TESIS MAGISTER
GAMBARAN SKRINING DEPRESI
POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM
DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH
POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS)
DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN
RSU DR.PIRNGADI MEDAN
Oleh :
RAHMANITA SINAGA
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN
TIM 5
PEMBIMBING :
Dr. Risman F.Kaban,M.Ked(OG) SpOG
Dr.Dudy Aldiansyah,M.Ked(OG) SpOG
PENGUJI :
1. dr.Rusli.P.Barus,SpOG .K
2. dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K)
3. dr. M.Rhiza.Z.Tala,M.Ked(OG),SpOG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Master Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
“ GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL
DEPRESSION SCALE (EPDS) DI
RSUP H.ADAM MALIK DAN RSU DR.PIRNGADI MEDAN”
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah
saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi
– tingginya kepada yang terhormat :
dan Ginekologi FK-USU Medan; DR.Dr M. Fidel Ganis
Siregar,SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K),
Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan; Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K), Sekretaris
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan, guru-guru besar saya Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG
(K); Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. Dr. Hamonangan
Hutapea, SpOG (K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K);
Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. Dr. T. M.
Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof.
Dr. M. Fauzie sahil, SpOG (K), dan Prof. Dr. Daulat H.
Sibuea, SpOG (K); yang secara bersama-sama telah
berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan
dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
3.
4.
Dr.Risman.F.Kaban,SpOG yang telah memberikan
pengarahan kepada saya dalam melakukan penelitian ini
sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengan
dr. Dudy Aldiansyah, SpOG yang telah meluangkan waktu yang
sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan
melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
Dr.Rusli.P.Barus,SpOG(K); Dr.Syamsul Arifin Nasution,SpOG(K),
Dr.M.Rhiza.Z.Tala,SpOG(K) selaku penyanggah dan
waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan
melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
5.
6.
Dr . M ak m ur Sit e pu, S pO G ( K) sel aku Ba p ak A ngk at
saya s el am a m e nj ala ni m asa pendidikan, yang telah
banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat
yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.
7. Kepada Dr. Surya Dharma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
Dr. Edy Ardiansyah, SpOG(K), selaku pembimbing referat magister saya yang berjudul “Single Port
Laparoscopy Sacrocolpophexy pada Prolapsus
Puncak Vagina”.
8.
9. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan direktur RSU Dr.Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan penelitian saya di program Magister Kedokteran Klinis di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak
membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir
pendidikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi
baik guru-guru saya.
10. Kepada seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat
saya sebutkan namanya satu persatu, Dokter muda,
bidan, paramedik, karyawan / karyawati di Departemen
telah ikut membantu dan bekerja sama dengan saya dalam
menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri
dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam malik.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
Kepada suami saya tercinta Zulfikar Harahap,S.Si saya
ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala kesabaran dan
dukungannya serta tetap mendampingi saya dalam menjalani
pendidikan ini. Teramat khusus kepada buah hatiku tersayang
Ayasha Haura Harahap yang senantiasa menjadi motivasi saya
agar dapat segera menyelesaikan pendidikan ini.
Sembah sujud
serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan
kepada kedua orang tua saya yang sangat saya
cintai, (Alm) Prof. Dr. H. Usul Majadi Sinaga, SpB,
Finacs(K)Trauma dan ibunda saya Dr.Hj.Hotnida
Sitompul,SpPK yang t elah membesarkan, m embimbing,
mendoakan, dan mendidik saya dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang serta menjadi inspirasi dan panutan saya
dari sejak kecil hingga kini.
Terimakasih saya ucapkan kepada mertua saya
dr.H.Ridwan Harahap dan Hj.Yusminar Pasaribu, yang telah
memberikan dorongan, doa dan semangat kepada saya selama
Kepada keempat saudara kandung saya : Febi Sarini
Mariani Sinaga,STP; Rina Hasiani Sinaga,SH,MM; Sartika
Maharani Sinaga,S.Si,Apt; dan Dr.Riana Miranda
Sinaga,SpKK ; terima kasih atas bantuan doa dan dukungan
kepada saya selama menjalani pendidikan .
Kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak
dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak
memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Sem og a A ll ah SW T sen ant ias a m em ber ik a n
r ahm at dan h id a yah- Ny a kepad a kit a semua. Amin ya
Rabbal ‘Alamin.
Medan, Mei 2014
dr. Rahmanita Sinaga
GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL
DEPRESSION SCALE (EPDS) DI RSUP H.ADAM MALIK DAN
RSU.DR.PIRNGADI MEDAN
Rahmanita Sinaga
Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas kedokteran USU
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Lebih dari 80% wanita setelah melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum, yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena kehadiran anak. Wanita dengan tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor,
depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi klinis.
TUJUAN: Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum pada wanita postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.
METODE : Penelitian cross sectional pada wanita postpartum yang melahirkan di RSUP.H.Adam Malik dan RSU.Dr.Pirngadi Medan dan melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik dengan memberikan kuesioner
Edinburgh Postnatal Depresion Scale (EPDS) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2013-April 2014.
HASIL : Sebanyak 26 % wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr.Pirngadi Medan mempunyai kecenderungan depresi. Kecenderungan depresi tersebut terbanyak pada usia dibawah 20 tahun, primiparitas, pendidikan menengah kebawah, penghasilan rendah, dan dengan persalinan spontan.
KESIMPULAN : Sebagian besar wanita yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RS.Dr. Pirngadi Medan tidak cenderung mengalami depresi postpartum. Serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan ibu, paritas, penghasilan keluarga, dukungan keluarga dan pilihan persalinan dengan kecenderungan terjadinya depresi postpartum.
POSTPARTUM DEPRESSION SCREENING IN POSTPARTUM WOMEN USING EDINBURGH POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS) AT
ADAM MALIK AND PIRNGADI MEDAN GENERAL HOSPITAL
Rahmanita Sinaga
Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Obstetric and Gynecology Department
Fakultas kedokteran USU
ABSTRACT
BACKGROUND : More than 80 % of women after childbirth experience some form of postpartum depression symptoms , commonly known as the " baby blues " or sadness because of the presence of children . Women with levels increasing depressive symptoms may be a state of postpartum depression . Unlike minor depression , postpartum depression usually can not be cured without clinical intervention
OBJECTIVE : To determine the postpartum depression screening at postpartum women in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital.
METHODS : A cross sectional study in postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital and repeat visits to the clinic by giving Edinburgh Postnatal Depression Scale ( EPDS ) questionnaire which already translated into Indonesian.This study carried out since August 2013 - April 2014.
RESULTS : A total of 26 % of postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital have a tendency to depression. The most depressive tendencies at age under 20 years , primiparitas , medium to low education , low income , and
with spontaneous labor.
CONCLUSION : Most of the women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital field is not likely to experience postpartum depression . And there is no significant relationship between age , maternal education , parity , family income , family support and delivery options to the likelihood of postpartum depression.
