!"# $
% &
()*+,* ,-. / * , 0 1 , 23 ,4 ) 2 3523( 6-6+-)70-1 /-0 ) , )8 5 +-)2 5* 5 9* % (302 , -)2 5* 5
5*:-),*2 , 36 2-) 2 )
% &
! ! " !
# $ %
&' ( '
)# *+*,*-*./
'! ! ' ' ' '!
# 0
" 1
' !
) ' 2 ! # ) $'! ! #
!!'
# !
" ) $ # ! "
'! ! ' ' ' '!
, - &
) & ) &
-& ) ) && $ - . &&
, - & & $ ' ,
& &&
! "#$% & & &
$ & '
! /! 0123 && " & " ) ) ) . )
- & 23 , $
, &/ & ,
$ &
-&& 24 ' & ) ) & ,
5) $ ) ) "
, ) 6 ) ) 7 7 ) " % 20
) ) 7 ) 7 % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$
* ) ! "#$%
& # & & - 8 ' ).
& 8 $ * - ! ' * ' * ' *
+ * ( '$
) ) ). ) " ) " )"" - ) ) ) & " " ) " ) " ) & ") ) " 5 $
)5 ) ). .. " ). ) ) )
$ ' ) , " 5 ). " ) ) ) & ) )
& # & & - ). &
$ ' " & ' ! -/! 0123
) . " ) ) 9 )" & ") ). 23 $
' ). " ) " .. & )
# $ & . " - .. " & 24 .
8 % )) )) - & )) )) ) )) 5)
) ). .$ ' ") ) ). . )
" ) - 6 ) ) 7 . 7 ) " % 20 ) ) 7
) 7 . % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$
$
' 0116 & < , 011:
= + 5 + ,
+, + % )& & ) ) ) )& $
& . &
( ) ) & ) ) )& > ) )& ' ( ) ) & ) ) $
, & (% '
, - , 8' ' ? &
& / - &&
-- & , @
! "#$% & & & '
( A$
& " "
) & ) ; - &
$ , & - "
$ !) * & $ ')& & &&) ) & - & &
& &
, && - $
, & & " & =
) ) . & , &
)& & ) ) ) )& = $ - ( !
- ( - >'
011: - & - &
-- $ )& . $
- $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< - & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2C ' && $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< ! ) ). $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< ) ) & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D ) ) & ' , $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D E) $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 26 ( >
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2: ' && $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2: & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 01 ! ) ). $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 02 ) ) & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 00 ) ) & ' , $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 04 E) $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0C $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0< $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0D > +(
0$ ' && </24 'FFFFFFFFFFFF$ 2:
3$ +, ) && 24 'FFFFFFFFFFFF$ 01
4$ & 24 'FFFFFFFFF 01
C$ +, ) & 24 'FFFFFFFFFFF$$$ 02
<$ ! ) ). 24 'FFFFFFFFF 02
D$ +, ) , ) ). 24 'FFFFFFFFFFF 00
6$ ) ) & 24 'FFFFFFFF$$ 03
:$ +, ) ) ) & 24 'FFFFFFFFFFF$ 03
21$ ) ) & , 24 'FFFFFFFF$ 04
22$ +, ) ) ) & , 24 'FFFFFFFFFFF 04
20$ E) 24 'FFFFFFFFFF$$ 0C
23$ +, ) 5) 24 'FFFFFFFFFFFFF$ 0<
24$ 24 'FFF$$FFFFFF$$ 0<
2C$ +, ) 24 'FFFFFFFFFFFF$$$ 0D
2<$
FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF$ 32
2D$
)$ $
2$ & && < 'F$$FFFFFFFFFF$ 4C
0$ & && < 'FFFFFFFFFFFFFF 4C
3$ & && 6 '$$F$$FFFFFFFFF$$$ 4< 4$ & && 6 '$$FFFFFFFFFFFF$$F 4<
C$ & && 21 'F$$FFFFFFFF$$F$ 4D
<$ & && 21 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 4D
D$ & && 20 'F$$FFFFFFFF$$F$ 46
6$ & && 20 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 46
:$ & && 24 'F$$FFFFFFFF$$F$ 4:
21$ & && 24 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 4:
22$ +, ) && 24 'FFFFFFFFFF$$$FFF 4:
20$ & & 24 'FFFFFFFFF C1
23$ & & 24 '$FFFFFFFF$$$$$$$$$$ C1
30$ +, ) 5) 24 'FFFFFFF$$$FFFF$$F CD
33$ & 24 'FFFFFFFF$FF C6
34$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ C6
3C$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF C6
3<$ & 24 'FFFFFFFF$FF C:
3D$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ C:
36$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF C:
3:$ & 24 'FFFFFFFF$FF <1
41$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ <1
42$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF <1
40$ FFFFFFFFFF$$$FFFFFFFF 44
43$ FFFF$$$FFFFFFFFFFFFF$ 44
)$ $
2$ & ) FFFFFFFFFFFFFFF 42
0$ & ) FFFFFFFFFFFFFFFFF$$$ 40
3$ ) 24 '
FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF$$$ 3:
4 ) " 5 ,
, - &
) & ) &
-& ) ) && $ - . &&
, - & & $ ' ,
& &&
! "#$% & & &
$ & '
! /! 0123 && " & " ) ) ) . )
- & 23 , $
, &/ & ,
$ &
-&& 24 ' & ) ) & ,
5) $ ) ) "
, ) 6 ) ) 7 7 ) " % 20
) ) 7 ) 7 % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$
* ) ! "#$%
& # & & - 8 ' ).
& 8 $ * - ! ' * ' * ' *
+ * ( '$
) ) ). ) " ) " )"" - ) ) ) & " " ) " ) " ) & ") ) " 5 $
)5 ) ). .. " ). ) ) )
$ ' ) , " 5 ). " ) ) ) & ) )
& # & & - ). &
$ ' " & ' ! -/! 0123
) . " ) ) 9 )" & ") ). 23 $
' ). " ) " .. & )
# $ & . " - .. " & 24 .
8 % )) )) - & )) )) ) )) 5)
) ). .$ ' ") ) ). . )
" ) - 6 ) ) 7 . 7 ) " % 20 ) ) 7
) 7 . % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$
NDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang
menduduki posisi penting dalam sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena dari
sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang
menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya (Khaswarina, 2001).
Sejalan dengan perluasan daerah, produksi juga meningkat dengan laju
9.4% per tahun. Pada awal 2001$2004 luas areal kelapa sawit dan produksi
masing$masing tumbuh dengan laju 3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan
ekspor meningkat 13.05% per tahun. Tahun 2010 produksi crude palm oil (CPO)
diperkirakan akan meningkat antara 5$6% sedangkan untuk periode 2010$2020,
pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2$4% (Harahap, 2011).
Sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit, diperlukan
ketersediaan bibit kelapa sawit dalam jumlah yang sesuai (Samosir, 2010). Bibit
yang unggul akan menjamin suatu pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi
yang tinggi apabila dikelola secara optimal. Pembibitan kelapa sawit menjadi
bagian yang sangat vital terkait penyediaan bibit unggul berkualitas. Ada
beberapa hal yang menjadi penentu kualitas bibit kelapa sawit yang akan ditanam,
salah satu yang terpenting adalah media tanam yang mendukung pertumbuhan
bibit kelapa sawit.
Secara umum, limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu
limbah cair, padat dan gas. Setiap pengolahan CPO menggunakan 1000 ton
TBS/hari akan menghasilkan sekitar 640 m3 air limbah, 240 ton tandan buah
2
Pengembangan industri kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan
pabrik dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, baik terhadap
kualitas sumber daya alam (berupa pencemaran), kuantitas sumber daya alam
(berupa pengurasan) maupun lingkungan hidup (aspek sosial). Hal tersebut
disebabkan oleh bobot limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang harus dibuang
semakin bertambah. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari suatu sistem yang belum atau tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan
dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif.
Pertimbangan terhadap pencemaran yang ditimbulkan dari industri kelapa
sawit dan potensi bahan organik yang terkandung dalam limbah kelapa sawit,
menuntut suatu perkebunan kelapa sawit untuk mengelola limbahnya. Langkah
tersebut merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif demi mewujudkan
industri yang berwawasan lingkungan. (hasil sampingan) dari industri
perkebunan kelapa sawit seluruhnya dapat dimanfaatkan jika para pelaku industri
ini mampu mengelolanya dengan baik.
Saat ini standarisasi kebun sawit diwajibkan untuk menerapkan prinsip
dan Oleh karena itu kondisi limbah yang berlimpah
ini diupayakan mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin karena penumpukkan
limbah hasil pengolahan minyak sawit akan merusak keseimbangan lingkungan
(BPPT, 2010).
Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang.
Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% dan lignin
sejumlah pabrik pengolahan sawit. Sinurat (2001) menyatakan bahwa
kandungan protein kasar solid kering sekitar 9.6–14.52%.
Hasil analisisis bahan di laboratorium Riset Asian Agri menunjukkan bahwa
limbah serat mengandung 0.59% N, 0.07% P, 0.20% K, 0.22% Ca dan 0.11% Mg.
Sedangkan Solid decanter mengandung 0.55% N, 0.06% P, 0.24% K, 0.17% Ca,
dan 0.10% Mg.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mempelajari
pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca Bibit Kelapa Sawit ( Jacq.)
sistem single stage dengan media tanam limbah kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, K bibit
kelapa sawit ( Jacq.) sistem single stage dengan media tanam
limbah kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa
sawit ( Jacq.) sistem single stage dengan media tanam
limbah kelapa sawit.
2. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa
sawit ( Jacq.) pada media tanam top soil + sub soil
dibandingkan dengan top soil dan sub soil.
3. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa
sawit ( Jacq.) pada media tanam tanah dibandingkan
dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, tanah +
4
4. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa
sawit ( Jacq.) pada media tanam tanah + serat + solid
decanter dibandingkan dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah +
solid decanter.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar
primer, sekunder, tertier, dan akar kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di
dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier,
dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah, bahkan akar tertier dan
kuartener menuju lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung hara
(Fauzi ., 1997).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak (phototropi) dibalut oleh pelepah daun.
Batang berbentuk silindris dan mempunyai diameter 45$60 cm pada tanaman
dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol batang.
Bagian dalam batang merupakan serabut yang dilengkapi jaringan pembuluh
sebagai penguat batang dan untuk menyalurkan hara (PTPN IV, 1996).
Susunan daun kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk
susunan daun majemuk. Daun$daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun
yang panjangnya dapat mencapai kuranng lebih 7.5$9 m. Jumlah anak daun pada
tiap pelepah berkisar antara 250$400 helai (Pahan, 2007).
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocious) artinya bunga
jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing$masing dalam
satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap
rangkaian bunga muncul dari pankal pelepah daun. Bunga jantan bentuknya
lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah
bunga lebih kecil sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung
6
Kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan sekitar 20$22
tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12$14
tandan/tahun. Pada tahun$tahun pertama kelapa sawit berbuah atau pada tanaman
yang sehat berat tandannya berkisar antara 3$6 kg. Tanaman semakin tua, berat
tandan pun bertambah, yaitu antara 25$35 kg/tandan (PTPN IV, 1996).
Biji kelapa sawit terdiri dari 3 bagian yaitu kulit biji/cangkang
(Endokarpium) berwarna hitam dan keras, daging biji/inti biji (Endosperm)
berwarna putih dan dari bagian ini akan menghasilkan minyak inti sawit setelah
melalui ekstraksi lembaga/embrio (Pahan, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang
pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit
adalah 80%. Kecepatan angin 5$6 km/jam sangat baik untuk membantu proses
penyerbukan. Faktor$faktor yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar
matahari, lama penyinaran, curah hujan dan evapotranspirasi (Fauzi ., 1997).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umunya dapat tumbuh di
daerah antara 120 LU$120 LS. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2000$
2500 mm/tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama
penyinaran matahari yang dbutuhkan oleh kelapa sawit antara 5$7 jam per hari
Tanah
Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi tanaman kelapa sawit
adalah 0$150, sedangkan diatas kemiringan 150 harus dibuat teras kontur. Pada
topografi datar biasanya dijumpai tanah gley hemik atau hidromorfik. Masalah
utama pada tanah gambut untuk tanaman kelapa sawit adalah drainase yang jelek
karena tanah tersebut merupakan pengumpulan air hujan dan sulit mengeluarkan
air keluar (Risza, 1995).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsolik,
latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol dan alluvial. Solum yang dalam
lebih dari 80 cm, solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik.
Tanaman ini dapat tumbuh pada gambut dengan kedalaman 0$0,6 meter dengan
pH 4,0$6,0 dan paling terbaik adalah pH 5,0$5,5 (PTPN IV, 1996).
Pembibitan Kelapa Sawit Sistem
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau
dua tahapan pekerjaan tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum
kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan
satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung
dilakukan ke pembibitan utama (main nursery).
Turner dan Gilbanks (1974), menilai perlunya pembibitan kelapa sawit
ditinjau dari dua aspek, yaitu :
$ Untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil maksimal pada bibit kelapa sawit
A
$ Adanya korelasi erat antara luas daun pada periode tanaman belum
menghasilkan dengan produksi awal di lapangan
Pembibitan awal merupakan kegiatan pembibitan yang ditujukan agar bibit
mendapatkan kondisi lingkungan tumbuh optimal dan terkendali. Beberapa
kegiatan yang dilakukan pada pembibitan awal seperti:
1. Persiapan dan pengolahan tanah (bedengan dan naungan)
2. Penanaman kecambah
3. Pemeliharaan pembibitan awal meliputi: penyiraman, pengendalian gulma,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi bibit, dan lain$lain
4. Pemindahan dan pengangkutan.
Media Tanam
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tanam yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis tanaman yang ingin
ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah
perakaran, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara
(Khaeruddin, 1991).
