• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Survival Dengan Model Regresi Cox Terhadap Laju Kesembuhan Penderita DBD di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Survival Dengan Model Regresi Cox Terhadap Laju Kesembuhan Penderita DBD di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SURVIVAL DENGAN MODEL REGRESI COX TERHADAP LAJU KESEMBUHAN PENDERITA DBD DI RUMAH SAKIT

MUHAMMADIYAH MEDAN TAHUN 2014

Oleh :

CHAIRIN SARAH NIM : 101000250

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS SURVIVAL DENGAN MODEL REGRESI COX TERHADAP LAJU KESEMBUHAN PENDERITA DBD DI RUMAH SAKIT

MUHAMMADIYAH MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

CHAIRIN SARAH NIM : 101000250

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Penelitian dengan outcomenya yang berkaitan dengan waktu banyak jenisnya salah satunya adalah dengan menggunakan analisis survival. Dalam analisis survival salah satu metodenya adalah dengan menggunakan regresi cox.

Penelitian yang bisa dikaitkan dengan dengan analisis survival yang menggunakan metode regresi cox salah satunya adalah di bidang kesehatan. Masalah dalam bidang kesehatan yang masih sering menimbulkan KLB adalah Demam Berdarah Dengue (DBD).

Oleh Karena itu penelitian ini ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju kesembuhan penderita Demam Berdarah Dengue. Penelitian adalah merupakan observasi analitik, dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis di Rumah Sakit. Sampel data diambil dari ctatan rekam medis di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan dari tahun 2011-2013 yaitu sebanyak 170 pasien DBD.

Hasil menunjukkan bahwa Faktor yang mempengaruhi kesembuhan penderita Demam Berdarah Dengue adalah derajat demam berdarah dengue. Peluang lama sakit pada pasien pada derajat (3 dan 4) 2,059 kali dibandingkan dengan derajat demam berdarah dengue pada (1 dan 2).

(5)
(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Chairin Sarah

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 29 Agustus 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak Ke : 1 dari 3 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jalan Bustamam No.2 Dusun X, Tembung

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1997- 1998 : TK Al-Azhar Langsa

2. Tahun 1998- 2004 : SD N 010086 Kisaran

3. Tahun 2004- 2007 : SMP Negeri 3 Binjai

4. Tahun 2007- 2010 : SMA Negeri 2 Binjai

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Survival Dengan Model Regresi Cox Terhadap Laju Kesembuhan Penderita DBD di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan” guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun

berkat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat

terselesaikan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,

penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak DR. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan

Biostatistika.

3. Bapak Drs. Abdul Jalil A.A, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu

meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan selama

penulisan skripsi ini.

4. Ibu Arnita, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan

(8)

5. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.si dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes, selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan

skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Departemen Kependudukan dan Biostatistika FKM USU yang

telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Dosen dan Staf FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama

penulis mengikuti pendidikan.

8. Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Medan yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

9. Teristimewa kepada orangtua tercinta, Ayahanda Muhammad Tahir dan Ibunda

Nazli Nasution yang senantiasa mendoakan penulis, kepada adik-adik saya Irfan

Tahir dan Salsabil yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

10. Teman- teman di FKM USU dan teman- teman satu peminatan Kependudukan

dan Biostatistika, terkhusus buat sahabat- sahabat penulis Sukaria Nababan, Erra

Putri Siregar, Wanda Purba, dan Erna Sinaga yang selalu memberikan semangat

dan bantuan kepada penulis serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan

satu persatu.

11. Untuk pacar saya Muhammad Yudha Nugraha yang selalu mendukung penulis

sehingga dapat membantu menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua Pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya

membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

2.1.3 Fungsi Survival, Fungsi Densitas, Fungsi Hazard ... 14

2.2Kaplan-Meier ... 17

2.3Uji Log Rank ... 18

2.4Regresi Cox (Cox Proportional Hazard) ... 19

2.5Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 24

2.5.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 24

2.5.2 Etiologi ... 25

2.5.3 Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 26

2.5.4 Patogenesis ... 28

2.5.5 Manifestasi Klinis ... 29

2.5.6 Diagnosis ... 31

2.5.7 Pengobatan Bagi Penderita Demam Berdarah Dengue ... 33

2.5.7.1Tatalaksana Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 33

2.5.7.2Kriteria Memulangkan Pasien ... 34

2.5.8 Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 35

2.5.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan Demam Berdarah Dengue ... 24

2.6Kerangka Konsep ... 40

(11)

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.3.1 Populasi ... 42

3.3.1 Lokasi dan Sejarah RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 42

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5 Definisi Operasional ... 43

3.6 Aspek Pengukuran ... 46

3.7 Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELETIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Muhammadiyah Medan ... 50

4.1.1 Profil Rumah Sakit Muhammadiyah Medan ... 50

4.1.2 Falsafah ... 50

4.1.3 Visi Rumah Sakit Muhammadiyah Medan ... 51

4.1.4 Misi Rumah Sakit Muhammadiyah Medan ... 51

4.1.5 Pelayanan Medis ... 52

4.1.6 Pelayanan Penunjang Medis ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 52

4.2.1 Lama Rawat Inap Penderita ... 53

4.2.2 Status Penderita Demam Berdarah Dengue ... 53

4.2.3 Umur ... 54

4.2.4 Jenis Kelamin ... 54

4.2.5 Derajat Demam Berdarah Dengue ... 55

4.2.6 Trombosit... 55

4.2.7 Hematokrit ... 56

4.2.8 Kecepatan Dirujuk Ke Rumah Sakit ... 57

4.3 Analisis Bivariat... 57

(12)

5.2 Pengaruh Faktor Jenis Kelamin Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam Berdarah Dengue

di Rumah Sakit Muhammadiyah... ... 67

5.3 Pengaruh Faktor Derajat Demam Berdarah Dengue Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Tahun 2011... 68

5.4 Pengaruh Faktor Trombosit Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Tahun 2011... 69

5.5 Pengaruh Faktor Hematokrit Terhadap Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Tahun 2011... ... 70

Lampiran 1. SKA Judul Skripsi

Lampiran 2. Surat Selesai Penelitian

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

Lampiran 4. Hasil Output Analisis SPSS

1.

Analisis Univariat

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD... ... 17 Tabel 4.1 Ukuran Statistik Lama Rawat Inap Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011... 53 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 53 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Penderita Demam Berdarah Dengue di

Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 54 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penderita Demam Berdarah

Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 54 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Demam Berdarah Dengue Penderita

Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011... 55 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Trombosit Penderita Demam Berdarah Dengue di

Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 56 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Hematokrit Penderita Demam Berdarah Dengue

di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 56 Tabel 4.8 Ukuran Statistik Kecepatan dirujuk ke rumah sakit Demam Berdarah

Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 57 Tabel 4.9 Analisis Kaplan-Meier Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kecepatan Kesembuhan Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan Tahun 2011 ... 58 Tabel 4.10 Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecepatan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Kesembahan Penderita DBD....40 Gambar 4.1 Grafik Hazard dengan Metode Kaplan Meier Berdasarkan Umur

Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah MedanTahun 2011... 60 Gambar 4.2 Grafik Hazard dengan Metode Kaplan Meier Berdasarkan Jenis

Kelamin Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan tahun 2011... 60 Gambar 4.3 Grafik Hazard dengan Metode Kaplan Meier Berdasarkan Derajat

Demam Berdarah Dengue Pen

derita Demam Berdarah

Dengue di

Rumah Sakit Muhammadiyah Medan tahun 2O11... 62 Gambar 4.4 Grafik Hazard dengan

Metode Kaplan Meier Berdasarkan

Trombosit Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan tahun 2011... 63 Gambar 4.5 Grafik Hazard dengan Metode Kaplan Meier Berdasarkan Hematokrit Penderita Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit

Muhammadiyah

(15)

ABSTRAK

Penelitian dengan outcomenya yang berkaitan dengan waktu banyak jenisnya salah satunya adalah dengan menggunakan analisis survival. Dalam analisis survival salah satu metodenya adalah dengan menggunakan regresi cox.

