• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KARAKTER PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY PADA BEBERAPA

KOMPOSISI MEDIA TANAM TANAH GAMBUT

SKRIPSI

0LEH:

ADE MORIZA LUBIS

070307004 / PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Judul Skripsi : Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut

Nama : Ade Moriza Lubis

NIM : 070307004

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si) (Ir. Hasmawi Hasyim, MS) Ketua Anggota

Mengetahui

(3)

ABSTRAK

Ade Moriza Lubis, Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Prenursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut (dibimbing oleh Ibu Lollie Agustina P. Putri dan Bapak Hasmawi Hasyim).

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan yang cukup cerah. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih yaitu lahan yang kaya akan bahan organik dan miskin unsur hara. Untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang baik maka bahan tanaman harus memiliki potensi genetik yang tinggi agar dapat dikembangkan di lahan-lahan marjinal.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan varietas kelapa sawit pada beberapa komposisi tanah gambut. Penelitian dilaksanakan di Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian disusun berdasarkan rancangan petak terpisah dengan petak utama adalah 3 jenis varietas dan anak petak berupa komposisi media tanam tanah gambut dan topsoil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Varietas Langkat memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih jagur dari pada Varietas Marihat dan Varietas Simalungun. Komposisi 100% tanah topsoil (G0) memiliki rata-rata pertumbuhan bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dari pada komposisi media tanam yang lain sedangkan perlakuan 100% tanah gambut (G4) memiliki rata-rata mertumbuhan bibit kelapa sawit yang paling rendah. Interaksi varietas dengan komposisi media tanam tanah gambut berbeda nyata pada pengamatan luas daun dan jumlah klorofil dan tidak berbeda nyata pada beberapa karakter pengamatan lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk dan akar, berat kering tajuk dan akar.

(4)

ABSTRACT

Ade Moriza Lubis, Evaluation of some Varieties oc Character Growth Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) In Prenursery of Some Peat Soil Gwowing Media

Composition (Mentored by Mrs Lollie Agustina P. Putri and Mr. Hasmawi Hasyim).

Palm oil is one of the plantations of Indonesia which has a bright future. Limitations of causing extensive agricultural productive land leads to marginal lands. Peatlands are one of the selected type of marginal land is land that rich in organic matter and nutrient poor. To achive good growth and productivity of the plant material must have a high genetic potential to be developed on marginal lands.

The study aims to determine growth of several varieties of palm oil on peat soil composition.The experiment was conducted in Rantau Prapat, Labuhan Batu District of North Sumatera. The study is based on a split plot design with main plots were three types of varieties and the subplot of the composition of the peatgrowing media and topsoil.

The result showed that the varieties Langkat has an average of more robust growth than in Variety of Marihat and variety of Simalungun. Composition of 100% topsoil (G0) had an average of better growth than other growing media composition while treatment 100% peat land ground ( G4) have mean growth seed of palm oil as lowest. interaction of Varietas with media composition plant peat land;ground differ reality at wide of perception chlorophyll amount and leaf and do not differ reality at some other perception character like is high crop, amount of leaf, wet heavy root and coronet, heavy run dry root and coronet.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kisaran pada tanggal 22 Desember 1989, merupakan

putera pertama dari enam bersaudara dari Ayahanda tercinta Hashar Lubis dan

Ibunda Misherni.

Penulis pernah mengenyam pendidikan di SDN 010086 Kisaran

(1996-2001), SMPN 1 Kisaran (2001-2004), SMAN 1 Kisaran (2004-2007). Pada

tahun 2007 terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Pemuliaan Tanaman,

Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi

kampus sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (Himadita)

tahun 2007-2010, staf departemen kaderisasi BKM Al-Mukhlisin (2007-2009),

Wakil Ketua Departemen Kaderisasi BKM Al-Mukhlisin (2009-2010),

staf TMAI FP USU (2008-2010), Ketua TMAI FP USU (2009-2010),

Staf Divisi Perlengkapan Himadita Nursery (2008-2009), Staf Divisi Penelitian

dan Pengembangan Himadita Nursery (2009-2010), Ketua Divisi Penelitian dan

Pengembangan Himadita Nursery (2010-2011), Staf Divisi Penelitian dan

Pengembangan BKM Research (2007-2008).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun

Rambutan T.Tinggi / Serdang Bedagai dari tanggal 27 Juni 2010 sampai 27 Juli

2010 dan penulis pernah menjadi tentor biologi di BT/BS BIMA dari bulan

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Kuasa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Karakter beberapa Varietas

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang tak

terhingga kepada orang tua tercinta Ayahanda Hashar Lubis dan Ibunda Misherni

yang sangat berjasa bagi hidup penulis, dukungan, semangat dan pengorbanan

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Lollie Agustina P. Putri, M.Si dan

Bapak Ir. Hasmawi Hasyim, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing

yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis dari

mulai menetapkan judul, pelaksanaan penelitian, sampai penelitian selesai.

Penulis juga mengucapkan ribuan terima kasih kepada seluruh keluarga besar

penulis yang telah banyak memberikan dukungan baik moral maupun materil,

kepada adik-adik penulis (Qori, Yuda, Ihza, Khairul dan Khairil) yang telah

menjadi penyemangat penulis untuk menyelesaikan studi. Terima kasih kepada

rekan-rekan (Bang Mei Ilmiawan, Bang Syahril Lubis dan Pak Anto) yang telah

yang telah berjasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Tak lupa juga

penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada teman-teman stambuk 2006, 2007

(7)

dapat di sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tak luput dari kekurangan dan

kelemahan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca, Amiin.

Medan, April 2012

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesisi Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Pembibitan Kelapa Sawit ... 7

Gambut ... 8

Varietas ... 10

Heritabilitas ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Media Tanam ... 18

Pembuatan Naungan ... 18

Penanaman ... 18

Penyiraman ... 18

Penyiangan ... 18

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 19

Pengamatan Parameter ... 19

Tinggi Tanaman ... 19

Jumlah Daun ... 19

Luas Daun ... 19

Jumlah Klorofil ... 19

Berat Basah Tajuk ... 20

(9)

Berat kering Akar ... 20

Heritabilitas ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Tinggi Tanaman ... 22

Jumlah Daun ... 22

Luas Daun ... 23

Jumlah Klorofil ... 24

Berat Basah Tajuk ... 25

Berat Kering Tajuk ... 25

Berat Basah Akar ... 26

Berat Kering Akar ... 27

Heritabilitas ... 28

Presentase Kadar Air Tanaman ... 28

Pembahasan ... 29

Pengaruh perlakuan varietas terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di prenursery ... 29

Pengaruh perlakuan komposisi tanah gambut terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di prenursery ... 30

Pengaruh interaksi varietas dan komposisi tanah gambut terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di prenursery ... 33

Heritabilitas ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35

Saran ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Rataan Tinggi Tanaman (cm) pada umur 14 MST ... .... .... 22

Rataan Jumlah Daun (helai) umur 14 MST ... 23

Rataan Luas Daun (cm2) umur 14 MST ... 23

Rataan Jumlah Klorofil (unit/6mm3) pada umur 14 MST ... 24

Rataan Berat Basah Tajuk (g) pada umur 14 MST ... 25

Rataan Berat Kering Tajuk (g) pada umur 14 MST ... 26

Rataan Berat Basah Akar (g) pada umur 14 MST... 26

Rataan Berat Kering Akar (g) pada umur 14 MST ... 27

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Jadwal Kegiatan Penelitian ... 38

Bagan Penelitian ... 39

Foto Penelitian ... 40

Data Tinggi Tanaman 2 MST ... 41

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST... 41

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 MST ... 42

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST... 42

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 6 MST ... 43

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST... 43

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 8 MST ... 44

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST... 44

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 10 MST ... 45

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST... 45

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 12 MST ... 46

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST... 46

Data Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Umur 14 MST ... 47

Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 14 MST... 47

Data Jumlah Daun 4 MST ... 48

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ... 48

Data Jumlah Daun 6 MST ... 49

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ... 49

(12)

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ... 50

Data Jumlah Daun 10 MST ... 51

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST ... 51

Data Jumlah Daun 12 MST ... 52

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST ... 52

Data Jumlah Daun 14 MST ... 53

Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 14 MST ... 53

Data Pengamatan Luas Daun 12 MST ... 54

Tabel Sidik Ragam Luas Daun 12 MST ... 54

Data Pengamatan Luas Daun 14 MST ... 55

Tabel Sidik Ragam Luas Daun 14 MST ... 55

Data Jumlah Klorofil 4 MST ... 56

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 4 MST ... 56

Data Jumlah Klorofil 6 MST ... 57

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 6 MST ... 57

Data Jumlah Klorofil 8 MST ... 58

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 8 MST ... 58

Data Jumlah Klorofil 10 MST ... 59

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 10 MST ... 59

Data Jumlah Klorofil 12 MST ... 60

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 12 MST ... 60

Data Jumlah Klorofil 14 MST ... 61

Tabel Sidik Ragam Jumlah Klorofil 14 MST ... 61

(13)

Tabel Sisik Ragam Berat Basah Tajuk 12 MST ... 62

Data Berat Basah Tajuk 14 MST ... 63

Tabel Sisik Ragam Berat Basah Tajuk 14 MST ... 63

Data Berat Kering Tajuk 12 MST ... 64

Tabel Sidik Ragam Berat Kering Tajuk 12 MST ... 64

Data Berat Kering Tajuk 14 MST ... 65

Tabel Sidik Ragam Berat Kering Tajuk 14 MST ... 65

Data Berat Basah Akar 12 MST ... 66

Tabel Sidik Ragam Berat Basah Akar 12 MST... 66

Data Berat Basah Akar 14 MST ... 67

Tabel Sidik Ragam Berat Basah Akar 14 MST... 67

Data Berat Kering Akar 12 MST ... 68

Tabel Sidik Ragam Berat Kering Akar 12 MST ... 68

Data Berat Kering Akar 14 MST ... 69

Tabel Sidik Ragam Berat Kering Akar 14 MST ... 69

Deskripsi Varietas Kelapa Sawit DxP Marihat ... 70

Deskripsi Varietas Kelapa Sawit DxP Simalungun ... 71

Deskripsi Varietas Kelapa Sawit DxP Langkat ... 72

Hasil Analisis Tanah Gambut ... 73

Hasil Analisis Tanah Inceptisol ... 74

(14)

ABSTRAK

Ade Moriza Lubis, Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Prenursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut (dibimbing oleh Ibu Lollie Agustina P. Putri dan Bapak Hasmawi Hasyim).

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan yang cukup cerah. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih yaitu lahan yang kaya akan bahan organik dan miskin unsur hara. Untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang baik maka bahan tanaman harus memiliki potensi genetik yang tinggi agar dapat dikembangkan di lahan-lahan marjinal.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan varietas kelapa sawit pada beberapa komposisi tanah gambut. Penelitian dilaksanakan di Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian disusun berdasarkan rancangan petak terpisah dengan petak utama adalah 3 jenis varietas dan anak petak berupa komposisi media tanam tanah gambut dan topsoil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Varietas Langkat memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih jagur dari pada Varietas Marihat dan Varietas Simalungun. Komposisi 100% tanah topsoil (G0) memiliki rata-rata pertumbuhan bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dari pada komposisi media tanam yang lain sedangkan perlakuan 100% tanah gambut (G4) memiliki rata-rata mertumbuhan bibit kelapa sawit yang paling rendah. Interaksi varietas dengan komposisi media tanam tanah gambut berbeda nyata pada pengamatan luas daun dan jumlah klorofil dan tidak berbeda nyata pada beberapa karakter pengamatan lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk dan akar, berat kering tajuk dan akar.

(15)

ABSTRACT

Ade Moriza Lubis, Evaluation of some Varieties oc Character Growth Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) In Prenursery of Some Peat Soil Gwowing Media

Composition (Mentored by Mrs Lollie Agustina P. Putri and Mr. Hasmawi Hasyim).

Palm oil is one of the plantations of Indonesia which has a bright future. Limitations of causing extensive agricultural productive land leads to marginal lands. Peatlands are one of the selected type of marginal land is land that rich in organic matter and nutrient poor. To achive good growth and productivity of the plant material must have a high genetic potential to be developed on marginal lands.

The study aims to determine growth of several varieties of palm oil on peat soil composition.The experiment was conducted in Rantau Prapat, Labuhan Batu District of North Sumatera. The study is based on a split plot design with main plots were three types of varieties and the subplot of the composition of the peatgrowing media and topsoil.

The result showed that the varieties Langkat has an average of more robust growth than in Variety of Marihat and variety of Simalungun. Composition of 100% topsoil (G0) had an average of better growth than other growing media composition while treatment 100% peat land ground ( G4) have mean growth seed of palm oil as lowest. interaction of Varietas with media composition plant peat land;ground differ reality at wide of perception chlorophyll amount and leaf and do not differ reality at some other perception character like is high crop, amount of leaf, wet heavy root and coronet, heavy run dry root and coronet.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan

kelapa sawit semula berkembang di daerah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh

Darussalam. Namun, sekarang berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau,

Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan

Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku dan Papua (Kiswanto,dkk, 2008).

Rata-rata produksi minyak kelapa sawit tahunan sekitar 2,0-4,0 ton

minyak sawit mentah/ha/tahun dan bervariasi antar satu negara dengan negara lain

tergantung kondisi iklim, tanah dan faktor agronomis. Produksi tertinggi dicapai

didaerah Asia Tenggara dan Amerika Selatan bagian tengah. Untuk mencapai

tingkat produksi yang tinggi sesuai dengan potensi genetisnya maka dibutuhkan

keseimbangan antara unsur hara yang tersedia pada tanah tempat kelapa sawit

tumbuh (Erningpraja, dkk, 1995).

Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian

mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan

marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang

penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil dan

memiliki sifat fisik, kimia serta kesuburannya rendah. Lahan-lahan ini tergolong

lahan terbengkalai, sebagai lahan yang kurang memungkinkan untuk digunakan

(17)

Luas lahan gambut di dunia diperkirakan sekitar 400 juta ha. Indonesia

merupakan negara ke empat dengan lahan rawa gambut terluas di dunia, yaitu

sekitar 17,2 juta ha setelah Kanada seluas 170 juta ha, Uni Soviet seluas 150 juta

ha, dan Amerika Serikat seluas 40 juta ha. Namun demikian, dari berbagai

laporan, Indonesia sesungguhnya merupakan negara dengan kawasan gambut

tropika terluas di dunia, yaitu antara 13,5 – 26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha). Jika

luas gambut Indonesia adalah 20 juta ha, maka sekitar 50% gambut tropika dunia

yang luasnya sekitar 40 juta ha berada di Indonesia hingga kini data luas lahan

gambut di Indonesia belum dibakukan, karenanya data luasan yang dapat

digunakan masih dalam kisaran 13,5 – 26,5 juta ha. Indonesia memiliki lahan

gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar

terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Karena variabilitas lahan gambut

ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun

kesuburannya sehingga tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal

pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya

sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian ( Najiati, dkk, 2005).

Untuk mencapai pertumbuhan yang baik dan produktivitas setinggi

mungkin, bahan tanaman bukan hanya harus berkualitas tinggi, melainkan harus

memiliki potensi genetik yang tinggi pula. Karakter tanaman kelapa sawit yang

selalu yang selalu mendapat perhatian dalam pemuliaan tanaman antara lain

untuk pertumbuhan vegetatif meliputi: pertambahan tinggi, jumlah daun, luas

daun, kepekaan terhadap penyakit, produksi bahan kering, laju pertumbuhan

tanaman, jumlah klorofil dan aktivitas mitokondria

(18)

Tanaman akan tumbuh subur bila elemen yang dibutuhkan cukup tersedia

dan berada dalam konsentrasi yang sesuai untuk diserap oleh tanaman. Disamping

itu kandungan unsur hara yang sesuai hingga ketersediaannya tidak mengganggu

keseimbangan hara di dalam tanah akan memberikan respon yang nyata terhadap

pertumbuhan (Rinsema, 1983).

Dari berbagai permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk

mencoba mengevaluasi karakter beberapa varietas

kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tahap pre nursery pada tanah gambut seiring terbatasnya lahan produktif yang menyebabkan ekstensifikasi pertanian

mengarah pada lahan-lahan marjinal.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kelapa sawit pada beberapa

komposisi tanah gambut.

Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan pertumbuhan varietas kelapa sawit pada berbagai

komposisi tanah gambut

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi untuk

mendapatkan metode dalam pengelolaan lahan gambut dan varietas kelapa sawit

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Ordo

Palmales, Family Falmae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis dan Elaeis melanococca. Kemudian digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang dikenal ada tiga varietas/tipe yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Kelapa sawit

berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu

embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar

(radikula) (Lubis, 2008).

Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan

disebut radikula, panjangnya 10 sampai 15 mm. Pertumbuhan radikula mula-mula

menggunakan cadangan makanan yang ada dalam endosperm, yang kemudian

fungsinya diambil alih oleh akar primer yang tumbuh dari pangkal batang dengan

diameter berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, tetapi

kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar

primer, diameternya 2 sampai 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier

berdiameter 0,7 sampai 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar

tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 sampai 0,5 mm dan panjangnya

1 sampai 4 mm (Risza, 2008).

Batang kelapa sawit yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah

(20)

pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Dibatang terdapat pangkal

pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008).

Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset, beberapa

minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua dan beberapa bulan kemudian

terbentuk daun seperti bulu atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur lima

bulan susunan daun terdiri atas lima lanset, empat berbelah dua dan sepuluh

berbentuk bulu. Susunan daun kelapa sawit membentuk daun menyirip. Letak

daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis

(Sastrosayono, 2005).

Pada umur tiga tahun, kelapa sawit sudah mulai dewasa dan mulai

mengeluarkan bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga

betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin atau serangga penyerbuk

(Sunarko, 2008).

Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit,

pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin

menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa

sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin

tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg

(Sastrosayono, 2005).

Biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar enam bulan. Kondisi

dorman ini dapat dipatahkan, antara lain dengan pemanasan biji. Waktu

(21)

akar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut dan

berkembang menjadi batang, daun dan akar dibantu endosperm sebagai bahan

makanan untuk pertumbuhan kecambah pada saat awal

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Syarat Tumbuh

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara 13°

Lintang Utara 12° Lintang Selatan. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit

adalah 2000 sampai 3000 mm per tahun tersebar merata sepanjang tahun dengan

suhu sebaiknya 22° sampai 23° Celcius. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh

karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan

dengan tanman lainnya (Risza, 2008).

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang

cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis dalam melangsungkan aktivitas

hidupnya yang berguna untuk pertumbuhan, kecuali pada kondisi juvenile di pre

nursery. Intensitas cahaya matahari bervariasi 1410-1540 J/cm2/hari. Fotosintesis

pada daun kelapa sawit meningkat sejalan dengan kondisi luas daun dan jumlah

klorofil yang dapat menerima cahaya. Produksi bahan kering bibit umur 13

minggu yang diberi naungan sangat berpengaruh terhadap berat basah dan berat

kering pada bagian tajuk dan pada bagian akar. (Pahan, 2006).

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di

wilayah tropika. Akan tetapi, kelapa sawit akan dapat tumbuh secara optimal jika

jenis tanahnya sesuai dengan syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia

tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah

(22)

dan pH optimal 5,0 – 5,5 dan tanah memiliki kandungan hara cukup tinggi

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat

1000 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, pertumbuhan tanaman dan

produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam di lokasi dengan ketinggian

maksimum 400 meter dpl (Sunarko, 2008).

Pembibitan Kelapa Sawit

Setelah memperoleh bahan tanaman berupa benih unggul dari pusat

penelitian, maka perlakuan selanjutnya sebelum dialih tanam kelapangan adalah

dilakukan pembibitan yaitu serangkaian kegiatan untuk mempersiapkan bahan

tanam yang meliputi persiapan media, pemeliharaan, seleksi bibit sehingga siap

untuk ditanam yang dilaksanakan dalam satu tahap atau lebih. Dari pengertian

tersebut, sesuai dengan fenologi tanaman terhadap tumbuh adalah kecambah

muncul, tumbuh dan berkembang, persemaian dan pembibitan

(Arismoenandar, 1993).

Salah satu kemajuan-kemajuan budidaya kelapa sawit adalah perbaikan

teknik pembibitan serta pengembangan bibit unggul yang produksinya lebih

tinggi dan menghasilkan lebih dini. Selain itu, juga telah berhasil menekan

kerusakan oleh penyakit dipembibitan. Tahap pembibitan dapat dibagi dua yaitu :

pra pembibitan (prenursery) dan pembibitan utama (main nursery) untuk

pertumbuhan selanjutnya (Sianturi, 1993).

Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kelapa sawit sepanjang kehidupannya, yaitu : pertama

(23)

bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji. Kedua

faktor induce adalah faktor yang mengimbas (mempengaruhi) ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan

manusia (perlakuan) dan ketiga faktor enforce adalah faktor lingkungan (alam) yang bersifat merangsang dan menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman

seperti faktor keadaan tanah (edafik) dan iklim (temperatur, kelembaban udara,

curah hujan, serta lama penyinaran matahari) (Pahan, 2006).

Gambut

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan

organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Gambut terbentuk

dari serasah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju

pertambahan bahan organik lebih tinggi dibanding laju dekomposisinya. Oleh

karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp)

atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Rosmarkam, 1992).

Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang

berbeda dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi

pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan

menjadi gambut saprik (matang) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut dan

bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas

kandungan seratnya < 15 persen, gambut hemik (setengah matang) yaitu gambut

setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan

(24)

gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat,

dan bila diremas > 75 persen seratnya masih tersisa (Noor, 2001).

Tanah gambut memiliki sifat fisik dan sifat kimia tanah yang sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang terdapat diatasnya. Adapun

sifat fisik dan kimia tanah gambut adalah warna tanah pada umumnya cokelat tua

atau kelam tergantung tahapan dekomposisinya, kandungan air tinggi dan

kapasitas memegang air juga tinggi yaitu 15-30 kali berat kering, memiliki

porositas yang tinggi, bulk density rendah, mudah kering dan dalam keadaan

kering sangat ringan dan mudah lepas, sistem drainase yang jelek dan terletak di

atas tanah alluvial ada juga tanah pasir di bawahnya (Radjagukguk, 1997).

Adapun sifat kimia dari tanah gambut adalah bereaksi masam yaitu

memiliki pH 3,5 sampai 5,0; kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi

tanaman karena nisbah C/N yang tinggi juga, kandungan unsur hara Mg tinggi

sementara P dan K rendah, kandungan unsur hara mikro terutama Cu, B dan Zn

sangat rendah dan memiliki daya sangga air tinggi sehingga sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman yang terdapat diatasnya (Fadli,dkk, 2006).

Dekomposisi bahan organik dalam suasana anaerob menghasilkan

senyawa-senyawa organik seperti protein, asam-asam organik, dan senyawa

pembentuk humus. Asam-asam organik tersebut berwarna hitam dan membuat

suasana tanah menjadi masam dan beracun bagi tanaman. Kisaran pH tanah

gambut antara 3 hingga 5. Rendahnya pH ini menyebabkan sejumlah unsur hara

seperti N, Ca, Mg, K, Bo, Cu, dan Mo tidak tersedia bagi tanaman. Unsur hara

makro Fospat juga berada dalam jumlah yang rendah karena gambut sulit

(25)

juga menyebabkan tidak aktifnya mikroorganisme, terutama bakteri tanah,

sehingga pertumbuhan cendawan merajalela dan reaksi tanah yang didukung oleh

bakteri seperti fiksasi nitrogen dan mineralisasi gambut menjadi terhambat.

Tingkat pH yang ideal bagi ketersediaan unsur hara di tanah gambut adalah 5

hingga 6,0. Tetapi menjadikan pH tanah gambut lebih dari 5 membutuhkan biaya

yang sangat besar, sehingga angka 5 dijadikan rujukan untuk budidaya pertanian

(Wibisono, dkk, 2004).

Sifat-sifat tanah gambut antara lain: karena selalu dalam keadaaan

tergenang air, sehingga sisa-sisa tanaman yang mati tidak mengalami pelapukan.

Tanah tidak mengalami perubahan struktur dengan konsistensi lepas. Tanah

mempunyai kepadatan masa yang sangat rendah, ialah sekitar 0,1 g/cm fibrist dan

0,2 g/cm saprist. Tanah bersifat seperti spons yang dapat menyerap air dan

menahan air dalam jumlah yang sangat besar. Drainase tanah gambut

mengakibatkan terjadinya penyusutan massa sehingga terjadi penurunan

permukaan tanah yang menimbulkan masalah tanaman tumbuh menjadi miring

dan tumbang, mudah terbakar dan bentuk peermukaan tanah tidak rata karena

sisa-sisa batang dan tunggul kayu (Mangoensokarjo dan Semangun, 2008).

Varietas

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan telah melepaskan beberapa

varietas unggul kelapa sawit antara lain :

Varietas Marihat berasal dari persilangan F1 antara pohon induk deli dura

dengan pisifera EX5 dan H5, Tinggi Tanaman 3,9 meter (pada umur 8 tahun),

Kecepatan pertumbuhan 65 cm/tahun, Lingkar batang 304 cm (pada umur 8

(26)

besar, warna tangkai daun hijau muda, dibagian bawah cokelat muda dengan

bulu-bulu, tandan berduri, dengan tangkai berwarna putih kecokelat-cokelatan,

buah bentuk bulat sampai oval, berwarna violet sampai hitam bila belum masak

dan merah kekuningan setelah masak, umur mulai berbuah 14 – 18 bulan, umur

mulai dipanen 30 bulan, jumlah tandan 12 tandan pertahun, produksi minyak 7,1

ton/ha/tahun, Buah Pertandan 61,3 %, inti perbuah 8,5 %, cangkang perbuah 11,0

%, mesokarp perbuah 80,5 %, minyak/mesokarp 60,6 %, minyak per tandan 25,6

%, dianjurkan ditanam dengan kerapatan 130 pohon per hektar, tumbuh baik pada

curah hujan 1500 – 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400 meter

dari permukaan laut.

Varietas Simalungun berasal dari persilangan antara tetua dura deli dengan

tetua pisifera keturunan SP 540 T direkombinasikan dengan tetua yangambi

(orijin Zaire) dan Marihat (orijin Kamerun), tinggi tanaman 3,63 meter (pada

umur 7 tahun), kecepatan pertumbuhan 75 - 80 cm/tahun, warna daun hijau,

panjang daun 6,20 meter, pelepah daun berpangkal besar, warna tangkai daun

hijau muda, dengan pangkal bearwarna kecoklatan, tandan berduri sedikit, buah

bentuk bulat sampai oval, berwarna hitam bila belum masak dan merah

kekuningan setelah matang panen, umur mulai berbuah 22 bulan, umur mulai

dipanen 28 bulan, jumlah tandan 12,5 tandan pertahun, produksi minyak 7,23

ton/ha/tahun, rerata produksi TBS 203,7 kg/pohon/tahon, rerata produktivitas TBS

27,5 ton/ha/tahun, buah pertandan 61,0 %, inti perbuah 9,3 %, cangkang

perbuah 10,5 %, mesokarp perbuah 85,2 %, minyak/mesokarp 57,9 %, dan

(27)

pada curah hujan 1500 – 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400

meter dari permukaan laut.

Varietas Langkat berasal dari Persilangan antara tetua dura deli dengan

tetua pisifera keturunan SP 540 T (RS 1 T self, RS 3 T self, dan RS 8 self, tinggi

tanaman 3,98 meter (pada umur 7 tahun), kecepatan pertumbuhan 75 - 80

cm/tahun, warna daun Hijau, panjang daun 6,22 meter, pelepah daun berpangkal

besar, warna tangkai daun hijau muda, dengan pangkal bearwarna kecoklatan,

tandan berduri sedikit, buah bentuk bulat agak oval, berwarna hitam bila belum

masak dan merah kekuningan setelah matang panen, umur mulai berbuah 22

bulan, umur mulai dipanen 28 bulan, jumlah tandan 12,9 tandan pertahun,

produksi minyak 7,53 ton/ha/tahun, rerata produksi TBS 210,4 kg/pohon/tahon,

rerata produktivitas TBS 28,4 ton/ha/tahun, buah pertandan 61,3 %, inti perbuah

8,5 %, cangkang perbuah 11,0 %, mesokarp perbuah 85,4 %, minyak/mesokarp

58,6 %, dianjurkan ditanam dengan kerapatan 130-135 pohon per hektar, tumbuh

baik pada curah hujan 1500 – 3500 mm per tahun dengan ketinggian dibawah 400

meter dari permukaan laut.

Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat

dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Setiap

varietas memiliki perbedaan ciri-ciri yang khas yang dapat dibedakan antara

varietas satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu baik dari segi anatomi, fisiologi

dan morfologi tanaman itu sendiri yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

produksi dari suatu tanaman (Mangoendidjojo, 2003).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

(28)

suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat

tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan

keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat

perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang

digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen dari tanaman tidak akan dapat menyebabkan berkembangnya

suatu karakter terkecuali apabila gen-gen tersebut berada dalam lingkungan yang

sesuai dan sebaliknya tidak akan ada pengaruh gen-gen terhadap berkembangnya

karakteristik denagan merubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang

diperlukan ada (Allard, 1995).

Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda

terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat

dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan, dan salah satunya dapat

dilihat dari pertumbuhannya (Darliah, dkk, 2001).

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya

variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada

variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada

kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau

perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi

(29)

Heritabilitas

Pada dasarnya penampakan luar (fenotip) individu tanaman dipengaruhi

faktor genetik dan lingkungan. Karenanya dalam perhitungan nilai heritabilitas,

apabila pengaruh lingkungan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh genetik,

maka nilai heritabilitas rendah (Welsh, 1987).

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam pecahan (desimal) atau presentase.

Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa

keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan keragaman

dengan keragaman 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip.

Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin

mendekati 0, heritabilitasnya semakin rendah (Posespodarsono, 1988).

Ada dua macam heritabilitas, yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas

arti sempit. Heritabilitas arti luas mempertimbangkan keragaman total genetik

dalam kaitannya dengan keragaman fenotipiknya, sedangkan heritabilitas arti

sempit melihat lebih spesifik pada pengaruh ragam aditif terhadap keragaman

fenotipiknya (Nasir, 1999).

Heritabilitas yang sedang tersebut tidak sesuai dengan yang umum terjadi

pada karakter kuantitatif dengan nilai heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi

karena nilai heritabilitas bukanlah suatu konstanta sehingga untuk karakter yang

sama, nilainya dapat berbeda. Karena itu, walaupun metode pendugaannya serupa,

tapi heritabilitas suatu karakter tidak selalu persis sama. Di sisi lain, walaupun

metode pendugaan berbeda, mungkun saja diperoleh heritabilitas yang sama untuk

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rantau Prapat, Kabupaten Labuhan Batu

provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian ± 400 meter diatas permukaan laut.

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Bulan November 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam panelitian ini adalah kecambah

kelapa sawit sebanyak 3 varietas yaitu DxP Marihat, DxP Simalungun,

DxP Langkat yang baru keluar plumula dan radikulanya yang diperoleh dari

PPKS Medan, tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah gambut

jenis hemix (setengah matang) dan tanah topsoil jenis inceptisol, polibag ukuran

1 kg sebagai tempat media tanam, bambu dan pelepah kelapa sawit untuk naungan

dan bahan lain yang mendukung dalam penelitian ini.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran untuk

mengukur tinggi tanaman, timbangan analitik untuk menimbang berat basah akar

dan daun, berat kering akar dan daun, oven untuk mengeringkan akar dan daun,

leaf area meter untuk mengukur luas daun, klorofil meter untuk mengukur jumlah

klorofil, pacak sampel, amplop, gunting, alat tulis dan alat lain yang mendukung

(31)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)

dengan petak utama adalah varietas :

V1 : DxP Marihat

V2 : DxP Simalungun

V3 : DxP langkat

Anak petak adalah komposisi tanah gambut (G) terdiri dari 5 taraf yaitu:

G0 :0% gambut hemix + 100% topsoil

G1 :25% gambut hemix + 75% topsoil

G2 : 50% gambut hemix + 50% topsoil

G3 :75 % gambut hemix + 25% topsoil

G4 : 100% gambut hemix + 0% topsoil

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 15 kombinasi, yaitu :

V1G0 V2G0 V3G0

V1G1 V2G1 V3G1

V1G2 V2G2 V3G2

V1G3 V2G3 V3G3

V1G4 V2G4 V3G4

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot/blok : 15 plot

Jumlah plot seluruhnya : 45 plot

Jumlah tanaman/plot : 5 tanaman

Jumlah sampel/plot : 5 tanaman

(32)

Jarak antar polibeg : 0,25 meter

Jarak antar ulangan : 1 meter

Jarak antar plot : 0,5 meter

Jarak antar blok ukuran plot : 0,75 meter

Penelitian diulang sebanyak 3 kali. Jumlah tanaman per petak adalah 5

tanaman, jumlah tanaman seluruhnya 225 tanaman. Data yang diperoleh dianalisis

dengan Anova dengan model linier sebagai berikut:

Y

ijk=

μ

+

ρ

i +

α

j +

ε

ij +

β

k +

(αβ)

jk +

ε

ijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4,5

Yijk

= adalah nilai pengamatan pada blok ke-i, varietas ke-j, dan perlakuan

komposisi media tanaman pada taraf ke-k.

μ

= nilai rataan umum

ρ

i = pengaruh blok ke-i

α

j = pengaruh perlakuan varietas ke-j

ε

ij = pengaruh error pada blok ke-i dan varietas ke-j.

β

k = pengaruh perlakuan komposisi media tanam pada taraf ke-k

(αβ)

jk = pengaruh interaksi antara veriatas ke-j dengan komposisi media tanaman pada taraf ke-k.

ε

ijk = pengaruh error pada blok ke-i, perlakuan varietas ke-j, dan komposisi media tanam pada taraf ke-k.

Jika data hasil penelitian berbeda atau berpengaruh nyata, analisis

dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan uji jarak berganda duncan

(33)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah gambut hemix (setengah matang) dan

topsoil jenis inceptisol yang sebelumnya telah di timbang berat untuk

masing-masing perlakuan media kemudian langsung dimasukkan kedalam polibag ukuran

1 kg setelah keduanya dicampur dengan cara diaduk terlebih dahulu.

Pembuatan Naungan

Pembuatan naungan dari bambu dan pelepah daun kelapa sawit di

sepanjang blok guna melindungi benih yang akan tumbuh dari sinar matahari

langsung.

Penanaman

Kecambah kelapa sawit ditanam kedalam lubang tanam masing-masing

kedalam satu polibeg untuk satu kecambah, dilakukan sesuai dengan perlakuan

jenis varietas, kemudian ditutup dengan tanah.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari sesuai kebutuhan agar

tanah tidak mengalami kekeringan. Apabila hari hujan maka tidak dilakukan

penyiraman sampai tanah mulai terlihat kering.

Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan

penyiangan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual untuk membersihkan

gulma yang ada di polibeg, penyiangan dilakukan pada umur 1 bulan setelah

(34)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dilakukan jika diperlukan

sesuai dengan kondisi di lapangan yaitu apabila tingkat kerusakan yang di

timbulkan sudah sangat parah dengan menggunakan pestisida.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi

pada tanaman sampel. Pengambilan tinggi tanaman dilakukan dengan

menggunakan meteran. Pengambilan data dilakukan dengan interval setiap 2

minggu sampai dengan 14 minggu setelah tanam (MST).

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung pada tanaman sampel, dimana jumlah daun yang

dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Pengambilan data dilakukan

mulai umur 2 MST dengan interval setiap dua minggu sampai dengan 14 minggu

setelah tanam (MST).

Luas Daun (cm2)

Luas daun diukur pada tanaman sampel yaitu pada daun yang telah

membuka sempurna kemudian ditotalkan. Pengambilan parameter luas daun

dengan menggunakan leaf area meter yang sebelumnya daun dari tanaman sampel

dipotong terlebih dahulu untuk diukur luas daunnya pada leaf area meter.

Pengambilan data luas daun yaitu pada umur 12 dan 14 MST.

Jumlah Klorofil (Unit/6mm3)

Jumlah klorofil diukur pada tanaman sampel dimulai setelah daun mulai

(35)

14 MST. Pengambilan parameter jumlah klorofil dilakukan dengan menggunakan

klorofil meter.

Berat Basah Tajuk (g)

Berat basah tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk tanaman yang

masih segar, sebelumnya tajuk dipisahkan dari akar dengan cara memotong leher

tajuk. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada tanaman umur

12 MST dan 14 MST.

Berat Basah Akar (g)

Berat basah akar dianalisis dengan terlebih dahulu polibeg dan tanah

dirusakkan secara perlahan agar akar-akar halus tidak terputus, setelah

dibersihkan sampai tanah tidak ada yang menempel pada akar kemudian bagian

akar tanaman dipisahkan dari tajuk tanaman dengan cara memotong bagian leher

akar setelah itu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada umur tanaman 12 dan

14 MST.

Berat Kering Tajuk (g)

Berat kering tajuk dianalisis dengan cara tajuk yang telah dipisahkan dari

akar lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang menempel kemudian tajuk

dari setiap perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam amplop

cokelat yang sudah dilubangi terlebih dahulu lalu diovenkan dengan suhu 70ºC

sampai bobotnya konstan. Setelah itu ditimbang dengan timbangan analitik.

Pengamatan ini dilakukan pada tanaman umur 12 dan 14 MST.

Berat Kering Akar (g)

Berat kering akar diukur saat akar sudah dipisahkan dari tajuk dan

(36)

telah dilubangi, kemudian diovenkan dengan suhu 70°C sampai bobotnya

konstan. Setelah itu ditimbang dengan timbangan analitik. Pengamatan ini

dilakukan pada tanaman umur 12 dan 14 MST.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dalam arti luas dihitung berdasaskan rumus:

e

Pendugaan nilai heritabilitas berdasarkan tabel anova dengan membagikan

nilai σ2g dan σ2

f yang sebelumnya telah masing-masing dicari nilai σ2g dan σ2f

menggunakan nilai (KT gambut – KT error b)/ulangan dan kemudian σ2g

dijumlahkan dengan nilai KT error b yang terdapat pada tabel anova untuk

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk parameter tinggi

tanaman 2 s/d 14 MST dapat dilihat pada lampiran 4 s/d 17. Untuk mengetahui

perbedaan tinggi tanaman pada perlakuan varietas, komposisi tanah gambut dan

interaksi VxG dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur 14 MST.

Varietas Rataan

Komposisi Media Tanam V1 V2 V3 (cm)

G0 ( 0% gambut + 100% topsoil ) 28.50 28.29 27.39 28.06 a G1 ( 25% gambut + 75 % topsoil) 26.90 24.61 25.42 25.64 b G2 ( 50% gambut + 50% topsoil) 25.63 25.76 26.61 26.00 b G3 (75 % gambut + 25 % topsiol) 25.38 26.54 26.00 25.97 b G4 (100% gambut + 0 % topsoil) 21.51 21.18 23.34 22.01 c

Rataan 25.58 25.28 25.75 25.54

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji rata-rata Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pengaruh komposisi media tanam

menunjukkan berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman dengan rataan

tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (28,06 cm) dan rataan terendah terdapat pada

perlakuan G4 (22,01 cm). Perlakuan varietas dan interaksi VxG menunjukkan

tidak berbeda nyata.

Jumlah Daun (helai)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk karakter

pengamatan jumlah daun pada saat umur tanaman 2 s/d 14 MST dapat dilihat

pada lampiran 18 s/d 29. Berdasarkan pengamatan pada saat umur tanaman 2

(38)

dilakukan pengambilan data, namun pada saat umur 4 MST daun kelapa sawit

baru membuka sempurna. Untuk mengetahui perbedaan jumlah daun pada

perlakuan varietas, komposisi media tanam dan interaksi VxG dapat dilihat pada

tabel 2.

Tabel 2. Rataan data jumlah daun (helai) tanaman kelapa sawit umur 14 MST Varietas

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas, komposisi media

tanam dan interaksi VxG menunjukkan perbedaan yang tidak nyata untuk karakter

pengamatan parameter jumlah daun 14 MST.

Luas Daun (cm2)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk parameter

pengamatan luas daun dapat dilihat pada Lampiran 30 s/d 33. untuk mengetahui

perbedaan luas daun pada perlakuan varietas, komposisi media tanam dan

interaksi VxG dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan luas daun daun (cm2) tanaman kelapa sawit umur 14 MST

(39)

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas, komposisi media

tanam dan interaksi VxG menunjukkan berbeda nyata terhadap parameter luas

daun pada umur tanaman 14 MST. Untuk perlakuan varietas rataan tertinggi

terdapat pada V3(49,62 cm2) dan terendah terdapat pada V2 (46,11 cm2). Pada

perlakuan komposisi media tanam rataan tertinggi terdapat pada perlakuan G2

(62,26 cm2) dan rataan terendah terdapat pada G4 (32,93 cm2). Selanjutnya

interaksi VxG tertinggi terdapat pada kombinasi V1G2 (63,44 cm2) dan

kombinasi terendah yaitu V2G4 (31,78 cm2)

Jumlah Klorofil (unit/6mm3)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk parameter

pengamatan jumlah klorofil dapat dilihat pada lampiran 34 s/d 45. Untuk

mengetahui perbedaan jumlah klorofil pada perlakuan varietas, komposisi media

tanam dan interaksi VxG dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah klorofil (unit/6mm3) pada umur 14 MST

Komposisi Media Tanam berganda Duncan dengan taraf 5 %.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa akibat perlakuan varietas, komposisi

media tanam dan interaksi VxG menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap

pengamatan parameter jumlah klorofil umur 14 MST. Rataan perlakuan varietas

tertinggi yaitu V3 (57,20 unit/6mm3) diikuti V2 (53,07 unit/6mm3) dan V1 (52,31

(40)

yaitu G0 (52,78 unit/6mm3) dan rataan terendah G4 (51,33 unit/6mm3). Interaksi

VxG teringgi terdapat pada kombinasi V3G2 (61,56 unit/6mm3) dan kombinasi

terendah yaitu V1G1 (48,67 unit/6mm3).

Berat Basah Tajuk (g)

Data pengamatan rata-rata berat basah tajuk dan hasil analisis sidik ragam

untuk parameter pengamatan berat basah tajuk pada umur 12 dan 14 MST dapat

dilihat pada lampiran 25 dan 26. Untuk mengetahui perbedaan berat basah tajuk

pada perlakuan varietas, komposisi media tanam dan interaksi VxG dapat dilihat

pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan berat basah tajuk (g) pada umur 14 MST

Komposisi Media Tanam

Varietas

V1 V2 V3 Rataan

G0 ( 0% gambut + 100% topsoil ) 7.20 7.63 7.27 7.37 a G1 ( 25% gambut + 75 % topsoil) 7.47 7.43 7.60 7.50 a G2 ( 50% gambut + 50% topsoil) 7.53 7.53 7.53 7.53 a G3 (75 % gambut + 25 % topsiol) 7.73 7.00 8.42 7.72 a G4 (100% gambut + 0 % topsoil) 6.07 5.97 5.70 5.91 b

Rataan 7.20 7.11 7.30 7.21

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan taraf 5 %.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi media tanam

berbeda nyata untuk karakter pengamatan berat basah tajuk umur 14 MST.

Rataan teringgi yaitu G3 (7,72 g) dan rataan terendah yaitu G4 (5,91 g). Pada

perlakuan varietas dan interaksi V x G menunjukkan tidak berbeda nyata.

Berat Kering Tajuk (g)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk parameter

pengamatan berat kering tajuk pada umur 12 dan 14 MST dapat dilihat pada

(41)

perlakuan varietas, komposisi media tanam dan interaksi VxG dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6. Rataan berat kering tajuk (g) pada umur 14 MST

Varietas Rataan

Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan varietas, komposisi media

tanam dan interaksi VxG menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap

karakter berat kering tajuk umur 14 MST.

Berat Basah Akar (g)

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk pengamatan

parameter berat basah akar pada umur 12 dan 14 MST dapat dilihat pada lampiran

29 dan 30. Untuk mengetahui perbedaan berat basah akar akibat perlakuan

varietas, komposisi media tanam dan interaksi VxG dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan berat basah akar (g) umur 14 MST

Varietas Rataan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji rata-rata Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam

(42)

basah akar tertinggi terdapat pada perlakuan G1 (2,06 g) dan terendah terdapat

pada G0 (1,63 g). Pada perlakuan varietas dan interaksi VxG menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata.

Berat Kering Akar

Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam untuk pengamatan

parameter berat kering akar pada umur 12 dan 14 MST dapat dilihat pada

lampiran 31 dan 32. Untuk mengetahui perbedaan berat kering akar akibat

perlakuan varietas, komposisi media tanam dan interaksi VxG dapat dilihat pada

tabel 8.

Tabel 8. Rataan berat kering akar (g) umur 14 MST.

Varietas Rataan

Komposisi Media Tanam V1 V2 V3 (cm)

G0 ( 0% gambut + 100% topsoil ) 0.50 0.40 0.43 0.44 bc G1 ( 25% gambut + 75 % topsoil) 0.53 0.47 0.53 0.51 a

G2 ( 50% gambut + 50% topsoil) 0.50 0.60 0.37 0.49 ab G3 (75 % gambut + 25 % topsiol) 0.47 0.37 0.37 0.40 c

G4 (100% gambut + 0 % topsoil) 0.60 0.60 0.50 0.57 a

Rataan 0.52 0.49 0.44 0.48

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut uji rata-rata Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi media tanam

menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter berat kering akar umur 14

MST. Rataan berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan G4(0,57 g) dan

rataan terendah terdapat pada perlakuan G3 (0,40 g). Perlakuan varietas dan

(43)

Heritabilitas

Tabel 9. Nilai duga heritabilitas beberapa parameter dari tanaman kelapa sawit.

No Karakter σ2g σ2f Nilai (H) Kriteria (H)

Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas untuk

beberapa karakter pengamatan tanaman kelapa sawit memiliki kategori tinggi

untuk pengamatan tinggi tanaman (0,73), Luas Daun (0,99), Jumlah Klorofil

(0,68) dan bobot basah tajuk (0,66). Sementara nilai duga heritabilitas memiliki

kategori sedang yaitu pada pengamatan parameter Jumlah Daun (0,24), bobot

basah akar (0,42) dan bobot kering akar (0,47). Nilai duga heritabilitas memiliki

karakter rendah yaitu pada pengamatan parameter bobot kering tajuk (0,00).

Persentase Kadar Air Tanaman

(44)

PEMBAHASAN

Pengaruh perlakuan varietas terhadap pertumbuhan kelapa sawit di prenursery.

Dari pengamatan terlihat bahwa pengaruh varietas berbeda nyata terhadap

parameter luas daun dan jumlah klorofil umur 14 MST, sedangkan parameter

lainnya tidak berbeda nyata. Luas daun tertinggi dijumpai pada perlakuan V3

(49,62 cm2) dan terendah pada V2 (46,11 cm2). Jumlah klorofil tertinggi terdapat

pada perlakuan V3 (57,20 unit/6mm3) dan terendah terdapat pada perlakuan V1

(52,31 unit/6mm3). Hal ini disebabkan karena pertumbuhan kelapa sawit relatif

seragam dari setiap varietas. Luas daun dan jumlah klorofil meningkat karena

adanya pengaruh dari faktor genetis dari masing-masing varietas. Hal ini sesuai

dengan literatur Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan bahwa setiap varietas

memiliki perbedaan ciri-ciri yang khas yang dapat dibedakan antara varietas satu

dengan yang lainnya. Perbedaan itu baik dari segi anatomi, fisiologi dan

morfologi tanaman itu sendiri yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

produksi dari suatu tanaman.

Perlakuan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter

tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah

akar dan berat kering akar pada umur 14 MST. Hal ini menunjukkan antara ketiga

varietas (marihat, simalungun dan langkat) yang digunakan memiliki

keseragaman pertumbuhan pada saat pembibitan awal yang merupakan faktor

genetik tanaman. Menurut Pahan (2006) faktor yang berpengaruh terhadap

(45)

yaitu faktor innate adalah faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini

bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji.

Selanjutnya pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang masih berumur 3

bulan dikatakan singkat karena pertumbuhannya relatif lambat dan dipengaruhi

oleh faktor dari dalam biji kelapa sawit itu sendiri. Terdapat endosperm didalam

cangkang kelapa sawit yang mempengaruhi pertumbuhan awal kelapa sawit. Hal

ini sesuai dengan literatur Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) bahwa waktu

berkecambah, embrio mengembang, volume bertambah, bakal batang dan bakal

akar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut dan

berkembang menjadi batang, daun dan akar dibantu endosperm sebagai bahan

makanan untuk pertumbuhan kecambah pada saat awal.

Pengaruh perlakuan komposisi media tanam tanah gambut terhadap pertumbuhan kelapa sawit di prenursery.

Perlakuan komposisi media tanam tanah gambut memberikan pengaruh

yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman, luas daun, jumlah klorofil umur 14

MST. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (28,06 cm) dan yang

terendah terdapat pada perlakuan G4 (22,01 cm). Untuk parameter luas daun

rataan tertinggi terdapat pada perlakuan G2 (62,26 cm2) dan yang terendah

terdapat pada perlakuan G4 (32,93 cm2). Pada pengamatan jumlah klorofil rataan

tertinggi terdapat pada perlakuan G0 (56,78 unit/6mm3) dan yang terendah

terdapat pada G4 (51,33 unit/6mm3). Hal ini dikarenakan ketersediaan unsur hara

yang terdapat pada media tanam dan kemampuan kelapa sawit dalam menyerap

unsur hara yang tersedia berbeda-beda. Hai ini sesuai dengan literatur

(46)

tersedia dan berada dalam konsentrasi yang sesuai untuk diserap oleh tanaman.

Disamping itu kandungan unsur hara yang sesuai hingga ketersediaannya tidak

mengganggu keseimbangan hara di dalam tanah akan memberikan respon yang

nyata terhadap pertumbuhan.

Dapat dibandingkan dari parameter yang diamati seperti tinggi tanaman,

luas daun dan jumlah klorofil yang berbeda nyata akibat pengaruh komposisi

media tanam tanah gambut perlakuan G4 (100% tanah gambut) pertumbuhan

tanaman kurang maksilmal. Hal ini dikarenakan pH tanah gambut yang sangat

masam sehingga mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh

tanaman. Berdasarkan hasil analisa tanah gambut pH (H2O) tanah 4,3, kandungan

C 23,05%, N total 0,98%, C/N 23,5, P Bray 14 ppm, K 0,48 m.e/100g dan KTK

42,32 m.e/100g. Fadli,dkk (2006) menyatakan bahwa sifat kimia dari tanah

gambut adalah bereaksi masam yaitu memiliki pH 3,5 sampai 5,0; kandungan N

total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman karena nisbah C/N yang tinggi juga,

kandungan unsur hara Mg tinggi sementara P dan K rendah, kandungan unsur

hara mikro terutama Cu, B dan Zn sangat rendah dan memiliki daya sangga air

tinggi sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang terdapat

diatasnya.

Pada perlakuan G0 (100% tanah topsoil) parameter tinggi tanaman, luas

daun dan jumlah klorofil memberikan perbedaan yang nyata dengan rataan

tertinggi. Hal ini diduga karena media tanam memiliki kesesuaian sehingga kelapa

sawit dapat tumbuh secara optimal. Berdasarkan hasil analisa tanah topsoil jenis

inceptisol pH (H2O) tanah 5,01, kandungan C 2,35%, N total 0,16%, C/N 14,68, P

(47)

kriteria kelapa sawit untuk tumbuh secara optimal.

Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) menyatakan bahwa kelapa sawit dapat

tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Akan tetapi,

kelapa sawit akan dapat tumbuh secara optimal jika jenis tanahnya sesuai dengan

syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi

untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah memiliki drainase baik, tekstur

ringan, solum tanah cukup dalam, pH 4,0 – 6,0 dan pH optimal 5,0 – 5,5 dan

tanah memiliki kandungan hara cukup tinggi.

Parameter berat basah tajuk umur 14 MST berbeda nyata akibat perlakuan

komposisi tanah gambut dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan G2 (7,53

g) dan yang terendah terdapat pada perlakuan G4 (5,91 g). Berat basah akar 14

MST dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan G1 (2,06 g) dan yang

terendah terdapat pada perlakuan G0 (1,63 g). Berat kering akar 14 MST dengan

rataan tertinggi terdapat pada perlakuan G4 (0,57 g) dan terendah terdapat pada

perlakuan G3 (0,40 g). Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis yang

berlangsung pada tanaman kelapa sawit yang berkorelasi dengan luas daun dan

jumlah klorofil pada daun. Pahan (2006) menyatakan tanaman kelapa sawit

membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan

fotosintesis dalam melangsungkan aktivitas hidupnya yang berguna untuk

pertumbuhan, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Intensitas cahaya

matahari bervariasi 1410-1540 J/cm2/hari. Fotosintesis pada daun kelapa sawit

meningkat sejalan dengan kondisi luas daun dan jumlah klorofil yang dapat

(48)

naungan sangat berpengaruh terhadap berat basah dan berat kering pada bagian

tajuk dan pada bagian akar.

Pengaruh interaksi antara varietas dan komposisi tanah gambut terhadap pertumbuhan kelapa sawit di prenursery.

Pengaruh interaksi antara varietas dan komposisi media tanam tanah

gambut berbeda nyata terhadap parameter luas daun dan jumlah klorofil umur 14

MST. Sedangkan parameter lainnya tidak berbeda nyata. Pada parameter luas

daun kombinasi dengan rataan tertinggi terdapat pada V1G2 (63,44 cm2) dan

kombinasi terendah V2G4 (31,78 cm2). Jumlah klorofil dengan rataan tertinggi

terdapat pada kombinasi V3G2 (61,56 unit/6mm3) dan terendah terdapat pada

kombinasi V1G1 (48,67 unit/6mm3). Hal ini disebabkan varietas memiliki respon

terhadap kondisi lingkungan. Pahan (2006) menyatakan faktor yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sepanjang

kehidupannya salah satunya adalah faktor induce merupakan faktor yang

mengimbas (mempengaruhi) ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor

lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia (perlakuan). Selain itu,

parameter pengamatan lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap

interaksi VxG. Hal ini diduga karena karakter yang diteliti bertindak

sendiri-sendiri satu sama lain atau masing-masing karakter dari faktor perlakuan

mempunyai kerja yang berbeda.

Heritabilitas

Dari hasil analisa statistika dapat dilihat bahwa untuk karakter tinggi

tanaman, luas daun, jumlah klorofil dan bobot basah tajuk memiliki nilai duga

(49)

karakter pertumbuhan tanaman sedangkan pada karakter pengamatan jumlah

daun, bobot basah akar dan bobot kering akar menunjukkan nilai duga

heritabilitas dengan kriteria sedang, kemudian pada karakter pengamatan berat

kering tajuk memiliki nilai duga heritabilitas yang rendah ini di sebabkan

lingkungan yang mempengaruhi.hal ini sesuai dengan literatur Posespodarsono

(1988) yang menyatakan bahwa nilai heritabilitas dinyatakan dalam pecahan

(desimal) atau presentase. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan

nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan,

sedangkan keragaman dengan keragaman 1 berarti keragaman fenotip hanya

disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin

tinggi, sebaliknya semakin mendekati 0, heritabilitasnya semakin rendah. Welsh

(1987) menyatakan bahwa pada dasarnya penampakan luar (fenotip) individu

tanaman dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Karenanya dalam

perhitungan nilai heritabilitas, apabila pengaruh lingkungan lebih besar

dibandingkan dengan pengaruh genetik, maka nilai heritabilitas rendah.

Selanjutnya Namkoong (1979) menyatakan bahwa heritabilitas yang sedang tidak

sesuai dengan yang umum terjadi pada karakter kuantitatif dengan nilai

heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi karena nilai heritabilitas bukanlah suatu

konstanta sehingga untuk karakter yang sama, nilainya dapat berbeda. Karena itu,

walaupun metode pendugaannya serupa, tapi heritabilitas suatu karakter tidak

selalu persis sama. Di sisi lain, walaupun metode pendugaan berbeda, mungkin

(50)

KESIMPULAN

1. Secara umum Varietas Langkat (V3) memiliki rata-rata pertumbuhan yang

lebih jagur pada tahap prenursery untuk semua parameter pengamatan dari

pada Varietas Marihat (V1) dan Varietas Simalungun (V2).

2. Komposisi 100% tanah topsoil (G0) memiliki rata-rata pertumbuhan bibit

kelapa sawit yang lebih tinggi dari pada komposisi media tanam yang lain

sedangkan perlakuan 100% tanah gambut (G4) memiliki rata-rata

pertumbuhan bibit kelapa sawit yang paling rendah.

3. Interaksi varietas dengan komposisi media tanam tanah gambut berbeda

nyata pada pengamatan luas daun dan jumlah klorofil dan tidak berbeda

nyata pada beberapa karakter pengamatan lainnya seperti tinggi tanaman,

jumlah daun, berat basah tajuk dan akar, berat kering tajuk dan akar.

SARAN

Perlu diadakan penelitian lanjutan ke tahap Main nursery untuk menguji

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W., 1995. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Manna. Rineka Cipta, Jakarta.

Andriesse, J.P. 1994. Constrainsts and opportunities for alternative use options of tropical peat land. In B.Y. Aminuddin (Ed.). Tropical Peat; Proceedings of International Symposium on Tropical Peatland, 6-10 May 1991, sKuching, Sarawak, Malaysia.

Arismoenandar, B. 1993. Vademicum Kelapa Sawit dan Karet. PT. Perkebunan I. Langsa. Aceh Timur.

Diemont, W.H. and L.J. Pons. 1991. A preliminary note on peat formation and gleying in Mahakam inland floodplain, East kalimantan, Indonesia. Proc. International Symposium on Tropical Peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.Risza, S. 2008. Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktivitas. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Djainudin, D., Marwan H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Erningpraja, L., L. Buana, Satyoso, A. Suyatno dan Z. Poeloengan. 1995. Kontribusi Pemupukan Pada Masa TBM terhadap Produksi dan Pertumbuhan Kelapa Sawit Pada Tanah Dystropepts. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 3(2): 101-118.

Fadli,M.L., Edy,S.T., Petrus, P.,Sugiyono.,Witjaksana, D.,Eko,N.G., 2006. Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan,

Kiswanto., J.H. Purwanta., B. Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Lampung.

Lubis,A.U.,2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Edisi 2. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Mangoendidjojo, W.,2003. Dasar-Dasar Pemiliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Mangoensoekarjo, S. Dan H. Semangun. 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Jakarta.

Najiati, S., L. Muslihat., I.N.N. Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada umur 14 MST.
Tabel 2. Rataan data jumlah daun (helai) tanaman kelapa sawit umur 14 MST
Tabel 4. Rataan jumlah klorofil (unit/6mm3) pada umur 14 MST
Tabel 6. Rataan berat kering tajuk (g) pada umur 14 MST
+2

Referensi

Dokumen terkait

Proceedings Full Papers of the 15 th AAAP Animal Science Congress held at Thammasat University, Rangsit Campus, Pathum Thani, 26-30 November 2012..

Uji path analysis menunjukkan variabel teistis, etis, realistis, humanistis, yang dipengaruhi kualitas pelayanan ada pengaruh mediasi terhadap kepuasan nasabah di

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Dari hasil analisis sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam dan pemberian pupuk urea berpengaruh nyata dalam meningkatkan bobot kering tanaman,

A.. 20) Terdapat 7 buah buku di dalam almari. Adriana mengeluarkan 2 buah buku. Berapa buah bukukah yang tinggal?. A.. 21) Pilih dan isikan tempat kosong dengan jawapan

Peta zona penyangga yang berpotongan dengan tutupan lahan pesisir Kabupaten Asahan

Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dirancang sebuah sistem informasi yang diberi nama GLoSha ( Grouping Location Sharing ) yang dapat membantu

Desain Sistem Prototype Akuarium yang dibuat pada penelitian ini dirancang dengan menggunakan sensor pH untuk mengetahui kualitas air serta sensor hcsr yang mengukur