Ada beberapa hal yang menjadi penentu kualitas bibit kelapa sawit yang
akan ditanam, salah satu yang terpenting adalah media tanam yang digunakan.
Pada umumnya digunakan tanah lapisan atas ( ) yang subur. Namun pada
daerah tertentu top soil telah sulit didapatkan, hal itu disebabkan oleh
penggunaannya yang terus menerus ataupun terkikis akibat erosi sehingga
ketersediaannya semakin menipis. Oleh sebab itu diperlukan alternatif lain yang
penggunaan tanah lapisan bawah ( ) yang kurang subur namun lebih
banyak tersedia dan mudah untuk didapatkan (Ginting, 2009).
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas
baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10$20 cm, dan berasal
dari areal pembibitan dan sekitarnya. Tanah yang digunakan harus memiliki
struktur yang baik, tekstur yang remah dan gembur, tidak kedap air serta bebas
kontaminasi (hama dan penyakit khususnya cendawan Ganoderma, pelarut,
residu, bahan kimia) (Khaeruddin, 1991).
Pada dasarnya semua jenis tanah bisa dipakai sebagai media tanam. Namun,
tidak semua tanah memiliki kandungan zat hara yang dapat mendukung
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, media tanam tanah dicampur dengan
beberapa bahan lain untuk melengkapi ketersediaan zat hara
(Redaksi Agromedia, 2007).
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.
Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm),
pH tanah 4$6, dan tanah tidak berbatu. Tanah latosol, ultisol dan aluvial, tanah
gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan
kelapa sawit (Syamsulbahri, 1996).
Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, tekstur remah dan
gembur, tidak kedap air serta bebas kontaminasi. Bila tanah yang akan digunakan
kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3:1.
Sebelum dimasukkan ke dalam polibag pengayakan ditujukan untuk
10
Top soil pada umumnya hanya mempunyai ketebalan sekitar 15 cm sampai
35 cm atau kurang lebih sejengkal. Tebalnya ini mempunyai arti sangat penting
karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sepeti bahan organik. Sumber bahan organik tanah adalah jaringan
tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar,
atau daun yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah
(Fauzi ., 1997).
Serat
Serat sawit yang diperoleh dari industri minyak sawit di Indonesia akan
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya luas area penanaman kelapa sawit.
Dengan meningkatnya luas perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya 12.6 % akan
meningkatkan limbah pengolahan kelapa sawit yang dihasilkan dan berpotensi
mengganggu lingkungan. Salah satu limbah pengolahan kelapa sawit adalah serat
sawit atau (Liwang, 2003).
Serat kelapa sawit yang sebenarnya adalah (daging buah) yang
merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena bagian inilah minyak sawit
mentah (CPO) akan diperoleh melalui ekstraksi ataun penggilingan (Hadi, 2007).
Setiap Ha luasan kebun kelapa sawit dihasilkan limbah berupa serat sawit
sebanyak 2681 kg bahan kering per tahun (Diwyanto 2004), dengan luas
perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta ha (90%
berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16.888 m3 ton
BK/th.
Secara umum, pabrik kelapa sawit mengekstrak 20% minyak dari TBS dan
variasi produk termasuk serat, setelah diekstrasi oleh alat pres. Serat 5$
6% sisa minyak (pada basis kering) tetapi biasanya dibakar sebahai vahan bakar
untuk menyediakan energi bagi pabrik (Choo ., 1996).
Solid Decanter
Solid basah/solid decanter merupakan limbah padat yang dihasilkan dari
pengolahan tandan buah segar (TBS) di PKS yang mengalami sistem .
Pemanfaatannya sama seperti JJK yaitu sebagai bahan pengganti pupuk
anorganik. Pemanfaatan solid basah sebagai bahan pengganti pupuk anorganik di
lapangan akan menekan penggunaan dan biaya pupuk anorganik. Menurut Pahan
(2007), sumber utama dihasilkannya solid basah adalah pada saat proses
pemurnian minyak (sterilisasi). Pada proses ini minyak akan dipisahkan dari
lumpur ( ) melalui proses pengendapan.
Solid basah adalah yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PKS
yang menggunakan sistem decanter. Sistem decanter ini berfungsi untuk
memisahkan dengan minyak. Solid basah dimanfaatkan sebagai pupuk
organik, produksi solid basah adalah 4 % dari TBS yang diolah. Solid basah
merupakan bahan organik yang mengandung sejumlah hara terutama Nitrogen.
Kandungan hara dapat bervariasi, namun secara rata$rata 1 ton WDS mengandung
17 kg Urea, 3 kg TSP, 8 kg MOP, dan 5 kg Kieserite. Aplikasi solid basah
diberikan sekaligus pada gawangan mati sebagai lapisan tipis di atas JJK. Dosis
aplikasi solid basah adalah sebanyak 200 kg/pokok/tahun. Pengangkutan solid
basah ke blok aplikasi dilakukan dengan cara dimuat langsung ke unit pengangkut
12
Lumpur sawit merupakan salah satu limbah industri pengolahan minyak
sawit yang banyak diproduksi di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
setiap tahun menunjukkan peningkatan. Meningkatnya produksi kelapa sawit
yang diikuti dengan peningkatan produksiminyak kelapa sawit seperti CPO (
) akan meningkatkan pula limbah kelapa sawit seperti bungkil inti sawit
dan lumpur sawit masing$masing 45$46% dan 2% dari jumlah produksi minyak
(Pasaribu, dkk., 1998).
Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang
cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Limbah padat
pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari
proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang atau tempurung,
serabut atau serat, dan sludge serta lumpur sawit. Lumpur sawit merupakan
larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak.
Larutan buangan ini langsung dialirkan ke selokan, kolam, atau sungai di sekitar
pabrik (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).
Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan
suatu alat decanter, yang menghasilkan solid decanter atau lumpur sawit. Bahan
padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein
kasar 11.14% dan lemak kasar 10.14%. Kandungan air yang cukup tinggi
menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam
waktu sekitar 2 hari bahan ini terlihat ditumbuhi jamur yang berwarna
kekuningan. Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa
Tabel 1. Komposisi kimia lumpur sawit (Pasaribu, ., 1984)
Uraian Kisaran
Kadar kering, % 89,50
Protein kasar, % 9,6$13,9
Lemak kasar, % 11,6$21,3
Serat kasar, % 11,4$24,3
Energi (GE), kkal/g 3,8$4,7
Mineral :
Kalsium (Ca), % 0,28$0,69
Fosfor (P), % 0,11$0,44
Magnesium (Mg), % 0,18$0,36
Mangan (Mn), mg/kg 54$70
Tembaga (Cu), mg/kg 29$45
Besi (Fe). mg/kg 1500$1900
14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Bangun PTPN III Kabupaten Simalungun,
Pematang Siantar mulai Januari$Juni 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kecambah kelapa
sawit sebagai objek pengamatan, top soil, sub soil, serat, dan solid decanter
sebagai perlakuan media tanam, air untuk menyiram tanaman, aceton untuk
analisa khlorofil.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, polibag (25kg),
gembor, meteran, pacak sampel, kamera digital, timbangan digital,
spektrofotometer.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial
dengan perlakuan media tanam yang terdiri dari 13 jenis, yaitu:
M1 = Top Soil
M2 = Sub Soil
M3 = Serat
M4 = Solid decanter
M5 = Top soil + Sub soil (1:1)
M6 = Top soil + Serat (1:1)
M7 =Top soil + Solid decanter (1:1)
M8 = Top soil + Serat + Solid decanter (1:1:1)
M10 = Sub soil + Solid decanter (1:1)
M11 = Sub soil + Serat + Solid decanter (1:1:1)
M12 = Top soil + Sub soil + Serat (1:1:1)
M13 = Top soil + Sub soil + Solid decanter (1:1:1)
Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan
Jumlah plot : 42 plot
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 220 tanaman
Jumlah sampel/plot : 4 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 168 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan
model linear sebagai berikut :
Yij = µ + ρi + αj + εij
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
Keterangan :
Yij : Hasil pengamatan pada blok ke$i akibat perlakuan media tanam pada
taraf ke$j
µ : Nilai tengah
ρi : Efek dari blok ke$i
αj : Efek perlakuan media tanam pada taraf ke$j
16
Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh
yang nyata dapat dilanjutkan dengan uji beda rataan menggunakan uji Duncan
(Montgomery, 1983). Untuk memilih perlakuan sebagai media tanam terbaik,
dilakukan uji kontras (pembandingan linier ortogonal) sehingga diperoleh
informasi sebaik$baiknya dari perlakuan media tanam yang diberikan
(Sastrosupadi, 2000)
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Areal Pembibitan
Areal pembibitan dipilih dekat sumber air, drainase baik, tidak tergenang.
Areal dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman yang masih ada. Kemudian dibuat
plot$plot dengan ukuran 1m x 1m dengan jarak antar plot 30 cm, dan jarak antar
ulangan 50 cm.
Pembuatan Naungan
Naungan dibuat ukuran 22m x 5m untuk seluruh plot. Konstruksi naungan
dibuat dari bambu dengan atap dari pelepah daun kelapa sawit. Naungan berfungsi
untuk mencegah bibit kelapa sawit terkena sinar matahari secara langsung.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah campuran top soil, sub soil, serat, dan
solid decanter dengan perbandingan yang sesuai dengan taraf perlakuan masing$
masing.
Penanaman Kecambah
Sebelum penanaman kecambah dilakukan, tanah dalam polibag disiram
terlebih dahulu. Polibag disusun dalam plot percobaan sesuai dengan perlakuan,
Pemeliharaan Bibit
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Penyiraman
dilakukan tergantung dari kondisi tanah dalam polibag.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara manual ataupun dengan menggunakan
cangkul untuk menekan pertumbuhan gulma di polibag dan di areal pembibitan.
Pengamatan Parameter
Tinggi Bibit
Pengamatan tinggi bibit dilakukan setelah bibit berumur 6 MST dengan
interval 2 minggu sekali sampai bibit berumur 14 MST. Tinggi bibit ini di ukur
dari pangkal batang hingga ujung daun terpanjang.
Diameter batang
Pengamatan diameter batang dilakukan pada saat bibit berumur 12 MST
dengan interval 2 minggu sampai bibit berumur 14 MST. Pengukuran dilakukan
pada ketinggian 2 cm dari pangkal batang bibit dengan menggunakan jangka
sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus kemudian dirata$
ratakan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.
Jumlah Khlorofil
Jumlah khlorofil yang dihitung adalah khlorofil a, b, dan total dengan
menggunakan metoda ekstraksi. Daun dari sampel destrutif pada 6 MST diambil
sebanyak ± 0.1 g, dihaluskan dalam mortar dan ditambahkan 10 ml aceton yang
kemudian di saring dengan menggunakan kertas saring dan dimasukkan kedalam
18
panjang gelombang 645 dan 643 nm (Hardianysah, 2009). Jumlah khlorofil
kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah khlorofil a = (12.7 x A 663) – (2.69 x A 645) x 10$1
Jumlah khlorofil b = (12.9 x A 645) – (4.68 x A 663) x 10$1
Jumlah khlorofil total = (8.02 x A 663) + (20.2 x A 645) x 10$1
Bobot Kering Akar
Pengukuran bobot kering akar dilakukan pada akhir penelitian yaitu
setelah bibit berumur 14 MST. Perhitungan dilakukan dengan cara
mengeringovenkan akar tanaman pada suhu 70oC, selama 48 jam kemudian
ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh bobot kering yang
konstan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.
Bobot Kering Tajuk
Perhitungan bobot kering tajuk dilakukan pada akhir penelitian yaitu
\setelah bibit berumur 14 MST. Perhitungan dilakukan dengan cara
mengeringovenkan bagian atas tanaman pada suhu 70oC, selama 48 jam kemudian
ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh bobot kering yang
konstan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.
Volume Akar
Volume akar dihitung dengan menggunakan metode grafimetrik yaitu
dengan menggunakan gelas beker yang diisi air penuh, kemudian akar
dimasukkan ke dalamnya. Volume air yang tumpah adalah volume akar tersebut.
Kadar N, P, K daun
Kadar N, P, K daun di hitung dengan menggunakan sampel destruktif saat
panen di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis data secara statistik menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh
nyata terhadap tinggi bibit 14 MST, diameter batang, bobot kering akar dan tajuk,
rasio tajuk akar, volume akar, dan kadar N daun.
Tinggi Bibit
Hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi bibit dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 1$11. Rataan tinggi tanaman umur 6$14 MST tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Tinggi bibit kelapa sawit 6–14 MST
Perlakuan Umur Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada baris, kolom, dan waktu pengamatan yang sama menunjukkan
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam yang
diberikan berpengaruh nyata hanya pada tinggi bibit 14 MST. Tinggi bibit
tertinggi diperoleh pada perlakuan M1 (29.87 cm) yang secara statistik tidak
berbeda nyata dengan M5 (28.93 cm), M12 (28.70 cm), dan M6 (28.57 cm), serta
M2 (26.40 cm). Sedangkan tinggi bibit terendah diperoleh pada pelakuan M11
(21.23 cm).
Sidik ragam uji kontras tinggi bibit 14 MST tertera pada Lampiran Tabel 31.
Tabel 3. Uji kontras tinggi tanaman 14 MST
Uji kontras
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) * Keterangan :
* : nyata
tn : tidak nyata
Perlakuan media tanam berupa tanah yang dikombinasikan dengan serat
dan solid decanter berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, atau
tanah yang dicampur serat maupun solid decanter saja (Tabel 3).