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang...1
1.2. Perumusan Masalah...2
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum...3
1.3.2. Tujuan Khusus...3
1.4. Manfaat Penelitian...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Mood Postpartum...4
2.2 Depresi postpartum 2.2.1. Definisi Depresi Postpartum...5
2.2.2. Prevalensi...7
2.2.3 Etiologi...8
2.2.4 Faktor Resiko Depresi Postpartum ...13
2.2.5 Skrining Depresi Postpartum...21
2.3 Kerangka Teori...33
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian...34
3.2 Tempat dan Waktu Penellitian...34
3.3.Populasi Penelitian...34
3.4. Sampel dan Teknik Sampling...34
3.5. Besar Sampel...35
3.5. Instrumen Penelitian...35
3.6. Variabel Penelitian...35
3.7. Kriteria Restriksi...36
3.8. Prosedur Kerja...37
3.9. Kerangka konsep...37
3.10. Batasan operasional...37
3.11. Alur Penelitian...39
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Data Karakteristik Sampel Penelitian...40
4.3. Analisa Bivariat...43
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...47
5.2 Saran...47
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian…...29
Tabel 4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita Postpartum di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi
pada Agustus 2013- April 2014 …...31
Tabel 4.3 Hubungan Faktor Karakteristik dengan hasil Skrining
Depresi Postpartum………...32
DAFTAR SINGKATAN
GABA : Gamma Amino Butyric Acid
GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL
DEPRESSION SCALE (EPDS) DI RSUP H.ADAM MALIK DAN
RSU.DR.PIRNGADI MEDAN
Rahmanita Sinaga
Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas kedokteran USU
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Lebih dari 80% wanita setelah melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum, yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena kehadiran anak. Wanita dengan tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor,
depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi klinis.
TUJUAN: Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum pada wanita postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.
METODE : Penelitian cross sectional pada wanita postpartum yang melahirkan di RSUP.H.Adam Malik dan RSU.Dr.Pirngadi Medan dan melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik dengan memberikan kuesioner
Edinburgh Postnatal Depresion Scale (EPDS) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2013-April 2014.
HASIL : Sebanyak 26 % wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr.Pirngadi Medan mempunyai kecenderungan depresi. Kecenderungan depresi tersebut terbanyak pada usia dibawah 20 tahun, primiparitas, pendidikan menengah kebawah, penghasilan rendah, dan dengan persalinan spontan.
KESIMPULAN : Sebagian besar wanita yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RS.Dr. Pirngadi Medan tidak cenderung mengalami depresi postpartum. Serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan ibu, paritas, penghasilan keluarga, dukungan keluarga dan pilihan persalinan dengan kecenderungan terjadinya depresi postpartum.
POSTPARTUM DEPRESSION SCREENING IN POSTPARTUM WOMEN USING EDINBURGH POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS) AT
ADAM MALIK AND PIRNGADI MEDAN GENERAL HOSPITAL
Rahmanita Sinaga
Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Obstetric and Gynecology Department
Fakultas kedokteran USU
ABSTRACT
BACKGROUND : More than 80 % of women after childbirth experience some form of postpartum depression symptoms , commonly known as the " baby blues " or sadness because of the presence of children . Women with levels increasing depressive symptoms may be a state of postpartum depression . Unlike minor depression , postpartum depression usually can not be cured without clinical intervention
OBJECTIVE : To determine the postpartum depression screening at postpartum women in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital.
METHODS : A cross sectional study in postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital and repeat visits to the clinic by giving Edinburgh Postnatal Depression Scale ( EPDS ) questionnaire which already translated into Indonesian.This study carried out since August 2013 - April 2014.
RESULTS : A total of 26 % of postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital have a tendency to depression. The most depressive tendencies at age under 20 years , primiparitas , medium to low education , low income , and
with spontaneous labor.
CONCLUSION : Most of the women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital field is not likely to experience postpartum depression . And there is no significant relationship between age , maternal education , parity , family income , family support and delivery options to the likelihood of postpartum depression.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kelahiran seorang anak merupakan suatu saat yang sangat
membahagiakan pada hampir setiap orang. Beberapa beranggapan
pasca melahirkan merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan, dan
merupakan masa dimana wanita beresiko tinggi untuk mengalami
gangguan mood, bahkan stres fisik dan emosional menyebabkan suatu
keadaan cemas hingga depresi.1 Lebih dari 80% wanita setelah
melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum,
yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena
kehadiran anak.Gejala depresi yang ringan ini seringnya bersifat
sementara dan menghilang tanpa pengobatan. Namun 7 sampai 26 %
wanita, mengalami peningkatan gejala depresi, menetap untuk waktu
yang lama dan membutuhkan pengobatan khusus. Wanita dengan
tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu
keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor (baby blues),
depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi
klinis.2,3 Di Negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 5-25%.
Secara garis besar, terdapat tiga hal yang berhubungan dengan
terjadinya depresi postpartum, antara lain masalah pernikahan dan
kurangnya dukungan sosial, masalah kehamilan dan kelahiran, serta 4
termasuk hal-hal seperti status sosial ekonomi, kehamilan yang tidak
diinginkan, status pernikahan, hubungan suami istri, stres selama
kehamilan hingga menyusui. Namun perlu diingat dan diperhatikan
bahwa faktor resiko terjadinya depresi postpartum ini tidak berdiri sendiri.
Studi genetik dan biologi terhadap gangguan mood menyimpulkan bahwa
depresi postpartum merupakan penyakit yang kompleks, dan meskipun
individu memiliki genetik atau predisposisi untuk menjadi depresi, tetapi
pasti terdapat pengalaman hidup atau faktor lingkungan sekitar yang
mencetuskan terjadinya penyakit ini.
Meskipun tingkat kejadian depresi postpartum bervariasi tergantung
dengan jumlah populasi dan tipe instrumen serta waktu pengukuran
dilakukan, depresi postpartum kini menjadi gangguan utama pada wanita
setelah melahirkan. Berdasarkan sejumlah besar wanita yang terkena,
dan efek yang secara potensial merugikan dari depresi postpartum yang
tidak diobati dapat menyebabkan pembunuhan anak dan bunuh diri. Dari
keadaan ini, saya merasa perlu membahas dan meneliti secara
komprehensif mengenai depresi postpartum dan mengingat data-data
tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi
Medan belum ada.
6
1.2. Perumusan Masalah
Belum ada data tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam Malik
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan skrining depresi postpartum pada wanita yang
melahirkan di RS H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum
berdasarkan faktor karakteristik pada wanita postpartum di
RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.
1.4. Manfaat Penelitian.
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha pencegahan
dan mengatasi depresi postpartum segera dengan meningkatkan
edukasi dan informasi pada ibu yang melakukan antenatal care dan
postnatal care di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pingadi Medan.
b.Sebagai deteksi awal gejala depresi postpartum sehingga dapat
ditindaklanjuti segera
c. Sebagai data dasar tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan Mood Postpartum
Terdapat tiga gangguan mood yang biasanya terjadi setelah
kelahiran bayi, antara lain : (1) postpartum blues ; (2) depresi postpartum ;
(3) psikosis postpartum. Diperkirakan lebih dari 85% wanita postpartum
akan mengalami postpartum blues.6 Mood yang berfluktuasi cepat,
perasaan yang penuh dengan kesedihan, mudah tersinggung, dan cemas
merupakan gejala yang sering terjadi. Puncak gejala terjadi pada hari
keempat dan kelima setelah persalinan dan bertahan selama beberapa
hari, tetapi secara umum waktunya terbatas dan dengan spontan
mengalami remisi pada 2 minggu pertama postpartum. Gejala-gejala
baby blues tidak mempengaruhi kemampuan fungsional ibu dan menjaga bayinya. Wanita dengan gejala mudah marah dan bertahan lebih dari 2
minggu harus dilakukan skrining terjadinya depresi postpartum.
Sedangkan psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum
yang terberat. Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita
setelah persalinan. Wanita yang paling beresiko tinggi adalah yang
memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum
sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis,
secepatnya terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada
umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum. Kondisinya berupa
episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan
perilaku yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan
dengan anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan
atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran yang
menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak. 7
2.2. Depresi Postpartum
2.2.1. Definisi Depresi Postpartum
Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat
yang terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi . Depresi
postpartum mungkin muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan
sebagian mengatakan kurang dari 12 bulan pertama postpartum.
