USIA PRASEKOLAH DI POSYANDU KEMIRI MUKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Oleh:
Nurul Chairini
109104000023
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
Nama : Nurul Chairini
Tempat Tanggal Lahir : Depok, 04 November 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : JL. Margonda Raya, rt 05/ rw 01 no. 35. Kel.
Kemiri Muka, Kec. Beji, Kota Depok 16423
Telp / HP : (021) 7755416 / 085781705701
Email : chairininurul@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Sukagalih 1 (1997-2003)
2. SMP Negeri Megamendung 2003-2004)
3. SMP Negeri 242 Jakarta (2004-2006)
4. SMA Negeri 97 Jakarta (2006-2009)
Riwayat Organisasi :
1. PRAMUKA (1999-2005)
2. OSIS SMPN 242 Jakarta (2004-2005)
3. MADING ROHIS SMAN 97 Jakarta (2007-2008)
4. KIR SMAN 97 Jakarta (2007-2009)
vii
1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” Tahun 2009
2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”
pada Tahun 2009
3. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010
4. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012
5. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan
viii
Skripsi, Oktober 2013
Nurul Chairini, NIM : 109104000023
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah di Posyandu Kemiri Muka
xvii+94 halaman+8 lampiran
ABSTRAK
Di Indonesia, kasus kekerasan anak semakin marak terjadi, di Depok sendiri kasus kekerasan anak meningkat setiap tahunnya (YKAI, 2012). Fenomena tersebut merupakan salah satu dampak dari stres pengasuhan. Pengasuhan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendukung perkembangan anak. Stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orangtua dalam interaksi orangtua-anak terhadap kemampuan orangtua dalam memenuhi tuntutan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah di Posyandu Kemiri Muka. Faktor tersebut yaitu, jenis kelamin anak, jumlah anak, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan dukungan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan tekhnik pengambilan sampel
accidental sampling. Jumlah responden yang diteliti adalah 52 orang. Instrument penelitian yang digunakan adalah kuesioner demografik, kuesioner parenting stress index,dan kuesioner dukungan sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan 61.5% responden mengalami stres pengasuhan ringan, 26.9% mengalami stres pengasuhan sedang dan 11.5% mengalami stres pengasuhan tinggi. Adapun faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah yaitu jumlah anak (p=0.002,r=0.418), pendapatan (p=0.001, r= -0.443) dan dukungan sosial (p=0.000, r= -0.791). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan yaitu jenis kelamin anak (p=0.0832), pekerjaan (p=0.484), dan pendidikan (p=0.360). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan perawat dapat melakukan deteksi awal stres pengasuhan pada ibu sehingga dapat merencanakan penanganan yang tepat.
ix
Undergraduate Thesis , October 2013 Nurul Chairini , NIM : 109104000023
Factors Associated with Parenting Stress in Mothers with Preschooler in parenting stress. Parenting is a series of activities undertaken to support the child's development. Parenting stress arises due to a mismatch between perceived demands of parents in parent-child interaction to the parents' ability to meet these demands.
This study aims to determine the factors related to parenting stress in mothers with preschool children in Posyandu Kemiri Muka. The factors are sex of the child , number of children , occupation , education , income and social support. This research is quantitative research with cross sectional design with accidental sampling technique sampling . Number of respondents surveyed was 52. Research instrument used was a demographic questionnaire, parenting stress index questionnaire, and social support questionnaire .
The results showed 61.5 % of respondents experienced mild parenting stress, parenting stress 26.9 % had moderate and 11.5 % had high parenting stress. The factors significantly related to parenting stress of mothers with preschool -aged children is the number of children (p = 0.002 , r = 0.418) , income (p = 0.001 , r = -0443) and social support (p = 0.000 , r = -0791) . While the factors that are not related to the child's gender (p = 0.0832) , occupation (p = 0.484) , and education (p = 0.360) . Based on the results of these studies are expected nurses can perform early detection of maternal parenting im oreder to make an appropriate treatment.
x
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal
bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas
nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Pengasuhan Pada Ibu Dengan Anak Prasekolah Di Posyandu Kemiri Muka”.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan
yang peneliti jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat
diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi
xi
selama membimbing peneliti dan banyak sekali memberikan masukan
dan pengetahuan pada peneliti.
4. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing kedua
yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan motivasi selama
membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan dan pengetahuan
pada peneliti.
5. Segenap Kader Posyandu Kemiri Muka yang telah membantu dalam
pengumpulan informasi serta data yang dibutuhkan oleh peneliti.
6. Ibunda Budi Astuti serta ayahanda Kurnia Yazir selaku orantua peneliti
yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya,
mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil
maupun non materiil.
7. Adik dan Kakak peneliti yang selalu memberikan motivasi kepada
peneliti serta membantu peneliti dalam mempersiapkan perlengkapan
penelitian yang peneliti gunakan.
8. Land-J ( Nurqom, Fifo, Sandra, Eryn, Tami, Novia, Nining) yang
senantiasa memberikan support dan bantuan selama peneliti menyusun
skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman angkatan PSIK 2009 yang memberikan makna
kebersamaan, dan motivasi kepada peneliti selama masa studi.
Peneliti sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih
xii
memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya
terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, Oktober 2013
xiii
HALAMAN DEPAN ... i
LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
ABSTRAK ... viii
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Pengasuhan ... 13
B. Stres ... 15
C. Stres Pengasuhan ... 19
D. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah ... 29
E. Parenting Stress Index ... 36
F. Penelitian Terkait ... 38
G. Kerangka Teori... 40
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 41
A. Kerangka Konsep ... 41
B. Hipotesis Penelitian ... 41
C. Definisi Operasional... 43
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 45
A. Rancangan Penelitian ... 45
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 45
C. Populasi dan Sampel ... 46
D. Instrumen Penelitian... 48
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 52
F. Metode Pengumpulan Data ... 56
G. Pengolahan Data... 57
xiv
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 61
B. Karakteristik Responden ... 62
C. Hasil Analisa Univariat ... 63
D. Hasil Analisa Bivariat ... 68
BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat ... 74
B. Analisa Bivariat ... 82
C. Keterbatasan Penelitian ... 90
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 92
B. Saran ... 93
xv
Nomor Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 43
Tabel 4.1 Indikator kuesioner dukungan sosial ... 51
Tabel 4.2 Indikator kuesioner Parenting Stress Index ... 52
Tabel 5.1 distribusi usia responden ... 62
Tabel 5.2 distribusi agama responden ... 63
Tabel 5.3 distribusi pekerjaan responden ... 63
Tabel 5.4 distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin anak .... 64
Tabel 5.5 distribsi frekuensi responden berdasarkan jumlah anak ... 65
Tabel 5.6 distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan... 65
Tabel 5.7 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ... 66
Tabel 5.8 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapatan ... 66
Tabel 5.9 distribusi responden berdasarkan dukungan sosial ... 67
Tabel 5.10 distribusi responden berdasarkan dukungan sosial ... 68
Tabel 5.11 Hubungan antara Jenis Kelamin Anak dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 69
Tabel 5.12 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 69
Tabel 5.13 Hubungan antara Pekerjaan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 70
Tabel 5.14 Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 71
Tabel 5.15 Hubungan antara Pendapatan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 71
xvi
xvii Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Kuesioner Demografik
Lampiran 3 Kuesioner Dukungan Suami Lampiran 4 Kuesioner Stres Pengasuhan Lampiran 5 Hasil Uji Validitas
Lampiran 6 Hasil Penelitian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Anak merupakan individu yang bergantung pada orang dewasa dan
lingkungannya, anak membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasinya
dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan dalam upaya belajar mandiri
(Supartini, 2004). Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berbeda
beda, setiap anak memiliki keunikan tersendiri dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Permasalahan yang harus dihadapipun berbeda beda,
antara lain masalah fisik seperti penyakit tertentu yang diderita oleh anak,
gangguan perkembangan bahasa, gangguan perkembangan emosi dan
persepsi, serta gangguan perkembangan sensorik motorik. Pada proses
pertumbuhan dan perkembangan ini, anak sangat membutuhkan bantuan dan
dukungan orang tua (Brooks, 2011).
