• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw sebagai upaya mengatasi miskonsepsi siswa terhadap konsep sel : penelitian tindakan kelas di MA Pembangunan UIN Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw sebagai upaya mengatasi miskonsepsi siswa terhadap konsep sel : penelitian tindakan kelas di MA Pembangunan UIN Jakarta"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

Terhadap Konsep Se!" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus elalam Ujian Munaqasyah paela, 06 Mei 2008 elihadapan elewan penguji. Karena itu, penulis memperoleh gelar SmjanaSI (S.Pd) elalam bielang Pendidikan Biologi.

Jakarta, 21 Mei 2008 Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan Penelielikan IPA)

II'. H. Mahmuel M. Siregar. M.Si NIP. 150222933

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Penelielikan IPA) Baig Hana Susanti, M.Sc

NIP. 150299475 Penguji I

Drs. Sujiyo Miranto. M.Pd NIP. 150368 741

PengujiII

DI'. Zulfiani, M.Pel NIP. 150368741

Tanda Tangan

(2)

Nama : Fika Damayanti

NIM : 103016127085

Jurusan/semester : Pendidikan 1PA (Bio1ogi)/X Angkatan tahun : 2003

Alamat : JI. Kihajar Dewantara Gg. Nurul Huda II Rt. 003/015 No. 39 Ciputat-Tangerang 15411.

Menyatakan dengan sesungguhnya

Babwa Skripsi yang berjudul "Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Jigsaw Sebagai Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Terhadap Konsep Sel", adalah benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan:

1. Nama NIP 2. Nama

NIP

: Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd : 150231502

: Eny S. Rosyidatun, MA : 150377 449

Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila temyata skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri.

Jakarta, Juni 2008 Yang menyatakan,

(3)

Biologi, Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Jigsaw sebagai upaya mengatasi miskonsepsi sehingga teljadi peningkatan penguasaan konsep siswa. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan 23 siswa MA Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2007/2008. Penelitian tindakan ke1as dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama menggunakan sub konsep struktur dan fungsi sel dan siklus kedua menggunakan sub konsep transpor pada membran. Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes, observasi, dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Jigsaw sangat efektif dalam mengurangi miskonsepsi sehingga teljadi peningkatan penguasaan konsep siswa baik pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I teljadi pengurangan miskonsepsi sebesar 29,58 % dari 56,1 % menjadi 26,52 %. Sedangkan siklus II teljadi pengurangan miskonsepsi sebesar 43,91 % dari 63,48 % berkurang menjadi 19,57 %. Besarnya peningkatan penguasaan konsep seCaI'a langsung tampak dari rata-rata !'Lgain siklus I sebesar 0,53 dengan kategori sedang dan N-gain siklus II sebesar 0,70 dengan kategori tinggi. Aktivitas siswa dalam pembelqjaran siklus I termasuk kategori rendah dan belum berjalan dengan baik. Tetapi, pada siklus II sudah dapat ditingkatkan menjadi kategori tinggi setelah diadakannya praktikum sebagai perbaikaIl pembelajaran. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaraIl kooperatif teknik Jigsaw. BerdasaI'kan pengujian dua sampel dengan menggunakan uji-T atau paired samples T test

didapatkan hasil pengurangan miskonsepsi dan peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus I dan siklus II mempunyai perbedaan yang signifikan dengan signifikansi sebesar 0,000. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dapat mengurangi miskonsepsi siswa sehingga berdampak pada peningkatan penguasaan konsep Biologi siswa.

(4)

Department of Science Education, The Study Program of Biology Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic Syarif Hidayatullah Jakarta.

This research has purpose to know of use model the cooperative learning with the tec1mique Jigsaw as effort overcome the misconception so that the increasing of mastery students concept. This classroom action research involved 23 student of MA Development UIN Jakarta in the academic year 2007 I 2008. The research of class action conducted in two cycle. First cycle use the sub conception the structure and function cell and second cycle use the sub conception the transpor of membrane. Every cycle consisted of steps like the planning, action, observation, and reflection. Technique of data collecting conducted by test, observation, and kuesioner. Result of research indicate that the use model the cooperative learning with the technique Jigsaw very effective in decreasing misconception so that the increasing of mastery students concept at cycle of I and cycle II. At cycle I happened by the misconception of equal to 56,1 % decreasing 29,58 %becoming 26,52 %. While cycle II happened by the misconception of equal to 63,48 % decreasing 43,91 % becoming 19,57 %. Level of the mastery student concept directly see from mean of N-Gain of cycle I of equal to 0,53 with the pass category and N-Gain of cycle II 0,70 with the high category. Student activity in study of cycle I of is inclusive of low category and not yet walked better. But, at cycle II have earned improved to become the high category after performing of praktikum as study repair. Student give the positive respon to cooperative learning of teclmique Jigsaw. Pursuant to examination two sampel by using uji-T or paired samples T test got by result of reduction misconception and mastery students concept the student of at cycle I and cycle II have the difference which signifikan with signifikansi of equal to 0,000. Becoming, inferential that use model the cooperative learning of technique Jigsaw can decreasing the misconception student so that affect at mastery students of Biological concept.

(5)

Assalamu 'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Segala puji hanyalah milik Allah SWT, alhamdulillah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhanmlad SAW yang telah membimbing umat manusia ke jalan yang terang benderang, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Berkat bantuan berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi yang beljudul "Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatifdengan Teknik Jigsaw Sebagai Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Terhadap Konsep Sd' ini dapat diselesaikan oleh penulis yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam kesel11patan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih, penghargaan selia rasa honnat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Dekan FITK UIN Syarif I-lidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Sekeliaris Jurusan Pendidikan IPA. 4. Bapak Drs. Ahmad SofYan, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah

membimbing dan l11embantn penulis dalal11l11enyusun skripsi ini.

5. [bu Eny S Rosyidatun, MA, selaku Pel11bimbing II dan guru Biologi MA Pembangunan UIN Jakarta yang telah tulus dan ikhlas meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis selal11a menyusun skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai UIN SyarifHidayatullah khususnya di Jurusan IPA (Pend.Biologi) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

(6)

banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

10. Segenap pimpinan dan karyawan/karyawati perpustakaan UIN Syarif hidayatullah Jakarta, perpustakaan UI Depok, Perpustakaan LIPI Jakarta, perpustakaan UNJ Jakarta, perpusatakaan Nasional Jakarta, pelpustakaan DIKNAS Jakarta, perpustakaan UPI Bandung.

II. Orangtua yaitu, bapak Sapdi dan ibu Mailianah, kakaku Anwar Hadi, serta seluruh keluarga atas dorongan moril dan materil serta doa kalian yang selalu berlimpah.

12. Zainal Ali dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

13. Semua teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan IPA Biologi angkatan 2003 (ALGA) khusnsnya Novi, Arum, Nurul, Reni, Mayang, Rubi yang selalu kompak dan semangat baik dalam suka maupun duka.

Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas amal baik mereka.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bennanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Alhamdulillahirobbil 'Alamil1

Wassalamu 'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh

Jakarta, 29 April 2008

(7)

ABSTRAK .

KATA PENGANTAR. 111

DAFTAR lSI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPlRAN Xl

BAB I PENDAHULUAN I

A. Latar Belakang Masalah I

B. ldentifikasi Area dan Fokus Penelitian

ヲセINGNNNNNNNNNNNNNNNNNNN

7 C. Pembatasan Fokus Penelitian... 8

HGセBI

'J,' D. Perumusan Masalah Penelitian セᄋB[G[NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN 8

E. Kegunaan Hasil Penelitian 8

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN 9

A. Kajian Teoritik... 9 I. Hakikat PembelajaranKooperatif(Cooperative Learning)... 9

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

(Cooperative Learning) 9

(8)

c. Penyebab Miskonsepsi.. 26 d. Miskonsepsi dari Sudut Pandang Konstmktivisme 27 B. Acuan Teori Rancangan-rancangan Altematif atau Disain-disain AlternatifIntervensi Tindakan Yang Dipilih 30 C. Bahasan Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan 42 D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 54

A. Tujuan Penelitian 54

B. Waktu dan Tempat Penelitian 54

C. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/rancangan Siklus

Penelitian .. 54

D. Subjek/Partisipan Yang Terlibat Dalam penelitian 56 E. Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian 56 FセN Tahapan ntervenslI . T' d kIII a an H[ゥLG|セ·,..(..: )-6

G. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan

CV

57

H. Data dan Sumber Data 57

1. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data yang Digunakan 58

J. Teknik Pengumpulan Data 59

K. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan(Trustworthiness)studi 59

1. Analisis Data dan Intervensi Hasil Analisis 62 M. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan 63 BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALIS

DAN PEMBAHASAN 64

A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan EfekIHasil Intervensi Tindakan ... 64

(9)

'b

A Kesimpulan 95

B. Saran 96

DAFTARPUSTAKA 98

(10)

I. Langkah-Iangkah pembelajaran koopcratif 15

2. Pcnyebab Miskonsepsi Siswa 26

3. I'crbedaan Sel Tumbuhan dan ScI Hewan 48

4. Skcma TeknikJigsaw 55

5. Tahapan Intervensi Tindakan Siklus 1 56

6. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Konsep Sel 58

7.

