HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRATEGY PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA
(Studi Deskriptif Korelasional pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita Di SLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh
Yuanita Candra A
0800932
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN IINDONESIA
Di SLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung)
Oleh Yuanita Candra A
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Yuanita Candra A 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Yuanita Candra A (0800932). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Coping Strategy pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Tunagrahita (Studi Deskriptif Korelasional pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita Di SLB-C YPLB Cipaganti Kota Bandung). Skripsi. Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Hipotesis yang digunakan yaitu ada hubungan antara dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 100 ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 80 ibu yang didapat melalui teknik simple random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial dan skala coping strategy. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis korelasional product moment Pearson. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diperoleh koefisien korelasi r = 0,578 dengan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif dan siginifikan antara dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ibu menggunakan
coping strategy yang berpusat pada masalah sehingga dapat dibuktikan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu prediktor penting dalam memutuskan coping strategy mana yang digunakan oleh ibu
ABSTRACT
Yuanita Candra A (0800932). Correlation Between Social Support with Coping Strategy on Mothers of Children with Mental Retardation(Descriptive Correlational Study on Mothers of Children with Mental Retardation In SLB-C YPLB Cipaganti Bandung). Paper. Psychology Department. Faculty of Education. Indonesia University of Education. Bandung (2013).
This research was purposed to know the correlation between social support with coping strategy on mothers of children with mental retardation at SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Hypothesis used was the existency of relationship between social support with coping strategy on mothers of children with mental retardation at SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. The Population of samples in this research was 100 subjects, with 80 subjects of them taken from simple random sampling technique. Measurement used in this research was social support scale and coping strategy scale. The research was conducted by using Pearson product moment correlation analysis. Based
on research’s data analysis, correlation coeficiency was r = 0,578 and p = 0,000. It showed that there is a positive and significant relationship between social support and coping strategy on mothers of children with mental retardation at SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. In addition, the results of this study indicate that the majority of mothers using problem focused form of coping so that it can be proven that social support is one of the important predictors of coping strategy in deciding which one to use by the mother.
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN……… i
MOTTO………..……… ii
ABSTRAK………. iii
KATA PENGANTAR ………. v
UCAPAN TERIMA KASIH……….... vi
DAFTAR ISI………. vii
DAFTAR TABEL………. xii
DAFTAR GRAFIK..……… xiii
DAFTAR LAMPIRAN………...….. xiv
BAB I PENDAHULUAN……… ………. 1
A. Latar Belakang Penelitian……… 1
B. Rumusan Masalah………... 10
C. Tujuan Penelitian……….. 10
D. Kegunaan Penelitian………. 11
E. Struktur Organisasi Skripsi.………. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Coping Strategy 1. Pengertian Coping Strategy……….. 14
2. Jenis Coping Strategy……….. 16
3. Sumber Coping Strategy……….... 20
4. Faktor yang Mempengaruhi Bentuk-Bentuk Coping Strategy………….. 22
6. Faktor Penghambat Coping Strategy………. 25
B. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial………. 26
2. Jenis-Jenis Dukungan Sosial………. 28
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial………. 31
4. Cara Memperoleh Dukungan Sosial………. 32
5. Manfaat Dukungan Sosial………. 32
C. Anak Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita……….. 34
2. Karakteristik Anak Tunagrahita………... 36
3. Klasifikasi Anak Tunagrahita ………. … 39
4. Penyebab Anak Tunagrahita………. 40
5. Dampak Ketunagrahitaan……….. 44
6. Peran Keluarga dalam Mendidik Anak Tunagrahita……….... 46
D. Penelitian Terdahulu……… 47
E. Kerangka Pemikiran……….. 48
F. Hipotesis Penelitian………... 52
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian………... 53
2. Populasi Penelitian……….. 53
3. Sampel dan Teknik Sampling……….... 53
B. Metode Penelitian………...……... 55
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel………. 56
1. Variabel Penelitian………..…….. 56
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Definisi Operasional Dukungan Sosial………... 57
D. Teknik Pengumpulan Data……… 59
E. Alat Ukur Dukungan Sosial dan Coping Strategy 1. Dukungan Sosial a. Spesifikasi Alat Ukur Dukungan Sosial………..…….. 60
b. Pengisian Alat Ukur Dukungan Sosial………..………. 61
c. Penilaian Alat Ukur Dukungan Sosial……….... 61
2. Coping Strategy a. Spesifikasi Alat Ukur Coping Strategy………... 62
b. Pengisian Alat Ukur Coping Strategy………. 64
c. Penilaian Alat Ukur Coping Strategy………. 64
F. Kategorisasi Skala……….... 66
G. Uji Coba Alat Ukur Penelitian 1. Uji Validitas Instrumen……………. 68
a. Validitas Instrumen Dukungan Sosial………. 70
b. Validitas Instrumen Coping Strategy……….. 70
2. Uji Reliabilitas Instrumen……… 71
a. Reliabilitas Instrumen Dukungan Sosial………. 72
b. Reliabilitas Instrumen Coping Strategy……….. 72
H. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas……….. 73
2. Uji Linearitas………. 74
3. Uji Korelasi…..………..… 75
4. Uji Signifikansi………. 76
5. Uji Koefisien Determinasi... 77
I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan………...…….. 77
2. Tahap Pelaksanaan……….……….... 78
4. Tahap Penyelesaian………... 79
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….. 80
1. Gambaran Umum Dukungan Sosial a. Dukungan Emosional……….. 82
b. Dukungan Penghargaan... 83
c. Dukungan Instrumental……… 84
d. Dukungan Informasional………. 85
2. Gambaran Umum Coping Strategy a. Problem Focused Form Of Coping……….. 87
b. Emotion Focused Form Of Coping……… 89
3. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Coping Strategy………….... 91
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Dukungan Sosial pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita…….……… 95
2. Gambaran Umum Coping Strategy pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita………...…. 97
3. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Coping Strategy pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita………101
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………...106
B. Rekomendasi………107
DAFTAR PUSTAKA………...……….. 110
LAMPIRAN-LAMPIRAN……….… 114
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 : Klasifikasi Anak Tunagrahita………..39
Tabel 2. 2 : Skema Kerangka Berfikir………....51
Tabel 3. 1 : Kisi-Kisi Instrumen Dukungan Sosial ... 60
Tabel 3. 2 : Penilaian Item Alat Ukur Dukungan Sosial ... 62
Tabel 3. 3 : Kategorisasi Skor Maksimal Dukungan Sosial ... 62
Tabel 3. 4 : Kisi-Kisi Instrumen Coping Strategy... 63
Tabel 3. 5 : Penilaian Item Alat Ukur Coping Strategy ... 65
Tabel 3. 6 : Kategorisasi Skor Maksimal Coping Strategy ... 65
Tabel 3. 7 : Kategorisasi Tingkatan Dukungan Sosial ... 67
Tabel 3. 8 : Kategorisasi Tingkatan Coping Strategy ... 67
Tabel 3. 9 : Item Layak Pada Instrumen Dukungan Sosial ... 71
Tabel 3. 10 : Item Layak Pada Instrumen Coping Strategy ... 71
Tabel 3. 11 : Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach ... 72
Tabel 3. 12 : Reliabilitas Instrumen Dukungan Sosial ... 72
Tabel 3. 13 : Reliabilitas Instrumen Coping Strategy ... 73
Tabel 3. 14 : Hasil Uji Normalitas ... 74
Tabel 3. 15 : Hasil Uji Linearitas ... 75
Tabel 3. 16 : Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 76
Tabel 3. 17 : Uji Signifikansi ... 76
Tabel 4. 1 : Gambaran Umum Dukungan Sosial ... 81
Tabel 4. 2 : Gambaran Umum Dukungan Emosional ... 82
Tabel 4. 3 : Gambaran Umum Dukungan Penghargaan ... 83
Tabel 4. 4 : Gambaran Umum Dukungan Instrumental ... 84
Tabel 4. 5 : Gambaran Umum Dukungan Informasional………...85
Tabel 4. 6 : Gambaran Coping Strategy……….86
Tabel 4. 7 : Gambaran Problem Focused Form Of Coping………...87
Tabel 4. 8 : Gambaran Emotion Focused Form Of Coping………...89
Tabel 4. 9 : Hasil Uji Korelasi………...92
Tabel 4. 10 : Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson………...93
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4. 1 : Gambaran Umum Dukungan Sosial ... 81
Grafik 4. 2 : Gambaran Umum Dukungan Emosional ... 82
Grafik 4. 3 : Gambaran Umum Dukungan Penghargaan ... 83
Grafik 4. 4 : Gambaran Umum Dukungan Instrumental………84
Grafik 4. 5 : Gambaran Umum Dukungan Informasional………..85
Grafik 4. 6 : Gambaran Umum Coping Strategy………86
Grafik 4. 7 : Gambaran Umum Problem Focused Coping……….88
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 INSTRUMEN UJI COBA DAN PENELITIAN
A. Instrumen Uji Coba……….……….114
B. Intrumen Penelitian………....………..121
LAMPIRAN 2 HASIL SKORING DATA
A. Instrumen Penelitian Dukungan Sosial………...129
B. Instrumen Penelitian Coping Strategy………..….132
LAMPIRAN 3 HASIL RELIABILITAS DAN VALIDITAS
A. Hasil Reliabilitas dan Validitas Dukungan Sosial………..……..135
B. Hasil Reliabilitas dan Validitas Coping Strategy……….…138
LAMPIRAN 4 HASIL PENGOLAHAN STATISTIK
A. Hasil Uji Normalitas……….142
B. Hasil Uji Linearitas………...……143
C. Hasil Uji Korelasi……….…144
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa.
Setiap orangtua mengharapkan anak yang dilahirkan, kelak tumbuh menjadi anak
yang menyenangkan, terampil dan pintar yang nantinya akan menjadi penerus dalam
keluarga tersebut. Namun, tidak semua harapan orangtua memiliki anak yang sehat
dan normal dapat terwujud. Beberapa orangtua justru mendapatkan anak yang
memiliki kekhususan. Anak tersebut seringkali mengalami penolakan dari orang
tuanya. Kebanyakan orangtua tidak bisa menerima kenyataan dengan anak yang pola
perkembangannya berbeda dengan anak-anak yang lain. Anak-anak inilah yang
disebut anak berkebutuhan khusus, salah satunya adalah anak penyandang tunagrahita
atau retardasi mental.
Anak tunagrahita adalah kondisi dimana kecerdasan anak mengalami
hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Hal tersebut
ditandai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan ketidakcakapan dalam
interaksi sosial (Somantri, 2006; Delphie, 2006). Tunagrahita merupakan bagian dari
individu yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu cirinya adalah memiliki
kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga kemampuan akademik mereka mengalami
kurang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial dan miskin dalam
pembendaharaan kata. Namun, mereka memiliki perkembangan fisik yang sama
dengan anak normal pada umumnya.
Annual Report to Congress menyebutkan bahwa 1,92% anak usia sekolah
penyandang tunagrahita yaitu dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan
40% atau 3:2. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk
Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan
populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan jumlah
anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini
diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita
ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB
swasta (Noor & Megah, 2010).
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial
Departemen Sosial RI Tahun 2007, jumlah penyandang cacat adalah 2.364.000 jiwa
termasuk penyandang cacat mental. Sedangkan menurut asumsi SoIna (Special
Olympics Indonesia) bahwa jumlah penyandang cacat tunagrahita adalah 3% dari
jumlah penduduk Indonesia atau sebesar 6 juta jiwa. Kondisi ini diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk
dan berbagai faktor lainnya yang memicu peningkatan jumlah penyandang cacat
Tidak mudah bagi ibu untuk menghadapi kenyataan bahwa anak mereka
penderita tunagrahita. Awalnya ibu akan bingung karena ibu tidak memiliki
pemahaman tentang tunagrahita. Perasaan tak percaya bahwa anaknya adalah
penderita tunagrahita kadang-kadang menyebabkan ibu mencari dokter lain untuk
menyangkal diagnosis dokter sebelumnya, bahkan sampai beberapa kali berganti
dokter. Pada akhirnya, setelah dihadapkan pada fakta yang objektif dari berbagai
sumber, maka kebanyakan ibu pun dengan amat terpukul dan terpaksa menerima
kenyataan pahit yang menimpa anaknya. Tentu saja hal ini sangat memukul perasaan
ibu. Bagaimana tidak, anak yang sangat dicintainya harus menderita suatu
keterbelakangan mental yang menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata
secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi
pada masa perkembangan (Mazbow, 2009).
Ada juga ibu yang shock dan merasa tertuduh karena memiliki pemahaman
yang salah tentang tunagrahita. ibu merasa bahwa anak tunagrahita lahir akibat
dosa-dosa orang tuanya, bahkan ada juga pasangan suami istri bertengkar lalu saling
menyalahkan. Dampak dari kebingungan, keterkejutan, rasa berdosa dan
pertengkaran yang berlarut-larut dapat merugikan anak tunagrahita karena diagnosis
anak tidak segera terlaksana (Wanei, dalam Somantri).
