• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Model Dua Tahap Optimalisasi Biaya pada Vehicle Routing Problem dengan Permintaan Fuzzy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Model Dua Tahap Optimalisasi Biaya pada Vehicle Routing Problem dengan Permintaan Fuzzy"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI MODEL DUA TAHAP OPTIMALISASI BIAYA

PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM

DENGAN PERMINTAAN FUZZY

SKRIPSI

MARIA MEGAWATI

100803076

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

APLIKASI MODEL DUA TAHAP OPTIMALISASI BIAYA PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM

DENGAN PERMINTAAN FUZZY

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MARIA MEGAWATI 100803076

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Aplikasi Model Dua Tahap Optimalisasi Biaya pada Vehicle Routing Problem dengan

Permintaan Fuzzy

Kategori : Skripsi

Nama : Maria Megawati

Nomor Induk Mahasiswa : 100803076

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc Dr. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si NIP. 19610318 198711 2 001 NIP. 19531218 198003 1 003

Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus,M.Si

(4)

PERNYATAAN

APLIKASI MODEL DUA TAHAP OPTIMALISASI BIAYA PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM

DENGAN PERMINTAAN FUZZY

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Aplikasi Model Dua Tahap Optimalisasi Biaya pada Vehicle Routing Problem dengan Permintaan Fuzzy.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Dr. Parapat Gultom, M.SIE selaku pembanding 1 dan Bapak Syahriol Sitorus, S.Si, M.IT selaku pembanding 2 yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Ibu Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU. Terimakasih kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan Dosen Matematika FMIPA USU, pegawai FMIPA USU serta rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayahanda Drs. Bantu Nainggolan dan Ibunda Nur Cahaya Simbolon serta saudara-saudari penulis Johanes Nainggolan, S.E, Erick Benediktus Nainggolan S.T, Rotua Bernadetta Nainggolan dan Reinhard Matius Arden Nainggolan yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalasnya.

(6)

APLIKASI MODEL DUA TAHAP OPTIMALISASI BIAYA PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM

DENGAN PERMINTAAN FUZZY

ABSTRAK

Vehicle routing problem merupakan permasalahan penentuan rute kendaraan dalam pendistribusian barang dan jasa. Tujuan yang ingin dicapai dalam vehicle routing problem adalah mencari total biaya yang optimal. Pada kenyataannya di dunia nyata vehicle routing problem umumnya bersifat tidak pasti, misalkan terdapat permintaan yang bersifat tidak pasti namun kapasitas kendaraannya bersifat terbatas. Oleh karena itu permasalahan ini memerlukan suatu model untuk dapat menggambarkan vehicle routing problem dengan permintaan yang tidak pasti dengan kapasitas kendaraan yang terbatas. Model program possibilistic dua tahap dapat diaplikasikan dalam permasalahan ini, dengan mendefinisikan permintaan yang bersifat tidak pasti sebagai bilangan fuzzy trapezoidal, yang kemudian diartikan sebagai possibility distributions. Pengaruh ketidakpastian pada permintaan pelanggan dianggap sebagai biaya recourse. Untuk kemudian biaya recourse yang ada menjadi salah satu pertimbangan untuk mengoptimalkan total biaya.

Kata kunci: Vehicle Routing Problem, Bilangan Fuzzy Trapezoidal, Program

(7)

APPLICATION OF TWO STAGE MODEL COST OPTIMIZATION TO THE VEHICLE ROUTING PROBLEM

WITH FUZZY DEMANDS

ABSTRACT

Vehicle routing problem is the problem of determining the distribution of vehicles in goods and services. Objectives to be achieved in vehicle routing problem is to find the optimal total cost. In fact in the real world vehicle routing problems are generally uncertain, suppose there is a demand that is uncertain yet the vehicle capacity is limited. Therefore this problem need a model that can describe for vehicle routing problems with uncertain demand with limited vehicle capacity. Two-phase possibilistic programming model can be applied in this problem, by defining demand is uncertain as trapezoidal fuzzy number, which is then interpreted as possibility distributions. Effect of uncertainty in customer demand is considered as the recourse cost. To then charge recourse is there to be one of the considerations for optimizing the total cost.

(8)

DAFTAR ISI

3.3 Contoh Aplikasi Model Dua Tahap pada Vehicle Routing Problem dengan Permintaan yang Fuzzy 32

BAB 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan 58

4.2 Saran 59

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.1 Biaya Depot ke Pelanggan dan Antar Pelanggan (Ribu) 33 3.2 Jumlah Permintaan Setiap Pelanggan dalam Bilangan Fuzzy

Trapezoidal 34

3.3 Nilai Tegas untuk Permintaan Pelanggan ke−� (�) 41

3.4 Matriks Penghematan (Ribu) 48

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

(11)

APLIKASI MODEL DUA TAHAP OPTIMALISASI BIAYA PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM

DENGAN PERMINTAAN FUZZY

ABSTRAK

Vehicle routing problem merupakan permasalahan penentuan rute kendaraan dalam pendistribusian barang dan jasa. Tujuan yang ingin dicapai dalam vehicle routing problem adalah mencari total biaya yang optimal. Pada kenyataannya di dunia nyata vehicle routing problem umumnya bersifat tidak pasti, misalkan terdapat permintaan yang bersifat tidak pasti namun kapasitas kendaraannya bersifat terbatas. Oleh karena itu permasalahan ini memerlukan suatu model untuk dapat menggambarkan vehicle routing problem dengan permintaan yang tidak pasti dengan kapasitas kendaraan yang terbatas. Model program possibilistic dua tahap dapat diaplikasikan dalam permasalahan ini, dengan mendefinisikan permintaan yang bersifat tidak pasti sebagai bilangan fuzzy trapezoidal, yang kemudian diartikan sebagai possibility distributions. Pengaruh ketidakpastian pada permintaan pelanggan dianggap sebagai biaya recourse. Untuk kemudian biaya recourse yang ada menjadi salah satu pertimbangan untuk mengoptimalkan total biaya.

Kata kunci: Vehicle Routing Problem, Bilangan Fuzzy Trapezoidal, Program

(12)

APPLICATION OF TWO STAGE MODEL COST OPTIMIZATION TO THE VEHICLE ROUTING PROBLEM

WITH FUZZY DEMANDS

ABSTRACT

Vehicle routing problem is the problem of determining the distribution of vehicles in goods and services. Objectives to be achieved in vehicle routing problem is to find the optimal total cost. In fact in the real world vehicle routing problems are generally uncertain, suppose there is a demand that is uncertain yet the vehicle capacity is limited. Therefore this problem need a model that can describe for vehicle routing problems with uncertain demand with limited vehicle capacity. Two-phase possibilistic programming model can be applied in this problem, by defining demand is uncertain as trapezoidal fuzzy number, which is then interpreted as possibility distributions. Effect of uncertainty in customer demand is considered as the recourse cost. To then charge recourse is there to be one of the considerations for optimizing the total cost.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Permasalahan manajemen logistik dan transportasi adalah permasalahan yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan hal ini adalah masalah penentuan rute kendaraan dalam pendistribusian barang dan jasa. Vehicle routing problem merupakan masalah dalam mencari rute optimal untuk pengiriman atau pengumpulan barang atau jasa dari satu atau lebih depot ke sejumlah kota atau pelanggan dengan memenuhi sejumlah kendala. Masing-masing kendaraan yang digunakan dalam proses pengiriman atau pengumpulan tersebut memiliki kapasitas terbatas. Tujuan yang ingin dicapai dalam vehicle routing problem adalah mencari total biaya yang minimum. Total biaya minimum dicapai dengan meminimalkan total jarak dan meminimalkan banyaknya kendaraan yang digunakan.

