• Tidak ada hasil yang ditemukan

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RELATED FACTORS TO PARENTING STRESS IN MOTHERS OF CHILDREN WITH MENTAL RETARDATION AT EXTRAORDINARY SCHOOL C DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”

BY

SEFIRA DWI RAMADHANY

Background : Parenting stress is defined as a set of processes that bring on unwelcome psychological condition that arise in an attempt to adapt to the guidance of parenthood. Then parenting of children with mental retardation is not an easy thing because parents often have to deal with a stressful situation due to the demands in the parenting process more heavier. The purpose of this study was to determined the factors associated with parenting stress in mothers of children with mental retardation.Method: This study use observational method with cross sectional design in September and October 2015 at extraordinary school Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. Operational model of this study used the Parenting Stress Index (short form) to describe parenting stress and Suportive Environment Scale (SES) to describe mother’s social support. This study was held among 88 mothers of children with mental retardation. Result : Factors that was no significant correlation between parenting stres is child age and gender. Then there was significant correlation between parenting stress is child level of mental retardation, mother age, occupation, income, education and social support. Conclution : Among these factors, child level of mental retardation is the most influential to parenting stress.

(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT

STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK

TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Latar Belakang :Stress pengasuhan adalah proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak menyenangkan yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntunan peran sebagai orang tua. Pengasuhan terhadap anak dengan tunagrahita bukan merupakan hal yang mudah karena seringkali orangtua harus berhadapan dengan situasi yang penuh stres akibat tuntutan dalam proses pengasuhan yang lebih besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita. Metode : Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2015 di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. Pada penelitian ini digunakan kuesioner Parenting Stress Index untuk menilai tingkat stres ibu dan kuesioner Supportive Envirotment Scale untuk menilai dukungan sosial yang diterima oleh ibu. Peneliltian ini menggunakan sampel sebanyak 88 orang ibu yang memiliki anak tunagrahita.Hasil :Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan stress pengasuhan ibu dengan usia anak dan jenis kelamin anak. Sedangkan yang berhubungan dengan pengasuhan ibu dengan taraf tunagrahita anak, usia ibu, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan dukungan sosial. Kesimpulan : Diatara faktor-faktor tersebut didapatkan bahwa taraf tunagrahita anak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap stres pengasuhan pada ibu.

(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB

DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB

DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

(5)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori………..……… 30

(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Pengasuhan... 8

2.2 Tunagrahita ... 16

2.3 Sekolah Luar Biasa... 25

(7)

ii

2.5 Kerangka Konsep ... 32

2.6 Hipotesis... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Dan Desain Penelitian... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34

3.3.2 Sampel... 34

3.4 Identifikasi Variabel ... 36

3.5 Definisi Operasional ... 36

3.6 Instrumen Penelitian ... 37

3.7 Alur Penelitian ... 38

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas………... 40

3.9 Pengolahan dan Analisis Data………. 41

3.10 Ethical Clearance ………. 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 44

(8)

iii

4.2.2 Analisis Bivariat ... 51 4.2.3 Analisis Multivariat ... 59 4.3 Pembahasan

4.3.1 Pembahasan Univariat ... 61 4.3.2 Pembahasan Bivariat ... 68 4.3.3 Pembahasan Multivariat ... 80

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 83 5.2 Saran ... 85

(9)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional……….……. 36

2. Usia anak ……….……… 45

3. Jenis kelamin ……….... 46

4. Taraf tunagrahita ……….. 46

5. Usia ibu ………...… 47

6. Pekerjaan ……….…. 47

7. Tingkat pendidikan ………. 48

8. Penghasilan keluarga ……….. 49

9. Dukungan sosial ……… 49

10.Stress pengasuhan ……… 50

11. Hubungan usia anak dengan tingkat stress pengasuhan…………. 51

12. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat stress pengasuhan…….. 52

13. Hubungan taraf tunagrahita anak dengan tingkat stress pengasuhan 53 14. Hubungan usia ibu dengan tingkat stress pengasuhan…………. 54

15. Hubungan pekerjaan dengan tingkat stress pengasuhan……….. 55

16. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat stress pengasuhan ... 56

(10)

v

19.Seleksi multivariat ……….……….…………. 59

20. Pemodelan awal analisis variabel ……… 60

21.Model awal regresi logistik ………... 60

(11)
(12)
(13)
(14)

Persembahan untuk Ayah, Ibu, Abang

dan Adik Tercinta...

Kalian semua adalah orang yang selalu menjadi

inspirasi dan penyemangat bagiku, aku sangat

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 12 Maret 1994, merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayahanda Dasril dan Ibunda Pinaria.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Islami Arafah Kota Medan pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Swasta Taman Asuhan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 04 pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 04 pada tahun 2012.

