (Sobur, 2001: 264 dalam Wahyuningsih, 2009:52).

(56)

adalah suatu teori yang patut dipandang serius keberadaannya, dengan demikian sudut pandang yang tadinya polos bisa lebih kritis dalam menanggapi suatu rangkaian peristiwa serta issu-issu yang sedang berkembang.

Dari kerangka konseptual ini, maka peneliti mendapatkan model dari alur pemikiran penelitian dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Model Kerangka Pemikiran Konseptual

Dari kerangka konseptual ini, maka peneliti mendapatkan model dari alur pemikiran penelitian dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Sumber : Peneliti 2013

Pesan Konspirasi

Film Shooter

Analisis Semiotika Roland Barthes

Representasi Pesan Konspirasi Politik

(57)

41

3.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah sequence yang terdapat dalam film Shooter dengan fokus penelitian yaitu adegan yang menggambarkan tentang konspirasi dalam realita politik di Amerika, sequence yang dianalisis akan dibedah menggunakan semiotika Roland Barthes.

3.1.1 Sequence-sequence yang Merepresentasikan Pesan Konspirasi Politik

Tabel 3.1 Sequence-sequence dalam film Shooter

No. Waktu Gambar Keterangan

1

00:09:43 – 00:10:20

(58)

2

00:27:06 –

00:28:13

(59)

(60)
(61)

diculik, Memphis pun hampir dibuat mati dengan skenario bunuh diri. Konspirasi, menjegal dan menghapus jejak orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut. kolonel, alibinya karena sang kolonel melakukan tindak kriminal di wilayah ethiophia untuk mengekploitasi SDA disana, uskup agung itu dilenyapkan karena ancaman bagi komplotan kolonel yang bisa membongkar boroknya diruang publik.

(62)

3.1.2 Komponen Produksi Film Shooter

1. Paramount Picture

Paramount Pictures Corporation adalah produsen sekaligus distributor film asal Amerika Serikat yang bermarkas di Hollywood, California. Yang dimiliki oleh konglomerat media Viacom.

Gambar 3.1 Konglomerat Media Viacom

Sumber : blogspot.com

(63)

Gambar 3.2 Logo Paramount Picture

Sumber : paramount.com

Logo Paramount Pictures berupa gunung dengan lingkaran dari puluhan bintang. Gunung yang dipakai dalam logo tersebut berasal dari Ben Lomond dan Artesonrajudi Peru.

Logo pertama bermula dari pegunungan tinggi pada bagian puncak, dan dilingkari dua puluh empat bintang. Pada tahun 1952, logo tadi didesain ulang dan tampilanan gunung masa kini mulai dipakai pada tahun 1954. Pada tahun 1974 logo telah disederhanakan, mengadopsi desain yang kemudian dipakai oleh versi televisi, dan jumlah bintang berubah menjadi dua puluh dua; versi logo masih digunakan sebagai versi dua dimensi, atau versi cetak. Visual logo diganti pada tahun 1987, dangan tampilan CGI dengan pemandangan di danau. Untuk ulang tahun ke-90, Logo masa kini mulai dipakai.

Zukor membuat slogan pertama dari perusahaan "Famous Players in Famous Plays" yang berarti pemain terkenal didalam permainan yang terkenal. Dia adalah orang yang berada di belakang kesuksesan para aktor seperti Douglas Fairbanks, Rudolph Valentino, Mary Pickford, Wallace dan Gloria Swanson Reid.

(64)

Silsilah kepemilikan Paramount Pictures :

GulfWestern (1966-1989)

ParamountCommunications (1989-1994)

"Old" Viacom (kini CBS Corporation, 1994-2006)  "New" Viacom (2006-kini)

Para pesaing Paramount Picture :

20th Century Fox

MGM

Columbia Pictures Warner bros, dll

Kerjasama dengan perusahaan lain :

Universal Studios DreamWorks

Walt Disney Pictures

(65)

yang bisa memberikan pengetahuan bagi para audiencenya mengenai perkembangan issu politik yang diwarnai oleh serangkaian konspirasi.

