• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

Kesesuaian lahan kelapa sawit pada umumnya yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit adalah tanah marginal, yang memiliki kesuburan fisik dan kimia yang rendah, bahkan perluasan areal penanaman kelapa sawit juga dilakukan pada ketinggian tempat lebih dari 600 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman kelapa sawit dibudidayakan, tumbuh dan berkembang baik pada daerah tropis antara altitude 130 Lintang Utara sampai 120 Lintang Selatan, utamanya di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Sesuai hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2004) dikemukakan bahwa berdasarkan survey kesesuaian lahan khusus di Sumatera Utara, evaluasi klimatologi dan analisis finansial telah dimungkinkan areal dengan ketinggian antara 600 – 850 m dpl untuk ditanam kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei kesesuaian lahan khusus tersebut ditunjukkan bahwa secara teknis berdasarkan syarat tumbuh, areal dengan ketinggian tersebut termasuk kelas lahan S3. Pengembangan kelapa sawit di Sumatera Utara, pada daerah dengan ketinggian > 400 meter di atas permukaan laut, banyak dijumpai permasalahan seperti mutu buah yang kurang baik, penyakit busuk tandan buah, produktivitas yang rendah, rendahnya persentase rendemen minyak dan rendahnya kandungan karoten (Listia dkk, 2015).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lain :

(2)

5 Table 2.1 Kesesuaian Lahan

Kelas S1 ( Sangat Sesuai ) Lahan tidak mempunyai faktor berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (Cukup Sesuai ) Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 (Sesuai Marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang

berat, dan factor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N ( Tidak sesuai ) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

(Sumber: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre , 2007) Berikut adalah tabel lingkungan tumbuh kelapa sawit berdasarkan kesesuaian lahan S1, S2, S3 , dan N.

(3)

6

Tabel 2.2 Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Berdasarkan Kesesuaian Lahan S1, S2, S3 dan N.

No Deskripsi S1 S2 S3 N1 1 Letak dan tinggi

tempat 0-400 0-400 0-400 0-400 2 Bentuk Wilayah: Topografi Datar berombak Bergelomban g Berbukit Curam Lereng 0-15 16-25 25-26 >curam Penggenangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit Drainase Baik Sedang Agak

terhambat Terhambat 3 Tanah : Kedalaman/solum >80 cm 80 cm 60-80 cm <60 cm Bahan organic 5-10 cm 5-10 5-10 cm <5 cm Tekstur Lempung, lempliat Liat berpasir liat Pasir, debu berlempung Liat berat, berpasir Batuan <3 3-15 15-40 <40 dam >40 Penghambat% >80 60-80 50-60 40-50 Kedalaman air tanah 5-6 4,5-5 4-4,5 <3 dan >7 pH 4 Iklim : Curah hujan 2000-2500 1800-2000 1500-1800 <1500 Deficit air 0-150 150-250 250-400 >400 Temperature (°) 22-26 22-26 22-26 22-26 Penyiraman (jam) 6 6 6 <6 Kelembaban 80 80 80 80 Angina Sedang Sedang Sedang Kencang Bulan kering 0 0-2 2-3 3

(4)

7 2.2 Topografi

PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi dengan letak geografis areal lahan 2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur (BT), dengan ketinggian 700 – 867 m dpl. Pada kebun Marjandi ini mengalami Keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit, keberhasilan ini ditentukan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor lahan (tanah dan iklim). Faktor tanah khususnya, sebagai medium tumbuhnya tanaman kelapa sawit memiliki sifat-sifat yang kompleks. Pengungkapan faktor tersebut untuk keperluan pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui survei dan pemetaan tanah yang akan menghasilkan informasi lengkap mengenai karakteristik tanah/lahan (Santoso,dkk. 2006)

Mengingat berdasarkan syarat pertumbuhan kelapa sawit PPKS, Perkebunan kelapa sawit masih berada pada ketinggian maksimal 400 m dpl. sedangkan penelitian lain menyatakan ketinggian wilayah maksimal -500 m dpl sampai 600 m dpl. Perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara IV dikabupaten Simalungun secara umum berada pada ketinggian diatas 600 m dpl. Adapun luas areal kebun Marjandi adalah :

Tabel 2.3 Luas areal berdasarkan ketinggian (mdpl)

Kebun Luas (ha) berdasarkan ketinggian m dpl Total luas 700- 750 750-800 800-850 850-900

