• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKAIAN DEIKSIS DALAM NOVEL MENEBUS IMPIAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMAKAIAN DEIKSIS DALAM NOVEL MENEBUS IMPIAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK - repository perpustakaan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

Data Deiksis dalam Novel Menebus Impian karya Abidah El Khaleqy

A. Deiksis Persona meliputi:

1. Deiksis persona pertama

(1) “Pagi-pagi kok sudah kalah. Ayo, bangun!?” bisik emaknya di dekat telinga Nur. “Kalah? Memangnya ada perang apa semalem, Mak?”

“Perang dengan kemalasan, Nur. Cepat bangun dan ambil air wudlu.”

“Tidak! Aku tidak boleh menyerah pada tawanan. Akan kulawan setan-setan yang berusaha memborgol kedua langkahku yang lunglai untuk sekedar berwudlu. Tidak Emak! Aku makhluk merdeka. Lihatlah kedua tangan ini! Suara-suara bergaung dan menderu dalam kepala Nur. Seperti juga Emaknya, Nur pun bangkit dan menjalankan kewajibannya dengan sepenuh hati (MI, 2010: 5).

(2) “Lho Dik! Egh…siapa namamu?” “Dian, Pak. Dian Septiaji.”

“Memang sekarang ada bisnis impian?”

“Bukan, Pak. Bukan impian yang dibisniskan tapi sebaliknya, impianlah yang membuat kita menjalani bisnis.”

“Dahsyat, dahsyat!”

“Dian terlongo. Apanya yang dahsyat, impian atau bisnisnya? Mengapa aku tiba-tiba secerdas ini, mengucapkan kata-kata indah yang aku sendiri belum memahami seratus prosen.” (MI, 2010: 123)

(3) “Mur, aku seneng punya anak Sekar, sudah ku anggap seperti anak sendiri…” “Aku ngerti apa maksud Mas Kasim,” sindir Murni.

“Lha iya tho, orang keluarga itu kan mesti punya anak dari darah daging kita berdua. Apa kata orang keluargaku jika tahu kamu ternyata tidak bisa memberikan keturunan!”

“Mbok bilang terus terang saja, Mas, aku mandul!” “Murni sedikit kesal” (MI, 2010: 45)

(4) “Main SERONG!? Hanya laki-laki yang tidak bermoral yang suka serong”.

“Jangan samakan saya dengan mereka!” Prakoso mendorong halus tubuh istrinya, membujuk mulutnya untuk tidak berkata-kata” (MI, 2010: 51).

(5) “Sebagai senior, Pak Andre langsung paham dan memberikan penjelasan kepada Nur dengan suara tenang”.

“Mariska ini anak mantan bos saya, waktu saya masih kerja di perusahaan. Dulu hidup saya juga susah kok, tapi saya punya impian jadi orang sukses. Saya bisa seperti ini karena Grand Vision” (MI, 2010: 242).

(2)

“Duduk sini, Nur, masak berdiri saja. Saya tuh ada urusan penting ama Dian, urusan kamu juga…”

“Mariana berusaha tanggap terhadap suasana, tapi Nur masih tetap berdiri dan kian bertambah cemberutnya” (MI, 2010: 244).

2. Deiksis persona kedua

(7) “Sekolah kuwi ora penting, yang penting punya duit, Kar! Kalau punya duit, mau sekolah dimana saja bisa. Wong kabeh ki gelem disogok, semua bisa diatasi dengan uang! Dolar, Kar, dolar!!”

“Dolar dengkulmu kuwi. Pancen awakmu wis edan kok, Tun! Sudah miring otakmu?” Atun tembem bersemangat petir hingga bedak di pipinya jadi gosong sedang di tengah gurun Saudi Arabia. Janda kembang dari desa sebrang ini memang dikenal sebagai pencari untung dari orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, jadi makelar Tenaga Kerja Wanita (TKW) sejak ia menjanda. Ia tak peduli apa yang sesungguhnya terjadi jika perempuan menjadi budak di negeri orang.”

“Dapatkah engkau merasakan rasa panas jika punggungmu disetrika, Atun!” “Dan engkau akan berlari jika majikanmu memperkosa dan tubuh telanjangmu dijulurkan dari jendela lantai sepuluh” (MI, 2010: 67).

