• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Akuisisi N, P, K Bibit Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq.) Sistem Single Stage dengan Perlakuan Media Tanam Limbah Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan dan Akuisisi N, P, K Bibit Kelapa Sawit(Elaeis Guineensis Jacq.) Sistem Single Stage dengan Perlakuan Media Tanam Limbah Kelapa Sawit"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

!"# $

% &

(2)

()*+,* ,-. / * , 0 1 , 23 ,4 ) 2 3523( 6-6+-)70-1 /-0 ) , )8 5 +-)2 5* 5 9* % (302 , -)2 5* 5

5*:-),*2 , 36 2-) 2 )

% &

(3)

! ! " !

# $ %

&' ( '

)# *+*,*-*./

'! ! ' ' ' '!

# 0

" 1

' !

) ' 2 ! # ) $'! ! #

!!'

# !

" ) $ # ! "

'! ! ' ' ' '!

(4)

, - &

) & ) &

-& ) ) && $ - . &&

, - & & $ ' ,

& &&

! "#$% & & &

$ & '

! /! 0123 && " & " ) ) ) . )

- & 23 , $

, &/ & ,

$ &

-&& 24 ' & ) ) & ,

5) $ ) ) "

, ) 6 ) ) 7 7 ) " % 20

) ) 7 ) 7 % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$

(5)

* ) ! "#$%

& # & & - 8 ' ).

& 8 $ * - ! ' * ' * ' *

+ * ( '$

) ) ). ) " ) " )"" - ) ) ) & " " ) " ) " ) & ") ) " 5 $

)5 ) ). .. " ). ) ) )

$ ' ) , " 5 ). " ) ) ) & ) )

& # & & - ). &

$ ' " & ' ! -/! 0123

) . " ) ) 9 )" & ") ). 23 $

' ). " ) " .. & )

# $ & . " - .. " & 24 .

8 % )) )) - & )) )) ) )) 5)

) ). .$ ' ") ) ). . )

" ) - 6 ) ) 7 . 7 ) " % 20 ) ) 7

) 7 . % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$

(6)

$

' 0116 & < , 011:

= + 5 + ,

+, + % )& & ) ) ) )& $

& . &

( ) ) & ) ) )& > ) )& ' ( ) ) & ) ) $

, & (% '

(7)

, - , 8' ' ? &

& / - &&

-- & , @

! "#$% & & & '

( A$

& " "

) & ) ; - &

$ , & - "

$ !) * & $ ')& & &&) ) & - & &

& &

, && - $

, & & " & =

) ) . & , &

)& & ) ) ) )& = $ - ( !

- ( - >'

011: - & - &

-- $ )& . $

(8)
(9)

- $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< - & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2C ' && $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< ! ) ). $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2< ) ) & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D ) ) & ' , $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D E) $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2D $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 26 ( >

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2: ' && $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 2: & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 01 ! ) ). $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 02 ) ) & $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 00 ) ) & ' , $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 04 E) $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0C $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0< $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ 0D > +(

(10)

0$ ' && </24 'FFFFFFFFFFFF$ 2:

3$ +, ) && 24 'FFFFFFFFFFFF$ 01

4$ & 24 'FFFFFFFFF 01

C$ +, ) & 24 'FFFFFFFFFFF$$$ 02

<$ ! ) ). 24 'FFFFFFFFF 02

D$ +, ) , ) ). 24 'FFFFFFFFFFF 00

6$ ) ) & 24 'FFFFFFFF$$ 03

:$ +, ) ) ) & 24 'FFFFFFFFFFF$ 03

21$ ) ) & , 24 'FFFFFFFF$ 04

22$ +, ) ) ) & , 24 'FFFFFFFFFFF 04

20$ E) 24 'FFFFFFFFFF$$ 0C

23$ +, ) 5) 24 'FFFFFFFFFFFFF$ 0<

24$ 24 'FFF$$FFFFFF$$ 0<

2C$ +, ) 24 'FFFFFFFFFFFF$$$ 0D

2<$

FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF$ 32

2D$

(11)

)$ $

2$ & && < 'F$$FFFFFFFFFF$ 4C

0$ & && < 'FFFFFFFFFFFFFF 4C

3$ & && 6 '$$F$$FFFFFFFFF$$$ 4< 4$ & && 6 '$$FFFFFFFFFFFF$$F 4<

C$ & && 21 'F$$FFFFFFFF$$F$ 4D

<$ & && 21 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 4D

D$ & && 20 'F$$FFFFFFFF$$F$ 46

6$ & && 20 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 46

:$ & && 24 'F$$FFFFFFFF$$F$ 4:

21$ & && 24 'FF$F$$FFFFFFFF$$F$ 4:

22$ +, ) && 24 'FFFFFFFFFF$$$FFF 4:

20$ & & 24 'FFFFFFFFF C1

23$ & & 24 '$FFFFFFFF$$$$$$$$$$ C1

(12)

30$ +, ) 5) 24 'FFFFFFF$$$FFFF$$F CD

33$ & 24 'FFFFFFFF$FF C6

34$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ C6

3C$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF C6

3<$ & 24 'FFFFFFFF$FF C:

3D$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ C:

36$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF C:

3:$ & 24 'FFFFFFFF$FF <1

41$ & 24 'FFFFFFFFFFF$F$ <1

42$ +, ) 24 'FFFFFFF$$$FFFFF <1

40$ FFFFFFFFFF$$$FFFFFFFF 44

43$ FFFF$$$FFFFFFFFFFFFF$ 44

(13)

)$ $

2$ & ) FFFFFFFFFFFFFFF 42

0$ & ) FFFFFFFFFFFFFFFFF$$$ 40

3$ ) 24 '

FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF$$$ 3:

4 ) " 5 ,

(14)

, - &

) & ) &

-& ) ) && $ - . &&

, - & & $ ' ,

& &&

! "#$% & & &

$ & '

! /! 0123 && " & " ) ) ) . )

- & 23 , $

, &/ & ,

$ &

-&& 24 ' & ) ) & ,

5) $ ) ) "

, ) 6 ) ) 7 7 ) " % 20

) ) 7 ) 7 % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$

(15)

* ) ! "#$%

& # & & - 8 ' ).

& 8 $ * - ! ' * ' * ' *

+ * ( '$

) ) ). ) " ) " )"" - ) ) ) & " " ) " ) " ) & ") ) " 5 $

)5 ) ). .. " ). ) ) )

$ ' ) , " 5 ). " ) ) ) & ) )

& # & & - ). &

$ ' " & ' ! -/! 0123

) . " ) ) 9 )" & ") ). 23 $

' ). " ) " .. & )

# $ & . " - .. " & 24 .

8 % )) )) - & )) )) ) )) 5)

) ). .$ ' ") ) ). . )

" ) - 6 ) ) 7 . 7 ) " % 20 ) ) 7

) 7 . % 23 ) ) 7 ) 7 ) " %$

(16)

NDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang

menduduki posisi penting dalam sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena dari

sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang

menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya (Khaswarina, 2001).

Sejalan dengan perluasan daerah, produksi juga meningkat dengan laju

9.4% per tahun. Pada awal 2001$2004 luas areal kelapa sawit dan produksi

masing$masing tumbuh dengan laju 3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan

ekspor meningkat 13.05% per tahun. Tahun 2010 produksi crude palm oil (CPO)

diperkirakan akan meningkat antara 5$6% sedangkan untuk periode 2010$2020,

pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2$4% (Harahap, 2011).

Sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit, diperlukan

ketersediaan bibit kelapa sawit dalam jumlah yang sesuai (Samosir, 2010). Bibit

yang unggul akan menjamin suatu pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi

yang tinggi apabila dikelola secara optimal. Pembibitan kelapa sawit menjadi

bagian yang sangat vital terkait penyediaan bibit unggul berkualitas. Ada

beberapa hal yang menjadi penentu kualitas bibit kelapa sawit yang akan ditanam,

salah satu yang terpenting adalah media tanam yang mendukung pertumbuhan

bibit kelapa sawit.

Secara umum, limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu

limbah cair, padat dan gas. Setiap pengolahan CPO menggunakan 1000 ton

TBS/hari akan menghasilkan sekitar 640 m3 air limbah, 240 ton tandan buah

(17)

2

Pengembangan industri kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan

pabrik dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, baik terhadap

kualitas sumber daya alam (berupa pencemaran), kuantitas sumber daya alam

(berupa pengurasan) maupun lingkungan hidup (aspek sosial). Hal tersebut

disebabkan oleh bobot limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang harus dibuang

semakin bertambah. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau

dibuang dari suatu sistem yang belum atau tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan

dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif.

Pertimbangan terhadap pencemaran yang ditimbulkan dari industri kelapa

sawit dan potensi bahan organik yang terkandung dalam limbah kelapa sawit,

menuntut suatu perkebunan kelapa sawit untuk mengelola limbahnya. Langkah

tersebut merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif demi mewujudkan

industri yang berwawasan lingkungan. (hasil sampingan) dari industri

perkebunan kelapa sawit seluruhnya dapat dimanfaatkan jika para pelaku industri

ini mampu mengelolanya dengan baik.

Saat ini standarisasi kebun sawit diwajibkan untuk menerapkan prinsip

dan Oleh karena itu kondisi limbah yang berlimpah

ini diupayakan mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin karena penumpukkan

limbah hasil pengolahan minyak sawit akan merusak keseimbangan lingkungan

(BPPT, 2010).

Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang.

Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% dan lignin

(18)

sejumlah pabrik pengolahan sawit. Sinurat (2001) menyatakan bahwa

kandungan protein kasar solid kering sekitar 9.6–14.52%.

Hasil analisisis bahan di laboratorium Riset Asian Agri menunjukkan bahwa

limbah serat mengandung 0.59% N, 0.07% P, 0.20% K, 0.22% Ca dan 0.11% Mg.

Sedangkan Solid decanter mengandung 0.55% N, 0.06% P, 0.24% K, 0.17% Ca,

dan 0.10% Mg.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mempelajari

pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca Bibit Kelapa Sawit ( Jacq.)

sistem single stage dengan media tanam limbah kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, K bibit

kelapa sawit ( Jacq.) sistem single stage dengan media tanam

limbah kelapa sawit.

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa

sawit ( Jacq.) sistem single stage dengan media tanam

limbah kelapa sawit.

2. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa

sawit ( Jacq.) pada media tanam top soil + sub soil

dibandingkan dengan top soil dan sub soil.

3. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa

sawit ( Jacq.) pada media tanam tanah dibandingkan

dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, tanah +

(19)

4

4. Ada perbedaan tanggap pertumbuhan dan akuisisi N, P, Ca bibit kelapa

sawit ( Jacq.) pada media tanam tanah + serat + solid

decanter dibandingkan dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah +

solid decanter.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar

primer, sekunder, tertier, dan akar kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di

dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier,

dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah, bahkan akar tertier dan

kuartener menuju lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung hara

(Fauzi ., 1997).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak (phototropi) dibalut oleh pelepah daun.

Batang berbentuk silindris dan mempunyai diameter 45$60 cm pada tanaman

dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol batang.

Bagian dalam batang merupakan serabut yang dilengkapi jaringan pembuluh

sebagai penguat batang dan untuk menyalurkan hara (PTPN IV, 1996).

Susunan daun kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk

susunan daun majemuk. Daun$daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun

yang panjangnya dapat mencapai kuranng lebih 7.5$9 m. Jumlah anak daun pada

tiap pelepah berkisar antara 250$400 helai (Pahan, 2007).

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocious) artinya bunga

jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing$masing dalam

satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap

rangkaian bunga muncul dari pankal pelepah daun. Bunga jantan bentuknya

lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah

bunga lebih kecil sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung

(21)

6

Kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan sekitar 20$22

tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12$14

tandan/tahun. Pada tahun$tahun pertama kelapa sawit berbuah atau pada tanaman

yang sehat berat tandannya berkisar antara 3$6 kg. Tanaman semakin tua, berat

tandan pun bertambah, yaitu antara 25$35 kg/tandan (PTPN IV, 1996).

Biji kelapa sawit terdiri dari 3 bagian yaitu kulit biji/cangkang

(Endokarpium) berwarna hitam dan keras, daging biji/inti biji (Endosperm)

berwarna putih dan dari bagian ini akan menghasilkan minyak inti sawit setelah

melalui ekstraksi lembaga/embrio (Pahan, 2007).

Syarat Tumbuh

Iklim

Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang

pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit

adalah 80%. Kecepatan angin 5$6 km/jam sangat baik untuk membantu proses

penyerbukan. Faktor$faktor yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar

matahari, lama penyinaran, curah hujan dan evapotranspirasi (Fauzi ., 1997).

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umunya dapat tumbuh di

daerah antara 120 LU$120 LS. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2000$

2500 mm/tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama

penyinaran matahari yang dbutuhkan oleh kelapa sawit antara 5$7 jam per hari

(22)

Tanah

Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi tanaman kelapa sawit

adalah 0$150, sedangkan diatas kemiringan 150 harus dibuat teras kontur. Pada

topografi datar biasanya dijumpai tanah gley hemik atau hidromorfik. Masalah

utama pada tanah gambut untuk tanaman kelapa sawit adalah drainase yang jelek

karena tanah tersebut merupakan pengumpulan air hujan dan sulit mengeluarkan

air keluar (Risza, 1995).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsolik,

latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol dan alluvial. Solum yang dalam

lebih dari 80 cm, solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik.

Tanaman ini dapat tumbuh pada gambut dengan kedalaman 0$0,6 meter dengan

pH 4,0$6,0 dan paling terbaik adalah pH 5,0$5,5 (PTPN IV, 1996).

Pembibitan Kelapa Sawit Sistem

Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau

dua tahapan pekerjaan tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum

kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan

satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung

dilakukan ke pembibitan utama (main nursery).

Turner dan Gilbanks (1974), menilai perlunya pembibitan kelapa sawit

ditinjau dari dua aspek, yaitu :

$ Untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil maksimal pada bibit kelapa sawit

(23)

A

$ Adanya korelasi erat antara luas daun pada periode tanaman belum

menghasilkan dengan produksi awal di lapangan

Pembibitan awal merupakan kegiatan pembibitan yang ditujukan agar bibit

mendapatkan kondisi lingkungan tumbuh optimal dan terkendali. Beberapa

kegiatan yang dilakukan pada pembibitan awal seperti:

1. Persiapan dan pengolahan tanah (bedengan dan naungan)

2. Penanaman kecambah

3. Pemeliharaan pembibitan awal meliputi: penyiraman, pengendalian gulma,

pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, seleksi bibit, dan lain$lain

4. Pemindahan dan pengangkutan.

Media Tanam

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

Media tanam yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis tanaman yang ingin

ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah

perakaran, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara

(Khaeruddin, 1991).