Keluarga merupakan kelompok pertama yang membangun
perkembangan psikologis dan sosial anak. Anak membutuhkan kehangatan,
kasih sayang serta respon positif penerimaan dari orang tuanya. Kurangnya
pemenuhan ini akan mempengaruhi stabilitas sosio-emosional mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa penerimaan positif orang tua berhubungan dengan
pengembangan sosial, emosional, dan intelektual anak (Santrock, 2005).
Merawat atau mengasuh anak dapat memberi banyak kepuasan sekaligus
menimbulkan banyak tantangan (Rudolf, 2006). Untuk beberapa orang
ketika mereka menjadi orang tua, maka akan menghadapi tuntutan terkait
dengan peran pengasuhan yang menempatkan mereka pada resiko untuk
mengalami stres (Helkenn, 2007). Deater dan Deckard (2004) menyebutkan
bahwa tuntutan tersebut berkisar pada tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar
anak yang diperlukan untuk bertahan hidup, dan kasih sayang. Stres yang
timbul merupakan tuntutan dari peranan orang tua serta hubungan
interpersonal.
Faktor–faktor yang mempengaruhi pengasuhan menurut Wong (2009)
antara lain usia orang tua, keterlibatan orang tua, pendidikan orang tua,
pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, stress orang tua serta
hubungan suami istri. Adanya pengertian yang baik dari orang tua akan
mendorong anak untuk meningkatkan kepercayaan dirinya serta adanya
perasaan dihargai oleh orang tuanya, hal ini akan meningkatkan motivasi anak
untuk mengahadapi kesulitan yang dialaminya. Bila orang tua tidak mampu
menghadapi kesulitan tersebut maka dapat menimbulkan stres pada orang tua.
Stres yang dialami orang tua akan akan mempengaruhi orang tua dalam
menjalankan peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya dengan strategi
koping terhadap masalah yang dihadapi anak (Supartini, 2002).
Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat
adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau di luar batas kemampuan
mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir, 2011). Stres psikologis
merupakan hubungan antara manusia dan lingkungan yang dinilai oleh
seseorang karena dianggap memiliki tuntutan yang berat atau melebihi
disimpulkan bahwa stres adalah suatu ketegangan yang muncul apabila
seseorang mengalami tuntutan dari suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
mengancam keselamatannya.
Stres pengasuhan akan menimbulkan beban bagi pengasuh. Stres
pengasuhan dapat mengubah sikap pengasuh terhadap anak, sehingga akan
mempengaruhi perilaku pengasuhannya, perilaku tersebut mulai dari
pengasuhan yang baik, pengabaian bahkan perilaku kasar (Gunarsa, 2004).
Abidin (1992) dalam Walker (2000) mengungkapkan bahwa terdapat 3
domain utama yang menyebabkan stress pengasuhan, yaitu karakteristik anak,
karakteristik orang tua dan situasi demografik stress kehidupan. Karakteristik
anak mencakup kemampuan anak dalam beradaptasi, level hiperaktivitas,
permintaan anak (tuntuan terhadap orang tua), temper tantrum. Karakteristik
orang tua mencakup level depresi, sentuhan / sikap kepada anak, ketrampilan
dalam mengasuh anak (termasuk pengetahuan orang tua). Sedangkan stres
lingkungan kehidupan mencakup pergantian pekerjaan, pernikahan dan
perceraian, serta anggota keluarga (mencakup dukungan keluarga dan
kematian anggota keluarga). Walker (2000) menyebutkan karakteristik
keluarga lainnya yang mempengaruhi stres pengasuhan seperti usia orang tua,
jumlah anak di rumah, lama pernikahan, serta dukungan sosial.
Sebagian orang tua menganggap anak pada usia prasekolah sebagai usia
yang seringkali mengundang masalah. Pada anak prasekolah masalah yang
umunya sering terjadi adalah masalah perilaku yang dianggap lebih
pada usia ini anak sedang berada dalam proses pengembangan kepribadian
yang unik dan menuntut kebebasan (Brooks, 2005).
Menurut Hurlock (2012) para ahli psikologi memberikan beberapa
istilah pada anak usia prasekolah, yaitu usia menjelajah dimana anak ingin
mengetahui keadaan lingkungannya, atau sering disebut juga dengan usia
bertanya. Usia meniru, yaitu pada tahap ini anak seringkali meniru
pembicaraan dan tindakan orang lain. Sehingga pada tahap ini orang tua
dituntut untuk memenuhi segala keingintahuan anak dan menjadi role model
yang baik untuk anak. Namun, ketika orang tua tidak dapat memenuhi
keinginan anak, dan anak meniru tidakan atau pembicaraan yang tidak sesuai
dengan harapan orang tua, dapat menyebabkan stressor pada orang tua karena
tidak berhasil memenuhi tuntutan perannya sebagai orang tua. Pada masa ini
anak seringkali terlihat bandel, keras kepala, tidak menurut, melawan, dan
seringkali marah tanpa alasan.
Masalah lain yang dihadapi oleh orang tua adalah ketika anak
mengalami suatu gangguan. Gangguan yang sering muncul pada anak usia
prasekolah antara lain gangguan makan, gangguan perilaku, gangguan
enuresis, gangguan bicara, serta gangguan tidur (Depkes, 2006). Selain itu,
pada usia ini merupakan masa kritis (masa penting). Pada masa ini merupakan
pondasi kehidupan anak, jika asupan gizi yang diperoleh buruk, maka
kemungkinan besar anak akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya atau pertumbuhan dan perkembangannya tidak maksimal.
Karakteristik orang tua juga dapat menjadi stressor dalam pemenuhan
orang tua dalam mengasuh anak. Ketrampilan orang tua dalam mengasuh anak
meliputi ketrampilan dalam memenuhi asupan nutrisi yang seimbang,
perawatan ketika anak sakit dan sebagainya. Ketrampilan pengasuhan
merupakan pengetahuan wajib bagi orang tua sebagai tuntutan dan membantu
orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak serta mengatasi pemasalahan
yang terjadi selama proses pengetahuan (Wijayanti & Nuryana, 2008). Ketika
orang tua tidak dapat melakukan pengasuhan dengan baik, maka dapat
memunculkan perasaan bersalah pada orang tua terhadap anaknya, dimana hal
ini dapat menjadi stresor pada orang tua dalam proses pengasuhan.
Faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan selain karakteristik anak
dan orang tua, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang dapat menyebabkan stres pengasuhan antara lain status sosial ekonomi
dan stres kehidupan, serta dukungan sosial. Helkenn (2007) berpendapat
bahwa anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki resiko
tinggi terhadap masalah kesehatan. Ketika anak mengalami sakit, hendak
masuk sekolah, akan menjadi masalah bagi orang tua yang memiliki
penghasilan rendah. Dukungan sosial juga akan mempengaruhi respon
individu terhadap stresor yang dihadapi. Hal ini senada dengan penelitian
yang dilakukan oleh Yi (2007) yang mengungkapkan bahwa orangtua yang
menerima dukungan sosial tinggi mengalami stres pengasuhan yang lebih
rendah daripada orangtua yang mendapatkan dukungan sosial rendah.
Dukungan sosial merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggota
keluarga, dan pemberi layanan kesehatan yang membantu individu ketika
Stres pengasuhan dalam mengasuh anak menimbulkan kesulitan
tersendiri bagi orang tua, khususnya pada ibu (Gunarsa, 2006). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa stres pengasuhan lebih sering dialami oleh ibu
dibandingkan oleh ayah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shin (2006) di
Kanada, yang meneliti 106 ibu dan 93 ayah dengan anak berusian tiga sampai
enam tahun menunjukkan bahwa ibu mengalami stres yang lebih besar
dibandingkan dengan stres yang dialami oleh ayah.
Stres pengasuhan yang dialami ibu akan berpengaruh terhadap tanggung
jawab orang tua dalam merawat anaknya, karena stres pengasuhan akan
menghambat pekerjaan yang dilakukan sehari hari dan dapat menyebabkan
permasalahan pada pertumbuhan dan perkembangan anak (Pratiwi, 2007).
Orang tua yang merasa letih karena mengadapi kebutuhan keluarga yang tidak
ada habisnya, terutama yang berkaitan dengan anak dapat kehilangan
antusiasme mereka dalam mengasuh anak (Brooks, 2008). Hal ini
menyebabkan ibu dapat menggunakan ancaman, memperlakukan anak dengan
kata – kata kasar, menanamkan kedisiplinan pada diri anak dengan melakukan
tindak kekerasan pada anak.
Stres pengasuhan pada orang tua juga dapat menimbulkan berbagai
masalah lainnya, Ahern (2004) melakukan studi yang menunjukkan adanya
hubungan stres pengasuhan dengan potensi penganiayaan anak dengan
berbagai variasi yang ekstrim dalam perilaku pengasuhan. Komnas
Perlindungan anak (2013) menyatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir, yaitu
2010 sampai 2012 terjadi kasus kekerasan pada anak sebanyak 21 juta kasus .
tahunnya, hal inilah yang menyebabkann Indonesia menempati urutan
tertinggi di Asia Pasifik dalam hal kekerasan pada anak.
Depok, merupakan salah satu kota dengan angka kekerasan yang cukup
tinggi. Tercatat 567 kejadian dari total 2600 kejadian kekerasan anak di
Jabodetabek terjadi di Depok. Menurut Komnas Perlindungan Anak (2013)
saat ini, Depok menempati urutan kedua setelah sebelumnya berada di urutan
keempat untuk kejadian kekerasan anak di Jabodetabek. Menurut Komisi
Nasional Perlindungan Anak (2010) 70 persen pelaku kekerasan terhadap
anak adalah perempuan, meliputi ibu kandung, ibu tiri maupun guru.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 5 orang ibu dengan
anak usia prasekolah menggunakan kuesioner Parening Stress Index diperoleh
hasil 3 orang ibu dengan tingkat stres pengasuhan sedang, satu orang ibu
dengan tingkat stres pengasuhan ringan, dan satu orang ibu dengan tingkat
stres pengasuhan tinggi. Dari hasil wawancara dengan kelima ibu tersebut,
tiga orang ibu mengatakan bahwa lebih repot mengurus lebih dari satu anak
dibandingkan hanya mengurus satu anak saja. Dua orang ibu yang bekerja
sebagai pedagang di rumahnya mengaku tidak mengalami kesulitan dalam
mengasuh, karena dapat mengasuh anak sambil berdagang. Namun, pada
seorang ibu yang bekerja sebagai karyawan, mengaku seringkali tidak tenang
meninggalkan anaknya saat bekerja.
Kelima ibu mengaku seringkali mengalami kesulitan ketika menghadapi
anaknya. Mereka menyebutkan anaknya seringkali sulit dinasihati, beberapa
ibu menyebutkan bahwa anak mereka kerapkali menyebutkan kata – kata tidak
diwawancarai, mengungkapkan bahwa anak mereka seringkali sulit diatur,
terutama ketika menginginkan sesuatu, sementara orangtua tidak bisa
memenuhi keinginan tersebut, anak biasanya menangis, berteriak dan bahkan
ada yang berguling guling di lantai. Dua orang ibu menyebutkan bahwa ketika
anak mereka merengek – rengek dan menangis, mereka hanya mendiamkan
anaknya hingga anak berhenti menangis. Tiga orang ibu lainnya mengaku
merasa kesal dengan tingkah laku anaknya, dan mereka akan memarahi
anaknya, jika anaknya masih tidak mau menurut, terkadang ibu mencubit
lengan atau kaki anaknya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi stres pengasuhan yang dialami oleh
orangtua, perawat dapat berperan sebagai educator. Perawat dapat
mengajarkan kepada orang tua tentang proses tumbuh kembang anak dan
permasalahan yang seringkali ditemukan pada proses tumbuh kembang anak
serta strategi–strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
tersebut. Selain itu, perawat juga dapat mengajarkan kepada orang tua
mengenai tekhnik manajemen stres, sehingga orangtua yang mengalami stres
pengasuhan dapat mengatasi hal tersebut sehingga tidak akan berdampak
negatif pada anak.
Dari pemaparan di atas, peneliti merasa perlu untuk dilakukannya
penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan
pada ibu dengan anak usia prasekolah.
B.Rumusan Masalah
Ibu memiliki respon tertentu dalam mengasuh anak usia prasekolah.
orang tua, dan lingkungan yang dapat menjadi stressor bagi orang tua dalam
menjalankan perannya. Masalah tersebut menimbulkan berbagai tuntutan
pada orang tua, terutama ibu ketika menjalankan perannya dalam mengasuh
anak. Apabila tuntutan – tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi dapat memicu
stres pada ibu dalam mengasuh anaknya, yaitu stress pengasuhan. Oleh
karena itu peneliti merasa perlu dilakukannya penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia
prasekolah
C.Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia
prasekolah?
2. Bagaimana gambaran data demografik (jenis kelamin anak, jumlah anak
yang diasuh, pendapatan perbulan, pendidikan, pekerjaan) ibu dengan
anak prasekolah ?
3. Bagaimana gambaran dukungan sosial terhadap ibu dengan anak usia
prasekolah?
4. Bagaimana hubungan jenis kelamin anak usia prasekolah terhadap stres
pengasuhan ibu?
5. Bagaimana hubungan jumlah anak yang dirawat oleh ibu di rumah
terhadap stress pengasuhan ibu ?
