• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara In vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara In vitro."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96%

KULIT BATANG KAYU JAWA (

Lannea coromandelica

)

DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH

MERAH SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

ANDIS SAPUTRA

1111102000119

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96%

KULIT BATANG KAYU JAWA (

Lannea coromandelica

)

DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH

MERAH SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ANDIS SAPUTRA

1111102000119

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Andis Saputra

NIM : 1111102000119

Tanda tangan :

(4)
(5)
(6)

Nama : Andis Saputra Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara In vitro.

Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di daerah Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Bone. Analisis fitokimia ekstrak tanaman Kayu Jawa mengungkapkan adanya kandungan senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lain yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah. Penghambatan lisis sel darah merah akibat induksi larutan hipotonis digunakan sebagai ukuran aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak tersebut kemudian dibandingkan dengan standar natriun diklofenak. Hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia berdasarkan perhitungan persen stabilitas menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea

coromandelica) pada konsentrai 800 ppm mempunyai aktivitas tertinggi yaitu sebesar 90,476%. Dengan demikian konsentrasi tersebut dapat dikatakan sebagai konsentrasi paling tinggi/efektif dalam memberikan perlindungan membran sel darah merah yang diinduksi oleh larutan hipotonik. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka potensi dalam menstabilkan membran sel darah merah yang induksi larutan hipotonik akan semakin meningkat, sehingga aktivitas menstabilkan membran sel darah merah dapat dikaitkan dengan konsentrasi.

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Andis Saputra Programme Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Anti-inflammatory Activity Assay Toward Ethanol 96% Extract of Java Wood Bark (Lannea coromandelica) with Human Red Blood Cell Stabilization In vitro.

Java wood (Lannea coromandelica) is a plant that is widely used in traditional medication in South Sulawesi especially Bone District. Phytochemical analysis of Java Wood plant extract srevealed the content of flavonoids and other polyphenol compounds known to possess anti-inflammatory activity. This study aims is to determine the anti-anti-inflammatory activity of 96% ethanol extractof Java Wood Bark (Lannea coromandelica) using red blood cell membranes stabilization method. Red blood cell lysis Inhibition induced by hipotonis solutionis used as an anti-inflammatory activity measurements. Anti-inflammatory activity of the extract is then compared to standard diclofenac sodium. Anti-inflammatory activity test results using human blood cell membrane stabilization based on percent calculation of stability showed that 800 ppm concentration of 96% ethanol extract of the Java wood bark (Lannea coromandelica) has the highest activity equals to 90.476%. Thus, that concentration can besaid to be the highest concentration/effectivein providing protection of red blood cell membranes induced by hypotonic solution. The higher the concentration of the extract used in stabilizing the membrane potential of red blood cells which induced a hypotonic solution will also increase, thus the activity stabilizaion of the red blood cell membrane can be attributed to the concentration.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW, sosok yang selama ini penulis teladani.

Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In Vitro” ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Ambo Aco dan ibunda Baharia yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat, semangat, serta dukungan moril maupun materil yang tak terhingga yang tidak akan mampu penulis membalas semua itu. Adik penulis Agus Suryansah yang sangat penulis cintai.

2. Eka Putri, M.Si, Apt sebagai pembimbing I dan Yardi, Ph.D, Apt sebagai pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasihat, waktu, tenaga, dan pikirannya selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. PT. VALE Indonesia yang telah membiayai penulis selama menjalani pendidikan di jenjang S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Yardi.,Ph.D, Apt, selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani., Ph.D., Apt selaku sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Hj. Delina Hasan, M. Kes., Apt dan Isimiarni Komala, M.Sc, Ph.D, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

7. Ibu/Bapak Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan dan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.

8. Ageng Hasna Fauziyah, Nindya Nurfitriani Azhar, Indah Nunik Nugraini, Elsa Elfrida, Euis Chodijah, Qadrina sufy, dll yang selalu membantu, mendukung, dan memberikan semangat dalam keseharian penulis selama perkuliahan hingga saat ini.

9. Teman-teman satu kontrakan dan teman bermain : Wahidin Saleh, M.A.W

Khairurrijal, Hardi Mozer, Muhammad Syahid Ali, Agung Prakoso Trisa, Aditya Ramadhan, Muhammad Haidar Ali, Khairul Bahtiar Azhari, Ahmad rifqi, Galih Nurhadi dll.

10.Teman-teman Farmasi 2011, khususnya kelas BD yang telah memberikan warna serta memori yang indah selama perkuliahan. Terimakasih atas kesempatan mengenal kalian semua.

11.Senior Farmasi, Mardani Bonix, Erwin Prawirodiharjo, Hidrial Lisa, dll yang telah memberikan arah dan petunjuk kepada penulis.

12.Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di laboratorium, ka Eris, ka Tiwi, ka Lisna, ka Siti, mba Rani, dan ka Rahmadi.

(10)

bagi penulis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis guna perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, mahasiswa Farmasi khususnya, dan masyarakat pada umumnya, serta bagi dunia ilmu pengetahuan. Aamiin.

