• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian hukum islam dan hukum positif terhadap kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian hukum islam dan hukum positif terhadap kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

OLEH ANAK DI BAWAH UMUR

Oleh :

LAILI MAULIDA 105045101491

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas selain mengucap syukur, segala puja dan puji

penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat taufik, hidayah, inayah, dan

rahmat-Nya, penulisan skripsi ini dapat terlaksana. Shalawat serta salam semoga tetap

tercurah atas utusan yang paling utama dan mulia, Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabatnya dan juga para pengikutnya yang setia hingga akhir

zaman.

Dengan selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas atas bantuan, motivasi,

serta bimbingan dari berbagai pihak, yang telah membantu penulis dan berpartisipasi

dalam menyelesaikan skripsi. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris

Program Studi Jinayah Siyasah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA., selaku Dosen Pembimbing

yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan rela meluangkan

waktunya untuk membimbing dan mengoreksi, serta memberi motivasi kepada

(3)

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang dengan sabar dan penuh keikhlasan mendidik dan

memperluas wawasan penulis hingga akhir masa studi.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu pengadaan buku-buku

yang sangat membantu penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi

ini.

6. Abi dan Umi, Alm.H.Murai, dan Hj.Umamah yang menjadi sumber inspirasi, doa,

kasih sayang, dorongan dan bantuannya (materil maupun sprituil)

7. Alm.H.Jumhari dan Hj.Maswanih juga H. Kaiman dan Hj. Maryam kakek-nenek

atas doa, perhatian, kasih sayang, motivasi dan nasehatnya yang membuat penulis

bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak dan Abang juga Saudara yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang

selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi.

9. Teman-teman mahasiswa Pidana Islam angkatan 2005 yang tidak bisa disebutkan

satu persatu namanya, yang telah memberikan motivasi yang membuat penulis

semangat untuk membuat dan menyelesaikan skripsi juga memberikan keceriaan

dan hiburan hingga tidak terlalu jenuh dalam perkuliahan hingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan.

(4)

ini mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Demikianlah ucapan terima kasih dari penulis. Mudah-mudahan skripsi ini

dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan.

Jakarta, 16 Syawal 1430 H

05 Oktober 2009 M

(5)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 15

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 16

D. Metodologi Penelitian... 17

E. Review Pustaka ... 18

F. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II: Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika... 20

B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana ... 34

BABIII: Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyalahgunaan Narkotika A. Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Islam ... 43

(6)

BAB IV: Perbandingan Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif

Tentang Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika

A. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam

Hukum Islam ... 65

B. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam

Hukum Positif... 77

C. Analisa perbandingan... 88

BAB V: Penutup

A. Kesimpulan... 96

B. Saran-Saran ... 100

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ajaran agama menyatakan setiap anak yang terlahir ke dunia dalam fitrah

atau suci bak kertas putih. Kemudian orang tuanya yang menjadikan anak,

menjadi baik ataukah sebaliknya jahat.1

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu,

anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan

keluarga.2

Dalam salah satu pertimbangan (konsideran) undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda

penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri

dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada

masa depan.3

Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,

karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, generasi muda

ada yang disebut remaja dan dewasa.

1

Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2005), Cet. Ke-1,h.1.

2

(8)

Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan

cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social

dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan

yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan

timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai sebagai perbuatan

nakal.

Secara sepintas telah diketahui tentang generasi muda yang pada

umumnya mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil serta belum

matang cara berpikirnya. Terutama pada masa remaja hal tersebut sangat terasa.

Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung,

sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka

ingin terlepas dari aturan yang ada, mudah menerima pengaruh dari luar

lingkungannya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika

banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti minum-minuman keras

dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan, kebut-kebutan dijalan

umum, mencuri, dan sebagainya.4

Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan yang dilakukan kaum

remaja yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di masyarakat.

Kenakalan remaja juga disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama

3 undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan

Undang-undang No.3Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Trinity, 2007), Cet. Ke-1, h.1.

4

(9)

lingkungan diluar rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah,

berkumpul dengan teman-temannya baik teman di sekitar rumah, teman satu

sekolah atau teman satu kelompok. Kalau teman-temannya di lingkungan tersebut

berbuat yang tidak baik, biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai

terlebih dahulu. Sikap yang mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari

perkembangan pribadi remaja.5

Istilah kenakalan anak pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan

Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang

Peradilan bagi Anak di Negara tersebut. Kenakalan anak diambil dari istilah asing

juvenile delinquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam pasal 489 KUHPidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat yang khas pada periode remaja,

sedangkan delinquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan,

pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila

dan lain-lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa juvenile delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun

norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung

untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada kejahatan anak, terlalu ekstrim

rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat,

5Ibid

(10)

sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh setiap manusia harus

mengalami goncangan semasa menjelang kedewasaannya.6

Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan

karena tindakannya lahir dari kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping

itu pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya

merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang

lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan

(KUHPidana), yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu

bertanggung jawab.7

Sebagai pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan

pembangunan pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak

terjebak melanggar norma terutama hukum. Anak-anak terjebak dalam pola

konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ke tindakan

kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan,

pemerkosaan, dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua

yang terlalu disibukkan mengurus duniawi (materiil) sebagai upaya mengejar

kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah

hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku,

serta pengawasan orang tua. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian

6

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.8-10.

7 Ibid

(11)

secara fisik, mental maupun social sering berperilaku dan bertindak asosial dan

bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.8

Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik

untuk dibicarakan, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, dimana telah timbul akibat

negatif yang sangat mencemaskan yang akan membawa kehancuran bagi remaja

itu sendiri dan masyarakat umumnya.9

Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang,

sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak

terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa

rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme kontrol pribadi anak-anak muda

kita makin tidak jelas lagi.10

Narkotika tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw, walaupun demikian ia

termasuk kategori khamr, bahkan narkoba lebih berbahaya dibanding dengan

khamr. Istilah narkotika dalam konteks Islam, tidak disebutkan secara langsung

dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya menyebutkan

istilah khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu Ushul fiqh, bila suatu hukum belum

ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas

(analogi hukum).

8

Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan., h.3.

9

Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h.9.

10

(12)

Minuman khamar menurut bahasa Al-Qur’an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan.11

Minum khamar ialah segala sesuatu yang memabukkan, baik dinamakan khamr atau bukan, baik dari angur atau lainnya, baik yang membuat mabuk itu sedikit atau banyak.12

Dengan demikian, kata khamar itu berarti dari setiap sari buah anggur, jelai, kurma, madu, ataupun yang lainnya yang dapat membuat seseorang mabuk setelah meminumnya. Kata khamar boleh jadi meliputi pula setiap cairan ataupun barang yang memiliki akibat yang sama.13

Larangan meminum khamar tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur. Hal ini disebabkan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dikalanan bangsa Arab sudah merajalela. Nas yang pertama turun adalah dalam surat An-Nisa ayat 43 Allah berfirman:

!"

