• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Ternate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Ternate"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Ternate

Oleh

Muhammad Jibril Tajibu Dosen Fakultas Ekonomi

Universitas Hasanuddin

Abstrak

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung antara lain; pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua,

potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja.

Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari total PDB (BPS, 2004).

Economic Survey (BLS), yang bertujuan mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah. Penelitian BLS difokuskan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di daerah. Pada kajian BLS tahun 2006, terdapat perubahan yang signifikan dalam penetapan Daftar Skala Prioritas yang semula menggunakan kriteria data produksi, pendapat instansi dan data primer responden UMKM pada suatu komoditi/produk/jenis usaha di suatu kecamatan, menjadi penetapan komoditi/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan daerah di kabupaten dengan menggunakan alat analisis Comparative Performance Index (CPI) dan Analityc Hierarchy Process (AHP).

Comparative Performance Index (CPI) atau Teknis Perbandingan Indeks Kinerja merupakan indeks gabungan (composite index) yang digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria. Sedangkan AHP adalah sebuah alat analisis yang didukung oleh pendekatan matematika sederhana dan dipergunakan untuk memecahkan permasalahan decision making seperti pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas.

(2)

pengembangan UMKM, peranan perbankan dalam pengembangan UMKM dan memberikan informasi tentang KPJU unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengembangan KPJU unggulan UMKM yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah di suatu kabupaten/kota.

Hasil penelitian menunjukkan untuk kota Ternate, Ranking skor terbobot tingkat kepentingan sektor ekonomi adalah Sektor Perkebunan, Peternakan, Angkutan, Perikanan dan Peternakan. Adapun KPJU unggulan di Kota Ternate yang disusun berdasarkan ranking adalah: 1). Pala, 2). Ternak Sapi, 3). Ojek Sepeda Motor, 4). Ikan Tongkol, 5). Kambing.

Kata Kunci: Peluang investasi, Potensi Ekonomi

PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik dan Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM tercatat 42,39 juta unit atau 99,9% dari seluruh unit usaha. Kedua, potensinya yang besar dalam menyerap tenagakerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada Usaha Besar. Sektor UMKM menyerap 79,04 juta tenagakerja atau 99,4% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari total PDB (BPS, 2004).

(3)

informasi yang bermanfaat kepada stakeholders, baik kepada Pemerintah Daerah (Pemda), perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM.

Untuk itu, Bank Indonesia sudah sejak lama telah mengembangkan penelitian Baseline Economic Survey (BLS). Penelitian ini berupaya mengidentifikasikan berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, pengembangan potensi ekonomi daerah ditujukan untuk memberikan informasi kepada pemangku kepentingan/stakeholders mengenai komoditas/produk/jenis usaha yang potensi yang menjadi unggulan daerah untuk dikembangkan. Penelitian BLS difokuskan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di daerah.

Data dan informasi dalam BLS meliputi berbagai aspek. Aspek makro berupa kebijakan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan potensi ekonomi daerah dalam rangka pengembangan UMKM. Sementara pada aspek mikro, meliputi kondisi dan potensi UMKM. Hasil penelitian BLS tersebut selanjutnya akan didesiminasikan dalam situs web Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UMKM (SI-PUK) yang dapat diakses melalui internet di alamat http://www.bi.go.id/sipuk. Saat ini SI-PUK terdiri dari Sistem Informasi BLS (SIB) yang meliputi 31 propinsi, Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE) yang meliputi 31 Propinsi dan 16 komoditi agroindustri serta komoditi non agroindustri, Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SI-PMK), Sistem Informasi pola Pembiayaan/Lending model Usaha Kecil (SI-LMUK) meliputi 70 komoditi, Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi (SPK- UI) yang dapat digunakan untuk simulasi perhitungan interaktif kelayakan suatu usaha.

Pada kajian BLS tahun 2006, terdapat perubahan yang cukup mendasar dalam penetapan Daftar Skala Prioritas yang semula menggunakan kriteria data produksi, pendapat instansi dan data primer responden UMKM pada suatu komoditi/produk/jenis (KPJU) usaha di suatu kecamatan, menjadi penetapan komoditi/produk/jenis usaha unggulan daerah di kabupaten dengan menggunakan alat analisis

