• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep pembangunan perekonomian Indonesia: studi komparatif pemikiran Bung Hatta dan Syafruddin Prawiranegara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep pembangunan perekonomian Indonesia: studi komparatif pemikiran Bung Hatta dan Syafruddin Prawiranegara"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

YUNI BUDIAWATI

NIM. 1110046100028

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 23 Desember 2014

(5)

Indonesia: Studi Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara. Konsentrasi Perbankan Syariah, Prodi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 1436 H/2014 M.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsep pembangunan ekonomi yang dirancang oleh Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara pada masa peralihan, apa yang menjadi fokus keduanya dalam pembangunan ekonomi, menganalisis persamaan dan perbedaan konsep keduanya serta menganalisis pemikiran keduanya, dilihat dari sudut pandang prinsip mashlahah ekonomi Islam, yang diulas secara objektif, komprehensif sehingga dapat ditemukan konsep yang dapat menjadi gambaran perekonomian nasional saat ini. Penelitian ini berupa kepustakaan (library research) dengan menggunakan data dan analisa deskriptif, dari sumber primer maupun sekunder. Metode yang digunakan adalah content analysis

dan komparatif. Kesimpulannya adalah perencanaan pembangunan ekonomi keduanya memiliki kesamaan dalam konsep ideologis, pendidikan, infrastruktur, dan transmigrasi meskipun ada perbedaan lainnya sesuai dengan posisi mereka saat itu. Sedangkan pemikiran keduanya secara substansi selaras dengan konsep ekonomi Islam, namun ada perbedaan pendapat mengenai bunga bank yang dianggap tidak sama dengan riba, yang perlu dikritisi.

Kata kunci :Pembangunan ekonomi, masa peralihan, prinsip maslahah, ekonomi Islam, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara.

(6)

vi

Puji Syukur pada Sang Maha Pengasih dan Sang Pemberi Rahmat Allah

SWT, yang telah mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat Salam penuh rindu tersampaikan pada Baginda Muhammad SAW,

yang telah mengeluarkan kami dari kehidupan yang penuh kebodohan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Namun, keberhasilan ini

tidak dapat penulis usahakan sendiri, banyak pihak yang telah membantu kelancaraan

dalam penulisan skripsi ini, Maka penulis ingin berterimakasih kepada:

1. Bapak JM. Muslimin, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH., selaku Ketua Prodi Muamalat, dan

Bapak Abdur Rouf, MA. selaku Sekretaris Prodi Muamalat beserta jajaran yang

telah memberikan arahan dalam mempermudah administratif penulis.

3. Bapak Djaka Badranaya, ME., selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar

membimbing serta memberi masukan, dukungan dalam penulisan skripsi ini.

4. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang dengan tulus memberikan ilmu

yang begitu berharga kepada penulis selama kuliah, khususnya kepada Bapak Dr.

(7)

vii

6. Orangtua tercinta Ayahanda Budianto dan Ibunda Misnawati. Adik-adik penulis

Dwi Setiabudi, Bella Pertiwi, dan Ihsan Budiman yang telah menjadi guru

kehidupan bagi penulis. Terimakasih atas semua dukungan dan doa kalian.

7. “Para Sahabat” Melianah, Nur Lailatus Sholihah, Iin Hamidah, Nida Khoiriyah,

PS-D angkatan 2010, para “Laskar CABE” terimakasih atas dukungannya.

8. Keluarga besar UKM Bahasa FLAT khususnya “FLAWLESS”, „Ikatan Alumni

Darussalam’ (IKADA) Jabodetabek-Banten, COINS “Fighters”!, KOLIBET

(Komunitas Literasi Alfabet), Komunitas Musik Gesek Kamar Wina.

Terimakasih telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat

berharga bagi penulis.

Terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu. Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari sempurna, maka penulis akan terbuka

atas segala kritik dan saran. Semoga segala hal baik yang kita kerjakan mendapat

ridha dari Allah dan mendapat ampunan atas segala khilaf. Salam Berkah!

Jakarta, 23 Desember 2014

(8)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

F. Review Studi Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia ... 19

A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional ... 19

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi... 19

2. Tujuan Pembangunan Ekonomi ... 20

B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam ... 23

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam ... 25

(9)

ix

2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966) ... 33

3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982) ... 36

4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997) ... 38

5. Krisis dan Pemulihan (1977-2004) ... 41

6. Pemulihan dan Pengembangan (2004-2009) ... 41

BAB III Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia ... 43

A. Riwayat Singkat ... 43

1. Mohammad Hatta ... 43

2. Syafruddin Prawiranegara ... 52

B. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 58

1. Mohammad Hatta ... 58

2. Syafruddin Prawiranegara ... 71

C. Relevansi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dari Sudut Ekonomi Islam... 89

1. Pendidikan Moralitas ... 91

2. Koperasi dan Kesejahteraan Sosial ... 91

3. Transmigrasi, Infrakstruktur, dan Pemerataan ... 93

4. Korupsi dan Diskriminasi ... 94

5. Pinjaman Luar Negeri dan Modal Asing ... 96

6. Riba ... 98

BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 109

(10)

x

Gambar 1 Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan ... 22

(11)

xi

Tabel 1 Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia harus berbangga saat kebanyakan negara lain mendapatkan

kemerdekaan karena pemberian atau hadiah dari penjajahnya kemudian

menjadikannya sebuah negara persemakmuran, seperti negara-negara

persemakmuran Inggris yang mayoritas adalah negara jajahan Inggris,

meskipun kini keanggotaannya menjadi bersifat sukarela. Berbeda dengan

Indonesia dengan kegigihan para pejuang berhasil merebut kemerdekaannya.

Masa peralihan yaitu perubahan dari masa kolonial menuju masa

nasionalis, dimana seorang bangsa yang baru merdeka dari penjajahan

mencoba untuk menjadi mandiri dan membangun bangsanya. Itu merupakan

hal yang tidak mudah, begitupun dengan Indonesia yang masih sangat muda

untuk mengelola sebuah negara yang begitu luas. Tapi Indonesia memiliki

orang-orang hebat yang bekerja keras dan mempunyai pemikiran yang luar

biasa dalam membangun pondasi kuat perekonomian, hukum dan politik

Indonesia seperti Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, yang

merancang dan membangun masa depan Indonesia yang diharapkan bagi

(13)

Mohammad Hatta yang dijuluki sebagai „Bapak Koperasi’ dan

Syafruddin Prawiranegara disebut oleh Douglass S. Paauw sebagai ‘The Guardian of Monetary Stability’. Keduanya merupakan salah satu the founding father Indonesia yang meletakkan rancangbangun perekonomian Indonesia hingga konsepnya masih dapat diterapkan hingga saat ini.

Mohammad Hatta seorang yang sosialis utopis, dimana pemikirannya

yang selalu mendahulukan kesejahteraan rakyat kecil seperti buruh dan tidak

menyukai konsep kapitalis yang tidak adil dalam menciptakan kesejahteraan.

Konsep koperasi yang diajukannya yang juga pernah dicanangkan oleh para

tokoh sosialis utopis seperti Robert Owen (1771-1858), Charles Fourier

(1772-1837), dan Louis Blanc (1881-1882),1 yang membuatnya dikenal

sebagai „Bapak Koperasi’, bahwa menurutnya langkah awal dalam

meningkatkan kemakmuran rakyat adalah dengan terlebih dahulu mendorong

ekonomi yang terbelakang dengan jalan koperasi dan pendidikan.2 Yang mana

tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 33 dengan tiga poin penting di sana

yaitu pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kedua, produksi penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan semua kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

1

Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 67.

