EKSISTENSI MASYARAKAT WILAYAH PESISIR SUMATERA
UTARA DALAM KEGIATAN PEMBANGUNAN
*(Studi Kasus Masyarakat Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara)
Sismudjito
**LATAR BELAKANG
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah
pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay and Alder, 1999). Wilayah
pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang
perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah
membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai
ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan
peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, "nilai" wilayah pesisir terus
bertambah. Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat
perkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan.
Sudah seharusnya masyarakat pesisir mendapat perlakuan yang sama dalam kegiatan
pembangunan karena bagaimanapun masyarakat tersebut adalah bagian yang tidak
terpisahkan.
Salah satu masyarakat pesisir yang terdapat di Indonesia adalah masyarakat
Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Desa tersebut didirikan pada tahun 1917 dan memiliki luas lahan 2.554 ha. Pada tahun
2006, jumlah penduduk Desa Jaring Halus sebanyak 4.788 orang (1.288 KK) yang terdiri
dari 2.288 laki – laki dan 2.500 perempuan (BPS Sumut, 2009).
Sebagian besar penduduk bekerja di sektor perikanan dan sebagian kecil di sektor
jasa. Menurut hasil observasi tahun 2014, kepala rumah tangga yaitu para suami,
keseluruhannya berprofesi juga sebagai nelayan. Sedangkan para istri membantu
pekerjaan suami. Saat suami mereka pergi melaut, para istri membantu suami mereka
dengan menghasilkan ikan cerbung yang dikeringkan dan dijual kepada teukeh untuk
menambah penghasilan. Cacing rebung adalah pekerjaan hampir seluruh penduduk
Jaring Halus. Mereka membelah ikan membuang isinya, kemudian dicuci bersih dan
*
Disampaikan pada Seminar Lokakarya Nasional pada 1 September 2007 di Binagraha Pemprovsu-Medan
**
yang terakhir dijemur, baru setelah itu dijual kepada tauke tempat membeli ikan tersebut.
Dapat dikatakan pendapatan usaha rumah tangga. Usaha penduduknya juga termasuk
budidaya ikan kerapu, dimana awal sejarahnya budidaya tersebut tanpa digerakkan oleh
pemerintah dan dari hasil usaha tersebut mampu memberangkatkan orang yang haji.
Walaupun demikian tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Jaring Halus tergolong
rendah karena mayoritas penduduknya masih bergantung pada alam. Kehidupan
masyarakat yang tradisional di satu sisi membawa dampak yang baik karena memiliki
kearifan lokal dalam pengelolaan desanya. Misalnya pengelolaan hutan manggrove yang
terdapat di Desa Jaring Halus dijaga oleh adat upacara Jamu Laut. Ketua adat (Pawang
Laut) berperan besar dalam pengaturan hutan. Hutan tersebut adalah hutan mangrove
yang tidak boleh ditebang sembarangan karena dapat melindungi rumah penduduk dari
terpaan angin dan untuk kebutuhan penduduk setempat. Kemudian rasa tolong menolong
yang masih diterapkan memberi persatuan antarwarga. Di sisi lain, sifat-sifat tradisional
yang masih dianut masyarakat seringkali sulit membuat perubahan dengan nilai-nilai
baru sehingga proses perkembangan terhambat.
Proses perkembangan menuju tahap yang lebih baik tentu membutuhkan waktu
relatif panjang. Sesuai dengan teori evolusi yang menggambarkan kemajuan masyarakat
menunjukkan beberapa poin mengenai perkembangan masyarakat sebagai berikut.
Pertama, teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah
seperti garis lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitif menuju masyarakat
maju. Dengan kata lain, masa depan suatu masyarakat secara jelas dan dapat diramalkan,
yakni pada suatu kelak, dalam masa perlalihan yang relatif panjang akan menjadi
masyarakat maju. Kedua, teori ini membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang
nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern,
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perubahan sosial berjalan secara perlahan
dan bertahan, bergerak dari masyarakat sederhana ke masyarakat kompleks.