6. Bagaimana hubungan pendapatan perbulan terhadap stres pengasuhan ibu?
7. Bagaimana hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu?
8. Bagaimana hubungan pekerjaan ibu terhadap stress pengasuhan ibu?
D.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stres
pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran stres pengasuhan pada orang tua dengan
anak anak usia prasekolah
b. Mengidentifikasi gambaran data demografik (jenis kelamin anak,
jumlah anak yang diasuh, pemdapatan perbulan, pendidikan , dan
pekerjaan) ibu dengan anak usia prasekolah
c. Mengidentifikasi gambaran dukungan sosial pada ibu dengan anak usia
prasekolah
d. Menganalisis hubungan jenis kelamin anak terhadap stres pengasuhan
ibu dengan anak usia prasekolah
e. Menganalisis hubungan jumlah anak yang diasuh terhadap stres
pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah
f. Menganalisis hubungan pendapatan perbulan terhadap stres
pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah
g. Menganalisis hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu
dengan anak usia prasekolah
h. Menganalisis hubungan pekerjaan ibu terhadap stres pengasuhan ibu
dengan anak usia prasekolah
i. Menganalisis hubungan dukungan sosial terhadap stres pengasuhan ibu
E.Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Membantu masyarakat dalam upaya membina orang tua yang mempunyai
anak prasekolah untuk meminimalisasi terjadinya stres pengasuhan dan
dampak yang ditimbulkannya
2. Bagi institusi pendidikan
Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya
sebagai konsep dasar keperawatan anak mengenai tumbuh kembang anak
dan konsep dasar keperawatan jiwa. Diharapkan dapat menjadi dasar
perkembangan kurikulum pembelajaran ilmu keperawatan anak dan ilmu
keperawatan jiwa.
3. Bagi Keperawatan
Memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep asuhan keperawatan
mengenai stres khususnya dalam pengembangan instrument pengkajian stres
pengasuhan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan dasar intervensi
yang dapat dilakukan terhadap orang tua yang mengalami stres pengasuhan.
4. Bagi peneliti
Menjadi referensi penelitian sejenis dan menjadi rujukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di keperawatan anak dan
keperawatan jiwa.
F.Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif dengan desain penelitian cross
sectional. Penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
populasi Ibu dengan anak usia prasekolah di Posyandu Kemiri Muka Rw 01
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengasuhan
1. Definisi
Brooks (2011) mendefinisikan orang tua sebagai individu yang
membantu semua masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu
memenuhi kebutuhan nutrisi / memberi makan, melindungi, dan memandu
masalah kehidupan dalam perkembangannya. Menjadi orang tua berarti
menjadi semakin dewasa, siap bertanggung jawab serta tidak
mementingkan diri sendiri. Pengasuhan atau parenting merupakan
sebuah proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau
mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan didasarkan oleh
kasih sayang dan tanpa pamrih (Lestari, 2010).
Pola pengasuhan pada anak sangat bergantung pada nilai-nilai yang
dimiliki oleh keluarga. Dalam budaya timur, peran pengasuhan atau
perawatan ini lebih banyak didominasi oleh ibu (Supartini, 2004). Brooks
(2011) menjelaskan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk melindungi
dan memberi pengasuhan pada anak, namun pengasuhan bukan hanya
mengarahkan anak dari kecil hingga dewasa, namun pengasuhan adalah
proses aksi dan interaksi antara orang tua dan anak, proses dimana
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengasuhan
Wong (2009) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi
pengasuhan, antara lain :
a. Usia orangtua
Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat
menjalankan oeran pengasuhan secara optimal, karena untuk
menjalankan peran pengasuhan yang optimal, diperlukan kekuatan
fisik dan psikis yang matang.
b. Keterlibatan ayah
Kedekatan hubungan ibu dengan anak sama pentingnya dengan
kedekatan hubungan ayah dengan anak, meskipun secara kodrati
akan ada perbedaannya, namun tidak mengurangi makna pentingnya
hubungan tersebut.
c. Pendidikan orangtua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam melakukan perawatan
anak akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan peran
pengasuhan.
d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak
Orangtua yang teah memilki pengalaman merawat anak sebelumnya
umumnya akan lebih rileks dan lebih siap dalam menjalankan peran
pengasuhan.
e. Stres orang tua
Stres yang dialami oleh orangtua akan berpengaruh pada
terkait strategi koping yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan anak. Namun, kondisi anak juga dapat menyebabkan
stres pada orangtua, misalnya anak dengan temperamen sulit atau
anak dengan masalah perkembangan.
f. Hubungan suami istri
Hubungan suami-istri yang kurang harmonis dapat memberikan
dampak buruk pada kemampuan orangtua dalam menjalankan peran
pengasuhan. Hubungan suami istri yang harmonis akan semakin
mendukung orangtua dalam menjalankan perannya dalam mengasuh
anak, karena suami dan istri dapat saling memberikan dukungan satu
sama lain.
3. Peran ibu
Ibu seringkali disebut sebagai jantung keluarga. Istilah ini
menggambarkan kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dalam
keluarga. Pentingnya seorang ibu dapat dilihat terutama sejak kelahiran
anak pertamanya (Gunarsa, 2004). Peranan ibu antara lain sebagai seorang
istri dan ibu dari anak – anaknya yang bertugas mengurus rumah tangga,
pengasuh bagi anak – anaknya, sebagai anggota masyarakat dan
lingkungan, serta ibu juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarga (Efendi & Makhfudli, 2009)
B.Stres
1. Definisi Stres
Istilah stres mengacu pada kondisi tubuh yang menjadi tegang saat
yang sulit. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana
manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu kondisi sebagai beban atau
di luar kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir &
Muhith, 2010).
National Safety Council (2004) mendefinisikan stres sebagai
ketidakmampuan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental,
fisik, emosional dan spiritual manusia , yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan ketegangan yang dialami manusia
sebagai respon terhadap tuntutan – tuntan yang dihadapi.
2. Jenis Stres
National Safety Council (2004) membagi stres ke dalam 2 jenis
stress, yaitu stress baik dan buruk. Suatu stress dianggap baik atau buruk
tergantung pada respon seseorang terhadap stressor, dan cara seseorang
memaknai stressor yang dialami.
a. Stress yang baik / eustress adalah sesuatu yang positif, yaitu apabila
seseorang berusaha memenuhi tuntutan yang dihadapinya agar orang
lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik (Nasir &
Muhith 2011). Bisa dikatan stress positif nilai setiap kejadian yang
dialami dihadapi dengan berpikiran positif, serta stimulus yang
masuk dijadikan sebagai pelajaran berharga dan mendorong
seseorang agar bersikap baik, dimana sikap tersebut dapat membawa
b. Stress yang buruk / distress adalah stress yang bersifat negatif.
Diperoleh dari proses dimana seseorang memaknai sesuatu dengan
buruk, dan respon yang digunakan selalu negative dan diartikan
sebagai sebuah ancaman (Nasir & Muhith, 2011). Stres buruk adalah
stres yang membuat anda menjadi cemas, marah, tegang merasa
bersalah ataupun merasa kewalahan menghadapi stressor yang
dihadapi.