Pasti ada masa dimana ibu harus merenung dan tidak mengetahui tindakan
tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit ibu yang kemudian memilih tidak
sekalipun, kecuali kepada dokter yang menangani anaknya itu. Karena dalam situasi
seperti ini, pengarahan dari dokter atau psikiater mau tidak mau akan mereka
pertimbangkan karena dokter atau psikiater tersebut merupakan pihak yang dianggap
paling tahu mengenai persoalan anak mereka. Dokter atau psikiater harus dapat
memberikan pengarahan kepada para ibu yang sedang berada pada taraf panik, tidak
bisa berpikir, kaget, dan tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan informasi terpadu, memberi penekanan bahwa ”waktu sangat berharga”,
memberikan ibu sebanyak mungkin fakta mengenai kondisi anak dan kemudian
mengarahkan ibu untuk menggunakan logika dan nalar dalam menghadapi ”musibah”
ini sehingga tidak terfokus menggunakan emosi dan perasaan (Hamid, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamid (2004) menunjukkan bahwa
orang tua yang memiliki anak tunagrahita menunjukkan perasaan sedih, denial,
depresi, marah dan menerima keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang
masa depan anak dan stigma yang melekat pada anak. Seorang ibu dengan anak yang
menderita tunagrahita pernah membagikan pengalamannya sebagai berikut, ibu S
yang memiliki anak tunagrahita berumur 8 tahun mengatakan bahwa ia merasa sedih
ketika teman sepermainan anaknya mengejek dan mengatakan mengapa anaknya
tidak bersekolah di sekolah biasa dan mengalami kesulitan dalam komunikasi dengan
anaknya. Merasa putus asa karena sudah mencoba berbagai cara untuk
menyembuhkan anaknya. Hal senada juga diungkapkan Ibu P yang mempunyai anak
ibu menceritakan tentang keadaannya yang merasa malu , putus asa dan sedih dengan
keadaan anaknya.
Penggambaran kondisi psikologis ibu diatas menunjukkan bahwa ibu yang
memiliki anak tunagrahita mengalami perasaan sedih, putus asa, depresi dan
mengalami kondisi yang tidak menyenangkan.Bagi ibu inilah periode awal
kehidupan anaknya yang merupakan masa-masa tersulit dan paling membebani. Pada
periode ini seringkali ibu berhadapan dengan begitu banyak masalah, tidak saja
tentang anaknya, tetapi bercampur dengan masalah-masalah lainnya yang ikut
membebani pikiran dan perasaan ibu. Hal ini menggambarkan betapa beratnya
masalah yang sedang dihadapi oleh ibu dari anak dengan gangguan tunagrahita.
Belum lagi ketika mereka mengetahui bagaimana harapan-harapan keluarga besar
tentang anak mereka. Kakek, dan neneknya yang mengharapkan cucu yang sehat dan
cerdas tidak terpenuhi, sehingga mereka semakin tertekan. Jelas ini bukan perasaan
yang mengenakkan bagi ibu dengan anak yang menderita tunagrahita.
Hal lain yang kadang mengganjal para ibu dengan anak tunagrahita adalah
proses penjelasan diagnosis dari dokter, psikiater atau psikolog tentang gangguan
pada anaknya. Walaupun tidak ada cara ideal untuk memberitahukan hal tersebut,
sejumlah cara sudah pasti lebih baik daripada cara lainnya. Penelitian menunjukkan
bahwa kebanyakan ibu lebih suka diberi tahu sedini mungkin (Fauziah, 2009).
Berdasarkan wawancara awal dengan ibu, banyak ibu menjelaskan kekecewaan
tunagrahita pada anaknya. Ada ibu yang kecewa dengan tidak diberi kesempatan
yang cukup untuk bertanya seputar masalah diagnosis anaknya, kadang dokter terlalu
sibuk dan tidak punya waktu untuk menjelaskan dengan cukup, terkesan
terburu-buru, bersikap dingin, dan acuh.
Menurut penelitian Fauziah (2009), ditemukan bahwa tingkat stres para ibu
yang memiliki anak penyandang tunagrahita cukup tinggi. Mereka merasakan beban
yang cukup berat sepanjang hidup mereka. Para ibu sering mengeluh pada pihak–
pihak yang terkait yaitu suami, orangtua, sahabat dan tetangga seperti sulitnya punya
anak tunagrahita, karena lebih mudah mengurusi anak yang normal. Respon kaget,
penolakan, kesedihan yang mendalam, kemarahan dan lain sebagainya merupakan
berbagai ragam reaksi spontan yang ditunjukkan oleh orangtua ketika mengetahui
bahwa anaknya mengalami kondisi tunagrahita.
Walaupun ada sebagian ibu yang menerima kenyataan tersebut dengan
tabah dan tetap merawat anak mereka dengan sebaik-baiknya layaknya anak normal
lainnya. Mereka bersikap menerima, bersabar, bertawakal, dan terkadang tanpa
disadari mereka menangis sambil berdoa saat tengah malam dalam hati, memohon
kepada Allah Yang Maha Kuasa agar diberi kekuatan dalam menghadapi anak
tunagrahita dan diberi ketenangan dalam menghadapi hidup ini.
Beberapa keterlambatan perkembangan pada anak tunagrahita bila
dibandingkan dengan anak lain yang sebaya, menuntut adanya penanganan yang lebih
berpotensi menimbulkan stres bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi memerlukan pemecahan sebagai upaya
untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang
menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan permasalahan ini disebut dengan
coping. Coping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang
penuh tekanan. Coping merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi
memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Rustiana,
2003).
Menurut Lazarus (Davison dkk, 2006) coping adalah bagaimana orang
berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang
ditimbulkannya. Mu’tadin (2002) juga menambahkan bahwa coping strategy adalah
segala upaya dan usaha, baik mental maupun perilaku untuk menguasai,
mentoleransi, mengurangi, meminimalis situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda dalam mengatasi stres,
tergantung pada pengalaman dan persepsi individu tentang stres. Umumnya, coping
terjadi secara otomatis, begitu individu merasakan adanya situasi yang menekan atau
mengancam, maka individu dituntut untuk sesegera mungkin mengatasi ketegangan
yang dialaminya. Tetapi dari pengalamannya ini, individu akan melakukan evaluasi
untuk seterusnya memutuskan coping strategy apa yang seharusnya ditampilkan
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa coping strategy yang
merupakan respon individu terhadap tekanan yang dihadapi secara garis besar
dibedakan atas dua fungsi utama yaitu: Problem Focused Coping (PFC) dan
Emotional Focused Coping (EFC). PFC atau yang biasa disebut strategi menghadapi
masalah yang berorientasi pada masalah merupakan usaha yang dilakukan oleh
individu dengan cara menghadapi secara langsung sumber penyebab masalah. EFC
atau yang biasa disebut strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada emosi
merupakan perilaku yang diarahkan pada usaha untuk menghadapi tekanan-tekanan
emosi atau stres yang ditimbulkan oleh masalah yang dihadapi.
Untuk dapat melakukan respon terhadap stres secara efektifmaka individu
memerlukan dukungan sosial. Sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994) bahwa
salah satu faktor yang dapat mengubah pengalaman stres adalah dengan mencari
dukungan sosial.