(8) “Untuk empat orang yang belum datang, meski tidak memberi kabar, Dian merasa tidak ada masalah jika mereka mengurungkan niatnya untuk hadir dalam pertemuan ini. Tapi Nur belum juga menampakkan batang hidungnya. Sedang dimanakah engkau berada, Nur! Bukankah engkau telah memastikan diri untuk hadir di sini?” (MI, 2010: 151).

(9) “Waktu kamu masih bayi, emakmu ini tak pernah lupa menyusuimu dengan ASI. Karena itu, Nur, Emak selalu ingin dekat dengan kamu.”

“Nur juga sama, Mak.(MI, 2010: 62)”

(10) “Sekar, kamu harus berani mengadu nasib demi kebahagiaan kamu dan anakmu. Kalau kamu siap, gajinya jutaan lho!”

“Sudahlah, Atun! Jangan ganggu aku dengan iming-iming gaji, walau digaji dengan dua juta saja, aku tetap gak mau, emoh!!”

“Bukan hanya gaji jasa yang kamu terima, tetapi kamu malah bisa melihat kota besar, merasakan enaknya naik pesawat terbang. Kerja di luar negeri itu enak lho, Kar, bebas, mau apa saja bisa, asal kita sudah terima gajinya.” (MI, 2010: 66).

(11) “Maaf Dian, gue ndak sempet bilang sama kamu…pagi gue pinjem uang ke tempat Pak Roni…”

“Pak Roni pemilik warnet itu!?” Dian terkejut

(3)

3. Kata ganti persona ketiga yaitu ia dan dia

(12) “Dan sekarang, jiwa kepemimpinan Rohmat begitu cepat berkembang, bahkan juga berpengaruh pada kepribadian Nur. Maka terpilihlah iamenjadi ketua bidang kehormatan di Badan Senat Mahasiswa. Ia tampak lebih cerdas, lebih bijaksana dari setahun lalu. Itu sebabnya Nur berusaha untuk bertemu dan mengajaknya bicara selayak dua sahabat yang sedang curhat” (MI, 2010: 20-21). (13) “Prakoso ternganga. Iaberdiri menatap istrinya dengan bimbang, antara percaya

atau tidak. Ia menatap tajam ke arah mata, ternyata mata itu lebih tajam dari belati. Prakoso ngeri. Ingin tetap membela diri tetapi kehabisan nyali. Apakah nyali? Adalah beribu saudara kembar beribu cakar srigala yang siap mencabik mukamu, mulut, dan mata lancangmu. Dengan seringai harimau lapar, tanpa guntur tak ada halilintar, ia terkam istrinya dengan kedua sayapnya, sayap burung Nasar yang perkasa” (MI, 2010: 53).

(14) “Sekar selalu menasehati Nur dengan nada setengah bulu. Sebab iatahu walau anak perempuannya itu baru menginjak bangku kelas satu SMP. Kamu lihat sendiri, Nduk, bagaimana polah bapakmu sebelum meninggalkan kita. Tidak kuceritakan pun kamu pasti sudah mendengar dari Bu Ratri, ledek ronggeng yang selalu menjulur lidahnya jika menyaksikan aib tetangga” (MI, 2010: 55). (15) “Bagaimana tidak. Ucok yang dijuluki “lelaki bertongkat” ini selalu keras

omongannya. Dia itu mantan pembalap, beberapa kali juara di lapangan raceroad, tetapi setelah kakinya diamputasi karena kecelakaan, kerjanya cuma ngoceh” (MI, 2010: 76).

(16) “Emang kenapa Angling Darma ngikik-ngikik saat honeymoon?”“karenadia punya ilmu kesaktian seperti Nabi Sulaiman, bisa dengar omongan hewan, termasuk omongan cicak” (MI, 2010: 96-97).

(17) “Kalau Mariska sudah sekaya kaya Pak Andre, ngapain dia ikut Grand Vasion?” tanya Nur di dalam taksi itu

“Karena semua gak tentang materi Nur, tetapi juga waktu. Sejak mewarisi perusahaan ayahnya, Mariska merasa diperbudak waktu, dan sekarang dia yang ingin menjadi tuan atas waktu, dan mau punya lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri dan keluarganya…” (MI, 2010: 243).

B. Deiksis Ruang

(18) “Berapa kali aku bilang jangan bawa anak kalau bekerja! Pantas bahan tanah liatku cepat habis!!”

