SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
YUNI BUDIAWATI
NIM. 1110046100028
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1. Skripsi ini merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 23 Desember 2014
Indonesia: Studi Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara. Konsentrasi Perbankan Syariah, Prodi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 1436 H/2014 M.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsep pembangunan ekonomi yang dirancang oleh Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara pada masa peralihan, apa yang menjadi fokus keduanya dalam pembangunan ekonomi, menganalisis persamaan dan perbedaan konsep keduanya serta menganalisis pemikiran keduanya, dilihat dari sudut pandang prinsip mashlahah ekonomi Islam, yang diulas secara objektif, komprehensif sehingga dapat ditemukan konsep yang dapat menjadi gambaran perekonomian nasional saat ini. Penelitian ini berupa kepustakaan (library research) dengan menggunakan data dan analisa deskriptif, dari sumber primer maupun sekunder. Metode yang digunakan adalah content analysis
dan komparatif. Kesimpulannya adalah perencanaan pembangunan ekonomi keduanya memiliki kesamaan dalam konsep ideologis, pendidikan, infrastruktur, dan transmigrasi meskipun ada perbedaan lainnya sesuai dengan posisi mereka saat itu. Sedangkan pemikiran keduanya secara substansi selaras dengan konsep ekonomi Islam, namun ada perbedaan pendapat mengenai bunga bank yang dianggap tidak sama dengan riba, yang perlu dikritisi.
Kata kunci :Pembangunan ekonomi, masa peralihan, prinsip maslahah, ekonomi Islam, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara.
vi
Puji Syukur pada Sang Maha Pengasih dan Sang Pemberi Rahmat Allah
SWT, yang telah mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat Salam penuh rindu tersampaikan pada Baginda Muhammad SAW,
yang telah mengeluarkan kami dari kehidupan yang penuh kebodohan.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Namun, keberhasilan ini
tidak dapat penulis usahakan sendiri, banyak pihak yang telah membantu kelancaraan
dalam penulisan skripsi ini, Maka penulis ingin berterimakasih kepada:
1. Bapak JM. Muslimin, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH., selaku Ketua Prodi Muamalat, dan
Bapak Abdur Rouf, MA. selaku Sekretaris Prodi Muamalat beserta jajaran yang
telah memberikan arahan dalam mempermudah administratif penulis.
3. Bapak Djaka Badranaya, ME., selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing serta memberi masukan, dukungan dalam penulisan skripsi ini.
4. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang dengan tulus memberikan ilmu
yang begitu berharga kepada penulis selama kuliah, khususnya kepada Bapak Dr.
vii
6. Orangtua tercinta Ayahanda Budianto dan Ibunda Misnawati. Adik-adik penulis
Dwi Setiabudi, Bella Pertiwi, dan Ihsan Budiman yang telah menjadi guru
kehidupan bagi penulis. Terimakasih atas semua dukungan dan doa kalian.
7. “Para Sahabat” Melianah, Nur Lailatus Sholihah, Iin Hamidah, Nida Khoiriyah,
PS-D angkatan 2010, para “Laskar CABE” terimakasih atas dukungannya.
8. Keluarga besar UKM Bahasa FLAT khususnya “FLAWLESS”, „Ikatan Alumni
Darussalam’ (IKADA) Jabodetabek-Banten, COINS “Fighters”!, KOLIBET
(Komunitas Literasi Alfabet), Komunitas Musik Gesek Kamar Wina.
Terimakasih telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat
berharga bagi penulis.
Terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari sempurna, maka penulis akan terbuka
atas segala kritik dan saran. Semoga segala hal baik yang kita kerjakan mendapat
ridha dari Allah dan mendapat ampunan atas segala khilaf. Salam Berkah!
Jakarta, 23 Desember 2014
viii
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan ... 6
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
F. Review Studi Terdahulu ... 9
G. Metode Penelitian ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia ... 19
A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional ... 19
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi... 19
2. Tujuan Pembangunan Ekonomi ... 20
B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam ... 23
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam ... 25
ix
2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966) ... 33
3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982) ... 36
4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997) ... 38
5. Krisis dan Pemulihan (1977-2004) ... 41
6. Pemulihan dan Pengembangan (2004-2009) ... 41
BAB III Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia ... 43
A. Riwayat Singkat ... 43
1. Mohammad Hatta ... 43
2. Syafruddin Prawiranegara ... 52
B. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 58
1. Mohammad Hatta ... 58
2. Syafruddin Prawiranegara ... 71
C. Relevansi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dari Sudut Ekonomi Islam... 89
1. Pendidikan Moralitas ... 91
2. Koperasi dan Kesejahteraan Sosial ... 91
3. Transmigrasi, Infrakstruktur, dan Pemerataan ... 93
4. Korupsi dan Diskriminasi ... 94
5. Pinjaman Luar Negeri dan Modal Asing ... 96
6. Riba ... 98
BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 106
A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 109
x
Gambar 1 Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan ... 22
xi
Tabel 1 Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia harus berbangga saat kebanyakan negara lain mendapatkan
kemerdekaan karena pemberian atau hadiah dari penjajahnya kemudian
menjadikannya sebuah negara persemakmuran, seperti negara-negara
persemakmuran Inggris yang mayoritas adalah negara jajahan Inggris,
meskipun kini keanggotaannya menjadi bersifat sukarela. Berbeda dengan
Indonesia dengan kegigihan para pejuang berhasil merebut kemerdekaannya.
Masa peralihan yaitu perubahan dari masa kolonial menuju masa
nasionalis, dimana seorang bangsa yang baru merdeka dari penjajahan
mencoba untuk menjadi mandiri dan membangun bangsanya. Itu merupakan
hal yang tidak mudah, begitupun dengan Indonesia yang masih sangat muda
untuk mengelola sebuah negara yang begitu luas. Tapi Indonesia memiliki
orang-orang hebat yang bekerja keras dan mempunyai pemikiran yang luar
biasa dalam membangun pondasi kuat perekonomian, hukum dan politik
Indonesia seperti Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, yang
merancang dan membangun masa depan Indonesia yang diharapkan bagi
Mohammad Hatta yang dijuluki sebagai „Bapak Koperasi’ dan
Syafruddin Prawiranegara disebut oleh Douglass S. Paauw sebagai ‘The Guardian of Monetary Stability’. Keduanya merupakan salah satu the founding father Indonesia yang meletakkan rancangbangun perekonomian Indonesia hingga konsepnya masih dapat diterapkan hingga saat ini.
Mohammad Hatta seorang yang sosialis utopis, dimana pemikirannya
yang selalu mendahulukan kesejahteraan rakyat kecil seperti buruh dan tidak
menyukai konsep kapitalis yang tidak adil dalam menciptakan kesejahteraan.
Konsep koperasi yang diajukannya yang juga pernah dicanangkan oleh para
tokoh sosialis utopis seperti Robert Owen (1771-1858), Charles Fourier
(1772-1837), dan Louis Blanc (1881-1882),1 yang membuatnya dikenal
sebagai „Bapak Koperasi’, bahwa menurutnya langkah awal dalam
meningkatkan kemakmuran rakyat adalah dengan terlebih dahulu mendorong
ekonomi yang terbelakang dengan jalan koperasi dan pendidikan.2 Yang mana
tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 33 dengan tiga poin penting di sana
yaitu pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kedua, produksi penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan semua kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
1
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 67.