Marjandi 550,82 648,02 275,41 16,20 1.490,45 (Santoso,dkk. 2006)

Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 1994- 2003, rata-rata curah hujan dan hari hujan, defisit air dan pengelompokan iklim menurut Scmidth dan Ferguson untuk kebun Marjandi adalah :

(5)

8 Tabel 2.4 Kondisi iklim

Kebun CH (mm/thn) HH Defisit air (mm/thn)

Marjandi 2488 150 11

(Santoso,dkk.2006)

Bentu wilayah (topografi) kebun Marjandi mempunyai bentuk wilayah berombak-bergelombang (8 – 15%). Tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Andic Dystrudeprs yaitu dengan tekstur lempung liat berpasir. strukrur tanah gumpal bersudut, drainase agak terhambat, kandungan baruan <30°, kedalaman efektif tanah >100 cm, pH 4.6 - 5.9.

Jenis tanah dengan variasi ketinggian tempat dan bentuk wilayah (topografi) akan menghasilkan satuan peta tanah (SPT) yang berbeda untuk keperluan analisis kelas kesesuaian lahan. Tanah yang masuk dalam klasifikasi tanah Andisols ataupun bukan tanah Andisols tetapi punya sifat andic (andic ptoperties) mempunyai sifat kimia mengikat unsur P (retensi P) oleh mineral-mineral amorf (bermuatan tidak tetap sebagai penciri sifat andik). Sedangkan sifat fisika tanah yang mempunyai sifat yang baik gembur dan mudah diolah. Evaluasi kesesuaiun lahan pada areal di atas 600 m dpl pada kebun Marjandi, salah satu faktor studi yang menjadi perhatian dalam penentuan kelas kesesuaian lahan pada survei studi kelayakan yang secara umum berada pada ketinggian di atas 600 m dpl (Santoso,dkk. 2006).

2.3 Kriteria Matang Panen Kelapa Sawit

Pemanenan adalah pemotongan tandan buah segar dari pohon hingga pengangkutan ke pabrik (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007).

Kegiatan panen ini memerlukan teknik tersendiri untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Hasil panen utama dari kelapa sawit adalah buah kelapa sawit. Pelaksanaan panen tidak dilakukan secara sembarang, perlu

(6)

9

memperhatikan beberapa kriteria tertentu, sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik.

Komposisi fraksi tandan biasanya ditentukan di pabrik sangat di pengaruhi perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan mutu minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka mutu yang dihasilkan akan jelek.

Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Fauzi, dkk. 2008).

Table 2.5 Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)

Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat

Kematangan 00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah

0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah

1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang 2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I 3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II 4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I 5 Buah dalam juga membrondol, ada

buah yang busuk

Lewat matang II (Sumber : Fauzi, dkk 2008)

2.4 Proses Pengolahan Minyak Sawit

Proses pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit mentah dimulai pada stasiun penerimaan tandan buah segar (TBS) dengan proses pemilihan bahan

(7)

10

baku berdasarkan tingkat kematangan buah sawit sesuai standar pabrik kelapa sawit (PKS) kemudian TBS mengalami proses sterilisasi yang bertujuan untuk mengnonaktivasi enzim lipase yang terdapat pada buah sawit, memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan, melunakkan buah untuk memudahkan proses pelumatan di digester dan prakondisi untuk biji agar tidak mudah pecah selama proses pengepressan dan pemecahan biji (Anonim, 2008).

Proses sterilisasi buah sawit di stasiun sterilizer menggunakan tekanan 3 kg/cm² selama 30 menit dengan temperatur 110-130°C. Tandan buah sawit yang telah direbus lalu dipisahkan dari tandannya melalui proses pembantingan di mesin thresher dan kemudian ekstraksi minyak sawit berlangsung melalui proses pengempaan menggunakan mesin screw press. Proses pemurnian di stasiun pemurnian merupakan stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak dengan fase non-minyak. Minyak sawit yang diperoleh dari stasiun klarifikasi dipompakan ke stasiun pengeringan dengan sistem vakum di mesin vaccum dryer, dimana minyak sawit mentah mengalami pengurangan kadar air hingga 0.02 % dan setelah itu siap dipompakan ke tangki penyimpanan (Ketaren, 2008).