Comparative Performance Index (CPI) dan Analytical Hierarchy Process

(4)

unggulan di suatu daerah (tambon) yang sukses dalam membantu pengembangan UMKM. Dengan program yang lebih fokus, Pemda dapat memprioritaskan kebijakan ekonomi melalui pengembangan komoditas unggulan tertentu di suatu kabupaten/ kota sebagai upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka/tingkat kemiskinan di daerah. Pada akhirnya, hal tersebut diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian BLS Propinsi Maluku Utara dilaksanakan untuk memberikan landasan rasional bagi pembangunan daerah yang meliputi berbagai sektor kegiatan ekonomi. Laporan BLS itu mengandung keterangan-keterangan sebagai dasar perencanaan, pengorganisasian dan pengambilan keputusan mengenai komoditi/produk/jenis usaha unggulan (KPJU) pada setiap wilayah kabupaten/kota dalam wilayah Propinsi Maluku Utara. Secara rinci tujuan BLS adalah mengenal dan memahami mengenai :

1. Profil daerah, meliputi kondisi geografis, demografi, perekonomian dan potensi sumberdaya.

2. Profil UMKM di wilayah/propinsi penelitian termasuk faktor pendorong

dan penghambat dalam pengembangan UMKM.

3. Kebijakan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemda yang

terkait dengan pengembangan UMKM.

4. Peranan Perbankan dalam pengembangan UMKM.

5. Memberikan informasi tentang komoditi/produk/jenis usaha unggulan

yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di suatu kabupaten/ kota dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenagakerja serta peningkatan daya saing produk.

6. Memberikan rekomendasi kebijakan Pemda dalam rangka pengembangan

komoditi/produk/jenis usaha unggulan UMKM yang dikaitkan dengan kebijakan Pemerintah.

METODE PENELITIAN

Daerah Penelitan

Daerah penelitian meliputi 8 (delapan) kabupaten/kota se-Propinsi Maluku Utara. Adapun daerah yang menjadi lokasi penelitian yaitu :

1. Kabupaten Halmahera Barat

(5)

3. Kabupaten Kepulauan Sula

4. Kabupaten Halmahera Selatan

5. Kabupaten Halmahera Utara

6. Kabupaten Halmahera Timur

7. Kota Ternate

8. Kota Tidore Kepulauan

Pengumpulan dan Analisis Data

Tahap Penentuan Komoditi/Produk/Jenis Usaha dengan CPI di Kabupaten/Kota

Tahap ini dilaksanakan guna menghasilkan daftar

komoditi/produk/jenis usaha unggulan pada setiap sektor ekonomi pada tingkat Kecamatan dan Kabupaten. Kriteria yang digunakan untuk menghasilkan daftar komoditi/produk/jenis usaha adalah sebagai berikut:

 Jumlah unit usaha/rumahtangga pada setiap kecamatan yang

bersumber dari data sekunder/statistik.

 Pasar, dengan kriteria jangkauan pemasaran komoditas/produk

(persepsi narasumber).

 Ketersediaan bahan baku/sarana produksi (saprodi/saprotan) dan

atau sarana usaha (persepsi narasumber).

 Kontribusi komoditas/produk/jenis usaha terhadap perekonomian

wilayah kecamatan dan kabupaten (persepsi narasumber).

ALAT ANALISIS

Analisis untuk penetapan komoditi/produk/jenis usaha dilakukan dengan menggunakan metode Comparative Performance Index

(CPI) atau Teknik Perbandingan Indeks Kinerja yang merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria (Marimin, 2004).

Penilaian setiap alternatif komoditi/produk/jenis usaha ditetapkan berdasarkan data sekunder dan penilaian/pendapat nara sumber yang diperoleh nara sumber di tingkat Kecamatan yaitu mantri tani, mantri statistik, staf/seksi perekonomian dari semua kecamatan di daerah penelitian, serta di tingkat kota melalui mekanisme Focus Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat dinas/instansi asosiasi, Bappeda, Kadinda dan Perbankan.

(6)

dan maksimal 10 (sepuluh) komoditi/produk/jenis usaha untuk setiap sektor ekonomi di tingkat Kabupaten.

Tahap Penentuan Komoditi/Produk/Jenis Usaha dengan AHP di tingkat Kabupaten/Kota

Tahap ini dilaksanakan dalam rangka proses penyaringan hasil identifikasi komoditi/produk/jenis usaha unggulan untuk menetapkan komoditi/ produk/jenis usaha unggulan per sektor/sub sektor dan lintas sektor pada tingkat kabupaten. Kriteria yang digunakan untuk proses penetapan komoditi /produk/jenis usaha unggulan kabupaten dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Penetapan Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan NO Kriteria Variabel yang Dipertimbangkan

1 Tenagakerja Terampil

(Skilled)  Tingkat pendidikan Pelatihan

 Pengalaman kerja

 Jumlah lembaga/ sekolah keterampilan/

pelatihan 2 Bahan Baku

(manufacturing)  Ketersediaan/kemudahan bahan baku Harga perolehan bahan baku

 Parishability bahan baku (mudah tidaknya

rusak)