#$% #&'()

*+

,- .

/0

!/12

%34567

18#&:!"

;

) < !"

Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan…

Setelah itu, turunlah nas kedua menjawab segala pertanyaan yang mengganjal di hati mereka dan menerangkan illat (sebab) pelarangan tersebut. Dalam surat al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman:

6= - :& >*?$@

AB

C D86E )

FGHIJ68 )

KL:

68FMN

O

PQ +F

RG F= S

1T

U $

W

WX&

)

681M18 +F

G )YS .

Z

68FM

: U

11

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-1, h. 78.

12

M.Ichsan & M.Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008), Cet. Ke-1, h. 143.

13

(13)

Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah,’Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”.

Setelah semua jiwa kaum muslim saat itu sudah siap meninggalkan kebiasaan meminum-minuman keras, turunlah nas terakhir yang secara tegas melarang minuman keras. Allah SWT berfirman didalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91:

[

68 -F

D8!

\

GHI N68 )

]^

_(-,`

Q !) a,`

3bDce

DZ

f

gL68

AZ !] hij)

#

=

k lDc

!O

KQ /m&6:!)

; 1!F& U:"

Anog

68 -F

1

C

1Z !] hij)

; .

6T

Q /

XJ

#$

p6 6: )

n * = )

qF

C r!

\

FGHIJ68 )

KQ sI t(

Z

C

s

u

>

AZ

$% #&'()

KL6M!O

5 v- .

; w

8Xx

Anyg

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,(berkurban untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu berhenti?”.14

14

(14)

Menurut Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 pada Pasal 1

narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan

dapat menimbulkan ketergantungan,yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini yang kemudian ditetapkan

dengan keputusan Menteri Kesehatan.15

Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah objek potensial perdagangan

narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan

untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah

banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai

kesulitan bersaing dengan sesame dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainnya melalui proses

pembelajaran social. Marsahal B Clinard dari WisconsinUniversity dan Robert F Meier dari Washington State Univeristy mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan

dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu

15Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5

(15)

oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi

pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.16

Juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas

dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak.

Kebanyakan Negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum

seorang anak untuk dapat di ajukan ke muka pengadilan.17

Menurut Undang-undang No. 3 tahun1997 tentang pengadilan anak pasal

1 ayat 2 butir a dan b anak nakal adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana

b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik menurut

perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan

berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.18

Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia

anak ditetapkan dalam suatu batasan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Di

16

Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi, (Jakarta: AM BOOKS, 2007), Cet. Ke-1, h.22.

17

Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. Ke-1, h.10.

18 undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

(16)

tiap-tiap Negara tidak ada yang sama dalam hal menentukan batas usia juvenile delinquency.19

Menurut Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak

menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Namun khusus mengenai

batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia ditegaskan dalam pasal 4 yaitu:

(1).Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah

sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin.

(2).Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang

bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun, tetap di ajukan ke sidang pengadilan anak.20

Dalam istilah ushul fiqh, subyek hukum itu disebut mukallaf (( atau

orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum alaih ( ) yaitu orang yang

kepadanya diperlakukan hukum. Ada dua hal yang harus terpenuhi pada

seseorang untuk dapat disebut mukallaf (subyek hukum), yaitu bahwa ia

mengetahui tuntutan Allah itu dan bahwa ia mampu melaksanakan tuntutan

tersebut.

19

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.25-26.

20Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang

(17)

Akal pada diri seseorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan

pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai

tingkat yang sempurna. Perkembangan akal itu sesuatu yang tersembunyi dan

tidak dapat dilihat dari luar. Karena itu perkembangan akal pada manusia dapat

diketahui pada perkembangan jasmaninya. Seorang manusia akan mencapai

tingkat kesempurnaan akal bila telah mencapai batas dewasa atau bulugh, kecuali

bila mengalami kelainan yang menyebabkan ia terhalang atau taklif.21

Usia dewasa dalam kitab-kitab fiqh ditentukan dengan tanda-tanda yang

bersifat jasmani; yaitu bagi wanita telah mulai haid atau mens dan para laki-laki

dengan mimpi bersetubuh. Pembatasan berdasarkan jasmani ini didasarkan pada

petunjuk al-qur’an, yaitu sampai mencapai usia perkawinan atau umur yang pada

waktu itu telah mungkin melangsungkan perkawinan.

Dalam keadaan tidak terdapat atau sukar diketahui tanda yang bersifat

jasmaniyah tersebut, diambil patokan umur yang dalam pembatasan ini terdapat

perbedaan pendapat antara ulama fiqh. Menurut jumhur ulama, umur dewasa itu

adalah 15 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan. Menurut Abu Hanifah, umur

dewasa untuk laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 17

tahun. Bila seseorang tidak mencapai umur tersebut, maka belum berlaku padanya

beban hukum atau taklif.22

21

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh: Jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2008), Cet. Ke-3, h.389-391.

22Ibid,

(18)

Manusia dalam batas umur tamyiz (kira-kira 7 tahun) sampai dewasa

dalam hubungannya dengan hukum, sebagian tindakannya telah dikenai hukum

dan sebagian lagi tidak dikenai hukum. Dalam hal ini tindakan manusia, ucapan

atau perbuatannya, terbagi kepada tiga tingkat; dan setiap tingkat mempunyai

akibat hukum tersendiri, yaitu:

a. Tindakan yang semata-mata mengutungkan kepadanya; umpamanya

menerima pemberian (hibah) dan wasiat. Semua tindakan dalam bentuk ini,

baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan adalah sah ddan terlaksana

tanpa memerlukan persetujuan dari walinya.

b. Tindakan yang semata-mata merugikannya atau mengurangi hak-hak yang

ada padanya;umpamanya pemberian yang dilakukannya baik dalam bentuk

hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual beli dengan harga yang tidak

pantas. Segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang

dilakukan oleh mumayyiz dalam bentuk ini tidak sah dan tidak berakibat

hukum atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya.

c. Tindakan yang mengandung keuntungan dan kerugian. Umpamanya jual beli,

sewa menyewa, upah mengupah, dan lainnya yang disatu pihak mengurangi

haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada padanya. Tindakan yang

dilakukan dalam bentuk ini tidak batal secara mutlak tetapi dalam kesahannya

tergantung kepada persetujuan yang diberikan walinya sesudah tindakan itu

(19)