Manifestasinya berupa menangis, insomnia, depresi, kelemahan, cemas,
tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk. bisa saja mengalami gejala
yang ringan, sedang ataupun berat. Berdasarkan atas Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), depresi
postpartum bukan merupakan wujud yang terpisah, melainkan bagian dari
spektrum depresi mayor, yang terkode dengan suatu modifikasi terhadap
onset postpartum. DSM-IV memutuskan bahwa onsetnya harus sekitar 4
Sinopsis Kriteria DSM –IV terhadap Episode Depresi Mayor, dengan
onset postpartum
___________________________________________________________ 3,10,11
1. Pasien harus memiliki sedikitnya satu
• Penurunan mood, atau
dari hal berikut selama
periode waktu 2 minggu:
• Anhedonia
2. Sedikitnya lima
• Seringkali merasa tertekan, bahkan hampir setiap hari
dari simptom berikut harus muncul dalam interval
waktu 2 minggu :
• Berkurangnya kesenangan atau minat hampir pada semua
aktifitas sehari-hari
• Perubahan selera makan ( ditandai dengan penurunan berat
badan)
• Gangguan tidur (insomnia, hiperinsomia)
• Retardasi psikomotor atau agitasi hampir setiap hari
• Kurangnya energi atau fatique hampir setiap hari
• Perasaan berlebihan terhadap hal yang tidak penting atau
perasaan bersalah yang berlebihan atau perasaan tidak
berguna
• Kesulitan untuk berkonsentrasi, atau membuat keputusan
hampir setiap hari
• Seriing berpikir untuk mati, bunuh diri atau rencana untuk
3. Simptom yang muncul menyebabkan gangguan yang signifikan
atau distres dalam sosial, berbicara,atau fungsi hidup sehari-hari
yang penting.
4. “Onset Postpartum Spesifik” jika onset simptom terjadi dalam 4
minggu setelah kelahiran bayi
2.2.2.Prevalensi
Depresi postpartum mepengaruhi sekitar 10-15% dari seluruh ibu
baru, namun dapat lebih tinggi hingga 35% pada kelompok demografi.2,12
Pada negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 5-25%.4 Satu
studi menemukan 19,2% ibu baru yang didiagnosa dengan depresi mayor
atau minor dalam tiga bulan pertama postpartum, 7,1% diantaranya
mengaalami depresi mayor. Pada studi lain dari 214 wanita, 86
diantaranya memiliki gejala depresi (40,2%), tetapi hanya 25 (11,7%) yang
secara nyata didiagnosa sebagai suatu depresi. Survey lainnya
menyebutkan sepertiga wanita yang dinilai dengan batas resiko depresi
pada delapan bulan postpartum, tetap mengalami depresi 12-18 bulan
kemudian, dan hanya 15% yang meminta pertolongan atau dirujuk ke ahli
kesehatan mental. Depresi postpartum jarang terdiagnosa dan menjadi
komplikasi paska kelahiran bayi serta gangguan psikiatri perinatal
tersering, dengan resiko tertinggi pada wanita postpartum tahun
pertama.2,12 Satu penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga kali lipat
peningkatan resiko utuk menjadi depresi pada 3 sampai 6 bulan setelah
2.2.3 Etiologi
Etiologi pasti dari depresi postpartum masih belum jelas, namun
berbagai faktor fisiologis dan psikososial telah diinvestigasi. Berikut
beberapa hal yang diduga menjadi etiologi dari depresi postpartum.
a. Neurobiologi postpartum
Mekanisme biologi dari depresi postpartum dipercaya berhubungan
dengan gangguan depresif mayor. Depresi secara umum merupakan
penyakit dengan integritas sirkuit neuron, yang telah ditunjukkan pada
studi dengan pengurangan volume otak seseorang yang didiagnosa
dengan gangguan depresif mayor. Yang menarik, jumlah volume yang
hilang secara langsung berhubungan dengan lama penyakit. Stres dan
depresi bekerja dengan mengurangi jumlah protein otak yang
mencetuskan pertumbuhan neuron dan formasi sinaps. Dan penyebab
neurobiologi ini berinteraksi dengan kemampuan genetik dan faktor
lingkungan atau psikososial.
2,3,13,14,15,16
Setelah dilahirkanya plasenta pada saat persalinan, kadar estrogen
dan progesteron plasma ibu mulai turun secara cepat. Hormon tersebut
diketahui memiliki efek neural pada konsentrasi yang fisiologis, maka
diduga perubahan kadarnya memiliki efek psikologis. Pada suatu
penelitian pada tikus, stimulasi reseptor GABA pada otak menyebabkan
relaksasi dan tranquiliti,dan mengalami penurunan regulasi selama
kehamilan oleh neurosteroid yang berasal dari progesteron. Pada saat
menarik,tikus dengan reseptor GABA yang rusak, secara signifikan
mengalami gejala depresi postpartum seperti anhedonia. Sebagian
menyebarkan kotorannya, bahkan ada yang memakan sesamanya.
Peneliti menduga bahwa pengobatan dengan agonis reseptor GABA
dapat efektif pada kasus tersebut. Suatu penelitian lain meneliti wanita
yang diberikan dosis tunggal progestin sintetik atau estrogen transdermal
pada 48 jam postpartum, kemudian diskrining dengan EPDS pada saat 4
atau 6 minggu postpartum dan diulangi pada saat 12 minggu postpartum.
Pada kelompok progestin, terdapat peningkatan gejala mood negatif pada
6 minggu postpartum, namun tidak muncul pada saat 12 minggu, jika
dibandingkan dengan plasebo. Sedangkan pada kelompok estrogen,
hanya sedikit gejala depresi yang muncul dibandingkan dengan plasebo.
Sebenarnya kadar estrogen dan progesteron tidak menunjukkan
korelasi langsung yang konsisten terhadap perubahan mood, namun
mungkin saja kalau kadar steroid neuroaktif dipengaruhi oleh kadar
hormon tersebut. Suatu penelitian meneliti hubungan kadar estradiol
pada kehamilan 36 minggu dan saat postpartum, dan dijumpai kadar
estradiol dan estriol yang menurun pada hari 34, 36, dan 38 antepartum
dan hari 1-4, 6 dan 8 postpartum. Mereka juga menemukan kadar estriol
total yang tinggi pada hari 2 dan 3 postpartum pada wanita dengan baby blues. Penelitian lain yang meneliti wanita dengan baby blues dan depresi
postpartum, menemukan kadar estrogen yang sama pada kedua
Penurunan kadar estrogen hingga 100-1000 x selama 3-4 hari
postppartum diduga memiliki hubungan dengan densitas Monoamine
Oxidase A (MAO-A), yaitu suatu enzim yang primer berlokasi di membran
mitokondria luar yang terdeteksi di neuron dan glia dan peningkatannya
diduga berperan dalam episode depresif mayor. Sedangkan progesteron
diduga sebagai pencetus gejala depresi postpartum dan telah diteliti oleh
beberapa kelompok, dimana didapatkan hubungan yang lemah antara
pengurangan progesteron dengan perkembangan depresi postpartum.
Dan sebagian juga menemukan kadar progesteron saliva yang tinggi pada
antepartum dan rendah pada postpartum, namun tidak terjadi pada
kadarnya dalam plasma.
Penelitian terbaru menunjukkan efek mood yang mungkin terjadi
akibat metabolit neuroaktif dan prekursor dari progesteron, seperti
alloprgnanolone,3α,5α-tetrahydoprogesterone (3α,5α-THP), 3α,5α
-tetrahydrodeoxycorticosterone (3α,5α-THDOC), dan banyak lainnya.