2
Syafruddin Prawiranegara yang pernah menjabat presiden selama 207
hari untuk PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) saat Soekarno dan
Mohammad Hatta berhasil ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda
dalam Agresi Militer Belanda ke II pada 19 Desember 1948, kemudian
Syafruddin juga memiliki jabatan penting lainnya seperti Menteri Keuangan
(1949-1950) dan Gubernur Bank Indonesia (1950), juga memiliki peran
penting dalam membangun ekonomi. Menurut Fachry Ali meskipun
Mohammad Hatta dan Soemitro Djojohadikoesoemo juga merupakan peletak
dasar kebijakan ekonomi Indonesia tapi pemikiran ekonomi Syafruddin
Prawiranegara menurutnya memiliki posisi distinktif3 karena Syafruddin
sendiri memiliki pemikiran yang bertentangan dengan zamannya, saat ekonom
lain sedang meletakan dasar sistem ekonomi untuk Indonesia yang dia sebut
dengan pemikiran idealis yang tidak praktis, dia malah memiliki pandangan
lain yang praktis. Ada salah satu pandangan Syafruddin yang membuat kaget
sebagian ekonom Indonesia karena dianggap mengacu pada undang-undang
yang bersifat kapitalis di Amerika Serikat dan bertentangan dengan tujuan
UUD 45, seperti dikutip oleh Fachri Aly dalam kata pengantar bukunya M.
Dawam Rahardjo:
3
Sistem undang-undang dan peraturan yang sesungguhnya dapat membangkitkan, menampung, dan menyalurkan kegiatan produktif manusia sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya. Hukum yang berlaku mesti memberikan dorongan yang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya kepada kegiatan produktif, sehingga semua anggota masyarakat yang sudah sanggup bekerja mau ikut serta dalam kegiatan produksi.4
Mohammad Hatta (1902-1980) dan Syafruddin Prawiranegara
(1911-1989) salah satu dari banyak tokoh yang hidup pada zaman yang sama dan
bekerjasama dalam membangun Indonesia. Keduanya pun memiliki andil
yang sangat penting meskipun keduanya memiliki banyak perbedaan dalam
pandangan dan pemikiran juga memiliki cara masing-masing dalam
membangun perekonomian Indonesia, tapi tanpa keduanya Indonesia
mungkin tidak akan bisa berdiri hingga sekarang.
Selain kesamaan andil keduanya dalam membangun perekonomian
Indonesia, keduanya pun memiliki kesamaan latar belakang yaitu Mohammad
Hatta keturunan Minang yang memiliki darah religius dari keluarga ayahnya,
dimana kakeknya Syekh Arsyad merupakan seorang guru agama dan
pimpinan Tariqat Naqsyabandi.5 Syafruddin Prawiranegara yang juga memiliki darah Minang dari pihak Ibu, memiliki kehidupan religus yang kuat
karena lahir dan besar di lingkungan pondok pesantren Banten. Ayahnya
Raden Arsyad Prawiraatmadja merupakan anggotan Sarekat Islam (SI),6
Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjadi pimpinan Masyumi (1960).
Latar belakang yang religius dapat mempengaruhi keduanya dalam pemikiran
dan juga pandangan. Seperti yang dikatakan beberapa tokoh bahwa pemikiran
Mohammad Hatta mengandung konsep Islam seperti dalam buku Dr. Anwar
Abbas yang membahas tuntas mengenai pemikirannya yang mengandung
unsur Maqasid Al Syariah, namun banyak juga yang menempatkannya sebagai tokoh nasional muslim “sekuler” bersama Soekarno,7 begitu juga
dengan Syafruddin Prawiranegara yang disebut sebagai sosialis-religius
seperti pemikirannya yang banyak dia tuangkan di bukunya Politik dan Revolusi Kita.
Maka bagaimana pemikiran serta strategi keduanya dalam membangun
pondasi perekonomian Indonesia dan bagaimana latar belakang keduanya
yang sangat kental dengan agama Islam yang juga kemungkinan berpengaruh
besar terhadap pemikirannya, serta bagaimana relevansinya pemikiran
keduanya dengan konsep ekonomi Islam.
Dari pemaparan latar belakang dan alasan dalam penulisan, maka
perlu kiranya penulis menganalisis lebih dalam lagi pemikiran Mohammad
Hatta dan Syafruddin Prawiranegara ke dalam penulisan skripsi yang
7
berjudul: “Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia: Studi
Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Safrudddin Prawiranegara”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasi masalah yang muncul, di antaranya:
1. Bagaimana konsep ekonomi Islam?
2. Bagaimana konsep ekonomi pembangunan?
3. Bagaimana sistem ekonomi Indonesia lalu sampai saat ini?
4. Bagaimana latar belakang kehidupan Mohammad Hatta dan Syafruddin
Prawiranegara?
5. Bagaimana strategi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia?
6. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi pembangunan Mohammad Hatta
dan Syafruddin Prawiranegara, dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam?
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta
menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis
perlu memberikan batasan pada:
a. Penelitian hanya dilakukan dengan menganalisis dan mengkomparasi
membangun ekonomi Indonesia di masa peralihan, yaitu pemikiran
keduanya mengenai ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi,
infrakstruktur, pinjaman luar negeri, modal asing, industri dan pemerataan
dan kesejahteraan sosial.
b. Menganalisis relevansi pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin
Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya prinsip
mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang
telah penulis paparkan sebelumnya, adapun secara spesifik perumusan
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam
membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan yaitu mengenai
ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi, infrakstruktur, pinjaman luar
negeri, modal asing, industri dan pemerataan serta kesejahteraan sosial?
b. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran serta konsep ekonomi
Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam membangun
perekonomian Indonesia?
c. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan hasil yang ingin dicapai dari
perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, diantaranya adalah:
a. Untuk menganalisis konsep pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan
Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian Indonesia
di masa peralihan.
b. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan strategi Mohammad Hatta
dan Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian
Indonesia di masa peralihan.
c. Untuk menganalisis keselarasan pemikiran Mohammad Hatta dan
Syafruddin Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
a. Bagi penulis, untuk meningkatkan pemahaman mengenai pemikiran
Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara sebagai seorang
ekonom yang nasionalis dan religius.
b. Bagi kalangan akademis, baik mahasiswa ataupun dosen, penelitian ini
diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai pemikiran
tokoh-tokoh Indonesia yang berperan penting dalam membangun perekonomian
c. Bagi pihak praktisi di lembaga keuangan syariah maupun pemerintahan,
hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam menerapkan kebijakan
mengenai perekonomian Indonesia.
d. Bagi masyarakat umum, dapat menambah wawasan dalam memahami
pemikiran para tokoh ekonom tersebut.
F. Review Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek dan juga pembahasan
yang sama maka diperlukan adanya review studi terdahulu. Dimana penulis
melakukan kajian pustaka dengan mencari studi terdahulu sebagai
pembanding, di antaranya adalah sebagai berikut:
1 Penulis Panji Patra Anggaredho
(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi
Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008).
Judul Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Di Tinjau Dari
Perspektif Islam
Pembahasan Skripsi ini mengkaji pemikiran ekonomi Bung Hatta
kemudian dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam
metode library research yang bersifat normatif yaitu
menelaah dan mengkaji dari berbagai sumber kepustakaan
yang berhubungan dengan tema kemudian diambil
kesimpulannya.
