KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP
KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
OLEH ANAK DI BAWAH UMUR
Oleh :
LAILI MAULIDA 105045101491
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas selain mengucap syukur, segala puja dan puji
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat taufik, hidayah, inayah, dan
rahmat-Nya, penulisan skripsi ini dapat terlaksana. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah atas utusan yang paling utama dan mulia, Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya dan juga para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Dengan selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas atas bantuan, motivasi,
serta bimbingan dari berbagai pihak, yang telah membantu penulis dan berpartisipasi
dalam menyelesaikan skripsi. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris
Program Studi Jinayah Siyasah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA., selaku Dosen Pembimbing
yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan rela meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengoreksi, serta memberi motivasi kepada
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang dengan sabar dan penuh keikhlasan mendidik dan
memperluas wawasan penulis hingga akhir masa studi.
5. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu pengadaan buku-buku
yang sangat membantu penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi
ini.
6. Abi dan Umi, Alm.H.Murai, dan Hj.Umamah yang menjadi sumber inspirasi, doa,
kasih sayang, dorongan dan bantuannya (materil maupun sprituil)
7. Alm.H.Jumhari dan Hj.Maswanih juga H. Kaiman dan Hj. Maryam kakek-nenek
atas doa, perhatian, kasih sayang, motivasi dan nasehatnya yang membuat penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakak dan Abang juga Saudara yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang
selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi.
9. Teman-teman mahasiswa Pidana Islam angkatan 2005 yang tidak bisa disebutkan
satu persatu namanya, yang telah memberikan motivasi yang membuat penulis
semangat untuk membuat dan menyelesaikan skripsi juga memberikan keceriaan
dan hiburan hingga tidak terlalu jenuh dalam perkuliahan hingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan.
ini mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Demikianlah ucapan terima kasih dari penulis. Mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan.
Jakarta, 16 Syawal 1430 H
05 Oktober 2009 M
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 15
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 16
D. Metodologi Penelitian... 17
E. Review Pustaka ... 18
F. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II: Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika... 20
B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana ... 34
BABIII: Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyalahgunaan Narkotika A. Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Islam ... 43
BAB IV: Perbandingan Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif
Tentang Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika
A. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam
Hukum Islam ... 65
B. Sanksi Anak Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam
Hukum Positif... 77
C. Analisa perbandingan... 88
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan... 96
B. Saran-Saran ... 100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ajaran agama menyatakan setiap anak yang terlahir ke dunia dalam fitrah
atau suci bak kertas putih. Kemudian orang tuanya yang menjadikan anak,
menjadi baik ataukah sebaliknya jahat.1
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu,
anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus dan harapan
keluarga.2
Dalam salah satu pertimbangan (konsideran) undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada
masa depan.3
Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, generasi muda
ada yang disebut remaja dan dewasa.
1
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2005), Cet. Ke-1,h.1.
2
Pada masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan
cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social
dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan
yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan
timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai sebagai perbuatan
nakal.
Secara sepintas telah diketahui tentang generasi muda yang pada
umumnya mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil serta belum
matang cara berpikirnya. Terutama pada masa remaja hal tersebut sangat terasa.
Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung,
sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka
ingin terlepas dari aturan yang ada, mudah menerima pengaruh dari luar
lingkungannya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika
banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti minum-minuman keras
dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan, kebut-kebutan dijalan
umum, mencuri, dan sebagainya.4
Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan yang dilakukan kaum
remaja yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di masyarakat.
Kenakalan remaja juga disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama
3 undang RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan
Undang-undang No.3Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Trinity, 2007), Cet. Ke-1, h.1.
4
lingkungan diluar rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah,
berkumpul dengan teman-temannya baik teman di sekitar rumah, teman satu
sekolah atau teman satu kelompok. Kalau teman-temannya di lingkungan tersebut
berbuat yang tidak baik, biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai
terlebih dahulu. Sikap yang mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari
perkembangan pribadi remaja.5
Istilah kenakalan anak pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan
Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang
Peradilan bagi Anak di Negara tersebut. Kenakalan anak diambil dari istilah asing
juvenile delinquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam pasal 489 KUHPidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat yang khas pada periode remaja,
sedangkan delinquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan,
pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila
dan lain-lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa juvenile delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun
norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung
untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada kejahatan anak, terlalu ekstrim
rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat,
5Ibid
sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh setiap manusia harus
mengalami goncangan semasa menjelang kedewasaannya.6
Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan
karena tindakannya lahir dari kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping
itu pelakunya pun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya
merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang
lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan
(KUHPidana), yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu
bertanggung jawab.7
Sebagai pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan
pembangunan pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak
terjebak melanggar norma terutama hukum. Anak-anak terjebak dalam pola
konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ke tindakan
kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan,
pemerkosaan, dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua
yang terlalu disibukkan mengurus duniawi (materiil) sebagai upaya mengejar
kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah
hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku,
serta pengawasan orang tua. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian
6
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.8-10.
7 Ibid
secara fisik, mental maupun social sering berperilaku dan bertindak asosial dan
bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat.8
Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik
untuk dibicarakan, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, dimana telah timbul akibat
negatif yang sangat mencemaskan yang akan membawa kehancuran bagi remaja
itu sendiri dan masyarakat umumnya.9
Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang,
sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak
terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa
rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme kontrol pribadi anak-anak muda
kita makin tidak jelas lagi.10
Narkotika tidak dikenal pada masa Rasulullah Saw, walaupun demikian ia
termasuk kategori khamr, bahkan narkoba lebih berbahaya dibanding dengan
khamr. Istilah narkotika dalam konteks Islam, tidak disebutkan secara langsung
dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya menyebutkan
istilah khamr. Tetapi karena dalam teori ilmu Ushul fiqh, bila suatu hukum belum
ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas
(analogi hukum).
8
Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan., h.3.
9
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h.9.
10
Minuman khamar menurut bahasa Al-Qur’an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan.11
Minum khamar ialah segala sesuatu yang memabukkan, baik dinamakan khamr atau bukan, baik dari angur atau lainnya, baik yang membuat mabuk itu sedikit atau banyak.12
Dengan demikian, kata khamar itu berarti dari setiap sari buah anggur, jelai, kurma, madu, ataupun yang lainnya yang dapat membuat seseorang mabuk setelah meminumnya. Kata khamar boleh jadi meliputi pula setiap cairan ataupun barang yang memiliki akibat yang sama.13
Larangan meminum khamar tidak diturunkan sekaligus tetapi diturunkan secara berangsur-angsur. Hal ini disebabkan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dikalanan bangsa Arab sudah merajalela. Nas yang pertama turun adalah dalam surat An-Nisa ayat 43 Allah berfirman:
!"
