• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein Urin Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein Urin Normal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein Urin Normal

Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk mendukung proses ultrafiltrasi dan menahan hampir semua protein dalam plasma. Dinding kapiler terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan endotel dengan lubang-lubang (fenestra), pada permukaan dilapisi hydrated gel yang mengandung glikoprotein polianionik, diameter 60-79 nm, lapisan tengah adalah membrana basalis terdiri dari jaring-jaring fibril sub-endotel (lamina rara interna), lamina densa dan jaring-jaring fibril sub-epitel (lamina rara eksterna), dan lapisan luar adalah lapisan epitel yang menghadap kapsula Bowman yang menempel pada membrana basalis dan mempunyai tonjolan-tonjolan plasmatik membentuk celah.(16,17,27)

(2)

Membrana basalis merupakan glikoprotein bermuatan listrik yang menghalangi molekul bermuatan negatif seperti albumin melalui dinding kapiler glomerulus.(16,17)

Oleh karena dinding kapiler glomerulus bersifat selektif terhadap muatan dan ukuran maka hanya sebagian kecil albumin, globulin dan protein plasma lainnya yang dapat melintas. Protein yang ada dalam urin pada penyakit ginjal merupakan campuran albumin dengan globulin. Bila ada kerusakan pada glomerulus akan dijumpai albumin sebagai protein utama.(11,16,17,27,28,29)

2.2 Proteinuria

(3)

Proteinuria dapat dipakai untuk mengukur hasil pengobatan dan dapat dipakai sebagai target penatalaksanaannya.(20)

Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Adanya protein di dalam urin sangatlah penting, dan memerlukan pemikiran lebih lanjut untuk menentukan penyebab/penyakit dasarnya. Adapun prevalensi proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.(31)

Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya di atas 150 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit di atas nilai normal. Dikatakan proteinuria masif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin.(31)

Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul di dalam urin. Ini disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu :

1. Filtrasi glomerulus

(4)

2.2.1 Definisi Proteinuria

Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin orang dewasa yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.

Dalam keadaan normal, protein di dalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional. Urin normal mengandung hanya sedikit protein, kurang dari 10 mg / dl atau 150 mg/24 jam. Ada juga kepustakaan yang menuliskan bahwa protein urin masih dianggap fisiologis jika jumlahnya kurang dari 200 mg/hari pada dewasa (pada anak-anak 140 mg/m2).(21,31,32,33,34,35)

2.2.2 Patofisiologi Proteinuria

Pada keadaan normal selektifitas muatan listrik dan ukuran dari dinding kapiler glomerulus akan mencegah protein ( albumin, globulin dan molekul protein plasma yang besar ) melewatinya. Membran glomerulus mengandung komponen muatan negatif, yang dapat menyebabkan penurunan filtrasi dari substansi anionik seperti albumin. Protein adalah bermuatan negatif dan hampir seluruhnya dihambat oleh dinding sel glomeruli. Protein mengalami filtrasi di membran glomerulus melalui seleksi perbedaan berat molekul dan muatan listrik.(18,36)

(5)

Hiperglikemia merupakan faktor resiko utama terjadinya proteinuria karena dapat meningkatkan tekanan intraglomerular.(37) Hiperglikemia dapat merubah selektifitas perbedaan muatan listrik pada dinding kapiler glomeruli dan menyebabkan peningkatan permeabilitas. Pada ginjal yang sehat 99% albumin yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali di tubulus. Heparan sulfat merupakan molekul utama di membran glomerulus yang bermuatan negatif dan disintesis didalam endotel sel mesangial dan sel myomedial. Setelah mengalami sulfasi di dalam alat Golgi, Heparan Sulfat Proteoglikan ini akan masuk ke dalam matriks ekstraselular dari glomerulus dan arteri besar. Pada glukosa darah tidak terkontrol terjadi inhibisi enzim N-deacetylase yang berperan pada sintesa heparan sulfat akibat penurunan sintesa heparan sulfat, maka muatan negatif glomerulus berkurang sehingga protein yang bermuatan negatif lolos ke urin.(37,38)

2.3 Protein Urin 24 jam

(6)

perubahan konsentrasi yang terjadi oleh karena variasi diurnal, ada juga perubahan akibat aktifitas sehari-hari seperti exercise, makanan (proteins intake) dan metabolisme tubuh, oleh karena itulah pemeriksaan urin 24 jam merupakan gold standard.(18,21)