2

(14)

Syafruddin Prawiranegara yang pernah menjabat presiden selama 207

hari untuk PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) saat Soekarno dan

Mohammad Hatta berhasil ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda

dalam Agresi Militer Belanda ke II pada 19 Desember 1948, kemudian

Syafruddin juga memiliki jabatan penting lainnya seperti Menteri Keuangan

(1949-1950) dan Gubernur Bank Indonesia (1950), juga memiliki peran

penting dalam membangun ekonomi. Menurut Fachry Ali meskipun

Mohammad Hatta dan Soemitro Djojohadikoesoemo juga merupakan peletak

dasar kebijakan ekonomi Indonesia tapi pemikiran ekonomi Syafruddin

Prawiranegara menurutnya memiliki posisi distinktif3 karena Syafruddin

sendiri memiliki pemikiran yang bertentangan dengan zamannya, saat ekonom

lain sedang meletakan dasar sistem ekonomi untuk Indonesia yang dia sebut

dengan pemikiran idealis yang tidak praktis, dia malah memiliki pandangan

lain yang praktis. Ada salah satu pandangan Syafruddin yang membuat kaget

sebagian ekonom Indonesia karena dianggap mengacu pada undang-undang

yang bersifat kapitalis di Amerika Serikat dan bertentangan dengan tujuan

UUD 45, seperti dikutip oleh Fachri Aly dalam kata pengantar bukunya M.

Dawam Rahardjo:

3

(15)

Sistem undang-undang dan peraturan yang sesungguhnya dapat membangkitkan, menampung, dan menyalurkan kegiatan produktif manusia sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya. Hukum yang berlaku mesti memberikan dorongan yang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya kepada kegiatan produktif, sehingga semua anggota masyarakat yang sudah sanggup bekerja mau ikut serta dalam kegiatan produksi.4

Mohammad Hatta (1902-1980) dan Syafruddin Prawiranegara

(1911-1989) salah satu dari banyak tokoh yang hidup pada zaman yang sama dan

bekerjasama dalam membangun Indonesia. Keduanya pun memiliki andil

yang sangat penting meskipun keduanya memiliki banyak perbedaan dalam

pandangan dan pemikiran juga memiliki cara masing-masing dalam

membangun perekonomian Indonesia, tapi tanpa keduanya Indonesia

mungkin tidak akan bisa berdiri hingga sekarang.

Selain kesamaan andil keduanya dalam membangun perekonomian

Indonesia, keduanya pun memiliki kesamaan latar belakang yaitu Mohammad

Hatta keturunan Minang yang memiliki darah religius dari keluarga ayahnya,

dimana kakeknya Syekh Arsyad merupakan seorang guru agama dan

pimpinan Tariqat Naqsyabandi.5 Syafruddin Prawiranegara yang juga memiliki darah Minang dari pihak Ibu, memiliki kehidupan religus yang kuat

karena lahir dan besar di lingkungan pondok pesantren Banten. Ayahnya

Raden Arsyad Prawiraatmadja merupakan anggotan Sarekat Islam (SI),6

(16)

Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjadi pimpinan Masyumi (1960).

Latar belakang yang religius dapat mempengaruhi keduanya dalam pemikiran

dan juga pandangan. Seperti yang dikatakan beberapa tokoh bahwa pemikiran

Mohammad Hatta mengandung konsep Islam seperti dalam buku Dr. Anwar

Abbas yang membahas tuntas mengenai pemikirannya yang mengandung

unsur Maqasid Al Syariah, namun banyak juga yang menempatkannya sebagai tokoh nasional muslim “sekuler” bersama Soekarno,7 begitu juga

dengan Syafruddin Prawiranegara yang disebut sebagai sosialis-religius

seperti pemikirannya yang banyak dia tuangkan di bukunya Politik dan Revolusi Kita.

Maka bagaimana pemikiran serta strategi keduanya dalam membangun

pondasi perekonomian Indonesia dan bagaimana latar belakang keduanya

yang sangat kental dengan agama Islam yang juga kemungkinan berpengaruh

besar terhadap pemikirannya, serta bagaimana relevansinya pemikiran

keduanya dengan konsep ekonomi Islam.

Dari pemaparan latar belakang dan alasan dalam penulisan, maka

perlu kiranya penulis menganalisis lebih dalam lagi pemikiran Mohammad

Hatta dan Syafruddin Prawiranegara ke dalam penulisan skripsi yang

7

(17)

berjudul: Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia: Studi

Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Safrudddin Prawiranegara”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat

mengidentifikasi masalah yang muncul, di antaranya:

1. Bagaimana konsep ekonomi Islam?

2. Bagaimana konsep ekonomi pembangunan?

3. Bagaimana sistem ekonomi Indonesia lalu sampai saat ini?

4. Bagaimana latar belakang kehidupan Mohammad Hatta dan Syafruddin

Prawiranegara?

5. Bagaimana strategi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam

pembangunan ekonomi di Indonesia?

6. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi pembangunan Mohammad Hatta

dan Syafruddin Prawiranegara, dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam?

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta

menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis

perlu memberikan batasan pada:

a. Penelitian hanya dilakukan dengan menganalisis dan mengkomparasi

(18)

membangun ekonomi Indonesia di masa peralihan, yaitu pemikiran

keduanya mengenai ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi,

infrakstruktur, pinjaman luar negeri, modal asing, industri dan pemerataan

dan kesejahteraan sosial.

b. Menganalisis relevansi pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin

Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya prinsip

mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang

telah penulis paparkan sebelumnya, adapun secara spesifik perumusan

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam

membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan yaitu mengenai

ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi, infrakstruktur, pinjaman luar

negeri, modal asing, industri dan pemerataan serta kesejahteraan sosial?

b. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran serta konsep ekonomi

Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam membangun

perekonomian Indonesia?

c. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin

(19)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan hasil yang ingin dicapai dari

perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, diantaranya adalah:

a. Untuk menganalisis konsep pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan

Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian Indonesia

di masa peralihan.

b. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan strategi Mohammad Hatta

dan Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian

Indonesia di masa peralihan.

c. Untuk menganalisis keselarasan pemikiran Mohammad Hatta dan

Syafruddin Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Bagi penulis, untuk meningkatkan pemahaman mengenai pemikiran

Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara sebagai seorang

ekonom yang nasionalis dan religius.

b. Bagi kalangan akademis, baik mahasiswa ataupun dosen, penelitian ini

diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai pemikiran

tokoh-tokoh Indonesia yang berperan penting dalam membangun perekonomian

(20)

c. Bagi pihak praktisi di lembaga keuangan syariah maupun pemerintahan,

hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam menerapkan kebijakan

mengenai perekonomian Indonesia.

d. Bagi masyarakat umum, dapat menambah wawasan dalam memahami

pemikiran para tokoh ekonom tersebut.

F. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek dan juga pembahasan

yang sama maka diperlukan adanya review studi terdahulu. Dimana penulis

melakukan kajian pustaka dengan mencari studi terdahulu sebagai

pembanding, di antaranya adalah sebagai berikut:

1 Penulis Panji Patra Anggaredho

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi

Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008).

Judul Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Di Tinjau Dari

Perspektif Islam

Pembahasan Skripsi ini mengkaji pemikiran ekonomi Bung Hatta

kemudian dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam

(21)

metode library research yang bersifat normatif yaitu

menelaah dan mengkaji dari berbagai sumber kepustakaan

yang berhubungan dengan tema kemudian diambil

kesimpulannya.

2 Identitas Dr.Anwar Abbas, M.M, M.Ag.,

Disertasi S3, Program Ilmu Agama Islam, Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Judul

Disertasi

Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Ditinjau Dari

Perspektif Islam.