Hormon steroid secara klasik bekerja dengan cara berikatan reseptor
intraselluler yang mencetuskan suatu kaskade peristiwa yang
menghasilkan modifikasi transkripsi, yang memberikan efek di kemudian
hari. Steroid neuroaktif dapat mencetuskan efek neurologi dengan cara
berikatan dengan reseptor pada permukaan sel atau channel ion pada
neuron dan membangkitkan eksitabilitas sel. Steroid neuroakktif bekerja
sebagai allosteric modulator pada reseptor γ-aminobutyric acid A
(GABAA), menambah aksi inhibisi reseptor ini yang juga menurunkan
telah diidentifikasi sebagai target dari steroid neuroaktif. Sebagai
tambahan, allopregnanolon bekerja sebagai modulator pelepasan
dopamin sebagai respon perubahan steroid ovarium yang dapat
mempengaruhi neurokimia yang mencetuskan gangguan mood.
Disequilibrum dari steroid neuroaktif diduga menjadi faktor dalam
patofisiologi depresi. Bukti menyatakan bahwa terapi antidepressan dapat
bekerja dengan tingkat modulasi dari steroid neurooaktif. 14
2,14
Pasien
dengan depresi mayor, memiiki kadar 3α,5α-THP dan 3α,5β-THP levels
yang menurun dan kadar 3β,5α yang meningkat. Dan kadar ini kembali
normal jika diikuti dengan terapi antidepresssan. Dampak dari steroid
neuroaktif juga diperiksa dalam hubungannya dengan kadar hormonal
wanita. Kadar 5α-dihydroprogesterone (5α-DHP) secara siginifikan
meningkat pada wanita hamil 27 dan 37 minggu yang mengalami depresi,
dan metabolit progesteron ini tetap tinggi selama 7 minggu postpartum,
b. Gangguan Autoimun
Kondisi fisiologis yang cenderung ke kemarahan setelah kelahiran
bayi bisa berasal dari autoimun. Satu penelitiian menduga bahwa
kemarahan ibu berasal dari paparan ibu terhadap berbagai antigen fetal
selama persalinan. Sebagai contoh,tiroiditis postpartum merupakan suatu
kondisi dengan autoantibodi tiroid yang terdeteksi di plasma diantara 6
minggu hingga 6 bulan postpartum. Hal tersebut terjadi pada 6-9 % wanita
yang tidak memiliki riwayat penyakit tiroid. Pada sebagian kasus, penyakit
ini muncul dengan fase hipertiroid yang diikuti dengan fase hipotiroid, atau
hanya muncul dengan hipertiroidisme atau hipotiroidisme saja. Beberapa
studi telah mencoba untuk menentukan kejadian depresi yang mana yang
berhubungan dengan penyakit tiroid itu sendiri. Belum ada kesimpulan
pasti yang berhasil didapatkan, namun depresi postpartum mungkin
berdasarkan tiroid. 17
c. Gangguan Tidur dan Ritme Sirkardian
Sedikitnya 5 studi sejak tahun 1968 telah menduga bahwa
gangguan tidur dapat menyebabkan depresi postpartum. Ibu baru tidak
selalu dapat tidur ketika mereka membutuhkannya, karena mereka harus
menjaga bayinya. Kecenderungan wanita tersebut untuk menjadi depresi
mungkin disebabkan oleh kelelahan atau fatique. 17
Melatonin adalah hormon tidur yang dihasilkan di kelenjar pineal otak.
Konsentrasinya dalam plasma akan mulai meningkat di sekitar waktu
menurun hingga hampir tidak terdeteksi pada saat bangun. Paparan
terhadap cahaya, terutama cahaya biru dengan panjang gelombang
sekitar 470 nm akan menghambat pelepasan melatonin.
Pada suatu penelitian kecil melaporkan bahwa subjek dengan
depresi postpartum yang menggunakan kacamata dengan lensa
berwarna biru ketika ia bangun di malam hari untuk menjaga bayinya
yang baru lahir, secara signifikan akan sembuh lebih cepat dibandingkan
kontrol dengan depresi postpartum yang tidak menggunakan kacamata.
Hal ini menyimpulkan bahwa gangguan produksi melatonin pada malam
hari merupakan kontributor terhadap depresi postpartum.
2.2.4 Faktor Resiko Depresi Postpartum
Wanita yang paling beresiko tinggi menderita depresi postpartum
adalah yang memilki riwayat depresi, episode depresi postpartum
sebelumnya, atau depresi selama kehamilan. Tekanan hidup seperti
menjaga anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan),
kehamilan yang tidak dinginkan, dan status yang tidak jelas telah
divalidasi sebagai faktor resiko.The National Health and Medical Research
Council (NHMRC) (2000: 50-67) mengelompokkan faktor resiko menjadi
empat kategori berdasarkan pengukuran hubungan bukti yang
mendukung. Empat kategori tersebut antara lain : faktor resiko yang pasti
didapat ( riwayat depresi, depresi selama kehamilan, hubungan
pernikahan, kurangnya dukungan dan kehidupan yang penuh tekanan)
kohort, faktor resiko yang diduga didapat ( riwayat keluarga dengan
kelainan psikosis, karakteristik personal, fungsi kognitif negative,
pengalaman melahirkan dan komplikasi obstetrik, kesehatan infan,
neurotransmitter) dengan persetujuan 40-60% pada setiap penelitian
yang dipublikasikan, faktor resiko yang mungkin didapat ( disfungsi tiroid,
persalinan prematur dan kejahatan seksual pada anak) dengan bukti yang
sangat sedikit atau temuan yang meragukan, faktor proteksi (
penghargaan diri, dukungan yang meningkat) membutuhan investigasi
lebih lanjut 18,19
Lebih dari seperempat semua wanita mengalami Episode Depresif
Mayor semasa hidupnya, dengan puncak insidensi terjadi selama usia
reporduksi (American psychiatric Association, DSM-IV-TR, 2000).
Terdapat badan penelitian substansial yang memeriksa faktor-faktor
terkait dengan perkembangan depresi postpartum. Sayangnya, banyak
penelitian ini telah memiliki keterbatasan metodologi (seperti sampel kecil)
dan begitu saja, kesimpulan definitive mengenai faktor-faktor risiko dalam
onset depresi postpartum tidak dapat ditarik dari data-data tersebut.
Dalam ulasan penelitian tahun 2005 menyimpulkan penelitian dengan
karakteristik metodologi kuat dan mengusulkan pemeriksaan faktor-faktor
risiko dalam hal prediktor sedang sampai kuat, sedang, dan lemah. Dalam
ulasan mereka, mereka menyajikan ukuran efek dengan jumlah yang lebih
tinggi yang mencerminkan lebih kuatnya hubungan dan ukuran efek
negatif yang mengindikasikan adanya hubungan terbalik. Prediktor
gangguan psikiatrik lainnya. Kemudian resiko sedang-berat yaitu
kurangnya dukungan sosial dan adanya tekanan hidup seperti perceraian,
pengangguran, kematian orang yang disayangi, kekerasan masa kecil,
konflik pernikahan, dan kekerasan lainnya. Yang menjadi resiko sedang
adalah kepribadian ibu. Selanjutnya yang juga menjadi faktor resiko
depresi postpartum namun hanya memiliki sedikit efek yaitu riwayat
keluarga dengan gangguan psikiatrik, status sosialekonomi, faktor
obstetrik seperti persalinan dengan seksio sesarea, serta komplikasi
kehamilan lainnya, etnis,dan usia. 3,19,20
Penelitian juga telah membuktikan adanya hubungan antara
masalah maternal dan medis fetus dan onset depresi postpartum.