2.5 Minyak Kelapa Sawit

Minyak Kelapa Sawit merupakan minyak atau lemak yang dapat di makan (edible fat), dan dihasilkan oleh k,alam yang dapat bersumber dari bahan nabati berupa tanaman kelapa sawit (Damanik , 2008).

Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung asam lemaktidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak adalah gliseridayang berbentuk padat pada suhu kamar (Wikipedia, 2017).

(8)

11

Minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%) dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair terdiri dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak nabati inti sawit dan minyak kelapa. (Akbar, 2012)

2.6 Standard Mutu Minyak Kelapa Sawit

Tabel 2.6 Standard Mutu Minyak Kelapa Sawit

Parameter Standard (%)

ALB Golden CPO 2,0% maks

ALB CPO Super _2,5 % maks

ALB CPO non super _3,5% maks

Kadar Air 0,15 % maks

Kadar Kotoran 0,02% maks

DOBI 2,5 min

Bilangan Iodin 51 min

Bilangan Peroksida, mek/kg 5,0 maks

Fe (Besi), ppm 5,0 maks

Cu (tembaga), ppm 0,3 maks

Titik Cair 39-41°C

β – carotene ≥ 500 ppm

(Sumber: PTPN IV : 2009)

2.7 Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit

Minyak merupakan bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang memliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom- atom karbonnya sehingga mempunyai titik leleh yang rendah.

(9)

12

Sifat sifat kimia minyak kelapa sawit meliputi beberapa reaksi penting. Beberapa dari reaksi tersebut dinginkan dan ada reaksi yang tidak diinginkan.

2.7.1 Reaksi Hidrolisis

Ikatan ester dari molekul trigliserida dapat dihidrolisis menjadi asam lemak bebas, sebagian gliserida dan gliserol. Hidrolisa ini terjadi karena adanya air atau kelembaban tinggi dan temperatur tinggi mempercepat hidrolisa dalam asam lemak bebas tinggi.

2.7.2 Reaksi Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak. Atau terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam–asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam–asam lemak bebas. Rancindity terbentuk oleh aldehid bukan oleh peroksida. Jadi kenaikkan peroxida value (PV) hanya indikator dan pering atan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik (Wibowo, 2008)

Bilangan peroksida biasanya pengukuran secara volumetri dengan metode yang telah dikembang oleh Lea. Hal ini bergantung pada reaksi kalium iodida dalam suasana asam dengan mengikat oksigen di ikuti dengan titrasi dari pembebasan iodine dengan natrium tiosulfat, kloroform adalah pelarut yang biasanya digunakan. (Egan, 1981).

Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat dipersingkat periode induktif dari lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hydrogen peroksida dan asam persid dapat memproses oksidasi. Usaha penambahan anti-oksidan

(10)

13

hanya dapat mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi antioksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah besar (Ketaren, 2008)

Oksidasi terjadi selama berbagai taraf pengolahan dan pengangkutan. Beberapa hal yang biasa terjadi dan perlu mendapat perhatian adalah yang berikut:

1. Suhu yang terlampau tinggi dalam pelaksanaan ekstraksi.

2. Kebocoran yang sering terjadi pada alat–alat pengeringan vakum, sehingga minyak dikeringkan pada suhu yang terlampau tinggi dan terbuka bagi udara.

3. Tercampurnya minyak dengan udara sewaktu pemompaan dan sewaktu jatuh kedalam tangki–tangki dimana terjadi turbulensi.

4. Penyimpanan yang terlampau lama pada suhu yang tinggi tanpa adanya alat pendingin. Juga penyimpanan dalam tangki–tangki mengakibatkan meningkatkan kadar Fe, dan kepekaan terhadap pemucatan (bleachability).

5. Minyak Sewaktu dalam pengapalan sering mengalami pemanasan yang terlampau tinggi (Ganda. 1971).

2.8 Perubahan Kimia Akibat Kerusakan Lemak

Proses oksidasi dengan Pembentukan produk dari proses oksidasi. Proses oksidasi dengan cara iradiasi dengan adanya oksigen atau kena oksigen dalam waktu singkat setelah proses iradiasi akan menghasilkan hidroperoksida dan senyawa karbonil. Peroksida tidak terbentuk pada proses iradiasi dalam suasana vakum. Adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh tetapi peroksida tidak terbentuk jika minyak mengandung bahan mengemulsi (misalnya gum ghatti dan dekstrin). Pembentukan peroksida akan bertambah dengan bertambahnya derajat ketidak jenuhan, pembentukan peroksida ini mempunyai kolerasi dengan tipe

(11)

14

dan jumlah radikal bebas dalam lemak. Akumulasi peroksida juga bergantung dari tipe radikal bebas yang dihasilkan, suhu iradiasi dan penyimpanan.

