• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun oleh: Muhamad Imanuddin

20120220108

Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

(Attitude of Farmers Towards Sustainability of Rice Farming In Sub Urban Area Of Sleman Regency)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Muhamad Imanuddin

20120220108 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Skripsi yang berjudul:

SIKAP PETANI TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHA TANI PADI DI WILAYAH PERI URBAN KABUPATEN SLEMAN

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh

derajat Sarjana Pertanian

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada

baginda Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penelitian ini dilakukan di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada tahun 2015. Penelitian ini bagian dari penelitian payung dengan judul “Efisiensi dan Keberlanjutan

Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang diteliti oleh Bapak

Triyono, SP., MP.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Triyono, SP.,MP yang telah memberikan bantuan data, biaya, waktu, dukungan moral dan selaku dosen pembimbing utama, kepada Bapak Dr. Aris Slamet Widodo, SP.,M.Sc yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan beliau dan selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian ini dan kepada Ibu Retno Wulandari, M.Sc selaku dewan penguji penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu, juga kepada kakak-kakak tercinta, kepada rekan-rekan Tim Payung terima kasih atas kerjasamanya, kepada civitas akademika Fakultas Pertanian UMY dan secara khusus kepada mereka yang telah saya repotkan dalam penyelesaian penelitian ini. Barokallahu fiikum, wa ma’annajah.

Yogyakarta, Mei 2016

(5)

DAFTAR ISI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Usahatani ... 7

2. Wilayah Peri Urban ... 8

3. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 10

4. Sikap ... 11

5. Keberlanjutan Usahatani ... 14

B. Kerangka Pemikiran ... 16

C. Hipotesis ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

A. Penentuan lokasi dan sampel ... 21

B. Teknik Pengumpulan Data ... 22

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 23

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 23

E. Metode Analisis Data ... 27

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

A. Kondisi Fisik Wilayah ... 32

1. Kecamatan Gamping ... 34

2. Kecamatan Godean ... 35

(6)

B. Pendidikan ... 36

C. Keadaan penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Sleman ... 37

D. Keadaan Pertanian Kabupaten Sleman ... 38

1. Tanaman pangan ... 38

2. Buah-buahan ... 39

3. Peternakan ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Profil Petani Responden ... 41

1. Usia petani ... 41

2. Tingkat Pendidikan ... 42

3. Jumlah Anggota Keluarga ... 44

4. Pengalaman Bertani ... 45

5. Luas lahan ... 46

6. Pendapatan keluarga petani ... 48

B. Pengetahuan Petani Terhadap Peraturan Pemerintah Dalam Melindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 50

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani terhadap Keberlanjutan Usahatani Padi di Wilayah Peri Urban Kabupaten Sleman ... 55

1. Uji kelayakan model regresi logistik (Goodness of Fit) ... 58

2. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit Test) ... 59

3. Uji koefisien determinasi (R2) ... 62

4. Uji parsial parameter (Wald test) ... 62

5. Peluang keinginan petani untuk melanjutkan usahatani padi (willingness to leave) di wilayah peri urban Kabupaten Sleman ... 73

VI. PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Luas Sawah/Wetland di DI Yogyakarta tahun 2009-2013... 3 Tabel 2. Deskripsi Variabel Bebas ... 28 Tabel 3. Luas daerah menurut ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten

Sleman (Km2) tahun 2014 ... 33 Tabel 4. Ketersediaan sekolah di Kabupaten Sleman tahun 2013/2014. ... 37 Tabel 5. Luas penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman tahun 2010-2013

(Ha) ... 38 Tabel 6. Tingkat usia petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun

2014... 41 Tabel 7. Tingkat pendidikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman

tahun 2014 ... 43 Tabel 8. Jumlah anggota keluarga petani padi di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman tahun 2014 ... 44 Tabel 9. Pengalaman bertani petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman

tahun 2014 ... 45 Tabel 10. Luas lahan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun

2014... 47 Tabel 11. Pendapatan usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman musim hujan dan musim kemarau tahun 2013-2014 ... 48 Tabel 12. Pendapatan luar usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten

Sleman pada tahun 2014 ... 50 Tabel 13. Pengetahuan petani terhadap peraturan pemeritah tentang perlindungan

lahan pertanian pangan berkelanjutan di wilayah peri urban tahun 2014 ... 51 Tabel 14. Statistik deskriptif variabel bebas yang mempengaruhi keberlanjutan

(8)

Tabel 15. Uji kelayakan model regresi logistik menggunakan Hosmer dan

Lameshow test ... 58 Tabel 16. Ketepatan model regresi logistik pada tabel klasifikasi setelah variabel

bebas di masukkan kedalam model... 59 Tabel 17. Hasil uji parameter serempak (maximum likelihood) ... 61 Tabel 18. Hasil pengujian koefisien determinasi regresi logistik ... 62 Tabel 19. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang

mempengaruhi keberlanjutan usahatani padi ... 63 Tabel 20. Sebaran peluang keinginan petani untuk melanjutkan (Willingness to leave)

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Logistik faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman menggunakan SPSS ... 83 Lampiran 2. Tabel Chi-Square ... 86 Lampiran 3. Tabulasi data sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di

wilayah peri urban Kabupaten Sleman ... 87 Lampiran 4. Kuisioner penelitian/Data yang digunakan untuk penelitian berjudul

(11)
(12)

Muhamad Imanuddin

Triyono, SP.MP./Dr. Aris Slamet W, SP.MSc. Agribusiness Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Abstract

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling penting. Kekurangan pangan secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan politik Negara tersebut. Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, sudah selayaknya jika negara perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan.

Konsep pertanian berkelanjutan yaitu suatu proses yang memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan generasi yang akan dating (Karwan, 2003). Seiring dengan laju alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian, sumberdaya pertanian yang perlu mendapatkan prioritas adalah lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan berkelanjutan.

(14)

pangan berkelanjutan yang bertujuan untuk: melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; mempertahankan keseimbangan ekologis; dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Alih fungsi lahan rawan terjadi di wilayah peri urban karena berbatasan langsung dengan kota.

Wilayah peri urban diistilahkan sebagai daerah rural-urban fringe, yaitu wilayah peralihan mengenai pemanfaatan lahan, karakteristik sosial dan demografis dan wilayah ini terletak antara lahan kekotaan kompak terbangun yang menyatu dengan pusat kota dan lahan kedesaan yang hampir tidak di temukan bentuk-bentuk lahan kekotaan dan permukiman perkotaan (Pyor dalam Yunus et all, 2009). Pertumbuhan ekonomi di wilayah peri urban yang tak terkendali cepat atau lambat akan mengenai sektor penyedia pangan berupa berkurangnya lahan subur. Kondisi ini bila dibiarkan akan membahayakan struktur sistem pengadaan pangan di wilayah perkotaan karena daerah pertanian di pinggiran kota sebagai salah satu aset penting pemasok pangan ke kota telah berubah fungsi.

(15)

Berkelanjutan untuk mengurangi penyusutan lahan pertanian dan memenuhi kebutuhan pangan. Dalam perda tersebut, Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 ha.

Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menyebutkan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kawasan andalan yang mempunyai banyak potensi, salah satunya potensi di bidang pertanian. Pada tahun 2013, luas sawah di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 56.539 Ha. Lahan sawah terluas berada di Kabupaten Sleman, yaitu 22.835 Ha, selanjutnya tabel di bawah menunjukkan sawah (wetland) tahun 2009-2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 1. Luas Sawah/Wetland di DI Yogyakarta tahun 2009-2013 No Kabupaten/Kota Luas Sawah/Wetland (ha)

(16)

dengan penyusutan luas sawah dari 15.569 ha menjadi 15.471 ha atau sekitar 0,63%. Upaya pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengurangi penyusutan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta No 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 ha.

Kabupaten Sleman sebagai kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta mempunyai kedudukan yang strategis untuk memasok kebutuhan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta, selain itu Kabupaten Sleman merupakan lumbung padi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki lahan persawahan terluas dengan jumlah produksi padi pada tahun 2013 mencapai 307.581 ton atau 33,37% dari total produksi padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rata- rata produktivitas padi sawah di Kabupaten Sleman mencapai 62.97 kuintal per hektar dari luas panen 48.584 hektar dan padi ladang mencapai 33.43 kuintal per hektar dari luas panen 499 hektar (BPS DIY, 2014).

(17)

menjadi non pertanian, karena ada peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang mengalih fungsikan lahan pertanian.

Pada saat sekarang ini, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan namun masih dipertanyakan tingkat pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan faktor-faktor apa saja yang mempenngaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dan faktor-faktor apa saja yang mempenngaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

B. Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

2. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi pemerintah, peneliti maupun pemerhati pengembangan ilmu yaitu :

(18)

2. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pendampingan terhadap petani yang berkaitan dengan usahatani padi.

3. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan

(19)

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani

Usahatani merupakan pertanian rakyat dari kata farm dalam bahasa Inggris. Dr. Mosher memberikan definisi farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian di selenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani adalah suatu tempat di mana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang di perlukan untuk produksi pertanian agar di peroleh hasil maksimal. Farm, yaitu sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap ataupun manger yang digaji (Isaskar, 2014).

(20)

walau tidak secara tertulis. Dalam ilmu ekonomi di katakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan di terima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan, cost ) yang harus dikeluarkan (Isaskar, 2014).

2. Wilayah Peri Urban

(21)

Besly dan Russwurnm (1986) dalam Giyarsih (2009) mengusulkan empat karakter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah dapat disebut sebagai peri urban atau urban fringe, yaitu:

1. Sebelumnya merupakan daerah perdesaan dengan dominasi penggunaan lahan

untuk pertanian dan komunitas masyarakat perdesaan

2. Merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang

3. Merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan karakter sosial perkotaan; dan

4. Merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara penduduk pendatang dengan penduduk asli, antara penduduk kota dengan penduduk desa, serta antara petani dan pengembang.

(22)

berasosiasi dengan kenampakan fisikal bentuk pemanfaatan lahan dimaksud seperti karakteristik demografis, kultural, ekonomi dan sosial.

3. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Peraturan pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan yaitu tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah (PERDA) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Perda DI Yogyakarta No. 10 tahun 2011 pasal 9 menyebutkan bahwa : (1) Lahan pertanian pangan berkelanjutan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan wilayah daerah ditetapkan dengan luas paling kurang 35.911,59 Ha. (2) Luas lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di wilayah:

a. Kabupaten Sleman dengan luas paling kurang 12.377,59 Ha; b. Kabupaten Bantul dengan luas paling kurang 13.000 Ha;

c. Kabupaten Kulon Progo dengan luas paling kurang 5.029 Ha; dan d. Kabupaten Gunungkidul dengan luas paling kurang 5.505 Ha.

(23)

disebutkan pada pasal 46 yaitu: (1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) sesuai ketentuan dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lakukan oleh pejabat pemerintah dan/atau pemerintah daerah dan/atau pemerintah kabupaten, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam PERDA D.I Yogyakarta No 10 tahun 2011 di bagi atas jalur hijau dan jalur kuning, jalur hijau adalah kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang di lindungi dan di larang di alihfungsikan kecuali untuk kepentingan umum atau bencana, sedangkan jalur kuning adalah kawasan penyangga lahan pertanian pangan berkelanjutan, jalur kuning di perbolehkan untuk di alihfungsikan dengan syarat mendapatkan izin pengeringan lahan dan izin mendirikan bangunan dari pemerintah setempat. Pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang kawasan jalur kuning dan jalur hijau di dapatkan dari penyuluhan atau pengumuman serta larangan-larangan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

4. Sikap

(24)

seseorang (Allen et al 1980 dalam Azwar 2015), pada masa- masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman & Deaux 1981. Dalam Azwar 2015). Sikap di sebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat di butuhkan dalam konsep psikologis sosial kontemporer.

Sikap manusia telah didefinisikan dalam beberapa versi oleh para ahli, namun pada umumnya terbagi atas tiga kerangka pemikiran berikut: Pertama adalah kerangka pemikiran yang mendefinisikan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowits, 1972 dalam Azwar 2015). Kelompok

pemikiran kedua. Menurut kelompok ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individual dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons (Azwar, 2015). Kelompok pemikiran ketiga merupakan kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2015).

(25)

tertentu, apabila dihadapkan kepada suatu stimulis bila menghadapi respon. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang iaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional (Azwar 2015). Pengalaman pribadi biasanya akan meninggalkan pesan yang kuat, apalagi jika melibatkan faktor emosional. Kebudayaan merupakan faktor pembentuk sikap terkait dimana seseorang tersebut dibesarkan. Sebagai contoh terdapat sikap yang berbeda antara orang desa dan orang kota dalam kehidupan sosial masyarakat. Sikap yang dimaksud dalam hal ini khasnya sikap petani dalam mempertahankan tanah pertanian yang mereka miliki (Harini et al 2014).

Penelitian sebelumnya tentang sikap di lakukan oleh Darmansyah (2012) yang melakukan penelitian sikap petani terhadap penggunaan pupuk organik di Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Hasil analisis sikap petani padi terhadap penggunaan pupuk organik secara umum dapat dikategorikan baik. Analisis korelasi menunjukkan faktor umur, status lahan dan harga jual hasil mempunyai hubungan yang lemah tetapi pasti, sementara pada tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan garapan dan pendapatan mempunyai hubungan yang rendah sekali atau lemah sekali.

(26)

variasi perubahan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman. Hasil uji sikap petani dalam mempertahankan lahan pertanian menunjukkan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan secara signifikan tidak mempengaruhi sikap petani dalam mempertahankan lahan pertanian. Berdasarkan hasil uji SUR (Seemingly unrelated

regression) menunjukkan bahwa terjadi variasi sikap petani dalam mempertahankan

lahan pertanian dalam bentuk lahan sawah, ladang maupun pekarangan.