Menurut Yusuf dan Nurihsan (2005: 266) dukungan sosial dapat diartikan
sebagai pemberian bantuan atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami
stres dari orang lain yang memiliki hubungan dekat (kerabat atau teman). Selain itu
Cassel, Caplan, dan Cobb (Vaux, 1988) berpendapat bahwa dukungan sosial
bertindak sebagai pelindung, dan penuntun jika terdapat efek-efek yang merugikan
dari stres, baik yang menganggu fisik maupun psikis. Mu’tadin (2002) juga
mendukung bahwa coping strategy dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
Saronson (2005) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat dianggap
sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang
lain yang dapat dipercaya. Dari hal tersebut, individu akan mengetahui bahwa orang
lain memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Sumber dukungan sosial bisa
berasal dari suami atau istri, teman atau sahabat.
Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial
yaitu: (a) bantuan materi dapat berupa pinjaman uang, (b) bantuan fisik berupa
interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang dan kesediaan untuk
mendengarkan permasalahan, (c) bimbingan termasuk pengajaran dan pemberian
nasehat, (d) feedback yaitu pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya
sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah, (e)
partisipasi sosial yaitu bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang.
Sedangkan House (Sarafino, 1990) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki
empat tipe, yaitu: Dukungan emosional (emotional support), dukungan penghargaan
(esteem support), dukungan informasi (informational support), dan dukungan
instrumental (instrumental support).
Dukungan ini yang sangat diperlukan bagi seorang ibu yang memiliki anak
tunagrahita dimana dukungan sosial merupakan mediator yang penting dalam
menyelesaikan masalah ibu yang memiliki anak tunagrahita. Dalam hal ini, ibu sangat
memerlukan bantuan dari keluarga, teman, terutama suami yang dapat berperan aktif
peran orang-orang terdekat dapat mempengaruhi ibu dalam mengatasi permasalahan
yang ada.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti termotivasi untuk mencari
hubungan (korelasi) antara dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang
memiliki anak penyandang tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
Sebagian ibu di sekolah luar biasa tersebut mungkin memberikan persepsi yang
berbeda tentang dukungan sosial yang diterimanya dengan coping strategy yang
mereka lakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran dukungan sosial pada ibu yang memiliki anak
penyandang tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung?
2. Bagaimana gambaran coping strategy pada ibu yang memiliki anak
penyandang tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung?
3. Apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial
dengan coping strategy pada ibu yang memiliki anak penyandang tunagrahita
di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung?
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji hubungan antara
dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang memiliki anak
penyandang tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai:
a. Dukungan sosial pada ibu yang memiliki anak penyandang tunagrahita di
SLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
b. Coping strategy pada ibu yang memiliki anak penyandang tunagrahita di
SLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
c. Hubungan antara dukungan sosial dengan coping strategy pada ibu yang
memiliki anak penyandang tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti
Bandung.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi peneliti khususnya, dan
pembaca pada umumnya. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Kegunaan Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ikut memperkaya wawasan dan
teori-teori dari literatur yang sudah ada, dapat memberi masukan dan sumbangan
sesuai, serta dapat dijadikan dasar bagi penelitian-penelitian serupa, selanjutnya
agar penelitian di masa mendatang hasilnya lebih baik lagi.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk orangtua (ayah dan ibu), diharapkan mampu menerima kondisi anak
dan mampu melakukan coping ketika menghadapi permasalahan anak
tunagrahita untuk perkembangan yang lebih optimal pada anak.
b. Untuk sekolah, diharapkan mampu memberikan cara-cara baru untuk
menghadapi anak sesuai dengan pengalaman yang didapat orangtua yang
berhasil menghadapi dan menangani anak tunagrahita.
E. Struktur Organisasi Skripsi
1. JUDUL
Disertai pernyataan maksud penelitian skripsi.
2. TIM PEMBIMBING
Beserta nama dan kedudukannya.
3. PERNYATAAN
Tentang keaslian karya ilmiah
4. KATA PENGANTAR
5. ABSTRAK
Ringkasan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dalam karya
6. DAFTAR ISI
Urutan isi karya ilmiah.
7. DAFTAR LAMPIRAN
Berisi daftar lampiran berdasarkan urutan bab dalam karya tulis ilmiah ini.
8. BAB I. PENDAHULUAN
Terdiri dari lima sub bab meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian skripsi.
9. BAB II. KAJIAN TEORI
Meliputi pembahasan mengenai konsep dukungan sosial, coping strategy, dan
tunagrahita, teori-teori tentang dukungan sosial, coping strategy, dan
tunagrahita, penelitian terdahulu serta hipotesis peneliti mengenai penelitian
ini.
10. BAB III. METODE PENELITIAN
Adalah Metode Penelitian yang terdiri atas identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi dan sampel, serta metode pengambilan sampel,
alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur dan metode
analisis data.
11. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai subjek
penelitian dan hasil penelitian.
Merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
13. DAFTAR PUSTAKA
Kumpulan literatur yang dijadikan referensi oleh peneliti dalam pembuatan
karya ilmiah ini, ditulis berdasarkan urutan alphabet.
14. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran berupa data pendukung dalam penelitian.
15. RIWAYAT HIDUP PENELITI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Sedangkan
untuk uji coba instrumen telah dilakukan pada 30 orang ibu yang memiliki anak
tunagrahita di SLB-C Sukapura Bandung yang dianggap memiliki karakteristik
yang relatif sama dengan subyek yang diteliti.
2. Populasi penelitian
Menurut Sugiyono (2011), populasi penelitian adalah wilayah generalisasi
yang terdiri dari objek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah 102 ibu dari anak
tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
3. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Secara umum, untuk penelitian korelasional
jumlah sampel minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan
dalam penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing
(Sekaran, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah 80 ibu yang memiliki anak
tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Sampel dipilih 80 orang karena
menurut Roscoe dalam buku Research Methods For Business (1982: 253)
memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut
ini:
1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
500.
2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai
negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi
atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali
dari jumlah variabel yang diteliti.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel
masing-masing antara 10-20
Tidak jauh berbeda dengan Roscoe, Gay & Diehl (1992) berpendapat
bahwa sampel haruslah sebesar-besarnya. Pendapat Gay dan Diehl (1992) ini
mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel yang diambil maka akan
semakin representatif dan hasilnya dapat digenelisir. Namun ukuran sampel yang
1. Jika penelitiannya bersifat deskriptif, maka sampel minimumnya adalah 10%
dari populasi.
2. Jika penelitiannya korelasional, sampel minimumnya adalah 30 subjek.
3. Apabila penelitian kausal perbandingan, sampelnya sebanyak 30 subjek
per-grup.
4. Apabila penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15 subjek
per-grup.