Maaf, Pak. Ngapunten…”

Sekar! Sekar!! Ayo taruh mainannya di situ!” “Tapi ini istanaku…aku mau bawa pulang!” “Taruh di situ Sekat!”

(4)

“Nggak!”

“Taruh! Sekalilagi, ayo taruh mainannya di situ!” “Nggak!”

“Sekaaar! Ayo, Sekar!!”

“Ini istanaku, Mak!” (MI, 2010: 37)

(19) “Besok lusa akan ada pertemuan tahunan yang akan diselenggarakan oleh perusahaan kita. Di situ kita bisa menemukan lagi semangat baru, bisa bertemu dengan para senior yang sudah berhasil. Sehingga ada pengumuman siapa saja yang bakal terima reward mobil mewah tahun ini.” (MI, 2010: 212-213)

(20) “Ah! Ditinggal sebentar ke toilet saja sudah lenyap. Melenyap juga Dian dari tempat itu menuju rumah sembari memantapkan diri.” (MI, 2010: 127)

C. Deiksis Waktu

4. Leksemyang membentuk deiksis waktu.

Leksem depan

(21) “Bulan depan saya sudah tidak dapat gaji, Pak. Karena uang dalam amplop itu juga saya pinjem dari tempat kerja.” (MI, 2010: 199)

(22) “Terasa ada puluhan paku yang meregang dalam pelupuk mata, dan menusuk-nusuk bagian belakang kepalanya. Kalau saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan esok hari, pasti ia turutkan saja ingatan pada masa lalunya itu. Bukankah masa lalumerupakan cambuk untuk meraih masa depan. ” (MI, 2010: 2)

Leksem belakang

(23) “Rohmat, sahabat Nur di kampus itu, memang pernah mengenyam pendidikan di pesantren tiga tahun setelah ia menamatkan sekolah dasar. Karena itu ia berusaha membuang jauh-jauh pertanyaan tentang dengungan dan menganggapnya sebagai sedang terkena radang telinga. Bukan karena ada orang lain yang sedang memikirkannya, membicarakan atau menunggu kedatangannya pada hari-hari belakangan ini. Maka sempat pula ia ke apotek dan membeli obat tetes telinga sesuai dengan saran apotekernya” (MI, 2010: 166)

Leksem lalu

(24) “Terasa ada puluhan paku yang meregang dalam pelupuk mata, dan menusuk-nusuk bagian belakang kepalanya. Kalau saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan esok hari, pasti ia turutkan saja ingatan pada masa lalunya itu. Bukankah masa lalu merupakan cambuk untuk meraih masa depan.” (MI, 2010: 2)

(5)

turun melintasi taman bunga di tengah kota. Hingga malam larut dan ia tak tahu kapan kedua matanya menyusut, terlelap di antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.” (MI, 2010: 33)

Leksem datang

(26) “Tiba-tiba saja, ia terperangah dan kembali sumringah ketika foto dirinya waktu kecil masih tampak lucu dan menggemaskan serasa angin sepoi dari sorga yang turun melintasi taman bunga di tengah kota. Hingga malam larut dan ia tak tahu kapan kedua matanya menyusut, terlelap di antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.” (MI, 2010: 33)

5. Leksem waktu yang dapat dirangkaikan dengan kata ini, itu, dan tadi

(27) “Sorry lho, Nur. Aku ndak bisa bantu. Ada tanggungan kredit yang harus kulunasi bulan ini. Laptop gue tuh juga masih nunggak sama koperasi.”

“Ya sudah, Mbak. Makasih banget atas kebaikan Mbak Lusi selama ini.” (MI, 2010: 18)

(28) “Jalan kesuksesan ibarat orang sakit yang berjuang untuk membayar resep dokter ke apotik walau sakitnya belum sembuh. Itu tantangan yang harus kau hadapi saat ini, Nur. Kalau kau berhasil, jalan lempeng di depanmu akan tampak cemerlang.” (MI, 2010: 23)

(29) “Dian gue gak tahu apa bokap dan nyokap lu juga masih perlu bantuanmu. Gue juga gak tahu apa-apa keperluan lu sendiri, tapi jelas dan nyata gue perlu bantuan orang lain…”

