• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Electronic Ticketing Di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (DAOP) 2 Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Electronic Ticketing Di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (DAOP) 2 Bandung"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

1 1. Latar Belakang Laporan KKL

Perkembangan teknologi dewasa ini tidak terlepas dari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang senantiasa bertambah telah mendorong manusia untuk menciptakan suatu cara yang efektif dan efisien dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.

(2)

2   

   

pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat dapat mengakses berbagai urusannya dengan sangat mudah.

Kebijakan penerapan electronic government dilakukan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengahapus sekat-sekat organisasi dan birokrasi. Kebijakan penerapan electronic government dikembangkan untuk membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah secara terpadu. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut meliputi pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik. Keberadaan kebijakan penerapan electronic government merupakan salah satu infrastruktur penting dalam pemerintahan. Kebijakan penerapan electronic government telah menjadi kebutuhan sekaligus tuntutan publik yang menginginkan informasi secara akurat, transparan dan akuntabel.

(3)

   

Kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan serba cepat dan mudah melalui teknologi digital menjadi suatu tuntutan. Penerapan teknologi informasi pada lembaga pemerintahan ataupun di perusahaan berbentuk Perseroan terbatas yang merupakan milik Negara dapat mempermudah akses antara pemerintah dengan pemerintahan atau pemerintah dengan masyarakat. Tidak hanya melalui komunikasi satu arah saja dimana pemerintah dapat mempublikasikan data dan informasi yang dimilikinya. Akan tetapi juga komunikasi dua arah, yaitu masyarakat dapat menerima dari pemerintah dan memberikan informasi kepada pemerintah. Dengan begitu, adanya transparansi antara pemerintah dan pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat dapat terjalin dalam ruang lingkup demokrasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk mewujudkan praktek pemerintahan yang lebih efisien dan efektif.

Penerapan electronic government merupakan suatu upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik. Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi (TI), diiringi semakin meluasnya penggunaan internet sebagai akses ke dunia maya yang telah mendorong suatu perubahan yang revolusioner. Perubahan pemanfaatan teknologi informasi tersebut selain dalam cara berkomunikasi dan menikmati hiburan juga dalam pemerintahan.

(4)

4   

   

bernegara. Hal seperti ini sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam melakukan transaksi pemerintahan. Namun pada implementasinya teknologi TI ini seharusnya lebih concern dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang kurang dengan pengetahuan teknologi electronic government. Sosialisasi ini dilakukan supaya terjadi pemerataan standar pelayanan publik berbasis teknologi kepada semua warga Indonesia baik yang ada diperkotaan maupun diperkampungan.

electronic government yang diterapkan untuk Negara sangat bermanfaat bagi seluruh pihak bagi pemerintah dan masyarakatnya. Penerapan seperti ini dapat memberdayakan masyarakatnya. Penerapan seperti ini dapat memberdayakan masyarakat dapat berinteraksi langsung dengan pemerintah melalui media yang sudah disediakan bagi dinas maupun perusahaan milik Negara terkait.

Saat ini pemerintah merupakan public servant yang wajib menjalankan tugasnya dengan baik yaitu melayani masyarakat. Untuk itu penerapan electronic government sebagai salah satu solusi yang efektif dan efisien bagi proses pelayanan publik.

(5)

   

atau ticketing online yang dibuka sejak tahun 2008 memberikan dampak positif bagi masyarakat. Masyarakat yang ingin menggunakan jasa kereta api tidak harus mengantri di stasiun cukup dengan menghubungi contact center 121, mobile ticketing, PT POS, indomaret dan melalui CITOS (City Terminal Online System. Manfaat yang paling utama dari electronic ticketing adalah meminimalisir terjadinya ketinggalan tiket, hilangnya tiket dan terbebas dari penjualan tiket dari para calo yang berusaha untuk memanfaatkan suasana. Dengan mendaftar sebagai calon penumpang terlebih dahulu maka masyarakat mendapatkan hasil print out dan kemudian dituker dengan tiket kereta asli.

Sejumlah inovasi tersebut diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi peningkatan banyaknya penumpang kereta api. Mekanisme dalam pembelian tiket baik melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Indomaret, CITOS, dan PT POS, sudah dibuat dengan mudah bagi masyarakat. Transaksi pembelian tiket dengan menghubungi contact center juga mampu menjembatani perusahaan, instirusi atau organisasi dengan pelanggannya terhadap berbagai informasi yang tersedia dan dibutuhkan oleh pelanggan.

(6)

6   

   

ticketing dapat membantu masyarakat dalam hal pelayanan informasi dan pendaftaran pembelian tiket secara online. Dengan adanya pelayanan publik seperti ini maka para calo dapat diminimalisir secara signifikan sehingga paradigma pemerintah yang sebelumnya diidentikan dengan “dilayani masyarakat” berubah menjadi pemerintah yang melayani masyarakat.

Peningkatan mutu pelayanan ini dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap suatu transportasi khususnya transportasi kereta api. Peningkatan dalam hal ini baik dari segi transportasi, fasilitas maupun peningkatan pelayanan kepada masyarakat sebagai calon penumpang yang salah satunya adalah kemudahan dalam mendapatkan tiket secara online. Maka dari itu pemerintah bersama jajaran staf PT Kereta Api Indonesia (Persero) memberikan pelayanan sebaik mungkin berupa electronic ticketing.

Dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen, PT Kereta Api Indonesia (Persero) berusaha memberikan kemudahan atau fleksibilitas pelayanan electronic ticketing kepada masyarakat yang akan melakukan perjalanan dengan menggunakan moda transportasi khususnya kereta api yang terpadu dan terintegrasi sampai ketempat tujuan dengan pasti hanya dengan melakukan sekali reservasi dengan hanya memilih reservasi mana yang akan digunakan konsumen.

(7)

   

dipilihnya dalam berpergian dengan cepat, akurat dan efisien. electronic ticketing merupakan suatu cara dalam hal pemesanan tiket bagi calon penumpang yang akan berpergian menggunakan angkutan kereta api. Langkah-langkah dalam mengakses e-ticketing sangat mudah dan praktis. Tetapi pada prakteknya implementasi kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia masih mengalami beberapa kekurangan-kekurangan yang perlu dibenahi dan diperbaiki. electronic ticketing belum dikatakan efektif dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga belum banyak masyarakat yang mengetahui kemudahan dalam pembelian tiket secara online. Sebagai pedoman dalam melaksanakan sistem ini terdapat dalam peraturan jurnal pelaksanaan (juklak) sistem transportasi Kereta Api Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.