(16)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi Ini Berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWIadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. dr. TA Larasati, M.Kes selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia untuk meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat dalam penelitian skripsi ini;

(17)

4. dr. Jenny Maria Carolina Siagian, Sp.KJ selaku Pembahas saya yang telah besedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik,saran dan nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Evi Kurniawaty, M.Sc selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan bimbingannya;

6. Ayahanda tercinta, Bapak Dasril, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu mengingatkanku untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala;

7. Ibunda, Ibu Pinaria, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu mengingatkanku untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala;

8. Abang saya, M. Fariz Khibran serta adik saya Shanaya Abkaharina dan Diva Nabila yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya;

9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

10. Seluruh staf pengajar program studi pendidikan dokter unila atas ilmu yang telah diberikan kepada saya untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

(18)

12. Teman-teman penelitian saya (Asoly Giovano Imartha dan Devita Wulan) atas kerjasamanya saling membantu dan memberikan semangat selama penelitian ini;

13. Teman-teman Stupor (Abet, Amri, Duta, Eki, Galih, Hari, Nana, Sela, Gemayang, Kautsar, Leon, Mbung, Rana, Ine, Rio, Tale) yang saling membantu dan memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan ini;

14. Sahabat – sahabat saya (Beby, Kiki, Nezar, Nun, Rahma, Azhari) atas dukungan, semangat, dan doa’ yang setiap saat diberikan;

15. Teman-teman sejawat angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan dari setiap orang yang telah membina keluarga. Anak adalah anugerah tersebesar nan suci dan luhur yang diberikan Allah SWT kepada manusia (Muzfikri, 2008). Keadaan akan mejadi berubah ketika anak yang di lahirkan berbeda dengan anak lainnya, yaitu anak yang memiliki perhatian atau kebutuhan khusus. (Geniofarm, 2010) .

Tunagrahita atau retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensia kurang (abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak) atau keadaan kekurangan intelegensia sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaaan seseorang menjadi terganggu (Sunaryo, 2004).

(20)

2

0,3% dari seluruh populasi, dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70 ( Soetjiningsih, 2005 ). Di Indonesia penyandang tunagrahita cukup banyak. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2009 menunjukan 4.253 orang adalah anak dengan tunagrahita (Direktoral Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2010). Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Tunagrahita mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Judarwanto, 2009).

Cherry (Bauman,2004) berpendapat bahwa keluarga yang memiliki anak dengan tunagrahita menghadapi banyak tantangan. Mulai dari isolasi sosial, stigma masyarakat, kecemburuan anggota keluarga (saudara), disorientasi ekspektasi, hingga harapan yang pupus. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2008) orang tua yang memiliki anak tunagrahita dipastikan lebih mudah mengalami stress psikologis dibandingkan dengan orang tua dari anak yang normal. Stres diakibatkan karena banyaknya beban yang ditanggung oleh orang tua dari anak tunagrahita baik beban secara fisik, psikis dan sosial.

(21)

3

satu beban fisik penyebab stres pada orang tua dari anak tunagrahita berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari membuat orang tua khususnya ibu harus selalu membantu dan mendampingi anaknya. Hal itu tentu saja menyebabkan kelelahan fisik. Sedangkan beban psikis yang dirasakan orang tua berkaitan dengan proses penerimaan mulai dari rasa kaget, kecewa, rasa bersalah atas kondisi anak, serta ada tidaknya dukungan dari keluarga. Ditambah lagi dengan beban sosial di mana respon yang negatif dari masyarakat membuat orang tua menjadi malu dan menarik diri dari kehidupan sosial.

Banyaknya beban yang dirasakan ibu sebagai figur terdekat anak tunagrahita dalam mengasuh anak akan menimbulkan stres pengasuhan. Stres pengasuhan akan menimbulkan beban bagi pengasuh. Stres pengasuhan dapat mengubah sikap pengasuh terhadap anak, sehingga akan mempengaruhi perilaku pengasuhannya, perilaku tersebut mulai dari pengasuhan yang baik, pengabaian bahkan perilaku kasar (Gunarsa, 2004).