“Mulai saat ini, gue tuh bukan orang lain, Nur. Gue sendiri kagak tahu apa alasannya gue ingin lu menganggapku sebagai sahabat, saudara atau apalah…” “Terserah lu aja deh. Gue mau tebus sakit ibu dengan kalung nih.” (MI, 2010: 104)

(30) Sementara Dian sendiri tetap berpikir kencang untuk mensukseskan acara pernikahannya hingga hari ini, dan ketika semua sudah beres ia baru bisa duduk tenang di teras rumahnya sambil membaca koran pagi.”(MI, 2010: 288)

(31) “Waktu itu, Nur belum begitu paham apa maknanya, namun ia tetap mendengarkan lebih serius dibanding teman-teman yang lain.” (MI, 2010: 14). (32) “Waktu bapak meninggal, kan Nur masih kecil, Mak!”

“Ya. Umurmu belum ada satu tahun waktu itu” (Mi, 2010: 55).

(6)

longsor dalam hitungan detik. Serupa keramik pecah, ketiganya terpuruk dalam galian itu.” (MI, 2010: 39: 40)

(34) “Dengan rasa gundah di hati, Nur melangkahkan kakinyamenuju ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Rasa gundah kini berubah, karena di hari itu pula ia harus berani menerima kenyataan, menerima apapun hasil diagnosa dokter atas penyakit yang sedang diderita ibunya.” (MI, 2010: 107-108)

35 “Dan selama itu pula waktu Nur banyak dihabiskan di rumah sakit sambil berpikir, merenung dan memutuskan berbagai hal yang berkenaan dengan skit ibunya maupun tentang dirinya sendiri.” (MI, 2010: 111)

36 “Jika saja ia tidak berubah dan tidak dapat menampakkan cemburunya pada Nur, maka di saat itu, tak ada satupun alasan yang untuk bisa menggandeng tangannya.” (MI, 2010: 272).

37 “Tadi siang gue dah terima rekapitulasi biaya rumah sakit sampai emak pulang, termasuk biaya operasinya.” (MI, 2010: 116)

(7)

LAMPIRAN 2

Tabel Klasifikasi Data Deiksis dalam Novel Menebus Impian karya Abidah EL Khalieqy

Tuturan emaknya di dekat telinga Nur.

“Kalah? Memangnya ada perang apa semalem, Mak?” “Perang dengan kemalasan, Nur. Cepat bangun dan ambil air wudlu.”

“Tidak! Aku tidak boleh menyerah pada tawanan. Akan kulawan setan-setan yang berusaha memborgol kedua langkahku yang lunglai untuk sekedar berwudlu. Tidak Emak! Aku makhluk merdeka. Lihatlah kedua tangan ini! Suara-suara bergaung dan menderu dalam kepala Nur. Seperti juga Emaknya, Nur pun bangkit dan menjalankan kewajibannya dengan sepenuh hati (MI, 2010: 5).

(36)“Lho Dik! Egh…siapa namamu?” “Dian, Pak. Dian Septiaji.”

“Memang sekarang ada bisnis impian?”

“Bukan, Pak. Bukan impian yang dibisniskan tapi sebaliknya, impianlah yang membuat kita menjalani bisnis.”

“Dahsyat, dahsyat!”

“Dian terlongo. Apanya yang dahsyat, impian atau bisnisnya? Mengapa aku tiba-tiba secerdas ini, mengucapkan kata-kata indah yang aku sendiri belum memahami seratus prosen.” (MI, 2010: 123)

(37)“Mur, aku seneng punya anak Sekar, sudah ku anggap seperti anak sendiri…”

(8)

memberikan keturunan!”

“Mbok bilang terus terang saja, Mas, aku mandul!” “Murni sedikit kesal” (MI, 2010: 45)

(38)“Main SERONG!? Hanya laki-laki yang tidak bermoral yang suka serong”.

“Jangan samakan saya dengan mereka!” Prakoso mendorong halus tubuh istrinya, membujuk mulutnya untuk tidak berkata-kata” (MI, 2010: 51).

(39)“Sebagai senior, Pak Andre langsung paham dan memberikan penjelasan kepada Nur dengan suara tenang”.

“Mariska ini anak mantan bos saya, waktu saya masih kerja di perusahaan. Dulu hidup saya juga susah kok, tapi saya punya impian jadi orang sukses. Saya bisa seperti ini karena Grand Vision” (MI, 2010: 242).