5. Keberlanjutan Usahatani

Keberlanjutan merupakan sebuah elemen kunci kearah keuntungan jangka panjang untuk suatu usahatani. Untuk memenuhi tantangan keberlanjutan, sebuah pendekatan yang terintergrasi dari usahatani perlu digunakan dalam menyiapkan keputusan yang baik untuk pembuat kebijakan. Penggunaan dan perkembangan indikator keberlanjutan merupakan sebuah jalan yang efektif untuk membuat konsep operasional pertanian berkelanjutan (Van Calker et al., 2005).

(27)

berkelanjutan dan merujuk pada pelestarian peningkatan sumberdaya lingkungan,

(environmentally sound and sustainable), (4) secara`sosial dan budaya dapat di terima

dan merujuk pada keadilan, dan peningkatan kualitas hidup ( socially and culturally

acceptable) (Zhen, 2003).

Keberlanjutan usahatani tidak hanya diduga berdasarkan pertimbangan manfaat market semata, ada pertimbangan-pertimbangan manfaat non market yang menentukan sikap petani untuk tetap bertahan atau meninggalkan usahataninya. Penilaian manfaat non market sering di ungkap dengan pendekatan choice experiment (Hanley et.al, 2001).

Husodo (2005) menggunakan pendekatan Choice Experiment (CE) untuk memperoleh data tentang preferensi petani terhadap keinginan mereka untuk tetap bertahan atau meninggalkan usahatani yang di nyatakan dalam variabel Willingness

to leave (WTL). Rumusan sikap pilihan petani tersebut menggunakan model logit

atau persamaan regresi logistik yang menyatakan bahwa pilihan petani untuk bertahan atau meninggalkan usahatani di pengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani yakni nilai produktifitas lahan, umur petani, luas lahan, rasio ketergantungan keluarga, pendapatan total keluarga, kontribusi pendapatan usahatani, harga tanah, alokasi waktu untuk kegiatan di luar usahatani, pengalaman usahatani, pendidikan petani, intensitas usahatani, keragaan usahatani, pekerjaan luar usahatani, status penguasaan lahan dan masalah utama yang dihadapi dalam usahatani.

(28)

aktivitas sektor usahatani di kawasan peri urban yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kenaikan umur responden akan menurunkan probabilitas responden, dengan kata lain semakin tua umur responden kecenderungan responden untuk memilih meninggalkan usahatani dengan syarat lebih rendah dibandingkan keinginan meninggal-kan usahatani tanpa syarat, hal ini menggambarkan di bawah situasi usahatani (existing condition) petani responden yang berumur lebih tua cenderung ingin meninggalkan usahataninya tanpa syarat. Petani responden yang memiliki pendapatan total rumah tangga petani per bulan dan harga lahan yang tinggi cenderung ingin meninggalkan usahataninya tapi dengan syarat tertentu. Semakin tinggi nilai produktivitas usahatani kecenderungan responden untuk memilih tetap berusahatani lebih tinggi di bandingkan keinginan meninggalkan usahatani, sebaliknya semakin tinggi umur responden, luas lahan, beban ketergantungan, kontribusi pendapatan usahatani, pengalaman berusahatani dan alokasi waktu kerja non usahatani semakin rendah kecenderungannya untuk tetap berusahatani padi. Sementara itu kecenderungan untuk memilih tetap berusahatani dari petani yang memiliki masalah irigasi dan atau keamanan ternyata lebih tinggi dibandingkan keinginan meninggalkan usahatani. Petani yang memiliki pekerjaan non usahatani juga cenderung untuk meninggalkan usahatani.

B. Kerangka Pemikiran

(29)

yang sesuai dengan padi. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang cocok untuk padi, sehingga masih banyak masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani termasuk di wilayah peri urban (urban fringe).

Sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan kegiatan usahatani di wilayah peri urban (WPU) tidak lepas dari faktor sosial-ekonomi petani itu sendiri karena wilayah peri urban merupakan daerah penentu segala bentuk perkembangan fiscal di wilayah ini, sehingga tatanan kekotaan pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh bentuk, proses dan dampak perkembangan yang terjadi di WPU tersebut. Di pihak lain, WPU juga berbatasan langsung dengan perdesaan dan sementara itu di dalamnya masih banyak penduduk desa yang masih menggantungkan kehidupan dan penghidupannya pada sektor pertanian.

Faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatai padi di wilayah peri urban antara lain :

1. Faktor sosial

a. Pengetahuan petani, pengetahuan petani terhadap peraturan yang di buat pemerintah untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan mempungaruhi sikap petani untuk meninggalkan atau terus melanjutkan usahataninya di wilayah peri urban.

b. Umur petani, umur petani mempengaruhi kemampuan petani dalam menerima

(30)

c. Anggota keluarga, kepala keluarga bertanggungjawab menghidupi keluarganya akan mempengaruhi keberlanjutan petani dalam berusahatani. d. Tingkat pendidikan, tingkat pendidikan petani mempengaruhi sikap petani

dalam keberlanjutan usahatani, semakin tinggi pendidikan petani diharapkan memberikan sikap positif terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban.

e. Pengalaman usahatani, pengalaman petani dalam berusahatani akan

mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani. Semakin lama pengalaman berusahatani diharapkan positif untuk mempertahankan lahan usahataninya.

f. Partisipasi kelompok tani, partisisipasi petani terhadap kelompok tani akan mempengaruhi sikap petani dalam berusahatani, semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani diharapkan semakin kuat keinginan petani dalam mempertahankan lahan pertanian yang di milikinya.

2. Faktor Ekonomi

a. Ketersediaan kredit, ketersediaan kredit akan mempengaruhi permodalan petani dalam berusahatani, ketersediaan kredit diharapkan memudahkan petani untuk berusahatani sehingga akan mempengaruhi sikap petani dalam beusahatani.

(31)

c. Pendapatan usahatani, pendapatan petani dari hasil usahatani akan mempengaruhi sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani. d. Pendapatan luar usahatani, pendapatan petani di luar usahatani dapat

mempengaruhi sikap petani untuk meninggalkan usahatani.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

C. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian, hipotesis penelitian ini yaitu diduga sikap petani untuk melanjutkan usahatani padi dipengaruhi oleh faktor sosial yaitu: pengetahuan petani; umur petani; anggota keluarga; tingkat pendidikan; pengalaman usahatani; dan partisipasi kelompok tani dan faktor ekonomi petani yaitu:

(32)
(33)

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2011). Pada penelitian ini kegiatan yang akan di lakukan pencarian data untuk menggambarkan secara faktual suatu peritiwa atau suatu gejala secara apa adanya. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman Daerah Istimewa yogyakarta.

A. Penentuan lokasi dan sampel

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul Efisiensi

dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta, penentuan lokasi

penelitian di lakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah peri urban yang terdapat lahan persawahan di Kabupaten Sleman berada di tiga kecamatan, kecamatan yang memenuhi kriteria tersebut yaitu Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean dan Kecamatan Mlati.