Jakarta, 6 Juli 2015

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Andis Saputra

Nim : 1111102000119

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :

Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In Vitro

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library

Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan

akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat Pada tanggal : 6 Juli 2015

Yang menyatakan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode Stabilisasi Membran Eritrosit ... 27

3.4.6.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ... 27

3.4.6.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah ... 28

3.4.6.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit ... 28

4.1.6 Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) secara In Vitro ... 32

4.1.7 Hasil Analisa Data Statistik ... 33

4.2 Pembahasan ... 34

(14)

4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ... 35

BAB 5 PENUTUP ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kayu Jawa ... 6

Gambar 2. Mediator Inflamasi ... 14

Gambar 3. Biosintesis Tromboksan, Prostasiklin, dan Leukotrien ... 15

Gambar 4. Mekanisme Obat-obat Antiinflamasi ... 17

(17)

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ... 46

Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian ... 47

Lampiran 3. Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ... 48

Lampiran 4. Pembuatan Suspensi Sel Darah ... 49

Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran ... 50

Lampiran 6. Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman ... 51

Lampiran 7. Hasil Penetapan Parameter Non Spesifik ... 52

Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia ... 53

Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) .... 55

Lampiran 10. Penetapan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Kontrol Positif (Natrium Diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm ... 57

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar (mega biodiversitas) di dunia setelah Brasil. Tercatat di hutan tropis Indonesia ditemukan kurang lebih 30.000 dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia. 940 jenis berkhasiat sebagai obat adalah 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia (BPOM RI, 2009 ; Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah swt., yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang ekonomi, kesehatan, maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Sesungguhnya Allah telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an Surah Asy-Syuara ayat 7 sebagai berikut :

مي ك ج لك نم ا يف انتبنأ مك ضرألا ىلإ ا ي مل أ

Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?

Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang khasiat farmakologisnya, salah satunya sebagai antiinflamasi (Kusuma et al., 2005).

(19)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyakit seperti rinitis vasomotor, rematoid artritis, dan aterosklerosis (R Ilakkiya

et al., 2013).

Pada umumnya pengobatan yang digunakan untuk mengatasi terjadinya inflamasi adalah obat modern dari golongan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) dan golongan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit akibat peradangan. Tetapi dalam penggunaannya obat-obat ini mempunyai risiko toksisitas gastrointestinal, toksisitas jantung, dan lainnya dalam penggunaan jangka panjang. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk memiliki obat antiinflamasi dengan efek samping yang lebih ringan saat digunakan. Oleh karena itu, tumbuhan lebih banyak dipilih sebagai alternatif yang alami untuk pengobatan berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya bukti ilmiah untuk khasiat tersebut (Madhavi et al., 2012).

Kayu Jawa (Lannea coromandelica) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan (khususnya) sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh untuk mengobati luka dalam dan luka luar seperti muntah darah dan mempercepat

penyembuhan luka. Selain itu, masyarakat sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati bintitan. Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya, misalnya untuk mengobati muntah darah masyarakat merebus

kulit batang tumbuhan ini kemudian air rebusannya diminum atau kulit batang diperas kemudian air perasannya diminum. Lain halnya dengan untuk mengobati bintitan, masyarakat menggunakan cairan yang keluar dari penampang ranting tumbuhan ini. Tumbuhan ini banyak mengeluarkan cairan tersebut di pagi hari sekitar pukul 6 sampai pukul 8 pagi. Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka, masyarakat biasanya langsung menggunakan kulit batang dengan menempelkannya ke bagian luka.

Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat, steroid, alkaloid, glikosida jantung, terpenoid, tanin, dan flavonoid (Manik,et al.,

(20)

peneliti-peneliti dari India dan Bangladesh bahwa ekstrak metanol kulit batang Kayu Jawa memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antioksidan, analgesik,

aktivitas hipotensi, aktivitas penyembuhan luka, (Alam, et al., 2012). Selain itu, fraksi n-hexan, diklorometana, dan etil asetat kulit batang dan daun tumbuhan Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan trombolitik. Fraksi etil asetat kulit batang Kayu Jawa menunjukkan aktivitas antioksidan paling besar dengan IC50 sebesar 3,8±0,14 μg/ml (Manik, et al., 2013). Penelitian terbaru yang dilakukan Prawirodiharjo (2014) menunjukkan bahwa eksrak etanol 70% kulit

batang Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (AAI > 2) dengan nilai AAI 5,5679 dan ekstrak air kulit batang Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan yang lemah (AAI < 0,5) dengan nilai AAI 0,0667. Sedangkan hasil penapisan fitokimia Prawirodiharjo (2014) melaporkan bahwa ekstrak etanol 70% dan air kulit batang Kayu Jawa mengandung flavonoid, saponin, glikosida, fenol, dan tanin.

Dari data yang diperoleh dari penapisan kimia Prawirodiharjo (2014) dan Manik et al (2013) bahwa kulit batang Kayu Jawa mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Dimana telah dilaporkan bahwa saponin dan flavonoid tertentu dapat menstabilkan membran lisosom baik in vivo dan in vitro, sedangkan tanin dan saponin memiliki kemampuan untuk mengikat kation, sehingga menstabilkan membran eritrosit dan makromolekul biologis lainnya (Oyedapo et al, 2004).

(21)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki berbagai aktivitas sebagai obat.