Ada beberapa hal yang menjadi penentu kualitas bibit kelapa sawit yang

akan ditanam, salah satu yang terpenting adalah media tanam yang digunakan.

Pada umumnya digunakan tanah lapisan atas ( ) yang subur. Namun pada

daerah tertentu top soil telah sulit didapatkan, hal itu disebabkan oleh

penggunaannya yang terus menerus ataupun terkikis akibat erosi sehingga

ketersediaannya semakin menipis. Oleh sebab itu diperlukan alternatif lain yang

(24)

penggunaan tanah lapisan bawah ( ) yang kurang subur namun lebih

banyak tersedia dan mudah untuk didapatkan (Ginting, 2009).

Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas

baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10$20 cm, dan berasal

dari areal pembibitan dan sekitarnya. Tanah yang digunakan harus memiliki

struktur yang baik, tekstur yang remah dan gembur, tidak kedap air serta bebas

kontaminasi (hama dan penyakit khususnya cendawan Ganoderma, pelarut,

residu, bahan kimia) (Khaeruddin, 1991).

Pada dasarnya semua jenis tanah bisa dipakai sebagai media tanam. Namun,

tidak semua tanah memiliki kandungan zat hara yang dapat mendukung

pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, media tanam tanah dicampur dengan

beberapa bahan lain untuk melengkapi ketersediaan zat hara

(Redaksi Agromedia, 2007).

Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur.

Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm),

pH tanah 4$6, dan tanah tidak berbatu. Tanah latosol, ultisol dan aluvial, tanah

gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan

kelapa sawit (Syamsulbahri, 1996).

Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, tekstur remah dan

gembur, tidak kedap air serta bebas kontaminasi. Bila tanah yang akan digunakan

kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3:1.

Sebelum dimasukkan ke dalam polibag pengayakan ditujukan untuk

(25)

10

Top soil pada umumnya hanya mempunyai ketebalan sekitar 15 cm sampai

35 cm atau kurang lebih sejengkal. Tebalnya ini mempunyai arti sangat penting

karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman sepeti bahan organik. Sumber bahan organik tanah adalah jaringan

tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar,

atau daun yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah

(Fauzi ., 1997).

Serat

Serat sawit yang diperoleh dari industri minyak sawit di Indonesia akan

terus meningkat sejalan dengan meningkatnya luas area penanaman kelapa sawit.

Dengan meningkatnya luas perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya 12.6 % akan

meningkatkan limbah pengolahan kelapa sawit yang dihasilkan dan berpotensi

mengganggu lingkungan. Salah satu limbah pengolahan kelapa sawit adalah serat

sawit atau (Liwang, 2003).

Serat kelapa sawit yang sebenarnya adalah (daging buah) yang

merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena bagian inilah minyak sawit

mentah (CPO) akan diperoleh melalui ekstraksi ataun penggilingan (Hadi, 2007).

Setiap Ha luasan kebun kelapa sawit dihasilkan limbah berupa serat sawit

sebanyak 2681 kg bahan kering per tahun (Diwyanto 2004), dengan luas

perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta ha (90%

berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16.888 m3 ton

BK/th.

Secara umum, pabrik kelapa sawit mengekstrak 20% minyak dari TBS dan

(26)

variasi produk termasuk serat, setelah diekstrasi oleh alat pres. Serat 5$

6% sisa minyak (pada basis kering) tetapi biasanya dibakar sebahai vahan bakar

untuk menyediakan energi bagi pabrik (Choo ., 1996).

Solid Decanter

Solid basah/solid decanter merupakan limbah padat yang dihasilkan dari

pengolahan tandan buah segar (TBS) di PKS yang mengalami sistem .

Pemanfaatannya sama seperti JJK yaitu sebagai bahan pengganti pupuk

anorganik. Pemanfaatan solid basah sebagai bahan pengganti pupuk anorganik di

lapangan akan menekan penggunaan dan biaya pupuk anorganik. Menurut Pahan

(2007), sumber utama dihasilkannya solid basah adalah pada saat proses

pemurnian minyak (sterilisasi). Pada proses ini minyak akan dipisahkan dari

lumpur ( ) melalui proses pengendapan.

Solid basah adalah yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PKS

yang menggunakan sistem decanter. Sistem decanter ini berfungsi untuk

memisahkan dengan minyak. Solid basah dimanfaatkan sebagai pupuk

organik, produksi solid basah adalah 4 % dari TBS yang diolah. Solid basah

merupakan bahan organik yang mengandung sejumlah hara terutama Nitrogen.

Kandungan hara dapat bervariasi, namun secara rata$rata 1 ton WDS mengandung

17 kg Urea, 3 kg TSP, 8 kg MOP, dan 5 kg Kieserite. Aplikasi solid basah

diberikan sekaligus pada gawangan mati sebagai lapisan tipis di atas JJK. Dosis

aplikasi solid basah adalah sebanyak 200 kg/pokok/tahun. Pengangkutan solid

basah ke blok aplikasi dilakukan dengan cara dimuat langsung ke unit pengangkut

(27)

12

Lumpur sawit merupakan salah satu limbah industri pengolahan minyak

sawit yang banyak diproduksi di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia

setiap tahun menunjukkan peningkatan. Meningkatnya produksi kelapa sawit

yang diikuti dengan peningkatan produksiminyak kelapa sawit seperti CPO (

) akan meningkatkan pula limbah kelapa sawit seperti bungkil inti sawit

dan lumpur sawit masing$masing 45$46% dan 2% dari jumlah produksi minyak

(Pasaribu, dkk., 1998).

Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang

cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Limbah padat

pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari

proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang atau tempurung,

serabut atau serat, dan sludge serta lumpur sawit. Lumpur sawit merupakan

larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak.

Larutan buangan ini langsung dialirkan ke selokan, kolam, atau sungai di sekitar

pabrik (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).

Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan

suatu alat decanter, yang menghasilkan solid decanter atau lumpur sawit. Bahan

padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein

kasar 11.14% dan lemak kasar 10.14%. Kandungan air yang cukup tinggi

menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam

waktu sekitar 2 hari bahan ini terlihat ditumbuhi jamur yang berwarna

kekuningan. Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa

(28)

Tabel 1. Komposisi kimia lumpur sawit (Pasaribu, ., 1984)

Uraian Kisaran

Kadar kering, % 89,50

Protein kasar, % 9,6$13,9

Lemak kasar, % 11,6$21,3

Serat kasar, % 11,4$24,3

Energi (GE), kkal/g 3,8$4,7

Mineral :

Kalsium (Ca), % 0,28$0,69

Fosfor (P), % 0,11$0,44

Magnesium (Mg), % 0,18$0,36

Mangan (Mn), mg/kg 54$70

Tembaga (Cu), mg/kg 29$45

Besi (Fe). mg/kg 1500$1900

(29)

14

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Bangun PTPN III Kabupaten Simalungun,

Pematang Siantar mulai Januari$Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kecambah kelapa

sawit sebagai objek pengamatan, top soil, sub soil, serat, dan solid decanter

sebagai perlakuan media tanam, air untuk menyiram tanaman, aceton untuk

analisa khlorofil.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, polibag (25kg),

gembor, meteran, pacak sampel, kamera digital, timbangan digital,

spektrofotometer.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial

dengan perlakuan media tanam yang terdiri dari 13 jenis, yaitu:

