• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita Postpartum Dengan Menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSU DR.Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita Postpartum Dengan Menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSU DR.Pirngadi Medan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS MAGISTER

GAMBARAN SKRINING DEPRESI

POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM

DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH

POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS)

DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN

RSU DR.PIRNGADI MEDAN

Oleh :

RAHMANITA SINAGA

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN

TIM 5

PEMBIMBING :

Dr. Risman F.Kaban,M.Ked(OG) SpOG

Dr.Dudy Aldiansyah,M.Ked(OG) SpOG

PENGUJI :

1. dr.Rusli.P.Barus,SpOG .K

2. dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K)

3. dr. M.Rhiza.Z.Tala,M.Ked(OG),SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Master Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL

DEPRESSION SCALE (EPDS) DI

RSUP H.ADAM MALIK DAN RSU DR.PIRNGADI MEDAN

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah

saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi

– tingginya kepada yang terhormat :

(4)

dan Ginekologi FK-USU Medan; DR.Dr M. Fidel Ganis

Siregar,SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K),

Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan; Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K), Sekretaris

Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU

Medan, guru-guru besar saya Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG

(K); Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. Dr. Hamonangan

Hutapea, SpOG (K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K);

Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. Dr. T. M.

Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof.

Dr. M. Fauzie sahil, SpOG (K), dan Prof. Dr. Daulat H.

Sibuea, SpOG (K); yang secara bersama-sama telah

berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan

dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3.

4.

Dr.Risman.F.Kaban,SpOG yang telah memberikan

pengarahan kepada saya dalam melakukan penelitian ini

sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengan

dr. Dudy Aldiansyah, SpOG yang telah meluangkan waktu yang

sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan

melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

Dr.Rusli.P.Barus,SpOG(K); Dr.Syamsul Arifin Nasution,SpOG(K),

Dr.M.Rhiza.Z.Tala,SpOG(K) selaku penyanggah dan

(5)

waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan

melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

5.

6.

Dr . M ak m ur Sit e pu, S pO G ( K) sel aku Ba p ak A ngk at

saya s el am a m e nj ala ni m asa pendidikan, yang telah

banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat

yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

7. Kepada Dr. Surya Dharma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

Dr. Edy Ardiansyah, SpOG(K), selaku pembimbing referat magister saya yang berjudul Single Port

Laparoscopy Sacrocolpophexy pada Prolapsus

Puncak Vagina”.

8.

9. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan direktur RSU Dr.Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan penelitian saya di program Magister Kedokteran Klinis di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak

membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir

pendidikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi

baik guru-guru saya.

10. Kepada seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat

saya sebutkan namanya satu persatu, Dokter muda,

bidan, paramedik, karyawan / karyawati di Departemen

(6)

telah ikut membantu dan bekerja sama dengan saya dalam

menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri

dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam malik.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

Kepada suami saya tercinta Zulfikar Harahap,S.Si saya

ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala kesabaran dan

dukungannya serta tetap mendampingi saya dalam menjalani

pendidikan ini. Teramat khusus kepada buah hatiku tersayang

Ayasha Haura Harahap yang senantiasa menjadi motivasi saya

agar dapat segera menyelesaikan pendidikan ini.

Sembah sujud

serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada kedua orang tua saya yang sangat saya

cintai, (Alm) Prof. Dr. H. Usul Majadi Sinaga, SpB,

Finacs(K)Trauma dan ibunda saya Dr.Hj.Hotnida

Sitompul,SpPK yang t elah membesarkan, m embimbing,

mendoakan, dan mendidik saya dengan penuh kesabaran

dan kasih sayang serta menjadi inspirasi dan panutan saya

dari sejak kecil hingga kini.