Diameter Batang
Data hasil pengamatan diameter batang 14 MST dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 12. Berdasarkan sidik ragam pada Lampiran Tabel 13 diketahui
bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap diameter batang 14 MST. Rataan
diameter batang 14 MST tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Diameter batang bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan 14 MST
$$$$mm$$$$
M1 (Top soil) 0.35c
M2 (Sub soil) 0.38bc
M3 (Serat) 0.27cd
M4 (Solid decanter) 0.17d
M5 (Top soil + sub soil) 0.60a
M6 (Top soil + serat) 0.43bc
M7 (Top soil + solid decanter) 0.40bc
M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.27cd
M9 (Sub soil + serat) 0.30cd
M10 (Sub soil + solid decanter) 0.32cd
M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.28cd
M12 (Top soil + sub soil + serat) 0.52ab
M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 0.42bc
Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Perlakuan media tanam menunjukkan diameter tertinggi diperoleh pada M5
(0.60 mm) yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan M12 (0.52). Diameter
22
Sidik ragam uji kontras diameter batang 14 MST pada Lampiran Tabel 14
menunjukkan bahwa masing masing media tanam berbeda tidak nyata terhadap
peubah amatan diameter batang seperti yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji kontras diameter batang 14 MST
Uji kontras
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :
tn : tidak nyata
Jumlah Khlorofil
Data hasil pengamatan jumlah khlorofil, sidik ragam dan uji kontras dapat
dilihat pada Lampiran Tabel 15$23. Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa
media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah khlorofil a, b, dan total bibit
kelapa sawit 14 MST. Rataan jumlah khlorofil tertera pada Tabel 3.
Tabel 6. Jumlah khlorofil bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan Jumlah khlorofil berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a (5.25 mg/g bb)
dan khlorofil total (3.67 mg/g bb) tertinggi diperoleh pada perlakuan M2 yang
b yang hasil tertingginya diperoleh pada perlakuan M5 (2.37 mg/g bb) yang
secara statistik berbeda tidak nyata dengan M8 (2.26 mg/g bb).
Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui bahwa jumlah khlorofil a, b, dan total
terendah seluruhnya diperoleh pada perlakuan M7 dengan nilai berturut turut 1.66
mg/g bb, 1.65 mg/g bb, dan 1.17 mg/g bb.
Tabel 7. Uji kontras jumlah khlorofil 14 MST
Uji kontras a B total
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn * *
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * * * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn tn * Keterangan :
* : nyata
tn : tidak nyata
Untuk peubah amatan khlorofil a, media tanam tanah berbeda nyata
dengan media tanam serat, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat
+ solid decanter. Sedangkan pada peubah amatan khlorofil b dan khlorofil total,
media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil atau
sub soil. Media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media tanam serat, solid
decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat + solid decanter.
Selain itu, pada khlorofil total, media tanam tanah + serat + solid decanter juga
berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, tanah + serat, maupun
tanah + solid decanter (Tabel 7).
Bobot Kering Akar
Data pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Lampiran Tabel 24.
Sidik ragam pada Lampiran Tabel 25 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam
berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot kering akar. Rataan bobot
24
Tabel 8. Bobot kering akar bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan 14 MST
$$$$gr$$$$
M1 (Top soil) 0.40d
M2 (Sub soil) 0.13fg
M3 (Serat) 0.15ef
M4 (Solid decanter) 0.08gh
M5 (Top soil + sub soil) 0.99a
M6 (Top soil + serat) 0.43d
M7 (Top soil + solid decanter) 0.37d
M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.21e
M9 (Sub soil + serat) 0.06h
M10 (Sub soil + solid decanter) 0.20e
M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.19ef
M12 (Top soil + sub soil + serat) 0.71b
M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 0.51c
Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Berdasarkan data pada Tabel 8 diketahui bahwa bobot kering akar bibit
kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan M5 (0.99 gr) dan terendah pada
M9 (0.06 gr).
Berdasarkan uji kontras yang dilakukan (Lampiran Tabel 26) diketahui
bahwa perlakuan media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan top soil
maupun sub soil saja. Selain itu, media tanam tanah juga berbeda nyata dengan
media tanam serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun
tanah + serat + solid decanter (Tabel 9).
Tabel 9. Uji kontras bobot kering akar 14 MST
Uji kontras
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :
* : nyata
Bobot Kering Tajuk
Data pengamatan bobot kering tajuk dapat dilihat pada Lampiran Tabel
27. Berdasarkan sidik ragam pada Lampiran Tabel 28 diketahui bahwa perlakuan
media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot kering tajuk.
Rataan bobot kering tajuk 14 MST tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Bobot kering tajuk bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan 14 MST
$$$$g$$$$
M1 (Top soil) 1.54c
M2 (Sub soil) 1.44c
M3 (Serat) 0.24g
M4 (Solid decanter) 0.22g
M5 (Top soil + sub soil) 2.48a
M6 (Top soil + serat) 1.88b
M7 (Top soil + solid decanter) 1.13d
M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.81ef
M9 (Sub soil + serat) 0.69ef
M10 (Sub soil + solid decanter) 0.85de
M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.55f
M12 (Top soil + sub soil + serat) 2.46a
M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 2.00b
Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Bobot kering tajuk bibit kelapa sawit 14 MST tertinggi diperoleh pada
perlakuan M5 (2.48 g) yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan M12
(2.46 g). Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan M4 (0.22 g) yang
berbeda tidak nyata dengan M3 (0.24 g).
Tabel 11. Uji kontras bobot kering tajuk 14 MST
Uji kontras
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :
* : nyata
tn : tidak nyata
Uji kontras bobot kering tajuk 14 MST tersaji pada Lampiran Tabel 29.
26
maupun sub soil saja. Selain itu, perlakuan media tanam tanah juga berbeda nyata
dengan media serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun
tanah + serat + solid decanter seperti yang terlihat pada Tabel 11.
Volume Akar
Data pengamatan volume akar dan sidik ragamnya dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 30$31. Rataan volume akar bibit kelapa sawit 14 MST tertera
pada Tabel 12.
Tabel 12. Volume akar bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan 14 MST
$$$$mm3$$$$
M1 (Top soil) 0.50de
M2 (Sub soil) 0.50de
M3 (Serat) 0.10e
M4 (Solid decanter) 0.10e
M5 (Top soil + sub soil) 5.00a
M6 (Top soil + serat) 5.00a
M7 (Top soil + solid decanter) 1.00d
M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.50de
M9 (Sub soil + serat) 0.10e
M10 (Sub soil + solid decanter) 0.10e
M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.10e
M12 (Top soil + sub soil + serat) 4.00b
M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 2.00c
Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Volume akar tertinggi diperoleh pada perlakuan M5 dan M6 (5.00 mm3) dan
terendah pada perlakuan M3, M4, M7, M9, M10, dan M11 (0.10 mm3).
Tabel 13. Volume akar 14 MST
Uji kontras
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D5 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :
* : nyata
Hasil uji kontras pada Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan media
tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil maupun sub
soil saja.