Pembahasan Mengulas pemikiran ekonomi Mohammad Hatta melalui

latar belakang Mohammad Hatta di bidang sosial politik

dan sosial ekonomi. Kemudian di kaji apakah ada

nilai-nilai Islam dalam pemikirannya dengan melihat dari

perspektif ekonomi islam dan juga maqashid al syariah. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analistis,

dimana setelah masalah dibahas kemudian dianalisis

terhadap data yang ada setelah itu dibandingkan anatara

pemikirannya dengan ajaran Islam serta mengevaluasi

sejauh mana kesesuaiannya.

(22)

Judul Jurnal Jurnal AHKAM Fakultas Syariah dan Hukum

“Pandangan Ekonomi Mohammad Hatta”

Pembahasan Membahas mengenai dasar pemikiran ekonomi Kapitalis,

Sosialis dan Campuran. Kemudian dibandingkan dengan

pandangan ekonomi Mohammad Hatta yaitu tentang

cita-cita ekonominya dan bagaimana penerapannya di

Indonesia.

4 Perbedaan Semua penelitian yang berasal dari Skripsi, Disertasi dan

Jurnal diatas, mengkaji topik yang sama yaitu pemikiran

ekonomi Mohammad Hatta dilihat dari perspektif ekonomi

Islam, dengan metode kepustakaan kualitatif analisis

deskriptif. Mengkaji sumber primer dan sekunder

mengenai pemikiran Mohammad Hatta yang kemudian

dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam dan

perekonomian Indonesia.

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis pemikiran

Mohammad Hatta dan juga Syafruddin Prawiranegara

sebagai tokoh yang membangun dasar perekonomian

Indonesia di masa peralihan, dianalisis dari latar belakang,

(23)

dalam pembangunan perekonomian Indonesia sebelum

dan sesudah kemerdekaan. Setelah itu melakukan analisis

komparatif terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut

sehingga dapat dideskripsikan apa persamaan dan juga

perbedaannya. Kemudian dianalisis juga pemikiran

keduanya apakah ada relevansinya dengan konsep

ekonomi Islam.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library

research) dengan data dan analisis kualitatif yaitu serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat

serta mengolah bahan penelitian.8 Hasil dari analisis kedua tokoh tersebut

dikomparasi dan dianalisis secara deskriptif tentang persamaan dan perbedaan

konsep keduanya kemudian dituangkan dalam sebuah laporan tertulis.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu sumber-sumber

yang sesuai dengan topik pembahasan, yang dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu:

8

(24)

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan

diteliti,9 dimana yang digunakan adalah buku dan tulisan karangan

Mohammad Hatta, meskipun ada lebih dari 58 buku yang dia tulis juga

pidato-pidatonya yang bertebaran di berbagai media seperti Hindia Poetra,

Neratja, Daoelat Ra’jat dan lainnya, namun hanya beberapa sumber yang

diambil yaitu seperti “Demokrasi Kita, Bebas Aktif, dan Ekonomi Masa

Depan”,10 “Kumpulan Karangan I”,11 Pidato Bung Hatta yang berjudul

“Pikiran-Pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang

Merata”,12 “Permulaan Pergerakan Nasional”,13 “Sesudah 25 Tahun”,14 dan

buku serta karangan Bung Hatta yang lainnya.

Kemudian sumber dari beberapa buku dan pidato Syafruddin

Prawiranegara yang berjudul “Islam dan Pergolakan Dunia”,15 “Kumpulan

9

Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.

10

Mohammad Hatta. Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, 1980).

11

Mohammad Hatta. Kumpulan Karangan I (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).

12

Mohammad Hatta. “Pikiran-pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran

yang Merata.” Ceramah disampaikan dalam Seminar KADIN, Jakarta,20-22 September 1972 (Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1974).

13

Mohammad Hatta, “Permulaan Pergerakan Nasiona.” Pidato disampaikan di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta, 22 Mei 1974 (Jakarta: Idayu Press, 1977).

14

Mohammad Hatta, “Setelah 25 Tahun.” Pidato disampaikan pada Dies Natalies kesembilan Universitas Sjiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 2 September 1970 (Jakarta: Gita Karya, 1970).

15

(25)

karangan terpilih 2: Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi”,16 “Human

Development Pola Pembangunan yang sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam

dan UUD „45”17

, dan “Islam dalam Pergolakan Dunia”18 serta buku

Syafruddin lainnya.

b. Data Sekunder

Sedangkan untuk sumber sekunder yaitu sumber yang diperoleh dari

lembaga atau institusi tertentu yaitu sebagai sumber kedua,19 diambil dari

beberapa buku ataupun tulisan yang berkaitan dengan topik pembahasan baik

langsung maupun tidak langsung seperti buku tentang Mohammad Hatta

“Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqashid Al Syariah”,20

“Mohammad Hatta Bografi Singkat 1902-1980”,21 dan beberapa buku

mengenai Bung Hatta serta pemikirannya yang lainnya, serta buku karangan

M. Dawam Rahardjo yang mengulas pemikiran Syafruddin Prawinegara yaitu

“Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran

16

Syafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih, Jilid.II, (Jakarta: CV Haji Masaagung, 1988).

17

Syafruddin, Prawiranegara. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajara Isla da UUD ’ (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

18

Syafruddin, Prawiranegara. Islam dalam Pergolakan Dunia (Bandung: Al-Ma’arif, 95 ).

19

Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.

20

Anwar Abbas. Bung Hatta dan Ekonomi Islam:Menangkap Makna Maqasid al Syari’ah (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010).

21

(26)

Ekonomi Politik Syafruddin Prawiranegara”.22 Serta sumber pendukung

lainnya yang berhubungan dengan topik yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengambilan data kualitatif ini adalah dengan

mengumpulkan berbagai sumber kepustakaan yang berkaitan dengan topik

pembahasaan seperti bersumber dari buku, jurnal, artikel dan lain-lain.

4. Teknik Pengolahan Data

Teknik yang digunakan adalah dengan konsep analisis data kualitatif

(Bogdan & Biklen, 1982) yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceriterakan kepada orang lain.23

Selain itu juga menggunakan metode content analysis is a research technique for making replicable and valid inferences from texts (or other meaningful matter) to the contexts of their use.24 yaitu sebuah teknik penelitian untuk membuat sesuatu replika dan inferensi yang valid dari teks

22

M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011).

23

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248.

24

Klaus Krippendorff, Content Anlysis: an Introduction to its Methodoly, Second Edition

(27)

atau hal-hal dalm konteks kebutuhan mereka.

5. Variabel Verifikasi

Dalam mendasari konsep islam dalam analisis setiap pemikiran

Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara yang cukup luas mengenai

ekonomi pembangunannya, maka dibuat beberapa rujukan untuk

mempermudah, yaitu dari prinsip mashlahah, dan juga pendapat para ekonom Islam dari masa klasik hingga kontemporer.

Rujukan indikator Ekonomi Islam dilihat dari prinsip kemaslahatan

dalam ekonomi menurut Al-Qur’an, ada 5 yaitu:25

1. Tidak bersifat ilegal atau bathil

2. Prinsip pemerataan dan berbasis masyarakat

3. Kemakmuran yang berkeadilan

4. Prinsip tidak saling menzalimi

5. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (halal, sederhana, dan

kemurahan hati).

25

(28)

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.26

H. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN.