Penelitian yang bisa dikaitkan dengan dengan analisis survival yang menggunakan metode regresi cox salah satunya adalah di bidang kesehatan. Masalah dalam bidang kesehatan yang masih sering menimbulkan KLB adalah Demam Berdarah Dengue (DBD).

Oleh Karena itu penelitian ini ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju kesembuhan penderita Demam Berdarah Dengue. Penelitian adalah merupakan observasi analitik, dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis di Rumah Sakit. Sampel data diambil dari ctatan rekam medis di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan dari tahun 2011-2013 yaitu sebanyak 170 pasien DBD.

Hasil menunjukkan bahwa Faktor yang mempengaruhi kesembuhan penderita Demam Berdarah Dengue adalah derajat demam berdarah dengue. Peluang lama sakit pada pasien pada derajat (3 dan 4) 2,059 kali dibandingkan dengan derajat demam berdarah dengue pada (1 dan 2).

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan

untuk menghitung waktu dari munculnya gejala sampai dengan munculnya kejadian.

Dalam waktu survival ada istilah distribusi tersensor dan distribusi tidak tersensor.

Menurut (Lawless, 1982) distribusi tersensor adalah data yang diambil jika semua

individu atau unit yang diteliti dihentikan setelah waktu yang ditentukan, sedangkan

distribusi tak tersensor (data lengkap), data yang diambil jika semua individu atau

unit yang diteliti tersebut mati atau gagal.

Metode analisis statistik pada umumnya akan menghasilkan interpretasi yang

bias jika terdapat data yang tidak lengkap atau tersensor ( Julio Adisantoso, 2010).

Oleh karena itu dibutuhkan analisis khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Metode

yang dapat digunakan dikenal dengan istilah survival analysis ( Novita Sari, 2011).

Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup atau

analisis kesintasan adalah salah satu cabang statistika yang mempelajari teknik

analisis data survival. Tujuannya untuk menaksir probabilitas kelangsungan hidup,

kekambuhan, kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu

tertentu. Data survival adalah data waktu bertahan sampai munculnya kejadian

tertentu. Misalnya waktu terjadinya infeksi terhadap penyakit tertentu, waktu yang

dibutuhkan seorang pasien untuk memberikan respon setelah dilakukan terapi, waktu

(18)

tidak selalu berupa hal-hal yang buruk tetapi dapat juga berupa sesuatu yang

menyenangkan. (Ninuk Rahayu, 2012)

Secara inferensial analisis data survival dapat menggunakan regresi. Apabila

variabel respon berupa waktu survival maka ada beberapa regresi yang dapat

digunakan. Salah satunya yaitu Regresi cox yang merupakan model nonparametrik.

(Lee, 1980)

Regresi cox yang biasa juga dikenal dengan nama Hazard Propotional cox

karena asumsi proporsional pada fungsi hazardnya. Secara umum, model regresi Cox

dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan kegagalan individu pada suatu waktu

yang dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel penjelas. (Collet, 1994)

Bidang kesehatan adalah salah satu bidang yang bisa menggunakan regresi cox

karena sering berkaitan dengan survival waktu. Dalam kesehatan masalah yang sering

timbul ada 2 jenis, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Diantara

kedua jenis penyakit tersebut penyakit menular merupakan salah satu masalah yang

besar dan masih banyak terjadi di Indonesia. Penyakit menular dapat menyebabkan

timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara

epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu, hal ini disebut dengan

Wabah/KLB. KLB (Kejadian Luar Biasa) ini mempunyai makna sosial dan politik

tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak

orang dan dapat menimbulkan banyak kematian. Salah satu penyakit menular yang

sering menimbulkan kejadian luar biasa adalah demam berdarah dengue. Sebagian

(19)

subtropis. Hal ini tidak mengherankan karena nyamuk suka dengan lingkungan yang

hangat untuk hidup. Penyakit demam berdarah dengue sendiri banyak menyerang

anak-anak dibawah 15 tahun. Menurut (Seoparman, 1990) penyakit demam berdarah

dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala

utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. Demam

berdarah dengue sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh

penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina).

Demam Berdarah Dengue memiliki istilah yaitu haemorrhagic fever yang

pertama kali digunakan di Asia Tenggara tepatnya di Filipina pada tahun 1953.

Kasus-kasus dilaporkan oleh Quintos dkk, pada tahun 1954, yaitu pada waktu

terdapatnya epidemi demam yang menyerang anak disertai manifestasi perdarahan

dan renjatan. Mereka menamakannya Philippine haemorrhagic fever untuk

membedakannya dari epidemi demam berdarah lain yang sedang diselidiki di Korea

dan Manchuria. Pada tahun 1956, 1207 penderita Philippine haemorrhagic fever

dirawat di rumah sakit di Manila dengan angka kematian 6%.(WHO, 2010).

Wabah dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan

Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai

dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor

penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus dengue melalui

transportasi laut. Seorang pakar bernama Rush telah menulis tentang dengue berkaitan dengan break bone fever yang terjadi di Philadelphia tahun 1780.

(20)

kasus berbentuk haemorrhargia. Penyakit demam berdarah dengue di Asia Tenggara

ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan Bangkok tahun 1958 (Soegijanto,

2006)

Penyakit demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali ditemukan di

Surabaya tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1972. Kasus

pertama di Jakarta dilaporkan tahun 1968, diikuti laporan dari Bandung (1972) dan

Yogyakarta (1972). (Soedarmo, 2002). Sedangkan epidemi pertama di luar Jawa

dilaporkan pada tahun 1972 yaitu di Sumatera Barat dan Lampung, berikutnya pada

tahun 1973 epidemi di Riau, Sulawesi Utara, dan Bali. Pada tahun 1974, epidemi

dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1975, 20

provinsi telah melaporkan berjangkitnya epidemi demam berdarah dengue.

Provinsi-provinsi yang sampai dengan tahun 1979 belum pernah melaporkan terdapatnya

penyakit demam berdarah ialah Bengkulu, Sulawesi Tenggara, dan Timur Timor.

Sampai dengan tahun 1981, provinsi Timur Timor merupakan satu-satunya provinsi

yang belum melaporkan terdapatnya kasus demam berdarah dengue.

Provinsi Sumatera Utara termasuk salah satu wilayah endemis penyakit demam

berdarah dengue, selama kurun waktu lima tahun terakhir (2001-2005) jumlah kasus

yang berfluktuasi namun cenderung meningkat, oleh karena itu penyakit demam

berdarah dengue harus diwaspadai dan dipantau terus-menerus. Daerah-daerah

endemi di Sumatera Utara antara lain: Kota Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat,

Asahan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten Karo. (Din-Kes Prov. S.U.,

(21)

Pada tahun 2010, Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan frekuensi

kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Kejadian luar biasa dengue meningkat

dari 5 kali pada tahun 2009 menjadi 10 kali pada tahun 2010 (DINKES PROVSU,

2010). Sejak tahun 2005 insiden rata-rata insiden rate demam berdarah dengue per

100.000 penduduk di Provinsi Sumatera Utara telah relatif tinggi. Pada tahun 2010,

Jumlah penderita demam berdarah dengue tercatat 9.352 kasus (DINKES PROVSU),

pada tahun 2011 tercatat 1.721 orang terserang demam berdarah dengue (Tribun

Medan, 27 Oktober 2011), pada tahun 2012 meningkat menjadi 4.757 kasus

(SUMUT POS, 23 November 2013). dan pada tahun 2013 terdapat 2.596 kasus. kota

Medan merupakan yang terbesar jumlah kasus demam berdarah dengue yaitu 856

orang, diikuti Simalungun 223 kasus dan 9 meninggal, Pematang Siantar 381 kasus,

Deli Serdang 343 kasus dan Asahan 115 kasus dan 13 meninggal. (Starberita.com, 25

Oktober 2013).