(22)

4

Helkenn (2007) berpendapat bahwa anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki resiko tinggi terhadap stress pengasuhan. Selain itu pada penelitian Cooper (2007) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya dukungan sosial. Ibu yang merasa menerima tingkat dukungan lebih tinggi, terutama dari pasangannya dan saudaranya, melaporkan rendahnya tingkat depresi. (Dunn, Burbine, Bowers, & Tantleff-Dunn, 2001). Dukungan sosial itu sendiri adalah suatu konstruksi multidimensi yang meliputi bantuan fisik dan instrumental, berbagi informasi dan sumber daya, dan menyediakan dukungan emosional dan psikologis ( Gousmett, 2006 ).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam peneilian ini yaitu “apakah jenis kelamin

(23)

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran distribsi kejadian stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

b. Mengidentifikasi gambaran data demografik anak termasuk jenis kelamin anak, usia anak, dan taraf tunagrahita anak.

c. Mengidentifikasi gambaran data demografik ibu termasuk usia ibu, pendapatan keluarga, pendidikan, dan pekerjaan ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

d. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin anak dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

(24)

6

f. Mengetahui hubungan antara taraf tunagrahita anak dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

g. Mengetahui hubungan antara usia ibu dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

h. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

i. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

j. Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

k. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

(25)

7

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengaplikasian teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Untuk menambah pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4.3 Bagi masyarakat

Untuk menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

1.4.4 Bagi ilmu pengetahuan

(26)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Pengasuhan

2.1.1 Pengertian

Menurut Santrock (2005) mendefinisikan bahwa stres sebagai respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (stressor) yang mengancam individu dalam mengatasi stres tersebut.Kemudian pengasuhan merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pemenuhan pangan, pemeliharaan fisik dan perhatian terhadap anak (Bahar, 2002).

Kemudian stres pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi antar orangtua dengan anak ( Abidin dalam Ahern, 2004).

(27)

9

reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntunan peran sebagai orang tua (Deater & Deckard, 2004). (Abidin dalam Ahern 2004) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai perasaan cemas dan tegang yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi orang tua dengan anak. Lebih lanjut, Yi (2002) menjelaskan bahwa stres pengasuhan adalah seperangkat proses yang menyebabkan reaksi psikologis berupa permusuhan yang timbul dari upaya untuk beradaptasi dengan permintaan dari anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres pengasuhan merupakan ketegangan yang timbul dalam proses pengasuhan akibat tuntutan peran sebagai orang tua.

Pianta & Egeland (2000) dalam Ahern (2004) menemukan bahwa tingginya stress pada orang tua berhubungan dengan gaya pengasuhan yang kurang kooperatif, kurang sensitif, dan lebih intrusif. Sedangkan Supartini (2004) mengungkapkan bahwa stress yang dialami oleh orang tua akan berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam menjalankan perannya sebagai orang tua.

(28)

10

berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, serta menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menghadapi konflik dengan anak –

anak mereka.

2.1.2 Aspek-aspek Stres Pengasuhan

Aspek-aspek stres pengasuhan menurut Abidin (dalam Ahern, 2004) meliputi :

1.The Parent Distress

Pengalaman stres yang pernah dialami oleh orangtua dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pengasuhan anak.Indikatornya meliputi: perasaan bersaing, isolasi sosial, pembatasan peran orangtua, hubungan dengan pasangan, kesehatan orangtua, dan depresi.

2.The difficult Child

Stres pengasuhan yang digambarkan dengan perilaku anak yang terkadang dapat mempermudah pengasuhan atau mempersulit pengasuhan. Indikatornya meliputi: kemampuan anak untuk beradaptasi, tuntutan anak, mood anak.

3.The Parent Child Dysfunctional Interaction

(29)

11

2.1.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pengasuhan

Hidangmayun (2010) menjabarkan stres pengasuhan yang terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orangtua sebagai berikut :

a.Karakteristik anak 1) Jenis kelamin

Terdapat perbedaan tingkat stres pengasuhan anatara ibu dengan yang memiliki anak laki –laki dengan ibu yang memiliki anak perempuan. Ibu yang memiliki anak laki –laki cenderung menunjukkan tingkat stres pengasuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak perempuan. Stres pengasuhan ini terkait dengan masalah perilaku anak (Kwon, 2007 dalam Hidangmayun, 2010). Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wullfaert (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak dengan stres pengasuhan.

2) Usia anak

(30)

12

lebih tua. Namun, Wulffaert (2009) melaporkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan stres keluarga.

3) Tingkat Intelejensi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mines (1998 dalam hassal, et al, 2005 ) mengatakan bahwa stress pengasuhan berkaitan dengan tingkat keparahan anak. Mean skor stres pengasuhan yang lebih tinggi ditunjukan pada ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita dengan tingkat keparahan sedang (moderate) dibandingkan dengan tingkat keparahan ringan (mild). Plant dan sanders (2007) menyatakan bahwa anak dengan gangguan perkembangan seringkali bergantung pada orangtua untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal tersebut dapat membuat orang tua merasa bahwa pengasuhan merupakan tugas yang berat sehingga orang tua mengalami level stress (Astrimitha, 2012).

b. Karakteristik orang tua

Para peneliti menemukan bahwa stres pengasuhan berperan penting dalam kekerasan dalam keluarga. Kekerasan fisik dalam keluarga lebih banyak ditemukan pada orang tua dengan penghasilan rendah, ibu muda dengan pendidikan rendah, dan juga sering ditemukan pada keluarga dengan riwayat kekerasan saat anak–anak serta pada pengguna alcohol dan obat –

(31)

13

Karakeristik orang tua tersebut antara lain : 1) Usia orangtua

Orang tua dengan usia yang masih muda dianggap belum matang atau belum dewasa untuk melakukan pengasuhan, semtara usia orangtua yang telah lanjut, dianggap akan mengalami kesulitan dalam perawatan anak terkait dengan kondisi fisik yang melemah.