2. Produser (Lorenzo Di Bonaventura)

Lorenzo Di Bonaventura adalah seorang produser film kawaka nasal Amerika, lahir pada tahun 1957, ia menghabiskan waktu hingga tahun 1990 sebagai eksekutif di Warner Bros Pictures yang akhirnya menjadi President Produksi diseluruh dunia. Lorenzo disekolahkan oleh Ayahnya, Mario Di Bonaventura adalah seorang komposer simfoni ke Universitas Harvar, kemudian ia menerima gelar MBA dari University of Pennsylvania Wharton School.

Beberapa film yang berhasil Lorenzo garap seperti :

 2005 : Derailed, Doom, Four Brothers, dan Constantine

 2007 : Stardust, Transformers, 1408, dan Shooter

 2009 : Imagine That, Transformers 2, dan G.I. Joe

 2010 : Salt, dan Red

 20011 - 2013 : Transformers 3, Man on a Ledge, The Devil Inside, G.I.

Joe 2, The Last Stand, Jack Ryan, Side Effects, dan Red 2 3. Sutradara (Antoine Fuqua)

(66)

Day, serta The Replacement Killers, Tears of the Sun, King Arthur, Shooter, Brooklyn Finest dan Olympus Has Fallen.

Setelah pergi ke sekolah teknik elektro, dengan harapan terbang dengan jet militer, Fuqua memulai karirnya dengan menggarap video clip untuk artis populer seperti Toni Braxton dan Prince, dan kemudian melanjutkan untuk menjadi sutradara film yang sukses . Dia terkenal dengan salah satu filmnya Training Day yang mendapatkan penghargaan.

Fuqua lahir dan dibesarkan di Pittsburgh, Pennsylvania, lulus dari Taylor Allderdice SMA pada tahun 1983. Fuqua berhasil masuk ke West Virginia University dan West Virginia State University, tapi tidak lulus. Pamannya Charlie Fuqua adalah penyanyi, penulis lagu, produser rekaman, dan pemilik label rekaman eksekutif Harvey Fuqua.

(67)

4. Crew Film Shooter

Table 3.2 Crew Film Shooter

No Nama Job Description

1. Brad Sherman, Michael Herbick, dan Steve Pederson

Recording Mixer

2. Bruce Franklin First Assistant Director

3. Bruce Litecky, dan Rob Young Sound Designer 4. Christine Wick, dan Johanne Hubert Set Decorator 5. Conrad Buff, dan Eric Sears Editor

6. Deak Ferrand, dan Erik Liles Visual Effects Supervisor

7. Denise Pizzini Art Director

8. Dennis Washington Production Designer

9. George Simpson Supervising Sound Editor

10. Ha Nguyen Costume Designer

11. Hy*drau”lx Visual Effects

12. Jeff Habberstad Second Unit Director

13. Jeremy Stanbridge Supervising Art Director

14. Jim Brebner First Assistant Director

15. Joel Ransom Second Unit Camera

16. Joel Whist, dan Michael Frechette Special Effects Coordinator

17. John Stoneham Jr. Stunts Coordinator

(68)

19. Mark Mancina Composer (Music Score)

20. Martina Javorova - Set Designer

21. Patrick Garrity - Technical Advisor

22. Peter Menzies, Jr. Cinematographer

Sumber : Penulis

5. Pemeran Utama Bob Lee Swagger (Mark Robert Michael Wahlberg) Mark Robert Michael Wahlberg atau yang akrab disapa Mark Wahlber Terkenal sejak berperan sebagai Eddie Adams/Dirk Diggler di film "Boogie Nights" (1997), Mark lahir di Dorchester, Massachusetts, pada 5 Juni 1971. Dia adalah putra bungsu pasangan supir jasa antar Donald Edward Wahlberg, dan pegawai bank sekaligus asisten perawat Alma Elaine. Mark memiliki delapan saudara yakni Arthur, Jim, Paul, Robert, Tracey, Michelle, Debbie (meninggal tahun 2003) dan Donnie Wahlberg.