Terimakasih saya ucapkan kepada mertua saya

dr.H.Ridwan Harahap dan Hj.Yusminar Pasaribu, yang telah

memberikan dorongan, doa dan semangat kepada saya selama

(7)

Kepada keempat saudara kandung saya : Febi Sarini

Mariani Sinaga,STP; Rina Hasiani Sinaga,SH,MM; Sartika

Maharani Sinaga,S.Si,Apt; dan Dr.Riana Miranda

Sinaga,SpKK ; terima kasih atas bantuan doa dan dukungan

kepada saya selama menjalani pendidikan .

Kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak

dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara

langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak

memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya.

Sem og a A ll ah SW T sen ant ias a m em ber ik a n

r ahm at dan h id a yah- Ny a kepad a kit a semua. Amin ya

Rabbal ‘Alamin.

Medan, Mei 2014

dr. Rahmanita Sinaga

(8)

GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL

DEPRESSION SCALE (EPDS) DI RSUP H.ADAM MALIK DAN

RSU.DR.PIRNGADI MEDAN

Rahmanita Sinaga

Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas kedokteran USU

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Lebih dari 80% wanita setelah melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum, yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena kehadiran anak. Wanita dengan tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor,

depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi klinis.

TUJUAN: Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum pada wanita postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.

METODE : Penelitian cross sectional pada wanita postpartum yang melahirkan di RSUP.H.Adam Malik dan RSU.Dr.Pirngadi Medan dan melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik dengan memberikan kuesioner

Edinburgh Postnatal Depresion Scale (EPDS) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2013-April 2014.

HASIL : Sebanyak 26 % wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr.Pirngadi Medan mempunyai kecenderungan depresi. Kecenderungan depresi tersebut terbanyak pada usia dibawah 20 tahun, primiparitas, pendidikan menengah kebawah, penghasilan rendah, dan dengan persalinan spontan.

KESIMPULAN : Sebagian besar wanita yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RS.Dr. Pirngadi Medan tidak cenderung mengalami depresi postpartum. Serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan ibu, paritas, penghasilan keluarga, dukungan keluarga dan pilihan persalinan dengan kecenderungan terjadinya depresi postpartum.

(9)

POSTPARTUM DEPRESSION SCREENING IN POSTPARTUM WOMEN USING EDINBURGH POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS) AT

ADAM MALIK AND PIRNGADI MEDAN GENERAL HOSPITAL

Rahmanita Sinaga

Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Obstetric and Gynecology Department

Fakultas kedokteran USU

ABSTRACT

BACKGROUND : More than 80 % of women after childbirth experience some form of postpartum depression symptoms , commonly known as the " baby blues " or sadness because of the presence of children . Women with levels increasing depressive symptoms may be a state of postpartum depression . Unlike minor depression , postpartum depression usually can not be cured without clinical intervention

OBJECTIVE : To determine the postpartum depression screening at postpartum women in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital.

METHODS : A cross sectional study in postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital and repeat visits to the clinic by giving Edinburgh Postnatal Depression Scale ( EPDS ) questionnaire which already translated into Indonesian.This study carried out since August 2013 - April 2014.

RESULTS : A total of 26 % of postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital have a tendency to depression. The most depressive tendencies at age under 20 years , primiparitas , medium to low education , low income , and

with spontaneous labor.

CONCLUSION : Most of the women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital field is not likely to experience postpartum depression . And there is no significant relationship between age , maternal education , parity , family income , family support and delivery options to the likelihood of postpartum depression.

(10)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...2

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum...3

1.3.2. Tujuan Khusus...3

1.4. Manfaat Penelitian...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Mood Postpartum...4

2.2 Depresi postpartum 2.2.1. Definisi Depresi Postpartum...5

2.2.2. Prevalensi...7

2.2.3 Etiologi...8

2.2.4 Faktor Resiko Depresi Postpartum ...13

2.2.5 Skrining Depresi Postpartum...21

(11)