Kadar N, P, K daun
Data hasil pengamatan Kadar N, P, K dan sidik ragamnya dapat dilihat
pada Lampiran 33$41. Hasil sidik ragam ragam menunjukkan bahwa perlakuan
media tanam berpengaruh nyata terhadap kadar N, dan berpengaruh tidak nyata
terhadap kadar P dan K. Rataan kadar N, P, dan K daun bibit kelapa dawit 14
MST tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah khlorofil bibit kelapa sawit 14 MST
Perlakuan kadar berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa kadar N daun tertinggi terdapat
pada perlakuan M8 (3.50%) dan terendah pada M4 (1.12%).
Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata, perlakuan M6 (0.20 %)
menghasilkan kadar P daun tertinggi, sedangkan untuk kadar K daun tertinggi
28
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa pada peubah amatan kadar N daun,
media tanam serat berbeda nyata dengan solid decanter. Sedangkan pada K, media
tanam tanah + serat + solid decanter berbeda nyata dengan media tanam serat,
solid decanter, tanah + serat, dan tanah + solid decanter. Perlakan yang diberikan
berbeda tidak nyata pada peubah amatan kadar P daun.
Tabel 15. Uji kontras serapan N, P, K daun 14 MST
Uji kontras N P K
D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn tn tn
D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn tn tn D5 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn tn * Keterangan :
* : nyata
tn : tidak nyata
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, media tanam top soil (M1)
menghasilkan bibit tertinggi (29.87). Dari hasil analisis kesuburan tanah pada
Lampiran Tabel 42 diketahui bahwa tanah top soil kebun yang digunakan masih
dalam kategori subur (N sedang, P sangat tinggi, K tinggi), hal inilah yang
menyebabkan bibit yang ditanam dengan media ini masih memberikan hasil yang
baik. Namun pada perlakuan media tanam top soil + sub soil (M5), top soil + sub
soil + serat (M12), Top soil + serat (M6), dan sub soil (M2) menunjukkan hasil
yang berbeda tidak nyata jika dibandingkan dengan media tanam top soil (M1).
Hal ini dikarenakan sub soil kebun dan serat yang digunakan juga mengandung N
yang tinggi (Lampiran Tabel 42$43) sehingga mampu mendukung pertumbuhan
bibit. Kondisi hara N yang tinggi mampu mendukung pertumbuhan vegetatif
tanaman. Gardner ., (1991) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bahan
penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleoprotein, serta
esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan untuk pertumbuhan. Hal ini
soil + sub soil + serat (M12) turut menghasilkan bibit dengan diameter batang
terbaik.
Pembesaran lingkar batang dipengaruhi oleh ketersediaan unsur kalium
(K top soil sangat tinggi), kekurangan unsur ini menyebabkan terhambatnya
proses pembesaran lingkar batang. Pendapat ini didukung oleh Setyamidjaja
(1992), fosfor dan kalium dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman
seperti lingkar batang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a lebih tinggi
dibandingkan dengan khlorofil b. Hal ini wajar karena pembentukan khlorofil a
sangat dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang laju pembentukannya
akan meningkat sejalan dengan penurunan intenasitas cahaya. Pemberian naungan
menyebabkan terjadinya perubahan kandungan khlorofil daun. Pada kondisi
naungan, kandungan khlorofil a lebih tinggi dibandingkan dengan khlorofil b
(Soepandi 2002).
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a dan khlorofil
total tertinggi diperoleh pada media sub soil (M2) yang secara statistik tidak
berbeda nyata dengan top soil + sub soil + solid decanter (M13). Pada khlorofil b,
hasil tertingginya terdapat pada media top soil + sub soil (M5) yang secara
statistik berbeda tidak nyata dengan top soil + serat + solid decanter (M8).
Namun jika dilihat hasil uji kontras pada Lampiran Tabel 17, 20, dan 23
diketahui bahwa untuk peubah amatan khlorofil a, media tanam tanah berbeda
nyata dengan media tanam serat, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah +
serat + solid decanter. Sedangkan pada peubah amatan khlorofil b dan khlorofil
30
atau sub soil. Media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media tanam serat,
solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat + solid
decanter. Selain itu, pada khlorofil total, media tanam tanah + serat + solid
decanter juga berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, tanah +
serat, maupun tanah + solid decanter (Tabel 7).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan sub
soil (M2) menghasilkan bibit dengan jumlah khlorofil a tertinggi, sedangkan
untuk khlorofil b tertinggi diperoleh pada perlakuan media tanam top soil + sub
soil (M5) dan khlorofil total pada top soil + sub soil + solid decanter (M13). Hal
ini diduga karena kandungan hara yang dimiliki masing$masing media berada
dalam keadaan cukup yang mampu mendukung pembentukan khlorofil tanaman.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang sangat erat antara jumlah
khlorofil dengan kandungan fosfor dan nitrogen dalam tanah. Ketersedian hara
yang cukup akan memicu laju pembentukan khlorofil. Brown (2000) juga
menemukan hubungan linier positif antara ketersediaan hara dengan kandungan
khlorofil, jika hara itu cukup maka pembentukan khlorofil akan meningkat.
Menurut Sugeng (2005), jika fotosintesis berlangsung dengan baik, maka
tanaman akan tumbuh dengan baik yang diikuti oleh berat kering tanaman yang
mencerminkan status nutrisi tanaman, karena berat kering tanaman tersebut
tergantung pada aktifitas sel, ukuran sel dan kualitas sel penyusun tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot kering akar (0.99 g) bibit kelapa
sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan top soil + sub soil (M5). Hal ini juga
didukung oleh hasil uji kontras (Lampiran Tabel 26) yang menunjukkan bahwa
sub soil saja. Selain itu, media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media
tanam serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun tanah +
serat + solid decanter (Tabel 9). Hasil ini juga ditemukan pada peubah amatan
bobot kering tajuk (2.48 g). Hal ini diduga karena kandungan P pada top soil dan
sub soil yang sangat tinggi (Lampiran Tabel 42) mampu memacu pertumbuhan
akar. Menurut Marsono (2001), Fosfor berguna bagi tanaman untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan akar, membantu asimilasi dan respirasi,
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah.
Bobot kering tanaman (akar dan tajuk) menunjukkkan tingkat efesiensi
metabolisme dari tanaman tersebut. Akumulasi bahan kering digunakan
sebagai indikator ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan
kemampuan tanaman dalam mengikat energy dari cahaya matahari melalui
proses fotosintesis, serta interaksi dengan faktor lingkungan lainnya
(Fried dan Hademenos, 2000).
Menurut Hasanah dan Setiari (2007), biomassa tanaman mengindikasikan
banyaknya senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman, semakin tinggi
biomassa maka senyawa kimia yang terkandung di dalamnya lebih banyak
sehingga meningkatkan berat kering tanaman.