#$% #&'()
*+
,- .
/0
!/12
%34567
18#&:!"
;
) < !"
Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan…
Setelah itu, turunlah nas kedua menjawab segala pertanyaan yang mengganjal di hati mereka dan menerangkan illat (sebab) pelarangan tersebut. Dalam surat al-Baqarah ayat 219 Allah SWT berfirman:
6= - :& >*?$@
AB
C D86E )
FGHIJ68 )
KL:
68FMN
O
PQ +F
RG F= S
1T
U $
W
WX&
)
681M18 +F
G )YS .
Z
68FM
: U
11
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-1, h. 78.
12
M.Ichsan & M.Endrio Susila, Hukum Pidana Islam: Sebuah Alternatif, (Yogyakarta: Lab Hukum UM, 2008), Cet. Ke-1, h. 143.
13
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah,’Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya”.
Setelah semua jiwa kaum muslim saat itu sudah siap meninggalkan kebiasaan meminum-minuman keras, turunlah nas terakhir yang secara tegas melarang minuman keras. Allah SWT berfirman didalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91:
[
68 -F
D8!
\
GHI N68 )
]^
_(-,`
Q !) a,`
3bDce
DZ
f
gL68
AZ !] hij)
#
=
k lDc
!O
KQ /m&6:!)
; 1!F& U:"
Anog
68 -F
1
C
1Z !] hij)
; .
6T
Q /
XJ
#$
p6 6: )
n * = )
qF
C r!
\
FGHIJ68 )
KQ sI t(
Z
C
s
u
>
AZ
$% #&'()
KL6M!O
5 v- .
; w
8Xx
Anyg
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,(berkurban untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu berhenti?”.14
14
Menurut Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 pada Pasal 1
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan,yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini yang kemudian ditetapkan
dengan keputusan Menteri Kesehatan.15
Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah objek potensial perdagangan
narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan
untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah
banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai
kesulitan bersaing dengan sesame dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainnya melalui proses
pembelajaran social. Marsahal B Clinard dari WisconsinUniversity dan Robert F Meier dari Washington State Univeristy mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan
dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu
15Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5
oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi
pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.16
Juvenile delinquency ditentukan atas dasar umur para pelaku dan atas
dasar macam tingkah laku para pelaku untuk diajukan ke pengadilan anak.
Kebanyakan Negara mempunyai batas umur minimum dan batas umur maksimum
seorang anak untuk dapat di ajukan ke muka pengadilan.17
Menurut Undang-undang No. 3 tahun1997 tentang pengadilan anak pasal
1 ayat 2 butir a dan b anak nakal adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana
b. Anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak, baik menurut
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.18
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia
anak ditetapkan dalam suatu batasan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Di
16
Chairil A Adjis dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah: Kritik Terhadap Sistem Rehabilitasi, (Jakarta: AM BOOKS, 2007), Cet. Ke-1, h.22.
17
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. Ke-1, h.10.
18 undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
tiap-tiap Negara tidak ada yang sama dalam hal menentukan batas usia juvenile delinquency.19
Menurut Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak
menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Namun khusus mengenai
batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia ditegaskan dalam pasal 4 yaitu:
(1).Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah
sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah kawin.
(2).Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang
bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun, tetap di ajukan ke sidang pengadilan anak.20
Dalam istilah ushul fiqh, subyek hukum itu disebut mukallaf (( atau
orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum alaih ( ) yaitu orang yang
kepadanya diperlakukan hukum. Ada dua hal yang harus terpenuhi pada
seseorang untuk dapat disebut mukallaf (subyek hukum), yaitu bahwa ia
mengetahui tuntutan Allah itu dan bahwa ia mampu melaksanakan tuntutan
tersebut.
19
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), Cet. Ke-1, h.25-26.
20Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang
Akal pada diri seseorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan
pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai
tingkat yang sempurna. Perkembangan akal itu sesuatu yang tersembunyi dan
tidak dapat dilihat dari luar. Karena itu perkembangan akal pada manusia dapat
diketahui pada perkembangan jasmaninya. Seorang manusia akan mencapai
tingkat kesempurnaan akal bila telah mencapai batas dewasa atau bulugh, kecuali
bila mengalami kelainan yang menyebabkan ia terhalang atau taklif.21
Usia dewasa dalam kitab-kitab fiqh ditentukan dengan tanda-tanda yang
bersifat jasmani; yaitu bagi wanita telah mulai haid atau mens dan para laki-laki
dengan mimpi bersetubuh. Pembatasan berdasarkan jasmani ini didasarkan pada
petunjuk al-qur’an, yaitu sampai mencapai usia perkawinan atau umur yang pada
waktu itu telah mungkin melangsungkan perkawinan.
Dalam keadaan tidak terdapat atau sukar diketahui tanda yang bersifat
jasmaniyah tersebut, diambil patokan umur yang dalam pembatasan ini terdapat
perbedaan pendapat antara ulama fiqh. Menurut jumhur ulama, umur dewasa itu
adalah 15 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan. Menurut Abu Hanifah, umur
dewasa untuk laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan bagi perempuan adalah 17
tahun. Bila seseorang tidak mencapai umur tersebut, maka belum berlaku padanya
beban hukum atau taklif.22
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh: Jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2008), Cet. Ke-3, h.389-391.
22Ibid,
Manusia dalam batas umur tamyiz (kira-kira 7 tahun) sampai dewasa
dalam hubungannya dengan hukum, sebagian tindakannya telah dikenai hukum
dan sebagian lagi tidak dikenai hukum. Dalam hal ini tindakan manusia, ucapan
atau perbuatannya, terbagi kepada tiga tingkat; dan setiap tingkat mempunyai
akibat hukum tersendiri, yaitu:
a. Tindakan yang semata-mata mengutungkan kepadanya; umpamanya
menerima pemberian (hibah) dan wasiat. Semua tindakan dalam bentuk ini,
baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan adalah sah ddan terlaksana
tanpa memerlukan persetujuan dari walinya.
b. Tindakan yang semata-mata merugikannya atau mengurangi hak-hak yang
ada padanya;umpamanya pemberian yang dilakukannya baik dalam bentuk
hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual beli dengan harga yang tidak
pantas. Segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang
dilakukan oleh mumayyiz dalam bentuk ini tidak sah dan tidak berakibat
hukum atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya.