1. Hasil penelitian di India dan Bangladesh menunjukkan bahwa tanaman Kayu jawa memiliki aktivitas seperti: antibakteri, analgesik, antidiare, antihipertensi, dan juga dapat menyembuhkan luka.

2. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki senyawa seperti: flavonoid, saponin, dan tanin.

3. Senyawa dari kandungan tumbuhan kayu jawa diduga memiliki efek antiinflamasi.

4. Tumbuhan kayu jawa di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian tentang aktivitasnya sebagai antiinflamasi

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang diperoleh dengan metode HRBC (Human Red Blood Cell) secara invitro.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat secara teoritis

Menambah khazanah pengetahuan obat-obat herbal dan dapat memberikan

informasi ilmiah mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia khususnya aktivitas antiinflamasi dari kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemanfaatannya di bidang industri farmasi.

b. Manfaat secara metodologis

(22)

c. Manfaat secara aplikatif

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada pembuat kebijakan di bidang pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan Kayu jawa sebagai obat tradisional.

(23)

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Jawa (Lannea coromandelica)

Gambar 1. Kayu jawa (Parwirodiharjo, 2014)

Secara taksonomi, tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Phylum : Mannoliophyta

Class : Magnoliatae

Order : Sapindales

Family : Anacardiaceae

Genus : Lannea

(24)

Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh

hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan memiliki eksudat yang bergetah. Daun imparipinnate, meruncing, dan berjumlah 7-11. Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12 mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari hingga Mei (Sasidharan, 2004). Lannea coromandelica

memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon, Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Sasidharan, 2004).

Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan paska persalinan (Rahayu, et al., 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit perut, lepra, ulcer, penyakit jantung, disentri, dan sariawan. Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos,

Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan

impotensi. Kulit batang dapat dikunyah selama 2-3 hari untuk menyembuhkan glossitis. Perebusan daun juga dianjurkan untuk pembengkakan dan nyeri lokal (Wahid, 2009).

Dari kulit batang dapat ditemukan -sitosterol, physcion, dan physcion

anthranol B (Wahid, 2009). Md. Tofazzal Islam, et al., (2009) telah mengisolasi dihydroflavonols, (2R,3S)-(+)-3′,5-dihydroxy-4′,7-dimethoxy dihydroflavonol and (2R,3R)-(+)-4′,5,7-trimethoxy dihydroflavonol dari kulit batang Lannea coromandelica.

2.2 Ekstrak dan Ekstraksi

(25)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari

tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).

Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011). Dalam mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar, namun kadang-kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat dikeringkan terlebih dahulu (Kristanti et al., 2008).

Ekstraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik maserasi (Kristanti et al., 2008).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar

dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011). Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan alat penguap putar vakum (vacuum rotary ecaporator) hingga menghasilkan ekstrak pekat (Kristanti et al., 2008).

2.3 Skrining Fitokimia

(26)

metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa

tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne,1987).

Adanya pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan antrakuinon (Putra, 2007).

2.3.1 Flavonoid

Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lain-lain. (Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah larut dalam air (Harbone,1996). Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavanoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu, efek antiinflamasi, anti tumor, anti HIV, immune stimulant, analgesik, antiradang, antifungal, antidiare,

antihepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasolidator (De Padua, et al., 1999)

2.3.2 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu

(27)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

2.3.3 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne, 1987).

2.3.4 Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul antara 500-3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri, karena dapat membentuk kompleks dengan protein dan interaksi hidrofobik (Makkar,1991). Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang

bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,1995). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa

astringent tanin dapat menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama, et al., 2001).

2.4 Inflamasi

2.4.1 Definisi

(28)

ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang

ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Chippada et al., 2011).

Inflamasi dimulai saat sel mast berdegranulasi dan melepaskan bahan-bahan kimianya seperti histamin, serotonin, dan bahan kimia lainnya. Histamin yang merupakan mediator kimia utama inflamasi juga dilepaskan oleh basofil dan trombosit. Akibat pelepasan histamin ini adalah vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler pada awal inflamasi (Corwin, 2008).

Gejala-gejala klinis dari inflamasi adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa

(kehilangan fungsi). Kemerahan dan rasa panas disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah arteriol dengan demikian darah lebih banyak mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Tumor atau pembengkakan disebabkan oleh

air, protein, dan zat-zat lain dari darah bergerak ke jaringan yang mengalami inflamasi. Rasa sakit (dolor) terjadi karena ujung sel saraf terstimulasi oleh kerusakan langsung jaringan (terjadi perubahan pH dan konsentrasi lokal ion-ion tertentu) dan beberapa mediator inflamasi untuk menghasilkan sensasi rasa sakit. Di samping itu, peningkatan tekanan di

jaringan yang disebabkan oleh udem dan akumulasi nanah, juga dapat menyebabkan rasa sakit. Terbatasnya pergerakan oleh karena udem, rasa sakit, dan dekstruksi jaringan menyebabkan gangguan fungsi (Price & Lorraine, 2006).

2.4.2 Mekanisme Inflamasi

(29)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kronis ini melibatkan sel leukosit polimorfonuklear sedangkan sel leukosit

mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis (Sedwick & Willoughby, 1994).