2 Identitas Dr.Anwar Abbas, M.M, M.Ag.,
Disertasi S3, Program Ilmu Agama Islam, Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Judul
Disertasi
Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Ditinjau Dari
Perspektif Islam.
Pembahasan Mengulas pemikiran ekonomi Mohammad Hatta melalui
latar belakang Mohammad Hatta di bidang sosial politik
dan sosial ekonomi. Kemudian di kaji apakah ada
nilai-nilai Islam dalam pemikirannya dengan melihat dari
perspektif ekonomi islam dan juga maqashid al syariah. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analistis,
dimana setelah masalah dibahas kemudian dianalisis
terhadap data yang ada setelah itu dibandingkan anatara
pemikirannya dengan ajaran Islam serta mengevaluasi
sejauh mana kesesuaiannya.
Judul Jurnal Jurnal AHKAM Fakultas Syariah dan Hukum
“Pandangan Ekonomi Mohammad Hatta”
Pembahasan Membahas mengenai dasar pemikiran ekonomi Kapitalis,
Sosialis dan Campuran. Kemudian dibandingkan dengan
pandangan ekonomi Mohammad Hatta yaitu tentang
cita-cita ekonominya dan bagaimana penerapannya di
Indonesia.
4 Perbedaan Semua penelitian yang berasal dari Skripsi, Disertasi dan
Jurnal diatas, mengkaji topik yang sama yaitu pemikiran
ekonomi Mohammad Hatta dilihat dari perspektif ekonomi
Islam, dengan metode kepustakaan kualitatif analisis
deskriptif. Mengkaji sumber primer dan sekunder
mengenai pemikiran Mohammad Hatta yang kemudian
dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam dan
perekonomian Indonesia.
Pada penelitian ini penulis akan menganalisis pemikiran
Mohammad Hatta dan juga Syafruddin Prawiranegara
sebagai tokoh yang membangun dasar perekonomian
Indonesia di masa peralihan, dianalisis dari latar belakang,
dalam pembangunan perekonomian Indonesia sebelum
dan sesudah kemerdekaan. Setelah itu melakukan analisis
komparatif terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut
sehingga dapat dideskripsikan apa persamaan dan juga
perbedaannya. Kemudian dianalisis juga pemikiran
keduanya apakah ada relevansinya dengan konsep
ekonomi Islam.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library
research) dengan data dan analisis kualitatif yaitu serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat
serta mengolah bahan penelitian.8 Hasil dari analisis kedua tokoh tersebut
dikomparasi dan dianalisis secara deskriptif tentang persamaan dan perbedaan
konsep keduanya kemudian dituangkan dalam sebuah laporan tertulis.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu sumber-sumber
yang sesuai dengan topik pembahasan, yang dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu:
8
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan
diteliti,9 dimana yang digunakan adalah buku dan tulisan karangan
Mohammad Hatta, meskipun ada lebih dari 58 buku yang dia tulis juga
pidato-pidatonya yang bertebaran di berbagai media seperti Hindia Poetra,
Neratja, Daoelat Ra’jat dan lainnya, namun hanya beberapa sumber yang
diambil yaitu seperti “Demokrasi Kita, Bebas Aktif, dan Ekonomi Masa
Depan”,10 “Kumpulan Karangan I”,11 Pidato Bung Hatta yang berjudul
“Pikiran-Pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang
Merata”,12 “Permulaan Pergerakan Nasional”,13 “Sesudah 25 Tahun”,14 dan
buku serta karangan Bung Hatta yang lainnya.
Kemudian sumber dari beberapa buku dan pidato Syafruddin
Prawiranegara yang berjudul “Islam dan Pergolakan Dunia”,15 “Kumpulan
9
Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.
10
Mohammad Hatta. Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, 1980).
11
Mohammad Hatta. Kumpulan Karangan I (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).
12
Mohammad Hatta. “Pikiran-pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran
yang Merata.” Ceramah disampaikan dalam Seminar KADIN, Jakarta,20-22 September 1972 (Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1974).
13
Mohammad Hatta, “Permulaan Pergerakan Nasiona.” Pidato disampaikan di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta, 22 Mei 1974 (Jakarta: Idayu Press, 1977).
14
Mohammad Hatta, “Setelah 25 Tahun.” Pidato disampaikan pada Dies Natalies kesembilan Universitas Sjiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 2 September 1970 (Jakarta: Gita Karya, 1970).
15
karangan terpilih 2: Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi”,16 “Human
Development Pola Pembangunan yang sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam
dan UUD „45”17
, dan “Islam dalam Pergolakan Dunia”18 serta buku
Syafruddin lainnya.
b. Data Sekunder
Sedangkan untuk sumber sekunder yaitu sumber yang diperoleh dari
lembaga atau institusi tertentu yaitu sebagai sumber kedua,19 diambil dari
beberapa buku ataupun tulisan yang berkaitan dengan topik pembahasan baik
langsung maupun tidak langsung seperti buku tentang Mohammad Hatta
“Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqashid Al Syariah”,20
“Mohammad Hatta Bografi Singkat 1902-1980”,21 dan beberapa buku
mengenai Bung Hatta serta pemikirannya yang lainnya, serta buku karangan
M. Dawam Rahardjo yang mengulas pemikiran Syafruddin Prawinegara yaitu
“Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran
16
Syafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih, Jilid.II, (Jakarta: CV Haji Masaagung, 1988).
17
Syafruddin, Prawiranegara. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajara Isla da UUD ’ (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
18
Syafruddin, Prawiranegara. Islam dalam Pergolakan Dunia (Bandung: Al-Ma’arif, 95 ).
19
Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.
20
Anwar Abbas. Bung Hatta dan Ekonomi Islam:Menangkap Makna Maqasid al Syari’ah (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010).
21
Ekonomi Politik Syafruddin Prawiranegara”.22 Serta sumber pendukung
lainnya yang berhubungan dengan topik yang dibahas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengambilan data kualitatif ini adalah dengan
mengumpulkan berbagai sumber kepustakaan yang berkaitan dengan topik
pembahasaan seperti bersumber dari buku, jurnal, artikel dan lain-lain.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik yang digunakan adalah dengan konsep analisis data kualitatif
(Bogdan & Biklen, 1982) yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceriterakan kepada orang lain.23
Selain itu juga menggunakan metode content analysis is a research technique for making replicable and valid inferences from texts (or other meaningful matter) to the contexts of their use.24 yaitu sebuah teknik penelitian untuk membuat sesuatu replika dan inferensi yang valid dari teks
22
M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011).
23
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248.
24
Klaus Krippendorff, Content Anlysis: an Introduction to its Methodoly, Second Edition
atau hal-hal dalm konteks kebutuhan mereka.
5. Variabel Verifikasi
Dalam mendasari konsep islam dalam analisis setiap pemikiran
Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara yang cukup luas mengenai
ekonomi pembangunannya, maka dibuat beberapa rujukan untuk
mempermudah, yaitu dari prinsip mashlahah, dan juga pendapat para ekonom Islam dari masa klasik hingga kontemporer.
Rujukan indikator Ekonomi Islam dilihat dari prinsip kemaslahatan
dalam ekonomi menurut Al-Qur’an, ada 5 yaitu:25
1. Tidak bersifat ilegal atau bathil
2. Prinsip pemerataan dan berbasis masyarakat
3. Kemakmuran yang berkeadilan
4. Prinsip tidak saling menzalimi
5. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (halal, sederhana, dan
kemurahan hati).