c. Tindakan yang mengandung keuntungan dan kerugian. Umpamanya jual beli,
sewa menyewa, upah mengupah, dan lainnya yang disatu pihak mengurangi
haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada padanya. Tindakan yang
dilakukan dalam bentuk ini tidak batal secara mutlak tetapi dalam kesahannya
tergantung kepada persetujuan yang diberikan walinya sesudah tindakan itu
Tindakan mumayyiz dalam hubungannya dengan ibadah adalah sah
karena ia cakap dalam melakukan ibadat, tetapi ia belum dituntut secara pasti
karena ia belum dewasa. Dalam masa ini orang tuanya harus mendidik dan
membiasakannya untuk melakukan ibadah badaniyah. Adapun tindakan kejahatan
yang dilakukannya yang merugikan orang lain, ia dituntut dan dikenai sanksi
hukuman berupa ganti rugi harta dan tidak hukuman badan. Karena itu tidak
berlaku padanya qishas dalam pembunuhan, dera atau rajam pada perzinaan, atau
potong tangan pada pencurian. Ia hanya dapat menanggung diyat pembunuhan
atau ta’zir yang dibebankan kepada hartanya atau harta orang tuanya.23
Adapun hadits bagi orang yang tidak memenuhi persyaratan ini tidak
berlaku padanya tuntutan hukum atau taklif, yaitu
ی
! "ی
# $
% &ی
'($)*
+ ,
ﺏ . "$
/0 1
2 2 (ﺏ / 3* 4
5 6 ﺏ ﺏ
7#
$89 :
;ﺝ
=
Artinya: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis manusia, orang yang tidur
sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh dan orang gila sampai ia
sembuh”. (H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmidzi, An-Nasai, Ibn Majah
dan Al-Daruquthni dari Aisyah dan Ali bin Abi Thalib).24
Syariat menghukum peminum arak dengan jilid atau dera sebanyak 80
kali. Namun menurut pendapat Imam Syafi’i, hukumannya adalah sebanyak 40
kali deraan.
23Ibid
, h.393-394.
24Ensiklopedi Hukum Islam,
Dalil hukuman bagi peminum khamr adalah dari hadist berikut:
> 9 ?1ی1@ ﺏ
A B C >(ﺱ > 9
4 : ﺝ 1 ﺱ '
E
1 ﺱ '
4 : ﺝ
E
$ (ﺏ1F
Gﺏ H
2 'I
+
/0 1 JK "*
4 2
=
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:“ Jika
seseorang mabuk, maka deralah dia, kemudian jika ia mabuk lagi, maka
deralah dia, kemudian jika ia kembali lagi yang keempat kalinya, maka
pukullah lehernya”. (H.R. Imam yang lima, kecuali Tirmidzi).25
Sedang dalil kadar hukuman bagi peminum khamr adalah dari ijma para
sahabat setelah Ali ra. Mengqiyaskan peminum khamr dengan pendusta (qadzif)
yaitu sebanyak 80 kali deraan.
Hikmah hukuman bagi peminum khamr antara lain adalah untuk
mengingatkan manusia akan pentingnya kesehatan badan dan akal fikiran. Oleh
karena itu layak jika peminum khamr dihukum dengan dera sebanyak 80 atau 40
kali supaya ia jera. Ini karena hukuman dera yang menyakitkan itu akan
mengingatkannya agar tidak melakukan jarimah yang memberinya kenikmatan
sesaat namun merugikannya untuk jangka masa yang lama ini.26
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia
dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda
yang dikonsumsinya itu memabukkan.
25
Muamal Hamidy,et all, Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 2001), Cet. Ke-3, h. 2658.
26
Mengenai penyalahgunaan minuman memabukan telah diatur dalam
undang-undang No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Didalam undang-undang
dimaksud, menjatuhkan sanksi lebih berat yang memproduksi dan pengedar
narkotika yang disalahgunakan, ketimbang pengguna (pemakai).
Dalam hal ini, ada sesuatu yang cukup istimewa dalam undang-undang
narkotika, yaitu menuntut tanggung jawab orangtua dan/atau wali jika pecandu itu
belum cukup umur.27 Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang narkotika no.22 tahun 1997 pasal 46 ayat (1) yaitu:
1). Orangtua/ wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.28
Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
membahas tentang ”KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TERHADAP KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK
DIBAWAH UMUR”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.Pembatasan Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah pada judul skripsi “Kajian Hukum
Islam Dan Hukum Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh
27
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Cet. Ke-7, h.101-103.
28Undang-undang Narkotika No.22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No.5
Anak Dibawah Umur” sangatlah luas. Hukum positif yang dimaksud ini
adalah hukum yang berlaku di Indonesia. Maka perlu kiranya skripsi ini
dibatasi agar dalam pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka dalam
penulisan skripsi ini penulis ingin membatasi masalah yang akan dibahas oleh
penulis sebagai berikut:
1. Penyebab anak melakukan tindak pidana menyalahgunakan narkotika
2. Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyalahgunaan
narkotika
3. Sanksi bagi anak yang menyalahgunakan narkotika menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif
2. Perumusan Masalah
Setelah membatasi permasalahan pada hal-hal tersebut diatas, maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana
menyalahgunakan narkotika?
2. Bagaimana menurut pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif
tentang penyalahgunaan narkotika?
3. Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan atas penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh anak dibawah umur.
b.Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap
tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
c.Untuk mengetahui bentuk sanksi hukum pelaku tindak pidana penyalahgunaan
narkotika oleh anak dibawah umur dalam pandangan Hukum Islam dan
Hukum Positif.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis
Sebagai suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan tentang tindak
pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur menurut hukum,
khususnya Hukum Islam.
b. Secara Praktis
Manfaat secara praktis untuk penulis, pembaca, serta masyarakat adalah
untuk membangun kesadaran kehidupan disekeliling, bahwasanya masih banyak
anak-anak yang memerlukan kasih dan sayang serta perlindungan keluarga dan
masyarakat disekelilingnya. Serta menjadi masukkan atau pertimbangan bagi
pihak penegak hukum dalam memberikan sanksi hukum bagi pelaku
penyalahgunaan narkotika dengan pelakunya adalah anak dibawah umur.
D. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode
penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang
masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian
normatif yang penulis maksud adalah penelaahan terhadap hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data jenis kualitatif yakni berupa ungkapan, norma, atau aturan-aturan dari
fenomena yang akan diteliti, oleh karena itu penulis berupaya mengupas dan
mencermati suatu secara ilmiah dan kualitatif.
3. Teknik Analisis Data
Adapun cara yang digunakan penulis dalam menganalisa datanya, adalah
teknik content analisys yaitu pengolahan data dengan menganalisa materi sesuai
dengan pembahasan. Dalam hal ini masalah pokoknya adalah penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku “Pedoman skripsi,
tesis dan disertasi” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press 2007.
E. Review Pustaka
Dari beberapa skripsi dan literature buku yang ada diperpustakaan syariah
dan perpustakaan utama, penulis akan mengambilnya untuk menjadikan sebuah
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Umur.