Adanya rangsangan iritan atau cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi. Senyawa ini dapat mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti oleh dilatasi pembuluh darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks antigen-antibodi), jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif. Peningkatan permeabilitas vaskuler lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a, C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk melepaskan histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos, memberikan jalan untuk migrasi sel-sel leukosit serta keluarnya plasma

yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen ke jaringan perifer tempat terjadinya inflamasi (Abbas et al., 2010). Sel-sel ini akan melapisi lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup keluar pembuluh darah melalui sel-sel endotel (Ward, 1985).

Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7 dapat menarik dan

(30)

menginduksi koagulasi. IL-1 akan menginduksi ekspresi molekul adhesi

pada sel endotel sedangkan TNF-α akan meningkatkan ekspresi selektin-E yang kemudian menginduksi peningkatan eksresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenali molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya bergerak menuju ke jaringan. IL-1 dan TNF-α juga berperan dalam memacu makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN- (interferon- ) dan TNF-α akan mengaktifkan makrofag dan neutrofil yang dapat meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan (Abbas

et al., 2010).

2.4.3 Mediator-Mediator Inflamasi

Mediator yang dilepaskan selama respon inflamasi yaitu faktor kemotaktik neutrofil dan eusinofil, dilepaskan oleh leukosit yang dapat menarik sel-sel ke daerah cedera. Selain itu, juga dilepaskan prostaglandin terutama seri E. Saat membran sel mengalami kerusakan, fosfolipid akan

diubah menjadi asam arakidonat yang dikatalisis oleh fosfolipase A2.

Asam arakidonat ini selanjutnya akan dimetabolisme oleh lipooksigenase dan siklooksigenase (COX). Pada jalur siklooksigenase inilah prostaglandin disintesis. Prostaglandin dapat meningkatkan aliran darah ke tempat yang mengalami inflamasi, meningkatkan permeabilitas kapiler

(31)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2. Mediator Inflamasi (Cotran, 1992)

2.5 Obat Antiinflamasi

Obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu dengan menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, dan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya (Robbert & Morrow, 2011).

Pada saat terjadi inflamasi, enzim fosfolipase akan diaktifkan dengan mengubah fosfolipid yang terdapat pada jaringan menjadi asam arakhidonat

seperti yang terlihat pada Gambar 3. Asam arakhidonat sebagian akan diubah menjadi enzim siklooksigenase dan seterusnya menjadi prostaglandin. Sebagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien. Kedua zat tersebut ikut bertanggungjawab pada sebagian besar gejala inflamasi

(32)

Gambar 3. Biosintesis tromboxan, prostasiklin dan leukotrien (Borne dkk., 2008)

Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid

(Neal, 2006).

2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid

(33)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hormon steroid sering disebut juga kortikosteroid karena

diproduksi oleh korteks adrenal yang terletak di atas ginjal. Hormon ini terdiri dari dua macam yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya apoptosis sel. Hormon ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel inflamatori sehingga dapat berperan sebagai immunosupresan. Glukokortikoid dapat menghambat inflamasi dengan cara mengaktivasi reseptor glukokortikoid yang menghambat ikatan antara nukleus dengan proinflammatory DNA-binding transcription factor seperti activator protein (AP-1) dan Nuclear factor (NF- B) (Ito et al., 2000). Glukokortikoid juga berfungsi menstimulasi glukoneogenesis, sehingga penggunaannya harus dibatasi pada penderita diabetes mellitus karena dapat menaikkan kadar gula darah. Penguraian protein pada jaringan yang disebabkan oleh adanya glukokortikoid menyebabkan berbagai efek samping berupa osteoporosis, penghambatan pertumbuhan pada anak-anak, dan atrofi kulit (Bassam & Mayank, 2012).

Penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat

dihentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan insufisiensi adrenal dimana tubuh akan kekurangan hormon kortisol. Ketika tubuh menerima tambahan hormon dari luar maka tubuh akan merespon dengan mengurangi produksi hormon tersebut sehingga ketika pemakaiannya tiba-tiba dihentikan maka tubuh belum siap untuk mensekresikannya kembali

dalam keadaan normal. Penghentian penggunaan obat-obat golongan ini dilakukan dengan menurunkan dosis secara bertahap (Barnes & Adcock, 2009).

2.5.2 Obat Antiinflamasi Golongan Non Steroid

(34)

Obat antiinflamasi golongan non steroid bekerja melalui

mekanisme lain seperti isoenzim COX-1 dan COX-2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Enzim COX ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi. Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung sering kali dapat menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastritis). Efek samping yang paling serius adalah pendarahan gastrointestinal (Neal, 2006). Penghambatan enzim COX juga akan menghambat sintesis tromboksan sehingga dapat menurunkan agregasi platelet. Pemberian obat pada dosis yang rendah secara terus-menerus digunakan sebagai terapi pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke berikutnya. Selain itu, penghambatan COX juga berakibat pada peningkatan produksi leukotrien yang berperan dalam proses kontraksi pada bronkus sehingga dapat memicu terjadinya asma (Roberts & Morrow, 2011).