25
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.26
H. Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN.
Bab ini memuat; latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II: PEMBANGUNAN EKONOMI DAN EKONOMI
INDONESIA
Pada bab ini menjelaskan pengertian mengenai konsep
ekonomi pembangunan menurut konsep dari konvensional dan
Islam yang juga akan menjabarkan isu-isu pokok ekonomi
pembangunan menurut kedua konsep tersebut serta
mendeskripsikan perkembangan ekonomi indonesia dari setiap
periode dan juga bagaimana para tokoh penting dan juga
pemikirannya.
26
BAB III: KONSEP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN
INDONESIA
Bab ini menjelaskan biografi singkat Mohammad Hatta dan
Syafruddin Prawiranegara, serta bagaimana konsep keduanya
dalam membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan.
Kemudian menganalisis relevansi pemikiran mereka dilihat
dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya dengan prinsip
mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN.
Bab ini berisi kesimpulan mengenai permasalahan yang
disebutkan dalam rumusan. Bab ini juga berisi Saran dalam
penulisan maupun pemikiran penulis mengenai konsep
19 BAB II
Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia
A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi
Ilmu ekonomi pembangunan merupakan cabang baru dari ilmu
ekonomi, yang pada awal kemunculannya masih dipertanyakan oleh para
ekonom karena tidak memiliki fokus masalah yang khas, namun setelah
permasalahan ekonomi semakin kompleks maka ilmu ekonomi pembangunan
diperlukan. Ilmu ini lahir dari ketimpangan sosial ekonomi paska Perang
Dunia II. Para ekonom dari negara maju berpikir bahwa perekonomian yang
hancur akibat perang harus segera dipulihkan untuk kelangsungan
perekonomian dunia dan juga karena kepentingan negara maju terhadap
negara Asia dan Afrika, maka mereka melakukan perencanaan untuk
membangun perekonomian di negara-negara berkembang dengan sistem yang
mereka bangun di negaranya.
Upaya pemulihkan perekonomian tersebut hasilnya tidak baik. Para
ekonom berkesimpulan bahwa permasalahan dan karakteristik di negara
berkembang tidak sama dengan negara maju, sehingga konsep pembangunan
juga semestinya berbeda, maka lahirlah ilmu ekonomi pembangunan.
Beberapa ahli mengemukakan definisi pembangunan, diantaranya:
a. Menurut Schumpeter, Ursula Hicks, dan A. Madison, pembangunan
penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan
kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (GNP, GNP
perkapita dan sebagainya).
b. Menurut Denis Goulet menyebutkan bahwa pembangunan lebih dari
sekedar upaya mengatasi keterbelakangan pertumbuhan ekonomi, tidak
meratanya pembangunan, kemiskinan, dan sempitnya lapangan kerja,
tetapi juga disertai upaya dalam mengatasi keterbatasan pola pikir.1
c. Sedangkan Gunnar Myrdal mengartikan pembangunan sebagai
pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial.2
Maka dapat disimpulkan pembangunan ekonomi adalah upaya dalam
meningkatkan kesejahteraan manusia untuk memiliki hidup yang lebih baik
dalam aspek ekonomi dan juga untuk memiliki pola berpikir yang maju
sehingga dapat menaikkan tingkat sosial masyarakat.
2. Tujuan Pembangunan Ekonomi
Definisi yang terus berubah sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi membuat perluasan dalam tujuan pembangunan. Pada mulanya
tujuan dari pembangunan adalah meningkatkan pendapatan perkapita yang
diharapkan dapat memberikan trickle down effect, sehingga dapat menyelesaikan kemiskinan, pengagguran dan ketimpangan distribusi
1
Abdul Hakim, Ekonomi Pembangunan (Yogyakarta: Ekonisia, 2010), h. 11.
2
pendapatan. Banyak teori dari pembangunan yang tidak berhasil maka
dilakukan pengkajian ulang terhadap tujuan pembangunan, setelah dirasa ada
hal lain yang lebih penting dari sekedar faktor pertumbuhan ekonomi semata.
Kemudian muncul konsep baru mengenai tujuan pembangunan yaitu
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini muncul akan keprihatinan lingkungan yang muncul pada dasawarsa 1970-an,
tujuannya adalah untuk menjaga lingkungan sehingga dapat tetap terjaga dan
terus berkembang sejalan dengan berkembangnya perekonomian, karena tidak
akan menguntungkan ketika sistem biologis alam yang menopang ekonomi
dunia tidak diperhatikan. Strategi ecodevelopment sangat penting dalam
sustainable development karena yang paling utama strategi ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.
Tujuan selanjutnya yang muncul adalah kebebasan, dimana hal ini sangat penting dalam proses pembangunan. Menurut Armatya K. Sen
seseorang untuk mencapai kapabilitas aktualnya dipengaruhi oleh kesempatan
ekonomi, kebebasan berpolitik, fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan dasar
dan dorongan untuk berinisisatif.3
3
Menurut Michael P. Todaro ada tiga tujuan inti pembangunan, yaitu:4
a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok.
b. Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan pendapatan tapi juga lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan serta nilai-nilai kultural dan
kemanusiaan, yang tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil,
juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa.
c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial dengan membebaskan mereka dari sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya terhadap
orang ataupun bangsa lain tetapi juga terhadap kekuatan yang berpotensi
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
Gambar 1. Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan.5
4
Michael, P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga edisi keenam (Jakarta: Erlangga, 1998), h. 22.
5
Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 3.
B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam
Dalam Islam ilmu ekonomi sudah banyak dipergunakan dan
dikembangkan oleh para ekonom muslim, jauh sebelum Adam Smith dengan
pandangannya dalam An Inquiry into the Natural and Causes of Wealth of Nations yang disebut sebagai kebangkitan ilmu ekonomi modern.
Siddiqi mengidentifikasi sejarah ekonomi Islam dalam tiga tahap.6
Tahap Pertama, 4,5 abad setelah Hijriah (sampai tahun 1058 M/ 450 H), pada periode pertama ini kaum Quraisy telah melakukan perniagaan ke timur dan
barat yang menghubungkan Bahrain dan Selat Persia (Teluk Arab), juga
penduduk Syria, Mesir, Iran, Irak, Yaman dan Ethiopia. Perniagaan ini tidak
hanya menghasilkan materi yang menguntungkan tetapi juga turut
mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan, namun sebelum datangnya
Islam tradisi perniagaan yang banyak dilakukan dengan menggunakan sistem
riba yaitu meminta kelebihan pada saat telat dalam pembayaran.
Saat Rasulullah hadir, sistem ekonomi Islam dipraktekkan dalam
kehidupan bermasyarakat, yang sudah menggunakan uang sebagai alat jual
beli yaitu mata uang Persia dan Romawi. Bahkan tukar menukar mata uang
asing atau Sharf telah dilakukan. Lembaga Baitul Maal dibangun oleh
Rasulullah untuk mengurusi pengumpulan dan pendistribusian dana. Bahkan
6
Riba yang mendarah daging diganti dengan sistem keadilan yang menjunjung
tinggi keadilan.7 Kemudian dilanjutkan perkembangannya oleh para fuqaha
dan sufi pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, Daulah Umawiyah, Abbasyiah.