Kejadian luar biasa dari penyakit demam berdarah dengue sampai saat ini masih

menjadi suatu masalah yang mendapat perhatian tinggi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu dibutuhkan penatalaksanaan penanganan pasien agar terhindar dari risiko

yang lebih besar seperti perdarahan dan syok yang menyebabkan kematian bagi

penderitanya.

Pada tahun 1997 prevalence angka kematian penyakit demam berdarah dengue

mencapai 2,20% dan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2000 mengalami

penurunan mencapai 2,00%. Pada tahun 2001 angka kematian penyakit demam

(22)

Tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 1,50% dan pada tahun selanjutnya yaitu

2004 menurun menjadi 1,20%. Pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 1,36%.

Tiga tahun berikutnya terus mengalami penurunan yaitu pada tahun 2006 menjadi

1,04%, lalu pada tahun 2007 menjadi 1,01%. Tahun 2008 menjadi 0,86%.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Tahun 2010 angka kematian mencapai

0,87%, lalu pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,91% dan sempat menurun pada

tahun 2012 menjadi 0,90%. (Republika online, 17 Juni 2013)

Menurut (WHO, 2007) dalam papernya yang berjudul “Addressing sex and

gender in epidemic-prone infectious diseases”, Faktor risiko demam berdarah dengue

yang paling berpengaruh adalah usia dan jenis kelamin. Pada usia bayi dan anak kecil

lebih berisiko menderita demam berdarah dengue dibandingkan orang dewasa.

Anank-anak cenderung berisiko mengalami demam berdarah dengue apabila mereka

tergolong anak-anak yang tidak berkecukupan gizi . Selain itu perempuan lebih

berisiko menderita demam berdarah dengue daripada laki-laki, karena perempuan

memiliki daya tahan tubuh yang kurang daripada laki-laki.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Agnes Fergussel (2013) dalam

skripsinya yang berjudul Penerapan Regresi cox untuk mengetahui “Faktor-Faktor

Yang Memengaruhi Kecepatan Kesembuhan Penderita DBD DI RS. Santa Elisabeth

Medan” menyatakan bahwa derajat demam berdarah dengue dan usia merupakan

fak-tor risiko yang paling berpengaruh terhadap laju kesembuhan penyakit demam

(23)

Penelitian ini menggunakan analisis regresi cox atau Hazard Propotional cox

untuk mengetahui faktor-faktor (umur, jenis kelamin, trombosit, dan kecepatan

penderita dikirim ke rumah sakit, derajat demam berdarah dengue, Hematokrit, dan

Keadaan saat pulang) yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan penderita demam

berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah tahun 2014 yang diamati dari

munculnya demam sampai 7 hari dengan jumlah pasien 164.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Analisis survival dengan model

regresi cox terhadap kesembuhan penderita demam berdarah di Rumah Sakit

Muhammadiyah Medan, Sumatera Utara tahun 2014”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penggunaan regresi cox untuk menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi

kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue di Rumah Sakit

Muhammadiyah Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita demam berdarah dengue yang

menjalani rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan

2. Untuk mengetahui tingkat kecepatan kesembuhan penderita demam

berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan berdasarkan

(24)

rumah sakit, derajat demam berdarah dengue, hematokrit, keadaan saat

pulang.

3. Untuk menganalisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap kesembuhan

penderita demam berdarah dengue yaitu umur, jenis kelamin, trombosit,

kecepatan penderita dikirim ke rumah sakit, derajat demam berdarah

dengue, hematokrit, keadaan saat pulang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa mengenai statistika khususnya

penggunaan aplikasi model regresi cox pada faktor-faktor yang mempengaruhi

kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue.

2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam menangani pasien demam

berdarah dengue pada rawat inap di rumah sakit tersebut sehingga dapat

melakukan penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian pada

pasien.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Survival

2.1.1 Pengertian Analisis Survival

Analisis survival adalah salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk

menjawab pertanyaan apakah dan kapan suatu kejadian (event) menarik terjadi. (Guo,

2010)

Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan waktu, mulai

dari time origin atau start point sampai dengan terjadinya suatu kejadian khusus atau

end point. Data yang diperoleh di bidang kesehatan merupakan pengamatan terhadap

pasien yang diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari setiap individu

(Collet, 1994).

Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup atau

analisis kesintasan bertujuan menaksir probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan,

kematian, dan peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada periode waktu tertentu. Ada

sejumlah model telah dicoba untuk menghubungkan antara faktor risiko,

kelangsungan hidup dan jangka waktu penaksiran. Pemilihan model perlu

memerhatikan hal-hal berikut : (1) Bentuk distribusi probabilitas kelangsungan hidup,

apakah bersifat parametrik atau non-parametrik, sebab tiap penyakit dan

keadaan-keadaan lainnya memiliki bentuk distribusi masing-masing; (2) Apakah faktor risiko

(26)

(3) Ukuran sampel penelitian; dan (4) Apakah data mencakup pengamatan tersensor

atau tak tersensor. (Murti, 1997)

Analisis survival adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data

yang bertujuan untuk mengetahui hasil dari variabel yang mempengaruhi suatu awal

kejadian sampai akhir kejadian, contohnya waktu yang dicatat dalam hari, minggu,

bulan, atau tahun. Untuk kejadian awal contohnya awal pasien terjangkit penyakit dan

untuk kejadian akhir contohnya kematian pasien dan kesembuhan pasien (Kleinbaum

& Klein, 2011: 4).

Menurut Jakperik dan Ozoje (2012) dalam analisis survival, ada istilah failure

(meskipun peristiwa sebenarnya mungkin saja sukses) yaitu suatu kejadian dimana

tercatatnya kejadian yang diinginkan. Dalam menentukan waktu survival, ada tiga

faktor yang dibutuhkan yaitu :

1. Waktu awal pencatatan (start point).

Waktu awal pencatatan adalah waktu awal dimana dilakukannya pencatatan

untuk menganalisis suatu kejadian.

2. Waktu akhir pencatatan (end point).

Waktu akhir pencatatan adalah waktu pencatatan berkahir. Waktu ini berguna

untuk mengetahui status tersensor atau tidak tersensor seorang pasien untuk bisa

melakukan analisis.

3. Dan skala pengukuran sebagai batas dari waktu kejadian dari awal sampai akhir

(27)

Jika akhir pencatatan dari penelitian adalah kematian seorang pasien, maka hasil

data tersebut dikatakan sebagai waktu survival. Namun, kejadian tidak selalu

berujung pada kematian, bisa juga mengenai sembuhnya pasien dari penyakit,

berkurangnya gejala penyakit, atau kambuhnya pasien dari kondisi tertentu.