(35)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi

Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam studi obat, kandungan kimia, dan preparasi herbal untuk menunjukkan adanya aktivitas atau potensi antiinflamasi. Teknik-teknik tersebut termasuk pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilitas membran eritrosit, stabilitas membran lisosomal, tes fibrinolitik, dan agregasi trombotik (Oyedapo et al., 2010).

2.6.1 Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia

Membran sel darah merah manusia atau eritrosit adalah analog dengan membran lisosomal dan stabilisasinya menunjukkan bahwa ekstrak dapat juga menstabilkan membran lisosomal. Stabilisasi membran lisosomal penting dalam membatasi respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal dari neutrofil aktif seperti enzim bakterisida dan protease, yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan lebih lanjut atas extra celluler release (Kumar et al., 2012). Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan yang akan menghasilkan berbagai gangguan yang mengarah ke cedera jaringan dengan merusak

makromolekul dan peroksidasi lipid membran yang dianggap bertanggung jawab untuk kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok septik, rheumatoid arthtristis dll. Kegiatan enzim ekstra seluler ini dikatakan berhubungan dengan peradangan akut atau kronis (Chippada et al., 2011).

(36)

Eritrosit telah digunakan sebagai sistem model untuk beberapa

studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi, tranquilizer, dan antiinflamasi steroid menstabilkan membran eritrosit terhadap induksi hipotonik pemicu hemolisis sehingga dapat mencegah pelepasan hemoglobin. Aktivitas menstabilkan membran sel darah merah yang diperlihatkan oleh beberapa obat, berfungsi sebagai metode in vitro untuk menilai aktivitas antiinflamasi dari berbagai senyawa (Awe et al., 2009).

2.7 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blangko pelarut menggunakan spektrofotometer. Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi (Harborne, 1987).

Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan

cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer:

A= ɛ B C

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak

(37)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π

pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Dachriyanus, 2004).

Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang

dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama, sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,

sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2007).

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri UV-Vis sebagai berikut.

1. Penentuan panjang gelombang maksimum

(38)

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.

3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

(39)

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penelitian I, laboratorium Penelitian II, laboratorium Sediaan Steril dan laboratorium Kimia Obat, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 3 Februari 2015 sampai 26 Juni 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan bahan, blender, kertas label, penggaris, pensil, aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, becker glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, tabung sentrifuge, botol maserasi, mikropipet 1000 µL, autoklaf, oven, centrifuge, vacuum rotary evaporator (Eyela N-1000),

water bath (Eyela SB-1000), dan spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910).

3.2.2 Bahan

Bahan serta reagen kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica), etanol 96%, aquades, Na2HPO4. 2H2O, NaH2PO4. H2O, NaCl, dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), Na diklofenak, serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, HCl 2N, FeCl3 (1%), kloroform, NH4OH, H2SO4 1M, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi Lieberman-Bourchard.

(40)

Darah golongan B dengan Rhesus +. Darah disimpan pada suhu 4 oC dilemari pendingin.

3.3 Desain/ Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni dengan menggunakan kontrol Natrium diklofenak

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui identitas tanaman yang digunakan berdasarkan taksonominya. Determinasi pada tanaman kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dilakukan oleh tim peneliti, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor.

3.4.2 Penyiapan Sampel

Sampel kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sampel kulit batang dikumpulkan pada bulan September 2014. Sebanyak 1

kg kulit batang segar disortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air mengalir. Sampel kemudian dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan. Selanjutnya sampel yang telah kering disortasi kering

dan dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram.

3.4.3 Ekstraksi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)

Serbuk kering batang Kayu jawa sebesar 600 gram diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi.

(41)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Selanjutnya setiap hasil filtrat di saring dengan menggunakan kapas dan kertas saring. Lalu dipekatkan dengan vacum rotary evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42,11 gram.

3. Lalu hitung rendemen ekstrak :

Rendemen ekstrak =

x 100%

Rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar 7,01%.

3.4.4 Penapisan fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit

sekunder yang terkandung di dalam ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica). Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antaranya: alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, senyawa fenol, triterpenoid, dan glikosida.

1. Uji Alkaloid

Ekstrak sebanyak 5 mg digerus dengan penambahan kloroform hingga larut. Ditambahkan 0,5 mL asam sulfat 1 M, kemudian dikocok perlahan. Didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang jernih dibagi dua, 1 bagian ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendorff dan bagian berikutnya ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Mayer. Endapan merah bata yang terbentuk oleh pereaksi Dragendorf dan endapan putih oleh pereaksi Meyer menunjukan adanya senyawa alkaloid (Fransworth, 1996).

2 Uji Flavonoid

Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat yang didapat lalu ditambah bubuk Mg secukupnya, 1 ml asam sulfat pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan biarkan terpisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau

(42)

3 Uji Saponin

Ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air panas, lalu biarkan hingga dingin. Setelah dingin lalu dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil setinggi 1 cm dan bila ditambahkan HCL 1% 1 tetes busa tetap stabil menunjukan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al., 2011).

4 Uji Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 96%, dididihkan dalam 10 mL aquades dalam tabung reaksi kemudian disaring. Ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida 0,1% dan diamati, terbentuknya warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan adanya tanin (Tiwari, et al., 2011).

5 Uji Triterpenoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring. Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa

triterpen (Tiwari, et al., 2011).