M1 = Top Soil

M2 = Sub Soil

M3 = Serat

M4 = Solid decanter

M5 = Top soil + Sub soil (1:1)

M6 = Top soil + Serat (1:1)

M7 =Top soil + Solid decanter (1:1)

M8 = Top soil + Serat + Solid decanter (1:1:1)

(30)

M10 = Sub soil + Solid decanter (1:1)

M11 = Sub soil + Serat + Solid decanter (1:1:1)

M12 = Top soil + Sub soil + Serat (1:1:1)

M13 = Top soil + Sub soil + Solid decanter (1:1:1)

Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 42 plot

Ukuran plot : 100 cm x 100 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 220 tanaman

Jumlah sampel/plot : 4 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 168 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear sebagai berikut :

Yij = µ + ρi + αj + εij

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11

Keterangan :

Yij : Hasil pengamatan pada blok ke$i akibat perlakuan media tanam pada

taraf ke$j

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke$i

αj : Efek perlakuan media tanam pada taraf ke$j

(31)

16

Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh

yang nyata dapat dilanjutkan dengan uji beda rataan menggunakan uji Duncan

(Montgomery, 1983). Untuk memilih perlakuan sebagai media tanam terbaik,

dilakukan uji kontras (pembandingan linier ortogonal) sehingga diperoleh

informasi sebaik$baiknya dari perlakuan media tanam yang diberikan

(Sastrosupadi, 2000)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal Pembibitan

Areal pembibitan dipilih dekat sumber air, drainase baik, tidak tergenang.

Areal dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman yang masih ada. Kemudian dibuat

plot$plot dengan ukuran 1m x 1m dengan jarak antar plot 30 cm, dan jarak antar

ulangan 50 cm.

Pembuatan Naungan

Naungan dibuat ukuran 22m x 5m untuk seluruh plot. Konstruksi naungan

dibuat dari bambu dengan atap dari pelepah daun kelapa sawit. Naungan berfungsi

untuk mencegah bibit kelapa sawit terkena sinar matahari secara langsung.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran top soil, sub soil, serat, dan

solid decanter dengan perbandingan yang sesuai dengan taraf perlakuan masing$

masing.

Penanaman Kecambah

Sebelum penanaman kecambah dilakukan, tanah dalam polibag disiram

terlebih dahulu. Polibag disusun dalam plot percobaan sesuai dengan perlakuan,

(32)

Pemeliharaan Bibit

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Penyiraman

dilakukan tergantung dari kondisi tanah dalam polibag.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara manual ataupun dengan menggunakan

cangkul untuk menekan pertumbuhan gulma di polibag dan di areal pembibitan.

Pengamatan Parameter

Tinggi Bibit

Pengamatan tinggi bibit dilakukan setelah bibit berumur 6 MST dengan

interval 2 minggu sekali sampai bibit berumur 14 MST. Tinggi bibit ini di ukur

dari pangkal batang hingga ujung daun terpanjang.

Diameter batang

Pengamatan diameter batang dilakukan pada saat bibit berumur 12 MST

dengan interval 2 minggu sampai bibit berumur 14 MST. Pengukuran dilakukan

pada ketinggian 2 cm dari pangkal batang bibit dengan menggunakan jangka

sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus kemudian dirata$

ratakan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.

Jumlah Khlorofil

Jumlah khlorofil yang dihitung adalah khlorofil a, b, dan total dengan

menggunakan metoda ekstraksi. Daun dari sampel destrutif pada 6 MST diambil

sebanyak ± 0.1 g, dihaluskan dalam mortar dan ditambahkan 10 ml aceton yang

kemudian di saring dengan menggunakan kertas saring dan dimasukkan kedalam

(33)

18

panjang gelombang 645 dan 643 nm (Hardianysah, 2009). Jumlah khlorofil

kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah khlorofil a = (12.7 x A 663) – (2.69 x A 645) x 10$1

Jumlah khlorofil b = (12.9 x A 645) – (4.68 x A 663) x 10$1

Jumlah khlorofil total = (8.02 x A 663) + (20.2 x A 645) x 10$1

Bobot Kering Akar

Pengukuran bobot kering akar dilakukan pada akhir penelitian yaitu

setelah bibit berumur 14 MST. Perhitungan dilakukan dengan cara

mengeringovenkan akar tanaman pada suhu 70oC, selama 48 jam kemudian

ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh bobot kering yang

konstan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.

Bobot Kering Tajuk

Perhitungan bobot kering tajuk dilakukan pada akhir penelitian yaitu

\setelah bibit berumur 14 MST. Perhitungan dilakukan dengan cara

mengeringovenkan bagian atas tanaman pada suhu 70oC, selama 48 jam kemudian

ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh bobot kering yang

konstan. Dilakukan pada seluruh tanaman yang menjadi tanaman sampel.

Volume Akar

Volume akar dihitung dengan menggunakan metode grafimetrik yaitu

dengan menggunakan gelas beker yang diisi air penuh, kemudian akar

dimasukkan ke dalamnya. Volume air yang tumpah adalah volume akar tersebut.

(34)

Kadar N, P, K daun

Kadar N, P, K daun di hitung dengan menggunakan sampel destruktif saat

panen di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas

(35)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis data secara statistik menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh

nyata terhadap tinggi bibit 14 MST, diameter batang, bobot kering akar dan tajuk,

rasio tajuk akar, volume akar, dan kadar N daun.

Tinggi Bibit

Hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi bibit dapat dilihat pada Lampiran

Tabel 1$11. Rataan tinggi tanaman umur 6$14 MST tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Tinggi bibit kelapa sawit 6–14 MST

Perlakuan Umur Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada baris, kolom, dan waktu pengamatan yang sama menunjukkan

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam yang

diberikan berpengaruh nyata hanya pada tinggi bibit 14 MST. Tinggi bibit

tertinggi diperoleh pada perlakuan M1 (29.87 cm) yang secara statistik tidak

berbeda nyata dengan M5 (28.93 cm), M12 (28.70 cm), dan M6 (28.57 cm), serta

M2 (26.40 cm). Sedangkan tinggi bibit terendah diperoleh pada pelakuan M11

(21.23 cm).

Sidik ragam uji kontras tinggi bibit 14 MST tertera pada Lampiran Tabel 31.

(36)

Tabel 3. Uji kontras tinggi tanaman 14 MST

Uji kontras

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) * Keterangan :

* : nyata

tn : tidak nyata

Perlakuan media tanam berupa tanah yang dikombinasikan dengan serat

dan solid decanter berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, atau

tanah yang dicampur serat maupun solid decanter saja (Tabel 3).