Sedangkan untuk teknik sampling yang digunakan adalah probability
sampling, dengan jenis simple random sampling, yaitu cara pengambilan sampel
dari anggota populasi dengan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan)
dalam anggota populasi tersebut (Sugiyono, 2011: 120). Dengan jumlah sampel
yang telah disebutkan di atas yaitu 80, selanjutnya angket dipilih acak oleh
penulis dari sekitar 92 ibu yang hadir dalam pengisian angket.
B. Metode Penelitian
Metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan teknik studi korelasional (correlation study), dimana
teknik korelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel
X dengan variabel Y dan apabila ada seberapa erat dan seberapa berartinya hubungan
tersebut (Arikunto, 2006: 239). Penelitian ini menggunakan pengambilan data berupa
sosial dari House, sementara item-item coping strategy diturunkan berdasarkan
kategori yang dibuat oleh Lazarus & Folkman (1984).
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).
Menurut Sugiyono (2011), variabel dalam penelitian dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu:
a) Variabel Independen, sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
anticedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel bebas menggunakan simbol “X”.
b) Variabel Dependen, sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah dukungan sosial
sebagai variabel independen (X) dan coping strategy sebagai variabel dependen
(Y).
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan yang dapat diamati (Suryabrata, 2004). Definisi operasional
setiap variabel adalah sebagai berikut:
a. Dukungan Sosial
Operasionalisasi dari variabel dukungan sosial diturunkan sebagai berikut:
1) Emotional support (dukungan emosional), yang meliputi ekspresi empati,
perhatian, dan perlindungan kepada seseorang. Dukungan emosi ini
memberikan perasaan senang, tentram, merasa dimiliki dan dicintai bagi
orang yang mengalami kecemasan.
2) Esteem support (dukungan penghargaan), dukungan ini melibatkan ekspresi
yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan
dan performa orang lain.
3) Informational support (dukungan informasi), yang meliputi nasihat, saran, dan
diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
4) Instrumental support (dukungan instrumental), yang meliputi bantuan
menyertai berkunjung ke biro layanan sosial atau bantuan dalam mengerjakan
tugas-tugas tertentu.
b. Coping Strategy
Operasionalisasi dari variabel coping strategy, diturunkan sebagai berikut:
Coping strategy yang berpusat pada masalah memiliki karakteristik:
1) Planful problem solving, menggambarkan usaha pemecahan masalah dengan
terus dan disertai dengan pendekatan analisis untuk pemecahan masalah.
2) Confrontative coping, menggambarkan reaksi agresi untuk mengubah
keadaan, juga menggambarkan suatu tingkat permusuhan, menggambarkan
tingkat kemarahan dan pengambilan resiko.
Coping strategy yang berpusat pada emosi karakteristiknya sebagai berikut:
1) Distancing, menggambarkan upaya-upaya untuk menjauhkan diri atau
berusaha tidak melibatkan diri dalam permasalahan, disamping menciptakan
pandangan-pandangan positif.
2) Self control, menggambarkan usaha-usaha untuk meregulasi perasaan maupun
penyesuaian tindakan.
3) Seeking social support, menggambarkan usaha-usaha untuk mencari
dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun
dukungan emosional dalam upaya menyesuaikan perasaan dan tindakan yang
4) Accepting responsibility, usaha-usaha untuk mengakui perasaan dirinya dalam
permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk mendudukkan segala sesuatu
dengan benar sebagaimana mestinya dan menjadi lebih baik.
5) Escape-avoidance, menggambarkan reaksi berkhayal dan usaha
menghindarkan atau melarikan diri dari masalah yang dihadapi.
6) Positive reappraisal, menggambarkan usaha untuk menciptakan makna yang
positif dengan memusatkan pada pengembangan personal dan juga melibatkan
hal-hal yang bersifat religius.
D. Teknik Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan teknik
pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data
merupakan suatu cara yang ditempuh oleh peneliti untuk memperoleh data yang
diteliti. Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun
angka (Arikunto, 2006:96). Agar diperoleh data yang lengkap maka harus digunakan
teknik pengumpulan data yang tepat sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang
tepat dan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner, yaitu seperangkat pertanyaan tertulis yang dikirimkan
kepada responden untuk mengungkap pendapat, keadaan, kesan yang ada pada diri
E. Alat Ukur Dukungan Sosial dan Coping Strategy
Setiap variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner. Bentuk kuesioner bervariasi sesuai dengan tujuan dan apa yang akan digali
melalui kuesioner tersebut. Untuk mendapatkan data yang diperlukan bagi
tercapainya tujuan penelitian ini, digunakan dua bentuk instrumen yang ditujukan
untuk mengukur masing-masing variabel. Instrumen yang digunakan antara lain:
1. Dukungan Sosial
a. Spesifikasi Alat Ukur Dukungan Sosial
Instrumen dukungan sosial ini dikembangkan sendiri oleh peneliti merujuk
pada teori yang dikemukakan oleh House (Sarafino, 1990) yang terdiri dari
[image:35.612.114.529.207.703.2]berbagai item pernyataan yang dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Dukungan Sosial
Dimensi Aspek Indikator Nomor Item
Fav Unfav
Dukungan Emosional
Meliputi ekspresi empati, perhatian, dan
perlindungan kepada seseorang.
1, 9, 17, 19, 25
5, 22, 24, 26 28
Dukungan Penghargaan
Melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain.
2, 4, 10, 13, 27
6, 20, 29
Dukungan Instrumental Meliputi bantuan material, seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang, dan menyertai
Dukungan Sosial
layanan sosial atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
Dukungan Informasional
Meliputi nasihat, saran dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
3, 16, 18 8, 12, 21
b. Pengisian Alat Ukur Dukungan Sosial
Cara pengisian alat ukur ini yaitu dengan meminta kesediaan reponden
untuk menjawab semua item pertanyaan yang diajukan dengan cara memilih atau
menentukan salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia di setiap item
pernyataan yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh individu yang
bersangkutan. Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel dukungan sosial
adalah Skala Likert. Penentuan jawaban dilakukan dengan mengisi salah satu
kolom pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda silang (X) sesuai dengan
jawaban yang menjadi pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori, yaitu
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS).
c. Penilaian Alat Ukur Dukungan Sosial
Penilaian atau penskoran jawaban dari responden dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh oleh responden. Total jumlah nilai
yang diperoleh oleh responden akan menunjukkan taraf dukungan sosial yang
dimiliki oleh responden yang bersangkutan.
empat kategori yang harus dipilih responden. Jawaban dari setiap pernyataan
[image:37.612.123.526.208.608.2]tersebut dinilai dengan angka sebagai berikut.
Tabel 3.2
Penilaian Item Alat Ukur Dukungan Sosial
Pilihan Favourable (+) Unfavourable (-)
Sangat Sesuai (SS) 3 0
Sesuai (S) 2 1
Tidak Sesuai (TS) 1 2 Sangat Tidak Sesuai (STS) 0 3
Hasil (total skor) yang diperoleh masing-masing responden akan
menyatakan derajat atau taraf dukungan sosial individu yang dikategorikan
dalam taraf tinggi, sedang, dan rendah.