Meskipun terdapat sejumlah model dan metode solusi yang digunakan dalam vehicle routing problem, hampir dari model dan metode solusi tersebut muncul dari model matematika yang deterministik, dan semua faktor yang terlibat dalam model diketahui secara pasti. Pada kenyataannya permasalahan dunia nyata umumnya bersifat tidak pasti. Terdapat permasalahan yang memiliki permintaan, lokasi, jarak, waktu tempuh, dan lain-lainnya bersifat tidak akurat/tidak pasti. Dalam hal ini akan dibahas mengenai vehicle routing problem yang kapasitas kendaraannya terbatas dan tuntutan permintaannya bersifat tidak pasti.

Akan diperlihatkan aplikasi model dua tahap dengan biaya recourse dalam model optimalisasi biaya pada permasalahan ini, dengan mendefinisikan permintaan yang bersifat tidak pasti tersebut sebagai bilangan fuzzy trapezoidal, yang kemudian diartikan sebagai possibility distributions. Sama halnya dalam program stokastik dengan recourse, maka pengaruh ketidakpastian pada permintaan pelanggan dianggap sebagai biaya recourse. Di mana biaya recourse

(14)

biaya. Berdasarkan uraian diatas penulis memilih judul, “Aplikasi Model Dua Tahap Optimalisasi Biaya pada Vehicle Routing Problem dengan Permintaan

Fuzzy.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana model dua tahap dapat

diaplikasikan dalam model pengoptimalan biaya pada vehicle routing problem dengan

permintaan fuzzy.

1.3 Batasan Masalah

Dalam tulisan ini penulis hanya membatasi permasalahannya pada:

1. Permintaan berupa fuzzy.

2. Kegiatan pengambilan dilakukan pada setiap pelanggan tepatnya satu kali. 3. Setiap kendaraan memiliki kapasitas yang sama dan terbatas.

4. Kendaraan selalu tersedia.

5. Depot memiliki kapasitas yang tidak terbatas.

6. Permintaan yang dibawa oleh setiap kendaraan tidak melebihi kapasitas kendaraan.

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Vehicle Routing Problem

Thangiah (1995) merumuskan model mixed-integer programming untuk permasalahan vehicle routing problem. Parameter yang digunakan antara lain: � sebagai nomor kendaraan, � sebagai nomor konsumen (� = 0 menunjukkan depot), � menunjukkan konsumen ke-�, �0 menyatakan depot. Selanjutnya � sebagai rute kendaraan �, ���� adalah biaya/jarak travel antara konsumen�dan � untuk kendaraan �, ��� menyatakan total permintaan kendaraan � sampai konsumen �, dan � adalah kapasitas maksimum untuk kendaraan �.

Dusan T. and Goran P. (1996) menjelaskan tentang sebuah model untuk merancang rute kendaraan ketika ada permintaan yang tidak pasti pada node.

(15)

berangkat dari depot �, melayani sejumlah node dan setelah selesai melayani, kembali ke depot kembali. Diasumsikan juga bahwa permintaan pada setiap node

tidak diketahui secara pasti. Permintaan tersebut diwakili oleh bilangan fuzzy

triangular � = (�1, 2, 3).

1.4.2 Model Dua Tahap

Dusan T. dan Goran P. (1996) menjelaskan tentang pendekatan teori fuzzy set

untuk vehicle routing problem dimana permintaan pada node tidak pasti. Dinotasikan kapasitas kendaraan dengan � dan permintaan yang memiliki bilangan kabur pada node ke �dengan � (�= 1, 2, … ,�).

Setelah melayani node �pertama, kapasitas yang tersedia pada kendaraan, akan sama dengan:

�� = � – � ��

�=1

1.1

Permintaan pada node � (�= 1, 2, … ,�) diartikan pada bilangan fuzzy triangular.

Yanwen Dong dan Masatoshi Kitaoka (2010) menjelaskan tentang model dua tahap untuk permasalahan fuzzy vehicle routing problem. Model dua tahap tersebut diberikan sebagai berikut:

1. Menentukan notasi dari bilangan fuzzy.

2. Menentukan masalah tahap pertama, memformulasikan sebuah crisp vehicle

routing problem.

3. Menentukan model biaya recourse dan model dua tahap, biaya recourse merupakan

biaya penalti akibat kurang pemanfaatan dari kapasitas kendaraan dan juga biaya

tambahan untuk menutupi kegagalan bahwa kendaraan tidak dapat melayani

beberapa pelanggan pada rute yang direncanakan karena kapasitas tidak

mencukupi. Model dua tahap terdiri atas biaya langsung pada tahap pertama dan

biaya rata-rata recourse pada tahap kedua.

4. Menentukan persamaan permasalahan model dua tahap, untuk mendapatkan

(16)

bilangan kabur didefinisikan sebagai nilai rata-rata umum/Generalized Mean Value

(GMV).

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah diperlihatkannya aplikasi model dua tahap dalam model

pengoptimalan biaya pada vehicle routing problem dengan permintaan fuzzy.

1.6 Kontribusi Penelitian

Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini adalah bagi perusahaan yang bekerja dalam pendistribusian barang atau jasa yang memiliki permintaan fuzzy atau tidak pasti dapat menggunakan aplikasi model dua tahap untuk mengoptimalkan biaya pendistribusiannya.

1.7 Metodologi Penelitian

Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan definisi vehicle routing problem

2. Menjelaskan definisi teori himpunan fuzzy.

3. Menjelaskan definisi dan prosedur dari model dua tahap pada vehicle routing

problem dengan permintaan yang fuzzy, sehingga menghasilkan persamaan

permasalahan model dua tahap.

4. Menjelaskan contoh aplikasi model dua tahap pada vehicle routing problem dengan

permintaan fuzzy.

(17)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Vehicle Routing Problem

Vehicle routing problem memiliki peranan pokok dalam manajemen logistik.

Vehicle routing problem berperan dalam merancang rute yang optimal yang digunakan oleh sejumlah kendaraan yang ditempatkan pada depot untuk melayani sejumlah pelanggan dengan permintaan yang diketahui (Toth dan Vigo, 2002). Laporan ilmiah dari Dantzig dan Ramser (1959) secara luas dianggap sebagai laporan ilmiah pertama tentang vehicle routing. Yang menguraikan tentang rute armada truk pengiriman bensin antara terminal curah dan sejumlah besar stasiun layanan yang dipasok dari terminal.

Toth dan Vigo menggambarkan vehicle routing problem sebagai suatu graf lengkap � = (�,�), di mana � = {0, . . . ,�} adalah himpunan titik dan � himpunan busur. Node� = 1, … ,�, menunjukkan pelanggan, sedangkan node 0

menunjukkan depot. Terkadang depot digambarkan juga dengan � + 1. Biaya

non negative/jarak tempuh (����), terkait dengan setiap busur (�,�)∈ � dan merupakan biaya travel yang dikeluarkan dalam perjalanan dari titik� ke titik�. Tujuan vehicle routing problem adalah untuk mengatur rute biaya terendah kendaraan sedemikian hingga:

• Setiap rute dimulai dan diakhiri di depot.

• Setiap pelanggan dikunjungi tepatnya sekali dengan satu kendaraan.