Diameter Batang

Data hasil pengamatan diameter batang 14 MST dapat dilihat pada

Lampiran Tabel 12. Berdasarkan sidik ragam pada Lampiran Tabel 13 diketahui

bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap diameter batang 14 MST. Rataan

diameter batang 14 MST tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Diameter batang bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan 14 MST

$$$$mm$$$$

M1 (Top soil) 0.35c

M2 (Sub soil) 0.38bc

M3 (Serat) 0.27cd

M4 (Solid decanter) 0.17d

M5 (Top soil + sub soil) 0.60a

M6 (Top soil + serat) 0.43bc

M7 (Top soil + solid decanter) 0.40bc

M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.27cd

M9 (Sub soil + serat) 0.30cd

M10 (Sub soil + solid decanter) 0.32cd

M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.28cd

M12 (Top soil + sub soil + serat) 0.52ab

M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 0.42bc

Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Perlakuan media tanam menunjukkan diameter tertinggi diperoleh pada M5

(0.60 mm) yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan M12 (0.52). Diameter

(37)

22

Sidik ragam uji kontras diameter batang 14 MST pada Lampiran Tabel 14

menunjukkan bahwa masing masing media tanam berbeda tidak nyata terhadap

peubah amatan diameter batang seperti yang terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji kontras diameter batang 14 MST

Uji kontras

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :

tn : tidak nyata

Jumlah Khlorofil

Data hasil pengamatan jumlah khlorofil, sidik ragam dan uji kontras dapat

dilihat pada Lampiran Tabel 15$23. Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa

media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah khlorofil a, b, dan total bibit

kelapa sawit 14 MST. Rataan jumlah khlorofil tertera pada Tabel 3.

Tabel 6. Jumlah khlorofil bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan Jumlah khlorofil berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a (5.25 mg/g bb)

dan khlorofil total (3.67 mg/g bb) tertinggi diperoleh pada perlakuan M2 yang

(38)

b yang hasil tertingginya diperoleh pada perlakuan M5 (2.37 mg/g bb) yang

secara statistik berbeda tidak nyata dengan M8 (2.26 mg/g bb).

Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui bahwa jumlah khlorofil a, b, dan total

terendah seluruhnya diperoleh pada perlakuan M7 dengan nilai berturut turut 1.66

mg/g bb, 1.65 mg/g bb, dan 1.17 mg/g bb.

Tabel 7. Uji kontras jumlah khlorofil 14 MST

Uji kontras a B total

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn * *

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * * * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn tn * Keterangan :

* : nyata

tn : tidak nyata

Untuk peubah amatan khlorofil a, media tanam tanah berbeda nyata

dengan media tanam serat, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat

+ solid decanter. Sedangkan pada peubah amatan khlorofil b dan khlorofil total,

media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil atau

sub soil. Media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media tanam serat, solid

decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat + solid decanter.

Selain itu, pada khlorofil total, media tanam tanah + serat + solid decanter juga

berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, tanah + serat, maupun

tanah + solid decanter (Tabel 7).

Bobot Kering Akar

Data pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Lampiran Tabel 24.

Sidik ragam pada Lampiran Tabel 25 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam

berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot kering akar. Rataan bobot

(39)

24

Tabel 8. Bobot kering akar bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan 14 MST

$$$$gr$$$$

M1 (Top soil) 0.40d

M2 (Sub soil) 0.13fg

M3 (Serat) 0.15ef

M4 (Solid decanter) 0.08gh

M5 (Top soil + sub soil) 0.99a

M6 (Top soil + serat) 0.43d

M7 (Top soil + solid decanter) 0.37d

M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.21e

M9 (Sub soil + serat) 0.06h

M10 (Sub soil + solid decanter) 0.20e

M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.19ef

M12 (Top soil + sub soil + serat) 0.71b

M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 0.51c

Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Berdasarkan data pada Tabel 8 diketahui bahwa bobot kering akar bibit

kelapa sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan M5 (0.99 gr) dan terendah pada

M9 (0.06 gr).

Berdasarkan uji kontras yang dilakukan (Lampiran Tabel 26) diketahui

bahwa perlakuan media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan top soil

maupun sub soil saja. Selain itu, media tanam tanah juga berbeda nyata dengan

media tanam serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun

tanah + serat + solid decanter (Tabel 9).

Tabel 9. Uji kontras bobot kering akar 14 MST

Uji kontras

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :

* : nyata

(40)

Bobot Kering Tajuk

Data pengamatan bobot kering tajuk dapat dilihat pada Lampiran Tabel

27. Berdasarkan sidik ragam pada Lampiran Tabel 28 diketahui bahwa perlakuan

media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah amatan bobot kering tajuk.

Rataan bobot kering tajuk 14 MST tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Bobot kering tajuk bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan 14 MST

$$$$g$$$$

M1 (Top soil) 1.54c

M2 (Sub soil) 1.44c

M3 (Serat) 0.24g

M4 (Solid decanter) 0.22g

M5 (Top soil + sub soil) 2.48a

M6 (Top soil + serat) 1.88b

M7 (Top soil + solid decanter) 1.13d

M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.81ef

M9 (Sub soil + serat) 0.69ef

M10 (Sub soil + solid decanter) 0.85de

M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.55f

M12 (Top soil + sub soil + serat) 2.46a

M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 2.00b

Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Bobot kering tajuk bibit kelapa sawit 14 MST tertinggi diperoleh pada

perlakuan M5 (2.48 g) yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan M12

(2.46 g). Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan M4 (0.22 g) yang

berbeda tidak nyata dengan M3 (0.24 g).

Tabel 11. Uji kontras bobot kering tajuk 14 MST

Uji kontras

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) * D3 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :

* : nyata

tn : tidak nyata

Uji kontras bobot kering tajuk 14 MST tersaji pada Lampiran Tabel 29.

(41)

26

maupun sub soil saja. Selain itu, perlakuan media tanam tanah juga berbeda nyata

dengan media serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun

tanah + serat + solid decanter seperti yang terlihat pada Tabel 11.

Volume Akar

Data pengamatan volume akar dan sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran Tabel 30$31. Rataan volume akar bibit kelapa sawit 14 MST tertera

pada Tabel 12.

Tabel 12. Volume akar bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan 14 MST

$$$$mm3$$$$

M1 (Top soil) 0.50de

M2 (Sub soil) 0.50de

M3 (Serat) 0.10e

M4 (Solid decanter) 0.10e

M5 (Top soil + sub soil) 5.00a

M6 (Top soil + serat) 5.00a

M7 (Top soil + solid decanter) 1.00d

M8 (Top soil + serat + solid decanter) 0.50de

M9 (Sub soil + serat) 0.10e

M10 (Sub soil + solid decanter) 0.10e

M11 (Sub soil + serat + solid decanter) 0.10e

M12 (Top soil + sub soil + serat) 4.00b

M13 (Top soil + sub soil + solid decanter) 2.00c

Keterangan : Angka$angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Volume akar tertinggi diperoleh pada perlakuan M5 dan M6 (5.00 mm3) dan

terendah pada perlakuan M3, M4, M7, M9, M10, dan M11 (0.10 mm3).

Tabel 13. Volume akar 14 MST

Uji kontras

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) *

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn D5 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn Keterangan :

* : nyata

(42)

Hasil uji kontras pada Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan media

tanam top soil + sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil maupun sub

soil saja.

Kadar N, P, K daun

Data hasil pengamatan Kadar N, P, K dan sidik ragamnya dapat dilihat

pada Lampiran 33$41. Hasil sidik ragam ragam menunjukkan bahwa perlakuan

media tanam berpengaruh nyata terhadap kadar N, dan berpengaruh tidak nyata

terhadap kadar P dan K. Rataan kadar N, P, dan K daun bibit kelapa dawit 14

MST tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah khlorofil bibit kelapa sawit 14 MST

Perlakuan kadar berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%

Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa kadar N daun tertinggi terdapat

pada perlakuan M8 (3.50%) dan terendah pada M4 (1.12%).

Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata, perlakuan M6 (0.20 %)

menghasilkan kadar P daun tertinggi, sedangkan untuk kadar K daun tertinggi

(43)

28

Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa pada peubah amatan kadar N daun,

media tanam serat berbeda nyata dengan solid decanter. Sedangkan pada K, media

tanam tanah + serat + solid decanter berbeda nyata dengan media tanam serat,

solid decanter, tanah + serat, dan tanah + solid decanter. Perlakan yang diberikan

berbeda tidak nyata pada peubah amatan kadar P daun.

Tabel 15. Uji kontras serapan N, P, K daun 14 MST

Uji kontras N P K

D1 (Top soil+sub soil vs Top soil, sub soil) tn tn tn

D2 (Tanah vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter, tanah+serat+solid decanter) tn tn tn D5 (Tanah+serat+solid decanter vs serat, solid decanter, tanah+serat, tanah+solid decanter) tn tn * Keterangan :

* : nyata

tn : tidak nyata

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, media tanam top soil (M1)

menghasilkan bibit tertinggi (29.87). Dari hasil analisis kesuburan tanah pada

Lampiran Tabel 42 diketahui bahwa tanah top soil kebun yang digunakan masih

dalam kategori subur (N sedang, P sangat tinggi, K tinggi), hal inilah yang

menyebabkan bibit yang ditanam dengan media ini masih memberikan hasil yang

baik. Namun pada perlakuan media tanam top soil + sub soil (M5), top soil + sub

soil + serat (M12), Top soil + serat (M6), dan sub soil (M2) menunjukkan hasil

yang berbeda tidak nyata jika dibandingkan dengan media tanam top soil (M1).

Hal ini dikarenakan sub soil kebun dan serat yang digunakan juga mengandung N

yang tinggi (Lampiran Tabel 42$43) sehingga mampu mendukung pertumbuhan

bibit. Kondisi hara N yang tinggi mampu mendukung pertumbuhan vegetatif

tanaman. Gardner ., (1991) menyatakan bahwa nitrogen merupakan bahan

penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleoprotein, serta

esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan untuk pertumbuhan. Hal ini

(44)

soil + sub soil + serat (M12) turut menghasilkan bibit dengan diameter batang

terbaik.

Pembesaran lingkar batang dipengaruhi oleh ketersediaan unsur kalium

(K top soil sangat tinggi), kekurangan unsur ini menyebabkan terhambatnya

proses pembesaran lingkar batang. Pendapat ini didukung oleh Setyamidjaja

(1992), fosfor dan kalium dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman

seperti lingkar batang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a lebih tinggi

dibandingkan dengan khlorofil b. Hal ini wajar karena pembentukan khlorofil a

sangat dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang laju pembentukannya

akan meningkat sejalan dengan penurunan intenasitas cahaya. Pemberian naungan

menyebabkan terjadinya perubahan kandungan khlorofil daun. Pada kondisi

naungan, kandungan khlorofil a lebih tinggi dibandingkan dengan khlorofil b

(Soepandi 2002).

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah khlorofil a dan khlorofil

total tertinggi diperoleh pada media sub soil (M2) yang secara statistik tidak

berbeda nyata dengan top soil + sub soil + solid decanter (M13). Pada khlorofil b,

hasil tertingginya terdapat pada media top soil + sub soil (M5) yang secara

statistik berbeda tidak nyata dengan top soil + serat + solid decanter (M8).

Namun jika dilihat hasil uji kontras pada Lampiran Tabel 17, 20, dan 23

diketahui bahwa untuk peubah amatan khlorofil a, media tanam tanah berbeda

nyata dengan media tanam serat, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah +

serat + solid decanter. Sedangkan pada peubah amatan khlorofil b dan khlorofil

(45)

30

atau sub soil. Media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media tanam serat,

solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, dan tanah + serat + solid

decanter. Selain itu, pada khlorofil total, media tanam tanah + serat + solid

decanter juga berbeda nyata dengan media tanam serat, solid decanter, tanah +

serat, maupun tanah + solid decanter (Tabel 7).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan sub

soil (M2) menghasilkan bibit dengan jumlah khlorofil a tertinggi, sedangkan

untuk khlorofil b tertinggi diperoleh pada perlakuan media tanam top soil + sub

soil (M5) dan khlorofil total pada top soil + sub soil + solid decanter (M13). Hal

ini diduga karena kandungan hara yang dimiliki masing$masing media berada

dalam keadaan cukup yang mampu mendukung pembentukan khlorofil tanaman.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang sangat erat antara jumlah

khlorofil dengan kandungan fosfor dan nitrogen dalam tanah. Ketersedian hara

yang cukup akan memicu laju pembentukan khlorofil. Brown (2000) juga

menemukan hubungan linier positif antara ketersediaan hara dengan kandungan

khlorofil, jika hara itu cukup maka pembentukan khlorofil akan meningkat.

Menurut Sugeng (2005), jika fotosintesis berlangsung dengan baik, maka

tanaman akan tumbuh dengan baik yang diikuti oleh berat kering tanaman yang

mencerminkan status nutrisi tanaman, karena berat kering tanaman tersebut

tergantung pada aktifitas sel, ukuran sel dan kualitas sel penyusun tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot kering akar (0.99 g) bibit kelapa

sawit tertinggi diperoleh pada perlakuan top soil + sub soil (M5). Hal ini juga

didukung oleh hasil uji kontras (Lampiran Tabel 26) yang menunjukkan bahwa

(46)

sub soil saja. Selain itu, media tanam tanah juga berbeda nyata dengan media

tanam serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter, maupun tanah +

serat + solid decanter (Tabel 9). Hasil ini juga ditemukan pada peubah amatan

bobot kering tajuk (2.48 g). Hal ini diduga karena kandungan P pada top soil dan

sub soil yang sangat tinggi (Lampiran Tabel 42) mampu memacu pertumbuhan

akar. Menurut Marsono (2001), Fosfor berguna bagi tanaman untuk merangsang

pertumbuhan dan perkembangan akar, membantu asimilasi dan respirasi,

mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah.

Bobot kering tanaman (akar dan tajuk) menunjukkkan tingkat efesiensi

metabolisme dari tanaman tersebut. Akumulasi bahan kering digunakan

sebagai indikator ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan

kemampuan tanaman dalam mengikat energy dari cahaya matahari melalui

proses fotosintesis, serta interaksi dengan faktor lingkungan lainnya

(Fried dan Hademenos, 2000).

Menurut Hasanah dan Setiari (2007), biomassa tanaman mengindikasikan

banyaknya senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman, semakin tinggi

biomassa maka senyawa kimia yang terkandung di dalamnya lebih banyak

sehingga meningkatkan berat kering tanaman.

Jika dilihat, perlakuan media tanam top soil + sub soil (M5) menghasilkan

nilai bobot kering akar yang lebih rendah dibandingkan bobot kering tajuk nya

(0.99 g < 2.48 g). Media tanam yang terdiri dari campuran top soil dan sub soil

(M5) ini mengandung N yang tinggi (Lampiran Tabel 42). Kandungan Nitrogen

yang tinggi akan memacu pertumbuhan ujung tanaman sedangkan N yang terbatas

(47)

32

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa volume akar tertinggi

diperoleh pada perlakuan top soil+sub soil (M5) dan top soil + serat (M6). Hasil

uji kontras pada Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam top soil +

sub soil berbeda nyata dengan media tanam top soil maupun sub soil saja. Hal ini

menunjukkan bahwa media tanam campuran top soil dan sub soil memberikan

ruang yang baik bagi akar untuk tumbuh. Menurut Lakitan (2000), sistem

perakaran tanaman dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh

tanaman. Umumnya tanah daerah perkebunan mengandung banyak lempung,

beraerasi baik dan subur (Syamsulbahri, 1996). Hasil ini juga didukung oleh hasil

analisis tekstur tanah yang menunjukkan bahwa top soil dan sub soil kebun

merupakan lempung berpasir. Komposisi media seperti ini baik untuk mendukung

aktivitas perakaran. Islami dan Utomo (1995) juga menyatakan bahwa faktor

lingkungan yang mempengaruhi sistem perakaran adalah kelembaban tanah, suhu

tanah, kesuburan tanah, keasaman tanah (pH), aerasi tanah, kompetisi dan

interaksi perakaran.