Sebuah studi berkelanjutan (follow-up study) untuk kelompok individu sering

kali tidak seluruh individu dapat diikuti sampai saat studi berakhir. Dengan kata lain,

beberapa individu gagal mengikuti studi sebelum studi selesai dengan berbagai

alasan, sehingga terjadilah observasi waktu yang terputus. Masalah tersebut juga

dihadapi pada data kelangsungan hidup (survival data). (Agung, 2001)

Menurut Collet (1997), data survival tidak memenuhi syarat prosedur standar

statistika yang digunakan pada analisis data. Alasan pertama karena data survival

biasanya berdistribusi tidak simetris. Model histogram waktu survival pada

sekelompok individu yang sama akan cenderung “positive skewed”, oleh karena itu

histogram akan semakin miring ke kanan sesuai dengan interval waktu dengan jumlah

pengamatan terbesar, sehingga tidak ada alasan untuk mengasumsikan bahwa data

survival berdistribusi normal.

Menurut (Kleinbaum, 1997) ada beberapa tujuan analisis survival:

1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi survival atau

hazard dari data survival.

2. Membandingkan fungsi survival dan fungsi hazard pada dua atau lebih kelompok.

(28)

2.1.2 Data Tersensor

Perbedaan antara analisis survivaldengan analisis statistik lainnya adalah adanya

data tersensor. Data tersensor adalah data tercatat saat adanya informasi tentang

waktu survival individual, tetapi tidak tahu persis waktu survival yang sebenarnya

(Kleinbaum & Klein, 2011: 5-6). Menurut Catala, Orcau, Millet, Olal la, Mondragon,

dan Cayla (2011) ada 3 alasan terjadinya data tersensor :

1. Seseorang tidak mengalami suatu peristiwa dari awal pencatatan sampai akhir

pencatatan.

2. Sesorang hilang tanpa ada alasan ketika pencatatan sampai akhir pencatatan.

3. Seseorang tercatat keluar dari penelitian karena kematian atau beberapa alasan lain

seperti reaksi obat yang merugikan objek.

Sedangkan menurut Pyke &Thompson (1986) data dikatakan tersensor jika

pengamatan waktu survival hanya sebagian, tidak sampai failure event. Penyebab

terjadinya data tersensor antara lain:

1. Loss to follow up, terjadi bila obyek pindah, meninggal atau menolak untuk

berpartisipasi.

2. Drop out, terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu.

3. Termination, terjadi bila masa penelitian berakhir sementara obyek yang

diobservasi belum mencapai failure event.

Jenis-Jenis penyensoran (Yasril, 2009) yaitu Sensor kanan dan Sensor kiri.

Dikatakan tersensor sebelah kanan (right censored) apabila subyek yang diteliti

(29)

tersensor sebelah kiri (left censored) apabila kegagalan berlangsung lebih cepat atau

tidak normal, sebagai contoh lepasnya atribut pekerja secara tidak wajar.

Menurut (Kontz dan Johnson, 1982), Jenis penyensor terdiri dari:

1. Penyensoran Jenis I

Pada penyensoran jenis I sebelah kanan, penelitian diakhiri apabila waktu

pengamatan yang ditentukan tercapai. Jika waktu pengamatan sama untuk semua

unit maka dikatakan penyensoran tunggal. Jika waktu pengamatan untuk setiap

unit berbeda maka dikatakan penyensoran ganda. Pada penyensoran jenis I sebelah

kiri, pengamatan dilakukan jika telah melampaui awal waktu yang ditentukan.

Karakteristik penyensoran jenis I adalah bahwa kegagalan adalah acak.

2. Penyensoran Jenis II

Pada penyensoran jenis II, pengamatan diakhiri setelah sejumlah kegagalan yang

telah ditetapkan, atau dapat dikatakan banyaknya kegagalan adalah tetap dan

waktu pengamatan adalah acak. Dengan penyensoran sebelah kanan jenis II,

penelitian diakhiri pada waktu kegagalan berturut ke-k dari n sampel (k < n),

dan untuk penyensoran jenis II sebelah kiri, titik awal penelitian dilakukan saat

waktu kegagalan terurut q (q < n).

3. Penyensoran Maju (Progressive Censoring)

Pada penyensoran maju, suatu jumlah yang ditentukan dari unit-unit bertahan

dikeluarkan dari penelitian berdasarkan kejadian dari tiap kegagalan terurut.Secara

(30)

testing, dimana tes secara bersamaan memuat beberapa pengetesan dan apabila

terjadi kegagalan pertama, maka seluruh pengetesan dianggap gagal

Jika penyensoran yang umum digunakan pada analisis survival adalah

penyensoran sebelah kanan baik penyensoran jenis I maupun penyensoran jenis II.

Pada penelitian ini jenis yang digunakan ialah (right-concored) dengan tipe I,

yaitu ketika waktu survival (ketahanan tubuh) objek tidak lengkap pada masa

follow-up, dan ketika penelitian berakhir objek masih bertahan atau objek hilang pada masa

follow-up atau dikeluarkan dari penelitian.

2.1.3 Fungsi Survival, Fungsi densitas, Fungsi hazard

Distribusi (probabilitas) variabel waktu T dapat dinyatakan dengan banyak cara;

tiga diantaranya dipakai secara luas dalam aplikasi, yaitu dengan menerapkan fungsi

kelangsungan (survivor function), fungsi densitas (density function) dan fungsi hazard

(hazard function). (Agung, 2001).

Menurut Lee (1980), jika T adalah waktu survival,maka:

1. Fungsi Survival (Survivourship Function) Adalah peluang suatu individu dapat

bertahan hidup lebih dari waktu t, dan biasanya dinotasikan dengan S(t). Fungsi

survival dapat diestimasikan melalui proporsi individu yang hidup dari t atau

(31)

2. Fungsi Densitas (Probability Density Function) Adalah peluang suatu individu

akan meninggal pada interval yang pendek (Δt) dan dinotasikan dengan f(t).

fungsi densitas dapat diestimasikan melalui :

F (t) = (2.2)

3. Fungsi Hazard (Hazard Function) Adalah probabilitas kematian selama interval

waktu (t,Δt) dengan asumsi individu tetap hidup pada interval waktu tersebut. Dan

biasanya dinotasikan dengan ln(t). Fungsi hazard dapat diestimasikan melalui :

Ln (t) = (2.3)

Untuk menghitung rata-rata hazard pada interval waktu tertentu digunakan rumus

jumlah individu yang hidup per unit waktu dalam interval difusi dengan rata-rata

jumlah individu yang hidup pada pertengahan interval waktu.

Menurut (Kleinbaum dan Klein, 2005) Pada analisis survival ada 2 hal yang

mendasar yaitu fungsi survival dan fungsi hazard. Fungsi survival merupakan dasar

dari analisis ini, karena meliputi probabilitas survival dari waktu yang berbeda-beda

yang memberikan informasi penting tentang data survival. Secara teori, fungsi

survival dapat digambarkan dengan kurva mulus dan memiliki karakteristik:

1. Tidak meningkat, kurva cenderung menurun ketika t meningkat

2. Untuk t = 0,5 = s (0) = 1 adalah awal dari penelitian, karena tidak ada objek

(32)

3. Untuk t = , s (t) = s ( ) = 0; secara teori, jika periode penelitian

meningkat tanpa limit maka tidak ada satu pun yang bertahan sehingga kurva

survival mendekati nol.