(34)

Yogyakarta dan dekat dengan pertumbuhan ekonomi dan jasa, sedangkan Desa Banyuraden; dan Desa Trihanggo karena berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, adapun untuk Kecamatan Mlati yang hanya memiliki areal sawah dan termasuk wilayah peri urban (WPU) yaitu Desa Sinduadi karena berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Kecamatan Godean secara umum memiliki areal persawahan, namun desa yang termasuk wilayah peri urban yaitu Desa Sidoarum karena di lewati jalur utama menuju Kota Yogyakarta dari sisi tengah bagian barat dan berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sampel petani diambil 5 responden dari setiap desa secara non proporsional random sampling sehingga total sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 30 responden.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden maupun pengamatan di lapangan. Wawancara di lakukan dengan cara bertanya langsung kepada petani di lokasi penelitian yang telah ditentukan menggunakan pertanyaan yang berstruktur sebagai panduan wawancara.

2. Data Sekunder

(35)

di instansi terkait maupun melalui website resminya yang berhubungan dengan penelitian. Data ini merupakan data yang mendukung data primer, sehingga diperoleh hasil yang jelas untuk mendukung penelitian ini.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Asumsi

a. Padi yang dihasilkan dianggap terjual semua dalam bentuk gabah kering. b. Lahan yang digarap responden merupakan lahan milik sendiri atau non milik.. 2. Batasan masalah

a. Tidak membedakan teknik budidaya padi yang ada di wilayah peri urban

Kabupaten Sleman.

b. Data usahatani padi yang diambil pada masa tanam 2013-2014.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pengetahuan petani adalah pengetahuan terhadap kebijakan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan berdasarkan UUD Nomor 41 Tahun 2009 dan PERDA Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 tahun 2011 beserta implementasinya. Pengetahuan tersebut dapat dirinci dalam 5 item sebagai berikut :

(36)

b. Pengetahuan petani terhadap PERDA DI. Yogyakarta No. 10 Tahun 2011 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Skala nominal 1= petani mengetahui; 0= petani tidak mengetahui.

c. Pengetahuan petani terhadap adanya penyuluhan tentang undang-undang dan

perda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Skala nominal 1= ada; 0= tidak ada.

d. Pengetahuan petani terhadap kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan

(jalur hijau). Skala nominal 1= termasuk jalur hijau; 0= tidak termasuk jalur hijau.

e. Pengetahuan petani terhadap larangan pemerintah dalam bentuk mengeringkan sawah atau mengalihfungsikan lahan sawah. Skala nominal 1= ada larangan; 0= tidak ada larangan.

Skor pengetahuan adalah jumlah dari lima item di atas.

2. Usia petani adalah lama waktu hidup petani padi wilayah peri urban Kabupaten

Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur dengan satuan tahun.

3. Anggota keluarga merupakan gambaran jumlah orang yang masih dalam tanggungan petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur dengan satuan orang.

4. Tingkat pendidikan merupakan gambaran pendidikan formal terakhir yang telah

ditempuh petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan diukur menggunakan skala ordinal sebagai berikut:

(37)

b. Sekolah Dasar (SD) = 1

c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat = 2 d. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat = 3 e. Diploma = 4

f. Sarjana = 5

5. Pengalaman usahatani merupakan lama kegiatan petani wilayah peri urban Kabupaten Sleman dalam melakukan usahatani sampai penelitian di lakukan di ukur dengan satuan tahun.

6. Pendapatan usahatani merupakan pendapatan bersih petani dari kegiatan

usahatani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman yang dihasilkan dalam satu musim tanam. pendapatan usahatani adalah selisisih antara penerimaan yang dikurangi dengan total biaya eksplisit dinyatakan dalam rupiah per musim (Rp/Musim), selanjutnya di susun dalam lima kategori pada analisis regresi logistik.

7. Pendapatan luar usahatani merupakan pendapatan petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dari pekerjaan non-usahatani. Pekerjaan tersebut dapat berupa pegawai, pedagang, buruh, karyawan dan atau yang bergerak di bidang lain yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (Rp/bulan), selanjutnya di susun dalam lima kategori pada analisis regresi logistik.

8. Willingness to leave yaitu Sikap petani dalam keberlanjutan usahatani atau

(38)

berdasarkan faktor sosial-ekonomi petani. Skala nominan 1= melanjutkan dan 0= meninggalkan.

9. Dummy partisipasi kelompok tani merupakan partisipasi petani wilayah peri

urban dalam mengikuti kegiatan kelompok tani. Kegiatan kelompok tani berupa pertemuan rutin kelompok tani dan pertemuan non-rutin kelompok tani berupa penyuluhan, pelatihan sekolah lapangan (SL). Skala nominal 1= Aktif dan 0= tidak aktif.

a. Aktif adalah petani responden mengikuti kegiatan kelompok tani

b. Tidak aktif adalah petani responden tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok

tani.

10. Dummy ketersediaan kredit merupakan ketersediaan penawaran pinjaman bagi

petani untuk melakukan usahatani, penawaran pinjaman kredit baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau dari saudara yang memberi pinjaman.Skala nominal 1= Ya dan 0= Tidak.

a. Ya adalah ada penawaran baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau dari saudara yang memberi pinjaman.

b. Tidak adalah tidak ada penawaran baik dari bank, koperasi/gapoktan, dan atau

dari saudara yang memberi pinjaman.

11. Dummy status lahan yaitu gambaran tentang kepemilikan lahan yang diusahakan

petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada saat penelitian di lakukan. Skala nominal 1= milik sendiri dan 0= non milik.

(39)

b. Non milik yaitu status kepemilikan lahan merupakan lahan sewa atau lahan sakap.

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Tujuan 1, Pengetahuan Petani Terhadap Peraturan Pemerintah Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah berupa UU No 41 tahun 2009 dan peraturan daerah (PERDA) D.I Yogyakarta No 10 tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, analisis deskriptif di pilih karena diharapkan mampu menjabarkan keseluruhan data-data dan fakta-fakta yang ditemui di lapangan sehingga akurasi data penelitian bersifat objektif.

2. Analisis tujuan 2, faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi dianalisis menggunakan model regresi logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk mengukur hubungan fungsi antara satu variabel dependent (Y) yang bersifat dikotomus (hanya memiliki dua kemungkinan nilai) dengan variabel-variabel independent (X) dari jenis kuantitatif dan kualitatif.

Berikut adalah persamaan regresi logistik yang digunakan oleh penulis :

(40)

Dimana :

WTL = Willingness to leave adalah keinginan untuk tetap melanjutkan

usahatani atau meninggalkan usahatani. skala nominal: 1 = Melanjutkan usahatani; 0 = meninggalkan usahatani.

β0,β1,β2,…..β7 = Koefisiensi parameter

D1 – D3 ……. = Koefisiensi parameter damai.