Berikut skor maksimal tiap tiap faktor dalam variabel dukungan sosial:
Tabel 3.3
Kategorisasi Skor Maksimal Dukungan Sosial
Tipe Dukungan Sosial ∑ Item Skor
Maksimal
∑ Skor Maksimal (∑ item x Skor Maks.) Dukungan Emosional 8 3 24
Dukungan Penghargaan 7 3 21 Dukungan Instrumental 5 3 15 Dukungan Informasional 4 3 12
2. Coping Strategy
Kuesioner coping strategy yaitu Ways of Coping the Revised Version
digunakan untuk menjaring strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh ibu
yang memiliki anak tunagrahita dalam menghadapi stressor. Kuesioner ini dibuat
oleh Lazarus dan Folkman pada tahun 1984. Kuesioner terdiri dari pernyataan
yang sebagian diantaranya mencerminkan strategi penanggulangan stres yang
berpusat pada masalah dan sebagian lagi mencerminkan strategi penanggulangan
stres yang berpusat pada emosi. Kuesioner ini dikembangkan dan disesuaikan
dengan keadaan responden. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
[image:38.612.120.529.208.629.2]Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Coping Strategy
Dimensi Aspek Indikator Nomor Item
Fav Unfav
Problem focused form of coping
Planful problem solving
Usaha pemecahan masalah disertai dengan pendekatan analisis untuk pemecahan masalah.
1, 18, 38 5, 26, 39
Confrontative coping
Menggambarkan reaksi agresi untuk mengubah masalah.
3, 13, 28 10, 11, 50
Emotion focused form of coping
Distancing Reaksi melepaskan diri atau berusaha tidak melibatkan diri dalam permasalahan, disamping menciptakan pandangan positif
7, 32, 45 2, 30, 48
Self control Usaha-usaha untuk meregulasi perasaan dan tindakan
Seeking social support
Usaha mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata maupun dukungan emosional
4, 14, 24 17, 21, 33
Accepting responsibility Usaha-usaha untuk mengakui perasaan dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk mendudukkan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya
19, 41 22, 36
Escape avoidance Menggambarkan reaksi berkhayal dan usaha menghindarkan atau melarikan diri dari masalah yang dihadapi
12, 25, 37, 46
16, 31, 40, 51
Positive reappraisal
Menggambarkan usaha untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada pengembangan personal dan juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius
15, 23, 29, 44, 47
8, 9, 20, 42
b. Pengisian Alat Ukur Coping Strategy
Alat ukur ini disusun dalam skala Likert. Responden diminta untuk
menentukan seberapa sering cara-cara penanggulangan yang disajikan pada
item-item tersebut dipakai untuk menghadapi situasi yang tidak menyenangkan atau
menimbulkan stres sebagai akibat dari tuntutan yang ia hadapi. Responden diminta
untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang paling sesuai dengan
jawaban yang menjadi pilihannya. Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori, yaitu
Sering (S), Cukup Sering (CS), Pernah (P), dan Tidak Pernah (TP).
c. Penilaian Alat Ukur Coping Strategy
Cara penyekoran instrumen ini adalah dengan menjumlahkan seluruh skor
jawaban setelah itu dibuat proporsi di antara keduanya dengan cara:
Skor pada strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah x 100%
Skor maksimal pada strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah
Skor pada strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi x 100%
Skor maksimal pada strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi
Kemudian dilihat persentase mana yang paling besar. Jika persentase yang
paling besar ada pada strategi penanggulangan stres yang berpusat pada masalah,
maka responden dikatakan memiliki strategi penanggulangan stres yang berpusat
pada masalah. Sebaliknya jika persentase yang besar ada pada strategi
penanggulangan stres yang berpusat pada emosi, maka responden dikatakan
memiliki strategi penanggulangan stres yang berpusat pada emosi.
[image:40.612.125.526.235.625.2]Tabel 3.5
Penilaian Item Alat Ukur Coping Strategy
Pilihan Favourable (+) Unfavourable (-)
Sering (S) 4 1
Cukup sering (CS) 3 2
Pernah (P) 2 3
Hasil (total skor) yang diperoleh masing-masing responden akan
menyatakan derajat atau taraf coping strategy individu yang dikategorikan dalam
taraf sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah.
Berikut skor maksimal tiap tiap faktor dalam variabel coping strategy:
[image:41.612.115.527.201.617.2]Tabel 3.6
Kategorisasi Skor Maksimal Coping Strategy
Tipe Coping Strategy ∑ Item Skor
Maksimal
∑ Skor Maksimal (∑ item x Skor
Maks.)
Problem focused form of coping
Planful problem solving 6 4 24
Confrontative coping 5 4 20
Emotion focused form of coping
Distancing 6 4 24
Self control 6 4 24
Seeking social support 5 4 20
Accepting responsibility 4 4 16
Escape avoidance 7 4 28
Positive reappraisal 8 4 32
F. Kategorisasi Skala
Kategorisasi skala adalah pengelompokan sebuah kelompok pengambil tes
atau skala ke dalam beberapa level (Ihsan, 2009).
` 1) Dukungan Sosial
Agar mudah dipahami, data penelitian kemudian dikategorisasikan
kedalam tiga tingkatan dukungan sosial yaitu: dukungan sosial rendah, dukungan
sosial sedang, dan dukungan sosial tinggi. Besarnya interval untuk setiap
tertinggi yang dapat dicapai dengan kemungkinan skor terendah yang mungkin
diperoleh. Skor maksimal dukungan sosial adalah 72, didapat dari skor maksimal
dikali dengan jumlah item (3 X 24 item), sedangkan skor minimal dukungan
sosial adalah 0, didapat dari skor minimal dikali dengan jumlah item (0 X 24
item).
Interval = (jumlah skor maksimal) – (jumlah skor minimal)
Jumlah tingkatan atau kategori
[image:42.612.118.528.213.594.2]Interval 24
Tabel 3.7
Kategorisasi Tingkatan Dukungan Sosial
Tingkat Dukungan Sosial Skor
Tinggi 48-72 Sedang 24-47
Rendah 0-23
2) Coping Strategy
Agar mudah dipahami, data penelitian kemudian dikategorisasikan
kedalam empat tingkatan coping strategy yaitu: coping strategy sangat rendah,
coping strategy rendah, coping strategy tinggi, dan coping strategy sangat tinggi.
Besarnya interval untuk setiap kategori ditentukan dengan membagi empat, hasil
kurang antara kemungkinan skor tertinggi yang dapat dicapai dengan
kemungkinan skor terendah yang mungkin diperoleh. Skor maksimal coping
47 item), sedangkan skor minimal coping strategy adalah 47, didapat dari skor
minimal dikali dengan jumlah item (1 X 47 item).