3. Sumber Stres
Sumber stres yang yang biasa terjadi dalam kehidupan antara lain
(Nasir & Muhith, 2010) :
a. Sumber stress dari individu
Hal yang dapat menimbulkan stress dari individu sendiri antara
lain penyakit yang diderita, penilaian dari motivasi yang bertentangan,
dan ketika seseorang berada dalam suatu kondisi harus menentukan
pilihan dan pilihan tersebut sama pentingnya.
b. Sumber stress dalam keluarga
Beberapa hal yang seringkali menjadi stressor dalam keluarga
antara lain bertambahnya anak, perceraian, dan adanya anggota
keluarga yang sakit. Kelahiran anak dapat menimbulkan stress terkait
dengan masalah keuangan, kesehatan, serta ketakutan akan
terganggunya hubungan suami istri. Perceraian dapat menghasilkan
banak perubahan, yaitu status social, pindah rumah, dan perubahan
c. Sumber stress dalam komunikasi dan lingkungan
Sumber stress dari lingkungan seringkali diperoleh dari lingkungan
pekerjaannya, yaitu beban pekerjaan yang terlalu tinggi. Hubungan
sosial dengan lingkungan sekitar, dipengaruhi oleh persepsi inividu,
apakah hubungan tersebut dapat member dampak positif atau negative.
Jika interaksi sosial dianggap sebagai hubungan yang ngeatif, maka hal
ini dapat menjadi stressor pada orangtua.
4. Mekanisme Koping
Untuk mengurangi stres, tidak peduli seberapa besar atau kecil
masalah tersebut, diperlukan stretegi koping. Koping yang efektif
merupakan suatu proses mental untuk menghadapi tuntutan yang dianggap
sebagai tantangan terhadap sifat pada diri seseorang (National Safety
Council, 2004).
Strategi koping yang efektif harus memiliki empat komponen pokok
(National Safety Council, 2004) :
a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah, yaitu focus objektif dan
perspektif yang jelas terhadap situasi yang sedang berlangsung.
b. Pengolahan informasi, yaitu meliputi pengumpulan informasi dan
pengkajian sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
c. Perubahan perilaku, yaitu tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan
dengan sikap yang positif sehingga dapat meringankan atau
menghilangkan stressor
C.Stres Pengasuhan
1. Definisi
Stress pengasuhan atau parenting stress diartikan sebagai
serangkaian proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak
disukai dan reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi
dengan tuntunan peran sebagai orang tua (Deater & Deckard, 2004).
Abidin (1992) dalam Ahern (2004) mendefinisikan parenting stress
sebagai perasaan cemas dan tegang yang melampaui batas dan secara
khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi orang tua
dengan anak. Lebih lanjut, Yi (2002) menjelaskan bahwa stres pengasuhan
adalah seperangkat proses yang menyebabkan reaksi psikologis berupa
permusuhan yang timbul dari upaya untuk beradaptasi dengan permintaan
dari anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres pengasuhan
merupakan ketegangan yang timbul dalam proses pengasuhan akibat
tuntutan peran sebagai orang tua.
Stres pengasuhan seringkali dikarakteristikkan sebagai sesuatu
yang kompleks, yang merupakan kombinasi penilaian dari orang tua, anak
dan keluarga (Abidin, 1992 dalam Mc Kelvey dkk 2008). Pianta &
Egeland (2000) dalam Ahern (2004) menemukan bahwa tingginya stress
pada orang tua berhubungan dengan gaya pengasuhan yang kurang
kooperatif, kurang sensitive, dan lebih intrusive. Sedangkan Supartini
(2004) mengungkapkan bahwa stress yang dialami oleh orang tua akan
berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam menjalankan perannya
Stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan
yang dirasakan orang tua dan kemampuan orang tua dalam memenuhi
tuntutan tersebut dan dapat didefinisikan sebagai respon psikologis
negative yang dikaitkan dengan diri sendiri dan anak yang dinilai oleh
orang tua masing-masing (Williford, 2006). Sesuai dengan model stres
pengasuhan Abidin (1992) dalam (Ahern, 2004) yang mengatakan bahwa
stres pengasuhan mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan
orangtua terhadap anak, serta menjelaskan ketidaksesuaian respon
orangtua dalam menghadapi konflik dengan anak – anak mereka.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan
Martin dan Colbert (1997) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi stres pengasuhan, diantaranya :
a. Karakteristik orang tua
1) Kepribadian
Ketika menjadi orang tua, mereka akan membawa sifat – sifat
pribadi dan melakukan pengasuhan sesuai dengan kepribadian
mereka.
2) Developmental history
Transmisi antar generasi gaya pengasuhan dapat terjadi baik sebagai
akibat dari belajar langsung, atau karena hubungan awal orang tua
mempengaruhi perkembangan social dan emosional orang tua.
Umumnya orangtua akan mendidik anaknya seperti cara mereka
3) Belief
Orang tua membawa ide – ide mereka tentang bagaimana anak
berkembang, dan belajar dalam proses pengasuhan. Pengembangan
ini mungkin termasuk jadwal, ide tentang kepentingan relative dari
faktor keturunan, dan lungkungan, harapan tentang hubungan orang
tua – anak, serta pemikiran tentang apakah mereka merupakan orang
tua yang baik atau buruk. Kepercayaan ini akan mempengaruhi
nilai-nilai orang tua dan perilaku dalam pengasuhan.
4) Pengetahuan
Orang tua memperoleh pengetahuan dari buku, orang dewasa
lainnya, majalah, dan sumber lainnya. Dari beberapa penelitian,
menunjukkan bahwa orang dewasa dengan pengalaman merawat
anak mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi, dan lebih baik
dalam pemecahan masalah yang terjadi dalam hubungan orang tua –
anak.
b. Karakteristik anak
1) Temperamen
Seorang anak yang pendiam dan penurut serta mudah beradaptasi
akan mendapat pengasuhan yang berbeda dari anak yang rewel dan
kaku.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin akan mempengaruhi proses menjadi orang tua, karena
orang tua dan masyarakat memilki harapan yang berbeda untuk
3) Kemampuan
Kemampuan anak dapat membuat perbedaan dalam bagaimana
orang tua berinteraksi dengan anak – anak. Hal ini terkait dengan
kemampuan kognitif, motorik halus dan motorik kasar, emosi, serta
kemampuan anak dalam bersosialisasi.
4) Usia
Usia anak merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan
dalam proses pengasuhan karena mempengaruhi tugas
membesarkan anak dan harapan orang tua. Perkembangan fisik,
intelektual, dan social anaknya menentukan tingkat kemandirian dan
kemampuan untuk berkomunikasi dan sejauh mana anak
dipengaruhi oleh orang – orang disektitarnya.
c. Karakteristik demografik
1) Social - budaya
Perkembangan orang tua dan anak dipengaruhi oleh konteks yang
meliputi hubungan dengan orang lain, aturan dan nilai – nilai
budaya. Hal ini mengacu pada nilai – nilai budaya dan adat istiadat
yang mempengaruhi orang tua dalam melakukan pengasuhan.
2) Status social – ekonomi
Status social ekonomi yang dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan
pendidikan orang tua. Hal ini mempengaruhi proses pengasuhan
yang disebabkan oleh sikap keuangan dan berbagai pengasuhan.
Walker (2000) menjelaskan bahwa orang tua dengan status ekonomi
3) Struktur keluarga
Ukuran keluarga, usia, jarak anak – anak dalam keluarga, jumlah
orang tua di rumah dan urusan kelahiran anak – anak
menggambarkan apa yang dikenal sebagai sebuah keluarga. Sebagai
contoh, perlakuan orang tua terhadap anak sulung dan anak bungsu
berbeda, begitu pula harapan orang tua pada anak sulung dan anak
bungsu yang juga berbeda.