Tahap Kedua, yaitu antara tahun 1058-1446 M, pada masa ini banyak ekonom Islam yang muncul dan sangat berpengaruh seperti Abu Hamid
Al-Ghazali (1055-1111 M), Taqiyuddin Ibnu Taymiyah (1263-1328 M), Ibnu
Khaldun (1332-1404 M). Al Ghazali mengembangkan sistem ekonomi yaitu
adanya pembagian kerja, evolusi uang, dan pelarangan riba fadl. Ibnu Taymiyah menemukan sistem bagi hasil, manajemen uang, kontrol harga,
peranan permintaan dan penawaran dan analisis beban pajak tidak langsung.
Ibnu Khaldun berperan pada penelitian analisis mengenai pasang surutnya
suatu dinasti dan siklus kemiskinan dan kemakmuran serta pembagian kerja,
perdagangan internasional, dan keuangan negara.
Tahap Ketiga, yaitu antara 1446-1932 M, munculnya para pemikir independen yang cenderung stagnasi, namun mengajak kembali kepada
Al-Qur‟an dan Sunnah. Diantaranya Shah Waliyullah (1703-1762 M),
Muhammad bin Abdul Wahab (1787), Jamaludin Al Afgani (1897), Mufti
Muhammad Abduh (1905), dan Muhammad Iqbal (1938).
7
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan ekonomi Islam diantaranya:8
a. Menurut Hasanuzzaman adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan
syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan
menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia
sehingga dapat menjalankan kewajibannya pada Allah dan masyarakat.
b. Menurut Umar Chapra, adalah cabang ilmu yang membantu
merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran Islam, tanpa
membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan
ekonomi makro dan ekologis.
2. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam
Berbeda dengan konsep dalam ekonomi konvensional yang
memaksimalkan kekayaan dan konsumsi, ekonomi Islam melaksanakan
ekonomi dengan melihat keseimbangan antara material dan spiritual, sehingga
dalam ekonomi Islam keadilan sosial sebagai tujuan utama, Q.S As-Syura: 27
“Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya
tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah
menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia
Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
Manusia merupakan fokus utama dalam proses pembangunan sebagai
agen perubahan bertanggung jawab secara pribadi dan makhluk sosial dalam
mengembangkan diri dan lingkungannya. Dalam Islam, dan sumber utama
Islam adalah Al-Quran dan Sunnah maka setiap tujuan, perencanaan, proses
hingga akhir merujuk pada acuan utama tersebut. Islam menekankan
pembangunan spiritual, moral dan etika. Jika hal tersebut belum dibangun
secara baik, maka pembangunannya pun dianggap gagal. Pembangunan
materi dengan keadilan tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya
pembangunan moral.9
Menurut Aidit Ghazali (1990) ada lima pondasi filosofis yang
mendasari pembangunan dalam Islam, yaitu:10
a. Tauheed Uluhiyah, yaitu percaya pada ke-Maha Tunggal-an Tuhan dan
semua yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya.
9
Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 9.
10
b. Tauheed Rububiyyah, yaitu percaya bahwa Tuhan yang menentukan
keberlanjutan hidup, serta menuntun siapa saja yang percaya kepada-Nya
kepada kesuksesan.
c. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi.
d. Tazkiyyah An-Nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian
manusia sebagai prasyarat sebelum manusia menjalankan tanggung jawab
yang ditugaskan kepadanya.
e. Al-Falah, yaitu keberhasilan yang dicapai di kehidupan dunia akan
mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang
dicapai di dunia tidak menyalahi petunjuk yang telah Tuhan tetapkan.
Konsep pembangunan menurut Islam adalah tercapainya tujuan utama
pembangunan dalam Islam yaitu kesuksesan di akhirat. Sehingga indikator
dalam pembangunan Islam tidak hanya diukur dengan pertumbuhan namun
juga mencangkup perubahan kuantitif dan kualitatif.
Gambar 2. Konsep Pembangunan dalam Islam.11
= +
Kualitatif Kuantitatif VI. Sosial VIII. Teknologi Ekonomi
11
Ibid., h. 25.
PEMBANGUNAN PERTUMBUHAN PERUBAHAN
IV. Fisik V. Lingkungan I. Spiritual
Sumber Manifestasi:
I. Takut akan Tuhan
II & III Nilai-Pola Islam
IV & V Pertumbuhan Sosial-Ekonomi
VI & VII Usaha Sendiri (Indegenous Effort)
C. Perkembangan Pemikiran Ekonomi di Indonesia
1. Membangun Ekonomi Nasional (1945-1959)
Pertengahan tahun 1945 Indonesia merumuskan persiapan
kemerdekaan Indonesia yang saat itu dalam masa penjajahan Jepang, akhirnya
dibentuklah Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat dengan
beranggotakan 68 orang yang ditunjuk untuk merumuskan dasar negara dan
juga “Soal Perekonomian Indonesia Merdeka” yang membahas bagaimana
kesertaan pemerintah dalam perusahaan besar (milik asing saat jaman
Belanda) yang di dalamnya banyak rakyat Indonesia yang bergantung
hidupnya. Dalam sidang BPUPKI tersebut juga dibahas mengenai butir-butir
UUD 1945 yang menjiwai pasal 33 tentang „Kesejahteraan Sosial‟ yang
kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus pada sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Banyak yang mendebatkan mengenai arti dari pasal 33 tersebut yang
“Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang”,12 Mohammad Hatta mencoba
menjelaskan arti dari pasal 33 tersebut. Beliau menyatakan bahwa ekonomi
Indonesia akan secara perlahan menghilang dari sifat individualisme dan akan
mengacu pada sistem kolektivisme. Sistem yang sesuai dengan semangat
kolektivisme itu adalah koperasi, maka seluruh perekonomian rakyat harus
berdasar pada koperasi yang kemudian di atasnya ada pemerintah yang
mengkoordinir segala usaha produktif bagi kesejahteraan rakyat.
Perekonomian Indonesia pada jaman penjajahan sangatlah buruk
karena upah yang sangat rendah, efisiensi tinggi di sektor perkebunan dan
juga investasi yang besar oleh perusahaan-perusahaan Belanda di sektor
pertambangan dan jasa. Sistem ini sangat menguntungkan bagi pihak penjajah
karena Indonesia hanya mendapatkan 8% dari pendapatan tersebut.
Setelah kemerdekaan diraih, maka Indonesia mulai melakukan
transformasi sistem ‘ekonomi kolonial’ ke ‘ekonomi nasional’, hal tersebut
tidaklah mudah karena terhambat dengan adanya agresi militer Belanda dan
juga usaha diplomatik internasional agar Belanda menyerahkan kedaulatan
kepada Indonesia yang hingga saat ini tidak juga mengakui Indonesia secara
de jure, tapi Syafruddin Prawiranegara tidak terlalu memikirkan dan
12
mengambil sikap bahwa Indonesia harus mengambil dan menghargai isi dari
nilai kemerdekaan itu sendiri.13
Transformasi yang nyata mulai dapat dilakukan pada masa kabinet
Natsir. Banyak tokoh yang berkontribusi dalam menggagas ekonomi nasional
ini, diantaranya Soemitro Djojohadikoesoemo yang mengembangkan industri
skala kecil melalui induk-induk untuk menyalurkan kredit, memberikan
bantuan teknik dan outlet pemasaran, juga penggagas ‘Indonesianisasi’
dengan membuat program Benteng yang memberikan lisensi khusus kepada
pribumi untuk melakukan impor, namun tersendat karena ada penerima lisensi
yang menjual lisensinya pada pengusaha non pribumi juga pada etnis
Tionghoa sehingga kalah bersaing, dan juga rencana pembangunan lima tahun
(1956-1960) yang tujuannya untuk menetapkan pembangunan berbagai
industri dasar yang bisa dilaksanakan tanpa melakukan pembiayaan defisit
yang besar karena dibiayai oleh anggaran negara tanpa banyak mengandalkan
bantuan luar negeri14 tapi belum dapat terlaksana. Selain Soemitro tokoh lain
yang sangat pragmatis yang berorientasi ekonomi/pembangunan adalah
Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Djuanda, dan Jusuf Wibisono.