(18)

Gambar 2.1 Visualisasi Vehicle Routing Problem

Kallehauge dkk. (2001) mendefinisikan pemasalahan �-TSP (Traveling Salesman Problem) sebagai salah satu variasi dari TSP (Traveling Salesman Problem), di mana terdapat � salesman yang mengunjungi sejumlah kota dan tiap kota hanya dikunjungi oleh tepat satu salesman saja. Tiap salesman berawal dari suatu depot dan pada akhir perjalanannya juga harus kembali ke depot tersebut. Permasalahan �-TSP (Traveling Salesman Problem) ini dikenal sebagai Vehicle Routing Problem (VRP). Kallehauge dkk. juga memformulasikan sebuah model dari vehicle routing problem sebagai berikut:

Fungsi tujuan:

Min = � � � ����

�+1

�=0 �+1

�=0 �

�=1

���� 2.1

Kendala:

� � ���� = 1; �= 1, 2, … ,� 2.2 �+1

�=0 �

�=1

� �� �

�=1

� ���� ≤ ��; � = 1, 2, … ,� 2.3

�+1

(19)

� �0�� = 1; �= 1, 2, … ,� � = nomor pelanggan (0menunjukkan depot).

�� = kapasitas maksimum kendaraan �.

Persamaan (2.1) menunjukkan fungsi tujuan dari permasalahan ini, yaitu untuk meminimalkan total biaya travel. Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa tiap konsumen hanya dapat dilayani oleh satu kendaraan saja. Persamaan (2.3) digunakan untuk membatasi total jumlah permintaanyang dibawa oleh kendaraan �, tidak boleh melebihi kapasitas dari kendaraan tersebut. Persamaan (2.4)-(2.6) digunakan untuk memastikan bahwa tiap kendaraan berangkat dari depot 0, dan setelah selesai melayani seorang konsumen, kendaraan tersebut akan pergi, serta pada akhirnya, kendaraan tersebut akan kembali ke depot�+ 1.

Vehicle routing problem mungkin dapat memiliki kendala tambahan yang akan mengarah pada varian yang berbeda. Varian tersebut pada dasarnya dibentuk dengan modifikasi pada satu atau lebih elemen dalam vehicle routing problem.

(20)

dalam jaringan jalan, perbedaan kendaraan, time windows, dan perbedaan tipe dari permintaan pelanggan (pick-up atau delivery). Selain itu, beberapa ketidakpastian juga dapat dipertimbangkan, seperti ketidakpastian dalam permintaan dan waktu perjalanan. Beberapa contoh varian dari vehicle routing problem adalah vehicle routing problem with time windows, vehicle routing problem with backhaul,

vehicle routing problem with pick-up and delivery, dan stochastic vehicle routing problem.

2.2 Teori Himpunan Fuzzy

Dalam mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas, Zadeh mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi tersebut dapat dikatakan sebagai fungsi keanggotaan dan fungsi tersebut juga dapat dikatakan sebagai derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan. Hal ini untuk selanjutnya disebut sebagai himpunan

fuzzy. Maka dapat dikatakan setiap unsur dalam semesta memiliki derajat keanggotaan tertentu dalam himpunan tersebut.

Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Dengan perkataan lain, fungsi keanggotaan dari suatu himpunan

fuzzy A� dalam � adalah pemetaan �Ã() dari � ke selang [0,1], yaitu �à : �→

[0,1]. Nilai fungsi �Ã(�) menyatakan derajat keanggotaan unsur � Є � dalam

himpunan fuzzy A�. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh,

dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan sama sekali bukan anggota himpunan

fuzzy tersebut. Maka himpunan tegas juga dapat dikatakan sebagai kejadian khusus dari himpunan fuzzy, yaitu himpunan fuzzy yang fungsi keanggotaannya hanya bernilai 0 atau 1 saja. Jadi fungsi keanggotaan dari suatu himpunan tegas � dalam semesta �adalah pemetaan dari �ke himpunan {0,1}.

2.2.1 Fungsi Keanggotaan

(21)

�̃= ���,A�()|� ∈ �� 2.8

di mana �A� adalah fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy �̃, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta � ke selang tertutup [0,1]. Apabila semesta � adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan fuzzy �̃ dinyatakan dengan:

�̃= ���(�)

� �∈�

2.9

di mana lambang ʃ di sini bukan lambang integral seperti dalam kalkulus, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur � ∈ � bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan fuzzy �̃. Apabila semesta � adalah himpunan yang diskrit, maka himpunan fuzzy �̃dinyatakan dengan:

�̃= ���(�)

� �∈�

2.10

di mana lambang ∑ di sini tidak melambangkan operasi jumlahan seperti dalam aritmatika, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur � ∈ � bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan fuzzy �̃.

Pendukung (support) dari suatu himpunan fuzzy �̃, yang dilambangkan dengan ����(�̃), adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan tidak nol dalam (�̃), yaitu:

������̃�= { ∈ � | ��() > 0} 2.11

Tinggi (height) dari suatu himpunan fuzzy (�̃), yang dilambangkan dengan ������(�̃), didefinisikan sebagai:

��������̃�= sup

(22)

Teras (core) dari suatu himpunan fuzzy (�̃), yang dilambangkan dengan �����(�̃), adalah himpunan semua unsur dari semestanya yang mempunyai derajat keanggotaannya sama dengan 1, yaitu:

�������̃�= { ∈ � | ��() = 1} 2.13

Pusat dari suatu himpunan fuzzy didefinisikan sebagai berikut: jika nilai purata dari semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan fuzzy itu mencapai nilai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan fuzzy itu adalah nilai purata tersebut. Jika nilai purata itu tak hingga positif, maka pusat himpunan fuzzy

itu adalah yang terkecil di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum. Dan begitu pun sebaliknya jika nilai purata itu tak hingga negatif, maka pusat himpunan fuzzy itu adalah yang terbesar di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum.

Dua buah himpunan fuzzy �̃ dan �� dalam semesta �dikatakan sama

Fungsi keanggotaan trapesium/trapezoidal merupakan salah satu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy yang mempunyai empat buah parameter, yaitu a, b,

(23)

Fungsi keanggotaan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:

Trapesium(;,,,) =��� ���� �� − �

� − �, 1, � − �

� − ��, 0� 2.16

Berikut gambar yang memperlihatkan fungsi keanggotaan trapesium (x; a, b, c, d).

�(�)

1

0 �

Gambar 2.2 Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy Trapezoidal

2.2.2 Penegasan (Defuzzifikasi)

Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari suatu komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai

crisp tertentu sebagai output. Menurut Kusumadewi (2004), ada beberapa metode defuzzifikasi pada komposisi aturan Mamdani. Salah satunya adalah metode

centroid (Composite Moment). Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan sebagai berikut:

Untuk domain kontinu:

�0 =∫ � �

� �(�)�� ∫ �(� �)��

(24)

di mana:

� = nilai domain ke−�

�(�) =derajat keanggotaan titik tersebut

�0 = nilai hasil penegasan

Untuk domain diskrit:

�=∑ ��.���(��)

� �=1

∑ ���=� ��(��)

2.18

di mana:

� = nilai hasil penegasan (defuzzyfikasi)

�� = nilai keluaran pada aturan ke−�

���(��)= derajat keanggotaan nilai keluaran pada aturan ke –�

� = banyaknya aturan yang digunakan

2.2.3 Distribusi Possibility

Misalkan � menjadi variabel yang mengambil nilai-nilai dalam semesta wacana �, dengan unsur umum � dinotasikan dengan �. Maka:

�= 2.19

menandakan bahwa �diberi nilai �, � ∈ �.

Misalkan � menjadi subset fuzzy dari � yang ditandai dengan fungsi keanggotaan �. Kemudian � adalah batasan fuzzy pada � (atau berhubungan dengan �) jika� bertindak sebagai kendala elastis pada nilai-nilai yang dapat ditugaskan untuk � dalam arti bahwa penugasan nilai �untuk � memiliki bentuk:

�=:() 2.20

(25)

1− �() adalah derajat yang mana kendalanya harus dilebarkan untuk memenuhi tugas � untuk �.