2.3 Kerangka Teori...33

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian...34

3.2 Tempat dan Waktu Penellitian...34

3.3.Populasi Penelitian...34

3.4. Sampel dan Teknik Sampling...34

3.5. Besar Sampel...35

3.5. Instrumen Penelitian...35

3.6. Variabel Penelitian...35

3.7. Kriteria Restriksi...36

3.8. Prosedur Kerja...37

3.9. Kerangka konsep...37

3.10. Batasan operasional...37

3.11. Alur Penelitian...39

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Data Karakteristik Sampel Penelitian...40

(12)

4.3. Analisa Bivariat...43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan...47

5.2 Saran...47

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian…...29

Tabel 4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita Postpartum di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi

pada Agustus 2013- April 2014 …...31

Tabel 4.3 Hubungan Faktor Karakteristik dengan hasil Skrining

Depresi Postpartum………...32

DAFTAR SINGKATAN

GABA : Gamma Amino Butyric Acid

(14)

GAMBARAN SKRINING DEPRESI POSTPARTUM PADA WANITA POSTPARTUM DENGAN MENGGUNAKAN EDINBURGH POSTNATAL

DEPRESSION SCALE (EPDS) DI RSUP H.ADAM MALIK DAN

RSU.DR.PIRNGADI MEDAN

Rahmanita Sinaga

Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas kedokteran USU

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Lebih dari 80% wanita setelah melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum, yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena kehadiran anak. Wanita dengan tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor,

depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi klinis.

TUJUAN: Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum pada wanita postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.

METODE : Penelitian cross sectional pada wanita postpartum yang melahirkan di RSUP.H.Adam Malik dan RSU.Dr.Pirngadi Medan dan melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik dengan memberikan kuesioner

Edinburgh Postnatal Depresion Scale (EPDS) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2013-April 2014.

HASIL : Sebanyak 26 % wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr.Pirngadi Medan mempunyai kecenderungan depresi. Kecenderungan depresi tersebut terbanyak pada usia dibawah 20 tahun, primiparitas, pendidikan menengah kebawah, penghasilan rendah, dan dengan persalinan spontan.

KESIMPULAN : Sebagian besar wanita yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RS.Dr. Pirngadi Medan tidak cenderung mengalami depresi postpartum. Serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan ibu, paritas, penghasilan keluarga, dukungan keluarga dan pilihan persalinan dengan kecenderungan terjadinya depresi postpartum.

(15)

POSTPARTUM DEPRESSION SCREENING IN POSTPARTUM WOMEN USING EDINBURGH POSTNATAL DEPRESSION SCALE (EPDS) AT

ADAM MALIK AND PIRNGADI MEDAN GENERAL HOSPITAL

Rahmanita Sinaga

Rusli.P.Barus, Syamsul Arifin Nasution, M.Rhiza.Z.Tala , Risman.F.Kaban, Dudy Aldiansyah,

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Obstetric and Gynecology Department

Fakultas kedokteran USU

ABSTRACT

BACKGROUND : More than 80 % of women after childbirth experience some form of postpartum depression symptoms , commonly known as the " baby blues " or sadness because of the presence of children . Women with levels increasing depressive symptoms may be a state of postpartum depression . Unlike minor depression , postpartum depression usually can not be cured without clinical intervention

OBJECTIVE : To determine the postpartum depression screening at postpartum women in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital.

METHODS : A cross sectional study in postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital and repeat visits to the clinic by giving Edinburgh Postnatal Depression Scale ( EPDS ) questionnaire which already translated into Indonesian.This study carried out since August 2013 - April 2014.

RESULTS : A total of 26 % of postpartum women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi medan General Hospital have a tendency to depression. The most depressive tendencies at age under 20 years , primiparitas , medium to low education , low income , and

with spontaneous labor.