Khususnya, ibu-ibu yang mengalami peningkatan gejala klinis fisik (seperti
sakit kepala, nyeri punggung dan perdarahan per vaginal), memiliki
keterbatasan dalam fungsi secara fisik (seperti mandi dan memberi bayi
makan), dan dilaporkan memiliki bayi yang menyusahkan, lebih cenderung
memiliki depresi postpartum. Menariknya, satu penelitian menunjukkan
bahwa adanya peningkatan jumlah sakit dan tingginya jumlah kunjungan
antenatal secara klinis merupakan prediktor terbaik depresi postpartum.
Sebagai tambahan, masalah medis bayi, termasuk memiliki bayi yang
meresahkan, tampaknya meningkatkan risiko ibu untuk terkenanya
depresi postpartum
Berikut, beberapa hasil penelitian berupa metaanalisis mengenai faktor
resiko depresi postpartum. 3
Metaanalisis O’Hara and Swain (1996) dikutip dari review
Stewart et al (2003)
Jumlah
Variabel yang
diteliti
Tingkat Efek Keterangan
77
Sosiodemografi Tidak
- Komplikasi obstetrik
Lemah mengukur
Metaanalisis Beck (2001) dikutip dari review Stewart et al (2003)6
Tidak mampu untuk
menghitung jumlah
sampel yang akurat
karena banyaknya
jumlah penelitian
Faktor yang diukur
pada postpartum
dipengaruhi oleh
mood depresif ibu
diinginkan
seperti kebangaan
atas diri sendiri,
perilaku anak
definisi yang tajam
membandingkan
dengan O’Hara &
Swain
Faktor-faktor resiko terjadinya depresi postpartum tersebut kemudian
diurutkan dari yang terkuat sampai yang terlemah yang dikenal dengan
Cohen’s Effect Size :6 Kuat ke Sedang
Depresi selama kehamilan
Kecemasan selama kehamilan
Tekanan hidup saat ini
Kurangnya dukungan sosial
Riwayat depresi sebelumnya
Sedang
Tingkat stress yang tinggi pada waktu anak-anak
Pertahanan diri yang rendah
Neurotisme
Kelainan perilaku pada masa bayi
Kecil
Komplikasi obstetrik
Keterlibatan kognitif
Kualitas hubungan dengan pasangan
Tidak ada efek
Etnis
Usia ibu
Tingkat pendidikan
Paritas
Jenis kelamin anak (pada komunitas barat)
2.2.5. Skrining Depresi Postpartum
Depresi postpartum merupakan gangguan mood serius yang
mempengaruhi banyak wanita dari berbagai kultur. Gangguan ini sering
tidak terdeteksi, disebabkan karena banyak wanita sering terlambat untuk
mencari pertolongan profesional, dan yang kedua adalah ketidakinginan
pasien untuk mengungkapkan masalah emosional mereka. Banyak wanita
yang mengalami kesulitan untuk memahami masalah yang mereka alami,
dan sering beranggapan bahwa pertahanan adalah hal normal saat
menjadi ibu. Pada wanita seperti ini, onset gejala mempengaruhi sebab
dari depresi lainnya, seperti kelelahan atau gangguan hubungan.
Sebaliknya, beberapa wanita menyadari gejala sebagai depresi tetapi
ketakutan untuk mencari bantuan professional seperti menjadi sakit
mental atau ibu yang tidak sehat. Meskipun setelahnya wanita tersebut
memutuskan untuk mencari bantuan professional, namun mereka sering
merasa malu, kecewa, atau frustasi. 3,6
Semua ibu, terutama yang memiliki faktor risiko, harus diskrining
seperempat wanita yang menderita depresi postpartum memiliki gejala
depresi yang dimulai selama kehamilan mereka, yang menunjukkan
kebutuhan untuk skrining awal dan edukasi. Pentingnya wanita
postpartum diskrining adalah bukti untuk meningkatnya gangguan
psikiatrik selama periode postpartum, termasuk meningkatnya tingkat
rawat inap psikiatrik postpartum. Depresi postpartum dapat berkembang
kapan saja selama tahun pertama postpartum. Meskipun belum terdapat
bukti empirik, menurut bagian pediatrik, waktu terbaik untuk melakukan
skrining adalah saat kunjungan anak sehat bukan anak sakit, dengan
interval waktu 2 minggu, kemudian 2,4,6,9 dan 12 bulan postpartum.6,21,22
Institusi kesehatan masyarakat di Massachusetts tahun 2012
menetapkan suatu Standards for Effective Postpartum Screening and
Recommendation for Health Plans and Health Care Providers yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan skrining depresi postpartum,
mencakup siapa yang dapat melakukan skrining, kapan dan dimana
dilakukan dan bagaimana data tersebut diolah. Menurut standar tersebut,
semua profesional yang berhubungan dengan perawatan kesehatan
wanita postpartum, anaknya dan keluarga harus dilatih untuk menskrining
depresi postpartum. Skrining depresi postpartum dilakukan sedikitnya satu
kali pada setiap wanita postpartum diantara kelahiran hingga 6 bulan
setelah kelahiran. Penelitian menyatakan bahwa indikasi depresi
postpartum meningkat dengan skrining multipel yang dimulai saat
prenatal dan dilanjutkan hingga periode postpartum, yang dapat dilakukan
atau bidan. Neonatal Intensive Care Unit (NICU), kunjungan ke pediatri
saat anak sehat, program kunjungan ke rumah, dan pelayanan komunitas
sosial. Pelaksanaan skrining depresi postpartum harus didahulukan pada
populasi yang mengancam, seperti wanita postpartum yang masih remaja,
wanita tunawisma, wanita yang mengalami kekerasan dari pasangannya,
imigran, wanita tanpa identitas penduduk, wanita yang mengalami
kematian atau kehilangan anak atau yang anaknya mengalami perhatian
khusus, wanita yang mengalami kelahiran prematur atau komplikasi
kehamilan, wanita dengan riwayat depresi, orang tua adopsi atau asuh,
serta keluarga dengan masalah finansial.23
Banyak tenaga kesehatan yang memiliki keterbatasan untuk
menilai dan menangani depresi postpartum. Misalnya, mereka sering tidak
menyadari gejala-gejala yang muncul mengindikasi kejadian depresi atau
mereka merasa tidak yakin mengenai bagaimana membantu secara efektif
dan segan untuk mengungkapkan masalah tersebut. Untuk itu, penelitian
menduga bahwa skrining secara signifikan dapat membantu tenaga
kesehatan professional untuk mendeteksi depresi postpartum. Pada suatu
penelitian di USA, 391 ibu diikutkan dalam suatu kelompok skrining
postpartum, dimana Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
digunakan,atau kelompok kontrol yang terdiri dari deteksi spontan melalui
pemeriksaan klinis rutin.Sesuai yang diharapkan, insidensi deteksi gejala
depresi secara signifikan lebih tinggi pada kelompok skrining daripada
kelompok yang terdeteksi secara spontan (35.4% vs. 6.3%; p < 0.001).
dimana wanita yang mengisi EPDS secara signifikan lebih mudah teridentifikasi gejala depresi postpartum dibandingkan dengan kelompok
pemeriksaan rutin (11 dari 37 wanita (30%) vs 0 dari 35 wanita (p < 0.001)
. 6,21
Sejumlah wawancara terstandarisasi tersedia untuk menegakkan
diagnosa depresi postpartum. Instrumen-instrumen ini secara khusus
digunakan dalam tujuan penelitian dan berdasarkan atas kriteria kuat
untuk memastikan diagnosa yang sistematis dan dapat dipercaya.