Misalkan �(�) menunjukkan batasan fuzzy yang berhubungan dengan �. Kemudian, untuk menyatakan bahwa � memainkan peran dari batasan fuzzy

dalam hubungannya dengan �, maka dapat ditulis:

�() = 2.21

Persamaan bentuk ini disebut persamaan tugas rasional karena hal tersebut menggambarkan penugasan dari himpunan fuzzy (atau relasi fuzzy) dengan batasan yang berhubungan dengan �.

Definisi 1

Misalkan � himpunan bagian kabur dari semesta � yang ditandai dengan fungsi keanggotaan �, dengan tingkat keanggotaan, �(�), diartikan sebagai kecocokan dari � dengan konsep yang bertanda �.

Misalkan � menjadi variabel yang nilainya diambil dalam �, dan misalkan � bertindak sebagai batasan fuzzy, �(), yang berhubungan dengan �. Kemudian permasalahan "� adalah�", yang diterjemahkan menjadi:

�() = 2.22

menghubungkan distribusi possibility, Π, dengan � yang didalilkan sama dengan � (), yaitu:

Π�= �(�) 2.23

Sejalan dengan itu, fungsi distribusi possibility berhubungan dengan � (atau fungsi distribusi possibility dari Π) dinotasikan dengan � dan didefinisikan sebagai numerik yang sama dengan fungsi keanggotaan �, yaitu:

(26)

dengan demikian �(�), di mana kemungkinan bahwa � =�, adalah untuk mendalilkan menjadi sama dengan �(�).

Dalam gambaran (2.23), persamaan tugas relasional (2.22) dapat dinyatakan setara dalam bentuk:

Π�= � 2.25

menempatkan bukti bahwa dalil � ≜ � adalah �, yang memiliki efek untuk menghubungkan � dengan distribusi possibility Π, di mana (2.23) adalah sama dengan �. Ketika dinyatakan dalam bentuk (2.25), persamaan tugas relasional akan disebut persamaan tugas possibility, dengan pengertian bahwa Π diinduksi oleh �.

a. Ukuran possibility

Misalkan � himpunan bagian nonfuzzy dari � dan misalkan Π menjadi distribusi

possibility yang terhubung dengan variabel � yang mengambil nilai dalam �. Kemudian, ukuran possibility �() dari � didefinisikan sebagai bilangan dalam

[0, 1] yang diberikan oleh:

�()≜ ����∈�() 2.26

di mana �(�) adalah fungsi distribusi possibility Π. Jumlah ini kemudian mungkin diartikan sebagai possibility bahwa nilai � milik �, yaitu:

����{� ∈ �}≜ �()≜ ����∈�() 2.27

Ketika � adalah himpunan fuzzy, yang termasuk nilai dari � ke � adalah tidak berarti.

Definisi 2

Misalkan � himpunan bagian fuzzy dari � dan misalkan Π menjadi distribusi

(27)

����{�����ℎ}≜ �()≜ ����∈�()⋀�() 2.28

di mana "� adalah �" diganti "� ∈ �" dalam (2.27), � adalah fungsi keanggotaan dari �, dan ⋀ berdiri, seperti biasa, untuk minimal.

Perlu dicatat bahwa, dalam hal height dari suatu set fuzzy, yang didefinisikan sebagai supremum dari fungsi keanggotaan, (2.27) dapat dinyatakan dengan jelas dengan persamaan:

�()≜ ����ℎ�(�⋂Π) 2.29

b. Possibility dan informasi

Jika � adalah sebuah dalil dari bentuk � ≜ � adalah � yang diterjemahkan ke dalam persamaan tugas possibility:

Π�(�) =� 2.30

di mana� adalah himpunan bagian fuzzy dari � dan � (�) adalah sifat tersirat dari � yang mengambil nilai dalam �, maka informasi yang disampaikan oleh �, �(�), dapat diidentifikasi dengan distribusi possibility, Π(), dari variabel fuzzy

�(). Dengan demikian, hubungan antara �(),Π(), R(A(X)) dan � dinyatakan oleh:

�()≜ Π() 2.31

di mana:

�(�) =���(�)�=� 2.32

2.3 Program Possibilistic

Berikut merupakan formulasi program possibilistic. Pertimbangkan masalah program linear berikut:

Fungsi tujuan:

(28)

Kendala:

Bilangan fuzzy yang membatasi nilai fungsi possibilistic linear didefinisikan oleh prinsip perluasan. Menerapkan prinsip perluasan, misalnya, untuk fungsi tujuan dari permasalahan (2.33), �0(�1, … ,) =∑��=1����, bilangan

(29)

��(�1, … ,��) =< � ������,

Asumsikan ��� dan � adalah bilangan fuzzy triangular simmetris sebagai berikut: ��� =<����,����� >,�� =<���,���� >

Metode saving matriks pada hakikatnya adalah metode untuk meminimumkan jarak atau waktu dan ongkos dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang ada. Berikut ini langkah-langkah pembentukan rute distribusi dengan menggunakan metode saving matriks, yaitu:

1. Identifikasi Matriks Jarak

(30)

toko dan jarak antar toko akan digunakan untuk menentukan matriks penghematan (saving matriks) yang akan dikerjakan pada langkah berikutnya.

2. Mengidentifikasi matriks penghematan ( saving matriks)

Pada langkah ini, diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu armada secara eksklusif. Saving matriks merepresentasikan penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua pelanggan ke dalam satu rute. Untuk perhitungan penghematan jarak dapat mengunakan persamaan:

�(,) = (,) + (,) – (,)

di mana:

�(,) = Penghematan Jarak � (,) = Jarak gudang ke toko � � (,) = Jarak gudang ke toko � � (,) = Jarak toko � ke toko �

3. Mengalokasikan Distributor ke rute

(31)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi Permasalahan

Standar dari vehicle routing problem (pada umumnya disebut capacited vehicle routing problem / CVRP) adalah untuk menentukan sebuah himpunan dari � rute yang panjang perjalanannya diminimalkan, sedemikian hingga:

• Setiap pelanggan dikunjungi tepatnya sekali dalam satu rute. • Setiap rute dimulai dan diakhiri pada satu depot.

• Total permintaan dari pelanggan yang dilayani oleh sebuah rute, tidak melebihi kapasitas kendaraan yang diberikan.

• Panjang dari setiap rute tidak melebihi limit yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Tujuannya adalah untuk meminimalkan total biaya untuk melayani semua pelanggan.

Dalam permasalahan ini, permintaan pelanggan yang dilayani oleh sebuah rute tidak diketahui secara pasti dengan kapasitas kendaraan yang sama dan terbatas. Sehingga total keperluan yang dibawa oleh kendaraan juga bersifat tidak pasti. Dalam permasalahan dengan permintaan yang tidak pasti ini, menyebabkan terjadi kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan dan kurangnya kapasitas kendaraan, yang akan bersifat tidak pasti juga.

Adanya biaya penalti dalam permasalahan ini disebabkan karena kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan. Begitu pun juga adanya biaya tambahan dalam permasalahan ini disebabkan karena kurangnya kapasitas kendaraan. Keduanya ini mempengaruhi pengoptimalan total biaya dari permasalahan pada fungsi tujuan.

(32)

permintaan bersifat tidak pasti dengan kapasitas kendaraan yang sama dan terbatas.