(8)

8   

   

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mempermudah dalam proses pembahasan, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung?

2. Bagaimana sumber daya yang dapat menentukan keberhasilan dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung?

3. Bagaimana disposisi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung? 4. Bagaimana struktur birokrasi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan KKL

Maksud dari uliah kerja lapangan adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam kuliah kerja lapangan ini adalah :

(9)

   

2. Untuk mengetahui sumber daya yang dapat menentukan keberhasilan dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

3. Untuk mengetahui disposisi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

4. Untuk mengatahui struktur birokrasi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) II Bandung.

1.4 Kegunaan Kuliah Kerja Lapangan

Kuliah kerja lapangan ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Secara teoritis, kuliah kerja lapangan ini untuk mengembangkan teori-teori dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

(10)

10   

   

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam setiap perumusan suatu tindakan apakah itu menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi, karena suatu kebijaksanaan tanpa diimplementasikan maka tidak banyak berarti.

Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Namun pemerintah dalam membuat kebijakan harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau dapat memberikan dampak yang postif untuk masyarakat. Karena tujuan implementasi kebijakan adalah untuk tidak merugikan masyarakat banyak.

Berdasarkan pengertian diatas, implementasi menunjukan upaya perubahan-perubahan melalui sistem baru. Sistem dibuat untuk memperbaiki atau meningkatkan proses informasi.

Pengertian implementasi menurut George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan yaitu diantaranya:

1. Komunikasi/ Communication, 2. Sumber daya/ Resources, 3. Disposisi/ Disposition,

4. Struktur birokrasi/ Bureacratic Structure. (Edward III, 1980:10)

(11)

   

[image:11.595.109.539.258.539.2]

saling berhubungan satu sama lainnya, kemudian secara bersama-sama mempengaruhi terhadap implementasi. Model implementasi menurut George Edward III bisa dilihat sebagai berikut:

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut Edward III

Sumber : Edward III (1980:148)

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang dijelaskan oleh Edward III dalam buku Implementing Public Policy dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas. Keberhasilan implementasi kebijakan yaitu kesatu komunikasi menurut Edward III adalah :

”The first requirement for effective policy implementation is that those who are implement a decision must know what they are supposed to do. Policy decisions and implementation orders must be transmitted to appropriate personal before they can be followed. Naturally, these COMUNICATION

RESOURCES

DISPOSITIONS

BUREAUCRATIC STRUCTURE

 

(12)

12   

   

communications need to be accurate, and they must be accurately perceived by implementors. many obstacles lie in the path of transmission of implementation communications” (Edward III, 1980:17)

Berdasarkan teori diatas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam implementasi kebijakan adalah harus adanya kejelasan, tranformasi dan konsistensi supaya kebijakan yang telah direncanakan untuk pelayanan publik dapat berjalan dengan sangat baik.

Komunikasi merupakan factor yang mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan untuk mencapai tujuan pelayanan publik yang didalamnya terdapat factor-faktor dari komunikasi yaitu harus adanya kejelasan, transformasi dan konsistensi supaya kebijakan dapat direncanakan dengan baik.

Faktor Keduasumber daya dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakanmenurut menurut Edward III adalah:

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personel responsible out policies lack the resources to do an affective job, implementation will not be effective. important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of others involved in implementation: the authority to ensure that policies are carried out as they intended; and facilities (including buildings,equipment,land and supplies) in which or with which to provide service will mean that laws will not be provided, and reasonable regulations will not be developed” (Edward III, 1980:53)

(13)

   

profesionalitas dalam menyusun kebijakan dalam melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Sumber daya merupakan faktor terpenting dalam pembuatan kebijakan yang didalamnya terdapat sumber daya-sumber daya yang melaksanakn kebijakan. Faktor dari sumber daya yaitu diantaranya staf, informasi, kewenangan dan fasilitas.

Faktor Ketiga Dispositions dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakanmenurut Edward III adalah:

“The dispositions or attiudes of implementation is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. if implementation is to proceed effectively, not only must implementors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of policies. one of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. another reason is the complexity of the policies themselves. the way in which implementors exercise their direction, however, depends in large part upon their dispositions toward the policies. their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies effecting their organizational and personal interests”.( Edward III, 1980:89).

Disposisi atau sikap pelaksanaan, jika para pelaksana bersikap baik karena menerima suatu kebijakan maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan secara bersungguh-sungguh seperti tujuan yang diharapakannya. Sebaliknya jika perspektif dan tingkah laku para pelaksana berbeda dengan para pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami kesulitan.

(14)

14   

   

atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan perencanaan. Para pelaksana yang melaksanakan kebijakan harus dilihat dalam faktor tingkat pendidikan, kompetensi dan pengalaman kerja karena faktor tersebut dapat berpengaruh dalam proses kerja pelaksana kebijakan untuk pelayanan publik bagi masyarakat luas.

Faktor Keempat dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan menurut Edward III Bureaucratic structure adalah:

“Policy implementors may know what to do and have sufficient desire and resources to do it, but they may still be hampered in implementation by the structures of the organizations in which they serve. two prominent characteristics of bureaucracies are standard operating prosedurs (SOPs) and fragmentation. the former develop as internal respons to the limited time and resources of implementors and the desire for uniformity in the operation of complex and widely dispersed organizations; they often remain in force due to bureaucratic inertia” (Edward III, 1980:125).

(15)

   

Struktur birokrasi adalah sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi dan adanya standard operating procesures (SOPs) standar operasi prosedur dalam rutinitas sehari-hari dalam menjalankan impelementasi kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik dan penyebaran tanggung jawab (Fragmentation) atas kebijakan yang ditetapkan.

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai struktur birokrasi merupakan faktor pendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Kebijakan harus ada prosedur tetap pagi pelaksana kebijakan dalam menjalankan suatu kebijakannya dan adanya tanggung jawab profesionalitas diperlukan untuk sturktur birokrasi demi mencapi tujuan yang akan dicapai.

Implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edward III adalah sebagai berikut:

“implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhunya” (George C. Edward: 2003).

(16)

16   

   

akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan tersebut diimplementasikan dengan baik. Sementara itu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh pelaksana kebijakan tersebut.

electronic ticketing adalah salah satu bentuk pelayanan jasa dalam melayani calon penumpang untuk menggunakan angkutan yang dipilihnya dalam berpergian dengan cara cepat dan akurat. electronic ticketing merupakan suatu cara dalam hal pemesanan tiket bagi calon penumpang yang akan berpergian menggunakan angkutan yang dipilihnya. electronic ticketing merupakan fasilitas pemesanan tiket online yang dirancang untuk membantu kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses sistem jenis ini.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Implementasi adalah suatu tindakan-tindakan aparatur PT Kereta Api Indonesia (persero) daerah operasi (daop) 2 bandung dalam pelaksanaan electronic ticketing untuk mencapai tujuan dalam pelayanan publik atau masyarakat untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam suatu kemudahan bertransaksi pembelian tiket.

(17)

   

terhadap masyarakat dalam pembelian tiket sehingga dapat terhindar dari para calo yang menjual tiket dengan harga yang jauh lebih mahal.

3. Implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan oleh aparatur PT Kereta Api Indonesia (persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung dalam penerapan electronic ticketing dengan tujuan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Keberhasilan implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan sehingga proses komunikasi dapat beralangsung dengan baik. Komunikasi dalam penelitian ini meliputi:

1. Transmisi adalah penyampaian informasi kebijakan publik yang disampaikan aparatur PT Kereta Api Indonesia (persero) Daerah operasi (daop) 2 Bandung dalam implementasi kebijakan electronic ticketing kepada masyarakat luas.

(18)

18   

   

implementasi kebijakan electronic ticketing harus jelas dan konsisten.

3. Konsistensi adalah suatu kejelasan dimana perintah-perintah implementasi yang tidak konsisten akan mendorong pelaksanaan mengambil tindakan dalam menafsirkan dan menimplementasikan kebijakan yang dibuat oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. b. Sumber daya adalah potensi yang terkandung dalam diri

manusia untuk mewujudkan perannya sebagai pelaksana yang bertanggung jawab, adaptif dan tranformatif yang mampu mengelola didirnya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Sumber daya dalam penelitian ini meliputi:

1. Staff adalah sekelompok orang yang membantu seorang ketua atau kepala dalam mengelola suatu permasalahan dalam menajalankan kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Oeprasi (Daop) 2 Bandung untuk pelayanan kepada masyarakat.

(19)

   

ticketing baik untuk staf dan masyarakat banyak agar dapat memahami kemudahan kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

3. Kewenangan adalah kewenangan yang dikeluarkan dalam melaksanakan kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. 4. Fasilitas merupakan sarana dan prasarana yang mendukung

operasional kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

c. Disposisi adalah kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung secara sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat terlaksana dengan baik.

1. Efek disposisi adalah kecenderungan-kecenderungan pelaksana menimbulkan hambatan-hambatan terhadap implementasi kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. 2. Insentif adalah mengubah kecenderungan yang ada pada

(20)

20   

   

electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

d. Struktur Birokrasi adalah susunan anggota dalam suatu kelompok atau instansi yang memiliki kewenangan dalam pelaksana kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

1. Prosedur pengoperasian standar merupakan suatu mekanisme untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketetapan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik dilingkungan masyarakat dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

2. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dalam bidang kebijakan oleh pelaksana kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

(21)

   

Mandiri (ATM), mobile ticketing atau mobil tiket, dapat melalui call center atau contact center 121 dan melalui CITOS (City Terminal Online System).

[image:21.595.122.540.227.503.2]

Berdasarkan uraian diatas, penulis membuat model kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.2

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Dalam Laporan KKL

Sesuai dengan masalah yang ditulis pada laporan kkl ini, khususnya yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan penulisan dan pengamatan.

Komunikasi Sumber daya Disposisi Struktur birokrasi

Pelayanan publik dalam memudahkan masyarakat membeli tiket dengan

sangat mudah.

Implementasi Kebijakan electronic ticketing

(22)

22   

   

Penulisan dalam melakukan penelitian ini, menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai berikut:

“Penelitian yang menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi permasalahannya itu, kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variable tertentu. Penelitian deskriptif dapat bertipe kualitatif dan kuantitatif sedangkan yang bertipe kualitatif adalah data diungkapkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat serta uraian-uraian” (Bungin, 2001:124).

Penulis juga memilih metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dikarenakan penulis dalam melakukan usulan penelitian secara langsung di lapangan. Adapun pengertian metode kualitatif menurut Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif mendefinisikan pengertian kualitatif, sebagai berikut:

“Metode Kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi” (Sugiyono, 2005:1).

(23)

   

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam laporan kkl ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penulisan, yaitu:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka penulis dapat memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang diharapkan, sehingga pekerjaan penulis tidak merupakan duplikasi.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Peninjauan yang dilakukan langsung pada Aparatur PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung yang menjadi objek penelitian dengan tujuan yaitu, mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan yang lebih banyak, lebih tepat, lebih up to date, disamping itu peneliti juga melakukan suatu penelitian dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Observation)

Pengumpulan data dengan mengamati secara langsung keadaan instansi atau lembaga dengan segala aspek kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan penulis terhadap implementasi kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (daop) 2 Bandung.

(24)

24   

   

juga untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkannya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, bahwa secara umum pengumpulan data berarti penerimaan data yang dilakukan dengan cara Studi Pustaka (Library Research), Studi Lapangan (Field Research), yang meliputi Observasi (Observation). Pengumpulan data didasarkan pada suatu metode atau prosedur artinya, supaya data yang diinginkan dapat terkumpul secara lengkap dan baik dari studi perpustakaan maupun lapangan.

1.7 Lokasi dan Waktu pelaksanaan KKL

Lokasi kuliah kerja lapangan dilaksanakan di PT Kereta Api Indonesia (persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung yang berlokasi di Jalan Stasiun timur No.14 Bandung 40181 Telp (022) 4207970 TOKA 16008/09 Fact. (022) 4233053 Jawa Barat.