 Kesinambungan bahan baku

 Mutu bahan baku

3 Modal  Kebutuhan investasi awal

 Kebutuhan modal kerja

 Aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan

4 Sarana Produksi/Usaha  Ketersediaan/kemudahan memperoleh Harga 5 Teknologi  Kebutuhan teknologi

 Kemudahan (memperoleh teknologi)

6 Sosial Budaya (Faktor

endogen)  Ciri khas lokal Penerimaan masyarakat

 Turun temurun

7 Manajemen Usaha  Kumudahan untuk memanage 8 Ketersediaan Pasar  Jangkauan/wilayah pemasaran

 Kemudahan mendistribusikan

9 Harga  Stabilitas harga

10 Penyerapan TK  Kemampuan menyerap TK 11 Sumbangan terhadap

perekonomian wilayah  Jumlah jenis usaha yang terpengaruh karena keberadaan usaha ini

Analisis untuk penetapan komoditi/produk/jenis usaha dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process

(7)

analisis yang di dukung oleh pendekatan matematika sederhana dan dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan decision making

seperti pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas.

Penilaian perbandingan antar komoditi/produk/jenis usaha untuk setiap kriteria didasarkan atas kondisi saat ini dan prospeknya. Penilaian (scoring) setiap kriteria didasarkan atas prinsip kemudahan bagi UMKM dalam rangka memulai usaha baru atau mengembangkan usaha pada komoditi/produk/jenis usaha unggulan pada setiap sektor/sub sektor dan lintas sektoral untuk setiap kabupaten.

Tahap Penentuan Komoditi/produk/jenis usaha dengan metode Borda di Kota Ternate

Pada tahap ini dilakukan proses seleksi lebih lanjut dalam rangka menetapkan komoditi/produk/jenis usaha unggulan setiap sektor ekonomi pada tingkat kota. Pada setiap komoditi/produk/jenis usaha dari setiap kabupaten dilakukan penjumlahan nilai skor dari komoditas/produk/jenis usaha dari setiap kabupaten dilakukan penjumlahan nilai skor dari komoditas yang muncul pada tiap-tiap kabupaten dengan Nilai Rankingnya, sehingga pada setiap sektor ekonomi di kota diperoleh daftar komoditi/produk/jenis usaha unggulan berdasarkan urutan total nilai skornya. Selain itu, dihasilkan pula Daftar Ranking seluruh komoditi/produk/jenis usaha secara lintas sektor (seluruh sektor) di tingakat kota.

Rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Daerah dalam pengembangan komoditi/produk/jenis usaha unggulan UMKM

Setelah diperoleh komoditi/produk/jenis usaha unggulan daerah yang diperoleh dari hasil penelitian, selanjutnya peneliti memberikan rekomendasi yang terpilih. Rekomendasi kebijakan kepada Pemda ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Pemda maupun menjadi referensi dalam pembuatan kebijakan tindak lanjut dari Pemda.

PEMBAHASAN

Profil Kota Ternate

(8)

2002 adalah 120.865 jiwa atau 22.873 kepala rumah tangga. Kepulauan yang bernaung di bawah wilayah administratif Kota Ternate meliputi luas wilayah 248 km2 dengan tingkat kepadatan penduduk 484 jiwa/km2. Pada tahun 2003, Kabupaten Maluku Utara, yang menaungi 18 kecamatan dan 541 desa, dimekarkan menjadi empat kabupaten (Halmahera Utara, Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula). Pada tahun 2002, jumlah penduduk Kabupaten Maluku Utara adalah sebanyak 496.473 jiwa atau 98.574 kepala rumah tangga, yang mencakup hampir dua pertiga dari jumlah penduduk Propinsi Maluku Utara.

Penduduk dan Tenagakerja

Penduduk

Jumlah penduduk pada suatu wilayah / daerah di satu sisi dapat merupakan modal pembangunan namun di sisi lain jika jumlah penduduk yang besar dengan produktifitas yang rendah dan ketersediaan lapangan kerja yang sempit dapat menjadi permasalahan yang harus diselesaikan. Sampai akhir tahun 2005 jumlah penduduk Kota Ternate sebanyak 163.166 jiwa, terjadi penambahan sebanyak 11.988 jiwa atau 7,9% dibanding tahun sebelumnya yaitu sebanyak 151.178 jiwa. Dari empat kecamatan di Kota Ternate penyebaran penduduknya menurut kecamatan seperti berikut ini :

 Kecamatan Pulau Ternate : 18.388 jiwa (11,27%)

 Kecamatan Moti : 4.674 jiwa ( 2,87%)

 Kecamatan Ternate Selatan : 72.901 jiwa (44,67%)

 Kecamatan Ternate Utara : 67.203 jiwa (41,19%)

(9)

Tenagakerja

Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembangunan perekonomian dalam kaitannya dengan upaya Pemerintah mengatasi masalah kemiskinan adalah ketenagakerjaan. Dalam setiap proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat diperlukan tenaga kerja sebagai faktor utama kegiatan. Data ketenagakerjaan umumnya diperoleh dari hasil survei seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) maupun Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh BPS setiap tahun.