Jika dilihat, perlakuan media tanam top soil + sub soil (M5) menghasilkan
nilai bobot kering akar yang lebih rendah dibandingkan bobot kering tajuk nya
(0.99 g < 2.48 g). Media tanam yang terdiri dari campuran top soil dan sub soil
(M5) ini mengandung N yang tinggi (Lampiran Tabel 42). Kandungan Nitrogen
yang tinggi akan memacu pertumbuhan ujung tanaman sedangkan N yang terbatas
32
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa volume akar tertinggi
diperoleh pada perlakuan top soil+sub soil (M5) dan top soil + serat (M6). Hasil
uji kontras pada Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam top soil +
sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil maupun sub soil saja. Hal ini
menunjukkan bahwa media tanam campuran top soil dan sub soil memberikan
ruang yang baik bagi akar untuk tumbuh. Menurut Lakitan (2000), sistem
perakaran tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh
tanaman. Umumnya tanah daerah perkebunan mengandung banyak lempung,
beraerasi baik dan subur (Syamsulbahri, 1996). Hasil ini juga didukung oleh hasil
analisis tekstur tanah yang menunjukkan bahwa top soil dan sub soil kebun
merupakan lempung berpasir. Komposisi media seperti ini baik untuk mendukung
aktivitas perakaran. Islami dan Utomo (1995) juga menyatakan bahwa faktor
lingkungan yang mempengaruhi sistem perakaran adalah kelembaban tanah, suhu
tanah, kesuburan tanah, keasaman tanah (pH), aerasi tanah, kompetisi dan
interaksi perakaran.
Jika diperhatikan lebih dalam, masing$masing media tanam yang digunakan
menunjukkan variasi hasil pertumbuhan seperti tertera pada Tabel 16 berikut.
Hasil pada Tabel 16 menunjukkan bahwa penggunaan serat lebih baik jika
dikombinasikan dengan top soil ataupubn top soil dan sub soil. Jika serat
dikombinasikan dengan sub soil cenderung menurunkan bobot kering akar dan
volume akar. Hal ini diduga karena stuktur serat yang kasar dan mengandung
banyak lignin sehingga sulit ditembus akar. Serat kelapa sawit yang sebenarnya
karena bagian inilah minyak sawit mentah (CPO) akan diperoleh melalui ekstraksi
ataun penggilingan (Hadi, 2007).
Tabel 16. Karakteristik media tanam berdasarkan peubah amatan pertumbuhan
Perlakuan TB DB KA KB KT BKA BKT VA
Keterangan : tanda + menunjukkan nilai tertinggi pada masing$masing peubah amatan, $ terendah
Berdasarkan Tabel 16 juga diketahui bahwa penggunaan solid decanter
sebagai media tanam kurang baik bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Penggunaan solid decanter cenderung menghasilkan diameter batang (DB),
jumlah khlorofil a (KA), jumlah khlorofil b (KB), bobot kering tajuk (BKT) dan
volume akar (VA) terendah. Hal ini dikarenakan solid decanter walaupun
mempunyai kandungan N yang tinggi tidak mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman dikatrenakan nisbah C/N yang sangat tinggi dengan pH yang agak
masam (Lampiran 37) sehingga penggunaannya sebagai media tanam akan
menghambat pertumbuhan. Tejoyuwono (1998) menyatakan bahwa perbandingan
C/N rasio yang tinggi berarti bahan penyusun belum terurai secara sempurna dan
akan membusuk lebih lama dibandingkan dengan rasio C/N yang lebih rendah
yang berkaitan langsung dengan ketersediaan unsur hara. Selain itu pH media
yang berada dalam kisaran agak masam menyebabkan beberapa unsur hara dalam
keadaan terikat atau tidak tersedia, seperti unsure hara P yang terikat oleh Fe
34
Penggunaan solid decanter masih dapat memberikan hasil yang baik jika
dikombinasikan dengan media tanam lain. Dari hasil pengamatan yang dilakukan
kombinasi media tanam solid decanter dengan top soil dan sub soil memberikan
hasil yang baik pada peubah amatan jumlah khlorofil a (KA) dan jumlah khlorofil
total (KT)(Tabel 16). Adanya pencampuran media tanah ini mampu memperbaiki
pH sehingga unsur hara P menjadi tersedia. Selain itu solid decanter juga
mengandung K dalam kategori sedang dan lebih baik jika dibandingkan dengan
serat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Leiwakabessy (1988) bahwa unsur P
dan K sangat berperan dalam meningkatkan diameter batang tanaman, khususnya
dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun.
Dengan tersedianya unsur hara P dan K maka pembentukan karbohidrat akan
berjalan dengan baik dan translokasi pati ke bonggol bibit sawit akan semakin
lancar, sehingga akan terbentuk bonggol bibit kelapa sawit yang baik. Fosfor dan
Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat,
memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap
penyakit serta kekeringan ( Lingga, 2003 ).
Tabel 17. Karakteristik media tanam berdasarkan análisis daun
Perlakuan N P K
M7 (Top soil + solid decanter)
M8 (Top soil + serat + solid decanter) + M9 (Sub soil + serat)
M10 (Sub soil + solid decanter)
M11 (Sub soil + serat + solid decanter) $ M12 (Top soil + sub soil + serat)
M13 (Top soil + sub soil + solid decanter)
Tabel 17 memperlihatkan karaktersitik media tanam berdasarkan hasil
analisis daun. Penggunaan solid decanter mampu menghasilkan daun bibit kelapa
sawit dengan kadar K daun tertinggi, namun mmberikan kadar N terendah.
Penggunaannya mampu menghasilkan kadar N daun tertinggi jika dikombinasikan
dengan top soil dan serat.
Berdasarkan criteria kadar hara daun (Uexkull dan Fairhurst, 1991)
diketahui bahwa kadar N pada media tanam top soil +serat + solid decanter
dtergolong berlebih (>3.10%), sedangkan P dan dan K dalam keadaan optimum
(0.16%<p>0.19% ; 1.13%<K>1.3%). Jika dilihat pada Tabel 14, maka kadar N
daun optimumpada media tanam top soil + serat (M6) dan top soil + sub soil +
solid decanter (M13). Kombinasi mdia tanam top soil+serat juga menghasilkan
bibit kelapa sawit dengan kadar P terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa
penggunaan serat yang lebih baik baik dibandingkan solid decanter, dan
kombinasinya dengan top soil mampu menghasilkan bibit yang lebih baik kadar
hara daunnya. Kombinasi penggunaan media mampu memperbaiki tekstur tanah
sehingga keadannya menjadi baik bagi pertumbuhan tanaman. Faktor media
tanam berhubungan langsung dengan kemampuannya menahan air. Tanaman
dengan pengairan yang baik yang baik akan akan mempunya sistem perakaran
yang baik untuk mendukung pertumbuhan agar mampu menyerap hara dan air
sesuai kebutuhan tanaman (Kramer, 1983).
Kominasi perlakuan serat dan solid decanter terbaik ditunjukkan oleh
perlakuan M8 (top soil + serat + solid decanter), M12( top soil + sub soil + serat)
dan M13 (top soil + sub soil + solid decanter). Dengan demikian, konsep RSPO
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit 14 MST, diameter
batang, bobot kering akar dan tajuk, rasio tajuk akar, volume akar, dan kadar
N daun.
2. Media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dibandingkan dengan top soil
dan sub soil pada peubah amatan jumlah khlorofil b dan total, bobot kering
akar, bobot kering tajuk, volume akar.
3. Media tanam tanah berbeda nyata dibandingkan dengan serat, solid decanter,
tanah + serat, tanah + solid decanter, tanah + serat + solid decanter pada
peubah amatan jumlah khlorofil, bobot kering akar dan bobot kering tajuk
4. Media tanam tanah + serat + solid decanter berbeda nyata dibandingkan
dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter pada
peubah amatan tinggi tanaman, jumlah khlorofil total, dan kadar K daun.
Saran
Untuk mendapatkan hasil terbaik, penggunaan media tanam serat dan solid
decanter dikombinasikan menjadi media campuran top soil dan + serat + solid
decanter, top soil + sub soil + serat atau top soil + sub soil + solid decanter
DAFTAR PUSTAKA
BPPT. 2010. Kelapa sawit dan perkembangannya. http://BPPT$HUMAS.ac.id. 2010. [10 Mei 2013].
Brown, C.D., M.V. Hoyer, R.W. Bachmann, and D.E. Canfied, Jr. 2000. Nutrient$ chlorophyll relationship: an evaluation of empirical nutrient$chlorophyll models using Florida and North$Temperate lake data. !"# $!"%&$!'(
Chavalparit, O., W.H. Rulkens, A.P.J. Mol, and S. Khaodair. 2006. Options for Environmental Sustainability of the Crude palm Oil Industry in Thailand Through Enhancement of Industrial Ecosystems. Environment, Development and Sustainability, Volume 8, Number 2, May 2006 , pp. 271$ 287(17)
Choo, Y.M., S.C. Yap., C.K. Ooi., A.N. Ma., S.H. Goh., dan S. Khoidir. 2006. Optoins for environmental sustainability of the crude palm oil industry in Thailand through enhancement of industrial ecosystem. Journal of environment, Development an Sustainability. 8(2): 271$287.
Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Engelstad. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. UGM Press. Yogyakarta.
Gardner, F.P., R.B. Pearre dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Hardiansyah. 2009. Deteksi tingkat masak fisiologi benih terung ungu (
var. ) melalui analisis khlorofil dan karotenoid. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fauzi, Y., E.W. Yustina, Satyawibawa, H. Rudi. 1997. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Fried, G.H and G.J. Hademenos. 2000. Scahum’s outlines of theory and problem of biology 2nd edition. The McGraw$Hall Companies.
Ginting, E. N., 2009. Pembibitan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hanum, C. 2011. Efektivitas Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Mikoriza Pada Perkecambahan Kelapa Sawit. http://repository.usu.ac.id./bistream/.../chapterII.pdf [10 Mei 2013].
Hadi, M.M. 2007. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. PT Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
38
Harahap, O.H. 2011. Efektifitas Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Gaharu. Diakses dari http://repository.usu.ac.id./bistream/.../chapterII.pdf. [10 Mei 2013]
Hutagalung, R.I dan S. Jalaluddin, 1982. Feeds for Farm Animals from the Oil Palm. University Pertanian, Serdang, Malaysia.
Islami dan Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang.
Khaswarina, S., 2001. Jurnal Natur Indonesia Keragaman Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Kramer, P.J. 1983. Plant and Soil Relationships. A Modern Synthesis. McGraw$ Hill Publ. Co.LTD. New Delhi.
Lakitan, B. 2000. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Leiwakabessy, F.M. 1998. Kesuburan Tanah. Pertanian IPB. Bogor.
Liwang, T. 2003. Palm Oil Mill Effluent Management. Burotrop Bull. 19$38.
Marsono, dan Paulus, S., 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Montgomery, D.C. 1983. Design and Analysis Experiments Second Edition. John Wiley and Sons, New York.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
PTPN IV. 1996. Vademecum Kelapa Sawit. Sumut.
Redaksi Agromedia. 2007. Membuat Tanaman Buah Dalam Pot Berbuah Lebat. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Risza, S. 1995. Kelapa sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius, Yogyakarta.
Samosir. 2010. ) * ) + * . Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi TanamanPerkebunan. Medan.
Sinurat, A. P., T Purwadaria, T. Pasaribu, J. Darma, I. A. K. Bintang, dan M. H. Togatorop. 2001. Pemanfatan Lumpur Sawit Untuk Ransum Unggas : 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit Sebelum dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedagang. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadja Mada Press, Yogyakarta.
! " # $% # &
'
(
# )
) *
) %! +
! " # $% # &
'
(
# )
) *
) %! +
! " # $% # &
'
(
# )
) *
) %! +
! " # $% # &
'
(
# )
) *
) %! +
! " # $% # &
, '
! "
! " # $% #
,
-- ,
'
(
# )
) *
) %! +
! " # $% # &
, '
! "
! " # $% #
,
-'
(
# )
) *
) %! +
# $ ! !%
! !%
! " # $% #
& ,
, '
! " # $ ! !%
! " # $% #
,
-- ,
-'
(
# )
) *
) %! +
# $ ! !%
! !%
! " # $% #
&
, '
! " ! !%
! " # $% #
,
- ,
- ,
-'
(
# )
) *
) %! +
# $ ! !% !
! !% !
! " # $% #
&
, '
! " ! !% !
! " # $% #
,
- ,
- ,
- ,
'
(
# )
) *
) %! +
! !
! !
! " # $% #
& ,
, '
! " ! !
! " # $% #
,
- ,
- ,
-'
(
# )
) *
) %! +
! ! #
! ! #
! " # $% #
& ,
, '
! " ! ! #
! " # $% #
,
- ,
- ,
-'
(
# )
) *
) %! +
&! #
&! #
! " # $% #
&
, '
! " &! #
! " # $% #
,
- ,
-'
(
# )
) *
) %! +
' #
' #
! " # $% #
&
, '
! " ' #
! " # $% #
,
-'
(
# )
) *
) %! +
( #
( #
! " # $% #
&
'
! " ( #
! " # $% #
-'
(
# )
) *
) %! +
) #
) #
! " # $% #
&
'
! " ) #
! " # $% #
-- ,
'
(
# )
) *
) %! +
+ ,
6 % % 4
/% . 9 % % -% / .
6 @
/% . !% @
8 $ @
%$ % %
4 +% @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @
4 +% @ @ @ @ @ @
4 % % % % @ @ @ @ @
4 -% @
4 " $ =% @
4 % @
4 % A @
4 % A 7 1 /% % /%3 @
4 B @
4 . 6 9 %/
!% <
@
4 . @
4 . 5 @
Universitas
Sumatera
- . !
8