Tabel 1. Deskripsi Variabel Bebas Nama Variabel Deskripsi

x1 Pengetahuan petani. Yaitu skor dari 5 item pengetahuan.

x2 Usia petani. Dinyatakan dalam bentuk tahun

x3 Anggota keluarga. Dinyatakan dalam satuan orang

x4 Tingkat pendidikan. Tidak sekolah = 0; SD = 1; SMP = 2; SMA

= 3; Diploma = 4; Sarjana = 5.

x5 Pengalaman usahatani. Dinyatakan dalam bentuk tahun

x6 Pendapatan usahatani. Dinyatakan dalam rupiah per hektar

(Rp/Musim)

x7 Pendapatan luar usahatani. Dinyatakan dalam rupiah per bulan

(Rp/bulan)

D1 Partisipasi kelompok tani. Skala nominal 1= aktif atau 0= tidak

aktif.

D2 Ketersediaan kredit. Skala nominal 1= Ya atau 0= Tidak

D3 Status kepemilikan lahan. Skala nominal 1= milik sendiri atau 0=

non milik

(41)

� = − [ ��� ��� �ℎ � �ℎ ]

� = − [

�1 �

∑ ���− �1 1−�� ]

Dimana:

= jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=1) = jumlah sampel yang termasuk dalam kategori P (Y=0) n = total jumlah sampel

Nilai G statistic menyebar mengikuti sebaran Chi-square (� ). Apabila nilai

G statistic lebih besar dari nilai Chi-square (� ) table atau nilai P-value lebih besar

dari pada α maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat

α tersebut. Hipotesis yang dibangun pada uji keseluruhan ini adalah:

H0 : �2= �2 = �3= ….. = �p = 0

H1 : Minimal ada satu βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 ... p.

Jika G ≥ ��,∝ berarti H0 di terima, artinya secara serentak pengetahuan petani, umur

petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani tidak berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Jika G < ��,∝ berarti H0 ditolak, artinya secara serentak pengetahuan petani, umur

(42)

dan pendapatan luar usahatani berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Pengujian pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara individu digunakan uji wald.Secara teoritis penghitungan manual dapat di lakukan dengan rumus:

�� = [����

� ]

Dimana:

�� = Koefisien Regresi

SE) = Galat Xi

Nilai uji Wald menyebar mengikuti sebaran normal (Z). Apabila Z hitung lebih besar dari Z table atau nilai P-value (sig) dari Wald Test lebih besar dari α maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut. Hipotesis pada uji parsial adalah:

H : βi=0

H1: βi ≠ 0

Jika W ≥ Z�/ atau nilai sig lebih dari α 10% berarti H0 di terima, artinya secara

(43)

Jika W < Z�/ atau nilai sig kurang dari α 10% berarti H0 ditolak, artinya secara

sendiri-sendiri variabel bebas pengetahuan petani, umur petani, anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, partisipasi kelompok tani, ketersediaan kredit, status kepemilikan lahan, pendapatan usahatani, dan pendapatan luar usahatani berpengaruh terhadap sikap petani untuk melanjutkan atau meninggalkan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Jumlah sampel pada analisis regresi logistik sebanyak 60 sampel karena penelitian ini di lakukan pada dua musim tanam padi, sehingga variabel pendapatan usahatani memiliki dua nilai.

Hasil estimasi model logit digunakan untuk melihat prediksi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi dalam bentuk persamaan :

�� = ln [

�] = b + b1, … . b7

Dimana:

p = Probabilitas responden memilih nilai variabel dependen b , b1, … . b7 = Hasil estimasi koefisien regresi logistik

(44)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Fisik Wilayah

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan, sebagian besar bagian utara merupakan tanah kering berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. Secara geografis Kabupaten Sleman terbentang antara 110o 13’ 00” - 110o33’ 00” BT dan 7o34’ 51” - 7o47’ 03”

LS dengan ketinggian antara 100 – 2.500 mdpl, jarak terjauh Utara-Selatan kira-kira 32 km, Timur-Barat kira-kira35 km. Bagian utara berbatasan dengan Kabupeten Boyolali Provinsi Jawa tengah, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, Provinsi D.I Yogyakarta dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon progo Provinsi D.I Yogyakarta dan Kabupaten Magelang provinsi Jawa tengah.

(45)

Tabel 1. Luas daerah menurut ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten Sleman Sumber: Kabupaten Sleman dalam angka, 2014

(46)

1. Kecamatan Gamping

Kecamatan Gamping merupakan kecamatan yang berada di bagian selatan Kabupaten Sleman yang memiliki luas wilayah 29,25 km2 dengan rata-rata curah hujan 199 mm3 pada tahun 2013 dan puncak musim hujan terjadi pada bulan november. Topografi Kecamatan Gamping sebagian besar dataran dan sedikit perbukitan dengan kondisi tanah sebagian besar berpasir (wilayah utara) dan sebagian lain (wilayah selatan) adalah tanah liat pegunungan bercampur batu putih atau gamping. Menurut letak geografisnya, bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman, Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta dan Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul sampai bagian selatan. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman dan Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul (statistik daerah Kecamatan Gamping, 2014).

(47)

telekomunikasi, jasa internet dan pelayanan pos sebagai penunjang pergerakan roda perekonomian.

2. Kecamatan Godean

Kecamatan Godean berada di bagian barat daya Kabupaten Sleman. Kecamatan ini memiliki bentang wilayah berupa tanah yang datar dan sedikit berbukit di wilayah barat dengan luas kecamatan 26,84 km2 dengan total curah hujan 3.330 mm3 pada tahun 2013 dan puncak hujan terjadi pada bulan januari-februari.

Secara geografis Kecamatan Godean berbatasan dengan Kecamatan Minggir dan Kecamatan Moyudan pada bagian barat, pada bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Sayegan dan Kecamatan Mlati, pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Gamping dan Kecamatan Mlati dan pada bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Gamping dan Kecamatan Sedayu (Kabupaten Bantul).

(48)

Luas Desa Sidoarum adalah 3,73 km2 atau 13,79 % dari total luas Kecamatan Godean dengan kepadatan penduduk terpadat di Kecamatan Godean mencapai 3.669 jiwa per km2 pada tahun 2013. (statistik daerah Kecamatan Godean, 2014).

3. Kecamatan Mlati

Kecamatan Mlati merupakan salah satu kecamatan yang berada di bagian selatan wilayah Kabupaten Sleman dengan curah hujan tertinggi 441 mm3 pada tahun 2013 terjadi di bulan desember. Secara geografis, Kecamatan Mlati berbatasan dengan Kecamatan Sleman di bagian utara, Kecamatan Sayegan di bagian barat, Kecamatan Gamping dan Kecamatan Godean di bagian selatan dan pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik. Luas wilayah Kecamatan Mlati sebesar 28,52 km2 atau sekitar 4,96 % dari luas seluruh wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian di Kecamatan Mlati hanya di lakukan di Desa Sinduadi karena Desa Sinduadi termasuk wilayah peri urban, selain itu Desa Sinduadi merupakan desa terluas namun memiliki lahan sawah tersempit di Kecamatan Mlati.

B. Pendidikan

(49)

Tabel 2. Ketersediaan sekolah di Kabupaten Sleman tahun 2013/2014.