Tindakan mumayyiz dalam hubungannya dengan ibadah adalah sah

karena ia cakap dalam melakukan ibadat, tetapi ia belum dituntut secara pasti

karena ia belum dewasa. Dalam masa ini orang tuanya harus mendidik dan

membiasakannya untuk melakukan ibadah badaniyah. Adapun tindakan kejahatan

yang dilakukannya yang merugikan orang lain, ia dituntut dan dikenai sanksi

hukuman berupa ganti rugi harta dan tidak hukuman badan. Karena itu tidak

berlaku padanya qishas dalam pembunuhan, dera atau rajam pada perzinaan, atau

potong tangan pada pencurian. Ia hanya dapat menanggung diyat pembunuhan

atau ta’zir yang dibebankan kepada hartanya atau harta orang tuanya.23

Adapun hadits bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak

berlaku padanya tuntutan hukum atau taklif, yaitu

ی

! "ی

# $

% &ی

'($)*

+ ,

ﺏ . "$

/0 1

2 2 (ﺏ / 3* 4

5 6 ﺏ ﺏ

7#

$89 :

;ﺝ

=

Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis manusia, orang yang tidur

sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia

sembuh”. (H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah

dan Al-Daruquthni dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib).24

Syariat menghukum peminum arak dengan jilid atau dera sebanyak 80

kali. Namun menurut pendapat Imam Syafi’i, hukumannya adalah sebanyak 40

kali deraan.

23Ibid

, h.393-394.

24Ensiklopedi Hukum Islam,

(20)

Dalil hukuman bagi peminum khamr adalah dari hadist berikut:

> 9 ?1ی1@ ﺏ

A B C >(ﺱ > 9

4 : ﺝ 1 ﺱ '

E

1 ﺱ '

4 : ﺝ

E

$ (ﺏ1F

Gﺏ H

2 'I

+

/0 1 JK "*

4 2

=

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:“ Jika

seseorang mabuk, maka deralah dia, kemudian jika ia mabuk lagi, maka

deralah dia, kemudian jika ia kembali lagi yang keempat kalinya, maka

pukullah lehernya”. (H.R. Imam yang lima, kecuali Tirmidzi).25

Sedang dalil kadar hukuman bagi peminum khamr adalah dari ijma para

sahabat setelah Ali ra. Mengqiyaskan peminum khamr dengan pendusta (qadzif)

yaitu sebanyak 80 kali deraan.

Hikmah hukuman bagi peminum khamr antara lain adalah untuk

mengingatkan manusia akan pentingnya kesehatan badan dan akal fikiran. Oleh

karena itu layak jika peminum khamr dihukum dengan dera sebanyak 80 atau 40

kali supaya ia jera. Ini karena hukuman dera yang menyakitkan itu akan

mengingatkannya agar tidak melakukan jarimah yang memberinya kenikmatan

sesaat namun merugikannya untuk jangka masa yang lama ini.26

Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia

dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda

yang dikonsumsinya itu memabukkan.

25

Muamal Hamidy,et all, Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 2001), Cet. Ke-3, h. 2658.

26

(21)

Mengenai penyalahgunaan minuman memabukan telah diatur dalam

undang-undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Didalam undang-undang

dimaksud, menjatuhkan sanksi lebih berat yang memproduksi dan pengedar

narkotika yang disalahgunakan, ketimbang pengguna (pemakai).

Dalam hal ini, ada sesuatu yang cukup istimewa dalam undang-undang

narkotika, yaitu menuntut tanggung jawab orangtua dan/atau wali jika pecandu itu

belum cukup umur.27 Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang narkotika no.22 tahun 1997 pasal 46 ayat (1) yaitu:

1). Orangtua/ wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib

melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk

mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.28

Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk

membahas tentang ”KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

TERHADAP KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK

DIBAWAH UMUR”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.Pembatasan Masalah

Dilihat dari latar belakang masalah pada judul skripsi “Kajian Hukum

Islam Dan Hukum Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh

27

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-7, h.101-103.

28Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5

(22)

Anak Dibawah Umur” sangatlah luas. Hukum positif yang dimaksud ini

adalah hukum yang berlaku di Indonesia. Maka perlu kiranya skripsi ini

dibatasi agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka dalam

penulisan skripsi ini penulis ingin membatasi masalah yang akan dibahas oleh

penulis sebagai berikut:

1. Penyebab anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika

2. Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyalahgunaan

narkotika

3. Sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika menurut Hukum

Islam dan Hukum Positif

2. Perumusan Masalah

Setelah membatasi permasalahan pada hal-hal tersebut diatas, maka

permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana

menyalahgunakan narkotika?

2. Bagaimana menurut pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif

tentang penyalahgunaan narkotika?

3. Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan atas penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut Hukum

Islam dan Hukum Positif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(23)

a.Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika yang

dilakukan oleh anak dibawah umur.

b.Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap

tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

c.Untuk mengetahui bentuk sanksi hukum pelaku tindak pidana penyalahgunaan

narkotika oleh anak dibawah umur dalam pandangan Hukum Islam dan

Hukum Positif.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Akademis

Sebagai suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan tentang tindak

pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur menurut hukum,

khususnya Hukum Islam.

b. Secara Praktis

Manfaat secara praktis untuk penulis, pembaca, serta masyarakat adalah

untuk membangun kesadaran kehidupan disekeliling, bahwasanya masih banyak

anak-anak yang memerlukan kasih dan sayang serta perlindungan keluarga dan

masyarakat disekelilingnya. Serta menjadi masukkan atau pertimbangan bagi

pihak penegak hukum dalam memberikan sanksi hukum bagi pelaku

penyalahgunaan narkotika dengan pelakunya adalah anak dibawah umur.

D. Metode Penelitian

(24)

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode

penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang

masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian

normatif yang penulis maksud adalah penelaahan terhadap hukum tertulis maupun

hukum tidak tertulis.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data jenis kualitatif yakni berupa ungkapan, norma, atau aturan-aturan dari

fenomena yang akan diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mengupas dan

mencermati suatu secara ilmiah dan kualitatif.

3. Teknik Analisis Data

Adapun cara yang digunakan penulis dalam menganalisa datanya, adalah

teknik content analisys yaitu pengolahan data dengan menganalisa materi sesuai

dengan pembahasan. Dalam hal ini masalah pokoknya adalah penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku “Pedoman skripsi,

tesis dan disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press 2007.

E. Review Pustaka

Dari beberapa skripsi dan literature buku yang ada diperpustakaan syariah

dan perpustakaan utama, penulis akan mengambilnya untuk menjadikan sebuah

(25)

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Umur.