Adapun penjadwalan Laporan KKL sampai penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) terdiri atas:

1. Observasi awal pada bulan April 2011.

2. Pengajuan judul dan lokasi KKL pada bulan Mei 2011. 3. Penyusunan laporan KKL, pada bulan Mei 2011. 4. Bimbingan Laporan KKL bulan Juni 2011.

5. Pelaksanaan KKL bulan Juli 2011.

(25)
[image:25.595.112.538.108.349.2]

   

Tabel 1.1

Waktu

Kegiatan

Tahun 2011

Aprl Mei Juni Juli Agustus Sep okt Nov

Observasi lokasi KKL

Pengajuan Judul KKL

Penyusunan Laporan KKL

Bimbingan Laporan KKL

Pelaksanaan KKL

(26)

26 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan 2.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”(Webster dalam Wahab, 2004:64).

Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Bambang Sunggono 1994:137).

(27)

apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warga negaranya. Namun dalam pelaksanaannya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Mazmanian dan Sebatier mendefinisikan implementasi sebagai berikut:

“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan”. (Mazmanian dan Sebastiar dalam Wahab,2004:68).

(28)

28   

kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

Menurut uraian di atas, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

2.1.2 Pengertian Kebijakan

Kebijakan secara efistimologi, istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris “policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “wisdom”.

(29)

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 2004:3).

Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan pada pelaksanaannya tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan

(30)

30   

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Pengertian implementasi kebijakan menurut Edward III adalah sebagai berikut:

policy implementation as we have seen is the stage of policy making between the establishment of a policy such as the passage of a legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule and the consequences of the policy for the people whom it affects”. (Edward III, 1980:1).

Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:

(31)

Communiction 

Resources

Disposition

Bureaucratic 

Implementation Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasikan dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan diatas, maka George Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Comunication/komunikasi, 2. Resources/sumber daya, 3. Disposition/disposisi,

4. Bureaucratic Structure/struktur birokrasi. (Edward III, 1980:10)

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut George C. Edward III

Sumber: George III Edwards, (1980:148).

[image:31.595.162.515.487.647.2]
(32)

32   

faktor-faktor diatas, adapun keberhasilan suatu implementasi kebijakan yaitu: Kesatu Communication menurut Edward III adalah:

”The first requirement for effective policy implementation is that those who are implement a decision must know what they are supposed to do. Policy decisions and implementation orders must be transmitted to appropriate personal before they can be followed. Naturally, these communications need to be accurate, and they must be accurately perceived by implementors. many obstacles lie in the path of transmission of implementation communications” ( Edward III, 1980:17)

Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2005:77).

(33)

konsistensi dalam menjalankan sebuah kebijakan maka Dengan terpenuhinya ketiga faktor pendukung komunikasi maka akan tercapainya sebuah implementasi kebijakan yang baik dan sesuai tujuan yang telah ditetapkan.

Faktor Kedua Resourcrces dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakanmenurut menurut Edward III adalah:

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personel responsible out policies lack the resources to do an affective job, implementation will not be effective. important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of others involved in implementation: the authority to ensure that policies are carried out as they intended; and facilities (including buildings,equipment,land and supplies) in which or with which to provide service will mean that laws will not be provided, and reasonable regulations will not be developed” (Edward III, 1980:53)

Menurut George C. Edward III bahwa sumber-sumber yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya yang tersedia, karena menurut George C Edward III sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan proses pelaksanaan, sedangkan sumber daya merupakan keberhasilan proses implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu.

(34)

34   

dan prasaran menjadi faktor dari sumber daya dalam mencapai implementasi kebijakan dalam melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Faktor Ketiga Dispositions dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakanmenurut Edward III adalah:

“The dispositions or attiudes of implementation is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. if implementation is to proceed effectively, not only must implementors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of policies. one of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. another reason is the complexity of the policies themselves. the way in which implementors exercise their direction, however, depends in large part upon their dispositions toward the policies. their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies effecting their organizational and personal interests”.( Edward III, 1980:89).

Menurut George C. Edward III, disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (Karakteristik agen pelaksana)

(35)

pelaksana berbeda dengan para pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami kesulitan.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa dalam mendukung Dispositions dalam kesuksesan implementasi kebijakan harus adanya kesepakatan antara pembuat kebijakan dengan pelaku yang akan menjalankan kebijakan itu sendiri dan bagaimana mempengaruhi pelaku kebijakan agar menjalakan sebuah kebijakan tanpa keluar dari tujuan yang telah ditetapkan demi terciptanya pelayanan publik yang baik.

Faktor Keempat dalam keberhasilan suatu implementasi kebijakan menurut Edward III Bureaucratic structure adalah:

“Policy implementors may know what to do and have sufficient desire and resources to do it, but they may still be hampered in implementation by the structures of the organizations in which they serve. two prominent characteristics of bureaucracies are standard operating prosedurs (SOPs) and fragmentation. the former develop as internal respons to the limited time and resources of implementors and the desire for uniformity in the operation of complex and widely dispersed organizations; they often remain in force due to bureaucratic inertia” (Edward III, 1980:125)

(36)

36   

Pelaksana kebijakan mungkin tahu apa yang harus dilakukan dan memiliki keinginan yang cukup dan sumber daya untuk melakukannya, tapi mereka mungkin masih terhambat di implementasi oleh struktur organisasi di mana mereka melayani. dua karakteristik utama birokrasi adalah prosedures operasi standar (SOP) dan fragmentasi. yang pertama berkembang sebagai respon internal untuk waktu yang terbatas dan sumber daya pelaksana dan keinginan untuk keseragaman dalam pengoperasian kompleks dan tersebar luas organisasi, mereka sering tetap berlaku karena inersia birokrasi.

Bureaucratic structure adalah sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi dan adanya standard operating procesures (SOPs) standar operasi prosedur dalam rutinitas sehari-hari dalam menjalankan impelementasi kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik dan penyebaran tanggung jawab (Fragmentation) atas kebijakan yang ditetapkan.