2.8.1 Hidroperoksida

Proses iradiasi dengan adanya oksigen terhadap ester dari lemak jenuh misalnya metil miristat dan metil palmitat, metil oleat serta metil linoleat akan menghasilkan sejumlah kecil peroksida. Peroksida tidak terbentuk pada proses iradiasi dalam suasana vakum. Adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh tetapi peroksida tidak terbentuk jika minyak mengandung bahan mengemulsi (misalnya gum ghatti dan dekstrin). Pembentukan peroksida akan bertambah dengan bertambahnya derajat ketidak jenuhan, pembentukan peroksida ini mempunyai kolerasi dengan tipe dan jumlah radikal bebas dalam lemak. Akumulasi peroksida juga bergantung dari tipe radikal bebas yang dihasilkan, suhu iradiasi dan penyimpanan.

2.8.2 Persenyawaan Karbonil

Persenyawaan karbonil dalam lemak dihasilkan dari proses reaksi dekomposisi hidroperoksida. Persenyawaan karbonil tersebut menyebabkan bau dan flavor yang tidak diingini dalam lemak dan bahan pangan berlemak, bahkan pada proses oksidasi lemak yang intensif akan menimbulkan bau tengik, persenyawaan karbonil juga dapat terbentuk pada proses iradiasi lemak dalam suasana vakum. Menurut Schweigert, persenyawaan karbonil jenuh atau tidak jenuh, berantai pendek atau panjang dapat terbentuk pada proses iradiasi, dibawah pengaruh oksigen (terutama pada lemak yang tidak mengandung air).

2.8.3 Hasil Oksidasi

Hasil Oksidasi Lainnya Selain dari persenyawaan peroksida dan karbonil, dalam lemak juga Terdapat asam karboksilat, dan sejumlah kecil persenyawaan hidroksi, dan persenyawaan berkonjugasi. Persenyawaan tersebut terbentuk akibat radiasi bebas berkonjugasi (conyugated free radical),

(12)

15

sehingga bereaksi dengan zat selain oksigen, dan membentuk persenyawaan kon jugasi yang jumlahnya kadang-kadang lebih besar dari jumlah hidroperoksida. Berdasarkan penelitian Chepault dkk, persenyawaan ini terutama terbentuk dari metil ester asam lemak dengan jumlah atom C (8-12) dan mengandung gugus epoksi. (Ketaren, 2008)

2.9 Faktor-Faktor yang Mempercepat dan Menghambat Oksidasi

Faktor-faktor yang Mempercepat dan Menghambat Oksidasi dapat dilihat pada Tabel 2.8 sebagai berikut :

Tabel 2.7 Faktor-faktor yang Mempercepat dan Menghambat Oksidasi

No Akseptor Dihambat/dicegah

dengan

1 Suhu tinggi Suhu rendah (refrifgrasi)

2 Sinar (UV dan biru) dan ionisasi radiasi (α, β, γ dan x )

Wadah berwarna atau opak, bahan

pembungkus 3 Peroksida (termasuk lemak yang

dioksidasi)

Menghindarkan oksigen

4 Enzim lipoksidase Merebus (blanching)

5 Katalis Fe-organik Anti-oksidan

6 Katalis logam (Cu, Fe dsb) Metal deactivator EOTA, as-sitrat (Sumber : Ketaren, 2008)

2.9.1 Pengaruh Suhu Kecepatan Oksidasi Lemak

Pengaruh ini yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115ºC adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10ºC. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.

(13)

16 2.9.2 Pengaruh Cahaya

Cahaya merupakan akselarator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi tidak jenuh dalam lemak, untuk menghindarinya gunakan bahan pembungkus yang dapat mengabsorpsi sinar aktif yang terbuat dari cellophane berwarna tua yaitu warna biru tua, hijau tua, cokelat tua, atau merah tua.