Interval = (jumlah skor maksimal) – (jumlah skor minimal)
Jumlah tingkatan atau kategori
Interval
[image:43.612.117.528.207.593.2]Tabel 3.8
Kategorisasi Tingkatan Coping Strategy
Tingkat Coping Strategy Skor
Sangat Tinggi 152-188 Tinggi 117-151 Rendah 82-116 Sangat Rendah 47-81
G. Uji Coba Alat Ukur Penelitian
Sebelum instrumen penelitian digunakan menjadi alat ukur, diperlukan uji
coba instrumen penelitian terlebih dahulu. Para ahli psikometri telah menetapkan
kriteria bagi setiap alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang
baik, yaitu mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya. Kriteria tersebut
diantaranya adalah reliabel, valid, standar, ekonomis, dan praktis. Sifat reliabel dan
valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu
alat ukur yang tidak reliabel dan tidak valid akan memberikan informasi yang tidak
akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes itu. Disinilah
coba sendiri dilakukan terhadap 30 orang ibu yang memiliki anak penyandang
tunagrahita di SLB-C Sukapura Bandung.
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas
rendah (Arikunto, 2006:168).
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran
tentang validitas yang dimaksud. Uji validitas penelitian ini didasarkan pada
validitas isi dan mencari korelasi antara tiap-tiap item skor total itemnya (daya
diskriminasi item).
Pada uji validitas ini dilakukan validitas isi dan daya dikriminasi item.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes
dengan analisis rasional atau oleh professional judgment (Azwar, 2009). Ada dua
macam item yang dilihat dari professional judgment, yaitu dilihat dari isi
isi, kemudian dilakukan pengujian daya diskriminasi untuk mengetahui item yang
layak. Item yang layak dan valid adalah item yang memiliki daya beda atau daya
diskriminasi item, yaitu item yang mampu membedakan antara individu atau
kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor setiap item dengan
skor total item menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment dan
perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 15.0
for Windows.
Azwar (2009) mengemukakan bahwa semua item yang mencapai koefisien
korelasi minimal 0,30 sehingga daya pembedanya dianggap memuaskan. Tetapi
Azwar mengatakan bahwa bila jumlah item belum mencukupi kita bisa menurunkan
sedikit batas kriteria 0,30 menjadi 0,25 agar jumlah item yang diinginkan dapat
tercapai. Yang sangat tidak disarankan adalah menurunkan batas kriteria di bawah
0,20. Pada penelitian ini, batas koefisien korelasi yang digunakan 0,25 sehingga
jumlah item yang diinginkan dapat dicapai.
a. Validitas Instrumen Dukungan Sosial
Setelah dilakukan uji coba validitas menggunakan Product Moment
Pearson dengan bantuan SPSSversion 15.0 for Windows diketahui bahwa pada
instrumen dukungan sosial diperoleh 21 item yang valid atau > 0,25 dan 8 item
lainnya tidak valid. Adapun kedelapan item yang tidak valid tersebut, 5 item
[image:45.612.120.529.215.599.2]Item-item yang Layak pada Instrumen Dukungan Sosial
No Dimensi Item yang Layak
1 Dukungan Emosional 1, 5, 9, 19, 22, 24, 25, 28 2 Dukungan Penghargaan 2, 4, 6, 13, 20, 27, 29 3 Dukungan Instrumental 7, 11, 14, 15, 23 4 Dukungan Informasional 8, 12, 16, 18
Total 24
b. Validitas Instrumen Coping Strategy
Setelah dilakukan uji coba validitas menggunakan Product Moment
Pearson dengan bantuan SPSSversion 15.0 for Windows diketahui bahwa pada
instrumen coping strategy diperoleh 43 item yang valid atau >0,25 dan 8 item
lainnya tidak valid. Adapun kedelapan item yang tidak valid tersebut, 4 item
[image:46.612.118.530.117.670.2]diantaranya dibuang dan 4 item lainnya diperbaiki, sehingga menghasilkan:
Tabel 3.10
Item-item yang Layak pada Instrumen Coping Strategy
Dimensi Aspek Item yang Layak
Problem focused form of coping
Planful problem solving
1, 5, 18, 26, 38, 39
Confrontative coping 10, 11, 13, 28, 50 Emotion focused form
of coping
Distancing 2, 7, 30, 32, 45, 48 Self control 6, 27, 34, 35, 43, 49 Seeking social support 4, 14, 17, 24, 33
Accepting responsibility
19, 22, 36, 41
Escape avoidance 12, 16, 25, 37, 40, 46, 51 Positive reappraisal 8, 9, 15, 23, 29, 42, 44,
47
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas diterjemahkan dari kata Reliability yaitu sejauh mana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya, hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam
beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah
(Azwar, 2009). Rentang koefisien reliabilitas berada 0-1.00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas mendekati angka 1.00 berarti semakin tinggi reliabilitas.
Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas semakin rendah mendekati angka 0 berarti
semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2009). Menurut Guilford (Sugiyono, 2007:
[image:47.612.120.526.215.591.2]18), kriteria koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dapat dikategorikan seperti pada
tabel dibawah ini:
Tabel 3.11
Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
Kriteria Koefisien
Sangat reliabel >0.900 Reliabel 0.700 – 0.900 Cukup reliabel 0.400 - 0.700 Kurang reliabel 0.200 – 0.400 Tidak reliabel <0.200
Adapun hasil yang didapat berdasarkan perhitungan uji reliabilitas yang
dilakukan terhadap instrumen dukungan sosial sebesar 0,781. Hal ini menunjukkan
bahwa instrumen dukungan sosial termasuk dalam kategori reliabel. Hasil
Tabel 3.12
Reliabilitas Instrumen Dukungan Sosial Cronbach's Alpha N of Items
,781 29
Sedangkan untuk instrumen coping strategy didapatkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,859. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen coping strategy
masuk dalam kategori reliabel. Hasil perhitungan reliabilitas coping strategy dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.13
Reliabilitas Instrumen Coping Strategy Cronbach's Alpha N of Items
,859 51
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas distribusi data digunakan untuk mengetahui dan
menentukan teknik statistik apa yang digunakan pada pengolahan data
selanjutnya. Apabila penyebaran datanya normal, maka akan digunakan statistik
parametrik. Akan tetapi bila penyebaran datanya tidak normal, maka akan
digunakan teknik statistik non parametrik, yang berarti hasil perhitungan hanya
Aturan dari pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi yang diperoleh
lebih besar dari 0.05, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, sebaliknya jika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0.05, maka
sampel bukan berasal dari populasi yang normal.
Berikut dapat dilihat hasil uji normalitas dengan menggunakan one-sample
Kolgomorov Smirnov yang perhitungannya dibantu dengan software SPSS 15.0
[image:49.612.120.528.207.625.2]for Windows.