2) Pendidikan orangtua

Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan. 3) Pekerjaan orangtua

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forgays (2001) Ibu yang bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, namun dari jenis pekerjaan yang dilakukan ibu tidak terdapat perbedaan stres pengasuhan yang signifikan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya.

4) Penghasilan

(32)

14

5) Dukungan sosial

Elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah saling ketergantungan suatu hubungan interpersonal dimana dua orang secara konsisten mempengaruhi kehidupan satu sama lain, memusatkan pikiran dan emosi mereka terhadap satu sama lain, dan secara teratur terlibat dalam aktivitas bersama sebisa mungkin (Baron & Byrne, 2005). Beberapa penelitian menyebutkan tentang pentingnya melihat variabel dukungan sosial terkait dengan pengalam stres pengasuhan yang dialami oleh orangtua. Jika orang tua merasa dirinya sendirian dalam menyandang tanggung jawab pengasuhan, maka ia akan merasakan stress yang dialaminya semakin besar (Gunarsa, 2006).

Dukungan sosial merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggoa keluarga, bahkan pemberi pelayanan kesehatan yang membantu individu ketika suatu masalah muncul (Videback, 2008). Dukungan sosial dapat membuat individu merasa nyaman, tenteram, dan lega sehingga mengurangi perasaan tertekan (Taylor, 2003).

Jenis dukungan sosial menurut Bunk (2000) dalam Taylor (2009), dukungan sosial dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Dukungan emosional, yaitu perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta atau empati

(33)

15

c. Dukungan informatif, yaitu dukungan yang diberikan berupa pemberian informasi tentang situasi yang menekan

d. Dukungan penghargaan, yaitu dukungan yang diberikan berupa persetujuan, atau pujian atas gagasan atau perilaku.

Sarafino (2006) juga mengatakan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi stres yang dialami oleh seseorang. Fleming (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa dukungan sosial juga berhubungan dengan penurunan stress yang disebabkan oleh berbagai stresor. Lahey (2007)

mengatakan dukungan sosial berfungsi sebagai “buffer” untuk melawan

stres dan merupakan faktor penting yang menentukan reaksi seseorang terhadap stress.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah dengan memodifikasi kuesioner Suportive Environment Scale (SES). Skala ini terdiri dari 30 item. Skala dalam kuesioner ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

2.1.4 Dampak Stres Pengasuhan

(34)

16

2.1.5 Alat ukur tingkat stres

Dalam penelitian ini, untuk mengukur tingkat stress peneliti menggunakan skala Stres pengasuhan Index short form (PSI) yang dikembangkan oleh Abidin (1994). Dalam PSI yang digunakan untuk mengukur skala stress pengasuhan terdapat tiga domain, yaitu parent distress, difficult child serta

the parent-child dysfunction interaction. Penilaian pada kuesioner ini menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal). Penilaian keusioner ini membagi subjek ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Skala yang digunakan adalah skala Likert, dimana setiap item pertanyaan disediakan pilihan jawaban yaitu : Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Sutuju (S), Sangat Setuju (SS). Skor 4 digunakan untuk jawaban Sangat Setuju (SS), 3 untuk jawaban Setuju (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS).

2.2 Tunagrahita

2.2.1.Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita atau anak dengan hambatan perkembangan, dikenal juga dengan berbagai istilah yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan layanan terhadapnya. Istilah yang berkaitan dengan pemberian label terhadap tunagrahita antara lain: mentally retarded, mental retardation, students with learning problem, intelectual

disability, feeblemindedness, mental subnormality, amentia, dan

oligophrenia. Istilah-istilah tersebut sering dipergunakan sebagai

(35)

17

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep dan keterampilan akademik (membaca, menulis, dan menghitung angka-angka) (Deplhie, 2005).

Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Somantri, 2007).

Ada tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian sebagai kriteria penentu. Pertama, fungsi inteligensi anak tunagrahita berada di bawah rata-rata normal, yakni pada dua standar deviasi di bawah normal dengan skor IQ sebesar tujuh puluh ke bawah.

(36)

18

mengatur diri sendiri; kapasitas untuk dapat hidup mandiri, mampu menghidupi diri sendiri secara ekonomi.