Berbeda dengan fungsi survival yang fokus pada tidak terjadinya peristiwa, fungsi

hazard fokus pada terjadinya peristiwa. Oleh karena itu fungsi hazard dapat

dipandang sebagai pemberi informasi yang berlawan dengan fungsi survival. Sama

halnya dengan kurva fungsi survival, kurva fungsi hazard juga memiliki karakteristik,

yaitu (Kleinbaum dan Klein, 2005):

1. Selalu nonnegatif, yaitu sama atau lebih besar dari nol

2. Tidak memiliki batas atas

Selain itu fungsi hazard juga digunakan untuk alasan (Yasril,2009):

1. Memberi gambaran tentang keadaan failure rate

2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik

3. Membuat model matematik untuk analisis survival biasa

Misalkan T melambangkan waktu survival dari waktu awal sampai terjadinya

peristiwa yang merupakan variabel acak yang memiliki karakteristik fungsi survival

dan fungsi hazard. Jika fungsi survival dinotasikan dengan s(t) , didefinisikan sebagai

probabilitas suatu objek yang bertahan lebih dari t waktu, maka (Le, 2003):

S(t) = Pr (T > t), t (2.4)

(33)

merupakan laju failure atau kegagalan sesaat dengan asumsi objek telah bertahan

sampai waktu ke-t, yang didefinisikan sebagai berikut :

h (t) = atau h (t) = (2.5)

2.2.Kaplan-Meier

Banyak metode yang digunakan untuk mengestimasi fungsi survival, diantaranya

Nelson-Aalen estimator, metode life-table (acturial), metode Kaplan-Meier, AFT,

bayessian, counting procces dan lain-lain.

Metode Kaplan Meier (1985) sangat popular untuk analisis survival yang paling

cocok digunakan ketika ukuran sampel kecil. Analisis Kaplan Meier menggunakan

asumsi sebagai berikut : (1) Subyek yang menarik diri dari penelitian secara rata-rata

memiliki “nasib” kesudahan variabel hasil (peristiwa) yang sama dengan subyek yang

bertahan selama pengamatan; (2) Perbedaan waktu mulainya masuk dalam

pengamatan antar subyek tidak mempengaruhi risiko (probabilitas) terjadinya

variabel hasil (peristiwa). Probabilitas peristiwa untuk berbagai jangka waktu tersebut

dapat digambarkan sebagai kurva analisis survival. (Murti, 1997)

Kaplan-Meier adalah komputasi untuk menghitung peluang survival. Metode

Kaplan-Meier didasarkan pada waktu kelangsungan hidup individu dan

mengasumsikan bahwa data sensor adalah independen berdasarkan waktu

kelangsungan hidup (yaitu, alasan observasi yang disensor tidak berhubungan dengan

(34)

Sebenarnya metode life-table sama dengan Kaplan-Meier, namun pada life-table

objek diklasifikasi berdasarkan karakteristik tertentu yang masing-masing

karakteristik disusun dengan interval dengan menganggap peluang terjadinya efek

selama masa interval adalah konstan, sehingga data yang diperoleh akan lebih umum.

Sedangkan pada metode Kaplan-Meier objek dianalisis sesuai dengan waktu aslinya

masing-masing. Hal ini mengakibatkan proporsi survival yang pasti karena

menggunakan waktu survival secara tepat sehingga diperoleh data yang lebih akurat.

Selain itu Kaplan-Meier merupakan metode yang digunakan ketika tidak ada model

yang layak untuk data survival. Selama hampir 4 dekade metode estimasi

Kaplan-Meier merupakan salah satu dari kunci metode statistika untuk analisis data survival

tersensor, estimasi Kaplan-Meier dikenal juga dengan estimasi product-limit.(Novita

Sari, 2011)

Pada penelitian ini ialah penelitian statistik nonparametrik dengan data tersensor,

sehingga penggunaan metode Kaplan-Meier adalah yang paling baik.

2.3 Uji Log Rank

Menurut (Peto & Peto) asumsi yang sedikit berbeda dalam jumlah data dari yang

diobservasi dan analisis survival disebut log rank .

Uji log rank digunakan untuk melihat kesesuaian atau ketidak sesuaian diantara

grup 1 dan grup 2 dalam analisis survival.

Caranya adalah dengan membandingkan estimasi hazard function dari grup yang

diobservasi dalam waktu tertentu. Log rank test dapat di notasikan sebagai berikut

(35)

1. Hitung jumlah resiko dari setiap kelompok beresiko pada waktu kegagalan (

2. Hitung jumlah subjek yang mengalami kejadian pada waktu kegagalan (

3. Hitung jumlah subjek yang diharapkan mengalami kejadian setiap kelompok

pada waktu kegagalan (

4. Hitung Log Rank ( )

= (2.6)

(2.7)

i = 1,2,...

Dengan Log Rank test akan di dapat hazard dan ratio grup di dalam

masing-masing covariate dan akan diketahui grup mana yang mempunyai hazard dan resiko

yang terbesar dan terkecil.

2.4 Regresi Cox ( Cox Proportional Hazard )

Model regresi Cox diperkenalkan oleh D.R. Cox pada tahun 1972 dan pertama

kali diterapkan pada data survival. Pada model tersebut variabel peyerta dimasukkan

dalam model sebagai variabel bebas dan waktu survival sebagai variabel tak bebas.

(36)

variabel di mana bentuk hubungan tersebut mewakili fenomena yang dikaji dan bisa

menghasilkan atau menghubungkan apa yang diinginkan dengan apa yang dikaji.

(Kontz and Johnson, 1982).

Model regresi ini dikenal juga dengan istilah proportional Hazard Model karena

asumsi proporsional pada fungsi hazardnya. Secara umum, model regresi cox

dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan kegagalan individu pada suatu waktu

yang dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel penjelas. (Collet, 1994)

Cox proportional hazard ialah pemodelan yang digunakan dalam analisis

survival yang merupakan model semi parametrik. Regresi cox proportional hazard ini

digunakan bila outcome yang diobservasi adalah panjang waktu suatu kejadian. Pada

mulanya pemodelan ini digunakan pada cabang statistika khususnya biostatistika

yaitu digunakan untuk menganalisis kematian atau harapan hidup seseorang. Namun

seiring perkembangan zaman pemodelan ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang.

Diantaranya bidang akademik, kedokteran, sosial, science,teknik, pertanian dan

sebagainya. (Novita Sari, 2011)

Model regresi Cox mengasumsikan bahwa fungsi hazard adalah sebagai berikur :

h(t,x) = (2.8)

dimana merupakan fungsi hazard dengan peubah = 0, merupakan

fungsi dari variabel penjelas untuk individu i.

Persamaan dapat ditulis dalam bentuk :

(37)

dapat diartikan sebagai fungsi hazard pada waktu t untuk individu dengan

variabel penjelas , relatif terhadap fungsi hazard pada waktu t untuk individu

dengan variabel penjelas x = 0.

Bentuk log linier dari merupakan bentuk yang paling umum digunakan.

Dirumuskan sebagai berikut :

= exp ( ) (2.10)

Dimana merupakan kombinasi linier dari variabel penjelas, didefenisikan

sebagai berikut:

= ( + (2.11)

disebut sebagai komponen linier model atau disebut juga risk score atau

prognostic index.

Model regresi cox menjadi:

h(t) = (2.12)

= (t) exp 0 (t) merupakan baseline hazard, Jika X=0

Menurut Collet (1994), apabila suatu penelitian yang lebih dipentingkan seperti

pengaruh maka prosedur pemilihan model adalah sebagai berikut:

1. Semua variabel dipilih dengan mengabaikan pengaruh perlakuan. Pemilihan

variabel yang masuk atau keluar dari model dapat dilakukan dengan prosedur

seleksi maju, prosedur seleksi maju, prosedur eliminasi mundur atau prosedur

(38)

2. Setelah didapatkan model dengan mengabaikan variabel, perlakuan langkah

selanjutnya adalah pemilihan model dimana variabel perlakuan masuk dalam

model

3. Pemeriksaan apakah ada interaksi antara variabel perlakuan dengan variabel

lainnya.