Pada pembahasan sebelumnya dari pelacakan karya ilmiah mahasiswa

(skripsi) difakultas syariah dan perpustakaan utama terdapat skripsi yang berjudul

Penyalahgunaan Narkoba Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam yang ditulis

oleh Yanuar Mujawad, menjelaskan tentang gambaran umum narkoba, narkoba

menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, dan upaya penanggulangan

penyalahgunaan narkoba.

Dan skripsi yang ditulis oleh Fahrul Roji yang berjudul Sanksi Pidana

Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Di Tinjau Dari Hukum Pidana Positif

Dan Hukum Islam, menjelaskan tentang tinjauan umum tindak pidana dan sanksi

pidana anak menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, analisis perbandingan

sanksi pidana anak menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif.

Adapun judul skripsi lain yang ditulis oleh Robiatul Adawiyah yang

berjudul Sanksi Penyalahgunaan Psikotropika Oleh Anak-anak (tinjauan UU No.5

Tahun 1997 dan Hukum Islam) yang menguraikan tentang pengertian umum

penyalahgunaan psikotropika dan hak-hak anak, penjelasan umum tentang

penyalahgunaan psikotropika dan sanksi penyalahgunaan psikotropika oleh

anak-anak.

Dari berbagai karya tulis diatas, pnulis melihat masih adanya kekurangan

sehingga dapat menjadi bahan penelitian dalam skripsi ini. Kekurangan tersebut

(26)

Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Dibawah Umur”.

Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk meneliti lebih jauh.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab masing-masing bab mempunyai sub-sub

bab. Secara sistematis bab-bab tersebut terdiri dari:

Bab I :Merupakan pendahuluan yang membahas materi yang terdapat

pada latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian,review pustaka

dan sistematika penulisan.

Bab II :Membahas mengenai penyebab anak melakukan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika dan batas usia anak dapat dipidana.

Bab III :Menjelaskan pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang

penyalahgunaan narkotika.

Bab IV :Menguraikan tentang sanksi hukum bagi penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut

Hukum Islam dan Hukum Positif.

Bab V :Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari

seluruh pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab

(27)

BAB II

PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan

Narkotika

Gejala kenakalan anak akan terungkap apabila kita meneliti bagaimana

ciri-ciri khas atau umum yang amat menonjol pada tingkah laku dari anak-anak

puber, antara lain:

1.Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta

kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara lingkungan masyarakat dewasa ini

sedang demam materiil dimana orang mendewa-dewakan kehidupan lux atau

kemewahan, sehingga anak-anak muda usia yang emosi dan mentalnya yang

belum matang serta dalam situasi labil, maka dengan mudah ia ikut terjangkit

nafsu serakah dunia materiil.

2.Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk keberanian

yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri, misalnya kesukaan anak

muda untuk kebut-kebutan dijalan raya.

3.Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri, misalnya

mabuk-mabukan minuman keras.29

29

(28)

4.Sikap hidupnya bercorak a-sosial dan keluar dari pada dunia objektif kearah

dunia subyektif, sehingga ia tidak lagi suka pada kegunaan-kegunaan teknis yang

sifatnya fragmatis, melainkan lebih suka bergerombol dengan teman sebaya.

5.Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari identitas

maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal” sebagai identitas baru serta

substitusi identifikasi yang lama.

Fase-fase remaja dan adolescent adalah suatu proses transisi dimana

tingkah laku anti sosial yang potensial disertai banyak pergolakan hati dan

kekisruhan hati membuat anak remaja/adolescent kehilangan kontrol, kendali

emosi yang meletup menjadi boomerang baginya. Apabila dibiarkan tanpa adanya

pembinaan dan pengawasan yang tepat, cepat serta terpadu oleh semua pihak,

maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakan-tindakan yang mengarah

kepada tindakan yang bersifat kriminalitas.30

Sebab-sebab timbulnya kenakalan anak atau faktor-faktor yang

mendorong anak melakukan kenakalan atau dapat juga dikatakan latar belakang

dilakukannya perbuatan itu. Dengan perkataan lain, perlu diketahui motifasinya.

Motifasi diartikan sebagai usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau

kelompok tertentu tergerak untuk melakukan suatu perbuatan karena ingin

mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan

perbuatannya.

30Ibid,

(29)

Bentuk dari motifasi ada dua macam, yaitu: motifasi intrinsik dan

ekstrinsik. Motifasi intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seorang

yang tidak perlu disertai perangsang dari luar,sedangkan motifasi ekstrinsik

adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang.

Menurut pendapat Romli Atmasasmita (1983:46) mengenai motivasi

intrinsik dan ektrinsik dari kenakalan anak:

1. Yang termasuk motivasi intrinsik pada kenakalan anak adalah:

a. Faktor intelegentia:

b. Faktor usia;

c. Faktor kelamin;

d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga.

2. Yang termasuk motivasi ektrinsik adalah:

a. Faktor rumah tangga;

b. Faktor pendidikan dan sekolah;

c. Faktor pergaulan anak;

d. Faktor mass media.31

Menurut teori/aliran Antropologis yang mengatakan bahwa sebab orang

melakukan kejahatan adalah tergantung pada orang atau individunya. Bahwa

seseorang itu sudah mempunyai tipe-tipe tertentu sebagai penjahat. Jadi orang

melakukan kejahatan memang sudah ada dari dalam pribadinya sendiri sebagai

seorang yang jahat. Teori/aliran Sosiologis mengatakan bahwa sebab orang

melakukan kejahatan itu karena dipengaruhi atau ditentukan oleh lingkungan

31Ibid

(30)

alam maupun lingkungan masyarakat. Dari kedua teori tersebut maka muncullah

teori yang ketiga yang merupakan gabungan atau kombinasi dari keduanya, yaitu

teori/aliran Bio-sosiologis. Aliran ini mengatakan bahwa sebab orang melakukan

kejahatan karena faktor individu orang yang bersangkutan ditambah dengan

adanya pengaruh lingkungan. Bahwa semua perbuatan manusia adalah

unsur-unsur individu ditambah lingkungan.32

Pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan

pembangunan umumnya bukan hanya orang dewasa tetapi anak-anak juga

terjebak melanggar norma terutama norma hukum. Anak-anak terjebak dalam

pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ketindakan

kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan,

pemerkosaan dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua

yang disibukkan mengurus pemenuhan duniawi (materil) sebagai upaya mengejar

kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah

hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku,

serta pengawasan orang tua.33

32

M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1997), Cet. Ke-1, h.44-45.