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa terjadi penyusutan yang sangat tinggi jumlah murid dari jenjang SD ke jenjang SMA yaitu dari 86.264 ke 10.967 atau hanya sekitar 12,71% yang melanjutkan sekolah dari jenjand SD ke jenjang SMA. Pada jenjang SMA terlihat peran swasta di Kabupaten Sleman lebih banyak di banding peran pemerintah pada penyelenggaraan sekolah, pihak swasta menyelenggarakan sekolah swasta di jenjang SMA sebanyak 25 unit atau 59,52% dari total sekolah jenjang SMA yang ada di Kabupaten Sleman.

C. Keadaan penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Sleman

Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Sleman tahun 2013 sebesar 1.141.718 jiwa, terdiri dari 574.913 laki-laki dan 566.805 perempuan dengan luas wilayah 574,82 km2 , maka kepadatan penduduk Kabupaten

(50)

D. Keadaan Pertanian Kabupaten Sleman

Pertanian merupakan kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Untuk melihat penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Luas penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman tahun 2010-2013 (Ha)

Jenis Penggunaan Tahun

2010 2011 2012 2013

Sawah/Wetland 24.889,61 24.849,96 24.774,00 24.774,00 Tegal/Dryland 4.202,32 3.943,11 3.924,00 3.924,00 Sumber: Data sekunder terolah Badan Pertanahan Nasional Kab. Sleman dan Badan

Pusat Statistik Kab. Sleman tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terjadi penurunan penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Sleman, pada tahun 2013 terjadi penyusutan penggunaan lahan sawah sebesar 0,46% dari tahun 2010 atau sekitar 115,61 Ha telah beralih fungsi dalam kurun waktu 2010-2013, sedangkan pada lahan tegalan terjadi penyusutan penggunaan lahan sebesar 6,62 % atau sekitar 278,32 Ha telah beralih fungsi dari lahan pertanian ke non pertanian. Kondisi ini disebabkan laju pertumbuhan yang tak terkendali sehingga berakibat pada penurunan penggunaan lahan pertanian dari tahun ke tahun.

1. Tanaman pangan

(51)

(dalam bentuk gabah kering giling). Sedangkan untuk palawija, di lihat dari produksi di dominasi oleh jagung yang mencapai 36,46 ribu ton, diikuti oleh produksi ubi kayu dan kacang tanah yang masing-masing sebanyak 11,48 ribu ton dan 6,57 ribu ton. Adapun produksi ubi jalar dan kedelai masing-masing 3.228 ton dan 54 ton.

2. Buah-buahan

Produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Sleman di dominasi oleh salak pondoh. Sesuai dengan predikat yang di sandang selama ini sebagai produsen salak pondoh terbesar. Produksi salak pondoh pada tahun 2013 mencapai 662.321 kuintal, naik 34,13 persen dari tahun sebelum nya sebanyak 493.764 kuintal. Selain salak pondoh, Kabupaten Sleman juga memiliki produksi yang cukup besar untuk komoditi rambutan dan mangga, yaitu masing-masing sebanyak 87.684 kuintal dan 142.446 kuintal. Sedangkan untuk produksi tanaman sayuran, produksi yang relatif besar adalah melinjo sebesar 106.524 kuintal dan cabe merah sebesar 43.504 kuintal. Adapun untuk tanaman hias yang mendominasi adalah produksi tanaman krisan 5.492.615 tangkai, anggrek 32.345 tangkai dan mawar 6.459 tangkai.

3. Peternakan

(52)
(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani Responden

Profil petani responden merupakan gambaran tentang identitas petani usahatani padi di daerah peri urban Kabupaten Sleman yang menjadi sampel dalam penelitian ini profil petani responden ditinjau berdasarkan usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman bertani dan luas lahan garapan.

1. Usia petani

Usia petani menggambarkan tingkat usia petani responden usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman. Gambaran tingkat usia dapat menggambarkan tingkat produktivitas pelaku usahatani, selain itu semakin muda usia petani maka tingkat inovasi dan peluang penyerapan teknologi pun akan meningkat. Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia dewasa, responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (usia 18-40 tahun), usia dewasa madya (usia 40-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia di atas 60 tahun). Gambaran usia petani usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Tingkat usia petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Kelompok Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 18-40 3 10.00

2 40-60 19 63.33

3 > 60 8 26.67

Total 30 100.00

(54)

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa sebagian besar petani pada penelitian ini berada pada usia produktif yang berkisar antara 18-60 tahun. Tingginya jumlah petani pada usia produktif diharapkan dapat mengoptimalkan perannya bagi pengembangan pertanian dan mengoptimalkan input produksi yang berdampak baik bagi keberlanjutan usahataninya. Petani usia produktif juga diharapkan dapat memahami dan melaksanakan peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan berupa UU No. 41 tahun 2009 dan Perda DIY No. 10 tahun 2011.

2. Tingkat Pendidikan

(55)

Tabel 2. Tingkat pendidikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Kelompok tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

(56)

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan gambaran mengenai jumlah orang yang berada dalam rumah tangga petani responden. Jika jumlah keluarga produktif semakin tinggi maka harapan untuk meningkatkan perekonomian keluarga petani menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, jika jumlah keluarga tidak kerja lebih besar atau masih dalam tanggungan petani maka akan memberatkan perekonomian petani. Jumlah anggota keluarga petani responden wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Jumlah anggota keluarga petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Interval Jumlah Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1 1-3 15 50,00 responden memiliki jumlah keluarga ideal yang diharapkan oleh pemerintah yaitu berkisar antara 1-3 orang per kepala keluarga dalam kebijakan keluarga berencana. Dengan anggota keluarga yang ideal diharapkan tidak terlalu mengganggu pengeluaran harian petani dan diharapkan maksimal dalam memenuhi kebututuhan kegiatan usahatani, disisi lain masih ada petani responden yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak atau lebih dari 3 orang per kepala keluarga.

(57)

mendorong pertumbuhan pendapatan keluarga sehingga porsi biaya usahatani diharapkan meningkat. Jika anggota keluarga tidak produktif maka akan cenderung membebani perekonomian keluarga petani dan porsi biaya usahatani akan semakin kecil, hal tersebut dikarenakan semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

4. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan gambaran mengenai lama petani responden dalam melakukan usahatani yang dapat diukur berdasarkan jangka waktu yang telah dilaluinya sejak pertama kali melakukan kegiatan usahatani. Pengalaman bertani berguna untuk menggambarkan keahlian petani dan pemahaman terhadap pengelolaah usahatani padi. Semakin lama pengalaman bertani diharapkan berdampak positif terhadap kemampuan menangani masalah-masalah dalam kegiatan usahatani padi. Pengalaman bertani petani responden wilayah peri urban di Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Pengalaman bertani petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

No Pengalaman Bertani Jumlah (orang) Persentase (%)

1 3-22 14 46,67

2 23-42 10 33,33

3 43-62 6 20,00

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

(58)

berusahatani, dengan pengalaman usahatani yang tinggi diharapkan petani terbiasa dalam melakukan usahatani dan enggan untuk meninggalkan kegiatan usahatani karena pengalaman merupakan faktor terkuat dalam menentukan sikap seseorang. Pengalaman usahatani petani responden yang tinggi diharapkan juga mendukung kebijakan pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai UU No. 41 tahun 2009 dan perda DIY No. 10 tahun 2011. Selain itu tingginya pengalaman bertani diharapkan mampu memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran atau alternatif solusi terhadap permasalahan kegiatan usahatani di lapangan, namun disisi lain dengan pengalaman yang tinggi dalam kegiatan usahatani cenderung pada rendahnya penerapan teknologi, konsep dan inovasi baru di bidang pertanian yang ditawarkan oleh penggerak kemajuan pertanian akibat bertahan pada metode lama usahatani konvensional yang telah digeluti selama bertahun-tahun, hal ini banyak terjadi di lapangan ketika konsep dan inovasi baru yang ditawarkan oleh penyuluh pertanian kepada petani tidak diterapkan dengan baik akibat adanya ketidak percayaan petani sebelum ada hasil yang benar-benar real yang mereka rasakan, karena petani merasa lebih menguasai masalah lapangan dibandingkan para penyuluh.