Pada pembahasan sebelumnya dari pelacakan karya ilmiah mahasiswa
(skripsi) difakultas syariah dan perpustakaan utama terdapat skripsi yang berjudul
Penyalahgunaan Narkoba Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam yang ditulis
oleh Yanuar Mujawad, menjelaskan tentang gambaran umum narkoba, narkoba
menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, dan upaya penanggulangan
penyalahgunaan narkoba.
Dan skripsi yang ditulis oleh Fahrul Roji yang berjudul Sanksi Pidana
Bagi Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Di Tinjau Dari Hukum Pidana Positif
Dan Hukum Islam, menjelaskan tentang tinjauan umum tindak pidana dan sanksi
pidana anak menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, analisis perbandingan
sanksi pidana anak menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif.
Adapun judul skripsi lain yang ditulis oleh Robiatul Adawiyah yang
berjudul Sanksi Penyalahgunaan Psikotropika Oleh Anak-anak (tinjauan UU No.5
Tahun 1997 dan Hukum Islam) yang menguraikan tentang pengertian umum
penyalahgunaan psikotropika dan hak-hak anak, penjelasan umum tentang
penyalahgunaan psikotropika dan sanksi penyalahgunaan psikotropika oleh
anak-anak.
Dari berbagai karya tulis diatas, pnulis melihat masih adanya kekurangan
sehingga dapat menjadi bahan penelitian dalam skripsi ini. Kekurangan tersebut
Positif Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak Dibawah Umur”.
Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk meneliti lebih jauh.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab masing-masing bab mempunyai sub-sub
bab. Secara sistematis bab-bab tersebut terdiri dari:
Bab I :Merupakan pendahuluan yang membahas materi yang terdapat
pada latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian,review pustaka
dan sistematika penulisan.
Bab II :Membahas mengenai penyebab anak melakukan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dan batas usia anak dapat dipidana.
Bab III :Menjelaskan pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang
penyalahgunaan narkotika.
Bab IV :Menguraikan tentang sanksi hukum bagi penyalahgunaan
narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif.
Bab V :Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari
seluruh pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab
BAB II
PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Gejala dan Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika
Gejala kenakalan anak akan terungkap apabila kita meneliti bagaimana
ciri-ciri khas atau umum yang amat menonjol pada tingkah laku dari anak-anak
puber, antara lain:
1.Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta
kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara lingkungan masyarakat dewasa ini
sedang demam materiil dimana orang mendewa-dewakan kehidupan lux atau
kemewahan, sehingga anak-anak muda usia yang emosi dan mentalnya yang
belum matang serta dalam situasi labil, maka dengan mudah ia ikut terjangkit
nafsu serakah dunia materiil.
2.Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk keberanian
yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri, misalnya kesukaan anak
muda untuk kebut-kebutan dijalan raya.
3.Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri, misalnya
mabuk-mabukan minuman keras.29
29
4.Sikap hidupnya bercorak a-sosial dan keluar dari pada dunia objektif kearah
dunia subyektif, sehingga ia tidak lagi suka pada kegunaan-kegunaan teknis yang
sifatnya fragmatis, melainkan lebih suka bergerombol dengan teman sebaya.
5.Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari identitas
maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal” sebagai identitas baru serta
substitusi identifikasi yang lama.
Fase-fase remaja dan adolescent adalah suatu proses transisi dimana
tingkah laku anti sosial yang potensial disertai banyak pergolakan hati dan
kekisruhan hati membuat anak remaja/adolescent kehilangan kontrol, kendali
emosi yang meletup menjadi boomerang baginya. Apabila dibiarkan tanpa adanya
pembinaan dan pengawasan yang tepat, cepat serta terpadu oleh semua pihak,
maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakan-tindakan yang mengarah
kepada tindakan yang bersifat kriminalitas.30
Sebab-sebab timbulnya kenakalan anak atau faktor-faktor yang
mendorong anak melakukan kenakalan atau dapat juga dikatakan latar belakang
dilakukannya perbuatan itu. Dengan perkataan lain, perlu diketahui motifasinya.
Motifasi diartikan sebagai usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau
kelompok tertentu tergerak untuk melakukan suatu perbuatan karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasaan dengan
perbuatannya.
30Ibid,
Bentuk dari motifasi ada dua macam, yaitu: motifasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motifasi intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seorang
yang tidak perlu disertai perangsang dari luar,sedangkan motifasi ekstrinsik
adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang.
Menurut pendapat Romli Atmasasmita (1983:46) mengenai motivasi
intrinsik dan ektrinsik dari kenakalan anak:
1. Yang termasuk motivasi intrinsik pada kenakalan anak adalah:
a. Faktor intelegentia:
b. Faktor usia;
c. Faktor kelamin;
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga.
2. Yang termasuk motivasi ektrinsik adalah:
a. Faktor rumah tangga;
b. Faktor pendidikan dan sekolah;
c. Faktor pergaulan anak;
d. Faktor mass media.31
Menurut teori/aliran Antropologis yang mengatakan bahwa sebab orang
melakukan kejahatan adalah tergantung pada orang atau individunya. Bahwa
seseorang itu sudah mempunyai tipe-tipe tertentu sebagai penjahat. Jadi orang
melakukan kejahatan memang sudah ada dari dalam pribadinya sendiri sebagai
seorang yang jahat. Teori/aliran Sosiologis mengatakan bahwa sebab orang
melakukan kejahatan itu karena dipengaruhi atau ditentukan oleh lingkungan
31Ibid
alam maupun lingkungan masyarakat. Dari kedua teori tersebut maka muncullah
teori yang ketiga yang merupakan gabungan atau kombinasi dari keduanya, yaitu
teori/aliran Bio-sosiologis. Aliran ini mengatakan bahwa sebab orang melakukan
kejahatan karena faktor individu orang yang bersangkutan ditambah dengan
adanya pengaruh lingkungan. Bahwa semua perbuatan manusia adalah
unsur-unsur individu ditambah lingkungan.32
Pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya dan perkembangan
pembangunan umumnya bukan hanya orang dewasa tetapi anak-anak juga
terjebak melanggar norma terutama norma hukum. Anak-anak terjebak dalam
pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjerumus ketindakan
kriminal, seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan,
pemerkosaan dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua
yang disibukkan mengurus pemenuhan duniawi (materil) sebagai upaya mengejar
kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Dalam kondisi demikian anak sebagai buah
hati sering dilupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku,
serta pengawasan orang tua.33
32
M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1997), Cet. Ke-1, h.44-45.