2.9.3 Katalis Logam

Bahan pangan berlemak pada umumnya mengandung logam dalam jumlah yang sangat kecil. Logam ini biasanya telah terdapat secara alamiah dalam bahan atau sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam bentuk garam kompleks, garam organik maupun garam inorganik. Garamgaram ini biasanya sukar melepaskan secara sempurna dari lemak. Beberapa logam seperti Fe, Cu, Mn, Ni, Co, umumnya mempercepat kerusakan lemak dalam bahan pangan. Hal ini mengakibatkan off flavor yang khas yaitu berbau apek pada konsentrasi di bawah 100 ppm. Fungsi logam sebagai katalisator oksidasi dapat dihambat dengan melepaskan katalis logam dari lemak selama tahap permulaan proses oksidasi dan menambahkan zat penghambat yang kuat ke dalam system autooksidasi akan mencegah oksidasi lebih lanjut (Ketaren 2008)

2.10 Pembentukan Peroksida

Bilangan peroksida menunjukkan derajat oksidasi dari suatu minyak atau lemak, yakni sejauh manakah minyak/lemak tersebut telah mengalami oksidasi. Dibandingkan dengan minyak–minyak nabati lainnya, minyak sawit sesungguhnya agak lebih tahan terhadap kerusakan–kerusakan akibat oksidasi, karena jumlah ikatan–rangkap dari asam lemak tak jenuh

(14)

17

berganda (poly-unsaturated fatty acid atau PUFA) dalam minyak sawit adalah relatif kecil, dan juga karena adanya tocopherol–tocopherol yang berfungsi sebagai anti-oksidan. Anti-oksidan adalah suatu zat yang mempunyai sifat memperlambat permulaan tengiknya minyak, yakni zat tersebut seakan–akan menangguhkan, tetapi bukan mengatasi kerusakan dari minyak. Sifat–sifat melindungi dari anti–oksidan terletak pada mudahnya teroksidasi, sehingga lebih mudah terurai terhadap lemak / minyak, dan menghilang sebelum minyak tersebut, diserang oleh bakteri– bakteri atau jasad–jasad renik lainnya.

Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak. Peroksida mempercepat proses timbulnya bau tengik pada bahan pangan dan minyak goreng. Apabila jumlah peroksida pada bahan pangan dan minyak goreng tersebut melebihi standar mutu maka akan beracun dan tidak dapat dikonsumsi seperti timbulnya gejala diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, deposit lemak tidak normal, kontrol tidak sempurna pada pusat syaraf dan mempersingkat umur (Ketaren, 2008).

Kerusakan minyak tidak dapat dicegah, namun dapat diperlambat dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu :

1. Oksigen, semakin banyak oksigen semakin cepat teroksidasi

2. Ikatan rangkap, semakin banyak asam lemak tidak jenuhnya semakin mudah teroksidasi.

3. Suhu, suhu penggorengan dan pemanasan yang tinggi akan mempercepat reaksi.

4. Cahaya serta ion logam tembaga (Cu2+) dan besi (Fe2+) yang merupakan faktor katalis proses oksidasi.

5. Antioksidan, semakin tinggi antioksi dan ditambahkan semakin tahan terhadap oksidasi.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pengamatan gamb Melalui pengamatan gambar/animasi ar/animasi peserta didik mampu peserta didik mampu menjelaskan pengertian sitem organ menjelaskan pengertian sitem

ia ingin membebaskan diri dari kaki-kaki yang gemar menendang ingin menetap menutup luka badan jalan.. ia ingin jadi ringan di tangan orang-orang yang

Selanjutnya, subjek LFI juga melakukan translasi pada ukuran jari-jari lingkaran, dimana subjek LFI mengungkapkan bahwa jarak antara titik pusat lingkaran ke sisi

Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia terutama dalam lingkup pendidikan tinggi di lingkungan Kopertis Wilayah V Yogyakarta, maka Kopertis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan(P&lt;0.05), terhadap warna keju cottage, tetapi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap,

62,0% yang berarti sebesar 62% sumbangan pengaruh program keselamatan kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan sedangkan sisanya sebesar 38%

Tabel Post Hoc Kadar Vitamin C Dipengaruhi oleh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Madu serta Pretreatment Blanching dan Nonblanching.. Tabel Post Hoc Aktivitas

Kedua, baitulmal menjadi ahli waris jika terorganisasi. Dengan demikian, jika seorang muslim meninggal dunia tidak memiliki ahli waris sama sekali, harta peninggalan