Ketiga, kesulitan pada faktor intelektual dan perilaku non adaptif terjadi selama masa, yaitu sejak dilahirkan hingga berusia delapan belas tahun (Deplhie, 2005).

Edgar Doll (dalam Efendi, 2008) berpendapat bahwa seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat. The New Zealan Society for the Intellectually Handicappe (dalam Mahmudah, 2008) menyatakan tentang anak tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya

2.2.2. Karakteristik Tunagrahita

Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita (Somantri, 2007), yaitu:

a. Keterbatasan inteligensi

(37)

keterampilan-19

keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo (Somantri, 2007).

b. Keterbatasan sosial

Di samping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga musah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya (Somantri, 2007).

c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya

(38)

20

memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. (Somantri, 2007).

2.2.3. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian/penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation

(AAMR) (dalam Efendi, 2008), yaitu sebagai berikut:

a.Educable/ mampu didik (IQ 50 –75 dikategorikan debil)

(39)

21

anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan. (Efendi, 2008)

b.Trainable/ mampu latih (IQ 25–50 dikategorikan imbecil)

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu: (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya: makan, mengganti pakaian, minum, tidur, atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja (sheltered workshop), atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu latih hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya. (Efendi, 2008: 90)

c.Custodial/ mampu rawat (IQ 0–25 dikategorikan idiot)

(40)

22

hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent). (Efendi, 2008)

Taraf tunagrahita berdasarkanTest Stanford Binet dan Skala Inteligensi Weschler (WISC) (Somantri, 2007), yaitu:

a. Tunagrahita ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68 – 52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69 – 55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang mental ringan dapat didik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan (Somantri, 2007).

b. Tunagrahita sedang

(41)

23

menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. (Somantri, 2007)

Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan sebagainya. (Somantri, 2007)

c. Tunagrahita berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 35 – 20 menurut Skala Binet dan antara 39 –25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari 3 tahun. (Somantri, 2007) Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya (Somantri, 2007).

(42)

24

a. Radang otak

Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran. Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak. Pada kasus yang ekstrem, peradangan akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab yang pasti sekitar pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui. Hidrocephalus misalnya, keadaan hydrocephalus diduga karena peradangan pada otak. Gejala yang tampak pada hidrocephalus yaitu membesarnya tengkorak kepala disebabkan makin meningkatnya cairan cerebrospinal. Tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan terjadinya kemunduran fungsi otak. Demikian pula cerebral anoxia, yakni kekurangan oksigen dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik tanpa adanya oksigen yang cukup.

b. Gangguan fisiologis

(43)

25

c. Faktor hereditas

Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan. Kirk (dalam Efendi,2008) misalnya, memberikan estimasi bahwa 80-90% keturunan memberikan sumbangan terhadap terjadinya tunagrahita.

d. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan adalah faktor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan psikososial. Dalam beberapa abad kebudayaan sebagai penyebab ketunagrahitaan sempat menjadi masalah yang kontroversial. Di satu sisi, faktor kebudayaan memang mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial anak.

2.3 Sekolah Luar Biasa

2.3.1 Pengertian Sekolah Luar Biasa

(44)

26

Undang-undang Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 2/1989, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah no.72 tahun 1991, maka bentuk pendidikan terdapat cara untuk mendirikan dan membina sekolah-sekolah khusus yang disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).

Adapun Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah yang menampung beberapa jenis kelainan, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Dalam pelaksanaannya biasanya ruangan disekat-sekat sebagai pemisah sesuai dengan jenis kelainannya.

2.4.2 Profil Sekolah

Sekolah luar biasa ( SLB) B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi terletak di jalan Teuku Cikditiro, Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung.

(45)

27

2.4.3 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

a. Visi Sekolah

Mengembangkan kemampuan akademik dan non akademik peserta didik secara optimal agar mandiri dan bertakwa dalam pembelajaran yang nyaman.

b. Misi Sekolah

1. Meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, ahlaq mulia, serta ketrampilan pada satuan pendidikan dasar.

2. Meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, ahlaq mulia, serta ketrampilan pada satuan pendidikan menengah.

3. Mengembangkan kemampuan peserta didik dibidang akademik, olah raga, seni budaya, dan ketrampilan sesuai potensi , minat dan bakat. 4. Meningaktkan pengelolaan sekolah sesuai ketentuan, dalam rangka

kesejahteraan warga belajar.

5. Mewujudkan warga belajar yang memiliki kepedualian dalam menciptakan lingakungan sekolah yang nyaman.

c. Tujuan Sekolah

(46)

28

2. Menyiapkan peserta didik agar memiliki ketrtampilan untuk bekal hidup mandiri.

3. Membekali peserta didik bidang olah raga, ketrtampilan, dan seni budaya untuk dapat berkopentensi.

4. Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih lanjut.

5. Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.

2.4.2 Jenis Sekolah Luar Biasa

Dalam pelaksanaannya SLB terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan kelainan peserta didik, yaitu:

1. SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada penglihatan (Tunanetra).

2. SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang menyandang kelainan pada pendengaran (Tunarungu).

3. SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita ringan dan SLB Bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita sedang.

(47)

29

mengalami cacat fisik (tunadaksa) tanpa adanya gangguan kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa yang disertai dengan gangguan kecerdasan.

5. SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan tingkah laku (tunalaras).

6. SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunaganda.

2.4 Kerangka Teori

Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal (Somantri, 2007).

(48)

30

dilakukan oleh Mines (1998 dalam hassal, et al, 2005 ) juga mengatakan bahwa stres pengasuhan berkaitan dengan tingkat intelegensi anak.

Kerangka teori ini disusun dengan modifikasi konsep-konsep yang diuraikan diatas, yakni mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita. Adapun kerangka teori penelitian ini sebagai berikut:

(49)

31

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.Kerangka konsep

2.6 Hipotesis

Dari konsep penelitian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu: a. Terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dengan tingkat stress ibu

yang memiliki anak tunagrahita.

b. Terdapat hubungan antara usia anak dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

c. Terdapat hubungan antara taraf tunagrahita dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita..

d. Terdapat hubungan antara usia ibu dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

Variable independen

Usia Anak

Jenis Kelamin Anak

Taraf Tunagrahita anak

Usia Ibu

Pekerjaan

Tingkat Pendidikan

Penghasilan Keluarga

Dukungan Sosial

Pekerjaan

Variable dependen

(50)

32

e. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

f. Terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

g. Terdapat hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan pendekatan cross sectional (Dahlan,2010) yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan observasi atau pegumpulan data sekaligus pada suatu saat (point, time,and approach).

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan September-Oktober 2015.

3.2.2 Tempat Penelian

(52)

✁ ✂

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari suatu variabel yang diamati mengenai masalah penelitian, terdiri dari subyek atau obyek penelitian yang memiliki karakteristik serta kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Notoatmodjo, 2010).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu dari siswa di Sekolah Luar Biasa ( SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi yang mengalami tunagrahita sebanyak 112 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling. Dengan menggunakan ibu dari siswa di Sekolah Luar Biasa ( SLB) B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi yang mengalami tunagrahita sebagai sampel. Besar sampel yang dipakai pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu rumus penelitian untuk menghitung minimum besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan (accurancy) penelititan ini menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2010). Rumus yang dipakai sebagai berikut:

(53)

✄ ☎

Dimana

n : Jumlah sampel N : jumlah populasi

e : batas toleransi kesalahan biasanya 0,05

sehingga ,

n = 112

1 + ( 112 x 0,05)2

= 87,5 dibulatkan menjadi 88

A. Kriteria inklusi

1. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang besekolah di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi

B. Kriteria eksklusi

1. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang tidak mengembalikan atau mengisi dengan lengkap kuesioner. 2. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang menderita

penyakit kronis.

3. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita merupakan single parent / tulang punggung keluarga.

4. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita dan memiliki konflik internal keluarga.

(54)

✆6

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia anak, jenis kelamin anak, taraf tunagrahita anak, usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga dan dukungan sosial.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah stres pengasuhan.

3.5 Defenisi Operasional

Tabel 1 . Defenisi Operasional Variabel

Variable Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala

(55)

37

(56)

38

b. Kuesioner penelitian

Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian (data primer dan sekunder). Kuesioner yang digunakan adalah:

• KuesionerParenting Stress Index short form (PSI) • Kuesioner Suportive Environment Scale (SES) • Kuesioner Data Demografi

Lembar informed consent

Adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian.

3.7 Alur Penelitian

3.7.1 Tahap persiapan

Adapun tahap-tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi :

a) Membuat surat izin survei penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang digunakan untuk izin di pengambilan data di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. b) Kunjungan survei ke SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. c) Menentukan sampel penelitian dengan memakai teknik

sampling.

(57)

39

3.7.2 Tahap Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Memberitahukan kepada pihak SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi bahwa akan dilakukan penyebaran kuisioner kepada ibu yang memiliki anak tunagrahita.

b) Penyebaran kuisioner, dilakukan secara bertahap melalui guru di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

c) Menjelaskan kepada guru yang bertindak sebagai perantara mengenai bagaimana cara mengisi kuisioner tersebut.

d) Waktu pengisian kuisioner diberikan waktu selama 3 hari dan telah terkumpul dan dipastikan telah diisi seluruhnya.

3.7.3 Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setelah 3 hari pasca pemberian kuisioner dan dipastikan telah terisi seluruhnya.