4) Dukungan sosial
Jika orang tua merasa dirinya sendirian dalam menyandang
tanggung jawab pengasuhan, maka ia akan merasakan stress yang
dialaminya semakin besar (Gunarsa, 2006). Dukungan sosial
merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggoa keluarga,
bahkan pemberi pelayanan kesehatan yang membantu individu
ketika suatu masalah muncul (Videback, 2008). Dukungan sosial
dapat membuat individu merasa nyaman, tenteram, dan lega
sehingga mengurangi perasaan tertekan (Taylor, 2003).
Jenis dukungan sosial menurut Bunk (2000) dalam Taylor (2009),
dukungan sosial dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a) Dukungan emosional, yaitu perhatian emosional yang
diekspresikan melalui rasa suka, cinta atau empati
b) Dukungan instrumental, yaitu dukungan yang diberikan dengan
cara menyediakan barang atau jasa selama masa stres
c) Dukungan informatif, yaitu dukungan yang diberikan berupa
d) Dukungan penghargaan, yaitu dukungan yang diberikan berupa
persetujuan, atau pujian atas gagasan atau perilaku
Ada beberapa alasan dukungan social dapat mempengaruhi
pengasuhan, pertama, ketika orang tua dapat berbagi pikiran dan
perasaan tentang pengasuhan dan masalah kehidupan lainnya
dengan orang lain, mereka cenderung merasa lebih baik tentang
diri mereka sendiri. Kedua, peran jaringan social menawarkan
dukungan seperti bantuan perawatan anak dan saran tentang
pengasuhan. Ketiga, teman dan keluarga berfungsi sebagai model
pengasuhan.
5) Marital relations/hubungan pernikahan
Kualitas hubungan pernikahan akan mempengaruhi kesejahteraan
emosional dari orang tua. Salah satu pasangan dapat saling memberi
saran tentang pengasuhan dan berbagi peran dalam pengasuhan
anak.
Sedangkan Hidangmayun (2010) menjabarkan stres pengasuhan yang
terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orangtua sebagai berikut :
a. Karakteristik anak
1) Jenis kelamin
Terdapat perbedaan tingkat stres pengasuhan anatara ibu dengan
yang memiliki anak laki – laki dengan ibu yang memiliki anak
perempuan. Ibu yang memiliki anak laki – laki cenderung
menunjukkan tingkat stres pengasuhan yang lebih tinggi
pengasuhan ini terkait dengan masalah perilaku anak (Kwon, 2007
dalam Hidangmayun, 2010). Namun, hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wullfaert (2009) yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak
dengan stres pengasuhan.
2) Kebiasaan anak
Kebiasaan anak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
parenting stres, yaitu terkait dengan perilaku anak yang tidak sesuai
dengan harapan orangtua. Parenting Stress Index Long Form yang
digunakan untuk mengkaji stres pengasuhan pada orang tua dengan
anak berkebutuhan khusus, menemukan skor yang tinggi pada
domain anak. Skor tinggi tersebut ditemukan ketika anak memiliki
karakteristik tertentu yang membuuat orangtua mengalami kesulitan
dalam menjalankan perannya sebagai pengasuh (Gupta, 2007 dalam
Hidangmayun, 2010).
3) Usia anak
Stres yang dialami oleh orangtua dihubungkan dengan usia anak
dapat dikaitkan dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Umumnya anak dengan usia muda cenderung lebih
sulit untuk menyesuaikan dirinya dibandingkan dengan anak yang
lebih tua. Namun, erdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh
usia anak terhadap kejadian stres pengasuhan pada orangtua. Mash
dan Johnston melaporkan bahwa anak dengan usia muda dianggap
lebih tua. Namun, Wulffaert (2009) melaporkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia anak dengan stres keluarga.
b. Karakteristik orang tua
Para peneliti menemukan bahwa stres pengasuhan berperan penting
dalam kekerasan dalam keluarga. Kekerasan fisik dalam keluarga lebih
banyak ditemukan pada orang tua dengan penghasilan rendah, ibu muda
dengan pendidikan rendah, dan juga sering ditemukan pada keluarga
dengan riwayat kekerasan saat anak – anak serta pada pengguna alcohol
dan obat – obatan.
Karakeristik orang tua tersebut antara lain :
1) Usia orangtua
Orang tua engan usia yang masih muda dianggap belum matang
atau belum dewasa untuk melakukan pengasuhan, semtara usia
orangtua yang telah lanjut, dianggap akan mengalami kesulitan
dalam perawatan anak terkait dengan kondisi fisik yang melemah.
2) Pendidikan orangtua
Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang
signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya
stres pengasuhan.
3) Pekerjaan orangtua
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forgays pada tahun
2001, Ibu yang bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, namun dari jenis
pengasuhan yang signifikan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan lainnya.
4) Penghasilan
Data demografi yang secara konsisten menunjukkan pengalaman
stres pada ayah adalah pendapatan keluarga. Ayah dengan
pendapatan keluarga tinggi menunjukkan level stres yang rendah. Itu
mengindikasikan bahwa mereka merasa peran meraka sebagai orang
tua tidak dibatasi, menganggap dirinya sebagai orangtua yang
kompeten (McBride, 1991 dalam Hidangmayun, 2010). Kelemahan
ekonomi juga mempengaruhi sejauh mana orangtua mengalami stres
pengasuhan. Merawat anak dalam konteks kemiskinan atau
kekurangan materi sangatlah sulit, yaitu dapat meningkatkan stres
jika orangtua tidak dapat memberikan makanan, pakaian, pengobatan
yang adekuat, serta tempat tinggal yang menetap dan aman.
5) Temperamen
Temperamen merupakan reaksi emosional, status perasaan, serta
atribut energi seseorang. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat
interaksi yang signifikan antara intoleransi orangtua dan status
kekerasan oleh orangtua (Hidangmayun, 2010)
6) Dukungan sosial
Elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah saling
ketergantungan (interdependence), suatu hubungan interpersonal
dimana dua orang secara konsisten mempengaruhi kehidupan satu
sama lain, dan secara teratur terlibat dalam aktivitas bersama sebisa
mungkin (Fehr, 1999 dalam Baron & Byrne, 2005). Beberapa
penelitian menyebutkan tentang pentingnya melihat variabel
dukungan sosial terkait dengan pengalam stres pengasuhan yang
dialami oleh orangtua.
3. Dampak Stres Pengasuhan
Pengasuhan mempengaruhi kemampuan sosial, emosional dan
akademik anak. Stres pengasuhan dikaitkan dengan aspek – aspek negatif
dari fungsi dan peran orangtua di dalam keluarga, baik keluarga yang
memiliki anak cacat maupun keluarga yang tidak memiliki anak cacat.
Peningkatan persepsi terhadap stres yang berhubungan dengan anak dan
pengasuhan mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan anak
(Crasey & Jarvis, 1994 dalam Walker, 2000).
Selain berpengaruh negatif pada perkembangan anak, beberapa
penelitian menunjukkan hubungan stres pengasuhan terhadap kekerasan
pada anak. Perilaku kasar dan pontesial perilaku kekerasan pada anak
seringkali dihubungkan dengan stres pengasuhan. Hal ini senada dengan
penelitian yang dilakukan Rodriguez dan Murphy pada tahun 1997,
dengan menggunakan sampel penelitan orangtua yang berpenghasilan
rendah. Hasil penelitian ini mengindikasikan hubungan yang signifikan
antara skor stres orangtua pada domain anak dan orang tua dalam PSI dan
D.Konsep pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah
Pertumbuhan merujuk pada peningkatan ukuran tubuh, sedangkan
perkembangan merujuk pada peningkatan kemampuan atau fungsi.
1. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik pada masa awal kanak – kanak ( prasekolah ) menurut
Hurlock ( 2012 ) :
a.Tinggi
Pertambahan tinggi badan setiap tahunnya rata – rata 3 inchi. Pada usia 6
tahun tinggi rata – rata anak 46,8 inci.
b.Berat
Pertambahan berat badan setiap tahunnya rata – rata tiga sampai lima
pon. Pada usia 6 tahun berat badan anak kurang lebih tujuh kali berat
badan waktu lahir.
c. Perbandingan tubuh
Wajah kecil, namun dagu tampak lebih jelas dan leher lebih memanjang
disbanding saat bayi. Gumpalan pada bagia – bagian tubuh berangsung
berkurang dan tubuh cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang
rata, dada yang lebih bidang dan rata, dan bahu yang lebih luas dan lebih
persegi. Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki
tumbuh lebih besar.
d.Tulang dan otot
Otot menjadi lebih besar, lebih kuat, dan lebih berat, sehingga anak
e. Gigi
Selama empat sampai enam bulan pertama masa awal kanak – kanak, 4
gigi bayi yang terakhir( geraham belakang ) muncul. Selama setengah
tahun terakhir masa ini gigi bayi mulai digantikan oleh gigi tetap.
2. Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa setiap organism
hidup dilahirkan dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu
kecenderungan adaptasi dan organisasi (Monks et al, 2006).
Kecenderungan adaptasi mempunyai dua komponen, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah
lingkungan guna menyesuaikan dengan dirinya sendiri. Akomodasi yaitu
kecenderungan organisme untuk mengubah dirinya guna menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitarnya. Kecenderungan organisasi, dapat
digambarkan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
mengitergrasi proses – proses sendiri menjadi system – system yang
koheren ( Monks et al, 2006)
Pada usia anak prasekolah, memasuki stadium perkembangan
praoperasional, yang dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis,
permainan simbolis, imitasi serta bayangan dalam mental (Monks et al,
2006). Berpikir pada tahap praoperasional masih sangat egosentris anak
belum mampu ( secara persepsual, emosional-motivational, dan
konsepsual) untuk mengambil perspekstif orang lain.
Cara berpikir pada tahap ini sangat memusat, bila ia dihadapkan pada
pada satu dimensi saja dan akhirnya mengabaikan dimensi lainnya (Monks,
2006). Anak prasekolah masih kurang mampu melakukan operasi, istilah
piaget untuk tindakan yang terinternalisasi, yang memungkinkan anak
melakukan secara mental tindakan / hal yang sebelumnya hanya dapat
dilakukan secara fisik. (Santrock, 2005).
3. Perkembangan emosi
Emosi yang umum pada awal masa kanak kanak (Hurlock, 2012)
a. Amarah
Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran
mengenai permainan, dan tidak tercapainya suatu keinginan. Anak
mengungkapkan rasa marah dengan menangis, berteriak, menggertak,
menendang, atau bahkan memukul.
Amarah pada anak sering dikaitkan denga temper tantrum.
Tantrum dideskripsikan sebagai perilaku marah, menangis, dan
melukai fisik. Tantrum merupakan bagian dari perkembangan yang
normal dan dialami oleh setiap anak, hanya saja untuk alasan yang
berbeda dan pada usia yang berbeda. Umumnya tantrum dimulai saat
anak memasuki masa toddler dan akan berakhir pada usia prasekolah.
b. Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang
kurang menyenangkan sangat berperan dalam menimbulkan rasa
takut. Pada awalnya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panic, lalu
menjadi lebih khusus seperti menangis, dan bersembungi menghindari
c. Cemburu
Anak mengalami rasa cemburu ketika ia berfikir bahwa perhatian
orang tua beralih pada orang lain. Anak pada masa awal kanak –
kanak dapat menunjukkan kecemburuannya dengan berpura – pura
sakit, atau menjadi nakal. Perilaku – perilaku tersebut bertujuan untuk
menarik perhatian.
d. Ingin tahu
Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap hal – hal baru
yang dilihatnya, mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain.
Reaksi pertama yang dilakukan adalah dengan bentuk penjelajahan
sensorimotorik, lalu selanjutnya ia akan bereaksi dengan bertanya.
e. Iri hati
Anak seringkali iri mengenai kemampuan ataupun barang yang
dimiliki orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan mengeluhkan barang
miliknya sendiri ataupun ungkapan keinginan untuk memiliki barang
orang lain.
f. Gembira
Anak – anak mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum,
tertawa, bertepuk tangan, melompat – lompat, atau memeluk benda
atau orang lain yang membuatnya bahagia.
g. Sedih
Anak merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang dianggap
penting bagi dirinya. Anak mengungkapkan kesedihannya dengan
h. Kasih sayang
Anak – anak belajar mencintai orang, binatang, atau benda yang
menenangkannya. Kasih sayang tersebut diungkapkan dengan
menyatakannya secara fisik, dengan memeluk, menepuk, dan
mencium objek yang disayanginya.
4. Perkembangan Sosial
Pola perilaku sosial dan tidak sosial pada masa awal kanak – kanak
(prasekolah)
a.Pola sosial
1) Meniru
Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang
yang ia kagumi.
2) Persaingan
Keinginan untuk mengalahkan orang lain, hal ini mulai tampak pada
usia empat tahun
3) Kerja sama
Pada akhir tahuj ketiga kegiatan kelompok mulai berkembang dan
meningkat dalam segi frekuensi maupun durasinya.
4) Simpati
Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang
lain. Umumnya berkembang sebelum usia anak tiga tahun. Semakin
banyak anak melakukan kontak sosial, maka simpati akan semakin
5) Empati
Sama dengan simpati, empati membutuhkan pengertian tentang
perasaan dan emosi orang lain, selain itu juga membutuhkan
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
6) Dukungan sosial
Menjelang berakhirnya masa kanak – kanak, dukungan dari teman –
teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang dewasa.
7) Membagi
Dari pengalaman bersama orang lain, anak belajar bahwa salah satu
cara memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi
miliknya, tertutama mainan.
b. Pola tidak sosial
1) Negativisme
Negativisme, atau melawan otoritas orang dewasa mencapai
puncaknya antara usia tiga dan empat tahun. Perlawanan fisik
berubah menjadi perlawanan verbal dengan cara berpura – pura tidak
mendengar permintaan orang dewasa.
2) Agresif
Perilaku agresif meningkat antara usia dua dan empat tahun,
kemudian menurun. Serangan fisik mulai berganti dengan serangan
verbal dalam bentuk menyalahkan orang lain.
3) Perilaku berkuasa
Perilaku ini dimulai ketika usia tiga tahun dan semakin meningkat
4) Memikirkan diri sendiri
Pandangan anak masih terbatas pada rumahnya saja, sehingga anak
seringkali mementingkan dirinya sendiri. Dengan meluasnya
pandangan, lambat laun perilaku tersebut mulai berkurang an mulai
digantikan oleh perilaku murah hati.
5) Mementingkan diri sendiri
Seperti halnya perilaku memikirkan diri sendiri, perilaku
mementingkan diri sendiri lambat laun akan digantikan oleh minat
dan perhatian kepada orang lain.
6) Merusak
Ledakan amarah seringkali diiringi dengan tindakan merusak benda
– benda disekitarnya.