.r

umlah Miskonscpsi Siswa Pada Pretes dan Postes Siklus 1 65 8.

.r

umlah Miskonsepsi Siswa Pada Pretes dan Postes Siklus II 66 9. Output Paired Samples Test Pengurangan Miskonsepsi 67

10. Penguasaan Konsep Siswa pada Siklus 1 dan Siklus 11... 68

I 1. Output Paired Samples Statistic... 70

]2. Output Paired Samples Test Penguasaan Konsep... 70

13. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II... 71

14. Respon Siswa Terhadap Model PembelajaranKooperatifTeknikJigsaw.... 72

15. Miskonsepsi Siswa pada Materi Struktur dan Fungsi Sel (Siklns I)... 79

16. Miskonsepsi Siswa pada Materi Transpor pada Membran (Siklus II)... 87

17. Miskonsepsi Siswa pada Pretes Siklus 1 101 18. Miskonsepsi Siswa pada Postes SikIus 1 102 19. Miskonsepsi Siswa pada Pretes Siklus II 103 20. rVliskonsepsi Siswa pada Postes Siklus II 104 21. Pengujian Rata-rata Pretes dan Postes Siklus1.. 105 22. Pengujian Rata-rata Pretes dan Postes Siklus II 105

23. Pengujian Rata-rata Min 1 dan Min II 105

24. Pengujian Rata-rata N-gain Siklus 1daan Siklus II .105 25. Skor Validitas Uji Coba Instrumen Penelitian Sub Konsep Struktur

(11)

Fungsi Sel (Siklus I) 159 30. Skor Uji Reliabilitas Intrumen Penelitian Sub Konsep Transpor pada

Membran (Siklus II) 161

31. Tingkat Kesukaran Soal Pada Siklus 1 163

(12)

1. lIustrasiJigsaw 20

2. Proses Membangun Pengetahuan Ilmiah 38

3. Bagan Kcrangka Pikir .'" '" 41

4. Sel j-jewan dan Sel Tumbuhan 49

5. Bagan Konsep Sel 53

6. Model Penelitian Tindakan Kelas 55

7. Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis 68

8. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi dengan Membaca Buku/

Textbookpada Siklus 1 106

9. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi dengan Tidak Membaca Buku/

[image:12.595.40.445.138.510.2]
(13)

2. Miskonsepsi Siswa pada Postes Sikius I 102

3. Miskonsepsi Siswa pada Pretes Siklus II 103

4. Miskonsepsi SiswapadaPostes Sikius II 104

5. Hasil Perhitungan Paired Samples T test dengan Program SPSS 10.0 105 6. Gumbar Perbandingan Presentasi Siswa pada Siklus I dan Siklus II I 06 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I 107 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II 115 9. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Penelitian Sub Konsep Struktur dan

Fungsi Sel (Siklus I) 121

10. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Penelitian Sub Konsep Transpor pada

Membran (Siklus II) 124

II. Kisi-kisi Instrull1en Penelitian Sub Konsep Struktur dan Fungsi Sel

(Sikius I) 126

12. Kisi-kisi Instrull1en Penelitian Sub Konsep Transpor pada Mell1bran

(Siklus II) 127

13. Soal Uji Coba Instrumen Sub Konsep StlUktur dan Fungsi Sel (Siklus I) ...128 14. Kunci Jawaban Soal Sub Konsep Struktur dan Fungsi Sel (Siklus I) 134 15. Soal Uji Coba Instrumen Sub Konsep Transpor pada Membran

(Siklus II) 136

16. Kunci Jawaban Soal Sub Konsep Transpor pada Mell1bran (Siklus II) 141 17. Instmmen Penelitian Sub Konsep StlUktur dan Fungsi Sel (Siklus I) 143

18. Kunci Jawaban 147

19. Instrumen Penelitian Sub Konsep Transpor pada Membran (Siklus II) 148

20. Kunci Jawaban 152

21. Skor Validitas Uji Coba Instrumen Penelitian Sub Konsep Stmktur

(14)

25. Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen (Siklus II) 158 26. Skor Uji Reliabilitas Intrumen Penelitian Sub Konsep Stmktur dan

Fungsi Sel (Siklus I) 159

27. Perhitungan Reliabilitas Hasil Uji Coba Instrumen (Siklus I) 160 28. Skor Uji Reliabilitas Intrumen Penelitian Sub Konsep Transpor pada

Membran (Siklus II) 161

29. I'erhitungan Reliabilitas Hasil Uji Coba Instrumen (Siklus II) 162

30. Tingkat Kesukaran Soal Pada Sik1us 1 163

31. Tingkat Kesukaran Soal Pada Siklus II 164

32. Lembar Observasi Siswa 165

(15)

Bidang pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan atau sasaran bidang pendidikan dalam menyikapi era globalisasi. Dalam era globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama suatu bangsa dapat berkompetensi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pembangunan di sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang hams dilakukan pemerintah agar melahirkan generasi-generasi bangsa yang berintelektual. Pendidikan IPA (biologi) sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Sejalan dengan peningkatan pendidikan secara kuantitatif dan kualitatif, tantangan dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin meluas. Kedua peningkatan pendidikan tersebut harus dilakukan secara tems-menerus agar hasil pendidikan dapat dicapai secara maksimal. Selama ini sudah banyak usaha-usaha peningkatan di bidang pendidikan, tetapi sebagian besar hasil-hasil yang dicapai hingga sekarang ini belum dapat membekali sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan-tantangan di era globalisasi ini.!

Pembahaman di bidang pendidikan harus segera dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan. Paradigma pendidikan menuntut agar sekolah dan guru lebih kreatif dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kreativitas sekolah dan gum hams muncul dalam : I). Menciptakan suasana belajar yang inovatif dan kreatif. 2). Meningkatkan kecakapan siswa wltuk membangun pengetahuan.2 Namun, gagasan-gagasan

I Musahir,Konstrllktivisme Da/am Pembe/ajaran IPA, (Jakarta: MAN 4, 2004) h. 1

2Susanto Pudiyo,Keterampi/an Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstrllktivisme, (Jurusan

(16)

pembaharuan pendidikan itu tampaknya belum dapat diwujudkan dalam bentuk nyata pada peningkatan mutu pendidikan. Belum terwujudnya peningkatan mutu pendidikan itu diduga disebabkan banyaknya masalab yang belum dapat dipecahkan oleh sekolah dan guru.

Belum adanya peningkatan mutu pendidikan Juga dialami pada pendidikan sains (termasuk di dalamnya bidang studi biologi). Belum meningkatnya mutu pendidikan sains ada hubungannya dengan belum dapat dipecahkannya masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran sains. Masalah-masalah pembelajaran sams dan pemecahannya sering didengungkan, didiskusikan, dan diseminarkan, babkan ditatarkan kepada guru, tetapi dalam penerapannya masalah-masalah tersebut tetap menjadi masalah yang menjadi faktor kurang meningkatnya mutu pembelajaran sains. Masalah-masalah pembelajaran sains yang dimaksudkan adalah tidak dapat diperbaharuinya metodologi dan teknologi pembelajaran sains konvensional yang sudah mendarah daging pada guru sains. Masalah-masalah pembelajaran sains itu adalah sebagai berikut3 :

Pertama, Pengalaman siswa tidak diintegrasikan pada kegiatan belajar mengajar (KBM). Sejak awal pelajaran, gum pada umumnya langsung mencurahkan materi pelajaran yang ditargetkan. Materi tersebut 、ゥ。ウオュウゥセ。ョ

belum dikuasai oleh siswa dan harus dikuasai oleh siswa. Seharusnya guru terlebih dahulu menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang dipelajari. Berdasarkan pengetahuan awal itu guru mengembangkan konsep slswa.