3.2. Model Dua Tahap

3.2.1. Notasi dalam Bilangan Fuzzy

Dalam vehicle routing problem pelanggan ditunjukkan dengan notasi � dan � (di mana �,� = 1, 2, 3, … ,�+ 1) dan untuk depot ditunjukkan dengan notasi �,� =

0. Kendaraan ditunjukkan dengan notasi � (di mana �= 1, 2, 3, … ,�). Variabel ���� diperkenalkan bahwa ���� = 1 jika kendaraan � berjalan langsung dari pelanggan � ke pelanggan �, dan begitupun sebaliknya bahwa ���� = 0 jika kendaraan � tidak berjalan langsung dari pelanggan � ke pelanggan�. Kapasitas kendaraan � ditunjukkan dengan notasi �. Dalam permasalahan ini permintaan bersifat tidak pasti/fuzzy, oleh karena itu permintaan pelanggan � yang bersifat

fuzzy ditunjukkan dengan notasi bilangan fuzzy . Karena permintaan pelanggan � bersifat fuzzy maka total keperluan yang dibawa oleh kendaraan � juga bersifat

fuzzy dan dinotasikan dengan bilangan fuzzy .

Penyebaran dari bilangan fuzzy dinotasikan dengan ��� dalam bentuk bilangan fuzzy trapezoidal. Sedangkan nilai tegas dari bilangan fuzzy

dinotasikan dengan ���. Demikian juga penyebaran dari bilangan fuzzy

dinotasikan dengan ��� dalam bilangan fuzzy trapezoidal. Sedangkan nilai tegas dari bilangan fuzzy dinotasikan ���.

(33)

Berikut gambar yang memperlihatkan fungsi keanggotaan �̃.

�()

1

0

� � � � � Gambar 3.1. Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy Trapezoidal �̃

Sehingga bilangan fuzzy trapezoidal �̃ dinotasikan dengan �̃= (�,�,�,�).

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, maka bentuk bilangan fuzzy

trapezoidal dari permintaan pelanggan � yang bersifat fuzzy (���) dinotasikan sebagai berikut:

��� = 〈��1,��2, ��3,��4〉 3.1

Begitupun juga dengan total keperluan yang dibawa oleh kendaraan � yang bersifat fuzzy (���), memiliki bentuk bilangan fuzzy trapezoidal yang dinotasikan sebagai berikut:

��� = 〈��1,��2,��3,��4〉 3.2

Total keperluan yang dibawa oleh kendaraan �, yang bersifat fuzzy

memiliki bentuk bilangan fuzzy trapezoidal, ��� = 〈�1,�2,�3,�4〉. Bilangan

(34)

�() =

Berikut gambar yang memperlihatkan fungsi keanggotaan ���.

�()

1

0

1 2 3 4

Gambar 3.2. Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy Trapezoidal ���

Dilihat dari fungsi keanggotaan dan gambar fungsi keanggotaan dari ���. Maka, dapat dikatakan bahwa ��� memenuhi nilai bahwa �1 ≤ �2 dan �4 ≥ �3.

3.2.2. Masalah Tahap Pertama

(35)

kendala dalam crisp vehicle routing problem ini. Karena dalam model ini permintaannya bersifat deterministik, maka kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan dan kurangnya kapasitas kendaraan juga bersifat deterministik. Di mana untuk kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan dinotasikan dengan ��� dan untuk kurangnya kapasitas kendaraan dinotasikan dengan ���. ��� dan ��� didefinisikan sebagai berikut:

��� = ��� (0,��− ���) 3.3

��� =��� (0,���− ��) 3.4

Misalkan penalti untuk unit kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan � dinotasikan dengan � (� > 0), dan biaya tambahan untuk unit kurangnya kapasitas kendaraan � dinotasikan dengan � ( > 0). Keduanya mempengaruhi pengoptimalan total biaya pada permasalahan ini. Maka dibentuklah salah satu rumusan yang menjadi jumlah pertimbangan dalam fungsi tujuan yaitu sebagai berikut:

�(��+��)

�=1

3.5

(36)
(37)

3.2.3 Biaya Recourse dan Model Dua Tahap

Sama halnya dalam program stokastik dengan recourse. Pada masalah tahap pertama dideskripsikan tentang penyelesaian persoalan rencana awal yang deterministik/crisp vehicle routing problem. Pembentukan rencana awal yang deterministik dilakukan sebelum kondisi fuzzy dari persoalan ditentukan. Pada tahap kedua, parameter-parameter yang bersifat fuzzy ditentukan. Pada tahap kedua ini, dalam realisasinya dari parameter fuzzy¸ sebuah tindakan recourse

harus diambil dalam kasus kelayakan ini. Biaya yang terdapat pada berbagai kemungkinan tindakan recourse mengarah kepada masalah tahap kedua (masalah

recourse), untuk memilih tindakan yang optimal yang diberikan secara layak. Biaya yang diharapkan dari tindakan recourse yang optimal ini kemudian ditambahkan ke dalam fungsi tujuan.

3.2.3.1 Biaya Recourse

Dalam hal vehicle routing problem dengan permintaan fuzzy ini. Parameter-parameter fuzzy yang menjadi biaya recourse adalah biaya penalti akibat dari kurang pemanfaatannya kapasitas kendaraan dan biaya tambahan untuk menutupi kegagalan bahwa kendaraan tidak dapat melayani beberapa pelanggan dalam rute yang telah direncanakan karena kapasitas yang tidak mencukupi. Dikarenakan oleh penyebaran ��� dari permintaan fuzzy , maka total keperluan yang dibawa oleh kendaraan � bersifat fuzzy dan dinotasikan dengan ���. Dan ��� dapat

Karena bilangan fuzzy trapezoidal dari permintaan yang fuzzy adalah ��� = 〈��1,��2,��3,��4〉, maka persamaan kendala ��� dapat dirubah kedalam bentuk sebagai berikut:

(38)

��� = 〈� � ������1,

Dikarenakan total keperluan yang dibawa oleh kendaraan � bersifat fuzzy, maka hal ini mengarah kepada kurang pemanfaatannya kapasitas kendaraan � atau kurangnya kapasitas dari kendaraan � yang bersifat fuzzy juga. Kurang pemanfaatannya kapasitas kendaraan � dinotasikan dengan ��� dan kurangnya kapasitas kendaraan � dinotasikan dengan ���. ��� dan ��� ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

��� =����0,��− ���� 3.22

��� =��� (0,���− ��) 3.23

Karena ��� berbentuk bilangan fuzzy trapezoidal ��� = 〈�1,�2,�3,�4〉. Oleh karena itu kurangnya pemanfaatan dari kapasitas kendaraan � yang bersifat

fuzzy (��) dapat dirubah ke dalam bentuk:

��� =��� (0,��− ��1,��− ��2,��− ��3,��− ��4 ) 3.24

Begitupun juga dengan kurangnya kapasitas kendaraan � yang bersifat fuzzy (��) dapat dirubah ke dalam bentuk:

��� =���(0,��1 − ��,��2 − ��,��3 − ��,��4 − �� ) 3.25

Misalkan biaya penalti untuk unit kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan � (���) dinotasikan dengan � ( > 0), dan biaya tambahan untuk unit kurangnya kapasitas kendaraan � (���) dinotasikan dengan � (� > 0). Maka seperti yang telah dijelaskan, biaya recourse dapat dihitung sebagai berikut:

������� +������ 3.26 �

(39)

Biaya recourse ini merupakan biaya yang diharapkan dari tindakan recourse yang optimal, biaya recourse ini kemudian akan ditambahkan ke dalam fungsi tujuan.

3.2.3.2 Model Dua Tahap

Model dua tahap untuk meminimalkan total biaya terdiri dari biaya langsung pada tahap pertama dan rata-rata biaya recourse pada tahap kedua. Untuk setiap kemungkinan pada realisasi dalam parameter fuzzy dalam hal ini permintaan fuzzy, tindakan recourse dapat diambil biaya recourse yang minimum. Dengan pertimbangan dari kemungkinan masing-masing, sebuah biaya rata-rata dapat diperhitungkan. Biaya rata-rata ini memang merupakan biaya recourse rata-rata sesuai dengan semua rencana rute yang diperoleh pada tahap pertama.