CONCLUSION : Most of the women who gave birth in Adam Malik and Pirngadi Medan General Hospital field is not likely to experience postpartum depression . And there is no significant relationship between age , maternal education , parity , family income , family support and delivery options to the likelihood of postpartum depression.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kelahiran seorang anak merupakan suatu saat yang sangat

membahagiakan pada hampir setiap orang. Beberapa beranggapan

pasca melahirkan merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan, dan

merupakan masa dimana wanita beresiko tinggi untuk mengalami

gangguan mood, bahkan stres fisik dan emosional menyebabkan suatu

keadaan cemas hingga depresi.1 Lebih dari 80% wanita setelah

melahirkan mengalami beberapa bentuk dari gejala depresi postpartum,

yang secara umum dikenal sebagai “baby blues” atau kesedihan karena

kehadiran anak.Gejala depresi yang ringan ini seringnya bersifat

sementara dan menghilang tanpa pengobatan. Namun 7 sampai 26 %

wanita, mengalami peningkatan gejala depresi, menetap untuk waktu

yang lama dan membutuhkan pengobatan khusus. Wanita dengan

tingkat gejala depresi yang terus meningkat dapat menjadi suatu

keadaan depresi postpartum. Tidak seperti depresi minor (baby blues),

depresi postpartum biasanya tidak dapat sembuh tanpa intervensi

klinis.2,3 Di Negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 5-25%.

Secara garis besar, terdapat tiga hal yang berhubungan dengan

terjadinya depresi postpartum, antara lain masalah pernikahan dan

kurangnya dukungan sosial, masalah kehamilan dan kelahiran, serta 4

(17)

termasuk hal-hal seperti status sosial ekonomi, kehamilan yang tidak

diinginkan, status pernikahan, hubungan suami istri, stres selama

kehamilan hingga menyusui. Namun perlu diingat dan diperhatikan

bahwa faktor resiko terjadinya depresi postpartum ini tidak berdiri sendiri.

Studi genetik dan biologi terhadap gangguan mood menyimpulkan bahwa

depresi postpartum merupakan penyakit yang kompleks, dan meskipun

individu memiliki genetik atau predisposisi untuk menjadi depresi, tetapi

pasti terdapat pengalaman hidup atau faktor lingkungan sekitar yang

mencetuskan terjadinya penyakit ini.

Meskipun tingkat kejadian depresi postpartum bervariasi tergantung

dengan jumlah populasi dan tipe instrumen serta waktu pengukuran

dilakukan, depresi postpartum kini menjadi gangguan utama pada wanita

setelah melahirkan. Berdasarkan sejumlah besar wanita yang terkena,

dan efek yang secara potensial merugikan dari depresi postpartum yang

tidak diobati dapat menyebabkan pembunuhan anak dan bunuh diri. Dari

keadaan ini, saya merasa perlu membahas dan meneliti secara

komprehensif mengenai depresi postpartum dan mengingat data-data

tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi

Medan belum ada.

6

1.2. Perumusan Masalah

Belum ada data tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam Malik

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan skrining depresi postpartum pada wanita yang

melahirkan di RS H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran skrining depresi postpartum

berdasarkan faktor karakteristik pada wanita postpartum di

RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan.

1.4. Manfaat Penelitian.

a. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha pencegahan

dan mengatasi depresi postpartum segera dengan meningkatkan

edukasi dan informasi pada ibu yang melakukan antenatal care dan

postnatal care di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pingadi Medan.

b.Sebagai deteksi awal gejala depresi postpartum sehingga dapat

ditindaklanjuti segera

c. Sebagai data dasar tentang depresi postpartum di RSUP.H.Adam

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Mood Postpartum

Terdapat tiga gangguan mood yang biasanya terjadi setelah

kelahiran bayi, antara lain : (1) postpartum blues ; (2) depresi postpartum ;

(3) psikosis postpartum. Diperkirakan lebih dari 85% wanita postpartum

akan mengalami postpartum blues.6 Mood yang berfluktuasi cepat,

perasaan yang penuh dengan kesedihan, mudah tersinggung, dan cemas

merupakan gejala yang sering terjadi. Puncak gejala terjadi pada hari

keempat dan kelima setelah persalinan dan bertahan selama beberapa

hari, tetapi secara umum waktunya terbatas dan dengan spontan

mengalami remisi pada 2 minggu pertama postpartum. Gejala-gejala

baby blues tidak mempengaruhi kemampuan fungsional ibu dan menjaga bayinya. Wanita dengan gejala mudah marah dan bertahan lebih dari 2

minggu harus dilakukan skrining terjadinya depresi postpartum.