Seberapa besar kemaknaannya dapat diketahui dari nilai goodness-of-fit

menggunakan Chi-square diperhitungkan sebagai fungsi dari log-likelihood untuk

model dengan semua parameter estimasi (LI) dan log-likelihood dari model yang

dimana semua kovariat dianggap mendekati 0 (nol, L0). Jika nilai dari Chi-square ini

signifikan, maka kita menolak hipotesis awal dan mengasumsikan bahwa variabel

penjelas ada hubungan yang signifikan dengan waktu survival. (Collet, 1994)

Model cox proportional hazard merupakan pemodelan yang sangat terkenal pada

analisis survival. Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) hal yang menyebabkan model

ini terkenal dan digunakan secara luas antara lain:

1. Model cox merupakan model semi parametrik

2. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui (t) atau baseline

hazard function

3. Dapat mengestimasi (t),h(t,x), dan fungsi survival walaupun (t) tidak

spesifik

4. Merupakan model robust sehingga hasil dari model cox hampir sama dengan

(39)

5. Model yang dipilih ketika berada dalam keraguan untuk menentukan model

parametriknya, sehingga tidak ada ketakutan tentang pilihan model parametrik

yang salah

6. Lebih baik daripada model logistik ketika tersedianya informasi tentang waktu

survival dan adanya penyensoran.

Tujuan regresi Cox (Yasril,2009):

1. Mengestimasi hazard ratio

2. Menguji hipotesis

3. Melihat confidence interval dari hazard ratio

Secara umum, ada tiga pendekatan untuk mengkaji asumsi propotional hazard

(Yasril, 2009) yaitu:

1. Pendekatan grafik

Caranya dengan membuat plot Log Minus Log (LML) dari fungsi survival.

Pada plot ini untuk setiap strata harus paralel/sejajar. Cara ini hanya dapat

digunakan untuk variabel kategorik.

2. Menggunakan variabel time independent dalam extended cox model

Caranya adalah membuat interaksi antar variabel bebas dengan waktu

survival kemudian lihat nilai signifikannya. Asumsi proporsional terpenuhi

bila nilai p > 0,05

3. Menggunakan goodness of fit test

Caranya adalah dengan melihat nilai p (Chi-square). Jika nilai p > 0,05 maka

(40)

Ketiga cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, untuk itu sebaiknya

seorang peneliti menggunakan minimal dua cara untuk menguji proporsional.

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.5.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy, 1995 ).

Dengue haemorhagic fever adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang

dewasa dengan gejala utam

atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam

tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).

Dengue haemorhagic fever adal

gepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadiny

dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson, 2001).

Dengue haemorhagic fever adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh

vi-rus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).

Demam dengue dan (demam berdarah dengue/ dengue haemorrhagic fever)

adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi

perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

(41)

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok

(Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006)

Menurut Ditjen PPM & PL (2001) dalam Fathi. et al. (2005), penyakit demam

berdarah dengue adalah penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak yang disertai

manifestasi perdarahan dan mempunyai tendensi untuk menimbulkan renjatan

(shock).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) dalam Pratiwi D.S. (2009), kasus

demam berdarah dengue ini cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas

sejak tahun 1968. Keadaan ini sangat berhubungan dengan mobilitas penduduk, juga

disebabkan hubungan tranportasi yang semakin lancar serta virus dengue dan nyamuk

penularnya yang semakin tersebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Selain itu,

tempat bagi nyamuk untuk bersarang semakin bertambah disebabkan produksi

sampah yang meningkat oleh karena kepadatan penduduk.

2.5.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam gugus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus

dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat

.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4 yang

(42)

serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.

Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow

fever, Japanase encephalitis, dan west Nile Virus. (Suhendro, Nainggolan, Chen)

Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue, yaitu periode sejak virus

dengue menginfeksi manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 3-14 hari,

rata-rata antara 4-7 hari. Penyakit demam berdarah dengue tidak ditularkan langsung dari

orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk saat viremia, yaitu beberapa

saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, berlangsung

selama 3-5 hari (Genis,2008).

Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah

penderita demam berdarah dengue sebelumnya. Selama periode ini, nyamuk Aedes

yang telah terinfeksi oleh virus dangue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan

potensial menularkan virus dangue kepada manusia yang rentan lainnya.

Kedua nyamuk Aedes ini, terdapat hampir di seluruh pelososk Indonesia, Kecuali

di ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Nyamuk Aedes agypti

merupakan penyebar penyakit (vektor) demam berdarah dengue yang paling efektif

dan utama karena tinggal di pemukiman penduduk.

2.5.3 Penularan Demam Berdarah Dengue

Aedes aegypti sering dikaitkan dengan tempat tinggal manusia. Larva vektor ini

kebanyakan ditemukan di dalam wadah buatan yang bisa menampung air misalnya

ban-ban buangan, vas-vas bunga, kolam terbiar, dan longkang, namun bisa juga

(43)

tempurung kelapa yang dibuang, daun pisang, pelepah daun keladi, dan sebagainya.

Nyamuk dewasa biasanya gemar berada di tempat-tempat gelap yang tertutup seperti

di dalam lemari dan di bawah tempat tidur. Spesies Aedes aegypti ini selalunya aktif

pada siang hari dengan waktu puncaknya ketika awal pagi atau lewat siang. Nyamuk

tersebut dikatakan terinfeksi apabila ia menghisap darah dari orang yang darahnya

mengandung virus Dengue dan nyamuk tersebut menjadi infeksius setelah periode

inkubasi ekstrinsik obligatori selama 10 hingga 12 hari. Setelah menjadi infeksius,

nyamuk itu bisa menularkan virus Dengue dengan menghisap darah atau hanya

dengan menggigit kulit orang yang rentan (Perez J.G.R.et al., 1998).

Menurut Jhon Gordon penularan penyakit demam berdarah dengue dipengaruhi

oleh interaksi 3 faktor yaitu:

1. Faktor pejamu (Target penyakit, inang)

Dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit demam berdarah

dengue.

2. Faktor penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit (Agen), dalam hal ini adalah

virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar

penyakit demam berdarah dengue.

3. Faktor lingkungan

Lingkungan memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit demam

(44)

2.5.4 Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat

bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

denguedan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis demam berdarah

dengue adalah :

a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut

antibody dependent enhancement (ADE);

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1

akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

(45)

Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue

(2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:

1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder.

2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan

oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder,

maka keparahan dengue semakin meningkat

4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit.

2.5.5 Manifestasi Klinis

Ciri-ciri yang terdapat pada penderita penyakit demam berdarah dengue adalah

demam yang muncul secara tiba-tiba, biasanya berlangsung selama 2 hingga 7 hari,

dan banyak lagi tanda dan gejala yang tidak spesifik. Pada fase akut serangan

penyakit ini, agak sukar untuk membedakan demam berdarah dengue dengan demam

Dengue yang biasa dan penyakit-penyakit lain yang terdapat di negara tropikal. Tidak

ada tanda patognomonik untuk penyakit demam berdarah dengue pada fase akut

(Gubler D.J., 1998). Penderita demam berdarah dengue biasanya dikenal dengan

gejala bintik-bintik atau ruam merah pada kulit yang apabila diregangkan malah

terlihat lebih jelas bintik-bintiknya. Hal itu memang telah menjadi salah satu tanda

bahwa seseorang itu telah digigit nyamuk Aedes aegypti (Departemen Kesehatan RI,

2005 dalam Pratiwi D.S., 2009). Berikut adalah beberapa gejala demam berdarah

(46)

a. Demam

Demam berdarah dengue dimulai dengan demam tinggi secara tiba-tiba yang terus

– menerus berlangsung selama 2 hingga 7 hari. Pada hari ke-3, panas mungkin

turunyang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 mendadak turun. Jika

suhu tubuh tetap tinggi setelah hari ke-3, tes darah dianjurkan untuk dilakukan

karena jika penderita tidak ditangani dengan cepat dan tepat dalam waktu kurang

dari 7 hari, penderita dapat meninggal dunia.

b. Tanda-tanda perdarahan Perdarahan dapat terjadi di semua organ berupa Uji

Torniquet (Rumple Leede) positif, petekie, purpura, ekimosis, perdarahan

konjungtiva, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena, dan hematuri. Untuk

membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk, regangkan kulit, jika bintik

merah pada kulit tersebut hilang maka bukan petekie. Petekie sering ditemukan

terutama pada hari-hari pertama demam.Jika terdapat 10 atau lebih petekie pada

kulit seluas 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)

dekat lipat siku (fossa cubiti), maka Uji Torniquet dikatakan positif.

c. Pembesaran hati (hepatomegali) Selalunya ditemukan pada permulaan penyakit.