Penggunaannya terbatas untuk klinisi terlatih atau peneliti yang memiliki
pengetahuan lebih dari DSM, RDC, atau sistem ICD untuk diagnose dan
penilaian klinis. Beberapa instrumen tersebut membutuhkan waktu, mahal,
dan tidak direkomendasikan untuk praktisi klinis umum.6 Berikut
merupakan beberapa instrumen yang dapat dipakai untuk skrining depresi
postpartum.
1. Schedule of Affective Disorders and Schizophrenia (SADS).
SADS terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka yang berkenaan dengan
setiap gejala dengan penjajakan untuk pertanyaan berikutnya. Terdapat
11 gejala depresif ( tujuh somatik dan empat afektif kognitif) dalam
delapan kategori yaitu gangguan makan, gangguan tidur, kelelahan,
kurang semangat, perasaan bersalah, gangguan konsentrasi, keinginan
bunuh diri, dan gangguan motorik. Keberadaan dan keparahan setiap
gejala dinilai dari 1 hingga 6 oleh pemantau dan setiap gejala harus
mendapatkan nilai minimal 3 (ringan) atau tinggi (parah atau sering
2. Structured Clinical Interview for DSM-IV-R (SCID).
SCID merupakan wawancara klinis yang menggabungkan diagnose
DSM-IV dan memiliki versi berbeda untuk digunakan pada pasien rawat inap,
rawat jalan dan bukan populasi klinis. Instrumen ini terbagi atas enam
modul yang yang memerlukan waktu 45-60 menit untuk melengkapinya. 6
3. Standard Psychiatric Interview (SPI).
SPI (yang juga dikenal sebagai Clinical Interview Schedule; CIS) merupakan wawancara semi struktur yang digunakan untuk survey
komunitas. SPI lebih sedikit dari wawancara terstandarisasi lainnya dan
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang didesain untuk menelaah
keberadaan atau ketiadaan dari 10 gejala psikiatrik. Wawancaranya sering
dimodifikasi dengan menambahkan masalah yang menyangkut gangguan
makan dan penurunan berat badan postnatal. 6
4. Present State Examination (PSE).
PSE merupakan wawancara klinis semi struktur yang mencari gejala
psikiatri yang terjadi selama 4 minggu sebelumnya. PSE sering digunakan
pada sejumlah studi depresi postpartum.6
5. Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD).
HRSD digunakan untuk menilai keparahan depresi pada pasien yang
gejala depresif, dan skala ini sering digunakan pada beberapa literature
depresi postpartum. 6
6. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah alat
pelaporan sendiri yang direkomendasikan untuk mengkonfirmasi gejala
depresif pada wanita postpartum ( Level Evidens III).25 EPDS adalah 10
jenis skala yang didesain secara khusus untuk menggambarkan tingkat
depresi postpartum pada sampel komunitas. Setiap pertanyaan bernilai 4
poin skala (dari 0-3), dengan total skor berkisar antara 0-30. Setiap
pertanyaan ditulis dalam bentuk lampau, termasuk pertanyaan yang
berhubungan dengan perasaan ibu selama 7 hari sebelumnya dan
merujuk kepada mood depresif, anhedonia, perasaan bersalah,
kecemasan, dan keinginan untuk bunuh diri. Satu tantangan dari skala ini
adalah tidak mengikutkan beberapa gejala somatic umumnya seperti
insomnia dan gangguan makan, yang mungkin muncul secara alami pada
wanita postpartum, tetapi hanya satu pertanyaan yang mengarah ke
gejala somatik dan berhubungan dengan mood, yaitu “ Saya merasa
sangat tidak bahagia sehingga saya mengalami kesulitan untuk tidur”.
Satu kekurangan dari skala ini antara lain tidak mencakup simptom
somatik seperti insomnia dan perubahan selera makan, yang umum terjadi
pada wanita postpartum. 6,10
Edinburgh Postnatal Depression Scale adalah 10 macam kuesioner
Sebuah nilai cut-off dari 9 atau 10 telah direkomendasikan di Inggris untuk tahap pertama skrining dan merupakan indikator adanya depresi
postpartum yang dapat diandalkan pada wanita di Amerika Serikat. Jika
seorang wanita memiliki total skor pada Edinburgh Postnatal Depression Scale lebih dari 13 atau pada pertanyaan "pemikiran untuk melukai diri
sendiri telah terjadi kepada saya” menunjukkan hasil "kadang-kadang"
(skor 2) atau" cukup sering " (Skor 3), dianjurkan untuk melakukan
wawancara klinis singkat untuk meninjau gejala dan menetapkan
diagnosis depresi.6,21,26,27 Rekomendasi lain menyatakan bahwa nilai cut-off EPDS lebih dari 12 dapat digunakan untuk menentukan gejala pada
wanita yang dapat berbahasa inggris. Kriteria cut-off harus diinterpretasi
lebih hati-hati pada wanita yang tidak mampu berbahasa inggris, yang
menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa kedua, dan wanita dengan
kultur yang berbeda (Level of Evidence = III).25,28
EPDS yang orisinil didapat setelah meneliti 84 orang wanita
Edinburgh yang sebelumnya telah diidentifikasi berpotensial menjadi
depresi pada 6 minggu postpartum oleh tenaga kesehatan professional
pada tahun 1987. Skor EPDS telah dibandingkan dengan Research Diagnostic Criteria (RDC) yang diperoleh dari Standard Psychiatric Interview (SPI), dan memiliki sensitifitas 86%, spesifisitas 78% dan nilai
prediksi positif 73%. Penelitian lain yang membandingkan EPDS dengan
Beck Depression Inventory (BDI), sensifitas EPDS berkisar 95% dan
Depressive Symptomatology, nilai sensitifitas EPDS berkisar 78%, spesifitas 90%, nilai prediksi positif 66% dan nilai prediksi negatif 94%. 29
Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada penelitian yang pasti
menyatakan periode postpartum yang tepat untuk menggunakan EPDS.
Pada tiga penelitian yang dilaporkan sebelumnya menyatakan bahwa
EPDS dapat digunakan kapan saja selama 12 bulan pertama postpartum
(saat kelahiran hingga 12 bulan) untuk mengkonfirmasi gejala depresif
(Level Evidens III) .24,25 Penelitian berikutnya menyatakan bahwa validitas
EPDS yang digunakan pada wanita yang sama secara berulang, memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang sama selama periode postpartum.24
Pada studi di bagian pediatri, menyatakan skrining rutin untuk depresi
postpartum adalah sebelum 2 bulan postpartum. Kesimpulan ini didukung
oleh data epidemiologi yang menyatakan bahwa prevalensi pospartum
blues memuncak pada saat tersebut. Dan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa nilai prediksi positif skor EPDS yang didapat selama 5
hari pertama postpartum untuk diagnosa simptom depresif mayor adalah
rendah (< 60%).24
EPDS harus diisi oleh satu orang. Dukungan harus diberikan agar
ibu dapat menyelesaikan kuesioner sendiri, dimana dia merasa dapat
menjawab pertanyaan sejujurnya. Ibu mungkin memerlukan bantuan
dalam EPDS jika dia memiliki keterbatasan kemampuan membaca atau
Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS)
30Name: ______________________________ Address: ____________________ Your Date of Birth: ____________________ _____________________________ Baby’s Date of Birth: ___________________ Phone: ____________________
As you are pregnant or have recently had a baby, we would like to know how you are feeling. Please check the answer that comes closest to how you have felt IN THE PAST 7 DAYS, not just how you feel today.