(37)

melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih tidak kurang.Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program – program atau melalui formulasi kebijakan privat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implmentasi menurut Edward III diatas, maka Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik (Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu: pertama yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan.

(38)

38   

pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).

Keempat, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa:

(39)

persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2004:77).

Berdasarkan teori diatas maka Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Kelima, menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo, bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

(40)

40   

2.1.4 electronic Ticketting

electronic Ticketing adalah satu bentuk pelayanan jasa dalam melayani calon penumpang untuk menggunakan angkutan yang dipilihnya dalam berpergian dengan cara cepat dan akurat. electronic Ticketing merupakan suatu cara dalam hal pemesanan tiket bagi calon penumpang yang akan berpergian menggunakan angkutan yang dipilihnya. Electronic Ticketing merupakan fasilitas pemesanan tiket yang berbasis online yang dirancang untuk membantu masyarakat dala membeli tiket secara mudah tanpa harus mengantri. Langkah-langkah e-ticketing sangat praktis dan reservasi adalah yang paling utama. Masyarakat yang sibuk dan akrab dengan teknologi internet dapat menentukan beberapa pilihan yang tersedia untuk membeli tiket. Ada beberapa fasilitas yang sudah disediakan seperti adanya contact center dengan menelpon 121, indomaret, PT POS, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobil ticketing dan Citos (City Terminal online system).

(41)
(42)

42 BAB III

OBYEK LAPORAN KKL

3.1 Gambaran umum Kota Bandung 3.1.1 Sejarah singkat Kota Bandung

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Sedangkan wilayah Bandung Raya (Wilayah Metropolitan Bandung) merupakan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila (Grebangkertosusilo). Di kota yang bersejarah ini, berdiri sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische Hoogeschool, sekarang ITB), menjadi ajang pertempuran di masa kemerdekaan, serta pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955, suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti kolonialisme, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya Asia-Afrika.

Pada tahun 1990 kota Bandung menjadi salah satu kota teraman di dunia berdasarkan survei majalah Time.

(43)

disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.

Kota Bandung secara geografis memang terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau. Legenda Sangkuriang merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung, dan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu bagaimana pula keringnya danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan seperti sekarang ini. Air dari danau Bandung menurut legenda tersebut kering karena mengalir melalui sebuah gua yang bernama Sangkyang Tikoro.

Daerah terakhir sisa-sisa danau Bandung yang menjadi kering adalah Situ Aksan, yang pada tahun 1970-an masih merupakan danau tempat berpariwisata, tetapi saat ini sudah menjadi daerah perumahan untuk pemukiman.

(44)

44  

Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha di tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.

Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.

Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama "Concordia" (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005.

(45)

se-utama pariwisata dan pendidikan.

3.1.2 Geografis Kota Bandung

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut.

Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan.

(46)

46  

Sementara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata-rata-rata 21.3 hari per bulan.

3.1.3 Transportasi Kota Bandung 1. Kereta Api

Kota Bandung juga mempunyai stasiun kereta api yang setiap harinya melayani rute dari dan ke Jakarta, ataupun Semarang, Surabaya dan Yogyakarta, yaitu Stasiun Bandung untuk kelas bisnis dan eksekutif. Sedangkan Stasiun Kiaracondong melayani rute yang sama (kecuali Jakarta) untuk kelas ekonomi.

Selain 2 buah stasiun tersebut, terdapat 5 stasiun KA lain yang merupakan stasiun khusus peti kemas, yakni Gedebage, Cimindi, Andir, Ciroyom dan Cikudapateuh.

2. Pesawat

Kota Bandung memiliki sebuah pelabuhan udara yang bernama Bandar Udara Husein Sastranegara untuk menghubungkan kota ini dengan beberapa kota-kota lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, Menado, Yogyakarta, Batam, Mataram, Makassar, Palembang, Pangkalpinang, Semarang, dan Medan. Sedangkan untuk rute luar negeri diantaranya Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam.

(47)

menggunakan angkutan kota atau yang lebih akrab disebut angkot. Selain itu, bus kota dan taksi juga menjadi alat transportasi di kota ini. Sedangkan sebagai terminal bus antarkota dan provinsi di kota ini adalah terminal Leuwipanjang untuk rute barat dan terminal Cicaheum untuk rute timur.

Pada 24 September 2009, TMB (Trans Metro Bandung) resmi beroperasi, walaupun sempat diprotes oleh sopir angkot setempat. TMB ini merupakan proyek patungan antara pemerintah kota Bandung dengan Perum II DAMRI Bandung dalam memberikan layanan transportasi massal dengan harga murah, fasilitas dan kenyamanan yang terjamin serta tepat waktu ke tujuan.

3.2 Gambaran Umum PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi (Daop) II Bandung

3.2.1 Sejarah PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung

(48)

48  

Daerah Operasi 2 Bandung memiliki tiga stasiun besar, di antaranya adalah stasiun Bandung, stasiun Kiaracondong dan stasiun Tasikmalaya, sedangkan stasiun kereta api kelas menengah di antaranya adalah stasiun Padalarang, stasiun Cipeundeuy, stasiun Ciamis, dan stasiun Banjar. Gudang kereta api berada di stasiun Bandung, sedangkan dipo lokomotif berada tak jauh dari stasiun Bandung.

Kereta api penumpang yang berada di bawah pengoperasian DAOP 2 Bandung di antaranya adalah:

1. Kereta api Argo Parahyangan, kereta campuran bisnis dan eksekutif tujuan stasiun Gambir-stasiun Bandung

2. Kereta api Argo Wilis, kereta eksekutif argo tujuan stasiun Bandung-stasiun Surabaya Kota.

Visi :

Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus dalam pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders.

Misi :

Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjanngannya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama :

(49)
[image:49.595.293.414.110.218.2]

Logo dengan warna orange berupa gambar mirip angka 2, dengan kemiringan 70 derajat dan warna dasar warna putih yang menampakan bagian depan kereta api kecepatan tinggi dengan arah saling berlawnan, serta dibagian bawah “ KERETA API” dengan warna biru. Makna karakter logo/lambang adalah sebagai berikut:

Gambar lambang menyiratkan sifat: tegas, pasti, gerak horizontal, juga bolak-balik. Dua garis lurus dengan ujung lengkung meruncing, dengan arah berlawanan, selain menggambarkan arah bolak-balik perjalanan kereta api, juga melambangkan pelayanan (member dan menerima.