Jika diperhatikan lebih dalam, masing$masing media tanam yang digunakan

menunjukkan variasi hasil pertumbuhan seperti tertera pada Tabel 16 berikut.

Hasil pada Tabel 16 menunjukkan bahwa penggunaan serat lebih baik jika

dikombinasikan dengan top soil ataupubn top soil dan sub soil. Jika serat

dikombinasikan dengan sub soil cenderung menurunkan bobot kering akar dan

volume akar. Hal ini diduga karena stuktur serat yang kasar dan mengandung

banyak lignin sehingga sulit ditembus akar. Serat kelapa sawit yang sebenarnya

(48)

karena bagian inilah minyak sawit mentah (CPO) akan diperoleh melalui ekstraksi

ataun penggilingan (Hadi, 2007).

Tabel 16. Karakteristik media tanam berdasarkan peubah amatan pertumbuhan

Perlakuan TB DB KA KB KT BKA BKT VA

Keterangan : tanda + menunjukkan nilai tertinggi pada masing$masing peubah amatan, $ terendah

Berdasarkan Tabel 16 juga diketahui bahwa penggunaan solid decanter

sebagai media tanam kurang baik bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit.

Penggunaan solid decanter cenderung menghasilkan diameter batang (DB),

jumlah khlorofil a (KA), jumlah khlorofil b (KB), bobot kering tajuk (BKT) dan

volume akar (VA) terendah. Hal ini dikarenakan solid decanter walaupun

mempunyai kandungan N yang tinggi tidak mampu meningkatkan pertumbuhan

tanaman dikatrenakan nisbah C/N yang sangat tinggi dengan pH yang agak

masam (Lampiran 37) sehingga penggunaannya sebagai media tanam akan

menghambat pertumbuhan. Tejoyuwono (1998) menyatakan bahwa perbandingan

C/N rasio yang tinggi berarti bahan penyusun belum terurai secara sempurna dan

akan membusuk lebih lama dibandingkan dengan rasio C/N yang lebih rendah

yang berkaitan langsung dengan ketersediaan unsur hara. Selain itu pH media

yang berada dalam kisaran agak masam menyebabkan beberapa unsur hara dalam

keadaan terikat atau tidak tersedia, seperti unsure hara P yang terikat oleh Fe

(49)

34

Penggunaan solid decanter masih dapat memberikan hasil yang baik jika

dikombinasikan dengan media tanam lain. Dari hasil pengamatan yang dilakukan

kombinasi media tanam solid decanter dengan top soil dan sub soil memberikan

hasil yang baik pada peubah amatan jumlah khlorofil a (KA) dan jumlah khlorofil

total (KT)(Tabel 16). Adanya pencampuran media tanah ini mampu memperbaiki

pH sehingga unsur hara P menjadi tersedia. Selain itu solid decanter juga

mengandung K dalam kategori sedang dan lebih baik jika dibandingkan dengan

serat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Leiwakabessy (1988) bahwa unsur P

dan K sangat berperan dalam meningkatkan diameter batang tanaman, khususnya

dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun.

Dengan tersedianya unsur hara P dan K maka pembentukan karbohidrat akan

berjalan dengan baik dan translokasi pati ke bonggol bibit sawit akan semakin

lancar, sehingga akan terbentuk bonggol bibit kelapa sawit yang baik. Fosfor dan

Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat,

memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap

penyakit serta kekeringan ( Lingga, 2003 ).

Tabel 17. Karakteristik media tanam berdasarkan análisis daun

Perlakuan N P K

M7 (Top soil + solid decanter)

M8 (Top soil + serat + solid decanter) + M9 (Sub soil + serat)

M10 (Sub soil + solid decanter)

M11 (Sub soil + serat + solid decanter) $ M12 (Top soil + sub soil + serat)

M13 (Top soil + sub soil + solid decanter)

(50)

Tabel 17 memperlihatkan karaktersitik media tanam berdasarkan hasil

analisis daun. Penggunaan solid decanter mampu menghasilkan daun bibit kelapa

sawit dengan kadar K daun tertinggi, namun mmberikan kadar N terendah.

Penggunaannya mampu menghasilkan kadar N daun tertinggi jika dikombinasikan

dengan top soil dan serat.

Berdasarkan criteria kadar hara daun (Uexkull dan Fairhurst, 1991)

diketahui bahwa kadar N pada media tanam top soil +serat + solid decanter

dtergolong berlebih (>3.10%), sedangkan P dan dan K dalam keadaan optimum

(0.16%<p>0.19% ; 1.13%<K>1.3%). Jika dilihat pada Tabel 14, maka kadar N

daun optimumpada media tanam top soil + serat (M6) dan top soil + sub soil +

solid decanter (M13). Kombinasi mdia tanam top soil+serat juga menghasilkan

bibit kelapa sawit dengan kadar P terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa

penggunaan serat yang lebih baik baik dibandingkan solid decanter, dan

kombinasinya dengan top soil mampu menghasilkan bibit yang lebih baik kadar

hara daunnya. Kombinasi penggunaan media mampu memperbaiki tekstur tanah

sehingga keadannya menjadi baik bagi pertumbuhan tanaman. Faktor media

tanam berhubungan langsung dengan kemampuannya menahan air. Tanaman

dengan pengairan yang baik yang baik akan akan mempunya sistem perakaran

yang baik untuk mendukung pertumbuhan agar mampu menyerap hara dan air

sesuai kebutuhan tanaman (Kramer, 1983).

Kominasi perlakuan serat dan solid decanter terbaik ditunjukkan oleh

perlakuan M8 (top soil + serat + solid decanter), M12( top soil + sub soil + serat)

dan M13 (top soil + sub soil + solid decanter). Dengan demikian, konsep RSPO

(51)

36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit 14 MST, diameter

batang, bobot kering akar dan tajuk, rasio tajuk akar, volume akar, dan kadar

N daun.

2. Media tanam top soil + sub soil berbeda nyata dibandingkan dengan top soil

dan sub soil pada peubah amatan jumlah khlorofil b dan total, bobot kering

akar, bobot kering tajuk, volume akar.

3. Media tanam tanah berbeda nyata dibandingkan dengan serat, solid decanter,

tanah + serat, tanah + solid decanter, tanah + serat + solid decanter pada

peubah amatan jumlah khlorofil, bobot kering akar dan bobot kering tajuk

4. Media tanam tanah + serat + solid decanter berbeda nyata dibandingkan

dengan serat, solid decanter, tanah + serat, tanah + solid decanter pada

peubah amatan tinggi tanaman, jumlah khlorofil total, dan kadar K daun.