(17)

Ketiga, Pengajaran sains hanya mencurahkan pengetahuan (tidak berdasarkan praktik). Dalam hal ini, fakta, konsep, dan prinsip sains lebih banyak dicurahkan melalui ceramah, tanya jawab, atau diskusi tanpa didasarkan pada hasil kerja praktik. Pencurahan pengetahuan dengan cara tersebut dapat menimbulkan miskonsepsi atau salah pengertian Seharusnya pembelajaran sains didasarkan pada praktik siswa. Berdasarkan hasil kerja praktik siswa diarahkan untuk menemukan fakta, konsep, dan prinsip sains.

Penelitian-penelitian pendidikan IPA memperoleh fakta bahwa masih banyak guru IPA dalam kegiatan pembelajarannya hanya menginformasikan fakta, konsep, prinsip, dan hukum yang terlepas dari pengalarp.an dan pengetahuan awal siswa, sehingga guru tidak dapat mengungkapkan konsep awal siswa.4 Hal ini akan berdanlpak kurang baik, karena materi atau konsep yang terlepas dari pengetahuan awal siswa akan dirasakan asing, sulit, dan membosankan sehingga siswa tidak termotivasi mengikuti pelajaran. Dampak negatif yang lebih fatal dari pembelajaran tersebut yaitu pemahaman siswa tentang IPA tidak utuh, IPA hanya dipahami sebagai produk (teori) saja, sedangkan IPA sebagai proses dan aplikasinya tidak tersentuh. Pembelajaran dengan cara ini menyebabkan siswa tidak berperan aktif sehingga di dalam pikiran siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Oleh karena itu, metode yang diterapkan guru sering membosankan dan kurang merangsang siswa untuk berpikir. Selain itu, pembelajaran seperti ini dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

Sebelum mengikuti proses pembelajaran secara formal di sekolah, Slswa sudah membawa konsep awal tentang biologi. Konsep awal yang l11ereka bawa itu kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diteril11a para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah itu biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep.5Konsep awal itu l11ereka dapat sewaktu berada di sekolah dasar, sekolah l11enengah, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.

4Musahir,Loc. cU.

(18)

Hasil belajar siswa menunjukan tingkat prestasi yang rendah, hal ini disebabkan karena masih banyak terjadi miskonsepsi siswa pada konsep-konsep Biologi. Miskonsep-konsepsi terdapat dalam semua bidang sains seperti biologi, kimia, fisika, dan astronomi.6 Dalam bidang biologi, para peneliti menemukan beberapa contoh miskonsepsi yang dimiliki siswa maupun l11ahasiswa. Salah satunya adalall konsep tentang binatang. Banyak siswa mengartikan binatang terbatas pada vertebrata, khususnya binatang mamalia yang ditemukan di rumall, kebun, dan kebun binatang. Al11ir dan Tamir (1994), menemukan adanya miskonsepsi dalam konsep fotosintesis, suatu konsep yang penting dalam biologi.7 Siswa menjelaskan ballwa fotosintesis adalah suatu proses pernapasan oleh tanal11an. Banyak siswa, meskipun sudall mengikuti mata pelajaran biologi cukup lama, tetap beranggapan bahwa tanaman mendapatkan makanan langsung dari tanah, padahal sebenarnya tidak del11ikian.

Pada penelitian ini akan digunakan' konsep tentang sel. Dalam pel11belajaran, umumnya siswa tidak dapat melihat sel seCal'a langsung karena bersifat abstrak. Guru juga jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat langsung melalui pangamatan maupun menyajikan contoh dari model-model sel tumbuhan dan sel hewan. Pembelajaran seperti ini biasanya akan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Berdasarkall hasil wawancara terhadap siswa, peneliti mendapatkan beberapa miskonsepsi pada konsep sel, antara lain:

I. Sel hanya dimiliki pada manusia dan hewan sedangkan tumbuhan tidak memiliki sel.

2. Sel hewan tidak memiliki membran sel.

3. Sel hewan termasuk sel prokariotik dan salah satu contohnya adalall bakteri, siswa menganggap bahwa bakteri adalall hewan padallal bukan. 4. Organel pada sel tumbuhan yang berperan dalam fotosintesis adalall

vakuola. Fungsi vakuola yaitu untuk menyimpan cadangan makanan

6NN, Children"s Misconceptions

(!illR:11w"vw.amasci.com/miscon/ollphvs.htm I. 1998)

(19)

sedangkan proses fotosintesis itu berguna agar tanaman memperoleh energi dalam hal ini adalah makanan untuk pertumbuhannya. Dengan begitu, siswa menganggap vakuola yang berperan dan membantu proses fotosintesis pada tumbuhan untuk memperoleh makanan.

Kesalahan konsep atau miskonsepsi merupakan sumber kesulitan siswa dalam mempelajari biologi. Pembelajaran yang tidak mempertimbangkan pengetahuan awal siswa mengakibatkan miskonsepsi-miskonsepsi siswa semakin kompleks dan stabil. Sumber miskonsepsi-miskonsepsi bisa berasal dari diri siswa, masyarakat, sumber baeaan, dan guru. Miskonsepsi dipandang sebagai faktor penting penghambat bagi siswa dan rujukan bagi guru dalam pembelajaran dan pengajaran sains (Osborne dan Freyberg,

1985)."

Masalah miskonsepsi ini harus segera diatasi guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat memberikan peran aktif pada siswa untuk mengungkapkan konsep dan gagasan mereka adalah pembelajaran kooperatif(Cooperative Learning) dengan menggunakan teknik

Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif teknikJigsawsangat coeok digunakan

untuk menyampaikan konsep tentang sel, karena pada saat pembelajaran setiap siswa akan mendapatkan topik materi yang berbeda-beda untuk didiskusikan dan dipresentasikan. Dengan eara demikian, model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw adalah eara yang baik untuk mengungkapkan pengetahuan siswa dengan menekankan pada kesadaran siswa untuk belajar berpikir, memeeahkan masalah, dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan tersebut kepada siswa yang membutuhkan dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada orang lain dalam kelompoknya.9

8 Tatang Suratno, KOl1sln,ktiv;sme, Konsepsi A/terna/if. dan Perubahan Konseptual, (Jakarta: Prosiding Seminar Intemasional Jnl1lsan Pendidikan IPA, FITK, UIN Jakarta, 2006) h. I

9 Wagiran, Meningkalkan Keaktifan Mahasiswa dan Reduksi Miskonsepsi Ale/allli

Pembelajaran Kans/ruk/ivls/ik Model Koopera/if Herban/uan Modul. (Jumal IImu Pendidikan,

(20)

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran model kooperatif merupakan model pembel'!iaran yang terbukti efektif dalam mengurangi terjadinya miskonsepsi,lo karena cooperative learning merupakan pembel'!iaran yang aktif, pembel'!iaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman, karena bahasa teman seringkali lebih mudah dipahami dari pada ballasa guru. Dengan mendiskusikannya dengan (eman lain tentang konsep yang barn saja dipelajari akan membuat mereka tertantang untuk mengerti lebih dalam. Mereka saling mengungkapkan konsep dan gagasan mereka masing-masing, mendengarkan gagasan ternan lain, memperdebatkannya secara argumentatif-rasional gagasan mereka yang berbeda. Dari perdebatan itn, siswa yang mempunyai gagasan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan mengambil gagasan siswa lain yang benar. Sedangkan jika gagasan mereka sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagasan itu.

Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran, benar-benar diketallUi dan dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pengajaran sesanla siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber satu sama lain. Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam cooperative learning semua anggota mempunyai tanggungjawab dan tugas.

Penerapan metode kooperatif didasari pada koreksi atas pembelajaran tradisional dan temuan bal1wa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran teacher centered

mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih rendal1 daripada pembelajaran aktif dengan para siswa memecal1kan permasalal1an, mefliawab pertanyaan, merumuskan pertanyaan milik mereka sendiri, mendiskusikan, menjelaskan, berdebat, dan cooperative learning, yaitu siswa bekerja berkelompok pada proses pembelajaran.11

10Ibid, h. 26

(21)

Pembelajaran model kooperatif teknik Jigsaw akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengemukakan ide-ide, gagasan-gagasan, konsep-konsep baru berdasarkan pengalaman dan penemuannya sendiri serta didiskusikan bersama-sama siswa yang lain sehingga dapat membantu menangani miskonsepsi karena dapat meluruskan konsep-konsep siswa yang salah untuk menjadi konsep yang benar. Selain itu juga, siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang . sulitjika mereka mendiskusikan dengan temannya.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditunjukkan dengan tereduksinya miskonsepsi siswa kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada konsep sel dalam pembelajaran biologi.