(40)“Ada apa sih, Nur, kok cemberut amat?” “Emang grup lawak, gak boleh cemberut?”

“Duduk sini, Nur, masak berdiri saja. Saya tuh ada urusan penting ama Dian, urusan kamu juga…”

“Mariana berusaha tanggap terhadap suasana, tapi Nur masih tetap berdiri dan kian bertambah cemberutnya” (MI, 2010: 244).

(41)“Sekolah kuwi ora penting, yang penting punya duit, Kar! Kalau punya duit, mau sekolah dimana saja bisa. Wong kabeh ki gelem disogok, semua bisa diatasi dengan uang! Dolar, Kar, dolar!!”

“Dolar dengkulmu kuwi. Pancen awakmu wis edan kok, Tun! Sudah miring otakmu?” Atun tembem bersemangat petir hingga bedak di pipinya jadi gosong sedang di tengah gurun Saudi Arabia. Janda kembang dari desa sebrang ini memang dikenal sebagai pencari untung dari orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, jadi makelar Tenaga Kerja Wanita (TKW) sejak ia menjanda. Ia tak peduli apa yang sesungguhnya terjadi jika perempuan menjadi budak di negeri orang.” “Dapatkah engkau merasakan rasa panas jika

(9)

punggungmu disetrika, Atun!” “Dan engkau akan berlari jika majikanmu memperkosa dan tubuh telanjangmu dijulurkan dari jendela lantai sepuluh” (MI, 2010: 67).

(42) “Untuk empat orang yang belum datang, meski tidak memberi kabar, Dian merasa tidak ada masalah jika mereka mengurungkan niatnya untuk hadir dalam pertemuan ini. Tapi Nur belum juga menampakkan batang hidungnya. Sedang dimanakah engkau berada, Nur! Bukankah engkau telah memastikan diri untuk hadir di sini?” (MI, 2010: 151).

(43)“Waktu kamu masih bayi, emakmu ini tak pernah lupa menyusuimu dengan ASI. Karena itu, Nur, Emak selalu ingin dekat dengan kamu.”

“Nur juga sama, Mak.(MI, 2010: 62)”

(44)“Sekar, kamu harus berani mengadu nasib demi kebahagiaan kamu dan anakmu. Kalau kamu siap, gajinya jutaan lho!”

“Sudahlah, Atun! Jangan ganggu aku dengan iming-iming gaji, walau digaji dengan dua juta saja, aku tetap gak mau, emoh!!”

“Bukan hanya gaji jasa yang kamu terima, tetapi kamu malah bisa melihat kota besar, merasakan enaknya naik pesawat terbang. Kerja di luar negeri itu enak lho, Kar, bebas, mau apa saja bisa, asal kita sudah terima gajinya.” (MI, 2010: 66).

(45)“Maaf Dian, gue ndak sempet bilang sama kamu…pagi gue pinjem uang ke tempat Pak Roni…”

“Pak Roni pemilik warnet itu!?” Dian terkejut

“Semua ini kulakukan demi ibu, gue terpaksa, terpaksa. Gue terpaksa minta anter sama Robin ke rumah nya.” (MI, 2010: 116).

(46)“Dan sekarang, jiwa kepemimpinan Rohmat begitu √

(10)

cepat berkembang, bahkan juga berpengaruh pada √√kepribadian Nur. Maka terpilihlah ia menjadi ketua bidang kehormatan di Badan Senat Mahasiswa. Ia tampak lebih cerdas, lebih bijaksana dari setahun lalu. Itu sebabnya Nur berusaha untuk bertemu dan mengajaknya bicara selayak dua sahabat yang sedang curhat” (MI, 2010: 20-21).

(47)“Prakoso ternganga. Ia berdiri menatap istrinya dengan bimbang, antara percaya atau tidak. Ia menatap tajam ke arah mata, ternyata mata itu lebih tajam dari belati. Prakoso ngeri. Ingin tetap membela diri tetapi kehabisan nyali. Apakah nyali? Adalah beribu saudara kembar beribu cakar srigala yang siap mencabik mukamu, mulut, dan mata lancangmu” (MI, 2010: 53).