Oleh karena itu model dua tahap untuk vehicle routing problem dengan permintaan fuzzy dapat diberikan sebagai berikut:

(40)
(41)

� ���� =���; �= 0, … ,�+ 1;� = 1, … ,� �

�=0

3.44

���� ∈ {0, 1}; �,� = 0, 1, 2, … ,�+ 1;�= 1, 2, … . ,� 3.45

3.2.4 Persamaan Permasalahan dari Model Dua Tahap

Dalam persamaan permasalahan dari model dua tahap ini, persamaan yang meliputi “rata-rata fuzzy” seperti yang telah dijelaskan pada model dua tahap, akan diuraikan dengan mendefinisikan “rata-rata fuzzy” dari bilangan fuzzy pada fungsi tujuan sebagai nilai rata-rata umum.

Dalam persamaan permasalahan dari model dua tahap ini, persamaan “rata-rata fuzzy” dari bilangan kabur yang terdapat dalam fungsi tujuan, akan didefinisikan sebagai nilai rata-rata umum. Persamaan “rata-rata fuzzy” tersebut adalah sebagai berikut:

ratarata ����� ������ +��

�=1

� 3.46

Diberikan sebuah himpunan fuzzy �̃¸ dengan fungsi keanggotaannya adalah ��� (di mana���(�) = 0 atau 1). Nilai rata-rata umum/Generalized Mean Value (GMV) dari kejadian fuzzy �̃ dapat didefinisikan sebagai berikut:

���= ∫ ��� ���(�) ��

�� ���(�) ��

3.47

Untuk kasus bilangan fuzzy trapezoidal, persamaan diatas dapat disederhanakan seperti berikut:

���= �+�+�+�

(42)

Berdasarkan persamaan nilai rata-rata umum/generalized mean value

(GMV) pada bilangan fuzzy trapezoidal diatas, maka GMV dari kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan � yang bersifat fuzzy (���) dan kurangnya kapasitas kendaraan �yang bersifat fuzzy (���) dapat diperoleh sebagai berikut:

��� =��� (0,��− ��1,��− ��2,��− ��3,��− ��4 ) 3.49

Maka, persamaan “rata-rata fuzzy” dari bilangan kabur yang terdapat dalam fungsi tujuan, setelah didefinisikan sebagai nilai rata-rata umum. Persamaannya ditunjukkan seperti berikut:

(43)
(44)

� ��ℎ�− � �ℎ�� = 0; ℎ = 1, 2, … ,�;�= 1, 2, … . ,� 3.65

3.3 Contoh Aplikasi Model Dua Tahap pada Vehicle Routing Problem

dengan Permintaan yang Fuzzy

(45)

Tabel 3.1 Biaya Depot ke Pelanggan dan Antar Pelanggan (Ribu)

�0 �1 �2 �3 �4 �5 �6 �7 �8 �9 �10

�0 0

�1 42,4 0,0

�2 33,7 8,3 0,0

�3 21,8 40,5 28,0 0,0

�4 22,7 17,2 5,7 21,1 0,0 �5 14 30,8 14,3 11,2 14,9 0,0

�6 23,8 41,4 20,7 8,0 8,0 17,2 0,0 �7 4,1 46,0 29,8 22,6 25,0 11,8 24,2 0,0 �8 2,0 44,3 13,2 20,9 24,0 10,8 23,2 1,1 0,0 �9 25,0 8,3 36,9 29,8 9,0 22,9 28,8 28,5 25,6 0,0 �10 32,6 12,2 5,6 31,0 10,8 23,9 30,5 32,6 31,6 5,6 0,0

Dari penjelasan yang telah diuraikan maka dapat dinotasikan:

�, = pelanggan (�1,�2,�3,�4,�5,�6,�7,�8,�9,�10), depot (�0)

� = 10 pelanggan

�� = 500 karton

� = 5 kendaraan

���� = dapat dilihat pada tabel 3.1

Karena permintaan pelanggan � (�) bersifat tidak pasti maka akan didifenisikan kedalam bilangan fuzzy trapezoidal dengan notasi �1,�2,�3, dan ��4. Demikian juga dengan total keperluan/permintaan yang dibawa oleh kendaraan � () akan bersifat tidak pasti, dan akan didefinisikan kedalam bilangan fuzzy trapezoidal dengan notasi �1,�2,�3, dan �4.

(46)

Tabel 3.2 Jumlah Permintaan Setiap Pelanggan dalam Bilangan Fuzzy Trapezoidal

Berikut adalah penyelesaian untuk memodelkan permasalahan di atas dengan model dua tahap.

1. Masalah Tahap Pertama

Pada tahap ini dibentuk sebuah crisp vehicle routing problem di mana parameter-parameternya bersifat deterministik. Oleh karena itu, maka permintaan dan total permintaan yang dibawa oleh kendaraan � akan bersifat deterministik. Permintaan yang bersifat deterministik (���) ini merupakan nilai tegas dari permintaan yang bersifat fuzzy (�). Total permintaan yang dibawa oleh kendaraan � yang bersifat deterministik (���) ini merupakan nilai tegas dari total permintaan yang dibawa oleh kendaraan � yang bersifat fuzzy (�).

(47)

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

(48)

Dengan fungsi keanggotaan:

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

�0 =

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

�0 =

∫ �� −916 7 9� ���+1682()���+8211011028− �� ���

(49)

�0 =

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

(50)

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

(51)

Dengan fungsi keanggotaan:

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

�0 =

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

(52)

�0 =

8021819,217

21043,408 = 381,203

• Pelanggan 10 (�10)

Diketahui: �1 = 150, �2 = 176, �3 = 375, �4 = 388

Dengan fungsi keanggotaan:

�() =

⎩ ⎪ ⎨ ⎪

⎧� −26150 untuk 150 ≤ � ≤176

1 untuk 176 ≤ � ≤375

388− �

13 untuk 375 ≤ � ≤388

0 untuk lainnya

Berikut nilai tegas dari bilangan fuzzy trapezoidal dengan proses defuzzifikasi:

�0 =

150176�� −26150� ���+176375()���+37538838813− �� ���

150176�� −26150� ��+176375��+37538838813− �� ��

�0 =

�0,0383 �3−5,7692 �2��176150+�33375176+29,8462 �20,0763 �3��388375

�0,0382 �2−5,769���176150+�22375176+29,846� −0,0762 �2��388375

�0 =

15766934,72

54846,626 = 287,473

(53)

Tabel 3.3 Nilai Tegas untuk Permintaan Pelanggan ke-�(�)

Maka, total permintaan/keperluan yang dibawa oleh kendaraan � yang bersifat deterministik (��), dapat diuraikan sebagai berikut:

��� =� � �������

(54)

��� = 0

Dan biaya penalti untuk kurangnya pemanfaatan kapasitas kendaraan �

() adalah 15.000/unit dan biaya tambahan untuk kurangnya kapasitas kendaraan � (�) adalah 10.000/unit. Maka, rumusan yang menjadi jumlah pertimbangan dalam fungsi tujuan yaitu sebagai berikut:

�((15000)(��) + (10000)(��))

5

�=1

= (15000)(79,962) + (10000)(0)

��(15000)(��) + (10000)(��)

5

�=1

= 1199430

Untuk mencari biaya travel yang minimal dari konsumen � ke konsumen�, maka metode matriks penghematan digunakan. Matriks penghematan ini dibuat berdasarkan matriks biaya (tabel 3.1), sehingga matriks penghematan juga merupakan matriks symmetric. Berikut matriks penghematan dari semua pelanggan.