B. IdentifikasiArea dan Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis daplt mengidentifikasikan masalah di antaranya :

I. Miskonsepsi apa saja yang terdapat pada siswa terhadap konsep sel dalam pembelajaran biologi ?

2. Bagaimanakah aktivitas Slswa dalam pembelajaran kooperatif. telmik Jigsaw?

3. Bagaimanakah respon Slswa terhadap model pembelajaran kooperatif teknikJigsaw dalam pembelajaran biologi ?

(22)

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Agar masalah dapat dibahas dengan jelas dan tidak me1uas, maka penelitian ini dibatasi pada :

I. Penggunaan model pembelajaran kooperatifteknikJigsaw

2. Miskonsepsi siswa kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Konsep sel dalam pembelajaran biologi

D. Perumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatifteknikJigsawdapat mengurangi miskonsepsi siswa kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap konsep sel dalam pembelajaran biologi" ?

E. Kegunaan HasH Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan hasil penelitian ini, antara lain adalah :

1. Memberikan informasi khususnya kepada guru biologi apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dapat mengurangi miskonsepsi pada siswa guna meningkatkan kualitas pembe1ajaran.

2. Mengaktifkan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) 3. Memberikan variasi dalam KBM

4. Menciptakan suasana belajar menjadi bermakna

5. Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered

(23)

A. Kajian Teoritik

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif(Cooperative Learning)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif{Cooperative Learning)

Menurut Johnson (1991) dalam Barokah cooperative learning

adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekeIja sarna untuk sarnpai kepada pengalarnan belajar yang optimal, baik pengalarnan individu maupun kelompok.I

Pembelajaran kooperatif sarna seperti pembelajaran kolaboratif. Akan tetapi pada pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada kelompok-kelompok kecil yang bekeJja pada tugas yang spesifik.2 Pembelajaran kooperatif menyajikan rangkaian struktur yang lebih teliti dari pada pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil sehingga slswa memaksimalkan dirinya untuk bekerja bersarna-sarna dalarn pembelajaran.3 Dari pengertian ini tersirat tiga karakteristik kooperatif, yaitu kelompok-kelompok kecil, belajarlbekerja sarna, dan pengalarnan belajar.

Killer (1998) dalarn Suasti cooperative learning merupakan suatu teknik instruksional dan filosofi pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemarnpuan siswa untuk bekeIjasarna dalarn kelompok

IBarokah Santoso, Cooperative Learning : Penerapan Tekhnik Jigsaw dolam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLTP.(Buletin Pelangi Pendidikan, vol I, No I, 1999) h. 6

2 Barbara J. Millis, Enhancing Learning-and Morel-Through Cooperative Learning,

(Manhattan: IDEAliilksll.edu,?002 The IDEA Center)

3 Barbara Leigh Smith and Jean T. MacGregor, What is Collaborative Learning?,

(24)

kecil, guna memaksimalkan kemampuan belajamya, dan belajar dari temannya serta memimpin dirinya.4

Pembell\iaran kooperatif(cooperative learning) dapat didefinisikan scbagai lingkungan belajar di mana siswa yang kemampuannya berbeda-beda bekeIja bersarna dalarn suatu kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.5 Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk teriibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.

Menurut Daroni, cooperative learning sebagai suatu strategi pembelajaran tempat siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda dalarn menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sarna secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban ternan, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai hasil belajar tertinggi.6 Bell\iar belum selesai jika salah satu ternan dalarn kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran.

Esensi kooperatif adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalarn diri Slswa terbentuk sikap saling ketergantungan positif (positive interdependence) yang menjadikan keIja kelompok beIjalan optimal.7 Keadaan ini mendorong siswa dalarn kelompoknya untuk belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sarnpai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Oleh karena itu, siswa dalarn kerja kelompok tidak menjadi "penumpang gelap" (hitch-hike), "pasrah" kepada ternan, atau asal namanya tercantum sebagai anggota kelompok.

.. Yurni Suasli, Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperative Learning Model Jigsaw, (Jurnal Pembelajaran, No. 04 Tabun 26, Desember 2003) h. 326

5 Sri Hartati, Turnamen Sebagai Alternatif Model Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Biologi SMU. (Jurnal Pendidikan, FIP UNNES) h. 20

6 Darnni, Pembelajaran Kooperatif IPA di SLTP Melalui Model Jigsaw. (UK UNNES,

(25)

Model pembelajaran kooperatif tidak sarna dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning

dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Belajar kooperatif memupuk pembentukan kelompok kelja dengan lingkungan positif, meniadakan persaingan individu, dan isolasi di lingkungan akademik. Dalarn hal ini terdapat tiga konsep utarna yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sarna untuk berhasil.8

Keberhasilan model pembelajaran kooperatif ditentukan oleh lima faktor, antara lain: terciptanya interdependensi positif antar siswa, adanya hubungan harmonis antar siswa, terciptanya tukar pikiran yang dilandasi tanggung jawab individu, adanya siswa yang memiliki kemampuan kognitif lebih.9 Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar menjadi bermakna, menumbuhkan partisipasi aktif siswa, dan siswa merasa bangga dengan hasil temuannya sendiri

Dari uraian di atas dapat dimiikan cooperative learning adalah salah satu jenis pembelajaran aktif, di mana siswa belajar bersama dalanl kelompok kecil untuk menyelesaikan tujuan secm'a bersarna-sama, melatih siswa untuk belajar bersama dalam menyelesaikan dan melengkapi tugas-tugas.

b. Ciri-ciri dalamCooperative Learning

Ciri-ciri yang hams tampak dalamcooperative learning,yaitu :10

I) Positive interdependence. Saling ketergantungan yang positif, yakni anggota kelompok berkewajiban bekelja sarna satu sarna lain

8Sri Hartati,Op, cit.,h, 21

(26)

untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan ke1ompok sangat ditentukan pada usaha setiap anggotanya. Dalam hal ini setiap anggota kelompok memi1iki nilai sendiri dan nilai kelompok. Penilaian didasarkan pada sumbangan anggota terhadap kelompok.

2) Individual accountability. Kemampuan melapor secara individu, yakni semua anggota kelompok turut bertanggung jawab untuk melakukan tugasnya dan mengembangkan ide-idenya untuk keberhasilan kelompok.

3) Face-to-face promotive interaction. 1nteraksi berhadap-hadapan, yakni setiap kelompok harns diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan sinergi yang menguntungkan semua anggota.

4) Appropriate use of collaborative skills. Menggunakan keteranlpilan sosial, yakni para siswa didukung dan dibantu untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan keterampilan pengendalian konflik.

5) Group processing. Proses kelompok, yakni siswa harus mengevaluasi efektivitas kelompok. Anggota regu menetapkan tujuan kelompok dan pada waktu tertentu menilai apa yang mereka lakukan dan merumuskan apa yang harus mereka kerjakan selanjutnya.

(27)

Lundgren dalam Daroni mendeskripsikan keterampilan kooperatif yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif meliputi tiga tingkatan yaitu, tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat mahir. Dalam setiap tingkatan terdapat beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa agar dapat me1aksanakan pembelajaran kooperatif dengan baik. Keterampilan tersebut antara lain menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam tugas, mendorong partisipasi (tingkat awal), mendengarkan dengan aktif, menunjukkan penghargaan dan simpati, bertanya, menerima tanggung jawab, dan membuat ringkasan (tingkat l11enengah), l11engelaborasi, mel11eriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, dan berkompromi (tingkat mahir).12

c. Pcmbclajaran Koopcratif pada Pcngajaran Biologi

Berkaitan dengan kajian teori-teori yang l11elandasi pembelajaran biologi SMU diperoleh pel11ikiran-pel11ikiran sebagai berikut:13

I) Prinsip teori pel11belajaran konstruktivis pada hakikatnya telwang dalanl pengajaran Biologi SMU melalui pendekatan keteral11pilan proses (PKP) atau proses belajar mengajar dengan CBSA.

2) Salah satu penerapan teori pembelajaran konstruktivis adalah pel11belajaran kooperatif

3) Peran setiap anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif lebih besar dibandingkan peran setiap anggota kelol11pok pel11belajaran konvensionaI. Peran ini diperoleh karena prinsip pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan kelol11pok ditentukan oleh keberhasilan anggotanya. Dengan adanya tanggung jawab individu, mendorong setiap anggota kelompok untuk berusaha saling membantu mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru

(28)

agar tujuan kelompok tercapai yaitu memperoleh penghargaan kelompok. Jika tujuan kelompoknya telah tercapai, diharapkan kelompok tersebut dapat meningkat hasil belajamya, dengan kata lain setiap anggota kelompok dapat menurUukkan prestasi belajar yang tinggi.