(69)

Tak hanya dikenal sebagai remaja beringas, Mark ternyata juga telah memulai karir sebagai penyanyi. Sebelumnya, dia sempat bergabung dalam grup musik New Kids On The Block bersama kakaknya, Donnie, Danny Wood, Jordan Knight dan Jonathan Knight. Namun, ketika grup musik tersebut baru mulai meniti karir, Mark memilih keluar dan akhirnya digantikan oleh Joey McIntyre. Mark kemudian membentuk grup rap yang diberi nama Marky Mark and the Funky Bunch. Rupanya karir Mark di grup musik tersebut terbilang sukses. Bahkan debut albumnya "Music for the People" (1991) berhasil meraih penghargaan platinum sementara beberapa single dalam album tersebut seperti "Good Vibration" dan "Wildside" menduduki peringkat pertama di tangga lagu Billboard Hot 100. Sayangnya penjualan album kedua Marky Mark and the Funky Bunch, "You Gotta Believe", justru menurun dan akhirnya membuat grup tersebut membubarkan diri pada tahun 1993.

(70)

lewat film "Fear" (1996). Berkat aktingnya sebagai pemuda psikopat David McCall, Mark berhasil masuk sebagai salah satu nominator untuk kategori Best Villain.

Dalam film ini Mark berperan sebagai Bob Lee Swagger, yaitu seorang mantan marinir (pensiunan) yang sangat berjiwa patriotik siap mengamankan negaranya dengan jaminan nyawanya sendiri, dan berintelektualitas yang tinggi.

6. Pemeran Antagonis Utama Colonel Isaac Johnson (Donny Glover)

Danny Glover Lebern Lahir 22 Juli 1946, San Francisco, California, Amerika Serikat, adalah Aktor, produser, dan penggiat kemanusiaan ini telah meramaikan layar kaca, panggung, dan televisi selama lebih dari 25 tahun. Sebagai seorang aktor, kredit filmnya berkisar dari franchise Lethal Weapon blockbuster hingga Shooter yang disutradarai oleh Antoine Fuqua, dan saat ini Glover dapat dilihat pada film selanjutnya yaitu Honey dripper yang akan disutradarai oleh John Sayles dan Be Kind.

(71)

ekonomi di Afrika, Amerika Latin, dan Karibia, dan saat ini menjabat sebagai Duta UNICEF.

Dalam keikut sertaanya di film Shooter ini, Glover memerankan sesosok colonel Isaac Johnson yang berkarakter antagonis, colonel adalah seorang elite politikus yang sudah biasa menjalankan rencana busuk dalam melancarkan kepentingannya.

7. Pemeran Pembantu Nick Memphis (Michael Pena)

Michael pena lahir pada tanggal 13 Januari 1976, Chicago, Illinois, USA Peña lahir dan dibesarkan di Chicago, untuk keluarga imigran berasal dari Meksiko. Setelah lulus dari SMA, ia pergi ke sebuah tempat casting terbuka garapan Peter Bogdanovich, dalam acara Love II (1996) (TV), dan dengan terkejut, Pena mengalahkan ratusan pemuda lainnya untuk mendapatkan peran utama. Setelah pindah ke Los Angeles Pena cepat memesan salah satu peran dalam fitur Maps Star, My Fellow Amerika (1996) (Jack Lemmon dan James Garner), La Cucaracha (1998) (pemenang Best Picture di Festival Film Austin) , Bellyfruit (1999), dan Disney / Jerry Bruckheimer fitur Gone in Sixty Seconds (2000).

(72)

terjerumus kedalam kasus tersebut, meskipun Memphis dipermalukan oleh Swagger dengan melucuti senjata dan mobil miliknya.