6 Uji glikosida

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan

ditambahkan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya senyawa glikosida (Tiwari, et al., 2011).

7 Uji Fenol

(43)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5 Uji Parameter Ekstrak a. Parameter Spesifik

1. Identitas

Ekstrak dideskripsikan dengan tata nama yang meliputi nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).

2. Organoleptik

Ekstrak dideskripsikan menggunakan panca indera untuk mengetahui bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).

b. Parameter Nonspesifik 1. Residu Pelarut Etanol

Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 96% dilarutkan dalam aquades hingga 10 mL dan didestilasi pada suhu 78,5 °C hingga diperoleh destilat sebanyak 2 mL. Destilat ditambahkan aquades hingga 10

mL. Selanjutnya bobot jenis cairan ditetapkan menggunakan piknometer. Persentase residu pelarut etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar etanol pada Farmakope

Indonesia edisi III (Depkes RI, 2000).

2. Kadar Air

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5 jam dan ditimbang. Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam desikator hingga suhu kamar. Lanjutkan pemanasan dan timbang hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).

3. Kadar Abu Total

(44)

25 °C. Didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000).

3.4.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode Stabilisasi Membran Eritrosit

3.4.6.1Pembuatan larutan yang dibutuhkan a. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M)

Sebanyak 2,671 gram dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). 2,070 gram natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Cek pH dengan pH meter. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam.

b. Pembuatan isosalin

Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121 oC selama 2 jam.

c. Pembuatan hiposalin

Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 2 jam.

d. Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Natrium diklofenak

(45)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm) pada suhu ruang. Kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 100 ppm.

3.4.6.2Pembuatan suspensi sel darah merah

Metode ini dijelaskan oleh Gandhisan, 1991 dalam Kumar

et al., 2012 dan dimodifikasi dengan metode Sadique et al., 1989 dalam Oyedapo et al., 2010. Darah sebanyak 10 mL disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27 oC. Supernatan yang terbentuk dipisahkan menggunakan pipet steril. Endapan sel-sel darah yang tersisa kemudian dicuci dengan larutan isosalin dan disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulang 4 kali sampai isosalin jernih. Volume sel darah diukur dan diresuspensi dengan isosalin sehingga didapatkan suspensi sel darah merah dengan konsentrasi 10% v/v. Suspensi sel darah tersebut disimpan pada suhu 4 oC jika belum digunakan (Oyedapo et al., 2010).

3.4.6.3Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit

Untuk menentukan aktivitas ekstrak terhadap stabilisasi membran eritrosit, larutan yang digunakan sebagai berikut:

a. Pembuatan larutan uji

Larutan uji (4,5 mL) terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan sampel, dan 2 mL hiposalin.

b. Pembuatan larutan kontrol positif

Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan Na diklofenak, dan 2 mL hiposalin.

c. Pembuatan larutan kontrol larutan uji

(46)

d. Pembuatan larutan kontrol negatif

Larutan kontrol negatif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan isosalin sebagai pengganti larutan sampel, dan 2 mL hiposalin.

Setiap larutan di atas kemudian diinkubasi pada 37 oC selama 30 menit dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 560 nm. Persen stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut:

% Stabilitas = 100 –

(Oyedapo et al., 2010).

3.4.7 Analisis Data

(47)

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Determinasi

Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi oleh tim peneliti, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan sesuai dan merupakan Lannea coromandelica (Houtt) Merr Lampiran 1.

4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Kulit batang yang digunakan sebanyak 1 kg, setelah melalui serangkaian proses pembuatan simplisia seperti pencucian, perajangan, pengeringan, dan penghalusan diperoleh serbuk kulit batang Kayu Jawa sebanyak 600 gram.

4.1.3 Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman

Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan

metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 600 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Maserat yang dihasilkan dari proses maserasi sebanyak 42,111 gram yang kemudian

(48)

4.1.4 Hasil Penetapan Parameter Ekstrak

Hasil penetapan parameter ekstrak spesifik dan non spesifik ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa

(Lannea coromadelica)

Parameter ekstrak Karakteristik Hasil

Spesifik

Keterangan: Hasil penentuan parameter ekstrak etanol 96% kulit batang kayu jawa

(Lannea coromandelica) lampiran 7.

4.1.5 Hasil Penapisan Fitokomia

(49)

32

Keterangan: Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96% kulit

batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Lampiran 8.

4.1.6 Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) secara In Vitro

Stabilisasi membran eritrosit telah digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Dari hasil

pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh persentase stabilisasi membran eritrosit yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungannya pada Lampiran 9. Serta histogramnya pada Gambar 5.

Tabel 3. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Etanol Uji dan Kontrol Positif

terhadap Induksi Larutan Hipotonik pada Konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400,

dan 800 ppm

No. Larutan Uji Konsentrasi (ppm) Stabilitas (%) 1 Ekstrak etanol kulit batang

(50)

Gambar 5. Stabilisasi Membran Erirosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol Positif terhadap

Induksi Larutan Hipotonik

Berdasarkan histogram di atas, hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia berdasarkan perhitungan % stabilitas menunjukkan bahwa konsentrasi minimum yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah 200 ppm yaitu sebesar 51,323%. Sedangkan konsentrasi yang mempunyai potensi yang besar sebagai antiinflamasi adalah 800 ppm yaitu sebesar 90,476%.