(29)

Pembelajaran kooperatif periu dilaksanakan dalarn pembelajaran IPA l11engingat perkembangan kognitif siswa lajunya tidak sarna, walaupun usianya sarna. Dengan l11engatur kelas dalarn kelompok-kelol11pok kecil, guru dapat l11embantu siswa dalarn belajar yang lebih baik karena dapat mengenal siswa secara individual lebih dekat. Dengan l11enggunakan keteral11pilan-keterampilan kooperatif yang telah diperolehnya siswa dapat berbagi pengalaman l11elalui tutor teman sebaya. Hal ini dapat meningkatkan l110tivasi dan peran aktif siswa dalarn diskusi atau penyelesaian tugas-tugas pembelajaran. Siswa terkadang dapat menjelaskan lebih baik dan lebih jelas atau lebih l11udah diteril11a siswa lain dari pada guru. Hal ini mungkin disebabkan karena anak lebih mudah berkomunikasi sesama anak. Oleh karena itu, guru hendaknya banyak mel11beri kesel11patan kepada siswa untuk bergabung dengan siswa lain yang kel11ampuannya berbeda-beda, sehingga l11ereka dapat lebih mudah mel11ahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dengan kelompoknya.

d. Langkah-Iangkah Pembelajaran Kooperatif(Cooperative Leaming)

Terdapat 6langkah utarna dalarn cooperative learning, yaitu :15

Tabell. Langkah-Iangkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah-Iangkah Kegiatan Guru

Langkah 1 Guru l11enyal11paikan semua tujuan Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran dan l11el11otivasi pelajaran tersebut dan mel110tivasi

Slswa siswa belaiar

Langkah2 Guru menyajikan inforl11asi kepada Menyajikan informasi siswa baik dengan peragaan

(demonstrasi) atau teks

Langkah 3 Guru menjelaskan kepada siswa

Mengorganisasikan siswa ke bagail11ana caranya membentuk dalam kelompok-kelompok kelompok belajar dan membantu

belajar setiap kelompok agar melakukan

perubahan yang efisien

(30)

Langkah 4 Guru membimbing kelompok-Membimbing kelompok kelompok belajar pada saat Slswa bekeda dan belajar mengerjakan tugas

Langkah 5 Guru mengevaluasi hasil belajar

Evaluasi tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerianva Langkah 6 Guru memberikan penghargaan untuk Memberikan penghargaan menghargai hasil belajar individu dan

kelompok

Dalam situasi pembelajaran kooperatif, peranan guru menjadi sangat kompleks. Di samping sebagai seorang fasilitator, guru juga berperan sebagai manajer dan konsultan dalam memberdayakan kelompok kerja siswa. Jolmson (l991) mengemukakan lima peran utama guru dalam cooperative learning, yaitu :16

I) Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan sejelas-jelasnya. 2) Menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa dengan

sejelas-jelasnya.

3) Memantau efektivitas kerja kelompok dan menyediakan bantuan kepada Slswa (misalnya, menjawab pertanyaan) untuk memaksimalkan kerja kelompok.

4) Mengevaluasi hasil kerja siswa.

5) Membantu siswa berdiskusi tentang manfaat kelja kelompok. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa untuk belajar berpikir, memecahkan masalah, dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan tersebut kepada siswa yang membutuhkan dan setiap Slswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada orang lain dalam kelompoknya.17 Dengan demikian, di dalam pikiran siswa akan teljadi

16Barokah Santoso,Loc. cit.

17Wagiran, Meningkatkan Keaktifan Mahasiswa dan Reduksi Miskonsepsi Me/a/ut

(31)

perkembangan struktur kognitif sehingga merangsang siswa untuk berpikir aktif dan kreatif.

Dalam pembelajaran kooperatif Slswa diharapkan mampu belajar merefleksi terhadap proses pemikiran mereka sendiri dan membuat koneksi antara pengalaman mereka dalam diskusi kelompok, diskusi antar kelompok dalam membangun pengetahuan tentang materi maupun pemecahan masalah. Belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antar siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi, bekerja sama dalam tugas, Slswa yang berkemampuan tinggi dapat menjadi tutor bagi Slswa yang berkemampuan lebih rendah.

2. TeknikJigsaw

Teknik Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang sudah lama diperagakan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu banyak para ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya mengenai model pembelajaran yang tertua ini. Teknik jigsaw ini cocok untuk semua kelas atau tingkatan. Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi Iebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

(32)

Learning.ls Dalam penerapan Jigsaw Slswa dibagi berkelompok 5-6 anggota kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan

.

kepada siswa dalanl bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu.

Dalam tekhnik Jigsaw pengkajian bahan ajar dilakukan seCal'a individu maupun kelompok (heterogen). Kemudian dibentuk kelompok ahli dengan tingkat homogenitas yang tinggi untuk berdiskusi pendalaman materi bahan ajar yang dibaca. Ketika kembali ke kelompok asal (heterogen), siswa diharapkan dapat menjadi peer-tutor (tutor sebaya) terhadap satu sama lain. Pada saat ini terjadi pembentukan pengetahuan secara berkelompok(social construction ofknowledge).

Johnson dalam Santoso, menyatakan bahwa teknik Jigsaw adalah suatu teknik belajar kelompok yang digambarkan sebagai berikut :19

a. Setiap anggota kelompok mempelajari Imengerjakan salah satu bagian informasi yang berbeda dari bagian anggota laill11ya.

b. Setiap anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok yang lain untuk dapat mempelajari/memahami informasi secara utuh.

c. Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok yang lain dalaln rangka menangkap keutuhan informasi.

d. Setiap anggota kelompok menjadi pemilik "ahli" infolmasi, sehingga kelompok akan bertanggung jawab dan menghargai masing-masing anggotanya.

a. Tujuan TeknikJigsaw

Tujuan tekhnikJigsawantara lain: 20

I) Menyajikan metode alternatif di samping ceramah dan membaca

18Anita Lie,Cooperatij Learning. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang

Kefas. (Jakmta : PT Grasindo, 2002) h. 69

(33)

2) Menciptakan kebergantungan positif dalarn menyampaikan dan menerima informasi di antara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berpikir.

3) Menyediakan kesempatan berlatih berbicara (dan mendengarkan) untuk melatih kognitif siswa dalam menerima dan menyarnpaikan informasi.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka teknik jigsaw ini akan membantu siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Agar pembelajaran tersebut lebih efektif, guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat sarnpai lima bagian. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Guru dapat menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang diketahui siswa mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Kelebihan teknik jigsaw ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalarn belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.21

b. Langkah-IangkabTelmikJigsaw

Adapun langkah-langkah dalamteknikjigsaw adalah sebagai berikut:22 l) Tahap "Kooperatif'

Setiap siswa ditempatkan dalam suatu kelompok kecil (3-5 orang) yang disebut kelompok kooperatif dan menerima sebagian informasi (bacaan) dari satu paket informasi yang harus dibahas atau dipecahkan dalam kelompok tersebut.

(34)

2) Tahap "Ahli"

Setiap siswa bertugas mencari informasi mengenai materi yang diterima. Siswa hams menguasai (ahli) dalam bidang yang menjadi tugasnya masing-masing. Untuk itu siswa hams mencari siswa dari kelompok lain yang mendapat tugas yang sarna untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

(a). Belajar bersama dan menjadi "ahli" dalam bidang informasi (bacaau) yang telah diterima oleh siswa.

(b). Merencauakan cara "mengajarkan" informasi (isi bacaan) yang telah siswa kuasai kepada anggota kelompok kooperatif.

3) Tahap "Lima Seraugkai"

Pada tahap ini siswa kembali kepada kelompok kooperatif menjadi "lima seraugkai" yaug masing-masing telah menjadi ahli. Siswa 「・イ「。ァゥOュ・ョァセ。イォ。ョ informasi atau bacaan yang telah dikuasainya kepada anggota lain, pacta saat yang sama siswa akan menerima pelajaran dari anggota yang lain. Pada akhir tahap "Lima Serangkai" ini, setiap anggota kelompok akan menghasilkau pemecahan masalah yang mempakau hasil kelompok kooperatif. Dengan sendirinya kualitas pemecahau masalah itu akan lebih baik karena dikerjakan oleh para "ahli" dalam bidaugnya.

Ke!ompok Asa!

+

II

+

#

+

II

+

#

+ +

+ +

# #

# #

Kelompok Ahli

セoセ hor 1 tャョセエャBサャ、 J<,plntnnnll"1i(J(:{IW

(35)

Dalam penerapan teknik Jigsaw. antara lain siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab secara penuh, bertanggung jawab terhadap kelompoknya, maupun bertanggung jawab dalam penguasaan dan penyampaian infOimasi kepada anggota kelompok. Sedangkan peran guru dalam pembelajaran dengan teknikjigsaw antara lain ;23

(a). Menyampaikan tujuan pembelajaran denganjelas.