33
Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental
maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial bahkan anti sosial yang
merugikan dirinya, keluarga dan masyarakat.34
Problema remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja
sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Masalah penting yang dihadapi anak-anak kita yang menginjak usia
remaja cukup banyak. Problema tersebut ada yang mudah dan dapat dipecahkan
sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang timbul sulit dipecahkannya, dalam
hal ini memerlukan bantuan para pendidik dan orang tua agar tercapai
kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Secara garis besar, masalah yang dihadapi oleh kaum remaja sebagai
berikut:
1).Masalah yang menyangkut jasmani
2).Masalah hubungan dengan orang tua
3).Masalah agama
4).Masalah hari depan
5).Masalah sosial
6).Masalah akhlak35
34Ibid
, h.3.
35
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak
negatif dari perkembangan pembanguan yang cepat, arus globalisasi dibiang
komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan
sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan
perilaku anak.36
Sebab-sebab kenakalan anak (juvenile delinquency) yaitu:
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pribadi dan keadaan sekelilingnya
yaitu:
a. Rumah tangga/keluarga yang retak (broken home)
b. Ditelantarkan oleh orangtua (material, kasih sayang, acuh tak acuh)
c. Kekurangan-kekurangan psikologis
d. Pergaulan/teman yang tidak baik.
2. Faktor-faktor structural terdapat pada:
a.system ekonomi dan pendidikan serta structur kesempatan untuk
memperolehnya disuatu Negara,
b.dalam proses perubahan sosial sebagai akibat kemajuan industri, urbanisasi
dan teknik.
36
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur penentuan dan perlakuan
tindakan kenakalan anak:
a.pilihan undang-undang/peraturan
b.over acting petugas kepolisian
c.perlakuan dalam lembaga-lembaga pendidikan atau institutional treatment.37 Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah
tersinggung, sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya belum stabil,
terkadang mereka ingin lepas dar aturan yang ada, mudah menerima pengaruh
dari luar lingkungannya dan ingin hidup dengan gaya mereka sendiri. Maka tidak
heran jika banyak remaja yang berbuat nakal ditempat umum seperti
minum-minuman keras dipinggir jalan, mencoret-coret tembok atau bangunan,
kebut-kebutan dijalan umum, mencuri dan sebagainya.
Remaja melakukan kenakalan timbul Karena dari segi pribadinya
mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya belum stabil,
mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan, sehingga mempengaruhi dirinya
untuk bertindak yang kadang-kadang tidak umum dan diluar aturan yang berlaku
dimasyarakat.
Kenakalan remaja juga disebabkan Karena pengaruh lingkungan diluar
rumah. Kebanyakan remaja senang bermain diluar rumah, berkumpul dengan
teman-temannya baik teman disekitar rumah, teman satu sekolah atau teman satu
37
kelompok. Kalau teman-temannya dilingkungan tersebut berbuat tidak baik,
biasanya sianak terpengaruh sikapnya, tanpa menilai terlebih dahulu. Sikap yang
mudah terpengaruh ini tidak terlepas dari perkembangan pribadi remaja.38 Diseluruh dunia mengalami kenaikan juvenile delinquency. Sebab-sebab
utama berakar dalam perubahan sosial. Kemajuan industri menyebabkan banyak
orang tinggal di kota luar (suburb) yang menyebabkan orangtua lebih lama lagi
terpisah dari anak-anak. Orangtua yang sering meninggalkan rumah menyebabkan
ketegangan-ketegangan dirumah. Apabila terdapat kekurangan identifikasi antara
orangtua dan anak, mereka akan hidup didalam dunianya masing-masing dengan
hampir tidak ada persamaan satu sama lain. Dengan demikian kehidupan keluarga
menjadi tempat orangtua dan anak-anak hidup tanpa tujuan fundamental yang
sama, yang sangat penting bagi sense of belonging seorang anak.
Terlalu banyak peraturan/larangan akan menambah delinquency. Ada
kemungkinan apabila terlalu banyak perbuatan yang dianggap sebagai tindakan
delinquent dan anak-anak tersebut juga dianggap dan diperlakukan sebagai
delinquent, anak akan menjadi lebih delinquent lagi. Kemungkinan itu diperbesar
apabila para remaja yang nakal diisolasi dari masyarakat dan diperlakukan dalam
satu lembaga.39
Permasalahan khusus yang dihadapi oleh orang tua ketika anak remajanya
terlibat dalam minuman keras, penyalahgunaan obat, seks, terlibat kenakalan,
38
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak., h.2-4.
39
berbuat kekerasan dan pelanggaran. Seluruh perilaku mereka dapat
dikelompokkan ke dalam empat macam tujuan, yaitu menarik perhatian kepada
orang lain, kekuasaan, balas dendam, atau pengunduran diri. Dikalangan remaja,
mendapatkan kekuasaan dan balas dendam bertujuan untuk mendominasi sebagai
pengganti perilaku yang bertujuan mencari perhatian yang merupakan cirri khas
perilaku anak berusia lebih muda. Dreikurs (1968:29) berpendapat “perang orang
tua dan anak-anaknya untuk mendapatkan kekuasaan dan dominant dapat
mencapai suatu titik dimana orang tua mencoba menggunakan selruh cara yang
dapat diperoleh untuk menundukkan anak-anaknya. Sikap saling bermusuhan
menjadi begitu hebat sehingga masing-masing pihak hanya mempunyai satu
keinginan, yaitu balas dendam atas perasaannya yang disakiti.40
Kenakalan saat ini merupakan permasalahan besar dibanyak Negara.
Penyebab utama timbulnya perilaku yang sulit itu terletak pada
kesalahan-kesalahan yang diperbuat orang tua selama periode usia pembentukkan. Seluruh
kegagalan dikalangan remaja membuktikan bahwa, dimasa kanak-kanak, mereka
tidak dapat menyesuaikan dirinya dan bekerja sama dalam kehidupan
keluarganya. Bila orang tua menggunakan teknik-teknik mendorong keberanian
berbuat, menerapkan konsekuensi-konsekuensi, dan pertemuan-pertemuan
keluarga, disamping membina hubungan yang berdasarkan persamaan dan saling
menghargai; para remaja sama sekali tidak tercekam ketakutan, jawabannya
40
terhadap kenakalan remaja, alkoholisme, penyalahgunaan obat dan sebagainya
adalah pencegahan. Manaster dan Corsini (1982:96) menyatakan: “setiap
kenakalan dimulai dari rumah. Anak-anak hanya berbuat menyerang orang lain
jika terlatih untuk bersikap menyerang orang lain jika sudah terlatih menyerang
didalam keluarganya. Orang tua yang bertindak kasar atau tak ambil peduli, diluar
sadarnya, telah menjadikan remaja nakal melalui metode yang salah arah.