13
Sjafruddin Prawiranegara, Islam dalam Pergolakan Dunia, cet.1 (Bandung: Al- Ma‟arif, 1950), h.56.
14
Sarbini Sumawinata dalam tulisannya mengenai Pembangunan
Ekonomi Indonesia15 tidak terlalu mempermasalahkan mengenai transformasi
ekonomi kolonial ke ekonomi nasional karena menurutnya tidak ada hal yang
spesifik yang menggambarkan bagaimana sistem ekonomi nasional itu
sendiri. Maka menurutnya yang harus dicari adalah tujuan yang ingin dicapai,
misalnya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Langkah yang
menurutnya untuk mencapai kemakmuran rakyat adalah bagaimana cara
untuk meningkatkan tingkat konsumsi rakyat Indonesia dengan menanamkan
modal pada usaha yang menciptakan alat-alat untuk menaikkan tingkat
produksi sehingga juga meningkatkan pendapatan dan tingkat konsumsi,
selain itu juga mengoreksi struktur agraris yang berat sebelah karena hampir
70% saat itu, rakyat Indonesia bekerja sebagai petani. Selain itu juga
meningkatkan ekspor dan penanaman modal asing.
Program kabinet dalam melaksanakan ekonomi nasional:
a. Kabinet Hatta (Desember 1949 - September 1950): Melakukan
pengguntingan uang dan penggunaan sertifikat ekspor.
b. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951): Pengetatan anggaran
pemerintah untuk mengurangi inflasi, pengetatan kredit perusahaan asing,
15Sarbini Sumawinata, “Garis
-garis Besar Pembangunan Indonesia” dalam Hadi Soesastro ed.,
Rencana Urgensi Perekonomian atau Rencana Urgensi Industri dan
program Benteng.
c. Kabinet Sukiman (April 1951-Pebruari 1952): Menasionalisasikan De Javasche Bank karena defisit anggaran meningkat.
d. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953): Menerapkan anggaran berimbang,
dan melakukan pengetatan impor.
e. Kabinet Ali Sastroamidjojo (Agustus 1953- Juli 1955): Karena utang
pemerintah meningkat dan cadangan internasional terkuras maka
melakukan pembatalan sebagian perjanjian KMB mengenai kebijakan
perdagangan secara sepihak.
f. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956): Menghapuskan
sistem sertifikasi impor, screening terhadap importir terus dilakukan, mengakhiri diskriminasi dengan memberikan kesempatan kepada
keturunan cina untuk terlibat dalam kegiatan impor, dan juga meninggalkan
sama sekali perjanjian KMB.
g. Kabinet Ali Sastroamidjoojo II (April 1956- Maret 1957): Karena defisit
anggaran dan inflasi meningkat, maka tahun 1956 pemerintah meminta
bantuan International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 55 juta.
h. Kabinet Djuanda (Maret 1957): Dibentuk secara sepihak setelah sistem
Demokrasi Terpimpin dicanangkan oleh presiden Soekarno, di mana
sektor swasta nasional belum berkembang, maka sektor negara mengambil
alih, dan lahirlah ekonomi nasional yang etatis.
2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966)
Periode ini dimulai sistem „Ekonomi Terpimpin‟ yang dicetuskan oleh
presiden Soekarno pada 21 Pebruari 1957 sebagai bentuk jalan keluar dari
berbagai kesulitan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, yang dikenal sebagai
„Konsepsi Presiden‟ yang menurut Sarbini bahwa Soekarno dan PKI berupaya
menguasai segalanya berdasarkan Manipol (Manifesto Politik) Soekarno.16
Periode ini merupakan periode gelap dalam sejarah Indonesia karena
semangat revolusioner sangat membara yang tidak mengindahkan
kaidah-kaidah ekonomi, awal mula ini pada tahun 1957 dimana banyak buruh yang
mogok kerja. Awal ekonomi terpimpin masa Orde Lama Soekarno ini
ditandai dengan merosotnya PDB perkapita, kenaikan inflasi, surutnya
penanaman modal dan berlanjutnya struktural regression. Simpanan Devisa yang semakin berkurang karena habis untuk biaya keamanan dan juga
pengamanan nasional, Indonesia yang penghasil beras terbesar malah menjadi
impor beras terbesar dan karena kelangkaan menjadikan inflasi naik hingga
650%. Banyaknya perencanaan dalam pembangunan yaitu Dewan Perancang
Nasional yang diketuai oleh Mohammad Yamin yang dibentuk oleh Soekarno
16
tanpa ada ekonom di dalamnya, yang menghasilkan program Pembangunan
Nasional Berencana Delapan Tahun (1961-1968) dengan menggali kekayaan
alam secara besar-besaran untuk membiayai program pembangunan nasional.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) tidak
selancar yang direncanakan, kemudian untuk menutupi kemerosotan ekonomi
tersebut presiden mengumumkan Deklarasi Ekonomi (DEKON) tentang
peraturan dalam bidang impor, ekspor, harga dan lain-lain yang disebut
sebagai peraturan 26 Mei 1963. Ternyata tidak membuahkan hasil baik karena
adanya campur tangan PKI yang awalnya tidak setuju dengan butir-butir
Dekon yang asli,17 hingga akhirnya PKI menyetujui dengan ditambah 12 butir
awal yang diajukan oleh PKI untuk kepentingannya kemudian ditambah
adanya konfrontasi dengan Malaysia yang pada akhirnya Indonesia keluar dari
PBB karena PBB menerima Malaysia menjadi Dewan Keamanan, dan dari
situlah Soekarno menetapkan BERDIKARI atau Berdiri di Bawah Kaki
Sendiri yang artinya penegasan pendirian Indonesia untuk tidak bergantung
pada luar negeri. Berdikari pun terlalu berat untuk dilakukan dengan naiknya
harga bahan makanan, nilai rupiah yang merosot dan pemerintah tidak
17
sanggup untuk membiayai pembangunan nasional, akhirnya melakukan
pinjaman luar negeri sampai sebesar US$ 2.358 juta di tahun 196618.
Kegagalan yang terjadi pada masa Orde Lama dengan sistem ekonomi
terpimpin yang dicetuskan, namun ada juga keberhasilan yang dicapai yaitu
mengenai pelayaran dan bongkar muat yang saat itu Soekarno menunjuk Ali
Sadikin sebagai Menteri Pelayaran, dan Ali Sadikin meminta nasehat kepada
pengusaha yang bergerak dalam industri ini yang salah satunya adalah
pengusaha pribumi yang masih dapat bertahan dengan kegagalan dalam
program Benteng yaitu Soedarpo Sastrosatomo. Soedarpo mengatakan bahwa
bongkar muat kapal dan keagenan merupakan sumber devisa bagi negara
namun karena pendapatan tersebut harus disetor kepada Lembaga Alat-alat
Pembayaran Luar Negeri untuk ditukar dengan kurs resmi yang rendah maka
pengusaha dan juga negara kehilangan banyak uang, sehingga jalan keluarnya
adalah dengan mengijinkan pengusaha memiliki kapal sendiri dengan
kebebasan untuk menggunakan devisa. Akhirnya dikeluarkan peraturan
bahwa setiap perusahaan asing maupun domestik harus memiliki surat izin
bongkar-muat, yang menjadi asal usul pemesanan muatan dimana semua
muatan untuk proyek pemerintah harus diangkut di bawah bendera Indonesia.