Bab ini memuat; latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II: PEMBANGUNAN EKONOMI DAN EKONOMI

INDONESIA

Pada bab ini menjelaskan pengertian mengenai konsep

ekonomi pembangunan menurut konsep dari konvensional dan

Islam yang juga akan menjabarkan isu-isu pokok ekonomi

pembangunan menurut kedua konsep tersebut serta

mendeskripsikan perkembangan ekonomi indonesia dari setiap

periode dan juga bagaimana para tokoh penting dan juga

pemikirannya.

26

(29)

BAB III: KONSEP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN

INDONESIA

Bab ini menjelaskan biografi singkat Mohammad Hatta dan

Syafruddin Prawiranegara, serta bagaimana konsep keduanya

dalam membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan.

Kemudian menganalisis relevansi pemikiran mereka dilihat

dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya dengan prinsip

mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN.

Bab ini berisi kesimpulan mengenai permasalahan yang

disebutkan dalam rumusan. Bab ini juga berisi Saran dalam

penulisan maupun pemikiran penulis mengenai konsep

(30)

19 BAB II

Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia

A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi

Ilmu ekonomi pembangunan merupakan cabang baru dari ilmu

ekonomi, yang pada awal kemunculannya masih dipertanyakan oleh para

ekonom karena tidak memiliki fokus masalah yang khas, namun setelah

permasalahan ekonomi semakin kompleks maka ilmu ekonomi pembangunan

diperlukan. Ilmu ini lahir dari ketimpangan sosial ekonomi paska Perang

Dunia II. Para ekonom dari negara maju berpikir bahwa perekonomian yang

hancur akibat perang harus segera dipulihkan untuk kelangsungan

perekonomian dunia dan juga karena kepentingan negara maju terhadap

negara Asia dan Afrika, maka mereka melakukan perencanaan untuk

membangun perekonomian di negara-negara berkembang dengan sistem yang

mereka bangun di negaranya.

Upaya pemulihkan perekonomian tersebut hasilnya tidak baik. Para

ekonom berkesimpulan bahwa permasalahan dan karakteristik di negara

berkembang tidak sama dengan negara maju, sehingga konsep pembangunan

juga semestinya berbeda, maka lahirlah ilmu ekonomi pembangunan.

Beberapa ahli mengemukakan definisi pembangunan, diantaranya:

a. Menurut Schumpeter, Ursula Hicks, dan A. Madison, pembangunan

(31)

penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan

kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (GNP, GNP

perkapita dan sebagainya).

b. Menurut Denis Goulet menyebutkan bahwa pembangunan lebih dari

sekedar upaya mengatasi keterbelakangan pertumbuhan ekonomi, tidak

meratanya pembangunan, kemiskinan, dan sempitnya lapangan kerja,

tetapi juga disertai upaya dalam mengatasi keterbatasan pola pikir.1

c. Sedangkan Gunnar Myrdal mengartikan pembangunan sebagai

pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial.2

Maka dapat disimpulkan pembangunan ekonomi adalah upaya dalam

meningkatkan kesejahteraan manusia untuk memiliki hidup yang lebih baik

dalam aspek ekonomi dan juga untuk memiliki pola berpikir yang maju

sehingga dapat menaikkan tingkat sosial masyarakat.

2. Tujuan Pembangunan Ekonomi

Definisi yang terus berubah sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi membuat perluasan dalam tujuan pembangunan. Pada mulanya

tujuan dari pembangunan adalah meningkatkan pendapatan perkapita yang

diharapkan dapat memberikan trickle down effect, sehingga dapat menyelesaikan kemiskinan, pengagguran dan ketimpangan distribusi

1

Abdul Hakim, Ekonomi Pembangunan (Yogyakarta: Ekonisia, 2010), h. 11.

2

(32)

pendapatan. Banyak teori dari pembangunan yang tidak berhasil maka

dilakukan pengkajian ulang terhadap tujuan pembangunan, setelah dirasa ada

hal lain yang lebih penting dari sekedar faktor pertumbuhan ekonomi semata.

Kemudian muncul konsep baru mengenai tujuan pembangunan yaitu

konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini muncul akan keprihatinan lingkungan yang muncul pada dasawarsa 1970-an,

tujuannya adalah untuk menjaga lingkungan sehingga dapat tetap terjaga dan

terus berkembang sejalan dengan berkembangnya perekonomian, karena tidak

akan menguntungkan ketika sistem biologis alam yang menopang ekonomi

dunia tidak diperhatikan. Strategi ecodevelopment sangat penting dalam

sustainable development karena yang paling utama strategi ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.

Tujuan selanjutnya yang muncul adalah kebebasan, dimana hal ini sangat penting dalam proses pembangunan. Menurut Armatya K. Sen

seseorang untuk mencapai kapabilitas aktualnya dipengaruhi oleh kesempatan

ekonomi, kebebasan berpolitik, fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan dasar

dan dorongan untuk berinisisatif.3

3

(33)

Menurut Michael P. Todaro ada tiga tujuan inti pembangunan, yaitu:4

a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok.

b. Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan pendapatan tapi juga lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan serta nilai-nilai kultural dan

kemanusiaan, yang tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil,

juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa.

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial dengan membebaskan mereka dari sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya terhadap

orang ataupun bangsa lain tetapi juga terhadap kekuatan yang berpotensi

merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Gambar 1. Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan.5

4

Michael, P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga edisi keenam (Jakarta: Erlangga, 1998), h. 22.

5

Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 3.

(34)

B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

Dalam Islam ilmu ekonomi sudah banyak dipergunakan dan

dikembangkan oleh para ekonom muslim, jauh sebelum Adam Smith dengan

pandangannya dalam An Inquiry into the Natural and Causes of Wealth of Nations yang disebut sebagai kebangkitan ilmu ekonomi modern.

Siddiqi mengidentifikasi sejarah ekonomi Islam dalam tiga tahap.6

Tahap Pertama, 4,5 abad setelah Hijriah (sampai tahun 1058 M/ 450 H), pada periode pertama ini kaum Quraisy telah melakukan perniagaan ke timur dan

barat yang menghubungkan Bahrain dan Selat Persia (Teluk Arab), juga

penduduk Syria, Mesir, Iran, Irak, Yaman dan Ethiopia. Perniagaan ini tidak

hanya menghasilkan materi yang menguntungkan tetapi juga turut

mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan, namun sebelum datangnya

Islam tradisi perniagaan yang banyak dilakukan dengan menggunakan sistem

riba yaitu meminta kelebihan pada saat telat dalam pembayaran.

Saat Rasulullah hadir, sistem ekonomi Islam dipraktekkan dalam

kehidupan bermasyarakat, yang sudah menggunakan uang sebagai alat jual

beli yaitu mata uang Persia dan Romawi. Bahkan tukar menukar mata uang

asing atau Sharf telah dilakukan. Lembaga Baitul Maal dibangun oleh

Rasulullah untuk mengurusi pengumpulan dan pendistribusian dana. Bahkan

6

(35)

Riba yang mendarah daging diganti dengan sistem keadilan yang menjunjung

tinggi keadilan.7 Kemudian dilanjutkan perkembangannya oleh para fuqaha

dan sufi pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, Daulah Umawiyah, Abbasyiah.

Tahap Kedua, yaitu antara tahun 1058-1446 M, pada masa ini banyak ekonom Islam yang muncul dan sangat berpengaruh seperti Abu Hamid

Al-Ghazali (1055-1111 M), Taqiyuddin Ibnu Taymiyah (1263-1328 M), Ibnu

Khaldun (1332-1404 M). Al Ghazali mengembangkan sistem ekonomi yaitu

adanya pembagian kerja, evolusi uang, dan pelarangan riba fadl. Ibnu Taymiyah menemukan sistem bagi hasil, manajemen uang, kontrol harga,

peranan permintaan dan penawaran dan analisis beban pajak tidak langsung.