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

(58)

40

3.8.1 Hasil uji validitas

Kuesioner Parenting Stress Index terdiri dari 30 item pertanyaan. Setelah dilakukan uji validitas oleh Chairani (2013) diperoleh hasil 29 item pertanyaan valid. Nilai item yang valid berkisar dari 0,364 sampai 0,762.

Kuesioner dukungan sosial menggunakan kuesioner Suportive Environment Scale terdiri dari 30 item pertanyaan. Setelah dilakukan uji validitas dukungan sosial berkisar 0,483-0,934 (Surdana, 2011).

3.8.2 Hasil uji reliabilitas

Uji reliabilitas terhadap kuesioner Parenting Stress Index

menunjukan bahwa hasil kuesioner stress pengasuhan sangat reliable, karenaalpha cronbach(a) berada pada rentan 0,81-1,00.

Uji realibilitas terhadap kuesioner Suportive Environment Scale

(59)

41

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Peneliti pada tahap ini akan memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden, apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya.

b. Coding

Peneliti akan mengklasifikasikan kategori-kategori dari data yang didapat dan dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing kategori

c. Tabulating

Data yang telah diberi kode kemudian dikelompokkan, lalu dihitung dan dijumlahkan dan kemudian dituliskan dalam bentuk table.

3.9.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

(60)

42

b. Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square. Uji chi-square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan

dengan batas kemaknaan (α<0,05) yang artinya apabila diperoleh

<α, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas

dengan variabel terikat dan bila nilai p>α, berarti tidak ada

hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Bila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat (nilai expected count

>20 persen) maka digunakan uji alternative Fisher. Untuk tabel lebih dari 2x2, misalnya 3x2, dan lain-lain, maka digunakan uji

Pearson Chi-Square.

c. Analisis multivariat

(61)

43

3.10 Ethical Clearance

Penelitian ini diajukan kepada tim etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,adapun ketentuan yang telah ditetapkan sebagai berikut :

a. Persetujuan riset(informed concent)

Informed concent merupakan pemberian informasi yang cukup dan

dapat dimengerti oleh responden mengenai keikutsertaan dalam suatu penelitian. Hal ini meliputi pemberian informasi kepada responden mengenai hak dan kewajiban dalam suatu penelitian, serta mendokumentasikan sifat kesepakatan dengan cara menandatangani lembar persetujuan bila responden bersedia diteliti.

b. Tanpa nama( Anonymity)

Tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan inisial atau pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Kerahasiaan( Confidentiality)

(62)

83

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tingkat kejadian stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas dalam kategori rendah. 2. Usia anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi lebih banyak

pada rentan usia 5 sampai 11 tahun.

3. Jenis kelamin anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi lebih dominan laki-laki.

4. Taraf tunagrahita anak di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas dalam rentan tunagrahita taraf sedang.

5. Usia ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas dalam rentan usia lansia awal.

6. Pekerjaan ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas adalah ibu rumah tangga.

(63)

84

8. Penghasilan keluarga yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas berpenghasilan tinggi.

9. Dukungan sosial pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas mendapatkan dukungan sosial yang baik. 10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia anak dengan tingkat

stress pengasuhan.

11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin anak dengan tingkat stress pengasuhan.

12. Terdapat hubungan yang bermakna antara taraf tunagrahita anak dengan tingkat stress pengasuhan.

13. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan tingkat stress pengasuhan.

14. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan tingkat stress pengasuhan.

15. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat stress pengasuhan.

16. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan tingkat stress pengasuhan.

17. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan tingkat stress pengasuhan.

(64)

85

5.2 Saran

5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melanjutkan penelitian untuk menilai tingkat stress selain pada ibu yang memiliki anak tunagrahita tetapi pada anggota keluarga yang lain seperti ayah, kakak ataupun adik.

5.2.2 Bagi ibu, diharapkan dapat mengatasi kesulitan dalam pengasuhan anak dan untuk mengurangi stres.

5.2.3 Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan dukungan, kepedulian dan respon yang positif kepada anak tunagrahita dan kelurganya. Sehingga stressor-stresor yang menyebabkan stress pengasuhan dapat berkurang.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, L.(2004). Psychometric properties of the parenting stress index. Journal of clinical child psychology, 29, 615-625.

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. Washington, DC: American Psychiatric Association. Brooks, Jane R. 2008. The Process of parenting 7th edition. USA New York : Mc

Graw Hill.

Burngin M, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuntitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Cooper C, McLanahan S, Meadow S O, Brooks-Gunn J.2009. Family structure transition and maternal parenting stress.Journal of Marriage and Family

Dahlan Sopiyudin, M. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. Deater-Deckard, K., 2004.Parenting stress. USA: Yale University Press.

Deplhie, Bandi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Direktoral Jenderal Bina Kesehatan Anak.2010. Pedoman pelayanan kesehatan anak di sekolah luar biasa bagi petugas kesehatan.