Tabel 3.14
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Dukungan Sosial Coping Strategy
N 80 80
Normal Parameters(a,b) Mean 57.6375 137.0750
Std.
Deviation 7.99722 17.00169
Most Extreme Differences Absolute .116 .078
Positive .109 .078
Negative -.116 -.071
Kolmogorov-Smirnov Z 1.039 .700
Asymp. Sig. (2-tailed) .231 .711
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.s
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada instrumen dukungan sosial
diperoleh angka signifikan sebesar 0,711 (p > 0,05). Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa kedua instrumen memiliki distribusi data normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara variabel
satu (dukungan sosial) dan variabel dua (coping strategy). Suatu hubungan
dikatakan linear apabila adanya kesamaan variabel, baik penurunan maupun
kenaikan yang terjadi pada kedua variabel tersebut. Maksudnya adalah, apakah
garis regresi antara variabel X dan Y membentuk garis yang linear atau tidak.
Jika signifikansi < 0,05 maka terdapat hubungan yang linear antara variabel X
dengan variabel Y. Untuk melihat nilai linieritas regresi menggunakan bantuan
[image:50.612.118.530.209.600.2]software SPSS Versi 15.0 for Windows.
Tabel 3.15 Hasil Uji Linearitas
Predictors Dependent
Variable
F Signifikansi
Dukungan Sosial Coping Strategy 39,050 0,000
Berdasarkan tabel diatas, angka signifikansi menunjukkan 0,000. Jika
probabilitas < 0,05 menunjukkan bahwa hubungan antara dukungan sosial
dengan coping strategy membentuk garis linear. Dengan demikian variabel
dukungan sosial mampu mempengaruhi coping strategy yang dilakukan oleh
3. Uji Korelasi
Uji korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan. Jika
terdapat hubungan, seberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya
hubungan tersebut (Arikunto, 2006:270). Alasan penulis menggunakan rumus ini
adalah untuk mengetahui koefisien korelasinya atau derajat kekuatan hubungan
antara dukungan sosial dengan coping strategy. Teknik analisis korelasi pearson
product moment termasuk teknik statistik parametrik yang menggunakan data
interval dan ratio dengan persyaratan tertentu. Misalnya data berdistribusi
normal, dan data yang dihubungkan berpola linear.
Karena seluruh data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan datanya
parametrik, maka uji korelasi yang digunakan adalah uji Korelasi Pearson
Product Moment. Setelah diketahui koefisien korelasinya, maka langkah
[image:51.612.120.534.201.637.2]selanjutnya ialah menginterpretasikan koefisien korelasi tersebut sebagai berikut:
Tabel 3.16
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,19 Sangat rendah 0,20-0,39 Rendah 0,40-0,59 Sedang 0,60-0,79 Kuat 0,800-1,00 Sangat Kuat
4. Uji Signifikansi
Uji signifikansi digunakan untuk melihat apakah terdapat korelasi yang
signifikan antara variabel satu (x) dan variabel dua (y). Uji signifikansi dilakukan
untuk menguji apakah hubungan yang ditemukan tersebut berlaku untuk seluruh
populasi atau tidak (Sugiyono, 2008:185). Berikut dibawah ini adalah kriteria
[image:52.612.121.530.212.675.2]signifikansi variabel:
Tabel 3.17
Kriteria Signifikansi Variabel
Kriteria
Probabilitas > 0,05 Ho diterima
Probabilitas < 0,05 Ho ditolak
5. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Shavelson (Furqon, 2004:100), koefisien determinasi merupakan
kuadrat dari koefisien korelasi yang dikalikan 100%. Uji koefisien determinasi
ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar varian yang terjadi pada variabel
Y (coping strategy) turut ditentukan oleh varian yang terjadi pada variabel X
(dukungan sosial). Adapun rumus yang digunakan pada uji koefisien determinasi
ini adalah sebagai berikut:
KD = r 2 x 100%
Keterangan:
6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibagi dalam
empat tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1) Menentukan variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini.
2) Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti.
3) Menetapkan desain penelitian dan instrumen yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
4) Menetapkan subjek penelitian.
5) Menyusun proposal penelitian sesuai dengan judul yang akan diteliti.
6) Mengajukan proposal penelitian kepada Dewan Pembimbing Skripsi
untuk mendapat pengesahan.
7) Pengajuan surat ijin penelitian yang dimulai dari jurusan psikologi.
Setelah mendapat rekomendasi dari jurusan selanjutnya mengajukan
perizinan kepada pihak fakultas dan rektorat yang kemudian surat izin
penelitian direkomendasikan langsung kepada pihak sekolah melalui
kepala sekolah yang bersangkutan.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pembukaan dan penyampaian maksud kedatangan peneliti.
4) Mengumpulkan angket yang telah diisi oleh sampel penelitian.
5) Penutupan.
c. Tahap Pengolahan Data
1) Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan dengan tujuan untuk mengecek kelengkapan
jumlah angket yang terkumpul dan kelengkapan pengisian angket yang
diisi oleh subjek. Setelah semuanya lengkap baru dilakukan pengolahan
data.
2) Tabulasi Data
Tabulasi data adalah langkah dimana peneliti merekap semua data yang
diperoleh untuk kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan
bantuan software SPSS 15.0.
3) Penyekoran Data
Penyekoran data dilakukan dengan menggunakan kategorisasi skor yang
telah dibuat dan ditetapkan sebagai acuan dalam menentukan setiap
jawaban subjek.
Setiap jenis data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam dua kelompok,
yaitu dukungan sosial dan coping strategy.
d. Tahap Penyelesaian
1) Menampilkan hasil analisis penelitian.
2) Membahas hasil analisis penelitian berdasarkan teori yang digunakan.
3) Membuat kesimpulan dari hasil penelitian serta mengajukan rekomendasi
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung yang
memiliki dukungan sosial tinggi sebesar 77% (62 orang). Hal ini berarti
sebagian ibu mendapatkan perhatian emosional, bantuan instrumental,
bantuan informasi, dan bantuan penghargaan yang baik dari keluarga, rekan
kerja maupun lingkungan di sekitar mereka. Sedangkan sisanya sebanyak 18
orang (23%) mendapatkan dukungan sosial sedang, artinya mereka jarang
mendapatkan dukungan dari orang lain ketika membutuhkannya.
2. Jenis coping strategy yang digunakan oleh ibu yang memiliki anak tunagrahita
di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung secara umum adalah problem focused
form of coping dengan persentase sebesar 89% (71 orang). Hal ini berarti
bahwa para ibu ini dapat merespon stressor secara baik dengan memanfaatkan
sumber daya internal yang dimilikinya. Namun demikian, terdapat ibu yang
menggunakan emotion focused form of coping