33

(31)

Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental

maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial bahkan anti sosial yang

merugikan dirinya, keluarga dan masyarakat.34

Problema remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja

sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka

penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Masalah penting yang dihadapi anak-anak kita yang menginjak usia

remaja cukup banyak. Problema tersebut ada yang mudah dan dapat dipecahkan

sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang timbul sulit dipecahkannya, dalam

hal ini memerlukan bantuan para pendidik dan orang tua agar tercapai

kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.

Secara garis besar, masalah yang dihadapi oleh kaum remaja sebagai

berikut:

1).Masalah yang menyangkut jasmani

2).Masalah hubungan dengan orang tua

3).Masalah agama

4).Masalah hari depan

5).Masalah sosial

6).Masalah akhlak35

34Ibid

, h.3.

35

(32)

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak

negatif dari perkembangan pembanguan yang cepat, arus globalisasi dibiang

komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan

sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan

perilaku anak.36

Sebab-sebab kenakalan anak (juvenile delinquency) yaitu:

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pribadi dan keadaan sekelilingnya

yaitu:

a. Rumah tangga/keluarga yang retak (broken home)

b. Ditelantarkan oleh orangtua (material, kasih sayang, acuh tak acuh)

c. Kekurangan-kekurangan psikologis

d. Pergaulan/teman yang tidak baik.

2. Faktor-faktor structural terdapat pada:

a.system ekonomi dan pendidikan serta structur kesempatan untuk

memperolehnya disuatu Negara,

b.dalam proses perubahan sosial sebagai akibat kemajuan industri, urbanisasi

dan teknik.

36

(33)

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur penentuan dan perlakuan

tindakan kenakalan anak:

a.pilihan undang-undang/peraturan

b.over acting petugas kepolisian

c.perlakuan dalam lembaga-lembaga pendidikan atau institutional treatment.37 Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah

tersinggung, sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil,

terkadang mereka ingin lepas dar aturan yang ada, mudah menerima pengaruh

dari luar lingkungannya dan ingin hidup dengan gaya mereka sendiri. Maka tidak

heran jika banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti

minum-minuman keras dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan,

kebut-kebutan dijalan umum, mencuri dan sebagainya.

Remaja melakukan kenakalan timbul Karena dari segi pribadinya

mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya belum stabil,

mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan, sehingga mempengaruhi dirinya

untuk bertindak yang kadang-kadang tidak umum dan diluar aturan yang berlaku

dimasyarakat.

Kenakalan remaja juga disebabkan Karena pengaruh lingkungan diluar

rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah, berkumpul dengan

teman-temannya baik teman disekitar rumah, teman satu sekolah atau teman satu

37

(34)

kelompok. Kalau teman-temannya dilingkungan tersebut berbuat tidak baik,

biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai terlebih dahulu. Sikap yang

mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari perkembangan pribadi remaja.38 Diseluruh dunia mengalami kenaikan juvenile delinquency. Sebab-sebab

utama berakar dalam perubahan sosial. Kemajuan industri menyebabkan banyak

orang tinggal di kota luar (suburb) yang menyebabkan orangtua lebih lama lagi

terpisah dari anak-anak. Orangtua yang sering meninggalkan rumah menyebabkan

ketegangan-ketegangan dirumah. Apabila terdapat kekurangan identifikasi antara

orangtua dan anak, mereka akan hidup didalam dunianya masing-masing dengan

hampir tidak ada persamaan satu sama lain. Dengan demikian kehidupan keluarga

menjadi tempat orangtua dan anak-anak hidup tanpa tujuan fundamental yang

sama, yang sangat penting bagi sense of belonging seorang anak.

Terlalu banyak peraturan/larangan akan menambah delinquency. Ada

kemungkinan apabila terlalu banyak perbuatan yang dianggap sebagai tindakan

delinquent dan anak-anak tersebut juga dianggap dan diperlakukan sebagai

delinquent, anak akan menjadi lebih delinquent lagi. Kemungkinan itu diperbesar

apabila para remaja yang nakal diisolasi dari masyarakat dan diperlakukan dalam

satu lembaga.39

Permasalahan khusus yang dihadapi oleh orang tua ketika anak remajanya

terlibat dalam minuman keras, penyalahgunaan obat, seks, terlibat kenakalan,

38

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak., h.2-4.

39

(35)

berbuat kekerasan dan pelanggaran. Seluruh perilaku mereka dapat

dikelompokkan ke dalam empat macam tujuan, yaitu menarik perhatian kepada

orang lain, kekuasaan, balas dendam, atau pengunduran diri. Dikalangan remaja,

mendapatkan kekuasaan dan balas dendam bertujuan untuk mendominasi sebagai

pengganti perilaku yang bertujuan mencari perhatian yang merupakan cirri khas

perilaku anak berusia lebih muda. Dreikurs (1968:29) berpendapat “perang orang

tua dan anak-anaknya untuk mendapatkan kekuasaan dan dominant dapat

mencapai suatu titik dimana orang tua mencoba menggunakan selruh cara yang

dapat diperoleh untuk menundukkan anak-anaknya. Sikap saling bermusuhan

menjadi begitu hebat sehingga masing-masing pihak hanya mempunyai satu

keinginan, yaitu balas dendam atas perasaannya yang disakiti.40

Kenakalan saat ini merupakan permasalahan besar dibanyak Negara.

Penyebab utama timbulnya perilaku yang sulit itu terletak pada

kesalahan-kesalahan yang diperbuat orang tua selama periode usia pembentukkan. Seluruh

kegagalan dikalangan remaja membuktikan bahwa, dimasa kanak-kanak, mereka

tidak dapat menyesuaikan dirinya dan bekerja sama dalam kehidupan

keluarganya. Bila orang tua menggunakan teknik-teknik mendorong keberanian

berbuat, menerapkan konsekuensi-konsekuensi, dan pertemuan-pertemuan

keluarga, disamping membina hubungan yang berdasarkan persamaan dan saling

menghargai; para remaja sama sekali tidak tercekam ketakutan, jawabannya

40

(36)

terhadap kenakalan remaja, alkoholisme, penyalahgunaan obat dan sebagainya

adalah pencegahan. Manaster dan Corsini (1982:96) menyatakan: “setiap

kenakalan dimulai dari rumah. Anak-anak hanya berbuat menyerang orang lain

jika terlatih untuk bersikap menyerang orang lain jika sudah terlatih menyerang

didalam keluarganya. Orang tua yang bertindak kasar atau tak ambil peduli, diluar

sadarnya, telah menjadikan remaja nakal melalui metode yang salah arah.

Bersikap sebagai orang tua baik adalah jalan pemecahan yang utama yang kita

anjurkan untuk melawan kenakalan remaja.