Ibnu Khaldun berperan pada penelitian analisis mengenai pasang surutnya

suatu dinasti dan siklus kemiskinan dan kemakmuran serta pembagian kerja,

perdagangan internasional, dan keuangan negara.

Tahap Ketiga, yaitu antara 1446-1932 M, munculnya para pemikir independen yang cenderung stagnasi, namun mengajak kembali kepada

Al-Qur‟an dan Sunnah. Diantaranya Shah Waliyullah (1703-1762 M),

Muhammad bin Abdul Wahab (1787), Jamaludin Al Afgani (1897), Mufti

Muhammad Abduh (1905), dan Muhammad Iqbal (1938).

7

(36)

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan ekonomi Islam diantaranya:8

a. Menurut Hasanuzzaman adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan

syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan

menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia

sehingga dapat menjalankan kewajibannya pada Allah dan masyarakat.

b. Menurut Umar Chapra, adalah cabang ilmu yang membantu

merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi

sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran Islam, tanpa

membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan

ekonomi makro dan ekologis.

2. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

Berbeda dengan konsep dalam ekonomi konvensional yang

memaksimalkan kekayaan dan konsumsi, ekonomi Islam melaksanakan

ekonomi dengan melihat keseimbangan antara material dan spiritual, sehingga

dalam ekonomi Islam keadilan sosial sebagai tujuan utama, Q.S As-Syura: 27

(37)

“Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya

tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah

menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia

Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”

Manusia merupakan fokus utama dalam proses pembangunan sebagai

agen perubahan bertanggung jawab secara pribadi dan makhluk sosial dalam

mengembangkan diri dan lingkungannya. Dalam Islam, dan sumber utama

Islam adalah Al-Quran dan Sunnah maka setiap tujuan, perencanaan, proses

hingga akhir merujuk pada acuan utama tersebut. Islam menekankan

pembangunan spiritual, moral dan etika. Jika hal tersebut belum dibangun

secara baik, maka pembangunannya pun dianggap gagal. Pembangunan

materi dengan keadilan tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya

pembangunan moral.9

Menurut Aidit Ghazali (1990) ada lima pondasi filosofis yang

mendasari pembangunan dalam Islam, yaitu:10

a. Tauheed Uluhiyah, yaitu percaya pada ke-Maha Tunggal-an Tuhan dan

semua yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya.

9

Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 9.

10

(38)

b. Tauheed Rububiyyah, yaitu percaya bahwa Tuhan yang menentukan

keberlanjutan hidup, serta menuntun siapa saja yang percaya kepada-Nya

kepada kesuksesan.

c. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi.

d. Tazkiyyah An-Nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian

manusia sebagai prasyarat sebelum manusia menjalankan tanggung jawab

yang ditugaskan kepadanya.

e. Al-Falah, yaitu keberhasilan yang dicapai di kehidupan dunia akan

mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang

dicapai di dunia tidak menyalahi petunjuk yang telah Tuhan tetapkan.

Konsep pembangunan menurut Islam adalah tercapainya tujuan utama

pembangunan dalam Islam yaitu kesuksesan di akhirat. Sehingga indikator

dalam pembangunan Islam tidak hanya diukur dengan pertumbuhan namun

juga mencangkup perubahan kuantitif dan kualitatif.

Gambar 2. Konsep Pembangunan dalam Islam.11

= +

Kualitatif Kuantitatif VI. Sosial VIII. Teknologi Ekonomi

11

Ibid., h. 25.

PEMBANGUNAN PERTUMBUHAN PERUBAHAN

IV. Fisik V. Lingkungan I. Spiritual

(39)

Sumber Manifestasi:

I. Takut akan Tuhan

II & III Nilai-Pola Islam

IV & V Pertumbuhan Sosial-Ekonomi

VI & VII Usaha Sendiri (Indegenous Effort)

C. Perkembangan Pemikiran Ekonomi di Indonesia

1. Membangun Ekonomi Nasional (1945-1959)

Pertengahan tahun 1945 Indonesia merumuskan persiapan

kemerdekaan Indonesia yang saat itu dalam masa penjajahan Jepang, akhirnya

dibentuklah Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat dengan

beranggotakan 68 orang yang ditunjuk untuk merumuskan dasar negara dan

juga “Soal Perekonomian Indonesia Merdeka” yang membahas bagaimana

kesertaan pemerintah dalam perusahaan besar (milik asing saat jaman

Belanda) yang di dalamnya banyak rakyat Indonesia yang bergantung

hidupnya. Dalam sidang BPUPKI tersebut juga dibahas mengenai butir-butir

UUD 1945 yang menjiwai pasal 33 tentang „Kesejahteraan Sosial‟ yang

kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus pada sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Banyak yang mendebatkan mengenai arti dari pasal 33 tersebut yang

(40)

“Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang”,12 Mohammad Hatta mencoba

menjelaskan arti dari pasal 33 tersebut. Beliau menyatakan bahwa ekonomi

Indonesia akan secara perlahan menghilang dari sifat individualisme dan akan

mengacu pada sistem kolektivisme. Sistem yang sesuai dengan semangat

kolektivisme itu adalah koperasi, maka seluruh perekonomian rakyat harus

berdasar pada koperasi yang kemudian di atasnya ada pemerintah yang

mengkoordinir segala usaha produktif bagi kesejahteraan rakyat.

Perekonomian Indonesia pada jaman penjajahan sangatlah buruk

karena upah yang sangat rendah, efisiensi tinggi di sektor perkebunan dan

juga investasi yang besar oleh perusahaan-perusahaan Belanda di sektor

pertambangan dan jasa. Sistem ini sangat menguntungkan bagi pihak penjajah

karena Indonesia hanya mendapatkan 8% dari pendapatan tersebut.

Setelah kemerdekaan diraih, maka Indonesia mulai melakukan

transformasi sistem ‘ekonomi kolonial’ ke ‘ekonomi nasional’, hal tersebut

tidaklah mudah karena terhambat dengan adanya agresi militer Belanda dan

juga usaha diplomatik internasional agar Belanda menyerahkan kedaulatan

kepada Indonesia yang hingga saat ini tidak juga mengakui Indonesia secara

de jure, tapi Syafruddin Prawiranegara tidak terlalu memikirkan dan

12

(41)

mengambil sikap bahwa Indonesia harus mengambil dan menghargai isi dari

nilai kemerdekaan itu sendiri.13

Transformasi yang nyata mulai dapat dilakukan pada masa kabinet

Natsir. Banyak tokoh yang berkontribusi dalam menggagas ekonomi nasional

ini, diantaranya Soemitro Djojohadikoesoemo yang mengembangkan industri

skala kecil melalui induk-induk untuk menyalurkan kredit, memberikan

bantuan teknik dan outlet pemasaran, juga penggagas ‘Indonesianisasi’

dengan membuat program Benteng yang memberikan lisensi khusus kepada

pribumi untuk melakukan impor, namun tersendat karena ada penerima lisensi

yang menjual lisensinya pada pengusaha non pribumi juga pada etnis

Tionghoa sehingga kalah bersaing, dan juga rencana pembangunan lima tahun

(1956-1960) yang tujuannya untuk menetapkan pembangunan berbagai

industri dasar yang bisa dilaksanakan tanpa melakukan pembiayaan defisit

yang besar karena dibiayai oleh anggaran negara tanpa banyak mengandalkan

bantuan luar negeri14 tapi belum dapat terlaksana. Selain Soemitro tokoh lain

yang sangat pragmatis yang berorientasi ekonomi/pembangunan adalah

Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Djuanda, dan Jusuf Wibisono.