Untuk mendapatkan hasil spesimen yang akurat, pasien harus memulai dan mengakhiri periode pengumpulan urin dengan kandung kemih yang kosong. Sebelumnya pasien harus diberitahu untuk memulai mengumpulkan urin pada waktu atau jam yang telah ditetapkan dengan membuang urin pertamanya lebih dulu ke toilet dan kemudian menampung semua urin yang dikemihkan untuk dikumpulkan sampai 24 jam kemudian, sampai tepat pada jam yang sama sejak dikumpulkan.(21)

Perlu mempersiapkan pasien dengan instruksi tertulis dan menjelaskan prosedur pengumpulan urin, dengan menyiapkan wadah yang tepat.(21)

(7)

2.4 Kreatinin

Kreatinin adalah produk katabolisme dari keratin fosfat yang ada di dalam otot. Hasil katabolisme tersebut memiliki nilai yang konstan dalam tiap individu setiap harinya. Kreatinin sangat bergantung dari massa otot. Secara kimiawi, kreatinin merupakan derivat dari kreatin. Biosintesis kreatin sendiri juga berasal dari glisin, arginin, dan metionin. Pemindahan gugus guanidino dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa guanidoasetat (glikosiamina), berlangsung di dalam ginjal dan tidak terjadi di hati atau otot jantung. Sintesis kreatin diselesaikan lewat reaksi metilasi guanidoasetat oleh senyawa S-adenosilmetionin di hati. Kreatinin dikeluarkan peredarannya dari darah oleh ginjal. Hampir tidak ada sama sekali reabsorpsi kreatinin yang dilakukan ginjal. Jika filtrasi yang dilakukan glomerulus berkurang maka kadarnya di darah akan tinggi. Sehingga kadar kreatinin di darah dan urin dapat dipakai untuk menghitung creatinine clearance, sekaligus GFR (Glomerulus Filtration Rate).(40)

(8)

kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari. Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun demikian, sebagian(16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (enteric cycling ). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan metilguanidin. .(41,42,43)

(9)

Metode pemeriksaan kreatinin urin adalah Enzimatic colorimetric. Referens interval : ekskresi kreatinin urin normal adalah 14-26 mg / kg / hari atau ( 124-230 umol / kg / hari ) pada laki-laki, dan 11-20 mg / kg / hari atau ( 97-177 umol / kg / hari ) pada wanita. (27)

2.5 Protein Creatinine Ratio (PCR) Urin

Belakangan ini beberapa laporan penelitian telah menulis tentang pemeriksaan ekskresi protein urin dengan memakai sampel urin sewaktu dengan melakukan pengukuran antara protein dengan konsentrasi kreatinin dan membandingkan sampel urin 24 jam sebagai gold standard. Adapun alasan digunakan format PCR untuk memperbaiki masalah variabilitas volume dan konsentrasi urin. National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) merekomendasikan pemeriksaan penunjang ratio protein terhadap kreatinin dengan urin pertama pada pagi hari atau urin sewaktu pada semua pasien PGK.(19,23,45)

(10)

Roger A. Rodby,MD dkk dari George Washington University, Washington, DC tahun 1995 melakukan penelitian, bahwa pengukuran PCR dapat digunakan untuk memprediksi proteinuria pada pasien ND.(24)

Ayman M. Wahbeh dkk dari University of Jordan tahun 2009 telah membuktikan adanya korelasi yang baik antara PCR dan ekskresi protein urin 24 jam pada pasien ND.(25)

Derhaschnig dkk tahun 2002 melakukan penelitian terhadap pasien hipertensi, ditemukan PCR dengan sensitivitas 87.8%, spesifisitas 89.3%, positif prediktif value (PPV) 29.3% dan negatif prediktif value (NPV) 96.2%.(26)

Nahid Shahbazian dkk dari Imam Khomeini Hospital, University of Medical Sciences, Ahwaz, Iran tahun 2008 melaporkan bahwa adanya korelasi yang significant antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam pada wanita dengan preeclampsia (P< 0.001).(47)

Leanos-Miranda dkk tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam pada pasien wanita hamil dengan hipertensi. (P < 0.001).(48)

(11)

2.6 Nefropati Diabetik

Penyakit ginjal diabetik atau yang lebih dikenal sebagai Nefropati Diabetik adalah merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan adanya mikroalbuminuria persisten, proteinuria, peningkatan tekanan darah dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Keadaan ini dialami hampir sepertiga pasien diabetes dan terjadinya secara kronik tapi progresif. Hal ini akan berhubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular, retinopati dan neuropati. Kejadian ini berlangsung bertahun sesudah seseorang menderita diabetes dan gagal ginjal akan terjadi sesudah 20-30 tahun.(6) Kecenderungan menjadi Nefropati Diabetik dipengaruhi oleh faktor genetik, etnik, gender dan usia pada onset diabetes.(6,50)