Dalam mengasuh remaja, orang tua membuat dua macam kesalahan khas.

Salah satunya adalah menganggap masa remaja sebagai sebuah jembatan semua

orang melewatinya dan perilaku buruk mereka merupakan gejala yang akan

segera lenyap bila mereka telah lebih dewasa. Pendekatan yang permisif ini sama

saja dengan menganggap badai sebagai angin semilir.41

Kesalahan kedua ialah menganggap kebebasan remaja yang makin besar

sebagai ancaman harus diselesaikan melalui pengendalian dan dominasi yang

makin ketat. Sasaran ini sekaligus memperlihatkan bahwa mereka orang tua yang

bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Segala bentuk penyimpangan dalam

perilaku nakal seperti disebutkan diatas harus ditangani secara cepat dengan

kekuasaan orang tua.

Jika orang tua berusaha memaksakan anak-anak remajanya agar berbuat

(37)

cara. Mereka merasa tidak didorong untuk berbuat sesuatu dengan alasan mereka

tidak mampu mengatasi problem kehidupan atau sebaliknya mereka melakukan

pemberontakan/tidak mau menerima saran-saran orang tuanya. Emnggunakan

pendekatan yang keras mungkin akan berhasil dalam mengasuh ana-anak remaja

usia pra-remaja. Ketika anak meningkat remaja, mereka menyadari kekuatan

mereka untuk menentang kerja sama dengan orang tua. Unjuk kekuatan itu

ditampakan dalam wujud merokok, sekolah seenaknya, memilih teman, masalah

seksual dan alkohol, menonton TV dan kegiatan waktu senggang misalnya.

Peningkatan usaha orang tua untuk mengendalikan remaja mereka melalui

cara-cara yang keras hanya akan mengundang timbulnya daya menentang dan

pembangkangan dari kaum remaja.42

Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang,

sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak

terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa

rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme control pribadi anak-anak muda

kita makin tidak jelas lagi.43

Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah obyek potensial perdagangan

narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan

untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah

41Ibid

, h. 144-145.

42

Ibid, h. 146.

43

(38)

banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai

kesulitan bersaing dengan sesama dalam menjalani aktifitas sehari-hari.

Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainya melalui proses

pembelajaran sosial. Marshal B Clinard dari Wisconsin University dan Robert F Meier dari Washington State University mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan

dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and Colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi

pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.44

Disadari atau tidak dampak kejahatan (street crime) yang sering muncul belakangan ini merupakan dampak dari maraknya pemakaian narkoba dikalangan

pemuda dan pemakai lainnya dari berbagai kalangan. Pemakaian narkoba

memberi stimulus besar bagi terjadinya perilaku penyimpangan sosial. Menurut

penuturan Kapolres Sorong akibat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh para

pemuda yang rata-rata dalam kondisi mabuk kemudian baru berani melakukan

aksi kejahatan. Sejumlah anak muda yang masuk kategori pemabuk berat telah

banyak melakukan aksi kejahatan, seperti memperkosa anak dibawah umur. Aksi

mereka tidak hanya dilakukan ditempat sepi melainkan dilakukan

diperumahan-perumahan ramai. Umumnya mereka berani melakukan kejahatan dalam kondisi

44

(39)

mabuk berat sebab pelaku mengakui bahwa hanya dengan cara itulah keberanian

mereka muncul sehingga terhindar dari perasaan takut.45

Banyak penelitian menegaskan kaitan serupa antara pemakai narkoba

dengan perilaku penyimpangan sosial (social deviance). Penelitian dilakukan

Marvin Dawskin dalam Drug Use And Violent Crime Among Adolescent,

hasilnya menunjukan bahwa pelaku kriminal (criminal offenders) umumnya

memiliki pengalaman intensif berhubungan dengan narkoba, ia berguna

meningkatkan kenekatan dalam melakukan aksi. Selain itu, ketergantungan

narkoba (depedensi) yang menghinggapi pemakai non kriminal dapat melahirkan

kriminal-kriminal baru yang potensial.46

Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini penyalahgunaan narkotika

sebagian dilakukan oleh kaum remaja. Khusus di Indonesia keadaan ini kerap kali

melanda anak-anak remaja di kota-kota besar. Jika ditelusuri secara cermat

memang sulit untuk mencari korelasi timbulnya kasus penyalahgunaan narkotika

oleh anak remaja dengan kondisi-kondisi tertentu. Kesulitan ini sedikit dapat

diatasi dengan diskripsi dari hasil penelitian secara psiciatrik, Soedjono D,S.H.,

menjelaskan dalam sebuah penelitian ilmiah, seorang psikiater Dr.Graham Blaine

antara lain mengemukakan bahwa biasanya seorang remaja mempergunakan

narkotika dengan beberapa sebab, yaitu:

45Ibid

., h. 34-35.

46

(40)

1).Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang

berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain.

2).Untuk menunjukan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua atau guru

atau norma-norma sosial.

3).Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.

4).Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman

emosional.

5).Untuk mencari dan menemukan arti hidup.

6).Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.

7).Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepatan hidu.

8).Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas.

9).Hanya iseng-iseng atau didorong rasa ingin tahu.47

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan perangsang yang sejenis oleh

kaum remaja erat kaitannya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab,

motivasi, dan akibat yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan

narkotika oleh kaum remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan

pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari

proses interaksi sosial. Secara subyektif individual,penyalahgunaan narkotika oleh

kaum remaja sebagai salah satu kaselerasi upaya individual/subyek agar dapat

mengungkap dan menangkap kepuasan yang belum pernah dirasakan dalam

47

(41)

kehidupan keluarga yang hakikatnya menjadi kebutuhan primer dan fundamental

bagi setiap individu, terutama bagi anak remaja yang sedang tmbu dan

berkembang dalam segala aspek kehidupannya. Secara obeyktif penyalahgunaan

narkotika merupakan visualisasi dari proses isolasi yang pasti membebani fisik

dan mental sehingga dapat menghambat pertumbuhan yang sehat.