Here is an example, already completed. I have felt happy:
o Yes, all the time
• Yes, most of the time .This would mean: “I have felt happy most of the time” during the past week.
o No, not very often Please complete the other questions in the same way. o No, not at all o Definitely not so much o Not at all
2. I have look forward with enjoyment to things
o As much as i ever did o Rather less than i used to o Defenitely less than i used to o Hardly at all
3. I have blamed myself unnecessarily when things went wrong*
o Yes, most of the time o Yes, sometimes o Yes, very often
5. I have felt scared or panicky for not very good reason*
o Yes, quite a lot o Yes, sometimes
o No, most of the time I have coped
o Yes, sometimes I haven’t been
coping as well as usual
o No, most of the time I have coped
quite well
o No, I have been coping as well as
ever
7. I have been so unhappy that I have had difficulty sleeping *
o Yes, most of the time o Yes, sometimes o Not very often o Only occasionally o No, never
10. The thought of harming myself has occured to me *
Skrining rutin untuk depresi postpartum dengan menggunakan
EPDS berhubungan dengan peningkatan lebih dari dua kali lipat diagnosa
depresi postpartum pada populasi. Banyak diagnosa depresi (85%) dibuat
pada kunjungan selama 6 minggu postpartum dimana skrining
diselesaikan. Perawatan depresif ditawarkan kepada seluruh wanita
dengan diagnosa depresi postpartum. Wanita dengan peningkatan skor
EPDS adalah 7 kali lebih sering terdiagnosa dengan depresi postpartum.
Meskipun hanya sebuah ukuran keluaran intermediate, mendapatkan
pengobatan untuk depresi postpartum adalah langkah pertama untuk
mengefektifkan keluaran pasien, seperti meningkatkan kemampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari, kemampuan untuk merawat anak, dan
pencegahan bunuh diri. Pola diagnosa awal pada periode postpartum
sama dengan yang pernah dilaporkan pada penelitian sebelumnya
dengan kebanyakan wanita mempeoleh diagnosa sekitar 6 bulan
kelahiran. Selama evaluasi depresinya, banyak wanita dengan depresi
postpartum melaporkan bahwa simptom muncul sekitar beberapa minggu
kelahiran dan masih dapat ditolerir hingga diagnosa dibuat.5,24
Skrining EPDS dilakukan pada satu titik waktu, dan tidak semua
depresi postpartum adalah bukti pada atau sebelum waktu tersebut. Hal
itu penting untuk terus mempertimbangkan depresi postpartum sebagai
diagnosis bagi perempuan yang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala
pada kunjungan postpartum 6 minggu tapi hadir di lain waktu dengan
menjadi negatif palsu atau apakah wanita ini tidak bergejala pada saat
skrining EPDS. 24
Beberapa wanita yang memiliki diagnosis pertama depresi
postpartum pada 3 sampai 9 bulan setelah melahirkan menyebutkan
bahwa gejala telah hadir sejak bayi berusia lebih muda dari 1 bulan dan
memiliki skor tinggi skrining EPDS. Perempuan ini mungkin menunjukkan
meningkatnya kejelasan dari belakang, kegagalan dokter untuk mengatasi
skor EPDS, keterbatasan kemampuan dokter untuk mengevaluasi depresi
yang adekuat atau kegagalan perempuan untuk mengungkapkan
keparahan gejala mereka.24 Pentingnya mengurangi diagnosa yang
terlambat dicontohkan oleh wanita dengan usaha bunuh diri sekitar 3
bulan setelah melahirkan. Catatan ICU yang selesai pada saat rawat inap
untuk pengobatan suatu percobaan bunuh diri lewat overdosis
menyatakan dia telah memiliki gejala sejak lama setelah kelahiran bayi.
Hal ini tidak jelas apakah dokter tidak melihat respon, tidak menjawab,
atau tidak mendokumentasikan respon mereka (yaitu, telepon follow-up tidak dilaporkan). Jika pasien telah mempertimbangkan rencana untuk
melakukan tindakan atas pikiran bunuh diri atau memiliki pemikiran
tentang merugikan bayinya, direkomendasikan ketentuan untuk keamanan
dan rujukan yang mendesak terhadap pengobatan untuk kejiwaannya.
Perempuan yang memiliki gangguan fungsional utama (terbukti oleh
adanya sikap menghindari keluarga atau teman-teman, ketidakmampuan
untuk mengurus kebersihan, atau ketidakmampuan untuk merawat bayi
merupakan calon diperlukan rujukan yang cepat. Perempuan yang
melaporkan gejala depresi tanpa keinginan bunuh diri atau gangguan
fungsional utama (atau skor antara 5 dan 9 pada EPDS) harus dievaluasi
lagi dua sampai empat minggu kemudian dalam rangka untuk
menentukan apakah episode depresi telah berevolusi atau apakah gejala
mereda. Mengumpulkan riwayat secara hati-hati dan pemeriksaan fisik
diperlukan pada semua wanita dengan depresi postpartum. Fungsi tiroid
harus dinilai, karena hipotiroidisme dan hipertiroidisme lebih sering terjadi
selama periode postpartum dan dapat berkontribusi terhadap terjadinya
perubahan mood. Namun, pada wanita dengan hipertiroidisme atau
hipotiroidisme, pengobatan gangguan tiroid dan depresi biasanya
diperlukan.4,15
2.2.6 Diferensial Diagnosis
Meskipun depresi postpartum merupakan gangguan afektif
postpartum yang paling umum terjadi, terdapat beberapa gangguan
postpartum lainnya. Gangguan paling parah yang terjadi pada periode
postpartum diketahui sebagai psikosis postpartum. Jika ada, ibu mungkin
mengalami pikiran psikotik yang menempatkan dia sendiri dan
anak-anaknya dalam bahaya. Seorang ibu yang didiagnosis dengan psikosis
postpartum khasnya mengalami halusinasi (auditorius dan/atau visual),
pikiran delusi (kepercayaan palsu) dan agitasi. Psikosis postpartum
khasnya memiliki onset awal dan lebih umum terjadi pada wanita dengan
riwayat gangguan bipolar. Meskipun gangguan ini jarang terjadi (1-2%),
dampak yang sangat berbahaya dan berpotensi membahayakan diri
sendiri dan orang lain.6 Selain itu juga terdapat kumpulan gangguan
kecemasan, yang dikenal sebagai gangguan kecemasan postpartum
(seperti gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif), dimana seorang
ibu mengalami gejala klinis yang semakin meningkat secara
perlahan-lahan yang lebih nyata setelah kelahiran bayi. Gangguan
obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan postpartum yang paling
umum terjadi, dimana ibu-ibu biasanya mengalami obsesi signifikan
terhadap kesejahteraan anaknya. Jika tidak diobati, banyak yang
menderita gangguan kecemasan postpartum akhirnya mengalami depresi
postpartum.6
2.3. Kerangka Teori
Masa postpartum
Neurobiologi postpartum
Gangguan autoimun
Gangguan Tidur dan Ritme Sikardian
Faktor Resiko:
- Faktor resiko yang pasti didapat - Faktor resiko yang diduga didapat
- Faktor resiko yang mungkin didapat
Gangguan Mood dan gejala depresif
mayor
BAB 3
METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai suatu studi potong lintang (cross
sectional study)
3.2 . Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik RSUP.H.Adam Malik dan RSU
Pirngadi Medan. Waktu penelitian adalah pada bulan Agustus 2013
sampai jumlah sampel minimal terpenuhi.
3.3. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita postpartum yang
sebelumnya bersalin di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi
Medan dan melakukan kunjungan ulang pertama ke poliklinik.