Bersikap sebagai orang tua baik adalah jalan pemecahan yang utama yang kita
anjurkan untuk melawan kenakalan remaja.
Dalam mengasuh remaja, orang tua membuat dua macam kesalahan khas.
Salah satunya adalah menganggap masa remaja sebagai sebuah jembatan semua
orang melewatinya dan perilaku buruk mereka merupakan gejala yang akan
segera lenyap bila mereka telah lebih dewasa. Pendekatan yang permisif ini sama
saja dengan menganggap badai sebagai angin semilir.41
Kesalahan kedua ialah menganggap kebebasan remaja yang makin besar
sebagai ancaman harus diselesaikan melalui pengendalian dan dominasi yang
makin ketat. Sasaran ini sekaligus memperlihatkan bahwa mereka orang tua yang
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Segala bentuk penyimpangan dalam
perilaku nakal seperti disebutkan diatas harus ditangani secara cepat dengan
kekuasaan orang tua.
Jika orang tua berusaha memaksakan anak-anak remajanya agar berbuat
cara. Mereka merasa tidak didorong untuk berbuat sesuatu dengan alasan mereka
tidak mampu mengatasi problem kehidupan atau sebaliknya mereka melakukan
pemberontakan/tidak mau menerima saran-saran orang tuanya. Emnggunakan
pendekatan yang keras mungkin akan berhasil dalam mengasuh ana-anak remaja
usia pra-remaja. Ketika anak meningkat remaja, mereka menyadari kekuatan
mereka untuk menentang kerja sama dengan orang tua. Unjuk kekuatan itu
ditampakan dalam wujud merokok, sekolah seenaknya, memilih teman, masalah
seksual dan alkohol, menonton TV dan kegiatan waktu senggang misalnya.
Peningkatan usaha orang tua untuk mengendalikan remaja mereka melalui
cara-cara yang keras hanya akan mengundang timbulnya daya menentang dan
pembangkangan dari kaum remaja.42
Akhir-akhir ini, peredaran dan pengkonsumsian obat-obatan terlarang,
sabu-sabu dan segala macam jenisnya, menunjukan gejala yang makin tak
terkendalikan. Selain karena kemasan dan teknis pengedarannya yang luar biasa
rapi, juga sangat dirasakan bahwa mekanisme control pribadi anak-anak muda
kita makin tidak jelas lagi.43
Masa-masa remaja usia 12-25 tahun adalah obyek potensial perdagangan
narkoba. Efek narkoba akan mempengaruhi fisik dan psikis remaja bersangkutan
untuk tahun-tahun ke depannya. Kemampuan intelektual dan emosional telah
41Ibid
, h. 144-145.
42
Ibid, h. 146.
43
banyak dihabiskan oleh efek negatif narkoba sehingga membuat pemakai
kesulitan bersaing dengan sesama dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
Kebiasaan konsumtif narkoba dapat menular pada individu lainya melalui proses
pembelajaran sosial. Marshal B Clinard dari Wisconsin University dan Robert F Meier dari Washington State University mengatakan ketergantungan drug terjadi oleh proses pembelajaran antar individu satu dengan lainnya melalui pertemanan
dan komunikasi antar atau dengan pecandu drug. Menurut Finestone dalam Cats, Kicks and Colour banyak individu mulai mengenal narkoba setelah diberi tahu oleh teman sesamanya atau orang yang dia kenal lainnya. Setelah menjadi
pengguna maka peluang menjadi pecandu sangat besar.44
Disadari atau tidak dampak kejahatan (street crime) yang sering muncul belakangan ini merupakan dampak dari maraknya pemakaian narkoba dikalangan
pemuda dan pemakai lainnya dari berbagai kalangan. Pemakaian narkoba
memberi stimulus besar bagi terjadinya perilaku penyimpangan sosial. Menurut
penuturan Kapolres Sorong akibat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh para
pemuda yang rata-rata dalam kondisi mabuk kemudian baru berani melakukan
aksi kejahatan. Sejumlah anak muda yang masuk kategori pemabuk berat telah
banyak melakukan aksi kejahatan, seperti memperkosa anak dibawah umur. Aksi
mereka tidak hanya dilakukan ditempat sepi melainkan dilakukan
diperumahan-perumahan ramai. Umumnya mereka berani melakukan kejahatan dalam kondisi
44
mabuk berat sebab pelaku mengakui bahwa hanya dengan cara itulah keberanian
mereka muncul sehingga terhindar dari perasaan takut.45
Banyak penelitian menegaskan kaitan serupa antara pemakai narkoba
dengan perilaku penyimpangan sosial (social deviance). Penelitian dilakukan
Marvin Dawskin dalam Drug Use And Violent Crime Among Adolescent,
hasilnya menunjukan bahwa pelaku kriminal (criminal offenders) umumnya
memiliki pengalaman intensif berhubungan dengan narkoba, ia berguna
meningkatkan kenekatan dalam melakukan aksi. Selain itu, ketergantungan
narkoba (depedensi) yang menghinggapi pemakai non kriminal dapat melahirkan
kriminal-kriminal baru yang potensial.46
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini penyalahgunaan narkotika
sebagian dilakukan oleh kaum remaja. Khusus di Indonesia keadaan ini kerap kali
melanda anak-anak remaja di kota-kota besar. Jika ditelusuri secara cermat
memang sulit untuk mencari korelasi timbulnya kasus penyalahgunaan narkotika
oleh anak remaja dengan kondisi-kondisi tertentu. Kesulitan ini sedikit dapat
diatasi dengan diskripsi dari hasil penelitian secara psiciatrik, Soedjono D,S.H.,
menjelaskan dalam sebuah penelitian ilmiah, seorang psikiater Dr.Graham Blaine
antara lain mengemukakan bahwa biasanya seorang remaja mempergunakan
narkotika dengan beberapa sebab, yaitu:
45Ibid
., h. 34-35.
46
1).Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang
berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain.
2).Untuk menunjukan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua atau guru
atau norma-norma sosial.
3).Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.
4).Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman
emosional.
5).Untuk mencari dan menemukan arti hidup.
6).Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.
7).Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepatan hidu.
8).Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas.
9).Hanya iseng-iseng atau didorong rasa ingin tahu.47
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan perangsang yang sejenis oleh
kaum remaja erat kaitannya dengan beberapa hal yang menyangkut sebab,
motivasi, dan akibat yang ingin dicapai. Secara sosiologis, penyalahgunaan
narkotika oleh kaum remaja merupakan perbuatan yang disadari berdasarkan
pengetahuan/pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari
proses interaksi sosial. Secara subyektif individual,penyalahgunaan narkotika oleh
kaum remaja sebagai salah satu kaselerasi upaya individual/subyek agar dapat
mengungkap dan menangkap kepuasan yang belum pernah dirasakan dalam
47
kehidupan keluarga yang hakikatnya menjadi kebutuhan primer dan fundamental
bagi setiap individu, terutama bagi anak remaja yang sedang tmbu dan
berkembang dalam segala aspek kehidupannya. Secara obeyktif penyalahgunaan
narkotika merupakan visualisasi dari proses isolasi yang pasti membebani fisik
dan mental sehingga dapat menghambat pertumbuhan yang sehat.