Indikator ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan banyaknya penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) yang aktif secara ekonomis di suatu daerah adalah TPAK. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja (bekerja dan pengangguran) terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenagakerja (Labour supply) yang tersedia untuk proses produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian.

Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2005 diketahui TPAK Kota Ternate sebesar 52,04%, hal ini menunjukkan bahwa terdapat kurang lebih 52 orang dari 100 penduduk tergolong sebagai angkatan kerja. Kondisi ini sekaligus memberikan gambaran adanya peningkatan jumlah angkatan kerja sebanyak 3 orang setiap 100 penduduk atau 6,12% dibanding tahun sebelumnya yang TPAK mencapai 49,40%.

Jumlah angkatan kerja di Kota Ternate pada tahun 2005 adalah 69.328 jiwa. Angka tersebut terdiri dari 54.948 orang telah bekerja, dan 14.380 orang yang sedang mencari pekerjaan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor jasa (30,15%), perdagangan (26,08%), pertanian (16,24%), dan transportasi (14,02%). Sedangkan sisanya bekerja pada sektor perekonomian lainnya.

Kondisi Perekonomian Wilayah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Penilaian kinerja ekonomi makro Maluku Utara dapat dilakukan melalui analisis terhadap angka-angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah yang bersangkutan. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karenanya PDRB dapat dipakai sebagai bahan perencanaan untuk dilakukannya serangkaian usaha dan kebijaksanaan agar tercipta pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik.

(10)

maupun atas dasar harga konstan. Atas dasar harga berlaku, PDRB di wilayah ini pada tahun 2005 menembus angka 2.580,96 milyar rupiah. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2004 yang tercatat sebesar 2.368,57 milyar rupiah. (Tabel 2).

Tabel 2 PDRB Malut Atas Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rp)

No. Sektor Tahun Kontribusi (%)*

2004 2005

1 Pertanian 893,985.89 983,153.79 38.09

2 Pertambangan & Penggalian 110,060.88 114,613.85 4.44

3 Industri Pengolahan 332,964.70 345,373.59 13.38

4 Listrik, Gas, Air Bersih 15,122.48 17,099.51 0.66

5 Bangunan 45,464.46 49,790.84 1.93

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 530,731.11 576,190.40 22.32

7 Pengangkutan & Komunikasi 184,404.65 220,175.28 8.53

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 76,054.01 81,739.35 3.17

9 Jasa-Jasa 179,644.77 192,823.22 7.47

Jumlah 2,368,432.95 2,580,959.83 100.00

Catatan : * Kontribusi Per sektor PDRB Tahun 2005 Sumber : PDRB Maluku Utara, 2005

Kota Ternate

PDRB Kota Ternate tercatat sebesar 389,38 milyar rupiah pada tahun 2004 dan tahun 2005 sebesar 415,09 milyar rupiah. Pertumbuhan ekonomi Kota Ternate yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan di tahun 2005 tumbuh sebesar 6,60%. Gambaran secara terinci PDRB Kota Ternate dan kontribusi masing-masing sektor/lapangan usaha disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 PDRB Kota Ternate Atas Harga Konstan Tahun 2004-2005 (Rp Juta)

Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2004 Tahun 2005 1 Pertanian 52.155 55.717 6,83% 13,39 13,42 2 Pertambangan & Penggalian 3.786 3.807 0,55% 0,97 0,92 3 Industri Pengolahan 25.636 26.731 4,27% 6,58 6,44 4 Listrik, Gas, Air Bersih 6.189 6.447 4,17% 1,59 1,55 5 Bangunan 12.456 13.662 9,68% 3,20 3,29 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 129.449 141.253 9,12% 33,24 34,03 7 Pengangkutan & Komunikasi 55.730 57.660 3,46% 14,31 13,89 8 Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan 28.834 29.868 3,59% 7,40 7,20 9 Jasa-Jasa 75.151 79.941 6,37% 19,30 19,26

Jumlah 389.386 415.086 6,60%

(11)

Catatan : * Kontribusi Per sektor Terhadap PDRB Tahun 2005 Sumber : BPS Kota Ternate, 2005/2006 (data diolah kembali)

Pertumbuhan ekonomi ini merupakan angka yang paling tinggi dicapai di antara semua Kota/Kabupaten di Propinsi Maluku Utara. Prestasi ini merupakan sumbangan sektor Bangunan, sektor Perdagangan, Hotel, dan restoran, serta sektor Pertanian. Struktur perekonomian Kota Ternate menunjukkan struktur ekonomi yang lebih berkembang, hal ini bila diamati dari kontribusi sektoralnya, demikian pula halnya dengan pertumbuhan ekonomi merata di semua sektornya.