3.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung

PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung memiliki tugas pokok dan fungsinya. Tugas pokoknya adalah sebagai berikut:

1. menyelenggarakan pengusahaan angkutan kereta api,

(50)

50  

3. pengendalian pelaksanaan angkutan penumpang dan / atau barang di wilayah Daerah Operasi.

Sedangkan Fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaan sumber daya manusia (SDM), administrasi kerumahtanggaan dan umum, pertimbangan dan bantuan hukum, serta pengujian, pengendalian dan pembinaan hygiene perusahaan, kesehatan (HIPERKES) dan keselamatan kerja,

2. Pendayagunaan keuangan, serta pelaksanaan dan pembinaan anggaran dan akuntansi,

3. Pemeriksaan kas daerah,

4. Pelaksanaan hubungan masyarakat di daerah,

5. Pemeliharaan dan pengendalian jalan rel dan jembatan, 6. Pelaksanaan dan pengendalian operasi dan pemasaran,

7. Pemeliharaan dan pengendalian sinyal, telekomunikasi dan listrik umum.

3.2.3 Struktur Organisasi

(51)

secara lisan maupun tulisan dalam rangka pengembangan perusahaan. Staf tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah.

Struktur organisasi dan tata kerja PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun 1991 tanggal 19 Februari 1991. Berdasarkan keputusan tersebut susunan organisasi PT Kereta Api Indonesia (Persero) dibagi kedalam empat tingkat yang terdiri dari:

1. Tingkat pusat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis yang berkaitan dengan tugas pokok dan pembinaan manajerial, 2. Tingkat wilayah usaha mempunyai tugas melaksanakan pembinaan

teknis operasional,

3. Tingkat daerah operasional mempunyai tugas melaksanakan teknis operasional,

(52)

52  

Bagan 3.1

Struktur Organisasi seksi Keuangan dan seksi anggaran dan akutansi

Kepala Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung

Kepala Seksi Keuangan

Kasubsi Anggaran dan Akutansi

Kapok I Anggaran

Kapok II Pendapatan, pengeluaran dan

verifikasi

Kapok III Akuntansi

Biaya

Kapok IV Buku Besar dan

Laporan keuangan

(53)

Operasi (Daop) II Bandung

Sesuai dengan keputusan direksi No.Kep. U/OT.003/XI/2KA-2002 , susunan PT. Kereta Api (Persero) tingkat pusat adalah sebagai berikut:

a. Direksi

Tugas pokok direksi adalah:

1. Memimpin, mengurus, dan mengelola PT Kereta Api Indonesia

(Persero) sesuai dengan tujuan dan tugas pokok perusahaan. 2. Mengawasi, memelihara, dan mengurus kekayaan perusahaan.

3. Mewakili perusahaan didalam dan diluar peradilan

4. Melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Menteri

5. Merumuskan dan menetapkan perumusan kebijakan.

6. Menyiapkan pada waktunya rencana kerja tahunan lengkap dengan

anggaran PT Kereta Api Indonesia (Persero).

7. Menyiapkan laporan pertanggungjawaban PT Kereta Api Indonesia

(Persero) dan perhitungan hasil usaha menurut cara waktu yang telah ditetapkan Menteri.

8. Menyiapkan susunan organisasi dengan perincian tugas.

9. Mengangkat dan memberhentikan pegawai sesuai dengan

peraturan yang berlaku di PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Direksi mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Merencanakan dan pengelolaan kegiatan – kegiatan PT. Kereta Api

(54)

54  

2. Pengusahaan dan pengembangan prasarana serta sarana

angkutan kereta api.

3. Pengembangan dan pendayagunaan SDM.

4. Pengembangan organisasi dan manajemen PT. Kereta Api

(Persero).

5. Pengelolaan keuangan PT. Kereta Api (Persero).

6. Pengawasan internal.

b. Direktur Utama

Tugas dan Wewenangnya :

1. Pembuat dan pemberi masukan pertimbangan dan sarana untuk

kebijakan teknis.

2. Bertindak untuk dan atas nama baik direksi dan semua bidang.

3. Memimpin kegiatan direktorat.

4. Melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan kebijakan direksi.

3.2.5 Uraian Jabatan Seksi Keuangan, Sub Seksi anggaran dab akutansi PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung

Selain itu, direktorat atau bagian yang ada pada PT Kereta Api (Persero) berikut sub direktoratnya sebagai berikut:

1. Bagian satuan pengawas intern (SPI)

(55)

pelayanan jasa angkutan kereta api, bidang administrasi personalia, administrasi umum dan administrasi pendidikan serta pelatihan, bidang perencanaan penelitian teknologi informasi dan sistem informasi serta bidang kelengkapan.

2. Bagian Pusat Perencanaan dan pengembangan (Pusrenbang) PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung Tugas dan wewenangnya adalah perencanaan program penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dan perencanaan dan pembangunan kurikulum serta pembinaan instruktur.

3. Direktorat Operasi dan Pemasaran

Direktorat operasi dan pemasaran mempunyai tugas melaksanakan pengendalian dan pengawasan teknik operasi jasa angkutan kereta api serta pendayagunaan fasilitas sarana dan prasarana pendukungnya. Direksi Operasi dan Pemasaran terdiri dari :

a. Sub Direktorat lalu lintas.

b. Sub Direktorat Pemasaran Angkutan penumpang. c. Sub Direktorat Pemasaran Angkutan Barang. 4. Direktorat Keuangan

Direktorat keuangan mempunyai tugas pokok membina dan mngelola keuangan dan ketersediaan, serta menetapkan kebijakan pendanaan, pendayagunaan keungan, akuntansi dan sediaan.

(56)

56  

Sub Direktorat Keuangan mempunyai tugas pokok merumuskan dan menyusun program anggaran, mengkoordinasi dan memadukan rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP), pelaksanaan otoritas, pelaporan, pelaksanaan RKAP serta perhitungan PSO, IMO, TAC.