13

Sjafruddin Prawiranegara, Islam dalam Pergolakan Dunia, cet.1 (Bandung: Al- Ma‟arif, 1950), h.56.

14

(42)

Sarbini Sumawinata dalam tulisannya mengenai Pembangunan

Ekonomi Indonesia15 tidak terlalu mempermasalahkan mengenai transformasi

ekonomi kolonial ke ekonomi nasional karena menurutnya tidak ada hal yang

spesifik yang menggambarkan bagaimana sistem ekonomi nasional itu

sendiri. Maka menurutnya yang harus dicari adalah tujuan yang ingin dicapai,

misalnya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Langkah yang

menurutnya untuk mencapai kemakmuran rakyat adalah bagaimana cara

untuk meningkatkan tingkat konsumsi rakyat Indonesia dengan menanamkan

modal pada usaha yang menciptakan alat-alat untuk menaikkan tingkat

produksi sehingga juga meningkatkan pendapatan dan tingkat konsumsi,

selain itu juga mengoreksi struktur agraris yang berat sebelah karena hampir

70% saat itu, rakyat Indonesia bekerja sebagai petani. Selain itu juga

meningkatkan ekspor dan penanaman modal asing.

Program kabinet dalam melaksanakan ekonomi nasional:

a. Kabinet Hatta (Desember 1949 - September 1950): Melakukan

pengguntingan uang dan penggunaan sertifikat ekspor.

b. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951): Pengetatan anggaran

pemerintah untuk mengurangi inflasi, pengetatan kredit perusahaan asing,

15Sarbini Sumawinata, “Garis

-garis Besar Pembangunan Indonesia” dalam Hadi Soesastro ed.,

(43)

Rencana Urgensi Perekonomian atau Rencana Urgensi Industri dan

program Benteng.

c. Kabinet Sukiman (April 1951-Pebruari 1952): Menasionalisasikan De Javasche Bank karena defisit anggaran meningkat.

d. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953): Menerapkan anggaran berimbang,

dan melakukan pengetatan impor.

e. Kabinet Ali Sastroamidjojo (Agustus 1953- Juli 1955): Karena utang

pemerintah meningkat dan cadangan internasional terkuras maka

melakukan pembatalan sebagian perjanjian KMB mengenai kebijakan

perdagangan secara sepihak.

f. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956): Menghapuskan

sistem sertifikasi impor, screening terhadap importir terus dilakukan, mengakhiri diskriminasi dengan memberikan kesempatan kepada

keturunan cina untuk terlibat dalam kegiatan impor, dan juga meninggalkan

sama sekali perjanjian KMB.

g. Kabinet Ali Sastroamidjoojo II (April 1956- Maret 1957): Karena defisit

anggaran dan inflasi meningkat, maka tahun 1956 pemerintah meminta

bantuan International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 55 juta.

h. Kabinet Djuanda (Maret 1957): Dibentuk secara sepihak setelah sistem

Demokrasi Terpimpin dicanangkan oleh presiden Soekarno, di mana

(44)

sektor swasta nasional belum berkembang, maka sektor negara mengambil

alih, dan lahirlah ekonomi nasional yang etatis.

2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966)

Periode ini dimulai sistem „Ekonomi Terpimpin‟ yang dicetuskan oleh

presiden Soekarno pada 21 Pebruari 1957 sebagai bentuk jalan keluar dari

berbagai kesulitan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, yang dikenal sebagai

„Konsepsi Presiden‟ yang menurut Sarbini bahwa Soekarno dan PKI berupaya

menguasai segalanya berdasarkan Manipol (Manifesto Politik) Soekarno.16

Periode ini merupakan periode gelap dalam sejarah Indonesia karena

semangat revolusioner sangat membara yang tidak mengindahkan

kaidah-kaidah ekonomi, awal mula ini pada tahun 1957 dimana banyak buruh yang

mogok kerja. Awal ekonomi terpimpin masa Orde Lama Soekarno ini

ditandai dengan merosotnya PDB perkapita, kenaikan inflasi, surutnya

penanaman modal dan berlanjutnya struktural regression. Simpanan Devisa yang semakin berkurang karena habis untuk biaya keamanan dan juga

pengamanan nasional, Indonesia yang penghasil beras terbesar malah menjadi

impor beras terbesar dan karena kelangkaan menjadikan inflasi naik hingga

650%. Banyaknya perencanaan dalam pembangunan yaitu Dewan Perancang

Nasional yang diketuai oleh Mohammad Yamin yang dibentuk oleh Soekarno

16

(45)

tanpa ada ekonom di dalamnya, yang menghasilkan program Pembangunan

Nasional Berencana Delapan Tahun (1961-1968) dengan menggali kekayaan

alam secara besar-besaran untuk membiayai program pembangunan nasional.

Pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) tidak

selancar yang direncanakan, kemudian untuk menutupi kemerosotan ekonomi

tersebut presiden mengumumkan Deklarasi Ekonomi (DEKON) tentang

peraturan dalam bidang impor, ekspor, harga dan lain-lain yang disebut

sebagai peraturan 26 Mei 1963. Ternyata tidak membuahkan hasil baik karena

adanya campur tangan PKI yang awalnya tidak setuju dengan butir-butir

Dekon yang asli,17 hingga akhirnya PKI menyetujui dengan ditambah 12 butir

awal yang diajukan oleh PKI untuk kepentingannya kemudian ditambah

adanya konfrontasi dengan Malaysia yang pada akhirnya Indonesia keluar dari

PBB karena PBB menerima Malaysia menjadi Dewan Keamanan, dan dari

situlah Soekarno menetapkan BERDIKARI atau Berdiri di Bawah Kaki

Sendiri yang artinya penegasan pendirian Indonesia untuk tidak bergantung

pada luar negeri. Berdikari pun terlalu berat untuk dilakukan dengan naiknya

harga bahan makanan, nilai rupiah yang merosot dan pemerintah tidak

17

(46)

sanggup untuk membiayai pembangunan nasional, akhirnya melakukan

pinjaman luar negeri sampai sebesar US$ 2.358 juta di tahun 196618.

Kegagalan yang terjadi pada masa Orde Lama dengan sistem ekonomi

terpimpin yang dicetuskan, namun ada juga keberhasilan yang dicapai yaitu

mengenai pelayaran dan bongkar muat yang saat itu Soekarno menunjuk Ali

Sadikin sebagai Menteri Pelayaran, dan Ali Sadikin meminta nasehat kepada

pengusaha yang bergerak dalam industri ini yang salah satunya adalah

pengusaha pribumi yang masih dapat bertahan dengan kegagalan dalam

program Benteng yaitu Soedarpo Sastrosatomo. Soedarpo mengatakan bahwa

bongkar muat kapal dan keagenan merupakan sumber devisa bagi negara

namun karena pendapatan tersebut harus disetor kepada Lembaga Alat-alat

Pembayaran Luar Negeri untuk ditukar dengan kurs resmi yang rendah maka

pengusaha dan juga negara kehilangan banyak uang, sehingga jalan keluarnya

adalah dengan mengijinkan pengusaha memiliki kapal sendiri dengan

kebebasan untuk menggunakan devisa. Akhirnya dikeluarkan peraturan

bahwa setiap perusahaan asing maupun domestik harus memiliki surat izin

bongkar-muat, yang menjadi asal usul pemesanan muatan dimana semua

muatan untuk proyek pemerintah harus diangkut di bawah bendera Indonesia.