Secara universal penyalahgunaan narkotika dan zat-zat lain yang

sejenisnya merupakan perbuatan distruktif dengan efek-efek negatifnya. Menurut

Sudarsono seorang yang menderita ketagihan atau ketergantungan pada narkotika

akan merugikan dirinya sendiri, juga merusak kehidupan masyarakat. Sebab

secara sosiologis, mereka menganggu masyarakat dengan perbuatan-perbuatan

kekerasan, acuh tak acuh, gangguan lalu lintas, beberapa keabnormalan lain dan

kriminalitas. Bahaya penyalahgunaan narkotika sendiri. Sedangkan yang terjadi

pada masyarakat terutama pemakai sendiri. Sedangkan yang terjadi pada

masyarakat Indonesia, penyalahgunaan narkotika tidak hanya terbatas dikalangan

orang tua dan usia dewasa. Dalam kenyataannya kaum remaja juga sudah banyak

terseret dalam dunia distruktif yakni penyalahgunaan narkotika.48

Menurut Hadiman faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba

adalah:

1. Keingin tahuan yang besar tanpa sadar akibatnya.

2. Keinginan untuk mencoba karena penasaran.

(42)

4. Keinginan untuk mengikuti tren atau gaya (fashionable).

5. Keinginan untuk diterima ole lingkungannya.

6. Lari dari kebosanan atau kegetiran hidup.49

7. Pengertian yang salah bahwa penggunaan yang sekali-kali tidak menimbulkan

ketagihan.

8. Semakin mudah untuk mendapat narkoba dimana-mana dengan harga relative

murah (available).

9. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga tidak

mampu menolak narkoba secara tegas.50

Ada bermacam-macam alasan mengapa remaja banyak yang terjermus

dalam penggunaan narkotika. Tetapi sebagian kaum remaja tidak tahu bahwa

barang yang dikonsumsi itu adalah narkotika.

Menurut Drs. Sunarno, dari berbagai macam-macam alasan pada garis

besarnya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a.Alasan internal dalam dirinya;

1).Ingin tahu

2).Ingin dianggap hebat

3).Rasa setia kawan

4). Rasa frustasi, kecewa, dan kesal

48Ibid

, h.68.

49

Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua Dan Aparat Dalam

Penanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BERSAMA, 2005), Cet. Ke-1, h.10

50Ibid

(43)

B. Alasan Keluarga;

C. Alasan Pengaruh Orang Luar;

1).Tipu daya

2). Bujuk Rayu

3. Paksaan.51

B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana

Hukum Islam dipandang sebagai hukum pertama di dunia yang

membedakan secara sempurna antara anak kecil dan orang dewasa dari segi

tanggung jawab pidana.hukum Islam juga merupakan hukum pertama yang

meletakkan tanggung jawab anak-anak tidak berubah dan berevolusi sejak

dikeluarkannya. Ironisnya, meski telah dikeluarkan sejak empat belas abad yang

lalu, hukuman ini dianggap sebagai hukum terbaru dalam hal pertanggung

jawaban anak kecil (belum dewasa) pada masa sekarang ini.

Tanggung jawab pidana dalam hukum Islam terdiri atas dua unsur utama:

a). kekuatan (berpikir) idhrak dan b). pilihan (ikhtiar). Karena itu, hukum bagi

anak kecil berbeda seiring dengan perbedaan fase-fase yang dilaluinya oleh

manusia semenjak lahirnya sampai pada waktu sempurnanya kekuatan akal

(idhrak) dan pilihan (ikhtiar) yang lemah kemudian kedua-duanya sedikit demi

51

(44)

sedikit mulai terbentuk hingga akhirnya manusia dapat memahami batas waktu

tertentu hingga akhirnya pertumbuhan akalnya menjadi sempurna.52

Atas dasar adanya tahapan-tahapan dalam bentuk idrak (kekuatan berpikir) ini, dibuatlah kaidah tanggung jawab pidana. Ketika kekuatan berpikir

tidak ada pada diri manusia, tanggung jawab pidana juga tidak ada. Ketika

kekuatan berpikirnya lemah, yang dijatuhkan padanya bukan tanggung jawab

pidana, melainkan hukuman mendidik. Ketika kekuatan berpikirnya sempurna,

manusia barulah mempunyai tanggung jawab pidana.

Fase-fase yang dilalui manusia dari sejak lahir sampai usia dewasa terdiri

atas tiga fase (periode) berikut:

1. Fase pertama: fase tidak adanya (kemampuan berpikir) idhrak

Pada fase ini, seorang anak dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir.

Ia pun disebut anak yang belum mumayiz. Pada realitasnya, tamyiz tidak terbatas

pada usia tertentu karena kemampuan berpikir dapat timbul sebelum usia tujuh

tahun dan kadang-kadang sesudahnya. Ini dipengaruhi oleh perbedaan orang,

lingkungan, keadaan, kesehatan dan mentalnya.53

Anak dianggap belum mumayiz jika usianya belum sampai tujuh tahun

meskipun ada anak dibawah usia tujuh tahun lebih cepat untuk dapat

membedakan yang baik dan buruk (tamyiz) daripada anak lain seusianya. Ini

52

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi, (Ensiklopedi Hukum Pidana Islam II), (Penj) Ali Yafie, et all, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008), Cet. Ke-1, h.255.

53Ibid

(45)

karena hukum didasari atas kebanyakan orang, bukan atas perseorangan. Hukum

pada kebanyakan orang menegaskan bahwa tamyiz belum dianggap ada pada diri

seorang anak sebelum berusia tujuh tahun. Karenanya, apabila anak kecil

melakukan tindak pidana apapun sebelum berusia tujuh tahun, ia tidak dihukum,

baik pidana maupun hukuman ta’dibiy (hukuman untuk mendidik). Anak kecil

tidak dijatuhi hukuman hudud, kisas, dan takzi apabila ia melakukan tindak

pidana hudud dan tindak pidana kisas (misalnya membunuh atau melukai).

Walaupun demikian, adanya pengampunan tanggung jawab pidana

terhadap anak kecil bukan berarti membebaskannya dari tanggung jawab perdata

atas semua tindak pidana yang dilakukannya. Ia bertanggung jawab untuk

mengganti semua kerusakan harta dan jiwa orang lain. Tanggung jawab perdata

tidak dapat hilang, sebab menurut kaidah asal hukum Islam, darah dan harta

benda itu maksum (tidak dihalalkan/mendapat jaminan keamanan) dan juga

uzur-uzur syar’I tidak menafikan kemaksuman. Ini berarti uzur-uzur-uzur-uzur syar’i tidak

menghapuskan dan menggugurkan ganti rugi meski hukumannya digugurkan.