Pembesaran hati tidak sejajar dengan tingkat keparahan penyakit dan sering

ditemukan nyeri tekan tanpa disertai ikterus.

d. Renjatan (shock) Antara tanda-tanda renjatan adalah seperti kulit teraba dingin dan

lembap terutama pada ujung-ujung ekstremitas. Selain itu penderita menjadi

gelisah, sianosis di bibir, nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba dan

(47)

Renjatan disebabkan karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke daerah

ekstravaskuler melalui kapiler yang terganggu.

e. Trombositopeni Penderita dikatakan mengalami trombositopeni jika jumlah

trombosit kurang daripada 100.000/mm3 dan biasanya ini ditemukan di antara hari

ke-3 hingga 7 sakit. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan sampai terbukt i bahwa

jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pada

saat pasien diduga menderita demam berdarah dengue, bila normal maka diulang

tiap hari sampai suhu turun.

f. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) Pemeriksaan hematokrit secara teratur

perlu dilakukan karena penderita demam berdarah dengue selalunya mengalami

peningkatan hematokrit yang merupakan tanda terjadinya perembesan plasma.

Pada umumnya peningkatan hematokrit didahului oleh penurunan trombosit.

g. Gejala klinis lain seperti nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut,

diare atau konstipasi, dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia yang

disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering didiagnosis sebagai

ensefalitis. Keluhan sakit perut yang hebat seringkali timbul mendahului

perdarahan gastrointestinal dan renjatan.(Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam

Pratiwi D.S., 2009

2.5.6 Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO (1997) yang dikutip oleh Chen K. et al.(2009),

diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

(48)

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie,ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingka n

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis demam berdarah dengue (WHO, 1997 dalam

Chen K. et al., 2009), yaitu:

 Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

 Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

 Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan darah menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

(49)

2.5.7 Pengobatan bagi penderita Demam Berdarah Dengue

Pengobatan demam berdarah dengue pada dasarnya bersifat suporatif, yaitu

untuk mengatasi kehilangan suatu cairan plasma sebagai akibat dari peningkatan

permeabilitas kapiler dan perdarahan. Umumnya penderita demam berdarah

dianjurkan untuk dirawat dirumah sakit di ruang perawatan biasa, akan tetapi pada

kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan yang

intensif. Untuk dapat melakukan perawatan demam berdarah dengue dengan baik

perlu dokter dan perawat yang terampil serta laboratorium yang memadai, cairan

kristaloid dan koloid serta bang darah yang siap bila diperlukan. Untuk mengurangi

angka kematian perlu dilakukan diagnosis dini dan edukasi untuk dirawat bila

terdapat tanda syok. Kunci keberhasilan penanganan penyakit demam berdarah

dengue terletak pada keterampilan dokter dalam mengatasi peralihan fase, dari fase

demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

1. Tatalaksana penderita Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit demam berdarah dengue tanda/gejalanya tidak

spesifik, oleh karena itu masyarakat atau orang tua diharapkan untuk waspada jika

melihat tanda atau gejala yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit

demam berdarah dengue. Petama – tama ditentukan terlebih dahulu adakah tanda

kedaruratan yaitu tanda syok ( gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin,

kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah,

berak hitam, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan). Apabila tidak

(50)

lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit, apabila trombosit ≤ 100.000/ul pasien dirawat untuk observasi. Apabila uji tourniquet positif dengan trombosit >100.000/ul

atau normal atau uji tourniquet negativ, pasien boleh pulang dengan pesan untuk

datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Nilai gejala klinis dan lakukan

pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit setiap kali selama anak masih demam. Bila terjadi

penurunan kadar Hb dan/atau peningkatan kadar Ht,segera rawat. Beri nasehat

kepada orang tua : anak dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit,

jus buah, dan lain –lain, serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol

(kontraindikasi golongan salisilat). Bila klinis menunjukkan tanda – tanda syok

seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, muntah, lemah, dianjurkan

segera dibawa berobat ke dokter atau ke puskesmas, dan rumah sakit.

2. Kriteria memulangkan pasien

Adapun kriteria pasien yang dipulangkan adalah:

a. Tidak mengalami demam, sekurang-kurangnya selama 24 jam tanpa

menggunakan obat-obat penurun panas

b. Nafsu makan membaik

c. Produksi urin kembali normal.

d. Kadar hematokrit kembali normal

e. Telah mengalami masa perawatan lebih dari 2 hari, bagi pasien DBD yang

mengalami syok

(51)

2.5.8 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Masyarakat umumnya memilih fogging atau penyemprotan sebagai cara untuk

memberantas penyakit demam berdarah dengue. Padahal untuk melakukan fogging

tersebut diperlukan beberapa prosedur yang sulit yang melibatkan Rumah Sakit

terdekat. Hal ini karena fogging yang terlalu sering tidak baik untuk kesehatan

(Departemen KesehatanRI, 2005 da lam Pratiwi D.S., 2009).

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan fogging (pengasapan) pada

mulanya dianggap oleh masyarakat sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi

masalah penyakit demam berdarah. Hal tersebut ternyata tidak selalu benar, karena

pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dengan metode ini hanyalah bertujuan untuk

membunuh nyamuk dewasa yang infektif, yaitu nyamuk yang di dalam tubuhnya

telah mengandung virus Dengue dan siap menularkan pada orang lain. Sedangkan

cara mengatasi / mencegah terjangkitnya penyakit Demam Berdarah Dengue yang

paling penting adalah menanamkan pengetahuan terhadap masyarakat, agar

masyarakat berperilaku hidup sehat, yaitu menjaga kebersihan lingkungan yang dapat

menjadi sarang & tempat berkembangbiaknya vektor penyakit termasuk nyamuk

Aedes aegypti. Hal ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit, yaitu

memutus mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk menjadi nyamuk dewasa

(Kusumawati Y. Et al., 2007).

Gerakan 3M merupakan salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes

aegypti, yaitu dengan memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.

(52)

secara teratur karena kebanyakan tempat membiaknya adalah di rumah-rumah dan

tempat-tempat umum. Tindakan yang dilakukan antaranya adalah menguras bak

mandi sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air, mengganti air vas bunga atau tanaman air seminggu sekali,

mengganti air tempat minum burung, menimbun barang-barang bekas yang dapat

menampung air, menabur bubuk abete atau altosid pada tempat-tempat penampungan

air yang sulit dikuras atau di daerah yang air bersih sulit didapat sehingga perlu

penampungan air hujan, dan memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air

(Kusumawati Y. et al., 2007).

Sejak kebelakangan ini, cara terefektif untuk memberantas demam berdarah

dengue selain 3M adalah melalui PSJN (Pemberantasan Sarang Jentik dan Nyamuk).