Secara universal penyalahgunaan narkotika dan zat-zat lain yang
sejenisnya merupakan perbuatan distruktif dengan efek-efek negatifnya. Menurut
Sudarsono seorang yang menderita ketagihan atau ketergantungan pada narkotika
akan merugikan dirinya sendiri, juga merusak kehidupan masyarakat. Sebab
secara sosiologis, mereka menganggu masyarakat dengan perbuatan-perbuatan
kekerasan, acuh tak acuh, gangguan lalu lintas, beberapa keabnormalan lain dan
kriminalitas. Bahaya penyalahgunaan narkotika sendiri. Sedangkan yang terjadi
pada masyarakat terutama pemakai sendiri. Sedangkan yang terjadi pada
masyarakat Indonesia, penyalahgunaan narkotika tidak hanya terbatas dikalangan
orang tua dan usia dewasa. Dalam kenyataannya kaum remaja juga sudah banyak
terseret dalam dunia distruktif yakni penyalahgunaan narkotika.48
Menurut Hadiman faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba
adalah:
1. Keingin tahuan yang besar tanpa sadar akibatnya.
2. Keinginan untuk mencoba karena penasaran.
4. Keinginan untuk mengikuti tren atau gaya (fashionable).
5. Keinginan untuk diterima ole lingkungannya.
6. Lari dari kebosanan atau kegetiran hidup.49
7. Pengertian yang salah bahwa penggunaan yang sekali-kali tidak menimbulkan
ketagihan.
8. Semakin mudah untuk mendapat narkoba dimana-mana dengan harga relative
murah (available).
9. Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga tidak
mampu menolak narkoba secara tegas.50
Ada bermacam-macam alasan mengapa remaja banyak yang terjermus
dalam penggunaan narkotika. Tetapi sebagian kaum remaja tidak tahu bahwa
barang yang dikonsumsi itu adalah narkotika.
Menurut Drs. Sunarno, dari berbagai macam-macam alasan pada garis
besarnya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.Alasan internal dalam dirinya;
1).Ingin tahu
2).Ingin dianggap hebat
3).Rasa setia kawan
4). Rasa frustasi, kecewa, dan kesal
48Ibid
, h.68.
49
Hadiman, Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua Dan Aparat Dalam
Penanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BERSAMA, 2005), Cet. Ke-1, h.10
50Ibid
B. Alasan Keluarga;
C. Alasan Pengaruh Orang Luar;
1).Tipu daya
2). Bujuk Rayu
3. Paksaan.51
B. Batas Usia Anak Dapat Dipidana
Hukum Islam dipandang sebagai hukum pertama di dunia yang
membedakan secara sempurna antara anak kecil dan orang dewasa dari segi
tanggung jawab pidana.hukum Islam juga merupakan hukum pertama yang
meletakkan tanggung jawab anak-anak tidak berubah dan berevolusi sejak
dikeluarkannya. Ironisnya, meski telah dikeluarkan sejak empat belas abad yang
lalu, hukuman ini dianggap sebagai hukum terbaru dalam hal pertanggung
jawaban anak kecil (belum dewasa) pada masa sekarang ini.
Tanggung jawab pidana dalam hukum Islam terdiri atas dua unsur utama:
a). kekuatan (berpikir) idhrak dan b). pilihan (ikhtiar). Karena itu, hukum bagi
anak kecil berbeda seiring dengan perbedaan fase-fase yang dilaluinya oleh
manusia semenjak lahirnya sampai pada waktu sempurnanya kekuatan akal
(idhrak) dan pilihan (ikhtiar) yang lemah kemudian kedua-duanya sedikit demi
51
sedikit mulai terbentuk hingga akhirnya manusia dapat memahami batas waktu
tertentu hingga akhirnya pertumbuhan akalnya menjadi sempurna.52
Atas dasar adanya tahapan-tahapan dalam bentuk idrak (kekuatan berpikir) ini, dibuatlah kaidah tanggung jawab pidana. Ketika kekuatan berpikir
tidak ada pada diri manusia, tanggung jawab pidana juga tidak ada. Ketika
kekuatan berpikirnya lemah, yang dijatuhkan padanya bukan tanggung jawab
pidana, melainkan hukuman mendidik. Ketika kekuatan berpikirnya sempurna,
manusia barulah mempunyai tanggung jawab pidana.
Fase-fase yang dilalui manusia dari sejak lahir sampai usia dewasa terdiri
atas tiga fase (periode) berikut:
1. Fase pertama: fase tidak adanya (kemampuan berpikir) idhrak
Pada fase ini, seorang anak dianggap tidak mempunyai kekuatan berpikir.
Ia pun disebut anak yang belum mumayiz. Pada realitasnya, tamyiz tidak terbatas
pada usia tertentu karena kemampuan berpikir dapat timbul sebelum usia tujuh
tahun dan kadang-kadang sesudahnya. Ini dipengaruhi oleh perbedaan orang,
lingkungan, keadaan, kesehatan dan mentalnya.53
Anak dianggap belum mumayiz jika usianya belum sampai tujuh tahun
meskipun ada anak dibawah usia tujuh tahun lebih cepat untuk dapat
membedakan yang baik dan buruk (tamyiz) daripada anak lain seusianya. Ini
52
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy Muqaranan Bil Qanunil Wadhi, (Ensiklopedi Hukum Pidana Islam II), (Penj) Ali Yafie, et all, (Bogor: Kharisma Ilmu, 2008), Cet. Ke-1, h.255.
53Ibid
karena hukum didasari atas kebanyakan orang, bukan atas perseorangan. Hukum
pada kebanyakan orang menegaskan bahwa tamyiz belum dianggap ada pada diri
seorang anak sebelum berusia tujuh tahun. Karenanya, apabila anak kecil
melakukan tindak pidana apapun sebelum berusia tujuh tahun, ia tidak dihukum,
baik pidana maupun hukuman ta’dibiy (hukuman untuk mendidik). Anak kecil
tidak dijatuhi hukuman hudud, kisas, dan takzi apabila ia melakukan tindak
pidana hudud dan tindak pidana kisas (misalnya membunuh atau melukai).