4.1.7 Hasil Analisa Data Statistik

Dari hasil analisa data statistik diperoleh kesimpulan bahwa uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) pada konsentrasi 200 dan 400 ppm identik (tidak berbeda secara bermakna) dengan kontrol positif (Na dikolfenak) pada konsentrasi 100 ppm. Sedangkan ekstrak uji pada konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik (berbeda secara bermakna) dengan kontrol positif (Na diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm. Dengan demikian, yang memiliki potensi sebagai antiinflamasi adalah ekstrak uji pada konsentrasi 200 dan

17,987%

% Stabilitas Ekstrak Etanol Kulit Batang

Kayu Jawa (

Lannea coromandelica

)

(51)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Pembahasan 4.2.1 Ekstraksi

Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan metode maserasi. Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang direndam di dalam pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel dengan melintasi membran sel ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan tersebut berpindah secara osmosis melalui ruang antar rongga sel, gaya yang bekerja adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai kedalam cairan di sebelah luar selama osmosis melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel (Voight, 1994).

(52)

merupakan salah satu media yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.

4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah

Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom (Shenoy et al., 2010) yang dapat mempengaruhi proses inflamasi, sehingga stabilisasi membran lisosom penting dalam membatasi respon inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan enzim dari dalam lisosom selama proses inflamasi. Enzim di dalam lisosom yang terlepas selama inflamasi (akibat teraktivasinya neutrofil) akan menghasilkan berbagai gangguan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya inflamasi akut atau kronis. Oleh sebab itu, kestabilan membran sel darah merah terhadap gangguan yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran lisosom (Kumar et al., 2012).

Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah diinduksi larutan hipotonik. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan

biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Kumar, 2011).

(53)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi non steroid yang bekerja dengan cara mencegah pelepasan mediator antiinflamasi sehingga dapat menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase (Gilman et al., 1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leelaprakash dan Mohan 2010, Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 51%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mittal et.al., 2013 juga menyebutkan bahwa Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mempunyai kemampuan untuk menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 57,25%. Selain itu, Natrium diklofenak dipilih karena merupakan obat antiinflamasi golongan NSAID yang banyak digunakan untuk mengobati inflamasi serta mudah didapatkan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 800 ppm ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa mampu menstabilisasi membran sel darah merah. Pada konsentrasi 800 ppm memperlihatkan kemampuan stabilisasi terbesar yaitu 90,476%. Sedangkan pada dosis 25

ppm memperlihatkan kemampuan stabilitas terkecil yaitu 17,987%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula kemampuan stabilitas sel darah merahnya. Hal ini juga dibuktikan dengan

(54)

Selanjutnya dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Lampiran 11) (Santoso, 2008).

Antar konsentrasi pada perlakuan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa berbeda secara bermakna membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi akan memberikan peningkatan yang bermakna pada kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang dirujuk pada kemampuan kontrol positif (Natrium diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm untuk menstabilkan membran sel darah merah. Dimana, ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 200 dan 400 ppm identik dengan Natrium diklofenak dalam konsentrasi 100

ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok ekstrak dengan konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik dengan Natrium diklofenak dalam konsentrasi 100 ppm.

Jadi, jika berdasarkan analisis data yang memiliki potensi untuk dapat menstabilkan membran adalah perlakuan ekstrak pada konsentrasi 200 dan 400 ppm. Namun, jika berdasarkan % stabilitas yang diperoleh

perlakuan ekstrak pada konsentrasi 800 ppm memiliki kemampuan menstabilkan membran sebesar 90,476%.

Setelah pengukuran didapat data absorbansi kemudian dihitung

persentase stabilitasnya. Persentase stabilitas adalah kemampuan suatu sampel untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang didapatkan dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi kontrol negatif (Oyedapo, 2010) beberapa referensi juga menyatakan persentase stabilisasi sebagai persentase inhibisi hemolisis.

Senyawa dengan sifat menstabilkan membran dikenal karena kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi, dimana pencegahan tersebut akan memicu pelepasan phospholipase A2 yang akan membentuk mediator inflamasi (Aitadafoun et al., 1996).

(55)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antiinflamasi, yaitu senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara melindungi membran eritrosit terhadap kerusakan membran sehingga menyebabkan hemolisis karena flavonoid dapat menghambat mediator inflamasi dan radikal bebas (Kasolo et al., 2010).

Senyawa flavonoid akan berperan dalam melindungi membran eritrosit dari larutan hipotonik. Efek dari larutan hipotonik tersebut berkaitan dengan banyaknya cairan yang masuk ke dalam membran eritrosit, sehingga mengakibatkan pecahnya membran eritrosit yang disebut dengan hemolisis. Dimana senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak tersebut akan berinteraksi dengan larutan hipotonik yang diinduksi sehingga menghambat aktivitas perusak membrannya. Jumlah metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut, bereaksi dalam besaran yang sama dengan larutan hipotonik yang ditambahkan pada suspensi sel darah merah, sehingga tidak merusak membran sel eritrosit. Sedangkan senyawa tanin dan saponin menstabilkan membran dengan cara mengikat kation

(Oyedapo, 2010)

Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa memilliki aktivitas antiinflamasi. Ini

juga dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sankari et al

(56)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pada penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Hasil penapisan fitokimia, senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa adalah flavonoid, saponin, tanin, fenol, dan glikosida.