Pengembangan UMKM

Berbeda dengan usaha skala menengah dan besar yang terkonsentrasi di kota-kota besar saja, UMKM tersebar luas di seluruh daerah. Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan barang dan jasa dalam negeri. Keberadaan tersebut memberi petunjuk bahwa kebijakan pemberdayaan UMKM dan koperasi sangat strategis untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar rakyat sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan.

Orientasi pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup dua fokus, yaitu pemberdayaan usaha mikro, dan pemberdayaan UKM dan koperasi. Pemberdayaan usaha mikro pada dasarnya diarahkan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan pemberdayaan UKM dan koperasi diarahkan untuk menurunkan angka pengangguran dan mendorong ekspor bersamaan dengan upaya mendorong perekonomian daerah.

Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM perlu dilaksanakan melalui langkah¬langkah yang terencana, sistematis, institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat yang luas. Langkah pemberdayaan yang penting adalah membuka kesempatan berusaha, meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi, terutama jiwa kewirausahaannya.

(12)

memantau dan memperbaiki regulasi dan kebijakan baik sektoral maupun daerah yang menghambat perkembangan UMKM dan koperasi.

Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif meliputi akses kepada sumber-sumber permodalan/pembiayaan, teknologi, pasar dan informasi. Pengembangan institusi/lembaga yang dapat menjalankan fungsi intermediasi berbagai sumberdaya produktif tersebut di seluruh daerah menjadi program penting agar UMKM dan koperasi dapat memanfaatkan peluang yang tersedia. Di samping itu, pelatihan dan pendampingan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi juga menjadi satu kesatuan dari upaya pemberdayaan tersebut.

Selama periode 2002-2005, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) terus meningkat dari 40,88 juta usaha pada tahun 2002 menjadi 44,69 unit usaha pada tahun 2005. Peningkatan jumlah usaha terjadi baik untuk skala usaha kecil maupun menengah. Dengan jumlah tersebut, proporsi UKM terhadap jumlah total unit usaha di Indonesia mencapai 99,99 persen.

Dari sisi investasi, jumlah investasi UKM juga meningkat dari Rp 149,87 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp 275,37 triliun pada tahun 2005. Demikian juga kontribusinya terhadap investasi nasional, peranan investasi usaha kecil meneningkat dari 18,37 persen pada tahun 2002 menjadi 18,94 persen pada tahun 2003, 19,42 persen pada 2004, dan meningkat lagi menjadi 20,45 persen pada tahun 2005. Secara keseluruhan, peranan investasi UKM terhadap investasi nasional pada tahun 2005 mencapai 45,91 persen. Sedangkan laju pertumbuhan investasi UKM pada tahun 2005 adalah 14,90 persen, lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan investasi usaha besar yang mencapai 6,18 persen.

Pengembangan Klaster

(13)

tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi, dan infrastruktur.

Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Klaster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terlibat di dalam klaster tersebut. Dalam konteks peningkatan daya saing, pengembangan klaster memberikan beberapa keuntungan. Pertama, klaster akan meningkatkan produktivitas melalui efisiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal. Kedua, klaster akan mendorong lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antar-perusahaan dalam suatu klaster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual. Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah. Ketiga, klaster akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru dalam rumpun industri terkait. Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam klaster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha.

Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai inisiator, koordinator, dan supervisor dalam pengembangan klaster. Keberhasilan suatu klaster dapat oleh faktor penentu kekuatan klaster, yaitu: (1) spesialisasi; (2) kapasitas penelitian dan pengembangan; (3) pengetahuan dan keterampilan; (4) pengembangan sumber daya manusia; (5) jaringan kerjasama dan modal sosial; (6) kedekatan dengan pemasok; (7) ketersediaan modal; (8) jiwa kewirausahaan; dan (9) kepemimpinan dan visi bersama.

Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai fasilitator, koordinator, dan supervisor dalam pengembangan klaster. Pemerintah

Daerah dapat menjadi fasilitator untuk pengembangan

kerjasama/kemitraan dan jaringan usaha (networking) di antara pelaku bisnis dalam klaster. Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mengkoordinasikan dukungan teknis dan permodalan usaha bagi pengembangan klaster bisnis. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan penting dalam menumbuhkan permintaan terhadap produk-produk klaster (melalui belanja pemerintah), terutama di daerah-daerah di mana usaha kecil dan menengah banyak mengalami kesulitas dalam mengakses pasar dan sumber pembiayaan usaha.

(14)

masa konflik y6ang terjadi pada tahun 1999-2000. Walaupun konflik tidak melanda semua wilayah propinsi, namun karena ibukota kabupaten Maluku Utara, Ternate juga dilanda huruhara, maka dampak ekonomi juga dirasakan juga di seluruh wilayah kabupaten Maluku Utara, apalagi Tidore dan Tobelo juga dilanda konflik.

Konfilk yang terjadi mengakibatkan sektor UMKM juga turut menderita. Dalam data koperasi di Maluku Utara berikut ini terlihat bahwa sampai tahun 2003 satu dari empat koperasi yang ada di Maluku tidak dalam kondisi aktif.

Tabel 4 Kondisi Koperasi Propinsi Maluku Utara

Aktif Tidak Aktif Total Anggota RAT Manajer Karyawan Modal Sendiri Modal Luar Volume Usaha SHU (Unit) (Unit) Koperasi (orang) (Unit) (orang) (orang) (Rp juta) (Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)

-1 -2 -3 -4 (5)=(3)+(4) -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12 -13

Sektor usaha mikro didominasi oleh perdagangan nonformal, perkebunan pala, fuli, kakao, dan perikanan, sedangkan usaha kecil dan menengah berupa industri kopra, industri minyak kelapa, industri pengolahan kayu, dan sektor industri besar berupa pertambangan emas dan nikel.

Penetapan Komoditi/Produk/Jenis Usaha (Kpju) Unggulan

Hasil KPJU unggulan ditentukan dengan kriteria dan sub-kriteria yang digunakan, dan penentuan kriteria tersebut dilandasi oleh tujuan serta bobot kepentingan setiap tujuan yang ingin dicapai. Untuk memperoleh keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan KPJU unggulan, maka bobot setiap tujuan dan bobot setiap kriteria yang digunakan dalam setiap kabupaten/kota adalah sama..

Tabel 5 Bobot Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk penetapan KPJU Unggulan Propinsi Maluku Utara

Tujuan Bobot

(15)

Hasil jajak pendapat dengan menggunakan teknik AHP menempatkan kemampuan memperluas kesempatan kerja merupakan faktor yang paling menentukan dalam penetapan komoditi unggulan di propinsi Maluku Utara. Faktor lainnya, kemampuan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan faktor kemampuan meningkatkan daya saing produk menempati posisi terakhir.

Gambar 1 Bobot Kriteria Pemilihan KPJU di Kecamatan

Komoditi yang diperoleh di semua kecamatan dipilih dengan memperhitungkannya dengan hasil FGD seperti pada Gambar 1. Kriteria penyerapan tenagakerja kembali menempati urutan pertama, diikuti oleh ketersediaan pasar, jumlah unit usaha, dan kontribusi terhadap perekonomian.

Jangkauan Pemasaran

34,36%

Ketersediaan Bahan Baku/Sarana

Produksi 31,58%

Jumlah Unit Usaha/Rumahtangga

15.64%

Kontribusi Terhadap Perekonomian

(16)

Tabel 6 Bobot Kriteria Pemilihan KPJU

Faktor Bobot

Ketersediaan Pasar 15.58%

Penyerapan Tenagakerja 11.77%

Modal 11.02%

Harga 10.65%

SumbanganTerhadap Perekonomian 10.32%

Sarana Produksi 9.22%

Tenaga Kerja Terampil 8.98%

Teknologi 7.73%

Bahan Baku 7.58%

Manajemen Usaha 4.13%

Sosial Budaya 3.03%

Sumber: Data primer diolah

Semua komoditi yang telah dikumpulkan dari kecamatan dan telah diseleksi sesuai dengan bobot kriteria seperti dikemukakan sebelumnya, selanjutkan dibandingkan secara berpasangan dengan menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan mempertimbangkan 11 faktor yang disajikan dalam Tabel 6. Faktor Ketersediaan Pasar menempati urutan yang paling penting dan faktor Sosial Budaya menempati urutan yang paling akhir.