Upaya dalam menerapkan PSJN ini ditempuh dengan beberapa cara di antaranya

adalah melalui pemberdayaan masyarakat dengan pembinaan ratusan Kader

Wamantik (Siswa Pemantau Jentik) dan Bumantik (Ibu Pemantau Jentik) yang

bertugas memantau 10 rumah di sekitarnya menyangkut keberadaan jentik di rumah

mereka, tidak lupa juga memberikan penyuluhan. Selain itu ikanisasi, abatesasi

(temephos), dan fogging dengan syarat dan persetujuan dari Rumah Sakit sekitar

(53)

2.5.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kesembuhan Demam Berdarah Dengue

a. Umur

Selama awal tahun epidemi pada setiap negara, penyakit demam berdarah dengue

kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang

dari 15 tahun. Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus demam

berdarah dengue terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5 tahun. Tetapi pada tahun

1998 - 2000 proporsi kasus demam berdarah dengue pada umur 15-44 tahun

meningkat. Keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa demam berdarah dengue

cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. Yang dimaksud

dengan anak adalah seseorangyang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata diantara anak laki-laki dan

perempuan. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue

Shock Syndrome menunjukkan angka kematian lebih tinggi daripada laki-laki.

c. Jumlah Trombosit

Penurunan jumlah trombosit atau trombositopenia pada umumnya terjadi

sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah

trombosit dibawah 100.000/UI, biasanya dapat dijumpai pada antara hari ketiga sakit

sampai hari ketujuh. Apabila diperlukan pemeriksaan trombosit perlu diulangi setiap

(54)

d. Kadar hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada demam

berdarah dengue, merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

Hemokonsentrasi dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

e. Lama perawatan

Lama perawatan penderita demam berdarah dengue di rumah sakit tergantung

derajat saat mulai masuk sampai keluar rumah sakit.

f. Keadaan saat pulang

Keadaan saat pulang penderita demam berdarah dengue dikelompokkan atas :

1. Sembuh : nilai trombosit meningkat, tidak demam selama 24 jam tanpa

pemberian antipiretik, nafsu makan membaik, Ht stabil.

2. Pulang atas permintaan sendiri : penderita DBD atau keluarga penderita DBD

meminta pulang atau keluar dari rumah sakit dengan permintaan sendiri tanpa

rekomendasi dari dokter, walaupun keadaan pasien belum stabil.

3. Meninggal : penderita sudah tidak dapat tertolong. Biasanya ini dikarenakan

penanganan yang terlambat.

g. Kecepatan Dirujuk ke Rumah Sakit

Kecepatan dirujuk ke rumah sakit di indikatorkan dengan lama demam di rumah.

Demam merupakan keluhan utama pada semua penderita demam berdarah dengue

(100%). Lama demam sebelum dirujuk ke rumah sakit, sehingga mendapatkan

(55)

pengaruh kecepatan dirujuk ke Rumah sakit terhadap kecepatan kesembuhan

penderita demam berdarah dengue.

h. Derajat Demam Berdarah Dengue

Derajat demam berdarah dengue adalah tingkat keparahan yang dialami oleh

penderita demam berdarah dengue, yang di kategorikan menjadi derajat demam

berdarah dengue 1,2,3, dan 4 menurut Melani (1992), salah satu yang mempengaruhi

berat ringannya penyakit adalah derajat demam berdarah dengue, semakin tinggi

(56)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Kesembahan Penderita DBD

UMUR

HEMATOKRIT

TROMBOSIT

JENIS KELAMIN

KECEPATAN KESEMBUHAN PENDERITA DEMAM

BERDARAH

ANALISIS REGRESI COX

LAMA RAWAT

DERAJAT DBD

(57)

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan umur, jenis kelamin, derajat demam berdarah dengue, trombosit,

hematokrit, keadaan saat pulang, dan lama rawat terhadap lama sembuh penderita

demam berdarah dengue.

2. Ada pengaruh umur, jenis kelamin, derajat dmam berdarah dengue, trombosit,

hematokrit, keadaan saat pulang, dan lama rawat terhadap lama sembuh penderita

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu penelitian tanpa ada melakukan

intervensi atau perlakuan terhadap objek yang diteliti. Tipe penelitian analitik yaitu

menguji hubungan sebab akibat, dengan studi crossectional. Menurut tujuannya

adalah penelitian terapan pada data sekunder karena menggunakan analisis data

survival dan regresi cox (Erlina, 2011). Dan pada penelitian ini penulis

menggunakan penyensoran jenis I sebelah kanan karena peneliti memulai penelitian

saat munculnya demam hingga 7 hari demam yang di alami pasien.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Medan karena belum

pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kesembuhan

penderita demam berdarah dengue sebelumnya dan dengan pertimbangan bahwa di

Rumah Sakit Muhammadiyah Medan terdapat data yang dibutuhkan tentang

penderita demam berdarah dengue. Penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan

data rekam medis mulai dari Januari 2011 hingga Desember 2013.

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh data penderita demam berdarah yang dirawat

(59)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh data pasien rawat inap demam berdarah dengue di Rumah Sakit Muhammadiyah, mulai dari Januari 2011 sampai Desember

2013. Sampel penelitian yang diambil adalah pasien yang memiliki data rekam medis

yang lengkap yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, yaitu sebanyak

170 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data penderita demam

berdarah dengue yang diperoleh dari rekam medis RS. Muhammadiyah tahun 2013.

3.5 Definisi Operasional

1. Kecepatan kesembuhan penderita demam berdarah dengue adalah probabilitas

kecepatan pasien selama masa pengamatan, sejak didiagnosa menderita demam

berdarah dengue sampai 7 hari setelah munculnya demam. Pada akhir penelitian

dilihat status pasien apakah terjadi event atau tidak

0. = Sensor

1. = Event

Event adalah kejadian sembuh pada penderita demam berdarah dengue selama

dalam waktu pengamatan

Sensor adalah kejadian yang bukan merupakan event terjadi pada waktu

pengamatan, yaitu pasien masih sakit pada akhir penelitian, pasien

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Kesembahan Penderita DBD
Tabel 4.1 Ukuran Statistik Lama Rawat Inap Penderita Demam Berdarah
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Penderita Demam Berdarah Dengue di
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Trombosit Penderita Demam Berdarah Dengue
+7

Referensi

Dokumen terkait

PREDIKSI BANYAKNYA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SURAKARTA DENGAN MODEL REGRESI SPASIAL LAG.. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor fisik lingkungan rumah dan karakteristik penderita terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah

Untuk mengurangi angka kematian akibat DBD, maka penelitian ini akan memodelkan waktu survival pasien penderita DBD yang dirawat di RSU Haji Surabaya dengan faktor-faktor

RSU Haji Surabaya adalah salah satu Rumah Sakit yang dituju oleh penderita DBD di Surabaya, sehingga dilakukan analisis survival dengan regresi Cox terhadap

RSU Haji Surabaya adalah salah satu Rumah Sakit yang dituju oleh penderita DBD di Surabaya, sehingga dilakukan analisis survival dengan regresi Cox terhadap

RSU Haji Surabaya adalah salah satu Rumah Sakit yang dituju oleh penderita DBD di Surabaya, sehingga dilakukan analisis survival dengan regresi Cox terhadap

Untuk mengurangi angka kematian akibat DBD, maka penelitian ini akan memodelkan waktu survival pasien penderita DBD yang dirawat di RSU Haji Surabaya dengan faktor-faktor

RSU Haji Surabaya adalah salah satu Rumah Sakit yang dituju oleh penderita DBD di Surabaya, sehingga dilakukan analisis survival dengan regresi Cox terhadap faktor-faktor usia,