Hal itu sangat memudahkan bagi pengusaha industri pelayaran untuk bertahan
18 Bisuk Siahaan, “Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun, 1961
dalam kondisi krisis Orde Lama. Serta berdirinya pabrik-pabrik besar telah
memberi para insinyur, manajer dan buruh pabrik Indonesia keterampilan
industri dan pengalaman dalam mengoperasikan pabrik modern, sehingga
pada masa awal Soeharto tidak perlu memulai upaya industrialisasi dari nol.19
3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982)
Tahun 1966 merupakan tahun awal Orde Baru di bawah pimpinan
Soeharto. Pada masa pemerintahannya Soeharto mewarisi masalah-masalah
Orde Lama seperti tingkat inflasi yang mencapai 650%, utang luar negeri
sebesar US$ 2,5 Miliar, serta tingkat pertumbuhan yang rendah.
Maka pada awal pemerintahannya Soeharto melakukan langkah
reformasi perekonomian seperti mengembangkan sektor swasta, menarik
investor asing, menghilangkan subsidi pada perusahaan pemerintah. Orde
Baru juga mengupayakan untuk mengurangi tingkat kenaikan harga yang
disertai upaya untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar yaitu
ketersediaan beras bagi rakyat.
Prestasi yang dicapai pada masa awal Orde Baru membuat Indonesia
begitu menonjol, dengan pencapaian kenaikan pertumbuhan rata-rata 6,7%
pertahun selama tiga dekade, juga sektor industri yang meningkat cukup pesat
bahkan melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
19
2009. kecuali pada tahun 1973 dan 1983 (krisis minyak) dan 1997 (krisis
moneter). Pencapaian itu dilatarbelakangi oleh dua kekuatan selain Soeharto
dalam mengendalikan dan juga perencanaan ekonomi yaitu kelompok ekonom
yang dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro yang dijuluki “Mafia Barkeley”
dan kekuatan Mahasiswa. Mahasiswa melakukan seminar ekonomi dan
keuangan di FEUI di bawah bimbingan Widjojo Nitisastro yang akhirnya
hasil dari seminar tersebut dijadikan legitimasi kebijakan pada masa awal
Orde Baru.20 Dimana prinsip ekonomi itu mencangkup: (1) Asas
keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan, ekspor dan impor, arus
barang dan arus uang, kesempatan bekerja dan pertambahan penduduk, (2)
Asas efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber ekonomi, (3) Asas keadilan
dalam pembagian beban dan pembagian rezeki, dan (4) Asas perlunya
investasi bagi pertumbuhan ekonomi.21
Permasalahan yang telah dialami pada periode pertengahan 1960
dengan sistem ekonomi yang relatif tertutup dan bersifat nasionalis membuat
perubahan besar dalam sistem ekonomi di masa Orde Baru dengan sistem
ekonomi terbuka seperti banyaknya modal asing yang masuk dan pinjaman
luar negeri yang deras. Hingga diberlakukannya undang-undang Penanaman
20
Mudrajat Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 249.
21
Modal Asing tahun 1967 dan diperkenalkan konsep Anggaran yang
berimbang. Pada masa itu juga terlihat dua pemikiran yang saling bertolak
belakang dimana kelompok pemikir pertama lebih fokus pada peran negara
yang besar demi kesejahteraan rakyat dan dicerminkan dengan berbagai
alokasi dana terhadap program pembangunan sosial berupa pendidikan dan
kesehatan. Sedang kelompok pemikir yang kedua adalah kelompok yang
mendukung liberalisasi perekonomian dengan membuka aliran modal dan
pasar seluas-seluasnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
secara cepat dalam rangka pemulihan makroekonomi.22
4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997)
Pada periode ini terjadi penurunan harga minyak secara drastis yang
sangat memukul Indonesia. Pada dasawarsa 1970 penerimaan migas sangat
menyokong negara hingga pada 1982 dan 1986 harga minyak anjlok maka
penerimaan dari minyak dan gas (migas) turun drastis.
Saat muncul krisis tersebut pemerintah cepat tanggap dengan
melakukan liberalisasi serta deregulasi di bidang moneter, fiskal,
perdagangan, dan investasi. Juga mengubah ketergantungan negara terhadap
sektor migas dan beralih kepada komoditas lain, mobilisasi dana dalam negeri
22
(pajak dan tabungan), serta mengurangi campur tangan pemerintah di banyak
sektor yang dirasa menghambat kemajuan dunia usaha.
Sistem deregulasi tersebut menaikkan iklim persaingan khususnya di
industri manufaktur yang ditandai dengan peningkatan jumlah perusahaan
yang tumbuh. Seperti pada tahun 1986 saat harga minyak jatuh lebih tajam
dari tahun 1982, akhirnya dilakukan deregulasi dan liberalisasi di sektor
perbankan, perdagangan dan pasar modal. Sektor pasar modal yang lama
vakum, dapat bangkit dan mencetak prestasi baik dalam nilai dan volume
perdagangan untuk ukuran dunia. Juga sektor perbankan, dimana perbankan
swasta mulai bersaing secara agresif untuk mendapatkan konsumen dan
pangsa pasar. Namun berbeda dengan bank pemerintah yang malah melemah
dalam menyesuaikan diri terhadap kesempatan komersial tersebut karena
terbiasa dengan adanya bantuan dari pemerintah dan Bank Sentral.23
Banyak teknokrat, ekonom, dan teknolog yang berperan dalam
menerapkan kebijakan rekonstruksi dan deregulasi. Habibie dengan konsep
“Delapan Wahana Industri”-nya yaitu pesawat terbang, kimia, elektronika,
trasnportasi darat, peralatan pertanian, kapal laut, rekayasa, dan pemesinan
umum, menitikberatkan pada peningkatan SDM untuk mencapai keunggulan
kompetitif agar indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dalam bidang
23
teknologi. Peranan ekonom, teknokrat seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim,
Mohammad Sadli juga sangat berperan dalam kebijakan deregulasi,
restrukturisasi, penyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, dan efisiensi.