(b).Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil (3-5) orang dalam setiap kelompok-kelompoknya.

(c). Menyampaikan tugas-tugas yang hams dikerjakan siswa, baik tugas individu maupun tugas kelompok dengan sejelas-jelasnya.

(d).Memantau berlangsungnya kerja kelompok-kelompok kecil yang telah dibentuk untuk mengetahui bahwasanya kegiatan berlangsung dengan lancar. Dalam hal ini guru menyediakan kesempatan kepada siswa dengan seluas-luasnya untuk memperoleh pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(e). Mengevaluasi hasH belajar siswa melalui tes tertulis/tes lisan secara acak. Penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil.

3. Hakikat Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah pemahaman yang keliru terhadap suatu konsep atau salah menginterpretasikan antara beberapa variabel yang saling mempengamhi.24 Miskonsepsi dapat diartikan sebagai

prakonsepsi (struktur kognitif) yang tidak sesuai atau belientangan

2J Ibid

24 Nyoman Cakra Griardhi.Pel1anggulal1gal1 Miskol1sepsi Pada Mala Pelajaral1 Ekol1omi

(36)

dengan konsepsi ilmiah.25 Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.26

Novak (1984) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.27 Miskonsepsi juga dapat diartikan pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep dalam susunan hirarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan atau kurang jelas. 28

Sugata menggunakan istilah miskonsepsi dengan gagal konsepsi. Gagal konsepsi adalah fenomena dimana seseorang gagal menerapkan teori di lapangan karena pemahaman konsep yang tidak lengkap atau keliru dalam interpretasinya.29

Dari pengertian di atas, miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengetahuan yang diterima oleh para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasikan. Konsepsi tersebut pada umumnya dibangun berdasarkan akal sehat (common sense) atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari

25 I Wayan Santyasa., Pengubahan Miskonsepsi Da/am Perkuliahan Fisika Dasar

Melalui Penerapan Modul Berorientasi Konslruklivisme, (Jumal Pendidikan dan Pengajaran IKIP

Negeri Singaraja, No 3 TH XXXV, Juli. 2002) h. 25

26 Paul Supamo, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT

Grasindo, 2005) h. 4

27Ibid

28Yuni Tri Hewindati,Pemahaman Murid Sekolah dasar Terhadap Konsep IPA Berbasis

Biologi: Sualu Diagnosi Adanya Miskonsepsi. (Jumal Pendidikan, Vol 5, No 1,2004) h. 66

(37)

Miskonsepsi siswa mungkin pula diperoleh melalui proses pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelurnnya. Penyebab resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan maka tidak mudah untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Jadi, cara untuk mengubah miskonsepsi adalah dengan jalan mengkonstruksi konsep barn yang benar untuk menjelaskan pengalaman kita.

Satu kelebihan yang datang dari miskonsepsi siswa ini adalah dapat menggerakkan guru untuk merealisasikan konsep siswa yang dianggap sulit dan harus mengelola kelas dengan strategi yang lebih efektif. 30 Dalam menangani miskonsepsi pada siswa, perlu diketahui

terlebih dahulu konsep-konsep atau materi apa saja yang dimiliki siswa dan dari mana mereka mendapatkannya. Dengan demikian kita dapat memikirkan bagaimana mengatasinya

b. Sumber Miskonsepsi

Miskonsepsi yang dialami oleh siswa dapat terjadi di sekolah atau di luar sekolah. Faktor-faktor yang potensial menjadi sumber miskonsepsi adalah:31

I) Anak cenderung melihat suatu benda dari pandangan dirinya sendiri dan cenderung untuk menentukan keberadaan dan bentuk benda tersebut hanya berdasarkan pengalaman sehari-hari.

2) Pengalaman anak di lingkungan terbatas dan cenderung tidak terlibat langsung dalam situasi percobaan.

3) Untuk kejadian-kejadian khusus anak cenderung diarahkan pada penjelasan bagian per bagian dan cenderung tidak diarahkan untuk memahami hubungan satu dengan yang lain secara keseluruhan

30 Din Van Yip, Chidren's Misconceptions On reproduction and Implications For

(38)

serta adanya penjelasan yang sarna untuk menjelaskan fenomena yang berbeda.

4) Bahasa yang digunakan sehari-hari cenderung berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam IPA, misalnya kata berat, gesekan, dan gaya di mana arti dalarn bahasa sehari-hari cenderung berbeda. Ciri-ciri miskonsepsi siswa adalah:32

1) Miskonsepsi sangat taban terhadap perubaban atau sulit sekali diubah

2) Seringkali salah konsep terus-menerus mengganggu meskipun untuk soal-soal yang sederhana.

3) Seringkali siswa yang telah pernah mengatasi miskonsepsi, beberapa bulan kemudian salah lagi.

4) Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti dapat terkena salah konsep.

5) Guru dan dosen pada umumnya tidak mengalami kesalahan konsepsi yang lazim antara siswa atau mabasiswanya, dan tidak menyesuaikan pengajarannya dengan salab konsep yang telab dimiliki oleh siswa atau mahasiswanya.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran. Gagne (1974) dalam I Nyoman Suardana (2003) mengatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasi sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem pengetahuan siswa.33 Guru mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan menentukan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedudukannya yang

" Dosen Jurusan Pendidikan Kirnia UPI, dkk, Penerapan Pedagogi Maleri Subyek Da/am Mengajarkan Benluk Moiekui Un/uk Memperbaiki Kesa/ahan Konsepsi Siswa, (JICA. Seminar Nasional Pendidikan Maternatika dan IPA. JulL 2004) h. 5

(39)

strategis karena guru menentukan kedalaman dan keluasan materi

ー・ャセ。イ。ョL sedangkan bersifat menentukan karena gurulah yang

memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam memperluas dan memperdalam materi pelajaran adalah rancangan pembelaJaran yang dibuatnya. Aktivitas yang menghargai gagasan dan pandangan siswa, mendukung analisa siswa terhadap percobaan, diskusi serta pengamatan merupakan hal yang efektif dilakukan dalam memperbaiki miskonsepsi untuk menuju ke perubahan konseptual.34 Melalui fungsi ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi akan dapat tercapai.

Jika siswa memiliki pemahaman tentang suatu konsep yang berbeda dengan konsep guru atau konsep ilmuwan maka untuk menghilangkan perbedaan tersebut dalam proses belajar mengajar dapat dibuat variasi aktivitas pembelajaran sebagai berikut:35

1) Mengadakan wawancara dengan siswa serta menghargai pendapat mereka dan mengembangkan keterampilan bertanya dan mendengarkan.

2) Mengadakan diskusi kelompok untuk menjernihkan perbedaan ide-ide siswa dengan ide-ide ilmuwan.

3) Merancang percobaan untuk menguji dugaan-dugaan yang mengikuti ide siswa.

4) Mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan alasan mengapa siswa tetap memegang teguh pandangan khusus atau mempunyai arti khusus tentang sesuatu yang berbeda dengan ide ilmuwan.

]4NN, Modeling for Learning: Addressing Student Misconceptions, 2003 (http://www.

(40)

c. Penyebab Miskonsepsi

[image:40.595.54.428.136.705.2]

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi siswa dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Secara skematis penyebab miskonsepsi dapat dilihat dalam tabel 2 berikut :

Tabel2. Penyebab Miskonsepsi Siswa36

Sebab Dtama Sebab Khusus

Siswa a) Prakonsepsi

b) Pemikiran asosiatif c) Pemikiran humanistik

d)

Reasoning

yang tidak lengkap/salah

e) Intuisi yang salah

t) Tahap perkembangan kognitif siswa g) Kemampuan siswa

h) Minat belajar siswa

Guru/pengajar a) Tidak menguasai bahan, tidak kompeten

b) Bukan lulusan dari bidang ilmu yang diembannya c) Tidak membiarkan Slswa mengungkapkan

gagasanlide

d) Relasi guru-siswa tidak baik Buku Teks a) Penjelasan keliru

b) Salah tulis, telUtama dalam rumus

c) Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa

d) Siswa tidak tahu membaca buku teks

e) Buku fiksi sains kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembaca

t) KaI1un sering memuat miskonsepsi Konteks a) Pengalaman siswa

b) Bahasa sehari-hari berbeda c) Ternan diskusi yang salah d) Keyakinan dan agama

e) Penjelasan orang tua/orang lain yang kelilU t) Konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru) g) Perasaan senang/tidak senang; bebas atau tertekaIl Cara a) Hanya berisi ceramah dan menulis

(41)

d) Model praktikum e) Model diskusi

f) Model demonstrasi yang sempit

Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di atas masih sang'lt terbatas. Dalam kenyataan di lapangan, siswa dapat mengalami miskonsepsi dengan sebab-sebab yang lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab sesunggnhnya juga sulit diketahui, karena siswa kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana hingga mereka mempunyai konsep yang tidak tepat tersebut.