Hal itu sangat memudahkan bagi pengusaha industri pelayaran untuk bertahan

18 Bisuk Siahaan, “Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun, 1961

(47)

dalam kondisi krisis Orde Lama. Serta berdirinya pabrik-pabrik besar telah

memberi para insinyur, manajer dan buruh pabrik Indonesia keterampilan

industri dan pengalaman dalam mengoperasikan pabrik modern, sehingga

pada masa awal Soeharto tidak perlu memulai upaya industrialisasi dari nol.19

3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982)

Tahun 1966 merupakan tahun awal Orde Baru di bawah pimpinan

Soeharto. Pada masa pemerintahannya Soeharto mewarisi masalah-masalah

Orde Lama seperti tingkat inflasi yang mencapai 650%, utang luar negeri

sebesar US$ 2,5 Miliar, serta tingkat pertumbuhan yang rendah.

Maka pada awal pemerintahannya Soeharto melakukan langkah

reformasi perekonomian seperti mengembangkan sektor swasta, menarik

investor asing, menghilangkan subsidi pada perusahaan pemerintah. Orde

Baru juga mengupayakan untuk mengurangi tingkat kenaikan harga yang

disertai upaya untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar yaitu

ketersediaan beras bagi rakyat.

Prestasi yang dicapai pada masa awal Orde Baru membuat Indonesia

begitu menonjol, dengan pencapaian kenaikan pertumbuhan rata-rata 6,7%

pertahun selama tiga dekade, juga sektor industri yang meningkat cukup pesat

bahkan melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

19

(48)

2009. kecuali pada tahun 1973 dan 1983 (krisis minyak) dan 1997 (krisis

moneter). Pencapaian itu dilatarbelakangi oleh dua kekuatan selain Soeharto

dalam mengendalikan dan juga perencanaan ekonomi yaitu kelompok ekonom

yang dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro yang dijuluki “Mafia Barkeley”

dan kekuatan Mahasiswa. Mahasiswa melakukan seminar ekonomi dan

keuangan di FEUI di bawah bimbingan Widjojo Nitisastro yang akhirnya

hasil dari seminar tersebut dijadikan legitimasi kebijakan pada masa awal

Orde Baru.20 Dimana prinsip ekonomi itu mencangkup: (1) Asas

keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan, ekspor dan impor, arus

barang dan arus uang, kesempatan bekerja dan pertambahan penduduk, (2)

Asas efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber ekonomi, (3) Asas keadilan

dalam pembagian beban dan pembagian rezeki, dan (4) Asas perlunya

investasi bagi pertumbuhan ekonomi.21

Permasalahan yang telah dialami pada periode pertengahan 1960

dengan sistem ekonomi yang relatif tertutup dan bersifat nasionalis membuat

perubahan besar dalam sistem ekonomi di masa Orde Baru dengan sistem

ekonomi terbuka seperti banyaknya modal asing yang masuk dan pinjaman

luar negeri yang deras. Hingga diberlakukannya undang-undang Penanaman

20

Mudrajat Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 249.

21

(49)

Modal Asing tahun 1967 dan diperkenalkan konsep Anggaran yang

berimbang. Pada masa itu juga terlihat dua pemikiran yang saling bertolak

belakang dimana kelompok pemikir pertama lebih fokus pada peran negara

yang besar demi kesejahteraan rakyat dan dicerminkan dengan berbagai

alokasi dana terhadap program pembangunan sosial berupa pendidikan dan

kesehatan. Sedang kelompok pemikir yang kedua adalah kelompok yang

mendukung liberalisasi perekonomian dengan membuka aliran modal dan

pasar seluas-seluasnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

secara cepat dalam rangka pemulihan makroekonomi.22

4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997)

Pada periode ini terjadi penurunan harga minyak secara drastis yang

sangat memukul Indonesia. Pada dasawarsa 1970 penerimaan migas sangat

menyokong negara hingga pada 1982 dan 1986 harga minyak anjlok maka

penerimaan dari minyak dan gas (migas) turun drastis.

Saat muncul krisis tersebut pemerintah cepat tanggap dengan

melakukan liberalisasi serta deregulasi di bidang moneter, fiskal,

perdagangan, dan investasi. Juga mengubah ketergantungan negara terhadap

sektor migas dan beralih kepada komoditas lain, mobilisasi dana dalam negeri

22

(50)

(pajak dan tabungan), serta mengurangi campur tangan pemerintah di banyak

sektor yang dirasa menghambat kemajuan dunia usaha.

Sistem deregulasi tersebut menaikkan iklim persaingan khususnya di

industri manufaktur yang ditandai dengan peningkatan jumlah perusahaan

yang tumbuh. Seperti pada tahun 1986 saat harga minyak jatuh lebih tajam

dari tahun 1982, akhirnya dilakukan deregulasi dan liberalisasi di sektor

perbankan, perdagangan dan pasar modal. Sektor pasar modal yang lama

vakum, dapat bangkit dan mencetak prestasi baik dalam nilai dan volume

perdagangan untuk ukuran dunia. Juga sektor perbankan, dimana perbankan

swasta mulai bersaing secara agresif untuk mendapatkan konsumen dan

pangsa pasar. Namun berbeda dengan bank pemerintah yang malah melemah

dalam menyesuaikan diri terhadap kesempatan komersial tersebut karena

terbiasa dengan adanya bantuan dari pemerintah dan Bank Sentral.23

Banyak teknokrat, ekonom, dan teknolog yang berperan dalam

menerapkan kebijakan rekonstruksi dan deregulasi. Habibie dengan konsep

“Delapan Wahana Industri”-nya yaitu pesawat terbang, kimia, elektronika,

trasnportasi darat, peralatan pertanian, kapal laut, rekayasa, dan pemesinan

umum, menitikberatkan pada peningkatan SDM untuk mencapai keunggulan

kompetitif agar indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dalam bidang

23

(51)

teknologi. Peranan ekonom, teknokrat seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim,

Mohammad Sadli juga sangat berperan dalam kebijakan deregulasi,

restrukturisasi, penyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, dan efisiensi.

Habibie mengusulkan adanya lompatan teknologi dalam memperoleh

nilai tambah yang jauh lebih tinggi dari produk hasil industri dengan

mengenali produk yang diprioritaskan maka diterapkan teknologi canggih

pada produk tersebut namun karena kebutuhannya yang mahal maka butuh

subsidi dari pemerintah, Habibie juga mengkritisi para ekonom yang terlalu

mengandalkan keunggulan komparatif dengan orientasi pasar bebas dan

ekspor produk-produk padat karya dan sumber daya alam. Namun Soemitro

Djojohadikoesoemo dan juga Kwik Kwan Gie mengkritik Habibie, Kwan Gie

malah lebih setuju dengan ekonom konvensional yang memanfaatkan

keunggulan komparatif dinamis tanpa teknologi yang tinggi dan subsidi

pemerintah, karena menurutnya lompatan teknologi tinggi mudah

terperangkap ke dalam hobi hingga tidak mempunyai trickle down effect. Namun kebijakan deregulasi dan liberalisasi yang dilaksanakan sejak

tahun 1983 sampai pertengahan 1990 malah menyebabkan permasalahan baru

(52)

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang secara faktor internal akhirnya

menyebabkan Indonesia mengalami masa krisis di tahun 1997/1998.24

5. Krisis dan Pemulihan (1997-2004)

Tahun 1997 merupakan awal krisis di Indonesia yang berdampak

cukup besar kepada sektor industri. Sektor manufaktur mengalami penurunan

yang sebelumnya 12% tetapi pada tahun 1997 menurun menjadi 5,3%, namun

setelah periode krisis Asia manufaktur kembali naik secara perlahan hingga

pada tahun 2004 mencapai 6,4% dan hanya meningkat satu digit saja karena

pertumbuhannya yang tersendat-sendat.