Sedangkan psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum

yang terberat. Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita

setelah persalinan. Wanita yang paling beresiko tinggi adalah yang

memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum

sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis,

secepatnya terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada

umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum. Kondisinya berupa

episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan

(20)

perilaku yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan

dengan anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan

atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran yang

menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak. 7

2.2. Depresi Postpartum

2.2.1. Definisi Depresi Postpartum

Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat

yang terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi . Depresi

postpartum mungkin muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan

sebagian mengatakan kurang dari 12 bulan pertama postpartum.

Manifestasinya berupa menangis, insomnia, depresi, kelemahan, cemas,

tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk. bisa saja mengalami gejala

yang ringan, sedang ataupun berat. Berdasarkan atas Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), depresi

postpartum bukan merupakan wujud yang terpisah, melainkan bagian dari

spektrum depresi mayor, yang terkode dengan suatu modifikasi terhadap

onset postpartum. DSM-IV memutuskan bahwa onsetnya harus sekitar 4

(21)

Sinopsis Kriteria DSM –IV terhadap Episode Depresi Mayor, dengan

onset postpartum

___________________________________________________________ 3,10,11

1. Pasien harus memiliki sedikitnya satu

• Penurunan mood, atau

dari hal berikut selama

periode waktu 2 minggu:

• Anhedonia

2. Sedikitnya lima

• Seringkali merasa tertekan, bahkan hampir setiap hari

dari simptom berikut harus muncul dalam interval

waktu 2 minggu :

• Berkurangnya kesenangan atau minat hampir pada semua

aktifitas sehari-hari

• Perubahan selera makan ( ditandai dengan penurunan berat

badan)

• Gangguan tidur (insomnia, hiperinsomia)

• Retardasi psikomotor atau agitasi hampir setiap hari

• Kurangnya energi atau fatique hampir setiap hari

• Perasaan berlebihan terhadap hal yang tidak penting atau

perasaan bersalah yang berlebihan atau perasaan tidak

berguna

• Kesulitan untuk berkonsentrasi, atau membuat keputusan

hampir setiap hari

• Seriing berpikir untuk mati, bunuh diri atau rencana untuk

(22)

3. Simptom yang muncul menyebabkan gangguan yang signifikan

atau distres dalam sosial, berbicara,atau fungsi hidup sehari-hari

yang penting.

4. “Onset Postpartum Spesifik” jika onset simptom terjadi dalam 4

minggu setelah kelahiran bayi

2.2.2.Prevalensi

Depresi postpartum mepengaruhi sekitar 10-15% dari seluruh ibu

baru, namun dapat lebih tinggi hingga 35% pada kelompok demografi.2,12

Pada negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 5-25%.4 Satu

studi menemukan 19,2% ibu baru yang didiagnosa dengan depresi mayor

atau minor dalam tiga bulan pertama postpartum, 7,1% diantaranya

mengaalami depresi mayor. Pada studi lain dari 214 wanita, 86

diantaranya memiliki gejala depresi (40,2%), tetapi hanya 25 (11,7%) yang

secara nyata didiagnosa sebagai suatu depresi. Survey lainnya

menyebutkan sepertiga wanita yang dinilai dengan batas resiko depresi

pada delapan bulan postpartum, tetap mengalami depresi 12-18 bulan

kemudian, dan hanya 15% yang meminta pertolongan atau dirujuk ke ahli

kesehatan mental. Depresi postpartum jarang terdiagnosa dan menjadi

komplikasi paska kelahiran bayi serta gangguan psikiatri perinatal

tersering, dengan resiko tertinggi pada wanita postpartum tahun

pertama.2,12 Satu penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga kali lipat

peningkatan resiko utuk menjadi depresi pada 3 sampai 6 bulan setelah

(23)