Dunn M, Burbine, T, Bowers, A and Tantleff-Dunn, S (2001). Moderators of stress in parents of children with autism.Journal of Community Mentalth Health,

37 (1), 39-51.

Geniofarm. 2010. Mengasuh dan mensukseskan anak berkebutuhan khusus.

Jogjakarta:Garailmu

(66)

Gunarsa, S & Gunarsa, Y. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hassall R, Rose J & McDonald J. 2005. Parenting stress in mother of children with intellectual disability. The effect of parental cognition in relation to child characteristic and family support. Journal of intellectual disability research.

Hidangmayun, narmada. 2010. Parenting Stress of Normal Children and Mentally Challenged Children. Naskah Publikasi Thesis University of Agricultur Science.

Helkenn, Jenifer. 2007. Correlates of Parenting Stress : Child, parent & environmental Characteristics in A Low Income Sample of Parents Preschool Children. Proquest Dissertation and Theses

Judarwanto, Widodo. (2009). Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada Anak.

K. Yin, Robert. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta. PT. RajaGrafindoPersada.

Lahey, B. (2007). Psychology: An Introduction, Ninth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.

MacLean W, Miller M, & Batrsch, K. (2001). Mental retardation. In. C.E. Walker & M.C. Roberts, Handbook of clinical child psychology (3rd ed.). New York: John Willey & Sons

Merz E, Huxhold O.2010. Wellbeing depends on social relationship characteristics:

Comparing different types and providers of support to older adults. Ageing & Society:30 :843–857.

Muzfikri. 2008. Anak adalah Anugrah Illahi. (on-line) diunduh dari http:// myrazano.com

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitia kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.hlm.91.

Plant K & Sanders R. 2007. Reducing problem behavior during care-giving in families of preschool-age children with developmental disability. Research in Delelopmental Disabilitie.

(67)

Schanlock, et al. (2007). The renaming of mental retardation. Understanding the change to the term intellectual disability. Intellectual and developmental disabilities.

Sarafino, E. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition.USA: John Wiley & Sons.

Small R. 2010. A comparison of parental self-efficacy, parenting satisfaction, and other factor between single mother with and without children with developmental disabilities. Disertation. Wayne state university

Somantri, Irman , 2007. Asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguanpernafasan, Salemba medika

Sunaryo. 2004.Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Supartini, Y. 2004.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta : EGC. Taylor, Shelley E. (2003).Health Psychology(5thed.). Ney York : McGraw-Hill

Taylor S, Peplau L dan Sears D O. 2009. Psikologi Sosial Edisi 12. Jakarta : Kencana Media Group

Umberson D, Montez JK. Social relationship and health: A flashpoint for health policy.Journal of Health and Social Behavior. 2010; 51 :S54–S66.

Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC.

Walker A .2000. Parenting stress:A comparison of mother and father of disable and non-disable children. Dissertation University of North Texas.

Williford, Amanada ; Susan D Calkins ; Susan P Keane. 2007. Predicting Change in Parenting Stress Index Across Esrly Childhood : Child and Maternal Factors. Journal of Abnormal Child Psychology. Vol 35, issue 2, pp 251-263.

Willinger, U, et.al. (2011). Mothers estimates of their preschool children and parenting

stress.Psychological Test and Assessment Modeling,53(2), 228-240 Wulffaert J, Scholte E, Dijkxhoorn Y, Bergman J, Ravenswaaij C,

Berckelaer-Onnes. 2009. Parenting Stress in Charge Syndrome and the Relationship with Child Characteristics

Gambar

Gambar 1. Kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan denganf
Gambar 2. Kerangka konsep
Tabel 1 . Defenisi Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis pada ibu yang memiliki anak tunagrahita berada pada kategori rendah sebesar 48.8 % yang artinya ibu yang memiliki

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dan hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan

Stres ibu yang tinggi saat memberikan pengasuhan pada anak mereka yang mengalami hambatan kognitif dari hasil penelitian ini mendukung penelitian Robbins (dalam

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENDIDIKAN SEKS OLEH IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS USIA REMAJA.. (Studi di SLB Negeri Kota Semarang)

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana resiliensi dalam menghadapi tekanan yang dialami oleh ibu yang memiliki anak tunagrahita beserta faktor-faktor

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil tingkat dukungan sosial pada ibu dari anak autis di SLB autis laboratorium UM berada pada kategori sedang yaitu 23 dari

Tujuan khusus penelitian ini mengidentifikasi stressor keluarga yang mempunyai anak tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang, mengidentifikasi koping

Dukungan terhadap pengasuhan pada ibu usia remaja merupakan hal penting yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak bagi tercapainya kesejahteraan generasi berikutnya dalam