Kota Ternate

Penetapan KPJU Unggulan per sektor/sub sektor di Kota Ternate diawali dengan kegiatan penetapan KPJU unggulan di tingkat kecamatan setiap sektor/sub sektor usaha dengan menggunakan metode

(17)

Tabel 7 KPJU Terpilih Kota Ternate

Sektor No. KPJU Sektor No. KPJU

1 Ojek Sepeda Motor 1 Barang Campuran

2 Mikrolet 2 Cengkeh

3 Angkutan Barang (Truk) 3 Sayuran

4 Angkutan Umum Pick up 4 Perhiasan Besi Putih

5 Bus 5 Ayam Potong

4 Kacang Panjang 4 Pertukangan Kaya/Batu

5 Ketimun 5 Bengkel Las

6 Tomat 6 Penyewaan Alat Pesta

7 Cabe 7 Wartel

4 Ayam Potong 4 Kursi Rotan 1 Ternak Ikan Hias Danau Laguna 5 Kue, Roti 2 Komo (Tongkol) 6 Meubel 3 Cumi-cumi 7 Pati Ubikayu

4 Ekor Kuning 8 Es Batu

5 Cakalang 9 Ikan Asin

(18)

Tabel 8 KPJU Unggulan Kota Ternate

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan bobot kepentingan atau prioritas setiap sektor serta hasil skor KPJU Unggulan setiap sektor yang telah diperoleh, maka diambil 5 (lima) KPJU yang mempunyai total skor tertinggi sebagai KPJU Unggulan lintas sektor dengan cara normalisasi menggunakan bobot gabungan. Kemudian untuk menghasilkan total skor lintas sektor maka total skor per-sektor dikali dengan bobot gabungan maka akan diperoleh total skor lintas sektor. Berikut disajikan hasil penetapan 5 KPJU unggulan lintas sektor di Kota Ternate (Error! Reference source not found.9).

(19)

Tabel 9 KPJU Unggulan Lintas Sektoral Kota Ternate

Berdasarkan Tabel 9 maka sektor/sub sektor dan komoditas/ produk/jenis usaha yang termasuk unggulan (KPJU) di Kota Ternate secara berurutan adalah : (1) sektor perkebunan (pala); (2) sektor peternakan (sapi); (3) sektor angkutan (Ojek sepeda motor); (4) sektor perikanan (Tongkol); dan (5) sektor peternakan (Kambing).

Tabel 10 Skor Borda KPJU Kota Ternate

No. Sektor

KPJU

Borda Score

1 Tanaman Pangan Jagung 56

2 Tanaman Pangan Padi 50

3 Peternakan Sapi 75

4 Peternakan Kambing 49

5 Perkebunan Kelapa 67

6 Perkebunan Pala 65

7 Perkebunan Kakao 47

8 Perkebunan Cengkeh 45

9 Jasa Pertukangan Kayu dan Batu 50

10 Angkutan Ojek Sepedamotor 51

Sektor KPJU

Skor Normali

sasi

Ranking

Perkebunan Pala 0.4834 1

Peternakan Sapi 0.3706 2

Angkutan Ojek Sepeda Motor 0.3479 3

Perikanan Tongkol 0.2775 4

(20)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) dan hasil perhitungan yang dilakukan dengan metode normalisasi maka diperoleh 5 (lima) KPJU unggulan lintas sektoral di masing-masing kabupaten/kota yang dirinci berdasarkan ranking maka KPJU unggulan di Kota Ternate yang disusun berdasarkan ranking adalah: 1). Pala, 2). Sapi, 3). Ojek Sepeda Motor, 4). Tongkol, 5). Kambing.

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian BLS sebagaimana tersebut di atas, dalam rangka pengembangan KPJU unggulan di masing-masing kabupaten/kota, maka direkomendasikan kepada instansi/dinas/ badan/lembaga terkait hal-hal sebagai berikut:

Bappeda :

 Mengembangkan dan melaksanakan fungsi dan peran sebagai koordinator

kerjasama lintas sektoral antar instansi teknis/dinas-dinas terkait dalam program pengembangan produk-produk UMKM pada umumnya, khususnya KPJU unggulan Provinsi Maluku Utara. Program pengembangan KPJU unggulan antara lain dapat dilakukan dengan membentuk kluster (cluster) untuk masing-masing komoditi unggulan yang melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders).

 Merencanakan dan mengembangkan sarana dan prasarana pendukung

(fasilitas kredit, sistem informasi, jaringan transportasi), untuk lebih mendorong peningkatan produksi dan pemasaran produk-produk UMKM pada umumnya, khususnya produksi KPJU unggulan.

 Mengembangkan skim kredit bersubsidi/komersial berskala mikro bagi

petani/nelayan, pengusaha, bekerjasama dengan bank yang memiliki jaringan cabang yang tersebar pada sentra-sentra produksi KPJU unggulan.