(48)“Sekar selalu menasehati Nur dengan nada setengah bulu. Sebab ia tahu walau anak perempuannya itu baru menginjak bangku kelas satu SMP. Kamu lihat sendiri,

Nduk, bagaimana polah bapakmu sebelum

meninggalkan kita. Tidak kuceritakan pun kamu pasti sudah mendengar dari Bu Ratri, ledek ronggeng yang selalu menjulur lidahnya jika menyaksikan aib tetangga” (MI, 2010: 55).

(49)“Bagaimana tidak. Ucok yang dijuluki “lelaki bertongkat” ini selalu keras omongannya. Dia itu mantan pembalap, beberapa kali juara di lapangan raceroad, tetapi setelah kakinya diamputasi karena kecelakaan, kerjanya cuma ngoceh” (MI, 2010: 76).

(50)“Emang kenapa Angling Darma ngikik-ngikik saat honeymoon?”

“karena dia punya ilmu kesaktian seperti Nabi Sulaiman, bisa dengar omongan hewan, termasuk omongan cicak” (MI, 2010: 96-97).

(51)“Kalau Mariska sudah sekaya kaya Pak Andre, ngapain dia ikut Grand Vasion?” tanya Nur di dalam taksi itu “Karena semua gak tentang materi Nur, tetapi juga waktu. Sejak mewarisi perusahaan ayahnya, Mariska

(11)

merasa diperbudak waktu, dan sekarang dia yang ingin menjadi tuan atas waktu, dan mau punya lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri dan keluarganya…” (MI, 2010: 243).

(52)“Berapa kali aku bilang jangan bawa anak kalau bekerja!

Pantas bahan tanah liatku cepat habis!!” Maaf, Pak. Ngapunten…

“Sekar! Sekar!! Ayo taruh mainannya di situ!” “Tapi ini istanaku…aku mau bawa pulang!” “Taruh di situ Sekat!”

“Nggak” “Sekar!!” “Nggak!”

“Taruh! Sekalilagi, ayo taruh mainannya di situ!” “Nggak!”

“Sekaaar! Ayo, Sekar!!”

“Ini istanaku, Mak!” (MI, 2010: 37)

(53)“Besok lusa akan ada pertemuan tahunan yang akan diselenggarakan oleh perusahaan kita. Di situ kita bisa menemukan lagi semangat baru, bisa bertemu dengan para senior yang sudah berhasil. Sehingga ada pengumuman siapa saja yang bakal terima reward mobil mewah tahun ini.” (MI, 2010: 212-213)

(54)“Ah! Ditinggal sebentar ke toilet saja sudah lenyap. Melenyap juga Dian dari tempat itu menuju rumah sembari memantapkan diri.” (MI, 2010: 127)

(55)“Bulan depan saya sudah tidak dapat gaji, Pak. Karena uang dalam amplop itu juga saya pinjem dari tempat kerja.” (MI, 2010: 199)

(56)“Terasa ada puluhan paku yang meregang dalam pelupuk mata, dan menusuk-nusuk bagian belakang kepalanya. Kalau saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan esok hari, pasti ia turutkan saja ingatan pada masa lalunya itu. Bukankah masa lalumerupakan cambuk untuk meraih masa depan. ” (MI, 2010: 2)

(12)

(57)“Rohmat, sahabat Nur di kampus itu, memang pernah mengenyam pendidikan di pesantren tiga tahun setelah ia menamatkan sekolah dasar. Karena itu ia berusaha membuang jauh-jauh pertanyaan tentang dengungan dan menganggapnya sebagai sedang terkena radang telinga. Bukan karena ada orang lain yang sedang memikirkannya, membicarakan atau menunggu kedatangannya pada hari-hari belakangan ini. Maka sempat pula ia ke apotek dan membeli obat tetes telinga sesuai dengan saran apotekernya” (MI, 2010: 166)

(58)“Terasa ada puluhan paku yang meregang dalam pelupuk mata, dan menusuk-nusuk bagian belakang kepalanya. Kalau saja tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan esok hari, pasti ia turutkan saja ingatan pada masa lalunya itu. Bukankah masa lalu merupakan cambuk untuk meraih masa depan.” (MI, 2010: 2)

(59)“Tiba-tiba saja, ia terperangah dan kembali sumringah ketika foto dirinya waktu kecil masih tampak lucu dan menggemaskan serasa angin sepoi dari sorga yang turun melintasi taman bunga di tengah kota. Hingga malam larut dan ia tak tahu kapan kedua matanya menyusut, terlelap di antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.” (MI, 2010: 33)