Sub Direktorat Anggaran terdiri dari : 1. Seksi anggaran I

2. Seksi Anggaran II. 3. Seksi Anggaran III. 4. Seksi Anggaran IV.

b. Sub Direktorat Administrasi Keuangan

Sub Direktorat Administrasi Keuangan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan dan mengelola atas usaha kas besar kantor pusat, melaksanakan evaluasi pembayaran internal dan eksternal, mengendalikan dan mendistribusikan dana, serta mendayagunakan kas perusahaan, menyelesaikan administrasi asuransi serta memamntau penyaluran dan PUKK.

Sub Direktorat Administrasi Keuangan terdiri dari: 1. Seksi Bendahara kantor pusat.

2. Seksi pelaksanaan pembayaran.

3. Seksi pengendalian dan pendayagunaan kas perusahaan. 4. Seksi asuransi dan PUKK.

(57)

dan menyusun akuntansi umum, akuntansi biaya, akuntansi verifikasi kas, akuntansi pendukung dan perpajakan.

1) Kepala Kelompok I (KapokI)

Kelompok penyelenggara anggaran mempunyai tugas pokok : 1. Penyusunan rencana kerja dan Anggaran (RKA).

2. Pengendalian perencanaan pelaksanaan anggaran.

3. Menerbitkan surat otorisasi NPD (Nota Permohonan Dana). 4. Menyusun laporan realisasi anggaran.

2) Kepala Kelompok II (kapok II)

Kelompok penyelenggara verifikasi serta akuntansi pendapatan dan pengeluaran mempunyai tugas pokok:

1. Verifikasi meneliti kelengkapan, kebenaran serta keabsahan yang berkenaan dengan pengeuaran dan pendapatan Daop II Bandung.

2. Akuntansi Pendapatan, penerimaan dan pengeluaran Kas, meneliti kelengkapan analisa dokumen lainnya yang diterima dari unit-unit pelaksana, mengikhtisarkan analisa stasiun, membuat bukti jurnal dan menyelenggarakan buku pembantu yang bersangkutan dengan pengeluaran dan pendapatan Daop 2 Bandung.

3) Kepala Kapok III (kapok)

(58)

58  

1. Pembiayaan dan dokumentasi lainnya yang diterima dari unit-unit pelaksanaan menyangkut akuntasnsi biaya.

2. Menyusun buku pembantu atas mutasi-mutasi terhadap aktiva tetap.

4) Kepala Kelompok IV (kapok IV) 1. Proses komputerisasi akuntansi. 2. Penyelenggaraan buku besar. 3. Pembuatan daftar sisa.

4. Penyusun neraca lajur. 5. Pembuatan jurnal khusus.

6. Pelaksanaan rekonsiliasi hubungan pembukuan.

7. Penyelidikan terhadap angka akun yang tidak wajar pada neraca lajur yang akan dituangkan dalam laporan keuangan Daop 2 Bandung.

8. Pembuatan laporan berkala ikhtisar dukungan laporan keuangan.

3.3 Gambaran umum electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) II Bandung.

(59)

penawaran dari masalah harga, PT Kereta Api memberikan suatu aplikasi terbaru untuk memberikan pelayanan yang dapat memudahkan masyarakat dalam membeli tiket. Adanya system electronic ticketing ini sangat berpengaruh besar dalam kemudahan membeli tiket. Electronic ticketing ini dapat di jangkau selain diloket stasiun. Misalnya dapat diperoleh melalui contact center 121, mobile ticketing, PT POS, INDOMARET, dan CITOS. Pada saat ini PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah memberikan aplikasi terbaru melalui drive true, dan Kabila dimana tiket dapat diperoleh melalui SMS Ketik KABILA kirim ke 9333.

(60)

60  

Langkah berikutnya adalah pembayaran yang dapat dilakukan melalui ATM, di Indomaret, PT POS Indonesia, melalui sms center (KABILA) dengan mengirim sms ke 9333, dan CITOS.

3.3.1 Dasar Hukum electronic Ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) II Bandung.

electronic Ticketing merupakan kebijakan bersama-sama pemerintah dengan aparatur PT Kereta Api. Kebijakan electronic Ticketing merupakan kebijakan berbasis electronic government yang mempunyai dasar hukum yang disebutkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2003 Tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan electronic government.

Dasar hukum electronic ticketing yang diputuskan oleh PT Kereta Api Indonesia sesuai dengan Juklak (Jurnal Pelaksanaan) berdasarkan keputusab Maklumat Direktur Komersial Nomor:8/LL.702/KA-2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Tiket Terpadu Antar Moda Transportasi Online di PT Kereta Api Indonesia.

3.3.2 Tujuan Dan Fungsi electronic Ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung

e-ticketing sebagai bentuk wujud dari kesungguhan pemerintah

untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Beberapa tujuan yang

ingin dicapai dalam layanan e-ticketing yaitu masyarakat sebagai

pengguna jasa dapat mengurangi beban biaya dan waktu yang diperlukan,

(61)

informasi masyarakat dalam jangkauan yang luas. Fungsi e-ticketing

sebagai sarana atau alat bantu dalam pemesanan tiket kereta api secara online. pemerintah melalui e-ticketing mengkomunikasikan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa selain pemesanan tiket melalui call center terdapat pula jadwal keberangkatan kereta api dan sebagainya. e-ticketing dapat berfungsi sebagai sistem komunikasi sehingga lebih efisien dalam mencariinformasi yang dibutuhkan.

3.3.3 Kelebihan dan Kekurangan electronic Ticketing

Penggunaan e-ticketing dapat memberikan beberapa keuntungan,

yaitu calon penumpang tidak perlu bertemu secara fisik dengan aparatur

pemerintah karena e-ticketing didapat melalui call center dan pembayaran dapat dilakukan dengan transfer via ATM atau internet atau sms banking. Penggunaan e-ticketing dapat mengurangi free rider (penumpang yang tidak membeli tiket), kolusi Informasi mengenai tiket sering terjadi antara aparatur pemerintah dengan masyarakat dan juga percaloan yang selama ini menjadi permasalahan. E-ticketing mempunyai kemampuan untuk menyediakan bantuan pengguna seperti pemberian informasi mengenai jadwal keberangkatan kereta api, tarif tiket kereta api yang

tersedia dan sebagainya.