Pergerakan ke masyarakat kompleks tahap demi tahap bukan tidak mungkin akan
dilalui tanpa masalah. Masalah yang signifikan sering terjadi adalah kegiatan
pembangunan yang merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas itu misalnya dari sisi
manajemen berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Dari sisi bidang yang yang harus dibangun juga memiliki aspek kehidupan yang sangat
luas. Aspek kehidupan itu mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta
pertahanan dan keamanan. Dalam manajemen pemerintahan yang otoriter yang
Ketika pemerintahan yang demokratis hendak dikembangkan, maka ada perubahan posisi
masyarakat yang semula lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan telah menjadi
subyek pembangunan. Memposisikan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan
agar bersifat efektif perlu dicarikan berbagai alternatif strategi pemberdayaan masyarakat.
Pilihan strategi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat terlebih masyarakat wilayah pesisir Desa Jaring Halus.
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa keberadaan masyarakat wilayah pesisir
yakni Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat sangat memerlukan
pembangunan berkelanjutan. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat akan mendukung
proses pembangunan tersebut. Maka batasan ruang lingkup permasalahan dalam makalah ini
yakni “Eksistensi masyarakat wilayah pesisir dalam kegiatan pembangunan”.
KERANGKA KONSEPTUAL
Eksistensi masyarakat wilayah pesisir Sumatera Utara dalam kegiatan pembangunan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Pembangunan wilayah pesisir
Pembangunan wilayah
pesisir dapat menjadi penyokong bagi kemajuan negara.
Eksistensi masyarakat pesisir yakni Desa Jaring Halus didukung oleh
Sumber daya alam:
1. Ikan kerapuh 2. Hutan Manggrove
Kearifan Lokal:
PEMBAHASAN
Berdasarkan letak astronominya, Desa Jaring Halus terletak pada 3051’30’’ –
3059’45’’ LU dan 98030’ – 980
Rata – rata penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan, hanya beberapa saja
yang bukan nelayan. Menurut hasil observasi tahun 2014, kepala rumah tangga yaitu
para suami, keseluruhannya berprofesi juga sebagai nelayan. Peran perempuan dalam
keluarga sangat besar. Saat suami mereka pergi melaut, para istri membantu suami
mereka dengan menghasilkan ikan cerbung yang dikeringkan dan dijual kepada teukeh
untuk menambah penghasilan. Cacing rebung adalah pekerjaan hampir seluruh penduduk
Jaring Halus. Mereka membelah ikan membuang isinya, kemudian dicuci bersih dan
yang terakhir dijemur, baru setelah itu dijual kepada tauke tempat membeli ikan tersebut.
Dapat dikatakan pendapatan usaha rumah tangga. Usaha penduduknya juga termasuk
budidaya ikan kerapu, dimana awal sejarahnya budidaya tersebut tanpa digerakkan oleh
pemerintah dan dari hasil usaha itu pula ada sekitar 20 orang yang berangkat haji.
Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Jaring Halus tergolong rendah karena mayoritas
penduduknya masih bergantung pada alam.
42’ BT dengan ketinggian lebih kurang 1 m dpl. Sebuah
desa pesisir yang merupakan bagian dari kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat ini
berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah Utara dan Timur, sebelah Selatan dengan
Desa Selotong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tapal Kuda. Desa ini
memiliki luas 2.554 ha. Pada tahun 2006, jumlah penduduk Desa Jaring Halus sebanyak
4.788 orang (1.288 KK) yang terdiri dari 2.288 laki – laki dan 2.500 perempuan (BPS
Sumut, 2009).
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat. Penerapan kearifan lokal tersebut meliputi budaya tolong
menolong dan pengelolaan hutan manggrove. Ketika sebuah acara persiapan acara tukar
cincin sedang berlangsung, ibu-ibu datang dari berbagai rumah dan berkumpul. Mereka
berbagi tugas sehingga masing-masing memiliki aktivitas memasak, mencuci dan
membersihkan piring. Mereka tampak sangat menikmati pekerjaan bersama itu.