Pendidik juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap siswa dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan. Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdaplt bermacan1-macam miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi pendidik tidak mudah untuk sunguh-sungguh mengelti penyebab miskonsepsi yang dialami setiap siswa. Sebagai akibatnya, tidak mudal1 juga untuk dapat membantu setiap siswa secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.

d. Miskonsepsi dari SudutPandangKonstruktivisme

Konstruktivisme memandang penting miskonsepsi yaI:g diyakini siswa dikaIenakan : (l) konsepsinya berbeda dengan konsep ilmiah; (2) sifatnya laten, terus dipergunakan siswa dan cenderung sukar diubah; (3) sukar dideteksi oleh guru?7

Mengapa konstruktivisme memandang penting miskonsepsi ? Setidaknya terdapat lima klaim lltama yang mendasari miskonsepsi, yaitll :38

I) Siswa membawa berbagai konsepsi mengenai obyek dan fenomena alaIn dan seringkali tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Guru sebaiknya memiliki pengetahuan mengenai konsepsi siswa.

37 Tatang Suratno, Konslruktivisme, KOl1sepsi A/lerna/if, dan Perubahan Konseptual,

(Jakarta: Prosiding Seminar Internasional Jurusan Pendidikan IPA, FITK, UIN Jakarta, 2006) h 2.

(42)

2) Siswa berdasarKan gender, usia, kemampuan dan latar belakang budaya, eenderung membawa miskonsepsi yang berasal dari pengalaman pribadi maupun hasil interaksi sosial.

3) Miskonsepsi sangat sulit diberantas dan sifatnya beragam. Diperlukan strategi perubahan konseptual.

4) Terdapat kesamaan antara penjelasan saintis yang tergugurkan teorinya dengan miskonsepsi siswa. Diperlukan kajian sejarah sains bagi siswa.

5) Melaeak dari mana asalnya miskonsepsi sangatlah sulit, terutama seeara empiris. Namun gejala miskonsepsi yang teljadi di berbagai populasi dan budaya meneerminkan adanya kesamaan pengalaman budaya siswa dalam hal observasi alam, penggunaan bahasa sehari-hari, pengaruh media massa serta pengalaman belajar di kelas.

Menurut Shapiro dalam Supamo (1997) tujuan mengkonstruksi pengetahuan yaitu untuk mengetahui sesuatu bukanlah untuk menemukan realitas. Tujuannya labih adaptif, yaitu untuk mengorganisasikan "pengetahuan" yang coeok dengan pengalaman hidup manusia, sehingga dapat digunakan bila berhadapan dengan tantangan dan pengalaman-pengalaman baru.39

Inti dari membangun pengetahuan selama pembelajaran dalam perspektif konstruktivisme melibatkan proses perubahan konseptual, terutama bila terjadi miskonsepsi. Bila mengaeu pada pandangan konstruktivisme psikologi personal, terdapat tiga proses kunei yang dilakukan individu dalam membangun pengetahuan yaitu, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium. Dalam membangun pengetahuan itu, diharapkan terjadi perubahan konseptual pada siswa.

Perubahan konseptual didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana siswa memegang konsepsi serta keyakinan yang bertentangan dengan apa yang sedang dipelajari sehingga siswa memutuskan untuk

(43)

merubahnya.40 Perubahan konseptual biasanya digambarkan sebagai proses merubah suatu konsepsi yang ada meliputi kepercayaan, gagasan, atau cara berpikir41 Di dalam perubahan konseptual, suatu konsepsi pada dasamya diubah atau diganti menjadi kerangka konseptual yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah, menjelaskan gejala, dan berfungsi dalam kekidupan mereka.

Dalam proses perubahan koseptual, mungkin saja seluruh konsepsi awal siswa diubah secara keseluruhan, akan tetapi pada dasamya terdapat dua kondisi umum dari perubahan konsep yaitu mengganti (bersifat radikal) ataupun menambah (bisa juga mengurangi) dengan konsepsi lain yang dianggap tepat konteksnya. Akan tetapi, pada umumnya proses perubahan konseptual bersifat evolusioner dari pada revolusioner atau radikal.

Dalam proses perubahan konseptual terdapat beberapa proses meliputi proses mengenali (recognizing), mengevaluasi (evaluating) konsepsi dan keyakinan, kemudian memutuskan (deciding) apakah perIu membangun ulang (reconstructing) atau tidak konsepsi dan keyakinan tersebut dengan yang barn.

Faktor lain yang mempengaruhi proses perubahan konseptual adalah faktor kontekstual. Artinya, siswa bisa saja menerima dan memahami konsep ilmiah pada konteks tertentu, tetapi bisa saja tetap menggunakan konsepsi awalnya (bersifat miskonsepsi) pada konteks lain. Makna dari suatu konteks iill adalah dari segi penerapan konsep, konsepnya sama tetapi contoh kasusnya berbeda. Oleh karena itu, karakteristik dari perubahan konsep adalah bersifat kontekstual dan tidak stabil. Perubahan konsep yang bersifat jangka panjang dan stabil barn dapat tercapai bila siswa mengenali hal-hal yang relevan dan bersifat umum dari konsep ilmiah secara kontekstual.

40Tatang Suratno,Op.cit., h. 4

41 Joan Davis, Conceptual Change From Emerging Perspectives on Learning, Teaching

(44)

-B. Acuan Teori Rancangan-rancangan Alternatif atau Desain-desain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih

1. Teori Konstruktivisme

proses mereka ketahui Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menerapkan teori pembelajaran konstruktivisme. Konstruktivisme adalah suatu paham yang memandang bahwa pengetahuan individu merupakan hasil dari proses membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman dalam sistem kognisi individu.42 Teori konstruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri.43 Selain itu juga, konstruktivisme dapat diartikan sebagai pembelajaran yang memandang bahwa siswa belajar sains dengan cara mengkonstruksi pengertian atau pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.44 Pengetahuan seseorang akan suatu benda, bukanlah tiruan benda itu, melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut. Tanpa keaktifan seseorang mencema dan membentuk pengetahuan, seseorang tidak akan mempunyai pengetahuan. Oleh karena itu, Piaget menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu, bila siswa tidak mengolah dan membentuknya sendiri.45 Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila siswa mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan, atau persoalan.

ladi, konstruktivisme adalah paham yang memandang bahwa pembelajaran merupakan proses membangun pengetahuan yang dilakukan individu melalui proses perubahan konseptual.

Pandangan konstruktivisme tentang belaj ar adalah intelektual di mana siswa mengembangkan apa yang

42Tatang Suratno,Gp. cit., h. 1

43 Paul Suparno. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. (Yogyakarta : Kanisius,

2001) h. 122

.j.j Susanto Pudiyo, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.

(45)

melalui proses penyelarasan gagasan baru dengan gagasan-gagasan yang telah dipelajari pada pengalaman sebelumnya, dan mereka melakukan penyesuaian itu melalui cara-cara yang unik dari mereka masing-masing. 46

Menurut konstruktivis, mengajar bukan kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke SISWa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa.47

Paham konstruktivisme tentang belajar menyatakan bahwa belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (siswa) sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar.48 Esensi dari teori pembelajaran

konstruktivisme adalah bahwa siswa harns secara individu menemukan (discovery) konsep-konsep atau informasi yang kompleks dan mengorganisasikan dalam benaknya untuk jadi miliknya sendiri atau pemilikan konsep(concept attainment).49

ladi, belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses kognitif yang dilakukan siswa untuk membentuk dan mengembangkan kapabilitas bam yang diperlukan dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal, berdasarkan pengetahuan awal atau pengalaman yang dimiliki sebelumnya.