2.6.1 Definisi Nefropati Diabetik

Pada umumnya Nefropati Diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien Diabetes Mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24 jam ) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(50)

Nefropati Diabetik adalah salah satu komplikasi mikroangiopati (retinopati dan neuropati) pada Diabetes Melitus tipe1 dan tipe 2.(51,52)

(12)

2.6.2 Proteinuria pada Nefropati Diabetik

Walaupun proteinuria mempunyai peranan sebagai petanda adanya kerusakan akibat penyakit ginjal, akan tetapi sebenarnya lebih dari itu, akibat peran proteinuria yang nefrotoksik. Pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran sebagai petanda dan prediktor progresivitas gagal ginjal pada DM. Banyaknya proteinuria berkorelasi dengan besarnya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Pada penelitian Modified Diet in Renal Disease (MDRD) didapatkan bahwa ekskresi protein yang semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya penurunan LFG.(20)

(13)

organ lain misalnya mikroaneurismata dari pembuluh darah retina, neuropati dan lain-lain.(51)

Kapan kelainan ginjal (nefropati) ini muncul pada seorang pasien diabetes mellitus? Penelitian epidemiologi klinik menunjukkan, nefropati baru terjadi setelah 20 tahun menderita intoleransi glukosa pada diabetes mellitus tipe dewasa dan 14 tahun pada tipe yuvenil.(51)

2.6.3 Patogenesis Nefropati Diabetik

Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.(50)

(14)
[image:14.595.108.518.250.508.2]

Patogenesis terjadinya Nefropati Diabetik sebenarnya sangat kompleks, akan tetapi dapat dikelompokkan dalam 3 faktor utama yang memegang peranan penting dan saling interaksi satu sama lainnya, yaitu faktor genetik, metabolik dan hemodinamik.(6)

Gambar 1. Patogenesis Nefropati Diabetik. (Disadur dari Cooper ME, Gilbert RE :

Pathogenesis, Prevention and Treatment of Diabetic Nephropathy, 2003)

2.6.4 Tahapan Nefropati Diabetik

Sequen perjalanan klinik alamiah ND oleh Mogensen meliputi 5 tahapan gangguan fungsi ginjal dimulai dengan hiperfiltrasi dan hipertropi, mikroalbuminuria (nefropati insipien). proteinuria (overt nefropati) dan gagal ginjal. Perjalanan klinik dan keterlibatan ginjal pada DM, lebih jelas diterangkan pada tipe 1 dari pada tipe 2.

Metabolik Genetik Hemodinamik

Glukosa

Advanced glycation

Protein

Kinase C b2

Hormon-hormon vasoaktif (mis. Angiotensin II, endotelin)

Aliran/ tekanan

Sitokin

Transformin Vascular

Growth Endothelial

Factor β Growth Factor

Extracellular matrix (ECM) cross-linking

ECM ↑ Permeabilitas

pembuluh darah ↑

(15)

Tahap 1 : Fase awal terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal. LFG dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

Tahap 2 : Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, berlangsung 5-15 tahun. LFG tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Mulai terjadi perubahan histologi awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik dan peningkatan matriks mesangial.

Tahap 3 : Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. LFG meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin (Urine Albumin Excretion Rate = UAER) 30-300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

Gambar

Gambar 1.  Patogenesis Nefropati Diabetik. (Disadur dari Cooper ME, Gilbert RE :

Referensi

Dokumen terkait

Olahraga renang paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan karena pada saat berenang hampir semua otot tubuh bergerak, sehingga kekuatan otot meningkat. Olahraga

Aspek yang kedua dari postur tubuh yang memberikan kontibusi atas gangguan WMSDs adalah posisi dari leher dan pundak yang tetap. Otot di pundak dan leher akan senantiassa

Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang memiliki badan terlalu gemuk, semakin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh, dan otot

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah protein terdapat di otot,

Enzim Serum Glutamat Oxaloasetat Transaminase (SGOT) terdapat dalam sel-sel organ tubuh, yang terbanyak pada otot jantung, kemudian sel- sel hati, otot ginjal dan pankreas. Bila

Adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh tetapi peroksida tidak terbentuk jika minyak mengandung bahan

Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: perubahan sedikit demi sedikit dengan pembentukan kapiler

Asam-asam lemak esensial adalah asam lemak yang sangat diperlukan oleh tubuh dan tidak dibiosintesis oleh tubuh, tetapi hanya dapat diperoleh lewat makanan sama halnya dengan