5. Luas lahan

(59)

usahatani, jika lahan yang digunakan untuk usahatani semakin tinggi maka pendapatan dari kegiatan usahatani semakin meningkat, namun seiring pertumbuhan penduduk yang tinggi di wilayah peri urban muncul permasalahan alih fungsi lahan produktif menjadi pemukiman dan bangunan lainnya yang mendukung laju perekonomian dan jasa di wilayah peri urban yang semakin pesat, sehingga luas lahan yang diusahakan petani responden cenderung akan berkurang. Disamping itu tawaran pendapatan ekonomi yang tinggi pada sektor non pertanian di wilayah peri urban cukup tinggi. Untuk mengetahui luas lahan yang diusahatanikan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Luas lahan petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014 No Luas lahan (m2) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 200-2.100 19 63,33

2 2.200-4.100 8 26,67

3 4.200-6.100 2 6,67

4 ≥6.200 1 3,33

Total 30 100

Sumber: Data primer terolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan dalam penguasaan yang cukup kecil atau dengan rata-rata penguasaan lahan petani responden sebesar 1.000 m2, sedangkan petani dengan penguasaan lahan

(60)

memenuhi kebutuhan sehari-hari sangat besar. Sehingga pemerintah harus lebih serius dalam implementasi UU No. 41 tahun 2009 dan Perda DIY No. 10 tahun 2011 dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

6. Pendapatan keluarga petani

Pendapatan keluarga petani merupakan gambaran pendapatan yang didapatkan oleh petani padi dari hasil kegiatan usahatani dan dari pekerjaan lain di luar usahatani pada saat penelitian di lakukan di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

a. Pendapatan usahatani

Pendapatan usahatani merupakan pendapatan petani dari hasil usahatani padi setiap musim tanam, sehingga ada perbedaan pendapatan antara musim hujan dan musim kemarau maka jumlah sampel menjadi 60 sampel, untuk melihat pendapatan usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Pendapatan usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman musim hujan dan musim kemarau tahun 2013-2014

No Pendapatan usahatani (Rp/musim) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 395,000 - 2,128,360 32 53,33

2 2,128,360 - 3,861,720 18 30,00

3 3,861,720 - 5,595,080 6 10,00

4 5,595,080 - 7,328,440 2 3,33

5 7,328,440 - 9,061,800 2 3,33

Total 60 100

(61)

Berdasarkan tabel di atas di ketahui bahwa sebagian besar pendapatan petani dari hasil usahatani padi berada antara Rp 395,000 – Rp 3,861,720. Pendapatan ini digolongkan pada tingkat pendapatan yang kecil jika dibandingkan dengan UMK Kabupaten Sleman pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 1,127,000 karena rata-rata kegiatan usahatani padi per musim tanam membutuhkan waktu selama tiga bulan, kecilnya pendapatan usahatani padi dikarenakan luas lahan yang diusahakan petani yang sempit dikarenakan mungkin banyak petani yang mengalihfungsikan sebagian lahan pertanian yang di milikinya ke sektor non pertanian.

Petani yang memiliki pendapatan yang tinggi atau lebih dari Rp. 4,000,000 merupakan petani yang melakukan usahatani dengan jumlah lahan yang luas. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, petani yang memiliki pendapatan yang tinggi melakukan usahatani pada lahan milik sendiri dan lahan bukan milik sendiri (menyakap atau menyewa lahan).

b. Pendapatan luar usahatani

(62)

Tabel 7. Pendapatan luar usahatani padi petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman pada tahun 2014

No Pendapatan luar usahatani (Rp/bulan) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0 - 700,000 5 16,67

Sumber : Data primer terolah

Berdasarkan tabel di atas di ketahui bahwa pendapatan petani di luar usahatani tertinggi antara Rp. 1,400,000 – Rp. 2,100,000. Jika ditinjau pada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Sleman pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 1,127,000 maka pendapatan luar usahatani padi petani merupakan pendapatan di atas UMK. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan petani yang memiliki pendapatan yang tinggi yaitu petani dengan jenis pekerjaan pensiunan PNS, pensiunan TNI dan petani yang memiliki bisnis di bidang mebeul dengan rata-rata pendapatan 3,5 juta per bulan. Sedangkan petani dengan pendapatan luar usahatani yang rendah memiliki jenis pekerjaan serabutan atau bukan pekerjaan tetap yang pendapatannya tidak pasti setiap bulan.

B. Pengetahuan Petani Terhadap Peraturan Pemerintah Dalam Melindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(63)

duga mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban, di hararapkan dengan pengetahuan yang tinggi terhadap UU No. 41 tahun 2009 dan perda DIY No. 10 tahun 2011 dapat mengurangi masalah alih fungsi lahan di wilayah peri urban, karena wilayah peri urban merupakan wilayah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan jasa yang tinggi.

Pengetahuan petani di rinci ke dalam lima item yaitu: pengetahuan terhadap UU No. 41 tahun 2009, pengetahuan terhadap perda DIY No. 10 tahun 2009, pengetahuan petani terhadap adanya penyuluhan tentang undang-undang dan perda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, pengetahuan petani terhadap kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (jalur hijau) dan pengetahuan petani terhadap larangan pemerintah untuk mengeringkan sawah atau mengalihfungsikan lahan sawah, untuk mengetahui pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat di lihat pada tabel 13. Tabel 8. Pengetahuan petani terhadap peraturan pemeritah tentang perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan di wilayah peri urban tahun 2014

No Indikator pengetahuan 1 pengetahuan terhadap UU

No. 41 th 2009 5 16,67 25 83,33 30

2 pengetahuan terhadap Perda DIY

No. 10 th 2011 8 26,67 22 73,33 30

3 penyuluhan UUD No. 41 th 2009 dan

perda DIY No. 10 th 2011 11 36,67 19 63,33 30 4 kawasan lahan pertanian berkelanjutan

(jalur hijau) 18 60,00 12 40,00 30

5 larangan pengeringan sawah atau alih

fungsi lahan 10 33,33 20 66,67 30

(64)

Tabel di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan masih sangat kecil. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan pengetahuan petani terhadap peraturan pemerintah tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan bersumber dari kegiatan penyuluhan yang di lakukan oleh penyuluh dan PPL pada kelompok tani, selain itu pengetahuan terhadap peraturan pemerintah bersumber dari media visual berupa banner dan spanduk yang ditempatkan di pinggir jalan raya yang rawan terjadi alih fungsi lahan. Beberapa upaya telah di lakukan pemerintah dalam rangka melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan di antaranya yaitu melakukan sosialisasi kepada tiap kelompoktani tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, melakukan publikasi melalui media cetak berupa baner ajakan untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan memperketat pengawasan perizinan tentang pengeringan sawah dan pendirian bangunan untuk meminimalisir laju alih fungsi lahan.