(60)“Tiba-tiba saja, ia terperangah dan kembali sumringah ketika foto dirinya waktu kecil masih tampak lucu dan menggemaskan serasa angin sepoi dari sorga yang turun melintasi taman bunga di tengah kota. Hingga malam larut dan ia tak tahu kapan kedua matanya menyusut, terlelap di antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.” (MI, 2010: 33)

(61)“Sorry lho, Nur. Aku ndak bisa bantu. Ada tanggungan kredit yang harus kulunasi bulan ini. Laptop gue tuh juga masih nunggak sama koperasi.”

“Ya sudah, Mbak. Makasih banget atas kebaikan Mbak Lusi selama ini.” (MI, 2010: 18)

(13)

(62)“Jalan kesuksesan ibarat orang sakit yang berjuang untuk membayar resep dokter ke apotik walau sakitnya belum sembuh. Itu tantangan yang harus kau hadapi saat ini, Nur. Kalau kau berhasil, jalan lempeng di depanmu akan tampak cemerlang.” (MI, 2010: 23)

(63)“Dian gue gak tahu apa bokap dan nyokap lu juga masih perlu bantuanmu. Gue juga gak tahu apa-apa keperluan lu sendiri, tapi jelas dan nyata gue perlu bantuan orang lain…”

“Mulai saat ini, gue tuh bukan orang lain, Nur. Gue sendiri kagak tahu apa alasannya gue ingin lu menganggapku sebagai sahabat, saudara atau apalah…” “Terserah lu aja deh. Gue mau tebus sakit ibu dengan kalung nih.” (MI, 2010: 104)

(64)Sementara Dian sendiri tetap berpikir kencang untuk mensukseskan acara pernikahannya hingga hari ini, dan ketika semua sudah beres ia baru bisa duduk tenang di teras rumahnya sambil membaca koran pagi.”(MI, 2010: 288)

(65)“Waktu itu, Nur belum begitu paham apa maknanya, namun ia tetap mendengarkan lebih serius dibanding teman-teman yang lain.” (MI, 2010: 14).

(66)“Waktu bapak meninggal, kan Nur masih kecil, Mak!” “Ya. Umurmu belum ada satu tahun waktu itu” (Mi, 2010: 55).

(67)“Pada masa itu, penggalian tanah memang dibebaskan. Tak ada pamong desa atau petugas kecamatan yang peduli pada masalah lingkungan hingga bapaknya menjadi korban. Peristiwa kematiannya terjadi pada siang hari menjelang jam istirahat. Susilo bersama temannya, Karman, dan Suib begitu semangat untuk menggali tanah sampai kedalaman hingga tiga meter, hingga mereka tak sempat melihat keadaan sekeliling dinding galian. Entah karena apa, mungkin karena tergesa atau ingin segera istirahat makan siang,

dinding-√

(14)

dinding galian itu longsor dalam hitungan detik. Serupa keramik pecah, ketiganya terpuruk dalam galian itu.” (MI, 2010: 39: 40)

(68)“Dengan rasa gundah di hati, Nur melangkahkan kakinyamenuju ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Rasa gundah kini berubah, karena di hari itu pula ia harus berani menerima kenyataan, menerima apapun hasil diagnosa dokter atas penyakit yang sedang diderita ibunya.” (MI, 2010: 107-108)

(69)“Dan selama itu pula waktu Nur banyak dihabiskan di rumah sakit sambil berpikir, merenung dan memutuskan berbagai hal yang berkenaan dengan sakit ibunya maupun tentang dirinya sendiri.” (MI, 2010: 111)

(70)“Jika saja ia tidak berubah dan tidak dapat menampakkan cemburunya pada Nur, maka di saat itu, tak ada satupun alasan yang untuk bisa menggandeng tangannya.” (MI, 2010: 272).