8. Pemeran Wanita Utama Sarah Fenn (Kate Mara)

Kate Mara adalah aktris film layar lebar dan televisi asal Amerika Serikat. Kate lahir di Bedford, New York, Amerika Serikat, 27 Februari 1983, umurnya sekarang sudah tidak muda lagi. Ia dikenal lewat perannya dalam film Brokeback Mountain yang meraih penghargaan Academy Award sebagai film terbaik.

Dia sering muncul dalam beberapa film seperti pada film We Are Marshall (2006), Shooter (2007), Transsiberian (2008), Stone of Destiny (2008), dan The Open Road (2009). Mara bergabung menjadi tokoh utama dari seri Entourage HBO untuk musim keenam, dan muncul kembali pada tahun 2010 dalam film Iron Man 2, dan 127 Hours. Yang terakhir Pada tahun 2011, ia membintangi film Ironclad, dan bermain Hayden McClaine pada seri FX, Amerika Horror Story.

(73)

3.1.4 Sinopsis Film Shooter

Shooter (2007) adalah sebuah film action-thriller yang disutradarai Anthony Fuqua (juga menyutradarai film Training Day) dan diproduksi Paramount Pictures. Film ini berbasis novel best seller karya Stephen Hunter berjudul Point of Impact, sebuah karya fiksi-konspirasi yang terbit pertamakali pada 1993.

Gambar 3.3 Poster Film Shooter (2007)

Sumber : paramount.com

(74)

serangan pemberontak. Swagger sempat menembak beberapa gerilyawan dari jarak jauh menggunakan senapan Remington USMC M40A3. Sebelum akhirnya mereka berdua dihujani tembakan AK-47 dan mortir dari para pemberontak, belum cukup demikian, sebuah helikopter turut menembaki mereka dan menyebabkan Donnie tewas tertembus peluru dari senapan mesin helikopter. Swagger membalas tembakan dengan menggunakan Barret M82A1M kaliber .50 dan sukses menghantam helikopter hingga meledak.

Sahabat sekaligus partnernya tewas, Swagger mengajukan pensiun dari marinir. Dia lalu hidup seorang diri di sebuah rumah kayu di pengunungan di Wind River Range bersama seekor anjing kesayangannya yang bernama Sam. Sampai suatu saat seorang veteran militer Colonel Isaac Johnson (Danny Glover) yang mengatakan pada Swagger bahwa pihaknya telah menyadap transmisi yang berisi rencana pembunuhan terhadap presiden. Untuk menggagalkan rencana tersebut Swagger diminta untuk mengadakan survei di 3 kota; Baltimore, Philadelphia, dan Washington DC tentang kemungkinan penembakan dari jarak 2000 yard.

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan antara Denotasi dan Konotasi.................................      39
Gambar  2.1 Peta Tanda Roland Barthes...........................................................
Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 2.2 Signifikansi dua tahap Barthes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa tipikal pesan dakwah dalam film religi bestseller Indonesia priode 2015 meliputi: masalah Syariah dan masalah

(Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Makna Persahabatan Dalam Film 3

Hubungan pesan dakwah dengan media dakwah adalah sebgai alat atau. channel yang digunakan menyampaikan pesan dakwah oleh seorang da’i

Ropingi, M.Pd dan Siti Amanah, M.Si : Pesan Dakwah Dalam Film Surga Yang Tak Dirindukan (Studi Analisis Semiotika Roland Barthes), Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ushuluddin

Oleh karena kasih karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pesan Moral Kepedulian Dalam Film

Selain itu dalam kerangka Roland Barthes pula identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, pada film Jenderal Soedirman terdapat sebuah

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggambaran maskulinitas laki- laki melalui tokoh Arthur Curry pada film Aquaman karya James Wan. Penelitian ini mengungkap

Sumber: olah data peneliti dari film “Surga Yang diRindukan 3” Pada gambar di atas maka dapat penulis disimpulan makna pesan dakwah aqidah yang ditampilkan pada film “Surga Yang