(65)

perda D.I Yogyakarta nomor 10 tahun 2011 yang menjadi landasan dari kebijakan tersebut tidak terlalu di tekankan.

(66)

Kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (jalur hijau) merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang di lindungi dan di larang di alihfungsikan, sedangkan jalur kuning sebagai penyangga jalur hujau dan di perbolehkan untuk di alihfungsikan dengan syarat memiliki izin pengeringan lahan sawah dan izin mendirikan bangunan. Pengetahuan terhadap kawasan jalur hijau dan jalur kuning sangat penting untuk meminimalisir laju konversi lahan pertanian terutama di wilayah peri urban, berdasarkan hasil wawancara di lapangan pemerintah di nilai serius dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan menyulitkan perizinan pengeringan lahan sawah dan perizinan pendirian bangunan meskipun di kawasan lahan penyangga (jalur kuning), kesulitan yang di rasakan petani yaitu tentang birokrasi yang berbelit-belit jika mengurus izin pengeringan sawah atau izin mendirikan bangunan, sehingga ada beberapa petani yang nekat untuk mengeringkan sawah dan mendirikan bangunan sebelum mengurus izin karena di rasa perizinan merupakan hal sepele asal memiliki banyak uang, hal ini menjadi tugas pemerintah untuk mengawasi tiap daerah di kawasan peri urban dan menjadi evaluasi tersendiri bagi pemerintah.

(67)

berkelanjutan agar menimbulkan efek jera bagi petani sehingga enggan melakukan alih fungsi lahan untuk keberlanjutan usahatani padi di masa yang akan datang.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Petani terhadap Keberlanjutan Usahatani Padi di Wilayah Peri Urban Kabupaten Sleman

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan usahatani menggunakan regresi logistik, analisis regresi logistik pada penelitian ini menggunakan N sebesar 60 karena variabel pendapatan usahatani diukur berdasarkan pendapatan per musim tanam dan menggunakan tujuh variabel bebas serta satu buah variabel terikat yaitu keberlanjutan usahatani padi. Ketujuh variabel bebas tersebut yaitu pengetahuan, usia, anggota keluarga, pendidikan, pengalaman usahatani, pendapatan usahatani dan pendapatan luar usahatani. Statistik deskriptif variabel bebas dapat di lihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Statistik deskriptif variabel bebas yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014

N Minimum Maximum Mean Std.

(Rp/musim) 60 395000,00 9061800,00 2461891,03 1790235,49 Pendapatan Luar Usahatani

(Rp/bulan) 60 0,00 3500000,00 1632933,33 955986,24

Valid N (listwise) 60

Sumber : Data primer terolah

(68)

Variabel pengetahuan merupakan jumlah dari 5 item pengetahuan yaitu pengetahuan terhadap UU No. 41 tahun 2009, Perda DIY No. 10 tahun 2011, penyuluhan/pengumuman undang-undang dan perda, kawasan pertanian pangan berkelanjutan (jalur hijau) dan larangan pengeringan sawah/ pendirian bangunan. Rata-rata pengetahuan petani masih sangat kecil karena kurang dari 50 persen.

Variabel usia memiliki nilai minimum 20 dan maksimum 73 dengan rata-rata 54,43 dan standar deviasi 10,45. Dengan nilai rata-rata tersebut berarti petani usahatani padi di wilayah peri urban sudah tidak muda lagi atau masuk dalam usia dewasa madya. Untuk variabel anggota keluarga memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum 9 dengam rata-rata sebesar 4,33 dan nilai standar deviasi 2,24. Rata-rata anggota keluarga petani berada pada angka wajar atau jumlah anggota keluarga petani berada pada taraf ideal sesuai yang diharapkan pemerintah. Diharapkan dengan jumlah anggota keluarga yang ideal akan berpengaruh positif pada keberlanjutan usahatani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Variabel pendidikan menggunakan kode pada tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh petani. Nilai minimum variabel pendidikan adalah 1 (kode untuk SD) dan nilai maksimun adalah 5 (kode untuk sarjana) dengan rata-rata 2,20 dan standar devaisi sebesar 1,23. Berdasarkan nilai rata-rata variabel pendidikan 2,20 atau 2 (kode untuk SMP) berarti petani mampu menerima informasi, inovasi dan teknologi terbarukan di bidang pertanian.

(69)

sebesar 17,27. Dengan nilai rata-rata tersebut, petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman mampu menangani masalah-masalah di bidang usahatani padi, namun dikhawatirkan petani sulit menerima inovasi dan teknologi terbarukan dibidang pertanian karena merasa lebih menguasai kegiatan usahatani padi. Maka perlu pendekatan khusus dalam kegiatan sosialisasi agar petani mau menerapkan inovasi dan teknologi terbarukan dibidang usahatani padi.

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Variabel Bebas
Tabel 1. Luas daerah menurut ketinggian dari permukaan laut di Kabupaten Sleman (Km2) tahun 2014
Tabel 2. Ketersediaan sekolah di Kabupaten Sleman tahun 2013/2014.
Tabel 1. Tingkat usia petani padi di wilayah peri urban Kabupaten Sleman tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

mempengaruhi komunikasi yang terjadi antara para petani dengan aparat desa.. Namun demikian, tidak berarti lembaga desa tidak berpartisipasi dalam aktiias para petani, terdapat

Penjelasan diatas bahwa petani di Desa Laantula Jaya memiliki lahan pertanian yang luas, namun petani masih kurangnya pemahaman dalam pemanfaatan lahan,

Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Kertajati merupakan implikasi dari proses pembangunan yang dihasilkan oleh kebijakan pemerintah. Konversi lahan pertanian

Secara regulasi perlindungan hukum bagi petani diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan yang telah diganti

Walaupun kategori respon petani terhadap varietas Inpari 30 termasuk pada katagori tinggi, namun apabila dilihat per komponen padi, tidak semua petani menyatakan

Walaupun katagori respon petani terhadap Varietas Inpari 30 termasuk pada katagori tinggi, namun apabila dilihat per komponen padi , tidak semua petani menyatakan komponen

Sikap netral sebagian besar petani sampel terhadap risiko dikarenakan usaha tani tembakau di Kabu- paten Klaten diusahakan oleh petani kaya dengan pola penguasaan lahan lebih dari

Kegiatan pertanian yang diselingi dengan kegiatan memelihara ternak sapi telah dilakukan oleh petani di Kampung Walal guna meningkatkan pendapatan, namun sejauh