Saran

Untuk mendapatkan hasil terbaik, penggunaan media tanam serat dan solid

decanter dikombinasikan menjadi media campuran top soil dan + serat + solid

decanter, top soil + sub soil + serat atau top soil + sub soil + solid decanter

(52)

DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2010. Kelapa sawit dan perkembangannya. http://BPPT$HUMAS.ac.id. 2010. [10 Mei 2013].

Brown, C.D., M.V. Hoyer, R.W. Bachmann, and D.E. Canfied, Jr. 2000. Nutrient$ chlorophyll relationship: an evaluation of empirical nutrient$chlorophyll models using Florida and North$Temperate lake data. !"# $!"%&$!'(

Chavalparit, O., W.H. Rulkens, A.P.J. Mol, and S. Khaodair. 2006. Options for Environmental Sustainability of the Crude palm Oil Industry in Thailand Through Enhancement of Industrial Ecosystems. Environment, Development and Sustainability, Volume 8, Number 2, May 2006 , pp. 271$ 287(17)

Choo, Y.M., S.C. Yap., C.K. Ooi., A.N. Ma., S.H. Goh., dan S. Khoidir. 2006. Optoins for environmental sustainability of the crude palm oil industry in Thailand through enhancement of industrial ecosystem. Journal of environment, Development an Sustainability. 8(2): 271$287.

Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Engelstad. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. UGM Press. Yogyakarta.

Gardner, F.P., R.B. Pearre dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardiansyah. 2009. Deteksi tingkat masak fisiologi benih terung ungu (

var. ) melalui analisis khlorofil dan karotenoid. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fauzi, Y., E.W. Yustina, Satyawibawa, H. Rudi. 1997. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Fried, G.H and G.J. Hademenos. 2000. Scahum’s outlines of theory and problem of biology 2nd edition. The McGraw$Hall Companies.

Ginting, E. N., 2009. Pembibitan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hanum, C. 2011. Efektivitas Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Mikoriza Pada Perkecambahan Kelapa Sawit. http://repository.usu.ac.id./bistream/.../chapterII.pdf [10 Mei 2013].

Hadi, M.M. 2007. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. PT Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

(53)

38

Harahap, O.H. 2011. Efektifitas Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Gaharu. Diakses dari http://repository.usu.ac.id./bistream/.../chapterII.pdf. [10 Mei 2013]

Hutagalung, R.I dan S. Jalaluddin, 1982. Feeds for Farm Animals from the Oil Palm. University Pertanian, Serdang, Malaysia.

Islami dan Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang.

Khaswarina, S., 2001. Jurnal Natur Indonesia Keragaman Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Kramer, P.J. 1983. Plant and Soil Relationships. A Modern Synthesis. McGraw$ Hill Publ. Co.LTD. New Delhi.

Lakitan, B. 2000. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Leiwakabessy, F.M. 1998. Kesuburan Tanah. Pertanian IPB. Bogor.

Liwang, T. 2003. Palm Oil Mill Effluent Management. Burotrop Bull. 19$38.

Marsono, dan Paulus, S., 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Montgomery, D.C. 1983. Design and Analysis Experiments Second Edition. John Wiley and Sons, New York.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

PTPN IV. 1996. Vademecum Kelapa Sawit. Sumut.

Redaksi Agromedia. 2007. Membuat Tanaman Buah Dalam Pot Berbuah Lebat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Risza, S. 1995. Kelapa sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius, Yogyakarta.

Samosir. 2010. ) * ) + * . Balai Besar

Perbenihan dan Proteksi TanamanPerkebunan. Medan.

(54)

Sinurat, A. P., T Purwadaria, T. Pasaribu, J. Darma, I. A. K. Bintang, dan M. H. Togatorop. 2001. Pemanfatan Lumpur Sawit Untuk Ransum Unggas : 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit Sebelum dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedagang. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadja Mada Press, Yogyakarta.

(55)

! " # $% # &

'

(

# )

) *

) %! +

(56)

! " # $% # &

'

(

# )

) *

) %! +

(57)

! " # $% # &

'

(

# )

) *

) %! +

(58)

! " # $% # &

'

(

# )

) *

) %! +

(59)

! " # $% # &

, '

! "

! " # $% #

,

-- ,

'

(

# )

) *

) %! +

(60)

! " # $% # &

, '

! "

! " # $% #

,

-'

(

# )

) *

) %! +

(61)

# $ ! !%

! !%

! " # $% #

& ,

, '

! " # $ ! !%

! " # $% #

,

-- ,

-'

(

# )

) *

) %! +

(62)

# $ ! !%

! !%

! " # $% #

&

, '

! " ! !%

! " # $% #

,

- ,

- ,

-'

(

# )

) *

) %! +

(63)

# $ ! !% !

! !% !

! " # $% #

&

, '

! " ! !% !

! " # $% #

,

- ,

- ,

- ,

'

(

# )

) *

) %! +

(64)

! !

! !

! " # $% #

& ,

, '

! " ! !

! " # $% #

,

- ,

- ,

-'

(

# )

) *

) %! +

(65)

! ! #

! ! #

! " # $% #

& ,

, '

! " ! ! #

! " # $% #

,

- ,

- ,

-'

(

# )

) *

) %! +

(66)

&! #

&! #

! " # $% #

&

, '

! " &! #

! " # $% #

,

- ,

-'

(

# )

) *

) %! +

(67)

' #

' #

! " # $% #

&

, '

! " ' #

! " # $% #

,

-'

(

# )

) *

) %! +

(68)

( #

( #

! " # $% #

&

'

! " ( #

! " # $% #

-'

(

# )

) *

) %! +

(69)

) #

) #

! " # $% #

&

'

! " ) #

! " # $% #

-- ,

'

(

# )

) *

) %! +

(70)
(71)

+ ,

6 % % 4

/% . 9 % % -% / .

6 @

/% . !% @

8 $ @

%$ % %

4 +% @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @ @

4 +% @ @ @ @ @ @

4 % % % % @ @ @ @ @

4 -% @

4 " $ =% @

4 % @

4 % A @

4 % A 7 1 /% % /%3 @

4 B @

4 . 6 9 %/

!% <

@

4 . @

4 . 5 @

Universitas

Sumatera

(72)

- . !

8

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia lumpur sawit (Pasaribu, �����Uraian   ., 1984)
Tabel 2. Tinggi bibit kelapa sawit 6–14 MST Perlakuan
Tabel 4. Diameter batang bibit kelapa sawit 14 MST Perlakuan
Tabel 6. Jumlah khlorofil bibit kelapa sawit 14 MST Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji path analysis menunjukkan variabel teistis, etis, realistis, humanistis, yang dipengaruhi kualitas pelayanan ada pengaruh mediasi terhadap kepuasan nasabah di

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Ini adalah ketentuan revolusioner berikutnya. Metode pelelangan yang kemudian dikenal eTendering Cepat ini akan membuat pelelangan menjadi sangat sederhana, bahkan

Antara yang jelas dapat diperhatikan adalah amalan-amalan berikut yang kini mula menjadi norma dalam kalangan masyarakat Islam di Malaysia iaitu, amalan menyalakan api

a) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum dalam Akad Rahn ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaannya, maka para

Hal ini berarti 56,3 persen dari variansi manajemen laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013 dijelaskan oleh variansi

Dari hasil penelitian dalam bentuk hasil kuisioner diperoleh persepsi responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Pendapatan,

Desain Sistem Prototype Akuarium yang dibuat pada penelitian ini dirancang dengan menggunakan sensor pH untuk mengetahui kualitas air serta sensor hcsr yang mengukur