5. Perkembangan Bahasa
Awal masa kanak – kanak umumnya merupakan saat berkembang
pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu
manambah kosakata, menguasai pengucapan kata – kata dan
menggabungkan kata – kata menjadi kalimat. Pada awalnya pmebicaraan
anak – anak bersifat egosentris, yaitu berkisar pada minat, dan miliknya
sendiri (Gunarsa & Gunarsa, 2008). Menjelang akhir masa kanak – kanak
akan dimulai pembicaraan yang bersifat sosial, yaitu berbicara tentang
orang lain selain dirinya sendiri. Awal masa kanak – kanak sering disebut
dengan tukang ngobrol, karena anaj dapat berbicara dengan mudah tak
putus – putus, namun ada juga anak – anak yang relative pendiam
E. Parenting Stress Index
Instrument yang digunakan untuk mengetahui tingkat stres pengasuhan
adalah parenting stress index. Parenting Stress Index (PSI) merupakan alat
ukur yang didesain untuk mengetahui level parenting stress yang dialami oleh
orang tua yang mempunyai anak berusia satu bulan hingga duabelas tahun
(Psychological Assesment Resources ; Healthy Family New York). Abidin
mengembangkan kuesioner yang mengukur stres pengasuhan dengan domain
orang tua, domain anak dan domain interaksi orangtua-anak. Domain tersebut
dikombinasikan agar menjadi alat ukur yang komprehensif, alat ukur
multidimensional yang dapat menggambarkan stres pengasuhan (McKelvey,
2008). PSI telah divalidasi oleh beberapa penelitian yang mencakup berbagai
jenis sampel, orang tua dengan level status ekonomi dan pendidikan yang
beragam, serta pada orang tua yang mempunyai anak dengan level kemampuan
yang berbeda (Ahern, 2004).
Ada dua versi PSI yang telah dikembangkan oleh yaitu PSI-full form dan
PSI-short form. PSI full form terdiri dari 120 pertanyaan yang terdiri dari
tigabelas subskala. Abidin kemudian mengembangkan PSI menjadi PSI short
form yang terdiri dari 36 pertanyaan dengan tiga subskala, yaitu domain orang
tua, domain anak, serta domain hubungan disfungsional orang tua – anak
dimana masing – masing subskala terdiri dari duabelas item pertanyaan
Domain tersebut adalah :
1. Parent Domain / Parental Distress
Menilai pengalaman orang tua yang dirasakan dalam perannya mengasuh
anak. Parental Distress terdiri dari beberapa subskala, yaitu sense of
competence, depression, restriction of parent, parental health, social
isolation, dan relationship with spouse.
a. Depresi, munculnya perasaan depresi pada orang tua.
b. Restriction of role, pengalaman orang tua dalam peran pengasuhan
membatasi kebebasan mereka.
c. Sense of competence, kurangnya pengetahuan tentang pertumbuhan
dan perkembangan anak, dan terbatasnya kemampuan orangtua untuk
mengatur anaknya.
d. Social isolation, merasa terisolasi dari keluarga dan dukungan social
lainnya.
e. Relationship with spouse, kurangnya dukungan emosional pasangan
dalam mengatur anak.
f. Parent health, adanya kemunduran kesehatan pada orangtua
2. Child Domain / Difficult child
Menilai pengalaman orang tua yang memandang anaknya mempermudah
atau mempersulit proses pengasuhan, karena merasa anaknya memiliki
karakteristik yang tidak sesuai dengan harapan orang tua. Subskala dalam
domain ini adalah adaptability, demandingness, mood, dan distracbility /
a. Adaptability, mampu atau tidaknya anak untuk beradaptasi dengan
perubahan linkungan baik ligkungan fisik maupun social.
b. Demandingness, pengalaman orang tua menempatkan anak sebagai
banyak tuntutan pada mereka ( anak ).
c. Mood, kinerja afektif anak menunjukkan bukti ada tidaknya disfungsi.
d. Distractibility / hyperactivity, perilaku yang kurang perhatian, seperti
overreaction, gangguan atau perhatian jangka pendek
3. Parent – Child Dysfunction Interaction
Menilai interaksi antara orang tua – anak yang tidak berfungsi dengan baik
yang berfokus pada tingkat penguatan anak terhadap orang tua dan tingkat
haapan orang tua terhadap anak. Subskala dalam domain ini antara lain
attachment, acceptability, dan reinforces parent.
a. Reinforces parent, anak tidak dianggap sebagai sumber penguatan positif
b. Attachment, perasaan kedekatan yang dirasakan orang tua kepada
anaknya
c. Acceptability, menunjukkan ketidaksesuaian antara karakteristik anak
baik secara fisik, intelektual, maupun emosional dengan harapan
orangtua
F.Penelitian Terkait
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai stres pengasuhan atau
parenting stress antara lain penelitian Imas Indriyani (2008) dengan judul
penelitian ”Hubungan Kepuasan Pernikahan Terhadap Parenting Stress : Studi
pada ibu dengan anak usia 2-5 tahun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian
terdiri dari kepuasan, kesepakatan, kedekatan hubungan, dan ungkapan kasih
sayang terhadap ibu yang mamiliki anak usia 2 sampai 5 tahun.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rodriguez dan Murphy (1997) mengenai
“Parenting Stress and Abuse Potential in Mother of Children with
Developmental Disabilities” menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat
antara stres pengasuhan dengan potensi kekerasan pada anak, sebagaian stres
dihubungkan pada domain orangtua (usia, pekerjaan, status ekonomi, dan
41
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.Kerangka Penelitian
Dari kerangka konsep di atas, peneliti memfokuskan penelitian terhadap 6
variabel independen yaitu jenis kelamin anak, jumlah anak yang diasuh,
pekerjaan ibu, pendidikan ibu serta dukungan sosial. Variabel independen
tersebut akan diteliti ada atau tidaknya ubungan yang signifikan terhadap
variabel dependen, yaitu stres pengasuhan.
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan jenis kelamin anak terhadap stres pengasuhan ibu dengan
anak usia prasekolah
2. Ada hubungan jumlah anak yang diasuh terhadap stres pengasuhan ibu
dengan anak usia prasekolah
Variabel Independen Variabel Dependen
1. Jenis kelamin anak 2. Jumlah anak yang
diasuh 3. Pendapatan 4. Pendidikan Ibu 5. Pekerjaan Ibu 6. Dukungan Sosial
Stres Pengasuhan
3. Ada hubungan pendapatan terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak
usia prasekolah
4. Ada hubungan pekerjaan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak
usia prasekolah
5. Ada hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak
usia prasekolah.
6. Ada hubungan dukungan sosial terhadap stres pengasuhan ibu dengan
C. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Stres Pengasuhan Merupakan respon
individu terhadap tuntutan yang dihadapinya selama proses pengasuhan
Jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga setiap bulan yang disesuaikan dengan UMR dilakukan oleh responden di luar rumah untuk
(akademi / perguruan tinggi) 7. Dukungan social hubungan atau transaksi
interpersonal yang dapat
dipercaya, berupa
pemberian informasi, bantuan, penghargaan dan perasaan kasih sayang sehingga individu merasa disayangi, dihargai, dan dibantu.
Kuesioner Kuesioner dukungan sosial
Rendah : < 45
Sedang : 45≤X<63 Tinggi : ≥ 63