Habibie mengusulkan adanya lompatan teknologi dalam memperoleh
nilai tambah yang jauh lebih tinggi dari produk hasil industri dengan
mengenali produk yang diprioritaskan maka diterapkan teknologi canggih
pada produk tersebut namun karena kebutuhannya yang mahal maka butuh
subsidi dari pemerintah, Habibie juga mengkritisi para ekonom yang terlalu
mengandalkan keunggulan komparatif dengan orientasi pasar bebas dan
ekspor produk-produk padat karya dan sumber daya alam. Namun Soemitro
Djojohadikoesoemo dan juga Kwik Kwan Gie mengkritik Habibie, Kwan Gie
malah lebih setuju dengan ekonom konvensional yang memanfaatkan
keunggulan komparatif dinamis tanpa teknologi yang tinggi dan subsidi
pemerintah, karena menurutnya lompatan teknologi tinggi mudah
terperangkap ke dalam hobi hingga tidak mempunyai trickle down effect. Namun kebijakan deregulasi dan liberalisasi yang dilaksanakan sejak
tahun 1983 sampai pertengahan 1990 malah menyebabkan permasalahan baru
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang secara faktor internal akhirnya
menyebabkan Indonesia mengalami masa krisis di tahun 1997/1998.24
5. Krisis dan Pemulihan (1997-2004)
Tahun 1997 merupakan awal krisis di Indonesia yang berdampak
cukup besar kepada sektor industri. Sektor manufaktur mengalami penurunan
yang sebelumnya 12% tetapi pada tahun 1997 menurun menjadi 5,3%, namun
setelah periode krisis Asia manufaktur kembali naik secara perlahan hingga
pada tahun 2004 mencapai 6,4% dan hanya meningkat satu digit saja karena
pertumbuhannya yang tersendat-sendat.
6. Pemulihan dan Pengembangan (2005-2009)
Periode ini merupakan masa pemulihan paska krisis di tahun
1997-1998, dengan melakukan pengembangan revitalisasi, konsolidasi dan
rekonstruksi industri untuk dapat unggul dan kompetitif .
Industri Indonesia tidak sama dengan industri di negara Asia Timur
lainnya karena tidak memiliki pengalaman industrilisasi yang panjang, belum
memiliki permodalan yang baik, tapi cukup sukses dalam melakukan
transformasi ke industri yang bersifat outward looking.
Pada periode ini presiden SBY melakukan kebijakan dalam tiga
instruksi Presiden (Inpres) yaitu Inpres No.3 tahun 2006 mengenai
24
serangkaian program dalam upaya memperkuat kelembagaan pelayanan
investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai,
perpajakan, ketenagakerjaan, serta usaha kecil, menengah, dan koperasi
dengan tujuan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang
dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja baru, meningkatkan penghasilan
masyarakat, mengurangi kemiskinan sehingga target pertumbuhan ekonomi di
atas 6% dapat tercapai.
Kebijakan yang kedua yaitu dalam Inpres No.6 tahun 2007 mengenai
Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pengembangan
UMKM yang terdiri dari empat bidang utama, yaitu (1) Bidang perbaikan
Iklim Investasi; (2) Reformasi Sektor Keuangan; (3) Percepatan
Pembangunan Infrastruktur; dan (4) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM).
Kebijakan yang ketiga tertuang dalam Inpres No.5 tahun 2008
mengenai Paket Fokus Pembangunan yaitu fokus program ekonomi tahun
2008-2009 dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, kelestarian sumber daya alam, peningkatan ketahanan energi dan
kualitas lingkungan, dan untuk pelaksanaan berbagai komitmen Masyarakat
Ekonomi Association of South East Asia Nations/ ASEAN (MEA)25.
25
43 A. Riwayat Singkat
1. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi,
sebenarnya nama yang diberikan kepada Mohammad Hatta saat lahir adalah
Mohammad Athar namun karena masyarakat sekitar yang sulit menyebut
namanya sehingga sering disebut Atta, yang sampai akhirnya namanya
menjadi Mohammad Hatta.1 Nama kecilnya (Mohammad Athar) kini
diberikan kepada cucu laki-lakinya dari anaknya yang kedua Gemala. Hatta
adalah anak kedua dari 6 bersaudara yang semuanya adalah perempuan, jadi
Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, yang kemungkinan
berpengaruh pada perilakunya yang lembut dan sopan.
Ayahnya Muhammad Jamil adalah anak dari seorang ulama besar
surau Batu Hampar yaitu Syeikh Abdrurrahman. Ayahnya tidak meneruskan
surau tapi memilih untuk berdagang, maka pamannya yang melanjutkan
kehidupan ulama, namun begitu Hatta tetap mendapatkan pengajaran agama
yang kuat sedari kecil. Ibunya Siti Saleha anak dari Ilyas Bagindo Marah yang
dipanggil Hatta dengan Pak Gaek berasal dari keluarga pedagang besar.
1
Setelah ayahnya meninggal saat Hatta berusia delapan bulan, ibunya menikah
lagi dengan seorang saudagar asal Palembang bernama Haji Ning.
Hatta menempuh pendidikan sekolah dasar di ELS (Europeesche Lagere School) yaitu sekolah dasar untuk orang kulit putih dari kelas 5 sampai kelas 7 sampai tahun 1913, di mana ia sebelumnya belajar secara privat.
Kemudian di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) SMP dengan bahasa pengantarnya bahasa Belanda sampai 1917. Selain belajar biasa Hatta juga
rajin belajar agama dan mengaji di surau Nyik Jambek (Syaikh Muhammad
Djamil Djambek) dan juga dengan Haji Abdullah Ahmad saat di Padang, yang
dimana kedua ulama ini adalah ulama pembaharu di Minangkabau yang
sangat berpengaruh di Indonesia.2
Di padang Hatta aktif di menjadi anggota Serikat Usaha semacam
kamar dagang bersifat lokal, dia juga aktif di Jong Sumatranen Bond (JSB, Perkumpulan Pemuda Sumatera) dia sebagai bendahara di sana. Saat dia
sekolah di Prins Hendrik School yaitu sekolah dagang menengah di Jakarta dia pun aktif kembali sebagai bendahara pusat. Awalnya sang kakek akan
membawa Hatta ke Mekkah untuk belajar agama dan berharap dapat
melanjutkan suraunya. Namun Ibu dan pamannya tidak setuju karena Hatta
yang saat itu masih kecil, lalu ibunya meminta pamannya saja yang
meneruskan surau, hingga dengan lapang dada sang kakek merelakan Hatta
2
untuk melanjutkan pendidikan dan berharap yang terbaik dengan keputusan
ini. Saat sekolah di Jakarta Hatta tinggal dengan Radja Bangsawan seorang
mantan inspektur kepala sekolah untuk wilayah bagian selatan. Hatta juga
sering mengunjungi pamannya yaitu Ayub Rais seorang pedagang kaya yang
banyak membantu Hatta dan juga sering bertukar pikiran mengenai bisnis,
ekonomi, dan perdagangan. Dari diskusi yang dilakukan Hatta dengan
pamannya itu membuat pengetahuan ekonomi bisnis Hatta lebih luas dari
yang didapatkan di bangku sekolah, selain itu juga membentuk pemikiran
Hatta mengenai ekonomi. Ayub Rais pula yang membiayai sebagian besar
biaya sekolah Hatta saat di Jakarta dan di Belanda.3
Selain pamannya Ayub Rais dan juga keluarganya yang sebagian besar
adalah pedagang yang membentuk pemikiran ekonomi Hatta, serta lingkungan
keluarga yang juga berasal dari kalangan ulama dan janji Hatta pada kakeknya
Pak Gaek untuk tetap taat pada agamanya membuat pemikiran Islam dan
religiusitas Hatta sangat kental dan berpengaruh juga pada pemikirannya dan
perilakunya yang sangat menjaga batas-batas ajaran Islam saat berteman
dengan para gadis Eropa, malah mereka mengatakan jika Hatta seperti
seorang pendeta.4 Dan tokoh lain seperti Haji Agus Salim yang dikenalnya
saat menjabat bendahara di JBS pusat juga berpengaruh pada pemikirannya.
3
Ibid., h. 39.
4