(62)

62  

mengetahui tentang bagaimana caranya memesan tiket secara online. Tidak semua orang mengetahui dan paham betul tentang e-ticketing. Adanya kekhawatiran mengenai jaminan keamanan atas kode-kode kartu kredit, atm setelah pembayaran transaksi, kode booking ganda dan hilangnya resi atau bukti pembayaran.

3.3.4 Tampilan reservasi electronic ticketing melalui situs resmi PT Kereta Api (Persero)

(63)
[image:63.595.112.510.103.309.2]

Tampilan awal Reservasi electronic ticketing

Selanjutnya apabila costumer telah terverifikasi sebagai member maka tampilan berikutnya adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Tampilan sukses Login

[image:63.595.114.520.383.598.2]
(64)
[image:64.595.116.539.95.301.2]

64  

Gambar 3.4

Tampilan memilih kursi

Selain reservasi diatas, berikut ada reservasi pembelian tiket melalui ATM (Automatic machin teller) yang diambil contoh adalah Bank BRI, melalui CITOS (City Terminal online system) dan contoh reservasi melalui PT POS Indonesia berupa struk pembelian.

Gambar 3.5

[image:64.595.228.398.465.659.2]
(65)

di Bank tertentu yaitu Bank Mandiri, BII, BRI, NISP, CIMB, BPRKS, dan BPD. Pemelian tiket melalui ATM ini dapat secara langsung membeli kursi kereta api maupun sebelumnya menghubungi contact center kereta api untuk membeli kursi yang diinginkan. Dua-duanya dapat dilakukan dengan sangat mudah.

[image:65.595.153.498.373.548.2]

Berikut ini adalah pemesanan tiket melalui PT Pos Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 3.6

Pembelian Tiket Melalui PT Pos Indonesia

Pemesanan tiket melalui PT Pos merupakan hasil kerjasama antara PT KAI (Persero) dengan PT Flash Mobile sebagai perusahaan penyelenggara jaringan dan jasa multimedia yang memanfaatkan jaringan online PT Pos untuk pelayanan pembelian tiket kereta api.

Cara pemesanan tiket melalui PT Pos yaitu :

(66)

66  

yang akan berangkat, alamat dan nomor telepon, nomor/ nama kereta api yang akan dijalani, asal dan tujuan perjalanan, tanggal dan jam keberangkatan, jumlah penumpang yang akan berangkat dan kelas kereta yang diinginkan.

2. Petugas PT Pos akan memproses pesanan dan akan memberikan informasi berupa nama kereta api, tanggal dan jam keberangkatan, jumlah penumpang yang akan berangkat, kelas dan nomor duduk, harga tiket, biaya administrasi pemesanan, dan total biaya yang harus dibayar.

3. Jika informasi yang diusebutkan oleh petugas sesuai dengan rencana perjalanan dan kemudian costumer menyatakan setuju, maka petugas akan input semua data pemesanan.

4. Konsumen melakukan pembayaran tunai sejumlah total biaya yang harus dibayar dan akan menerima struk dank kode bayar.

5. Jika pelanggan memesan tiket bukan untuk dirinya sebdiri maka nama yang disebutkan pada proses pemesanan, harus atas nama penumpang yang akan berangkat dan harus sesuai dengan KTP/identitas lain milik penumpang yang akan berangkat.

6. Konsumen melakukan bukti pembayaran diloket dengan tiket kereta api sebelum keberangkatan.

(67)

tiket kepada konsumen.

8. Dalam hal penumpang hanya dapat menyebutkan kode bayar tanpa memberikan bukti bayar maka petugas harus mengecek keabsahan pembayaran tersebut, yakinkan bahwa penumpang sama dengan yang tertera dalam tiket.

[image:67.595.112.531.347.551.2]

Berikut ini ada contoh tampilan pembelian tiket melalui CITOS (city Terminal Online system)

Gambar 3.7

Tampilan Reservasi Pembelian tiket melalui CITOS

(68)

68  

besar seluruh Indonesia sehingga bisa melayani penjualan tiket kereta api secara online dimana saja berada.

Mekanisme pembelian tiket melalui CITOS adalah sebagai berikut: 1. Pelanggan dating ke agen/mitra CITOS,

2. Pelanggan memilih relasi perjalanan kereta api yang akan digunakan,

3. Pelanggan membayar biaya perjalanan sesuai dengan tariff yang berlaku,

4. Pelanggan menerima invoice setelah melakukan pembayaran, 5. Pelanggan menukarkan invoice ke stasiun yang online dengan tiket

(69)

69 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Komunikasi dalam kebijakan electronic ticketing di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

Faktor yang sangat penting dan berpengaruh dalam terciptanya suatu peningkatan efisiensi kerja adalah terjalinnya suatu komunikasi yang baik dan lancar diantara pelaksana electronic ticketing yang ada di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.

Pada awalnya, komun

Gambar

Gambar 1.1 Model Pendekatan Implementasi Menurut Edward III
Gambar 1.2 Model Kerangka Pemikiran
Tabel 1.1
Gambar 1.1  Model Pendekatan Implementasi Menurut George C. Edward III
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di lingkungan Departemen Perhubungan yang dalam kegiatan

Kereta Api (Persero) DAOP IX Jember dan untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pelatihan, komunikasi melalui kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Kereta

Kereta Api Indonesia (Persero) Daop VII Madiun dapat dirancang ke dalam model balanced scorecard karena pada dasarnya bentuk penilaian kinerja pada perusahaan

Kereta Api Indonesia (Persero) Daop VII Madiun dapat dirancang ke dalam model balanced scorecard karena pada dasarnya bentuk penilaian kinerja pada

Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan terhadap kinerja kereta Api Komuter DAOP 1 jakarta dapat dilihat dari rencana kinerja operasi kereta api bandara serta

Kondisi tersebut didukung dari hasil wawancara dengan Bagian Pengadaan Barang dan Jasa PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung menyebutkan

Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 7 Madiun bahwa inti dari strategi pemasaran yaitu strategi segmentasi pasar berdasarkan wilayahnya Daop 7 Madiun meliputi

Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 2 Bandung Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA ) merupakan hal yang sangat penting, Dengan adanya rencana kerja dan anggaran yang