(71)“Tadi siang gue dah terima rekapitulasi biaya rumah sakit sampai emak pulang, termasuk biaya operasinya.” (MI, 2010: 116)

(72)“Maaf Dian, gue ndak sempat bilang sama kamu…tadi pagi gue pinjam uang ke tempat Pak Roni” (MI, 2010:116)

Keterangan:

1. Kt gnt pers 1: kata ganti persona pertama 2. Kt gnt pers 2: kata ganti persona kedua 3. Kt gnt pers 3: kata ganti persona ketiga 4. Dks rng prposisi di: deiksis ruang preposisi di 5. Dks rng prposisi dari: deiksis ruang preposisi dari

6. Lksm dpn: leksem depan 7. Lksm blkng: leksem belakang 8. Lksm lalu: leksem lalu 9. Lksm dtng: leksem datang 10. Lksm ini: leksem ini 11. Lksm itu: leksem itu 12. Lksm tadi: leksem tadi

(15)

LAMPIRAN 3

Sinopsis

MENEBUS IMPIAN

Sebuah keluarga yang sangat sederhana, beriman, dan memiliki sebuah impian yang terus-menerus diperjuangkan. Keluarga itu terdiri dari ibu dan anak yang bernama ibu Sekar dan Nur Komalajati. Sekar adalah seorang ibu yang berjuang keras untuk sekolah anaknya, sekalipun dia harus memeras tenaga siang dan malam mencuci baju londry. Nur adalah seorang anak yang berbakti pada orang tua, cantik, dan sederhana. Nur memiliki impian yang tinggi dan menyelesaikan kuliah sehingga bisa bekerja membantu ibunya.

Pada saat pembayaran semester Nur merasa gelisah karena semester kali ini uang SPP naik 30% sehingga uang yang telah dipersiapkan masih kurang. Dengan berbagai cara Nur berusaha menutupi kekurangan uang SPP tersebut, tapi teman-teman yang diharapkan bisa meminjamkan uang tersebut juga sedang kesulitan. Di kedai Pak Madrim, Nur biasa nongkrong sekedar minum kopi dan bergurau dengan Pak Madrim. Kedai Pak Madrim tidak jauh dari rumah Nur. Setiap pulang kuliah dia selalu melewati kedai tersebut. Disitulah Nur bertemu dengan Dian. Dian adalah seorang mahasiswa yang memiliki bisnis network marketing yang biasa disebut MLM. Semua orang yang mendengar MLM selalu mengejeknya. Ada yang bilang MLM itu (Menunggu Luna Maya) atau ejekan-ejekan lain.

Nur awalnya juga berpandangan buruk pada bisnis tersebut. Pada suatu saat ibunya masuk rumah sakit dan didiagnosa menderita kanker getah bening. Dian sahabat yang baru dikenalnya di kedai Pak Madrim justru membantubantu melunasi biaya rumah sakit ibunya. Dian tanpa putus asa terus berusaha mendekati Nur untuk bergabung dalam bisnis yang kata orang disebut MLM. Pada akhirnya Nur benar-benar berubah pikirannya yang dulu negatifakhirnya ikut bergabung. Dengan ketekunan dan kerja keras serta bimbingan dari Dian akhirnya Nur membuahkan hasil. Bintang-bintang yang diimpikan seolah jadi kenyataan. Dian juga menaruh hati pada Nur dan Nur menyambutnya.

Gambar

Tabel Klasifikasi Data Deiksis dalam Novel Menebus Impian karya Abidah EL Khalieqy

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan hubungan pers dan pemerintah di masa Orde Baru, (2) Untuk mendeskripsikan penyebab pem- bredelan koran

Nurman Hakim, 0807071, Intensi Berwirausaha Mahasiswa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Survei pada Mahasiswa yang mengontrak Mata Kuliah Kewirausahaan di

Dalam pada itu, mengkaji data ketenagakerjaan di atas perlu memperhatikan beberapa masalah yang menyangkut konsep angkatan kerja dan pengangguran yang berbeda

melalui metode eksperimen laboratorium dan lapangan, antara siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitis dan sikap peduli lingkungan kategori tinggi dan rendah terhadap

Judul Artikel : Pengaruh Percampuran Air Terhadap Oksigen Terlarut di Sekitar Karamba Jaring Apung, Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.. Penerbit : Pusat Sarana

Aplikasi TTSE telah divalidasi oleh dua orang ahli dan menghasilkan skor angket dengan persentase 82,30% yang berarti aplikasi berada pada kriteria baik sekaligus

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah ini telah diperiksa/divalidasi dan hasilnya telah memenuhi kaidah ilmiah, norma akademik dan norma hukum

Berdasarkan kategori KAM sedang dan rendah, pencapaian koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat