• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN METODE HIDROPONIK DI PRE NURSERY SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN METODE HIDROPONIK DI PRE NURSERY SKRIPSI OLEH :"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

ARUNG BUANA / 130301101

AGROTEKNOLOGI - PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(2)

SKRIPSI

OLEH :

ARUNG BUANA / 130301101

AGROTEKNOLOGI - PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(3)

Judul Penelitian : Uji Pertumbuhan Beberapa Varietas Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Metode Hidroponik di Pre Nursery

Nama : Arung Buana

NIM : 130301101

Program Studi : Agroteknologi - Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS) (Dr. Khairunnisa Lubis, SP., MP) Ketua Anggota

Diketahui Oleh:

(Dr. Ir. Sarifuddin, MP.) Ketua Program Studi Agroteknologi

(4)

ABSTRACT

ARUNG BUANA : Growth Test of Several Varieties of Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.) Seedlings with Hydroponics Method in Pre Nursery.

Supervised by Rosmayati, and Khairunnisa Lubis.

The aim of this research was growth test of several varieties of palm oil seedlings with some concentration of nutrients. This research was conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture University of Sumatera Utara, from August to October 2017, used was randomized block design (RBD) with 2 factors, the first factor is varieties consisting of 3 varieties namely DxP Avros, DxP Langkat, and DxP Yangambi. The second factor is the concentration consisting of 4 levels (800 ppm, 1000 ppm, 1200 ppm and 1400 ppm). The observed variables were plant height (6, 8, 10, and 12 weeks after planting), number of leaves, stem diameter, root number and root length. The results showed that variables significantly effected the plant height, stem diameter, and root length. The different concentration of nutrients had no significant effect of all observed variables, and have no interaction between the two treatments. There are 6 observed variables that have high heritability guesses, plant height 6, 10, and 12 weeks after planting, number of leaves 8 weeks after planting, stem diameter, and root length.

Genotype factors, significant effected on observed variables high of plants at age 6, 8, 10, and 12 weeks after planting, stem diameter, and root length Environmental factors and interactions (G x E) had no significant effect of all observed variables.

Keywords: Hydroponic, Nutrient, Palm oil, Pre nursery, and Varieties.

(5)

ABSTRAK

ARUNG BUANA : Uji Pertumbuhan Beberapa Varietas Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Metode Hidroponik di Pre Nursery. Dibimbing

oleh Rosmayati dan Khairunnisa Lubis.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pertumbuhan beberapa varietas bibit kelapa sawit dengan pemberian beberapa konsentrasi nutrisi AB Mix dengan sistem hidroponik di pre nursery. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian USU dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari 3 varietas yaitu DxP Avros, DxP Langkat, dan DxP Yangambi. Faktor kedua adalah konsentrasi yang terdiri dari 4 taraf yaitu 800 ppm, 1000 ppm, 1200 ppm dan 1400 ppm.

Peubah amtan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah akar dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruhnyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman pada umur 6, 8, 10, dan 12 MST (minggu setelah tanam), diameter batang, dan panjang akar.

Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan yang diamati, serta tidak ada interaksi antara kedua perlakuan. Terdapat 6 peubah amatan yang memiliki nilai duga heretabilitas tinggi, yaitu tinggi tanaman 6, 10, dan 12 MST, jumlah daun 8 MST, diameter batang, dan panjang akar. faktor genotip, berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman pada umur 6,8,10, dan 12 MST, diameter batang, serta panjang akar. Faktor lingkungan dan interaksi genotip x lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan.

Kata kunci : Hidroponik, Kelapa sawit, Nutrisi, Pre nursery, dan Varietas.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Pertumbuhan Beberapa Varietas Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.) dengan Metode Hidroponik di Pre Nursery” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Marajo Sahnan Siregar dan Irma Suryani Mandailing yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan. Kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, M.S., sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Ibu Dr. Khairunnisa Lubis, SP. MP., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberikan ilmu pada proses penyusunan skripsi ini, dan tidak lupa juga kepada teman-teman sekalian yang telah banyak membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan edukatif. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2017 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Pembibitan Kelapa Sawit ... 8

Hidroponik ... 9

(8)

Nutrisi Hidroponik ... 12

Nutrisi AB Mix ... 13

Heritabilitas ... 15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

Rancangan Penelitian ... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Penanaman pada Media Rockwool ... 19

Perakitan Media Hidroponik ... 19

Pengukuran pH Media Hidroponik ... 19

Penanaman pada Media Hidroponik ... 19

Parameter Pengamatan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Ragam Gabungan Seluruh Peubah Amatan ... 24

Tinggi Tanaman ... 24

Jumlah Daun ... 26

Diameter Batang ... 28

Jumlah Akar ... 29

Panjang Akar ... 29

(9)

Pendugaan Karakter Genetik ... 30 Pembahasan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 36 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Sidik Ragam Pola Rancangan Kelompok Lengkap Teracak ... 22 Tabel 2. Hasil Analisis Ragam Gabungan Peubah Amatan ... 24

Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 25

Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman 8 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 24

Tabel 5. Rataan Tinggi Tanaman 10 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 26 Tabel 6. Rataan Tinggi Tanaman 12 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan

Konsentrasi ... 26

Tabel 7. Rataan Jumlah Daun 6 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 27

Tabel 8. Rataan Jumlah Daun 8 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 27

Tabel 9. Rataan Jumlah Daun 10 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi ... 27 Tabel 10. Rataan Jumlah Daun 12 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan

Konsentrasi ... 28

(11)

Tabel 11. Rataan Diameter Batang (cm) dengan Perlakuan Varietas dan

Konsentrasi ... 28

Tabel 12. Rataan Jumlah Akar 12 MST dengan Perlakuan Varietas dan

Konsentrasi ... 29

Tabel 13. Rataan Panjang Akar (cm) dengan Perlakuan Varietas dan

Konsentrasi ... 29 Tabel 14. Nilai Heritabilitas pada Masing-masing Peubah Amatan ... 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. DxP Avros ... 23 Gambar 2. DxP Langkat ... 23

Gambar 3. DxP Yangambi ... 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Varietas DxP Avros ... 40

Lampiran 2. Deskripsi Varietas DxP Langkat ... 41

Lampiran 3. Deskripsi Varietas DxPYangambi ... 42

Lampiran 4. Kandungan Unsur Hara Hidroponik ... 43

Lampiran 5. Bagan Penelitian ... 44

Lampiran 6. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 45

Lampiran 7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 45

Lampiran 8. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 8 MST (cm) ... 46

Lampiran 9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST ... 46

Lampiran 10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 10 MST (cm) ... 47

Lampiran 11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST ... 47

Lampiran 12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 12 MST (cm) ... 48

Lampiran 13. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST ... 48

Lampiran 14. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (helai) ... 49

Lampiran 15. Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ... 49

Lampiran 16. Data Pengamatan Jumlah Daun 8 MST (helai) ... 50

Lampiran 17. Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ... 50

(14)

Lampiran 18. Data Pengamatan Jumlah Daun10 MST (helai) ... 51

Lampiran 19. Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST ... 51

Lampiran 20. Data Pengamatan Jumlah Daun 12 MST (helai) ... 52

Lampiran 21. Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST ... 52

Lampiran 22. Data Pengamatan Diameter Batang 12 MST (cm) ... 53

Lampiran 23. Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST ... 53

Lampiran 24. Data PengamatanJumlah Akar 12 MST ... 54

Lampiran 25. Sidik Ragam Jumlah Akar 12 MST ... 54

Lampiran 26. Data Pengamatan Panjang Akar 12 MST (cm) ... 55

Lampiran 27. Sidik Ragam Panjang Akar 12 MST ... 55

Lampiran 28. Nilai Duga Heritabilitas ... 56

Lampiran 29. Foto Supervisi ... 57

Lampiran 30. Foto Penelitian ... 58

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat revolusi industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenal sebagai jenis sawit “Deli Dura” (Okvianto, 2012).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), luas lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2013 luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 1.340.348 Ha, sedangkan pada tahun 2014 luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 1.392.532 Ha dan pada tahun 2015 luas lahan perkebunan kelapa sawit diperkirakan mengalami peningkatan yaitu pada total luas lahan 1.444.687 Ha.

Dengan bertambahnya luas areal pertanaman kelapa sawit tersebut maka diperlukan pengadaan bibit dalam jumlah besar dan berkualitas. Pembibitan merupakan salah satu faktor penentu budidaya kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan (Sayahfitri, 2007).

Pembibitan adalah suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan biji menjadi bibit yang siap tanam. Pada sebagian besar jenis

(16)

tanaman, termasuk kelapa sawit, proses pembibitan diperlukan karena dipandang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan penanaman langsung di lapangan. Pembibitan dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap. Pembibitan dua tahap dipandang lebih tepat, yaitu dengan pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery) (Mangunsoekarjo dan Semangun, 2008).

Menurut PT Sampoerna Agro (2016) yang diperoleh dengan wawancara bahwa permasalahan umum pada perkebunan kelapa sawit adalah pada saat budidaya di pre nursery, banyak biaya yang dikeluarkan. Kebutuhan benih untuk sekali tanam berkisar sekitar lima puluh ribu benih. Hal ini memerlukan biaya yang cukup besar, mulai dari biaya penyediaan polybag, top soil, kompos, tenaga kerja, serta penyiraman secara bertahap setiap hari. Belum lagi kemungkinan yang merugikan jika pada media tanah yang digunakan terdapat penyakit yang mengakibatkan penurunan produksi bahkan hingga menyebabkan kematian pada tanaman kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan air untuk kebutuhan hidupnya. Hidroponik bisa menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan budidaya kelapa sawit yang biasanya dilakukan (konvensional). Hidroponik dapat didefinisikan sebagai sistem budidaya tanaman dengan menggunakan media selain tanah, tetapi menggunakan media bersifat inert atau media yang tidak memiliki kandungan unsur hara di dalamnya seperti kerikil, pasir, gambut, batu apung atau serbuk gergaji dan ditambahkan larutan hara yang berisi unsur yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman (Resh, 2004)

Budidaya hidoponik memiliki beberapa keuntungan, yaitu, pertumbuhan tanaman terkontrol, hasil produksi tanaman dengan kualitas dan kuantitas yang

(17)

tinggi dan tanaman jarang terserang hama penyakit karena lingkungan lebih terkendali (Resh 2004). Selain itu ada beberapa keuntungan bercocok tanam dengan hidroponik antara lain adalah kebersihan lebih mudah terjaga, tidak ada masalah berat seperti pengolahan tanah dan gulma, penggunaan air dan pupuk lebih efisien, tanaman dapat diusahakan terus tanpa tergantung musim, tanaman mudah diseleksi dan dikontrol dengan baik dan dapat diusahakan di lahan yang sempit (Chadirin 2001).

Suplai kebutuhan nutrisi untuk tanaman dalam sistem hidroponik sangat penting untuk diperhatikan. Setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas, membutuhkan keseimbangan jumlah dan komposisi larutan nutrisi yang berbeda.

Tidak ada satu jenis formula larutan nutrisi yang berlaku untuk semua komoditas maupun jenis varietas tanam tersebut. Dari beberapa pustaka banyak dijumpai

berbagai macam formula larutan nutrisi untuk kultur hidroponik, seperti larutan Hoagland, larutan Schippers, larutan Marvel dan sebagainya (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang uji pertumbuhan beberapa varietas kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan beberapa varietas bibit kelapa sawit terhadap beberapa konsentrasi larutan AB Mix dengan metode hidroponik di pre nursery.

(18)

Hipotesis Penelitian

- Ada pengaruh perbedaan beberapa varietas terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery.

- Ada pengaruh perbedaan konsentrasi larutan AB Mix terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery.

- Serta ada interaksi antara varietas dan konsentrasi larutan AB Mix terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery.

Kegunaan Penulisan

Kegunaan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

Menurut Lubis (2008) Tanaman kelapa sawit dalam sistematika diklasifikasikan dalam Kingdom: Plantae, Ordo: Palmales, Famili: Falmae, Genus: Elaeis, Spesies: Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa Sawit digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang dikenal ada tiga tipe yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula) (Lubis, 2008).

Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 sampai 15 mm. Pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan cadangan makanan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer yang tumbuh dari pangkal batang dengan diameter berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 sampai 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 sampai 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 sampai 0,5 mm dan panjangnya 1 sampai 4 mm (Risza, 2008).

Batang kelapa sawit yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan cabang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di

(20)

pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Dibatang terdapat pangkal pelepah- pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008).

Daun terdiri dari tangkai daun (petiole) yang kedua sisinya terdapat dua baris duri. Tangkai daun bersambungan langsung dengan tulang daun utama yang lebih panjang dari tangkai daun. Pada kiri dan kanan tulang daun terdapat anak daun (pinnae). Tiap anak daun terdapat tulang daun (lidi) yang menghubungkan anak daun dengan tulang daun utama. Pada tanaman kelapa sawit pembentukan daun membutuhkan waktu 4 tahun dari awal pembentukan daun hingga daun menjadi layu secara alami. pada saat kuncup daun telah mekar, daun kelapa sawit sudah berumur sekitar 2 tahun dari awal pembentukannya. Kelapa sawit dapat menghasilkan 1-3 daun setiap bulannya. Daun atau pelepah kelapa sawit merupakan dapur bagi tanaman, tempat untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tanaman (Lubis dan Winarko, 2011).

Tanaman kelapa sawit yang berumur 3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk (Adi, 2013). Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastrosayono, 2005).

(21)

Biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar enam bulan. Kondisi dorman ini dapat dipatahkan, antara lain dengan pemanasan biji. Waktu berkecambah, embrio mengembang, volume bertambah, bakal batang dan bakal akar tumbuh keluar dari cangkang melalui lubang pada cangkang tersebut dan berkembang menjadi batang, daun dan akar dibantu endosperm sebagai bahan makanan untuk pertumbuhan kecambah pada saat awal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Syarat Tumbuh Iklim

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara 13° Lintang Utara 12° Lintang Selatan. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000 sampai 3000 mm per tahun tersebar merata sepanjang tahun dengan suhu sebaiknya 22° sampai 23° Celcius. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanman lainnya (Risza, 2008).

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis dalam melangsungkan aktivitas hidupnya yang berguna untuk pertumbuhan, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Intensitas cahaya matahari bervariasi 1410-1540 J/cm2/hari. Fotosintesis pada daun kelapa sawit meningkat sejalan dengan kondisi luas daun dan jumlah klorofil yang dapat menerima cahaya. Produksi bahan kering bibit umur 13 minggu yang diberi naungan sangat berpengaruh terhadap berat basah dan berat kering pada bagian tajuk dan pada bagian akar (Pahan, 2006).

(22)

Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 1000 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam di lokasi dengan ketinggian maksimum 400 meter dpl (Sunarko, 2008).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Akan tetapi, kelapa sawit akan dapat tumbuh secara optimal jika jenis tanahnya sesuai dengan syarat tumbuh kelapa sawit. Sifat fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah memiliki drainase baik, tekstur ringan, solum tanah cukup dalam, pH 4,0 – 6,0 dan pH optimal 5,0 – 5,5 dan tanah memiliki kandungan hara cukup tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Kelapa sawit memang pada dasarnya bisa tumbuh diberbagai jenis tanah. Namun jika tumbuh di tanah yang kurang cocok walaupun bisa hidup kelapa sawit tersebut kurang bisa tumbuh dan berkembang secara cepat (Adi, 2013).

Kedalaman air tanah merupakan faktor yang sangat penting karena berkaitan dengan kebutuhan air jika terjadi kemarau panjang. Kedalam air tanah tanaman kelapa sawit adalah 80-150 cm dari permukaan. Jika kekurangan air, kelapa sawit akan mengalami stres, ditandai dengan meningkatnya jumlah bunga jantan dan menurunnya bunga betina yang dihasilkan. Sebaliknya, jika kedalaman

(23)

air tanah terlalu dangkal, akar kelapa sawit akan selalu tergenang sehingga perkembangan akar dan aerasi menjadi buruk (Hadi, 2004).

Pembibitan Kelapa Sawit

Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap (double stage) adalah pembibitan dilakukan pada polibag kecil atau tahap pembibitan awal (pre nursery) terlebih dahulu hingga bibit berumur 3 bulan.

Setelah bibit berumur 3 bulan kemudian bibit dipindah ke polibek besar atau tahap pembibitan utama (main nursery) hingga bibit siap ditanam (umur 12 bulan).

Pembibitan satu tahap (single stage) adalah benih berupa kecambah kelapa sawit langsung ditanam pada polibag besar dan dipelihara hingga siap tanam (Darmosarkoro et al., 2008).

Benih yang telah berkecambah dan berakar ditanam sedalam 2-5 cm ditengah-tengah polibek dengan hati-hati dan dijaga agar akarnya tidak patah.

Bibit yang telah dipindahkan selama 2 minggu ditempatkan dibawah naungan dan

sedikit demi sedikit intensitas cahaya yang masuk ditingkatkan (Satyawibawa dan Widyastuti, 1994). Bibit yang ditanam di pre nursery maupun

main nursery perlu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur.

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pengawasan dan seleksi serta yang paling penting adalah pemupukan (Setyamidjaja, 1991).

Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air, unsur hara dan mineral tanah, jenis tanah, iklim, cahaya matahari. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari pertumbuhan vegetatif sampai

(24)

generatif tanaman. Jika salah satu faktor tersebut tidak sesuai dan tidak tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman maka pertumbuhan tanaman pasti akan terhambat dan bisa saja tanaman tersebut mati (Salisbury dan Ross, 1995).

Turner dan Gilbanks (1974), menilai perlunya pembibitan kelapa sawit ditinjau dari dua aspek, yaitu untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil maksimal pada bibit kelapa sawit diperlukan perhatian yang konstan pada satu sampai setengah tahun pertama. Adanya korelasi erat antara luas daun pada periode tanaman belum menghasilkan dengan produksi awal di lapangan.

Tujuan pemupukan bibit ialah untuk memperoleh bibit jagur serta seragam pertumbuhannya. Bibit yang tumbuh jagur lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan baru. Jenis pupuk yang digunakan dalam pembibitan adalah pupuk majemuk atau compound fertilizer (Martoyo dan Siahaan, 1995).

Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sepanjang kehidupannya, yaitu : pertama faktor innate adalah faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio dalam biji. Kedua faktor induce adalah faktor yang mengimbas (mempengaruhi) ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia (perlakuan) dan ketiga faktor enforce adalah faktor lingkungan (alam) yang bersifat merangsang dan menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman seperti faktor keadaan tanah (edafik) dan iklim (temperatur, kelembaban udara, dan curah hujan) serta lama penyinaran matahari (Pahan, 2006).

(25)

Hidroponik

Hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik memiliki arti memberdayakan air. Hidroponik juga didefinisikan sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa media tanah. Metode bercocok tanam secara hidroponik ini berbeda dengan metode bercocok tanam di dalam rumah kaca (green house), meskipun banyak budidaya hidroponik dilakukan didalam rumah kaca. Penggunaan rumah kaca dalam sistem hidroponik lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor tertentu

seperti ekosistem yang lebih mudah dikendalikan dan keterbatasan lahan. Adapun teknik hidroponik terdiri dari NFT (Nutrient Film Technic), Ebb and Flow,

Floating hydroponic, Aeroponic, DFT (Deep Flow Technic), dan DFT plus Aerator (Buyung dan Silalahi, 2012).

Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol. Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem hidroponik dengan membran mampu mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata lebih efisien (minimalis system) dibandingkan dengan kultur tanah (terutama untuk tanaman berumur pendek). Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Lonardy, 2006).

(26)

Tanaman yang ditanam secara hidroponik lebih sehat karena tanaman tersebut menerima nutrisi yang seimbang. Tanaman tersebut lebih sehat karena menghabiskan sedikit energi dalam mencari air dan nutrisi. Sebagai hasilnya, produksi tanaman secara hidroponik umumnya lebih lebar, renyah dan lebih bernutrisi daripada produksi tanaman menggunakan tanah. Oleh karena itu, untuk pengganti fisik tanah biasanya digunakan media steril seperti pasir, batu kerikil, batu apung, cocofiber (sabut kelapa), atau rockwool dan kombinasi setiap media tersebut (Roberto, 2000).

Dengan menjaga kondisi pertumbuhan tanaman yang ditanam, diharapkan akan mendapat hasil panen yang lebih besar, pertumbuhan yang lebih cepat, dan yang paling penting adalah kualitas produksi yang lebih baik. Apabila kelembaban terlalu tinggi, tanaman akan terkena jamur ataupun membusuk.

Dengan hidroponik pada daerah yang tertutup akan mendapati masalah akan kelembaban yang sangat rendah. Oleh karena itu, temperatur dan intensitas cahaya harus diturunkan agar tanaman tidak mengalami dehidrasi. Pada umumnya kelembaban sekitar 60-70 % adalah yang paling baik untuk tanaman pangan.

Udara atmosfer yang terlalu kering akan menyebabkan transpirasi air yang berlebihan dan menimbulkan konsentrasi nutrisi yang pekat (Roberto, 2000).

Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui proses fotosintesis, pembukaan stomata dan sintesis klorofil, sedangkan pengaruhnya terhadap pembesaran dan diferensiasi sel terlihat pada pertumbuhan tinggi tanaman dan ukuran serta struktur daun dan batang (Kramer dan Kozlowski, 1979).

Air berperan sebagai pembawa unsur-unsur hara dan mineral. Kadar air menggambarkan kandungan air pada bagian atau keseluruhan bagian tanaman.

(27)

Kadar air diperoleh dari selisih bobot basah dan bobot kering dari tanaman.

Tanaman sayur yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik biasanya memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibanding pada pertanaman di lahan. Kandungan air ini pun akan mempengaruhi kerenyahan dan waktu simpan komoditas.

Semakin tinggi kadar air pada suatu komoditas maka tanaman akan semakin

renyah namun mudah pula terjadi kerusakan pada bagian tanaman (Fariudin et al., 2012).

Nilai pH dalam sistem hidroponik penting untuk mengendalikan ketersediaan garam mineral. Pada larutan nutrisi secara umum terjadi peningkatan pH pada berbagai konsentrasi larutan. Begitu juga dengan nilai EC yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik. Penurunan nilai EC yang terjadi pada larutan hara dikarenakan akar tanaman mengabsorbsi berbagai ion-ion hara yang terdapat didalam larutan. Konsentrasi larutan hara cenderung semakin menurun dengan bertambahnya umur tanaman karena terjadinya penyerapan unsur hara. Peningkatan nilai EC terjadi karena adanya sejumlah ion-ion tertentu di dalam larutan dan proses evapotranspirasi (Setiawan, 2007).

Nutrisi Hidroponik

Tanaman membutuhkan 13 unsur penting untuk pertumbuhannya.

Disamping ke 13 nutrisi ini ada pula pemanfaatan karbon, hidrogen dan oksigen yang berasal dari air dan atmosfer. Ke 13 unsur penting ini dikelompokkan menjadi dua bagian : (1) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar, dikenal dengan unsur makro ; dan (2) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, yang dikenal dengan unsur mikro. Unsur makro yaitu Nitrogen (N), Fosfor

(28)

(P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur mikro yaitu Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (B), Zinc (Zn), Molybdenum (Mo) dan Klor (Cl). Tanaman tidak dapat tumbuh baik tanpa salah satu dari unsur penting tersebut, karenanya disebut penting. Untuk penanaman 13 unsur penting tersebut harus disediakan, dalam hidroponik dikenal sebagai larutan nutrisi (Resh, 2004).

Pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangatlah penting pada hidroponik kultur air, karena media nutrisi cair merupakan satu-satunya sumber hara bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Resh, 2004).

Nutrisi AB Mix

Perlakuan dengan menggunakan pupuk AB Mix memberikan hasil produksi dan kualitas tanaman lebih tinggi. Ditinjau dari segi biaya, pupuk AB Mix memiliki harga yang relatif sedikit lebih mahal karena pemakaian dan pembelian pupuk AB Mix harus satu paket (Nugraha, 2014).

Kedua larutan stok A dan B ditambahkan ke dalam tangki dengan diisi air hingga 5 inchi dari penutup tangki. Pada Chem-Gro, formulasi nutrisi hidroponik tanaman tanaman selada yaitu 8-15-36 + unsur hara mikro dan Magnesium sulfat serta Kalsium nitrat digunakan untuk menyiapkan 2 larutan stok. Formulasi nutrisi yang lain dapat juga digunakan, namun larutan stok harus disiapkan juga

(29)

berdasarkan instruksi pabrik. Penanam juga dapat membuat larutannya sendiri (Kratky, 2010).

Menurut Nugraha (2014) perlakuan dengan menggunakan pupuk AB Mix memiliki pertumbuhan vegetatif dan hasil panen terbaik pada tanaman bayam, pakchoy dan selada. Kandungan pupuk AB Mix diduga memiliki komposisi seimbang yang dibutuhkan oleh tanaman. Komposisi hara seimbang yang dimaksud adalah kandungan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman telah terkandung di dalam larutan hara AB mix dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari larutan hara AB mix telah memenuhi kebutuhan tanaman.

Heritabilitas

Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997).

Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara perhitungan, antara lain dengan perhitungan varian keturunan, dan dengan perhitungan komponen varian dari analisis varian (Mangundidjojo, 2007). Pengertian heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok populasi, tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan oleh faktor genetik yang nantinya diwariskan kepada turunannya dan seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman.

(30)

Heritabilitas dapat didefenisikan sebagai bagian keragaman genetik dan karagaman total (keragaman fenotipe).

(σ2p) = (σ2g) + (σ2e) (σ2p) = ragam fenotipe (σ2g) = ragam genetik (σ2e) = ragam lingkungan

Menurut Pinaria et al dalam (Saleh, et al., 2007) pemilihan atau seleksi pada suatu lingkungan akan berhasil bila karakter yang diamati menunjukkan nilai duga heritabilitas yang tinggi dan variabilitas yang luas. Pada karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan.

Rendahnya nilai duga heritabilitas dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan yang lebih besar daripada genetik sehingga seleksi menjadi kurang efektif. Dengan demikian, karakter yang memiliki nilai duga heritabilitas rendah tidak bisa digunakan sebagai kriteria seleksi (Sa`diyah et al, 2013).

(31)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 m di atas permukaan laut, pada bulan Agustus sampai Oktober 2017.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air sebagai media tanam, benih tanaman kelapa sawit varietas DxP Avros, DxP Langkat dan DxP Yangambi sebagai bahan tanaman yang akan diseleksi, serta pupuk AB Mix sebagai sumber nutrisi bagi tanaman.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur untuk mengukur nutrisi yang akan diberikan pada media air, sebagai tempat media tanam air dan nutrisi yang akan mengalir tipis dipermukaan, pH meter sebagai pengukur pH, TDS meter sebagai pengukur konsentrasi media tanam dalam satuan ppm, ember larutan sebagai tempat air dan nutrisi, net pot sebagai tempat rockwool dan cocopeat, seedbed sebagai tempat semai benih, rockwool sebagai media tanaman tanpa nutrisi, kain flanel sebagai penyalur air ke tanaman, papan sebagai tempat sterofoam atau meja untuk sterofoam diletakkan, pisau sebagai pelubang sterofoam dan tempat penyangga net pot, penggaris sebagai pengukur tanaman, jangka sorong sebagai pengukur diameter batang, alat tulis untuk mencatat data yang dibutuhkan, serta kamera sebagai alat dokumentasi dan alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

(32)

Rancangan Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah penggunaan tanaman kelapa sawit dengan 3 varietas yaitu :

V1 : DxP Avros V2 : DxP Langkat V3 : DxP Yangambi

Faktor ke dua adalah konsentrasi pupuk AB mix dengan empat perlakuan, yaitu:

K1 : Larutan AB mix 800 ppm K2 : Larutan AB mix 1000 ppm K3 : Larutan AB mix 1200 ppm K4 : Larutan AB mix 1400 ppm Sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan

VIK1 V1K2 V1K3 V1K4

V2K1 V2K2 V2K3 V2K4

V3K1 V3K2 V3K3 V3K4

Jumlah ulangan : 3

Jumlah plot / bak : 12

Jumlah sampel : 72

Jumlah tanaman seluruhnya : 144

(33)

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Fi + Bj + (FB)ij + Rk +εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan,varietas, konsentrasi AB mix ke-j µ = rataan umum

Fi = pengaruh varietas ke-i

Bj = perlakuan konsentrasi AB mix ke-j

(FB)ij = pengaruh interaksi varietas ke-i dan konsentrasi AB mix ke-j Rk = pengaruh ulangan ke-k

εijk = galat percobaan (Syukur et.al, 2015) Pelaksanaan Penelitian

Penanaman pada media Rockwool

Benih kelapa sawit varietas DxP Avros , DxP Langkat dan DxP Yangambi dikecambahkan pada rockwool selama 7 hari. Selama proses pengecambahan media rockwool disiram sampai media lembab.

Perakitan Media Hidroponik

Media tumbuh hidroponik dibuat dari sterofoam, kemudian dibuat meja dari kayu sebagai tempat meletakkan sterofoam.

Pembuatan Larutan Media Hidroponik

Disiapkan air sebanyak 15 L dan dimasukkan ke dalam masing-masing sterofoam yang telah disediakan, dicampur dengan larutan AB Mix sesuai dengan masing-masing konsentrasi yang ditentukan.

(34)

Pengukuran pH Larutan Media Hidroponik

Apabila pH diatas 5 maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl dan apabila pH kurang dari 5 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH atau dengan kapur pertanian Kaptan (CaCO3) dan diukur dengan menggunakan pH meter.

Penanaman pada Media Hidroponik

Benih kelapa sawit yang telah disemai menggunakan media roockwool hingga berumur 7 hari setelah semai (HSS) kemudian dipindahkan pada media hidroponik dengan memilih bibit yang memiliki kualitas yang seragam.

Dimasukkan benih sekaligus dengan rockwool ke dalam net pot, kemudian dipindahkan ke sterofoam yang telah dilubangi dan telah diberi air dan nutrisi sesuai dengan masing-masing konsentrasi yang telah ditentukan.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu setelah tanam (MST) hingga tanaman berumur 12 MST dengan interval 2 minggu menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur mulai pangkal batang sampai daun terpanjang tanaman.

Diameter Batang

Diameter batang diukur dari dua arah berlawanan yang saling tegak lurus kemudian dirata-ratakan. Pengukuran diameter batang dilakukan setelah bibit berumur 6 MST hingga tanaman berumur 12 MST dengan interval 2 minggu menggunakan alat jangka sorong.

(35)

Jumlah Daun

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna membentuk helaian daun. Perhitungan jumlah daun dilakukan setelah bibit berumur 6 MST hingga tanaman berumur 12 MST dengan interval 2 minggu.

Jumlah Akar

Jumlah akar yang dihitung adalah akar yang terpanjang dari setiap tanaman, dengan menarik lurus akar yang akan diukur. Pengukuran dilakukan setelah tanaman berumur 12 minggu setelah tanam

Panjang Akar

Untuk parameter panjang akar, Panjang akar dihitung dengan menggunakan meteran. kemudian dilakukan pengukuran dari pangkal akar sampai ujung akar yang terpanjang pada 12 MST.

Heritabilitas

Perhitungan nilai heritabilitas dilakuakan setelah data seluruh peubah amatan didapat, kemudian dimasukkan ke dalam rumus untuk mengetahui nilai heritabilitas masing-masing peubah amatan dan tergolong rendah, sedang dan tinggi. Nilai ragam genetik nol diduga dari nilai negatif. Nilai ragam genetik dapat menjadi negatif jika Kuadrat Tengah Interaksi Genotip x Lingkungan (G x E) lebih besar daripada Kuadrat Tengah Genotip. Karena nilai ragam genetik nol maka nilai heritabilitas juga nol. Jika ragam interaksi Lingkungan x Genotip (G x E) negatif maka untuk dapat melanjutkan perhitungan heritabilitas, maka dianggap bahwa ragam interaksi Lingkungan x Genotip (G x E) sama dengan nol (s2gl = 0). Karena jika nilai ragam interaksi Lingkungan x Genotip (G x E) lebih

(36)

kecil dari nol, maka nilai heritabilitas akan menjadi negatif, padahal nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai dengan 1 (Allard, 1960).

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada α = 1%

dan 5%. Jika perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan analisis ragam dilanjutkan dengan pengujian beda nilai tengah antar perlakuan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% menggunakan CoStat. Masing-masing peubah dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova) dari Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Tabel 1. Sidik Ragam Pola Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (Syukur et.al, 2015).

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F. Hitung

Kelompok r-1 JKK KTK

Perlakuan (pxk - 1) JKP KTP KTP/KTG

Varietas (D) f-1 JK(D) KT(D) KT(D)/KTG

Konsentrasi AB mix (K)

b-1 JK(K) KT(K) KT(K)/KTG

DXK (f-1) (b-1) JK(DK) KT(DK) KT(DK)/KTG

Galat (r-1) (fb-1) JK(G) KTG

Total (fbr-1) JKT

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara statistik, hasil menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman pada umur 6, 8, 10, dan 12 MST (minggu setelah tanam), diameter batang, dan panjang akar. Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah amatan yang diamati, serta tidak terdapat interaksi antara ke dua perlakuan pada semua peubah amatan.

Terdapat 6 peubah amatan yang memiliki nilai duga heritabilitas tinggi, yaitu tinggi tanaman 6, 10, dan 12 MST, jumlah daun 8 MST, diameter batang, dan panjang akar. Faktor genotip berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman pada umur 6, 8, 10, dan 12 MST, diameter batang dan panjang akar.

Faktor lingkungan dan interaksi genotip x lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan.

Gambar 1.DxP Avros Gambar 2.DxP Langkat Gambar 3.DxP Yangambi

(38)

Ragam Gebungan Seluruh Peubah Amatan

Nilai ragam gabungan kuadrat tengah genotip, lingkungan, dan genotip x lingkungan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Ragam Gabungan Peubah Amatan

Karakter KT KT KT

Genotip Lingkungan Genotip x Lingkungan

Tinggi Tanaman 6 MST 16.17 ** 2,96 2.32

Tinggi Tanaman 8 MST 13.35** 2,42 6.92

Tinggi Tanaman 10 MST 23.92* 12,18 5.24

Tinggi Tanaman 12 MST 59.08** 11,38 25.27

Jumlah Daun 6 MST 0.02 0,08 1.15

Jumlah Daun 8 MST 0.25 0,04 0.05

Jumlah Daun 10 MST 0.02 0,13 0.20

Jumlah Daun 12 MST 0,09 0,01 0.08

Diameter Batang 0.01 ** 0,00 0.00

Jumlah Akar 0.08 0,04 0.24

Panjang Akar 3.00** 108,45 580.24

Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata, * Berpengaruh nyata, KT =Kuadrat Tengah.

Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotip, berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman pada umur 6 MST (16.17), 8 MST (13.35), 10 MST (23.92) dan 12 (59,08) MST, diameter batang (0,01), serta panjang akar (3.00). Faktor lingkungan dan interaksi genotip x lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan.

Tinggi Tanaman

Analisis ragam pada lampiran 7, 9, 11 dan 13 menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata pada umur 6, 8, 10, dan 12 MST. Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tidak terdapat interaksi antara ke dua perlakuan.

(39)

Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 12.67 12.00 11.08 12.08 11.95 a

DxP Langkat 11.92 13.42 11.42 10.83 11.89 a

DxP Yangambi 9.42 9.67 10.50 10.08 9.91 b

Rataan Konsentrasi 11.33 11.69 11.00 11.00

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan tinggi tanaman 6 MST terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dengan tinggi 11,95 cm yang berbeda nyata dengan varietas 3 (DxP Yangambi) dengan tinggi 9,91 cm.

Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman 8 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 19.22 18.63 17.50 17.80 18.28 a

DxP Langkat 17.90 19.03 17.20 21.97 19.02 a

DxP Yangambi 12.62 13.17 13.78 12.37 12.98 b Rataan Konsentrasi 16.16 16.94 16.16 17.37

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Menurut pengamatan dari tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan tinggi tanaman 8 MST terdapat pada varietas 2 (DxP Langkat) dengan tinggi 19.02 cm yang berbeda nyata dengan varietas 3 (DxP Yangambi) dengan tinggi 12.98 cm.

(40)

Tabel 5. Rataan Tinggi Tanaman 10 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi Rataan

Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 22.30 21.48 21.07 20.63 21.37 a

DxP Langkat 22.20 24.68 21.68 19.45 22.00 a

DxP Yangambi 20.73 18.47 20.42 17.53 19.30 b

Rataan Konsentrasi 21.76 21.54 21.05 19.20

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan penagamatan pada tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan tinggi tanaman 10 MST terdapat pada varietas 2 (DxP Langkat) dengan tinggi 22.00 cm yang berbeda nyata dengan varietas 3 (DxP Yangambi) 19.30 cm.

Tabel 6. Rataan Tinggi Tanaman 12 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi Rataan

Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 24.10 23.88 26.20 25.97 25.03 a

DxP Langkat 25.40 29.53 22.40 23.45 25.19 a

DxP Yangambi 23.15 20.83 23.97 17.17 21.27 b

Rataan Konsentrasi 24.21 24.75 24.18 22.19

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan tinggi tanaman 12 MST terdapat pada varietas 2 (DxP Langkat) dengan tinggi 25.19 cm yang berbeda nyata dengan varietas 3 (DxP Yangambi) dengan tinggi 21.27 cm.

Jumlah Daun

Analisis ragam pada lampiran 15, 17, 19, dan 21 menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh tidak nyata pada 6, 8, 10, dan 12 MST.

Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda juga tidak menunjukkan

(41)

Tabel 7. Rataan Jumlah Daun 6 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 2.00 1.33 1.67 1.50 1.62

DxP Langkat 1.50 1.67 1.33 1.67 1.54

DxP Yangambi 1.67 1.50 1.83 1.50 1.62

Rataan Konsentrasi 1.72 1.50 1.61 1.55

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah daun 6 MST terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dan varietas 3 (Yangambi) dengan jumlah 1.62 helai.

Tabel 8. Rataan Jumlah Daun 8 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 2.33 2.50 2.33 2.00 2.29

DxP Langkat 2.17 2.17 2.00 2.17 2.12

DxP Yangambi 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

Rataan Konsentrasi 2.16 2.22 2.11 2.05

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan pengamatan pada tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah daun 8 MST terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dengan jumlah 2.29 helai.

Tabel 9. Rataan Jumlah Daun 10 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 2.83 2.67 3.00 2.33 2.70

DxP Langkat 2.67 2.67 2.50 2.83 2.66

DxP Yangambi 2.83 2.33 3.00 2.83 2.75

Rataan Konsentrasi 2.77 2.55 2.83 2.66

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

(42)

Menurut tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah daun 10 MST terdapat pada varietas 3 (DxP Yangambi) dengan jumlah 2.75 helai.

Tabel 10. Rataan Jumlah Daun 12 MST (helai) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 3.67 3.33 3.67 3.50 3.54

DxP Langkat 3.33 3.67 3.33 3.33 3.41

DxP Yangambi 3.50 3.33 3.33 3.33 3.37

Rataan Konsentrasi 3.50 3.44 3.44 3.38

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil pengamatan dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah daun 12 MST terdapat pada varietas 3 (DxP Yangambi) dengan jumlah 3.37 helai.

Diameter Batang

Analisis sidik ragam pada lampiran 23 menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh nyata pada peubah amatan diameter batang.

Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Serta tidak terdapat interaksi antara ke dua perlakuan.

Tabel 11. Rataan Diameter Batang 12 MST dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi Rataan

Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 a

DxP Langkat 0.30 0.41 0.38 0.38 0.37 a

DxP Yangambi 0.31 0.32 0.36 0.29 0.32 b

Rataan Konsentrasi 0.32 0.36 0.37 0.35

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

(43)

Berdasarkan pengamatan pada tabel 11 dapat dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan diameter batang 12 MST terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dan varietas 2 (DxP Langkat) dengan diameter 0.37 yang berbeda

nyata dengan varietas 3 (DxP Yangambi) dengan diameter 0.32.

Jumlah Akar

Analisis ragam pada lampiran 25 menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh tidak nyata. Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Serta tidak terdapat interaksi antara ke dua perlakuan.

Tabel 12. Rataan Jumlah Akar 12 MST dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi

Rataan Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 3.00 3.00 3.50 3.17 3.08

DxP Langkat 3.17 3.17 3.17 3.17 3.17

DxP Yangambi 3.17 3.00 2.67 3.17 3.00

Rataan Konsentrasi 3.11 3.05 3.11 3.17

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Menurut penagamatan tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah akar 12 MST terdapat pada varietas 2 (DxP Langkat) dengan jumlah akar sebanyak 3.17.

Panjang Akar

Analisis ragam pada lampiran 27 menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah amatan panjang akar. Sedangkan pemberian konsentrasi nutrisi yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, serta terdapat tidak interaksi antara ke dua perlakuan.

(44)

Tabel 13. Rataan Panjang Akar 12 MST (cm) dengan Perlakuan Varietas dan Konsentrasi

Varietas Konsentrasi Rataan

Varietas

K1 K2 K3 K4

DxP Avros 37.87 25.35 32.90 31.82 31.98 a

DxP Langkat 16.25 40.83 18.43 13.50 22.25 b

DxP Yangambi 23.38 17.35 21.27 12.72 18.51 b Rataan Konsentrasi 25.38 27.84 24.20 19.56

Keterangan : Data yang diikuti pada huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Menurut tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi peubah amatan jumlah akar 12 MST terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dengan panjang 31.98 cm yang berbeda nyata dengan varietas 2 (DxP Langkat) dengan panjang 22.25 cm dan varietas 3 (DxP Yangambi) dengan panjang 18.51 cm.

Pendugaan Karakter Genetik

Nilai duga heritabilitas untuk masing-masing karakter hasil dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Nilai Heritabilitas pada Masing-masing Peubah Amatan

No Karakter Nilai Heritabilitas Keterangan

1 Tinggi Tanaman 6 MST 0.86 Tinggi

2 Tinggi Tanaman 8 MST 0.40 Sedang

3 Tinggi Tanaman 10 MST 0.78 Tinggi

4 Tinggi Tanaman 12 MST 0.57 Tinggi

5 Jumlah Daun 6 MST 0.00 Rendah

6 Jumlah Daun 8 MST 0.71 Tinggi

7 Jumlah Daun 10 MST 0.00 Rendah

8 Jumlah Daun 12 MST 0.00 Rendah

9 Diameter Batang 1.00 Tinggi

10 Jumlah Akar 0.00 Rendah

11 Panjang Akar 0.58 Tinggi

Keterangan : h2<0,2 : rendah, 0,2 ≤ h2≤ 0,5 : sedang, h2>0,5 : tinggi.

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai duga heritabilitas tinggi terdapat pada 6 peubah amatan, yaitu tinggi tanaman 6 MST (0.86), tinggi tanaman 10 MST

(45)

(0.78), tinggi tanaman 12 MST (0.57), jumlah daun 8 MST (0.71), diameter batang (1.00), dan panjang akar (0.58). Nilai duga heritabilitas rendah terdapat 4 peubah amatan yaitu jumlah daun 6 MST (0.00), jumlah daun 10 MST (0.00), jumlah daun 12 MST (0.00), dan panjang akar (0.00).

Pembahasan

Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian perlakuan varietas berpengaruh nyata pada peubah amatan tinggi tanaman 6,8,10, dan 12 MST. Hal ini membuktikan bahwa varietas yang berbeda memiliki ciri ukuran tinggi tanaman yang berbeda pula. Menurut Sulistyo (2010) bahwa bahan tanam yang diproduksi PPKS memiliki rentang pertumbuhan yang beragam. DxP Avros termasuk kelas A (>80 cm/tahun), sedangkan DxP Langkat dan DxP Yangambi masuk dalam kelas C (60-70 cm/tahun). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, disebutkan bahwa varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun bunga, biji, dan eksperesi karakteristik genotip atau kombinasi genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapati bahwa pemberian konsentrasi larutan nutrisi AB Mix yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan. Hal ini disebabkan karena hingga konsentrasi tertinggi belum menunjukkan tanggap yang berbeda, artinya lingkungan belum berpengaruh. Sehingga dapat diasumsikan bahwa perbedaan pertumbuhan hanya dipengaruhi faktor genetiknya. Hal ini juga disebakan karena belum ada acuan

(46)

atau literatur sebelumnya yang mendukung penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Resh (2004) yang menyatakan bahwa kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman.

pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangat penting pada hidroponik, karena media nutrisi cair merupakan satu-satunya sumber hara bagi tanaman.

Interaksi antara varietas dan konsentrasi larutan AB mix tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan. Hal ini disebabkan interaksi belum berpengaruh nyata yang artinya, yang berpengaruh nyata hanya faktor tunggalnya saja yaitu pada genetiknya. Hal ini diakibatkan belum ada acuan ataupun literatur yang mendukung penilitian, sehingga sulit untuk mendapatkan konsentrasi yang tepat pada kelapa sawit di pre nursery. Menurut Resh (2004) bahwa kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman. Pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangatlah penting pada hidroponik, karena media nutrisi cair merupakan satu-satunya sumber hara bagi tanaman.

Berdasarkan analisis ragam perlakuan varietas menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah amatan panjang akar dan diameter batang. Nilai rataan panjang akar tertinggi terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dengan panjang 31.98

cm dan nilai rataan panjang akar terendah terdapat pada varietas 3 (DxP Yangambi) dengan panjang 18.51 cm sedangkan peubah amatan diameter

batang, nilai rataan tertinggi terdapat pada varietas 1 (DxP Avros) dan varietas 2 (DxP Langkat) dengan diameter 0.37 dan nilai rataan yang terendah terdapat pada varietas 3 (DxP Yangambi) dengan diameter 0.32. Hal ini dikarenakan masing- masing varietas memiliki pertumbuhan tanaman yang dapat dibedakan termasuk

(47)

diameter batang dan panjang akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulistyo (2010) yang mengatakan bahwa bahan tanam yang diproduksi PPKS

memiliki rentang pertumbuhan yang beragam. Pernyataan ini juga didukung berdasarkan Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, disebutkan bahwa varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun bunga, biji, dan eksperesi karakteristik genotip atau kombinasi genotip yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Nilai duga heritabilitas terdapaat pada rentang rendah - tinggi. Heritabilitas tinggi terdapat pada 6 peubah amatan, yaitu tinggi tanaman 6 MST (0.86), tinggi tanaman 10 MST (0.78), tinggi tanaman 12 MST (0.57), jumlah daun 8 MST (0.71), diameter batang (1.00), dan panjang akar (0.58). Hal ini menunjukkan bahwa variasi antar varietas dan sifatnya cenderung dipengaruhi oleh genetiknya.

Tingginya nilai duga heritabilitas menunjukkan pengaruh lingkungan terhadap pewarisan sifat sangat kecil (Sa`diyah et al, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor genetik karena heritabilitas dalam arti luas merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipiknya.

Nilai duga heritabilitas rendah terdapat 4 peubah amatan yaitu jumlah daun 6 MST (0.00), jumlah daun 10 MST (0.00), jumlah daun 12 MST (0.00), dan panjang akar (0.00). Nilai ragam genetik nol berasal dari nilai negatif. Angka negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah genotip lebih kecil

(48)

daripada nilai kuadrat tengah galat. Karena nilai ragam genetik nol maka nilai heritabilitas untuk parameter-parameter tersebut juga 0. Nilai heritabilitas yang rendah ini terjadi akibat pengaruh lingkungan yang jauh lebih besar dari pada pengaruh genetik. Nilai ragam genetik nol berasal dari nilai negatif. Angka negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah genotip lebih kecil daripada nilai kuadrat tengah galat. Karena nilai ragam genetik nol maka nilai heritabilitas untuk parameter-parameter tersebut juga 0. Hal ini sesuai dengan literatur Welsh (2005) yang menyatakan bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik.

Rendahnya nilai heritabilitas pada karakter-karakter tersebut disebabkan oleh rendahnya ragam genetik yang terdapat pada karakter-karakter tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa karakter-karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Rendahnya nilai duga heritabilitas dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan yang lebih besar daripada genetik sehingga seleksi menjadi kurang efektif. Dengan demikian, karakter yang memiliki nilai duga heritabilitas rendah tidak bisa digunakan sebagai kriteria seleksi (Sa`diyah et al, 2013).

Nilai heritabilitas pada peubah amatan tinggi tanaman 8 MST (0.40) tergolong dalam kriteria sedang. Sedangkan peubah amatan yang tergolong tinggi yaitu tinggi tanaman 6 MST (0.86), tinggi tanaman 10 MST (0.78), tinggi tanaman 12 MST (0.57), jumlah daun 8 MST (0.71), diameter batang (1.00), dan panjang akar (0.58). Nilai heritabilitas yang tinggi disebabkan pengaruh varian genetik lebih besar sedangkan varian lingkungannya lebih kecil. Nilai heritabilitas

(49)

yang tinggi akan mempermudah untuk menentukan karakter seleksi selanjutnya.

Hal ini sesuai dengan literatur Steel dan Torrie (1993) yang menyatakan bahwa Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan.

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ada pengaruh perbedaan beberapa varietas terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery, yaitu pada varietas DxP Langkat rataan tertinggi pada peubah amatan tinggi tanaman, sedangkan DxP Avros memeiliki rataan tertinggi pada peubah amatan diameter batang dan panjang akar

2. Tidak terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi larutan AB Mix terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursey pada seluruh peubah amatan.

3. Tidak terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi larutan AB Mix terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan metode hidroponik di pre nursery, pada seluruh peubah amatan.

Saran

Perlu kajian lebih lanjut mengenai konsentrasi nutrisi AB Mix pada kelapa sawit di pre nursery dengan sistem hidroponik menggunakan nilai konsentrasi di atas taraf yang telah diteliti.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. 2013. Kaya dengan Bertani Kelapa Sawit. Pustaka Baru Press.

Yogyakarta.

Buyung, I. and M. H. Silalahi. 2012. Automatic Watering Plant Berbasis Mikrokontroller AT89C51. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta.

Darmosarkoro, W., Akiyat, Sugiyono, E.S. Sutarta., 2008. Pembibitan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Produksi, Produktivitas dan Luas lahan Kelapa Sawit. Jakarta.

Fariudin, R., E. Sulistyaningsih dan Waluyo, S. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Dua Kultivar Selada (Lactuca Sativa, L.) Dalam Akuaponik Pada Kolam Gurami Dan Kolam Nila. Fakultas Paertanian UGM. Yogyakarta.

Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa.

Yogyakarta.

Kramer, P. J. and T. T. Kozlowski. 1979. Fisiologi Tanaman Berkayu. Academic Press. New York.

Kratky, B. A. 2010. A Suspended Net-Pot, Non-Circulating Hydroponic Method Commercial Production of Leafy, Romaine, and Semi-Head Lettuce.

College of Tropical Agriculture and Human Resources. Universitas of Hawai. Hawai.

Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Terhadap Suplai Senyawa Nitrogen dari Sumber Berbeda pada Sistem Hidroponik. Universitas Tadulako. Palu.

Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Edisi 2.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Lubis, R. E dan A. Winarko. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. Dan H. Semangun. 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Martoyo, K., dan M. M. Siahaan. 1995. Pemupukan Pada Tanaman Kelapa Sawit.

Temu Lapang Budidaya Tanaman Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian pada setiap push button , text field , dan axes yang dilakukan pada setiap tampilan seluruhnya berhasil, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh fungsi

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Dari hasil penelitian dalam bentuk hasil kuisioner diperoleh persepsi responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Pendapatan,

Berdasarkan hasil uji reabilitas menunjukkan bahwa masing-masing nilai Cronbach Alpha pada setiap variabel lebih besar dari 0,60 yakni kecanduan internet sebesar 0,906,

Isolat BCMV asal Bogor-Cangkurawok, Subang, Solo dan Sleman memiliki homologi dan kekerabatan yang dekat dengan BCMV-BlC dari Taiwan berdasarkan runutan basa nukleotida dan

Penggunaan pahat bubut yang sering digunakan adalah HSS dan pahat Karbida (widia). Proses penyambungan mata pahat terhadap holder , biasanya digunakan proses las

Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian AAC terhadap kemampuan fungsional komuni- kasi dan depresi pada pasien stroke dengan afasia motorik antara kelompok kontrol

Masyarakat gampong Tungkob ada beberapa orang yang menekuni dalam bidang menjahit sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,profesi penjahit pakaian tidak