Dinas Perindustrian:

 Melakukan pendampingan terhadap UMKM kluster yang baru

berkembang;

 Mengembangkan kerjasama dengan Dinas/Badan/instasi terkait dalam

melakukan sosialisasi program kerja kluster kepada calon anggota kluster dan memberikan motivasi mengenai pentingnya pembentukan kluster dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk yang dihasilkan;

 Melaksanakan fungsi dan peran sebagai agen dalam transfer teknologi tepat

guna khususnya teknologi pengolahan produk-produk yang menggunakan KPJU unggulan tertentu sebagai bahan bakunya;

 Meningkatkan kemampuan di bidang teknik-teknik manajerial prusahaan

(21)

 Memberikan bantuan sarana peralatan produksi untuk pengolahan produk KPJU unggulan tertentu.

Dinas Perhubungan

 Merencanakan dan mengembangkan jalur transportasi reguler yang

menghubungkan sentra-sentra produksi dengan daerah-daerah pemasaran masing-masing KPJU unggulan;

 Membangun dan meningkatkan kualitas prasarana transportasi seperti

jalan, jembatan dan pelabuhan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas lalu lintas barang antar kabupaten/kota dan antar provinsi.

Dinas Peternakan

 Melakukan pendampingan terhadap pengusaha UMKM;

Dinas Perdagangan:

 Melakukan pendampingan terhadap UMKM kluster yang baru terbentuk;

 Memberikan informasi mengenai pasar produk-produk yang akan dibuat

khususnya pasar lokal;

 Memberikan masukan mengenai teknik-teknik menjual produk yang

dihasilkan;

 Mempromosikan produk yang dihasilkan oleh masing-masing UMKM

kluster.

Perbankan:

 Menyediakan fasilitas kredit untuk pengembangan usaha dengan

persyaratan kredit yang dapat dipenuhi oleh UMKM yang mengembangkan KPJU unggulan tertentu;

 Menyediakan informasi potensi dan lokasi KPJU unggulan bagi calon

investor yang berminat untuk mengembangkan KPJU unggulan tertentu.

Dinas Koperasi:

 Memberikan masukan dalam penyusunan kerangka acuan kerja

pembentukan kluster;

 Menjalin kerjasama dengan dinas-dinas terkait dan para pemangku

kepentingan dalam pengembangan KPJU unggulan;

 Memberikan bantuan dalam bentuk dana maupun konsultasi teknis dalam

pengembangan UMKM yang mengelola KPJU unggulan tertentu;

(22)

DAFTAR PUSTAKA

BPS Propinsi Maluku Utara, Maluku Utara Dalam Angka Tahun 2005/2006.

BPS Propinsi Maluku Utara, Indikator Sosial Ekonomi Propinsi Maluku Utara Tahun 2005.

BPS Propinsi Maluku Utara, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Maluku Utara Tahun 2005.

BPS Kota Ternate, Kota Ternate Dalam Angka Tahun 2005/2006.

Gambar

Tabel 1 Kriteria Penetapan Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan
Tabel 3 PDRB Kota Ternate Atas Harga Konstan Tahun 2004-2005 (Rp Juta)
Tabel 4 Kondisi Koperasi Propinsi Maluku Utara
Gambar  1 Bobot Kriteria Pemilihan KPJU di Kecamatan
+5

Referensi

Dokumen terkait

2.2.2.2.1 Pengaruh Progesteron dan Estrogen Terhadap Uterus Ada dua lapisan utama yang membentuk uterus yaitu lapisan otot polos miometrium yang melapisi bahagian luar

Hasil analisis menunjukkan bahwa T hitung = 0 lebih kecil dari T tabel dengan taraf signifikan 5% dengan N= 10 diperoleh T tabel sebesar 62 (T hitung <T tabel

Peneliti melihat sebuah fenomena yang menarik ketika target pembaca, baik perempuan maupun laki laki, diberikan kebebasan serta kesempatan yang sama untuk mengekspresikan

Buku besar umum dari suatu perusahaan manufaktur berisi perkiraan- perkiraan yang sama dengan yang biasa ditemukan dalam buku besar umum lainnya, diantaranya bahan baku,

Fasciolopsiasis adalah endemik di Cina, India, Malaysia, Asia Tenggara dan Taiwan terutama di daerah di mana babi dipelihara dan diberi makan

ekonomi saja, tidak perlu dengan “embel - embel” Islam. Pola integrasi-interkoneksi semacam ini menempatkan perspektif ilmu- ilmu keislaman sebagai subordinat dari

Pada undang- undang ini, tidak mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pertambangan

Kontribusi penelitian dapat memberikan sumbangan saran, pemikiran dan informasi yang bermanfaat dan dapat dijadikan sumber informasi berkaitan dengan pentingnya pengelolaan