3.4. Sampel dan Teknik Sampling
Pengumpulan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling
dimana setiap penderita yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu atau
3.5. Besar Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik, sehingga
jumlah besar sampel didapat dengan rumus :
n = Zα2 .P.Q
d2 Zα = 1,96 dengan α = 0,05 (5%)
n = (1,96)2 (0,15) (0,85)
(0,1)2 mengalami
P= proporsi populasi yang
depresi postpartum =15%
n = 48,98 ∞ 50 sampel Q = 1-P = 1-0,15 = 0,85
d =presisi yang diinginkan = 10 %
3.6. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan kuesioner untuk menilai skala depresi
postpartum yakni Edinburgh Postnatal Depression Scale yang terdiri
dari 10 item pertanyaan dengan skala nilai 0-3 untuk setiap pertanyaan.
Setiap pertanyaan bernilai 4 poin skala (dari 0-3), dengan total skor
berkisar antara 0-30. Digunakan cut-off 10, artinya skor > 10 berarti
cenderung untuk mengalami depresi postpartum, dan skor < 10 berarti
tidak cenderung untuk mengalami depresi postpartum.
3.7. Variabel Penelitian
a.Variabel independen:
- Paritas
- Status pernikahan
- Tingkat penghasilan
- Tingkat Pendidikan
- Pilihan persalinan
- Dukungan sosial
b. Variabel dependen : kecenderungan depresi postpartum
3.8. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
a. Semua pasien yang melahirkan pervaginam dan seksio sesarea
di RSUP H. Adam Malik Medan
b. Pasien dengan kesadaran compos mentis
c. Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan riwayat depresi sebelumnya
b .Pasien dengan gangguan mental
c. Pasien dengan gangguan tiroid dan gangguan autoimun
3.9. Prosedur Kerja
a. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan tentang
penelitian yang akan dilakukan dan akan menandatangani lembar
persetujuan
b. Pasien diberikan kuisoner Edinburgh Postnatal Depression Scale
yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diminta
untuk melengkapinya.
3.10 Kerangka Konsep
3.10. Batasan Operasional
1. Wanita postpartum pada penelitian ini adalah wanita sesudah
persalinan yang melakukan kunjungan ulang pertama ke poliklinik.
2. Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat
yang terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi.
Wanita postpartum Kecenderungan
Depresi postpartum
Edinburgh Postnatal Depression Scale
Independen Dependen
Karakteristik ibu: -Usia
- Paritas
3. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah 10 jenis skala yang didesain secara khusus untuk menggambarkan tingkat depresi
postpartum pada sampel komunitas, dengan kecenderungan depresi
postpartum : jika nilai skor EPDS ≥10.
4. Karakteristik ibu meliputi :
- Usia : umur ibu yang dinilai berdasarkan tahun
- Paritas: jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu baik yang
hidup maupun yang mati.
- Primipara : wanita yang telah melahirkan janin yang viabel
sebanyak satu kali
- Multipara : wanita yang telah melahirkan janin yang viabel lebih dari
satu kali
- Status pernikahan : berdasarkan pernikahan yang ditetapkan oleh
Undang-undang pernikahan.
- Tingkat penghasilan : jumlah penghasilan perbulan berdasarkan
UMR
- Tingkat Pendidikan : jenjang pendidikan formal
- Pilihan persalinan : jenis persalinan yang ditentukan oleh dokter ahli
obstetri dan ginekologi (pervaginam/ekstraksi vakum/seksio
sesarea)
- Dukungan sosial : Dukungan yang diberikan seseorang yang
3.11 Alur Penelitian
Subyek Penelitian
Dilakukan pengukuran Skor depresi postpartum dengan menggunakan Edinburgh Postnatal Depresion Scale Wanita Postpartum
Analisa Data
Karakteristik ibu: -Usia
- Paritas
- Status pernikahan - Tingkat penghasilan - Tingkat Pendidikan - Pilihan persalinan - Dukungan sosial
Melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi data karakteristik sampel penelitian
Penelitian ini menggunakan subyek penelitian wanita postpartum
yang berjumlah 50 orang. Karakteristik wanita postpartum tersebut dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian
KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
Umur Frekuensi Persentase (%)
<20 Tahun 4 8,0
20-35 Tahun 32 64,0
>35 Tahun 14 28,0
Pendidikan
SD 1 2,0
SLTP 12 24,0
SLTA 32 64,0
D3 2 4,0
S1 3 6,0
Status Perkawinan
Menikah 50 100
Paritas
Multi 38 76,0
Primi 12 24,0
Penghasilan
Tabel diatas menggambarkan bahwa karakteristik wanita
postpartum yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi
Medan berdasarkan usia, sebagian besar pada kelompok umur 20 - 35
tahun (64%) yang merupakan umur produktif dan yang paling sedikit
adalah pada kelompok umur dibawah 20 tahun (8%).
Berdasarkan tingkat pendidikan maka wanita postpartum yang
melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan lebih banyak
dengan berpendidikan SLTA (64%) dan yang terendah adalah
berpendidikan SD (2%). Seluruh wanita postpartum tersebut dengan
status perkawinan telah menikah (100%) dan seluruhnya mendapatkan
dukungan sosial keluarga (100%). Berdasarkan paritas maka sebagian
besar wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan
RSU Pirngadi Medan dengan riwayat paritas multigravida (76%) dan yang
lainnya adalah dengan paritas primigravida (24%), dengan pilihan
persalinan umumnya adalah seksiosesaria (82%).
> 2 juta 4 8,0
1 - 2 juta 13 26,0
Dukungan sosial
Ada 50 100
Pilihan Persalinan
Seksio sesaria 41 82,0
Spontan 9 18,0
Tingkat penghasilan keluarga paling banyak adalah kurang dari
Rp 1.000.000,- per bulan (66%) dan persentase terendah dengan
penghasilan di atas Rp 2.000.000 perbulan (8%). Hal ini menunjukkan
bahwa ekonomi keluarga wanita postpartum yang melahirkan di RSUP
H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan sebagian besar termasuk relatif
rendah.
4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita
Postpartum
Tabel 4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada
Wanita Postpartum di RSUP H.Adam Malik dan RSU
Pirngadi pada Agustus 2013- April 2014
Skrining Depresi N Persentase
(%)
Cenderung depresi 13 26,0
Tidak cenderung depresi 37 74,0
Berdasarkan skrining depresi terhadap wanita post partum
berdasarkan penilaian Edinburgh Postnatal Depression Scale, maka
didapatkan sebagian besar wanita postpartum yang melahirkan di di
RSUP H. Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan tidak mempunyai
4.2 Analisa Bivariat.
Tabel 4.3 Hubungan Faktor Karakteristik dengan hasil Skrining
Depresi Postpartum
Karakteristik
Ibu
Penilaian Depresi
Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan persentase,
kelompok umur yang mengalami cenderung depresi lebih banyak pada
kelompok umur kurang dari 20 tahun (50%) di ikuti dengan kelompok
umur diatas 35 tahun (28,6%) namun dari hasil uji statistik dengan
Fisher Exact oleh karena Chi-square tidak memenuhi syarat didapatkan
nilai p>0.05 yang memberi pengertian bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara umur dengan kecenderungan terjadinya depresi
post partum.
Hal diatas sesuai dengan literature review Stewart,et al (2003)
yang menyimpulkan bahwa umur tidak memiliki efek terhadap
terjadinya depresi postpartum.
Berdasarkan persentase tingkat pendidikan ibu menunjukkan
bahwa ibu dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah (SD –
SLTA) lebih banyak mengalami kecenderungan depresi, sedang
tingkat pendidikan yang lebih tinggi seluruhnya cenderung tidak depresi
namun dari hasil uji statistik dengan Fisher Exact oleh karena
Chi-square tidak memenuhi syarat didapatkan nilai p>0.05 yang memberi
pengertian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pendidikan ibu dengan kecenderungan terjadinya depresi post
partum. Hal ini dapat disebabkan oleh karena para ibu dengan
pendidikan yang lebih tinggi mudah memahami proses persalinan