2. Ekstrak dengan konsentrasi 800 ppm mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling tinggi. Hasil ini dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan membran sel darah merah yaitu sebesar 90,476%.

3. Kemampuan stabilisasi membran sel darah merah meningkat seiring dengan

meningkatnya konsenterasi pada uji aktivitas antiinflamasi

5.2 Saran

(57)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai S., 2010, Celullar and Molecular Immunology, 6 th Ed., W.B Saunders Company, Philadelphia.

Akiyama H., Kazuyasu fujii., Osamu Y., Takashi O., Keiji I. 2001. Antibacterialaction of several tannins against Staphylococcus aureus. Journal ofantimocrobial Chemotheraphy (2001) 48:487-491.http://www.jac.oupjournals.org/cgi. May, 5th 2005.

Alam Badrul, Hossain Sarowar, Habib Razibul, Rea Julia, dan Islam Anwarul. 2012. Antioxidant and Analgesic Activities of Lannea coromandelica Linn. Bark Extract. International Journal of Pharmacology 8 (4): 224-233. ISSN 1811-7775. Bangladesh.

Awe, EO., Makinde. JM., Adeloye, OA., Banjoko, SO. 2009. Membrane Stabilizing Activity of Russelia equisetiformis, Schlecht & Chan.

International Journal of Natural Product, 2: 03-09.

Barnes, P.J., and Adcock, I.M., 2009. Glucocorticoid resistance in inflamatory

diseases. Lancet. 373,1905-17.

Bassam, M. & Mayank, P., 2012, Steroids in Asthma: Friend or Foe, 569-592, Department of Pulmonology and Allergy & Sleep Medicine Rashid

Hospital, Dubai..

Borne, R., Revi, M., & Wilson, N., 2008, Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugsdalam Lemke, T.L., Williams, D.A., Roche, V.F., & Jito, S.W.,

(Eds.),Foye’s principles of medicinal chemistry 6 th Ed., 2-5, William & Wilkins,Philadelphia.

BPOM RI. 2009. Kebun Tanaman Obat Badan POM RI.

Chippada SC, Sharan SV, Srinivasa RB, Meena V. 2011. In-vitro Antiinflamatory Activity of Methanolic Extract of Centella asiatica by HRBC Membrane

(58)

Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadephia: Lippincort Williams and Wilkins ; 138-143.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama.

Day R.A. & Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas & Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 88-91.

De Padua, L. S. D., N. Banyapraphatsara, and R. H. M. J. Lemmens. 1999. PlantResources of South-East Asia. Prosea Foundation. p180-182.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Gandjar & Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., dan Palmer, T. 2008. Goodman and

Gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II.

USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685

Guevara, B.Q and B.V. Recio. 1985. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological Screening of Medical Plant. Research center University of Santo Tomas, Manila Phillippine; 5-24

Hamor G.H., 1989, Nonsteroidal anti-inflammatory drugs, dalam Foye W.O., (Ed.), Principles of Medicinal Chemistry, 3rd Ed., 503–530, Lea & Febiger, Philadelphia.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-II. a.b. Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.

Gambar

Tabel  3. Hasil Stabilisasi Membran Eritrosit  .....................................................
Gambar  1. Kayu Jawa .....................................................................................
Gambar 1. Kayu jawa (Parwirodiharjo, 2014)
Gambar 2. Mediator Inflamasi (Cotran, 1992)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan kepolisian dengan kejaksaan dalam rangka penegakan hukum dimulai dengan tahap prapenuntutan. Tahap ini dimulai saat Penuntut Umum menerima berkas perkara dari

HALUSEA Tuntuuko koskaan, että käyttää alkoholia useammin kuin itse asiassa haluaisi Merkki HALSUUR Tuntuuko koskaan, että käyttää suurempia määriä alkoholia kuin itse

Golden dan Ramanujam meng- ajukan keterkaitan integrative antara perencanaan sumber daya manusia dengan bisnis jangka panjang sebagai suatu proses perencanaan strategis

Berilah check list (V) pada kolom nilai (STS, TS, KS, S, SS) untuk setiap pilihan jawaban yang diberikan, sesuai dengan apa yang saudara lakukan menurut pekerjaan saudara.

Ibu Maria Mia Kristanti, SE., MM., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran yang bermanfaat kepada penulis sehingga

Berdasarkna hasil analisis yang diperoleh di atas, pembuktian bahwa secara teoritik yang menyatakan bahwa bentuk pilihan ganda dan mencari pasangan pada dasarnya sama,

Berdasarkan hasil analisis mengenai tanggapan siswa terhadap strategi active learning tipe crossword puzzle hubungannya dengan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran

„Aisyah Abdurrahman Bint Syati‟ berpendapat bahwa bahasa qasam atau sumpah merupakan bahasa Alquran yang memiliki gaya berbeda dengan bahasa lain yang menerangkan