Walaupun demikian, adanya pengampunan tanggung jawab pidana
terhadap anak kecil bukan berarti membebaskannya dari tanggung jawab perdata
atas semua tindak pidana yang dilakukannya. Ia bertanggung jawab untuk
mengganti semua kerusakan harta dan jiwa orang lain. Tanggung jawab perdata
tidak dapat hilang, sebab menurut kaidah asal hukum Islam, darah dan harta
benda itu maksum (tidak dihalalkan/mendapat jaminan keamanan) dan juga
uzur-uzur syar’I tidak menafikan kemaksuman. Ini berarti uzur-uzur-uzur-uzur syar’i tidak
menghapuskan dan menggugurkan ganti rugi meski hukumannya digugurkan.
2. Fase kedua, kemampuan berpikir lemah
Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia tujuh tahun sampai ia
mencapai usia baligh. Mayoritas fuqaha membatasinya pada usia lima belas
tahun. Apabila seorang anak telah menginjak usia tersebut, ia dianggap telah
dewasa secara hukum meskipun dia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.54
54Ibid
Dalam fase ini, anak kecil yang telah mumayiz tidak bertanggung jawab
secara tindak pidana atas tindak pidana yang dilakukannya. Dia tidak dijatuhi
hukuman hudud bila ia mencuri atau berzina, misalnya. Dia jugatidak dihukum
kisas bila membunuh atau melukai, tetapi dikenai tanggung jawab ta’dibi, yaitu
hukuman yang bersifat mendidik atas pidana yang dilakukannya. Meskipun pada
dasarnya hukuman ta’dibi adalah hukuman atas tindak pidana, ia merupakan
hukuman ta’dibi (untuk mendidik), bukan hukuman pidana. Akibat menganggap
hukuman itu untuk mendidik (ta’dibi), sianak tidak dapat dianggap sebagai
residivis (pengulang kejahatan) meski hukuman untuk mendidik telah dijatuhkan
kepadanya. Sianak juga tidak boleh dijatuhi hukuman takzir kecuali hukuman
yang dianggap untuk mendidik seperti pencelaan dan pemukulan.
3. Fase ketiga: kekuatan berpikir penuh (sempurna)
Fase ini dimulai sejak sianak menginjak usia kecerdasan (dewasa),
yaitut kala menginjak usia lima belas tahun, menurut pendapat mayoritas fukaha,
atau berusia delapan tahun, menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat
yang popular dalam mazhab Maliki. Pada fase ini, seseorang dikenai tanggung
jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukannya apapun jenisnya. Dia dijatuhi
hukuman hudud apabila dia berzina atau mencuri dan dikisas apabila dia
membunuh atau melukai, demikian pula dijatuhi hukuam takzi apabila melakukan
tindak pidana takzir.55
55Ibid
Pada galibnya hukum-hukum positif sama pendiriannya dengan syariat
Islam yaitu: mengadakan perbedaan pertanggung jawaban pidana menurut
perbedaan umur anak-anak dibawah umur.56
Pada hukum positif juga anak-anak dibawah umur dikenakan pertanggung
jawaban perdata, baik dijatuhi hukuman pidana atau tidak karena tidak ada
perlawanan antara dibebaskannya dari hukuman karena belum mencapai usia
tertentu, dengan diharuskan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat dari
perbuatannya.
Menurut KUHP Indonesia (pasal 45) apabila seorang anak dibawah umur
kurang dari 16 tahun umurnya, ketika melakukan jarimah, maka hakim bisa
menetapkan salah satu dari tiga hal, yaitu mengembalikan kepada orang tua atau
walinya tanpa dijatuhi hukuman atau diserahkan kepada pemerintah untuk dididik
tanpa dijatuhi hukuman atau dijatuhi hukuman.
Hukuman yang dijatuhkan ialah hukuman pokok maksimal bagi jarimah
tersebut dengan dikurangi sepertiganya. Jika jarimah tersebut diancam dengan
hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka diganti dengan human
penjara selama-lamanya 15 tahun(pasal 47).57
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia
anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dan
56
dalam Burjelijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Pembentuk undang-undang
mempunyai ketegasan tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak
dibawah umur sehingga berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan
perlakuan yang khusus bagi kepentingan psikologi anak. Namun lain halnya
menurut Hukum Islam, dimana batasan ini tidak berdasarkan atas perhitungan
usia tetapi dimulai sejak adanya tanda-tanda perubahan badaniah, baik pria
maupun wanita.58
Bab III Buku KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan,
mengurangkan atau memberatkan pidana. Tentang hal-hal yang memperingankan
(mengurangkan) pidana dimuat dalam pasal 45, 46, dan 47. akan tetapi sejak
berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak
(diundangkan tanggal 3 Januari 1997 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 1998),
ketiga pasal itu telah tidak berlaku lagi (pasal 67). Kini penting hanya dari segi
sejarah hukum pidana, khususnya pidana anak.59
Menurut pasal 45 ialah hal yang memperingankan pidana ialah sebab si
pembuat adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas)
tahun. Inilah satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang
ditentukan dalam Bab III Buku I.
57Ibid
, h.272.
58
Kini setelah pasal 45, 46,dan 47 tidak berlaku lagi, kedudukan sebagai
dasar peringan pidana yang bersifat umum, digantikan oleh Undang-Undang No.3
Tahun 1997. Menurut UU No.3 Tahun 1997 dasar peringan pidana umum ialah
sebab pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan)
tahun tetapi belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan
anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 (delapan)
tahun tidak dapat diajukan ke Pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (pasal
5), dan dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, ialah:
a.Jika penyidik berpendapat anak itu masih dapat dibina oleh orang tua, walinya,
atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak itu kepada
orang tua, wali, atau orang tua asuhnya;
b.Jika penyidik berpendapat anak itu tidak dapat dibina lagi oleh orang tua,
walinya atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu kepada
Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing
Kemasyarakatan.
Dasar peringanan pidana menurut UU No. 3 Tahun 1997, terdapat 2 (dua)
unsur kumulatif yang menjadi syaratnya, ialah pertama mengenai: umurnya (telah
8 tahun tapi belum 18 tahun) dan yang kedua mengenai: belum pernah menikah.
Dalam system hukum kita, selain umur juga perkawinan adalah sebab
kedewasaan seseorang.
59
Sama dengan KUHP, UU No.3 Tahun 1997 ini juga terhadap anak.
(KUHP: belum berumur 16 tahun, UU ini telah berumur 8 tahun tapi belum 18
tahun dan belum pernah kawin) yang terbukti bersalah karena melakukan tindak
pidana, hakim dapat menjatuhkan satu diantara dua kemungkinan, ialah
menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan (pasal 21).60
Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak,
karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan
kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam suatu
peraturan undang-undang tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi para
petugas dilapangan, agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah
tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang.
Bagaimana menentukan seseorang itu termasu