2.2.3 Etiologi

Etiologi pasti dari depresi postpartum masih belum jelas, namun

berbagai faktor fisiologis dan psikososial telah diinvestigasi. Berikut

beberapa hal yang diduga menjadi etiologi dari depresi postpartum.

a. Neurobiologi postpartum

Mekanisme biologi dari depresi postpartum dipercaya berhubungan

dengan gangguan depresif mayor. Depresi secara umum merupakan

penyakit dengan integritas sirkuit neuron, yang telah ditunjukkan pada

studi dengan pengurangan volume otak seseorang yang didiagnosa

dengan gangguan depresif mayor. Yang menarik, jumlah volume yang

hilang secara langsung berhubungan dengan lama penyakit. Stres dan

depresi bekerja dengan mengurangi jumlah protein otak yang

mencetuskan pertumbuhan neuron dan formasi sinaps. Dan penyebab

neurobiologi ini berinteraksi dengan kemampuan genetik dan faktor

lingkungan atau psikososial.

2,3,13,14,15,16

Setelah dilahirkanya plasenta pada saat persalinan, kadar estrogen

dan progesteron plasma ibu mulai turun secara cepat. Hormon tersebut

diketahui memiliki efek neural pada konsentrasi yang fisiologis, maka

diduga perubahan kadarnya memiliki efek psikologis. Pada suatu

penelitian pada tikus, stimulasi reseptor GABA pada otak menyebabkan

relaksasi dan tranquiliti,dan mengalami penurunan regulasi selama

kehamilan oleh neurosteroid yang berasal dari progesteron. Pada saat

(24)

menarik,tikus dengan reseptor GABA yang rusak, secara signifikan

mengalami gejala depresi postpartum seperti anhedonia. Sebagian

menyebarkan kotorannya, bahkan ada yang memakan sesamanya.

Peneliti menduga bahwa pengobatan dengan agonis reseptor GABA

dapat efektif pada kasus tersebut. Suatu penelitian lain meneliti wanita

yang diberikan dosis tunggal progestin sintetik atau estrogen transdermal

pada 48 jam postpartum, kemudian diskrining dengan EPDS pada saat 4

atau 6 minggu postpartum dan diulangi pada saat 12 minggu postpartum.

Pada kelompok progestin, terdapat peningkatan gejala mood negatif pada

6 minggu postpartum, namun tidak muncul pada saat 12 minggu, jika

dibandingkan dengan plasebo. Sedangkan pada kelompok estrogen,

hanya sedikit gejala depresi yang muncul dibandingkan dengan plasebo.

Sebenarnya kadar estrogen dan progesteron tidak menunjukkan

korelasi langsung yang konsisten terhadap perubahan mood, namun

mungkin saja kalau kadar steroid neuroaktif dipengaruhi oleh kadar

hormon tersebut. Suatu penelitian meneliti hubungan kadar estradiol

pada kehamilan 36 minggu dan saat postpartum, dan dijumpai kadar

estradiol dan estriol yang menurun pada hari 34, 36, dan 38 antepartum

dan hari 1-4, 6 dan 8 postpartum. Mereka juga menemukan kadar estriol

total yang tinggi pada hari 2 dan 3 postpartum pada wanita dengan baby blues. Penelitian lain yang meneliti wanita dengan baby blues dan depresi

postpartum, menemukan kadar estrogen yang sama pada kedua

(25)

Penurunan kadar estrogen hingga 100-1000 x selama 3-4 hari

postppartum diduga memiliki hubungan dengan densitas Monoamine

Oxidase A (MAO-A), yaitu suatu enzim yang primer berlokasi di membran

mitokondria luar yang terdeteksi di neuron dan glia dan peningkatannya

diduga berperan dalam episode depresif mayor. Sedangkan progesteron

diduga sebagai pencetus gejala depresi postpartum dan telah diteliti oleh

beberapa kelompok, dimana didapatkan hubungan yang lemah antara

pengurangan progesteron dengan perkembangan depresi postpartum.