• Matriks penghematan dari �1 − �2 ��1−�2 =��0−�1+��0−�2 − ��1−�2

��1−�2 = 42,4 + 33,7−8,3 = 67,8

• Matriks penghematan dari �1 − �3 ��1−�3 =��0−�1+��0−�3 − ��1−�3

��1−�3 = 42,4 + 21,8−40,5 = 23,7

• Matriks penghematan dari �1 − �4 ��1−�4 =��0−�1+��0−�4 − ��1−�4

��1−�4 = 42,4 + 22,7−17,2 = 47,9

• Matriks penghematan dari �1 − �5 ��1−�5 =��0−�1+��0−�5 − ��1−�5

(55)

• Matriks penghematan dari �1 − �6 ��1−�6 =��0−�1+��0−�6 − ��1−�6

��1−�6 = 42,4 + 23,8−41,4 = 24,8

• Matriks penghematan dari �1 − �7 ��1−�7 =��0−�1+��0−�7 − ��1−�7

��1−�7 = 42,4 + 4,1−46 = 0,5

• Matriks penghematan dari �1− �8 ��1−�8 =��0−�1+��0−�8 − ��1−�8

��1−�8 = 42,4 + 2−44,3 = 0,1

• Matriks penghematan dari �1 − �9 ��1−�9 =��0−�1+��0−�9 − ��1−�9

��1−�9 = 42,4 + 25−8,3 = 59,1

• Matriks penghematan dari �1 − �10

��1−�10 =��0−�10 +��0−�10− ��1−�10

��1−�10 = 42,4 + 32,6−12,2 = 62,8

• Matriks penghematan dari �2− �3 ��2−�3 =��0−�2+��0−�3 − ��2−�3

��2−�3 = 33,7 + 21,8−28 = 27,5

• Matriks penghematan dari �2− �4 ��2−�4 =��0−�2+��0−�4 − ��2−�4

��2−�4 = 33,7 + 22,7−5,7 = 50,7

• Matriks penghematan dari �2− �5 ��2−�5 =��0−�2+��0−�5 − ��2−�5

(56)

• Matriks penghematan dari �2− �6 ��2−�6 =��0−�2+��0−�6 − ��2−�6

��2−�6 = 33,7 + 23,8−20,7 = 36,8

• Matriks penghematan dari �2− �7 ��2−�7 =��0−�2+��0−�7 − ��2−�7

��2−�7 = 33,7 + 4,1−29,8 = 8

• Matriks penghematan dari �2− �8 ��2−�8 =��0−�2+��0−�8 − ��2−�8

��2−�8 = 33,7 + 2−13,2 = 22,5

• Matriks penghematan dari �2− �9 ��2−�9 =��0−�2+��0−�9 − ��2−�9

��2−�9 = 33,7 + 25−36,9 = 21,8

• Matriks penghematan dari �2− �10 ��2−�10 =��0−�2+��0−�10− ��2−�10

��2−�10 = 33,7 + 32,6−5,6 = 60,7

• Matriks penghematan dari �3− �4 ��3−�4 =��0−�3+��0−�4 − ��3−�4

��3−�4 = 21,8 + 22,7−21,1 = 23,4

• Matriks penghematan dari �3− �5 ��3−�5 =��0−�3+��0−�5 − ��3−�5

��3−�5 = 21,8 + 14−11,2 = 24,6

• Matriks penghematan dari �3− �6 ��3−�6 =��0−�3+��0−�6 − ��3−�6

(57)

• Matriks penghematan dari �3− �7 ��3−�7 =��0−�3+��0−�7 − ��3−�7

��3−�7 = 21,8 + 4,1−22,6 = 3,3

• Matriks penghematan dari �3− �8 ��3−�8 =��0−�3+��0−�8 − ��3−�8

��3−�8 = 21,8 + 2−20,9 = 2,9

• Matriks penghematan dari �3− �9 ��3−�9 =��0−�3+��0−�9 − ��3−�9

��3−�9 = 21,8 + 25−29,8 = 17

• Matriks penghematan dari �3− �10 ��3−�10 =��0−�3+��0−�10− ��3−�10

��3−�10 = 21,8 + 32,6−31 = 23,4

• Matriks penghematan dari �4− �5 ��4−�5 =��0−�4+��0−�5 − ��4−�5

��4−�5 = 22,7 + 14−14,9 = 21,8

• Matriks penghematan dari �4− �6 ��4−�6 =��0−�4+��0−�6 − ��4−�6

��4−�6 = 22,7 + 23,8−8 = 38,5

• Matriks penghematan dari �4− �7 ��4−�7 =��0−�4+��0−�7 − ��4−�7

��4−�7 = 22,7 + 4,1−25 = 1,8

• Matriks penghematan dari �4− �8 ��4−�8 =��0−�4+��0−�8 − ��4−�8

(58)

• Matriks penghematan dari �4− �9 ��4−�9 =��0−�4+��0−�9 − ��4−�9

��4−�9 = 22,7 + 25−9 = 32,8

• Matriks penghematan dari �4− �10 ��4−�10 =��0−�4+��0−�10− ��4−�10

��4−�10 = 22,7 + 32,6−10,8 = 44,5

• Matriks penghematan dari �5− �6 ��5−�6 =��0−�5+��0−�6 − ��5−�6

��5−�6 = 14 + 23,8−17,2 = 20,6

• Matriks penghematan dari �5− �7 ��5−�7 =��0−�5+��0−�7 − ��5−�7

��5−�7 = 14 + 4,1−11,8 = 6,3

• Matriks penghematan dari �5− �8 ��5−�8 =��0−�5+��0−�8 − ��5−�8

��5−�8 = 14 + 2−10,8 = 5,2

• Matriks penghematan dari �5− �9 ��5−�9 =��0−�5+��0−�9 − ��5−�9

��5−�9 = 14 + 25−22,9 = 16,1

• Matriks penghematan dari �5− �10 ��5−�10 =��0−�5+��0−�10− ��5−�10

��5−�10 = 14 + 32,6−23,9 = 22,7

• Matriks penghematan dari �6− �7 ��6−�7 =��0−�6+��0−�7 − ��6−�7

��6−�7 = 23,8 + 4,1−24,2 = 3,7

(59)

• Matriks penghematan dari �6− �8 ��6−�8 =��0−�6+��0−�8 − ��6−�8

��6−�8 = 23,8 + 2−23,2 = 2,6

• Matriks penghematan dari �6− �9 ��6−�9 =��0−�6+��0−�9 − �6−�9

��6−�9 = 23,8 + 25−28,8 = 20

• Matriks penghematan dari �6− �10 ��6−�10 =��0−�6+��0−�10− ��6−�10

��6−�10 = 23,8 + 32,6−30,5 = 25,9

• Matriks penghematan dari �7− �8 ��7−�8 =��0−�7+��0−�8 − ��7−�8

��7−�8 = 4,1 + 2−1,1 = 5

• Matriks penghematan dari �7− �9 ��7−�9 =��0−�7+��0−�9 − ��7−�9

��7−�9 = 4,1 + 25−28,5 = 0,6

• Matriks penghematan dari �7− �10 ��7−�10 =��0−�7+��0−�10− ��7−�10

��7−�10 = 4,1 + 32,6−32,6 = 4,1

• Matriks penghematan dari �8− �9 ��8−�9 =��0−�8+��0−�9 − ��8−�9

��8−�9 = 2 + 25−25,6 = 32,8

• Matriks penghematan dari �8− �10 ��8−�10 =��0−�8+��0−�10− ��8−�10

(60)

• Matriks penghematan dari �9− �10 ��9−�10 =��0−�9+��0−�10− ��9−�10

��9−�10 = 25 + 32,6−5,6 = 52

Berikut merupakan tabel matriks penghematan:

Tabel 3.4 Matriks Penghematan (Ribu)

dari/ke �12345678910

�1 0

�2 67,8 0

�3 23,7 27,5 0

�4 47,9 50,7 23,4 0

�5 25,6 33,4 24,6 21,8 0

�6 24,8 36,8 37,6 38,5 20,6 0

�7 0,5 8 3,3 1,8 6,3 3,7 0

�8 0,1 22,5 2,9 0,7 5,2 2,6 5 0 �9 59,1 21,8 17 38,7 16,1 20 0,6 1,4 0 �10 62,8 60,7 23,4 44,5 22,7 25,9 4,1 3 52 0

Selanjutnya pengelompokkan rute berdasarkan matriks penghematan dilakukan. Setelah matriks penghematan terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan kelompok rute berdasarkan nilai penghematan dari yang terbesar sampai yang terkecil dari matriks penghematan. Langkah ini merupakan iterasi dari matriks penghematan, dimana jika nilai penghematan terbesar terdapat pada

node � dan �maka baris �dan kolom � dicoret, lalu � dan � digabungkan dalam satu kelompok rute, demikian seterusnya sampai iterasi terakhir. Selanjutnya pengelompokan rute berdasarkan nilai penghematan diperoleh dari node gabungan hasil iterasi matriks penghematan. Kemudian mengurutkan daftar pelanggan sesuai dengan kelompok rute yang berdasarkan nilai penghematan tersebut.

(61)
(62)

Tabel 3.5 Iterasi 1 Pengelompokan Node Berdasarkan Matriks Penghematan

(63)

adalah rute 1: �2 − �4 − �6 dengan jumlah permintaan 605,929 (melebihi kapasitas kendaraan), maka rute ini tidak dapat dipakai. Pilih nilai penghematan terbesar berikutnya dalam matriks penghematan, yaitu 33,4 antara �2 dan �5. Gabungkan �2dan �5 menjadi satu rute dengan rute 1. Rute yang terbentuk adalah rute 1: �2− �4 − �5 dengan jumlah permintaan 568,782 (melebihi kapasitas kendaraan), maka rute ini tidak dapat dipakai. Pilih nilai penghematan terbesar berikutnya dalam matriks penghematan, yaitu 27,5 antara �2 dan �3. Gabungkan �2dan �3 menjadi satu rute dengan rute 1. Rute yang terbentuk adalah rute 1: �2− �3 − �4 dengan jumlah permintaan 496,724 (tidak melebihi kapasitas kendaraan), maka rute ini dapat dipakai.

Tabel 3.6 Iterasi 2 Pengelompokan Node Berdasarkan Matriks Penghematan

dari/ke �12345678910

�1 0

�2 67,8 0

�3 23,7 27,5 0

�4 47,9 50,7 23,4 0

�5 25,6 33,4 24,6 21,8 0

�6 24,8 36,8 37,6 38,5 20,6 0

�7 0,5 8 3,3 1,8 6,3 3,7 0

�8 0,1 22,5 2,9 0,7 5,2 2,6 5 0 �9 59,1 21,8 17 38,7 16,1 20 0,6 1,4 0 �10 62,8 60,7 23,4 44,5 22,7 25,9 4,1 3 52 0

(64)

Tabel 3.7 Iterasi 3 Pengelompokan Node Berdasarkan Matriks Penghematan

• Pilih nilai penghematan berikutnya dalam matriks penghematan, yaitu 25,6 antara �1dan �5. Gabungkan �1dan �5 menjadi satu rute dalam rute 3, sehingga rute 3: �1 −�5 dengan jumlah permintaan 423,434.

Tabel 3.8 Iterasi 4 Pengelompokan Node Berdasarkan Matriks Penghematan

dari/ke �12345678910 • Pilih nilai penghematan berikutnya dalam matriks penghematan, yaitu 5 antara

(65)

permintaan 716,535 (melebihi kapasitas kendaraan). Maka rute ini tidak dapat digunakan. Pilih nilai penghematan berikutnya dalam matriks penghematan, yaitu 0,6 antara �7dan �9. Gabungkan �7dan �9 menjadi satu rute dengan jumlah permintaan 665,075 (melebihi kapasitas kendaraan). Maka rute ini tidak dapat digunakan. Karena jumlah permintaan dari �7dan �8 kemudian �8dan �9serta �7dan �9 melebihi kapasitas kendaraan. Maka dapat dikatakan bahwa rute 4 adalah �7, rute 5 adalah �8, dan rute 6 adalah �9.

Tabel 3.9 Iterasi 5 Pengelompokan Node Berdasarkan Matriks Penghematan

dari/ke �12345678910

�1 0

�2 67,8 0

�3 23,7 27,5 0

�4 47,9 50,7 23,4 0

�5 25,6 33,4 24,6 21,8 0

�6 24,8 36,8 37,6 38,5 20,6 0

�7 0,5 8 3,3 1,8 6,3 3,7 0

�8 0,1 22,5 2,9 0,7 5,2 2,6 5 0 �9 59,1 21,8 17 38,7 16,1 20 0,6 1,4 0 �10 62,8 60,7 23,4 44,5 22,7 25,9 4,1 3 52 0

Dari hasil pengolahan data diperoleh 6 rute untuk mendistribusikan Kopi dengan pertimbangan minimum biaya transportasi dilihat dari biaya transportasi dari depot ke pelanggan dan antar pelanggan (tabel 3.1) yaitu :

• Rute 1 : �0− �3− �4− �2−0 = 82300 • Rute 2 : �0− �6− �10− �0 = 86900 • Rute 3 : �0− �1− �5− �0 = 87200 • Rute 4 : �0− �7− �0 = 8200

• Rute 5 : �0− �8− �0 = 4000 • Rute 6 : �0− �9− �0 = 50000

(66)

sehingga pendistribusian dilakukan dua kali. Pada pendistribusian pertama 5 kendaraan beroperasi untuk ke rute 1, rute 2, rute 3, rute 4, dan rute 5. Pada pendistribusian kedua 1 kendaraan beroperasi untuk ke rute 6.

Dari hasil perhitungan yang telah diuraikan, maka pada penyelesaian persoalan rencana awal yang merupakan biaya langsung pada tahap pertama adalah:

Min = � � � �������+(��+��)

2. Biaya Recourse dan Model Dua Tahap

Pada tahap kedua ini, dalam realisasinya dari parameter fuzzy¸ sebuah tindakan

recourse harus diambil dalam kasus kelayakan ini. Biaya yang terdapat pada berbagai kemungkinan tindakan recourse mengarah kepada masalah tahap kedua (masalah recourse). Biaya yang diharapkan dari tindakan recourse yang optimal ini kemudian ditambahkan ke dalam fungsi tujuan.

a. Biaya Recourse

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Mulyani Sumantri dan Johar (dalam Hadiningsih2009:33), keunggulan dari metode guided discovery/penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: dianggap membantu

Komunikasi menjaga motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik pekerjaan mereka, dan apa yang dapat dilakukan

e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945... Sementara itu di kalangan masyarakat pun

Guru/ tutor telah menerapkan metode pembelajaran untuk menarik minat siswa pasraman yaitu model pembelajaran pada Pasraman yang menekankan pada sikap aktif, kreatif,

Penilaian kreativitas siswa hasil observasi guru siklus I = 79, 75% dengan kategori baik, siklus II = 86, 75% dengan kategori baik sekali .Keaktifan dan kreatifitas

atherosclerosis yang berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.(Johnson, 2010) Pada penelitian lain menunjukkan bahwa ABI yang rendah merupakan prediktor

Studi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada Kasus Bedah Batu Saluran Kemih (BSK) (Bagian Urologi IRNA Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya).. Ni Luh Putu

Berdasarkan tabel 5, di atas dapat dilihat bahwa nilai parameter kualitas air terukur pada lokasi penelitian masih berada pada kisaran yang baik untuk