Von Glasersfeld membedakan tiga level konstruktivisme berdasarkan hubungan antara pengetahuan dengan kenyataan, meliputi :50

a Konstruktivisme Radikal

Level ini mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Pengetahuan dipandang sebagai "Sukadi, Implementasi Model Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPS, (Jumal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.2 TH. XXXVI, April 2003) h. 82

47Desak Made Citrawati,Penerapan Suplemen Bahan Ajar Benvawasan Sains-Teknologi-Masyarakat Dengan Menggunakan Pendekatan Konstrukttivisme Dalam Pembelajaran Biologi Untuk Meningkatkan LiterisasiSains dan Teknologi Sis>m SMU Negeri I Singaraja, (Jumal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 2 TH XXXVI, April 2003) h. 15

48I Wayan Santyasa,Loc. cit.

49Wagiran.Gp. cit.,h. 26

(46)

pengaturan suatu obyek yang dibentuk oleh individu, sejauh kemampuan individu dan terlepas dari realita kebenarannya.

b Konstruktivisme Realisme-Hipotetis

Level ini memandang pengetahuan sebagai suatu hipotetis dari suatu struktur kenyataan serta mengalami perkembangan menuju kebenaran yang sebenamya.

c Konstruktivisme Biasa

Level ini memandang pengetahuan sebagai gambaran yang dibentuk individu mengenai kenyataan suatu obyek.

Dari segi subyek yang membentuk pengetahuan, dapat dibedakan menjadi konstruktivisme psikologi personal, sosiokulturalisme, dan konstruktivisme sosiologis.51

a Konstruktivisme Psikologi Personal

Tokoh sentrainya adalah Piaget. Konstruktivisme psikologi personal menekankan pada tiga proses kunci yaitu, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.

I) Asimilasi

Menurut Piaget dan Posner dkk, pada intinya asimilasi teIjadi karena pengetahuan awal siswa sejalan atau berhubungan dengan fenomena dan belurn teIjadi perubahan skema (Piaget) ataupun perubahan konseptual (Posner dkk). Asimilasi juga dapat diartikan sebagai proses mengadaptasikan suatu persepsi, konsep, dan pengalaman baru ke dalam skema pengetahuan yang telah ada di dalam pikiran, sehingga konsepsi tersebut berkembang lebih luas.52 Misalnya, seseorang telah memiliki konsep tentang balon dalam keadaan kempis. Bila balon tersebut ditiup atau diisi dengan air kemudian dipecahkan, maka seseorang itu tetap memiliki konsep yang sama tentang balon, tetapi mengalami perkembangan konsep yang lebih luas.

(47)

2) Akomodasi

Akomodasi adalah proses mental di mana konsep yang baru bisa jadi sama sekali tidak coeok dengan skema pengetahuan yang sudab dimiliki, maka harus mengubahnya.53 Misalnya, jika siswa sudab mengetahui bahwa ikan hidup di air dan bernafas dengan insang. Kemudian bertemu dengan lumba-Iumba maka ia harus mengubab konsepsinya (akomodasi), karena lumba-Iumba tidak bersisik dan tidak pula bernafas dengan insang, walaupun hidupnya di air. Menurut Piaget, akomodasi merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan fenomenanya berbeda. 54

Sementara Posner dkk, berpandangan lebih luas di mana akomodasi merupakan proses perubaban konseptual yang kemungkinannya terjadi 4 (empat) kondisi yang hirarkis, yaitu :55

(a). Perasaan kurang puas terhadap konsepsi yang ada atau yang dimiliki.

(b). Konsepsi baru harus intelligible (dapat dimengertii). Siswa dapat mengerti bagaimana pengalaman-pengalaman baru dapat didekati dengan konsep-konsep baru.

(e). Konsepsi baru mungkinplausible(masuk akal), yaitu dipabami karena konsepsi sejalan dengan konsepsi pengetabuan.

(d).Konsepsi baru mungkinfruiiful (berguna), yaitu dipabami dan diper/uas penggunaannya serta dirasakan kebermanfaatannya dalam konteks yang berbeda

3) Ekuilibrium

Mempakan fase kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. b Konstruktivisme Sosio-kultural

Vygotsky menekankan faktor babasa mempengaruhi proses membangun pengetahuan individu dan juga pentingnya faktor-faktor

53Ibid

54Tatang Sumtna,Gp. cit.,h. 3

(48)

sosial dalam belajar, yaitu selama belajar terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan dalam kondisi sosial tertentu dan terlihat jelas peranan bahasa dalam belajar konstruktif.56 Hal ini sesuai dengan pendapat Driver yang menyatakan bahwa pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman.57 Dikatakan pula bahwa ruangan kelas tempat siswa bel1\iar di sekolah sebagai sistem sosial yang kompleks dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan masing-masing individu. Dengan demikian, perkembangan/ pembentukan kognitif siswa berada di antara konteks individu dan sosial.

c Konstruktivisme sosiologis

Aliran ini memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh masyarakat dengan tidak memperhatikan unsur personal.58

Dalam konteks pembelajaran di kelas, terdapat dua prinsip utama konstruktivisme dalam pembelajaran IPA, yaitu:59

I) Siswa dipandang sebagai individu yang aktif membangun pengetahuan dan pemahamannya berdasarkan keyakinan sendiri. 2) Guru memiliki peran dan pengaruh yang sangat strategis.

Berkenaan dengan pengetahuan dan keyakinan siswa tersebut, terdapat dua fal1:or yang sangat krusial dan mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu :

Pertama, sifat dari konstruksi pengetahuan individu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan awal siswa yang dikenal sebagai labelmiskonsepsi.Seringkali miskonsepsi ini dianggap sebagai penghambat pemahaman ilmiah siswa sekaligus juga landasan dan refleksi guru dalam merancang pembelajaran. Siswa diajak untuk menginterpretasikan dan menghubungkan pengetahuannya dengan

56Musahir.Gp. cit., h. 3 57Ibid

58Tatang Suratno.Lac. cit.

(49)

konsep ilmiah yang diajarkan. Biasanya terkandung beberapa pertanyaan yang reievan dan familiar di mata siswa. Dalam hal ini, pembelajaran di kelas menekankan pada proses perubahan konseptual.

Kedua, pengetahuan dan keyakinan mengenai pembelajaran, pengajaran, selia peranan siswa dan guru sebagai wujud proses membangun pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan pengendalian terhadap proses pembelajaran siswa sehingga dapat tercapai kualitas pembelajaran yang lebih baik. Siswa dan guru dapat mengubah pandangannya mengenai pembelajaran yang pasif menjadi pembelajaran yang lebih aktif.

Selain itu, Gunstone mengemukakan bahwa proses pembelajaran konstruktivisme dikatakan baik bila siswa dapat melakukan hal-hal sebagai berikut ;60

I. Dapat mengintegrasikan (integrating) secara tepat apa yang akan dipelajari dengan apa yang telah diketahui dan diyakini siswa. 2. Memperiuas (extending) cakupan mengenai apa yang sedang

dipelajari ke dalam konteks yang berbeda.

3. Memonitor (monitoring) proses pembelajaran sekaligus progresi berkenaan dengan tugas dan tujuan yang sedang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran.

(50)

kelas. Proses monitoringmencakup pemahaman dan pengendalian atau kontrol mengenai cara belajar individu siswa. Berkenaan dengan proses linking, monitoring berarti pemahaman mengapa siswa perlu melakukan linking, pendekatan linking yang digunakan selia dapat memutuskanlinkingbagaimana yang tepat bagi diri siswa.

Terdapat dua hal penting dalam konteks pembelajaran yang baik berdasarkan uraian di atas di antaranya, yaitu :

Pertama, proses linking sangat penting bag

Gambar

GambarHalaman
Tabel2. Penyebab Miskonsepsi Siswa36
Gambar 2. Proses Membangun Pengetahuan IImiah
Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepercayaan tersebut diyakini dengan hasil penelitian bahwa permainan yang diprakarsai oleh anak akan dipelihara secara keseluruhan bukan hanya pengembangan kognitif (

Kondisi ini berbeda dengan penelitian Purba (2005) tentang analisis pendapatan dan faktor- faktor yang mempengaruhi produksi cabang usahatani padi ladang di

Kalau saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan esok hari, pasti ia turutkan saja ingatan pada masa lalunya itu.. Bukankah masa lalu merupakan cambuk

Bahwa Badan Lingkungan Hudup Provinsi Jawa Timur dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro dalam Pelaksanaan Program Kampung Iklim di Desa / Kelurahan

4.12 Rekapitulasi Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Pendekatan Pembentukan Konsep dengan Metode Refutational Text pada Materi Suhu dan Kalor .....

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perbandingan peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir logis siswa pada materi suhu dan kalor

Terkait dengan hal tersebut, penyiapan perumusan dan penyampaian analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang lingkungan hidup,

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa telah berhasil dibuat balancing robot dengan menggunakan sistem kendali PID untuk sudut