6. Pemulihan dan Pengembangan (2005-2009)

Periode ini merupakan masa pemulihan paska krisis di tahun

1997-1998, dengan melakukan pengembangan revitalisasi, konsolidasi dan

rekonstruksi industri untuk dapat unggul dan kompetitif .

Industri Indonesia tidak sama dengan industri di negara Asia Timur

lainnya karena tidak memiliki pengalaman industrilisasi yang panjang, belum

memiliki permodalan yang baik, tapi cukup sukses dalam melakukan

transformasi ke industri yang bersifat outward looking.

Pada periode ini presiden SBY melakukan kebijakan dalam tiga

instruksi Presiden (Inpres) yaitu Inpres No.3 tahun 2006 mengenai

24

(53)

serangkaian program dalam upaya memperkuat kelembagaan pelayanan

investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai,

perpajakan, ketenagakerjaan, serta usaha kecil, menengah, dan koperasi

dengan tujuan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang

dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja baru, meningkatkan penghasilan

masyarakat, mengurangi kemiskinan sehingga target pertumbuhan ekonomi di

atas 6% dapat tercapai.

Kebijakan yang kedua yaitu dalam Inpres No.6 tahun 2007 mengenai

Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pengembangan

UMKM yang terdiri dari empat bidang utama, yaitu (1) Bidang perbaikan

Iklim Investasi; (2) Reformasi Sektor Keuangan; (3) Percepatan

Pembangunan Infrastruktur; dan (4) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM).

Kebijakan yang ketiga tertuang dalam Inpres No.5 tahun 2008

mengenai Paket Fokus Pembangunan yaitu fokus program ekonomi tahun

2008-2009 dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional, kelestarian sumber daya alam, peningkatan ketahanan energi dan

kualitas lingkungan, dan untuk pelaksanaan berbagai komitmen Masyarakat

Ekonomi Association of South East Asia Nations/ ASEAN (MEA)25.

25

(54)

43 A. Riwayat Singkat

1. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi,

sebenarnya nama yang diberikan kepada Mohammad Hatta saat lahir adalah

Mohammad Athar namun karena masyarakat sekitar yang sulit menyebut

namanya sehingga sering disebut Atta, yang sampai akhirnya namanya

menjadi Mohammad Hatta.1 Nama kecilnya (Mohammad Athar) kini

diberikan kepada cucu laki-lakinya dari anaknya yang kedua Gemala. Hatta

adalah anak kedua dari 6 bersaudara yang semuanya adalah perempuan, jadi

Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, yang kemungkinan

berpengaruh pada perilakunya yang lembut dan sopan.

Ayahnya Muhammad Jamil adalah anak dari seorang ulama besar

surau Batu Hampar yaitu Syeikh Abdrurrahman. Ayahnya tidak meneruskan

surau tapi memilih untuk berdagang, maka pamannya yang melanjutkan

kehidupan ulama, namun begitu Hatta tetap mendapatkan pengajaran agama

yang kuat sedari kecil. Ibunya Siti Saleha anak dari Ilyas Bagindo Marah yang

dipanggil Hatta dengan Pak Gaek berasal dari keluarga pedagang besar.

1

(55)

Setelah ayahnya meninggal saat Hatta berusia delapan bulan, ibunya menikah

lagi dengan seorang saudagar asal Palembang bernama Haji Ning.

Hatta menempuh pendidikan sekolah dasar di ELS (Europeesche Lagere School) yaitu sekolah dasar untuk orang kulit putih dari kelas 5 sampai kelas 7 sampai tahun 1913, di mana ia sebelumnya belajar secara privat.

Kemudian di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) SMP dengan bahasa pengantarnya bahasa Belanda sampai 1917. Selain belajar biasa Hatta juga

rajin belajar agama dan mengaji di surau Nyik Jambek (Syaikh Muhammad

Djamil Djambek) dan juga dengan Haji Abdullah Ahmad saat di Padang, yang

dimana kedua ulama ini adalah ulama pembaharu di Minangkabau yang

sangat berpengaruh di Indonesia.2

Di padang Hatta aktif di menjadi anggota Serikat Usaha semacam

kamar dagang bersifat lokal, dia juga aktif di Jong Sumatranen Bond (JSB, Perkumpulan Pemuda Sumatera) dia sebagai bendahara di sana. Saat dia

sekolah di Prins Hendrik School yaitu sekolah dagang menengah di Jakarta dia pun aktif kembali sebagai bendahara pusat. Awalnya sang kakek akan

membawa Hatta ke Mekkah untuk belajar agama dan berharap dapat

melanjutkan suraunya. Namun Ibu dan pamannya tidak setuju karena Hatta

yang saat itu masih kecil, lalu ibunya meminta pamannya saja yang

meneruskan surau, hingga dengan lapang dada sang kakek merelakan Hatta

2

(56)

untuk melanjutkan pendidikan dan berharap yang terbaik dengan keputusan

ini. Saat sekolah di Jakarta Hatta tinggal dengan Radja Bangsawan seorang

mantan inspektur kepala sekolah untuk wilayah bagian selatan. Hatta juga

sering mengunjungi pamannya yaitu Ayub Rais seorang pedagang kaya yang

banyak membantu Hatta dan juga sering bertukar pikiran mengenai bisnis,

ekonomi, dan perdagangan. Dari diskusi yang dilakukan Hatta dengan

pamannya itu membuat pengetahuan ekonomi bisnis Hatta lebih luas dari

yang didapatkan di bangku sekolah, selain itu juga membentuk pemikiran

Hatta mengenai ekonomi. Ayub Rais pula yang membiayai sebagian besar

biaya sekolah Hatta saat di Jakarta dan di Belanda.3

Selain pamannya Ayub Rais dan juga keluarganya yang sebagian besar

adalah pedagang yang membentuk pemikiran ekonomi Hatta, serta lingkungan

keluarga yang juga berasal dari kalangan ulama dan janji Hatta pada kakeknya

Pak Gaek untuk tetap taat pada agamanya membuat pemikiran Islam dan

religiusitas Hatta sangat kental dan berpengaruh juga pada pemikirannya dan

perilakunya yang sangat menjaga batas-batas ajaran Islam saat berteman

dengan para gadis Eropa, malah mereka mengatakan jika Hatta seperti

seorang pendeta.4 Dan tokoh lain seperti Haji Agus Salim yang dikenalnya

saat menjabat bendahara di JBS pusat juga berpengaruh pada pemikirannya.

3

Ibid., h. 39.

4

Gambar

Gambar 1 Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan ..................................   22
Tabel 1 Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan
Gambar 1. Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan.5
Gambar 2. Konsep Pembangunan dalam Islam.11
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada koefisiensi tidak langsung, pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan melalui keputusan pembelian sebagai variabel mediasi, menunjukan

Intervensi yang harus dilakukan pada dusun dan sektor prioritas (Dusun Melati pada sektor pertanian) adalah penanganan prasarana transportasi (jaringan jalan) berupa

Pada form konsultasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menekan tombol tambah agar semua yang akan di input bisa berfungsi selanjutnya klik no registrasi

Di dalam undang-undang tentang kesehatan, aborsi dapat dilakukan dengan syarat sebagai  berikut:.. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian untuk

bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan

Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi referensi bagi perusahaan, terutama perusahaan manufaktur, dalam usaha meningkatkan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah wacana baru tentang pengembangan media pembelajaran yang bermanfaat dalam proses pembelajaran di

Sedangkan sarana dan prasarana peralatan yang dimiliki oleh Tim Serbu api Kelurahan (TSAK) masih kurang memadai, sehingga itu juga merupakan faktor yang menjadi