Gemeinschaft masih melekat yaitu kelompok kehidupan bersama dimana para
anggotanya masih saling mengenal, senasih dan sepenanggungan, adanya rasa
kepentingan bersama yang tinggi, dekat, akrab, suka bergotong-royong, dan tolong
menolong, serta mencintai daerahnya. Sedangkan pengelolaan hutan manggrove di atur
yang diadakan tiga tahun sekali. Peran ketua adat menentukan pengaturan hutan. Hutan
manggrove adalah hutan yang tidak boleh ditebang sembarangan karena dapat
melindungi rumah penduduk dari terpaan angin dan untuk kebutuhan penduduk setempat.
Hutan tersebut sudah dikatakan sebagai hutan esensial lahan basah. Menurut Mulia dan
Sumardjani (2001), berdasarkan status lingkungannya, suatu lingkungan mangrove dapat
bersifat terbuka, terlindungi atau dapat berupa tepian sungai. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa hutan mangrove yang ada di Desa Jaring Halus termasuk
terlindungi. Formasi lingkungan yang terlindungi ini menciptakan kondisi air tenang
yang cocok untuk kehidupan hutan mangrove dan kondisi seperti ini terdapat pada
lingkungan hutan mangrove berupa delta dataran lumpur dan dataran pulau.
Sebagai bagian dari wilayah pesisir, masyarakat Desa Jaring Halus telah melewati
tahap lebih maju dari sebelumnya. Walaupun masih sangat tradisional, namun hal itu
tidak menjadi patokan untuk tidak terus berkembang. Beberapa penduduknya pergi ke
tempat lain seperti sesekali keluar untuk membeli bahan – bahan makanan atau keperluan
lainnya, melanjutkan pendidikan ke Kota Medan dan mencari pekerjaan lain selain sektor
peikanan sehingga lebih beragam. Saat kembali ke desa, beberapa di antara mereka yang
bisa menyesuaikan diri dengan budaya yang ada di desanya dengan budaya yang mereka
kunjungi, sehingga semakin lama-kelamaan, adat-istiadat yang sangat kental dengan
hal-hal magis tersebut sudah mulai berkurang, ditambah lagi dengan berpindahnya beberapa
penduduk asli ke daerah lain. Hal terbukti dari mayoritas penduduk menganut agama
Islam. Masyarakat juga mulai menggunakan teknologi seperti penggunaan handphone,
kulkas, dan televisi atau peralatan lainnya.
Perlahan tapi pasti, masyarakat berkembang tahap demi tahap karena pada
dasarnya masyarakat bersifat dinamis. Pembangunan berkelanjutan sangat dibutuhkan
masyarakat pesisir. Adanya sumber daya alam dan kearifan lokal adalah aspek-aspek
kehidupan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Eksistensi masyarakat wilayah pesisir dalam kegiatan pembangunan membutuhkan
perhatian lebih untuk menyokong perkembangan negara sebab masyarakat tetap bagian
PENUTUP
Desa Jaring Halus terletak di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat di mana
hampir keseluruhan penduduknya bermata pencaharian nelayan. Hanya beberapa saja
berprofesi sebagai tauke. Baik suami maupun istri sama – sama ikut terlibat dalam
mendukung ekonomi keluarga. Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang masih
berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Penerapan kearifan lokal tersebut meliputi budaya
tolong menolong dan pengelolaan hutan manggrove. Sebagai bagian dari wilayah pesisir,
masyarakat Desa Jaring Halus telah melewati tahap lebih maju dari sebelumnya. Perlahan
tapi pasti, masyarakat berkembang tahap demi tahap karen a pada dasarnya masyarakat
bersifat dinamis. Pembangunan berkelanjutan sangat dibutuhkan masyarakat pesisir. Adanya
sumber daya alam dan kearifan lokal adalah aspek-aspek kehidupan yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Eksistensi masyarakat wilayah pesisir
dalam kegiatan pembangunan membutuhkan perhatian lebih untuk menyokong
perkembangan negara sebab masyarakat tetap bagian dari masyarakat yang saling
BACAAN PENUNJANG
Suwarsono dan Alvin Y.So. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarta:Pustaka
LP3ES Indonesia.
Sumber internet:
2 Juli 2015