2. Fase kedua, kemampuan berpikir lemah

Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia tujuh tahun sampai ia

mencapai usia baligh. Mayoritas fuqaha membatasinya pada usia lima belas

tahun. Apabila seorang anak telah menginjak usia tersebut, ia dianggap telah

dewasa secara hukum meskipun dia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.54

54Ibid

(46)

Dalam fase ini, anak kecil yang telah mumayiz tidak bertanggung jawab

secara tindak pidana atas tindak pidana yang dilakukannya. Dia tidak dijatuhi

hukuman hudud bila ia mencuri atau berzina, misalnya. Dia jugatidak dihukum

kisas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung jawab ta’dibi, yaitu

hukuman yang bersifat mendidik atas pidana yang dilakukannya. Meskipun pada

dasarnya hukuman ta’dibi adalah hukuman atas tindak pidana, ia merupakan

hukuman ta’dibi (untuk mendidik), bukan hukuman pidana. Akibat menganggap

hukuman itu untuk mendidik (ta’dibi), sianak tidak dapat dianggap sebagai

residivis (pengulang kejahatan) meski hukuman untuk mendidik telah dijatuhkan

kepadanya. Sianak juga tidak boleh dijatuhi hukuman takzir kecuali hukuman

yang dianggap untuk mendidik seperti pencelaan dan pemukulan.

3. Fase ketiga: kekuatan berpikir penuh (sempurna)

Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia kecerdasan (dewasa),

yaitut kala menginjak usia lima belas tahun, menurut pendapat mayoritas fukaha,

atau berusia delapan tahun, menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat

yang popular dalam mazhab Maliki. Pada fase ini, seseorang dikenai tanggung

jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukannya apapun jenisnya. Dia dijatuhi

hukuman hudud apabila dia berzina atau mencuri dan dikisas apabila dia

membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuam takzi apabila melakukan

tindak pidana takzir.55

55Ibid

(47)

Pada galibnya hukum-hukum positif sama pendiriannya dengan syariat

Islam yaitu: mengadakan perbedaan pertanggung jawaban pidana menurut

perbedaan umur anak-anak dibawah umur.56

Pada hukum positif juga anak-anak dibawah umur dikenakan pertanggung

jawaban perdata, baik dijatuhi hukuman pidana atau tidak karena tidak ada

perlawanan antara dibebaskannya dari hukuman karena belum mencapai usia

tertentu, dengan diharuskan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat dari

perbuatannya.

Menurut KUHP Indonesia (pasal 45) apabila seorang anak dibawah umur

kurang dari 16 tahun umurnya, ketika melakukan jarimah, maka hakim bisa

menetapkan salah satu dari tiga hal, yaitu mengembalikan kepada orang tua atau

walinya tanpa dijatuhi hukuman atau diserahkan kepada pemerintah untuk dididik

tanpa dijatuhi hukuman atau dijatuhi hukuman.

Hukuman yang dijatuhkan ialah hukuman pokok maksimal bagi jarimah

tersebut dengan dikurangi sepertiganya. Jika jarimah tersebut diancam dengan

hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka diganti dengan human

penjara selama-lamanya 15 tahun(pasal 47).57

Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia

anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dan

56

(48)

dalam Burjelijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Pembentuk undang-undang

mempunyai ketegasan tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak

dibawah umur sehingga berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan

perlakuan yang khusus bagi kepentingan psikologi anak. Namun lain halnya

menurut Hukum Islam, dimana batasan ini tidak berdasarkan atas perhitungan

usia tetapi dimulai sejak adanya tanda-tanda perubahan badaniah, baik pria

maupun wanita.58

Bab III Buku KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan,

mengurangkan atau memberatkan pidana. Tentang hal-hal yang memperingankan

(mengurangkan) pidana dimuat dalam pasal 45, 46, dan 47. akan tetapi sejak

berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak

(diundangkan tanggal 3 Januari 1997 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 1998),

ketiga pasal itu telah tidak berlaku lagi (pasal 67). Kini penting hanya dari segi

sejarah hukum pidana, khususnya pidana anak.59

Menurut pasal 45 ialah hal yang memperingankan pidana ialah sebab si

pembuat adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas)

tahun. Inilah satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang

ditentukan dalam Bab III Buku I.

57Ibid

, h.272.

58

(49)

Kini setelah pasal 45, 46,dan 47 tidak berlaku lagi, kedudukan sebagai

dasar peringan pidana yang bersifat umum, digantikan oleh Undang-Undang No.3

Tahun 1997. Menurut UU No.3 Tahun 1997 dasar peringan pidana umum ialah

sebab pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan)

tahun tetapi belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan

anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 (delapan)

tahun tidak dapat diajukan ke Pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (pasal

5), dan dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, ialah:

a.Jika penyidik berpendapat anak itu masih dapat dibina oleh orang tua, walinya,

atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak itu kepada

orang tua, wali, atau orang tua asuhnya;

b.Jika penyidik berpendapat anak itu tidak dapat dibina lagi oleh orang tua,

walinya atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu kepada

Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing

Kemasyarakatan.

Dasar peringanan pidana menurut UU No. 3 Tahun 1997, terdapat 2 (dua)

unsur kumulatif yang menjadi syaratnya, ialah pertama mengenai: umurnya (telah

8 tahun tapi belum 18 tahun) dan yang kedua mengenai: belum pernah menikah.

Dalam system hukum kita, selain umur juga perkawinan adalah sebab

kedewasaan seseorang.

59

(50)

Sama dengan KUHP, UU No.3 Tahun 1997 ini juga terhadap anak.

(KUHP: belum berumur 16 tahun, UU ini telah berumur 8 tahun tapi belum 18

tahun dan belum pernah kawin) yang terbukti bersalah karena melakukan tindak

pidana, hakim dapat menjatuhkan satu diantara dua kemungkinan, ialah

menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan (pasal 21).60

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak,

karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan

kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam suatu

peraturan undang-undang tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi para

petugas dilapangan, agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah

tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang.

Bagaimana menentukan seseorang itu termasu

Referensi

Dokumen terkait

Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampuan

pada kadar air minyak dan FFA tidak efektif untuk memperbaiki kualitas minyak, namun untuk angka peroksida dan angka yodium sedikit menyumbangkan perbaikan dibandingkan

Terdapat perbedaan kadar trigliserida antara kelompok diet standar ad libitum dengan kelompok diet tinggi minyak sawit maupun kelompok diet tinggi minyak sawit +

Dan nilai-nilai yang yang terkandung dari diadakannya pengajian kliwonan ini yaitu nilai sosial budaya yang dapat mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat

Gabungan pernyataan terhadap daging sapi segar lokal adalah warna daging merah segar, teksturnya berserat besar, lemak ( marbling ) sedikit, masyarakat lebih menyukai

Rapat Pengurus Nasional diselenggarakan untuk membahas dan mengkoordinir pelaksanaan berbagai keputusan organisasi yang bersifat khusus dihadiri oleh Dewan Pengurus Nasional,

Hal serupa terjadi pada Furniture Jepara Putri bergerak dalam penjualan Furniture di Bekasi, proses transaksi di Furniture Jepara Putri masih menggunakan