Dan sebagian juga menemukan kadar progesteron saliva yang tinggi pada

antepartum dan rendah pada postpartum, namun tidak terjadi pada

kadarnya dalam plasma.

Penelitian terbaru menunjukkan efek mood yang mungkin terjadi

akibat metabolit neuroaktif dan prekursor dari progesteron, seperti

alloprgnanolone,3α,5α-tetrahydoprogesterone (3α,5α-THP), 3α,5α

-tetrahydrodeoxycorticosterone (3α,5α-THDOC), dan banyak lainnya.

Hormon steroid secara klasik bekerja dengan cara berikatan reseptor

intraselluler yang mencetuskan suatu kaskade peristiwa yang

menghasilkan modifikasi transkripsi, yang memberikan efek di kemudian

hari. Steroid neuroaktif dapat mencetuskan efek neurologi dengan cara

berikatan dengan reseptor pada permukaan sel atau channel ion pada

neuron dan membangkitkan eksitabilitas sel. Steroid neuroakktif bekerja

sebagai allosteric modulator pada reseptor γ-aminobutyric acid A

(GABAA), menambah aksi inhibisi reseptor ini yang juga menurunkan

(26)

telah diidentifikasi sebagai target dari steroid neuroaktif. Sebagai

tambahan, allopregnanolon bekerja sebagai modulator pelepasan

dopamin sebagai respon perubahan steroid ovarium yang dapat

mempengaruhi neurokimia yang mencetuskan gangguan mood.

Disequilibrum dari steroid neuroaktif diduga menjadi faktor dalam

patofisiologi depresi. Bukti menyatakan bahwa terapi antidepressan dapat

bekerja dengan tingkat modulasi dari steroid neurooaktif. 14

2,14

Pasien

dengan depresi mayor, memiiki kadar 3α,5α-THP dan 3α,5β-THP levels

yang menurun dan kadar 3β,5α yang meningkat. Dan kadar ini kembali

normal jika diikuti dengan terapi antidepresssan. Dampak dari steroid

neuroaktif juga diperiksa dalam hubungannya dengan kadar hormonal

wanita. Kadar 5α-dihydroprogesterone (5α-DHP) secara siginifikan

meningkat pada wanita hamil 27 dan 37 minggu yang mengalami depresi,

dan metabolit progesteron ini tetap tinggi selama 7 minggu postpartum,

(27)

b. Gangguan Autoimun

Kondisi fisiologis yang cenderung ke kemarahan setelah kelahiran

bayi bisa berasal dari autoimun. Satu penelitiian menduga bahwa

kemarahan ibu berasal dari paparan ibu terhadap berbagai antigen fetal

selama persalinan. Sebagai contoh,tiroiditis postpartum merupakan suatu

kondisi dengan autoantibodi tiroid yang terdeteksi di plasma diantara 6

minggu hingga 6 bulan postpartum. Hal tersebut terjadi pada 6-9 % wanita

yang tidak memiliki riwayat penyakit tiroid. Pada sebagian kasus, penyakit

ini muncul dengan fase hipertiroid yang diikuti dengan fase hipotiroid, atau

hanya muncul dengan hipertiroidisme atau hipotiroidisme saja. Beberapa

studi telah mencoba untuk menentukan kejadian depresi yang mana yang

berhubungan dengan penyakit tiroid itu sendiri. Belum ada kesimpulan

pasti yang berhasil didapatkan, namun depresi postpartum mungkin

berdasarkan tiroid. 17

c. Gangguan Tidur dan Ritme Sirkardian

Sedikitnya 5 studi sejak tahun 1968 telah menduga bahwa

gangguan tidur dapat menyebabkan depresi postpartum. Ibu baru tidak

selalu dapat tidur ketika mereka membutuhkannya, karena mereka harus

menjaga bayinya. Kecenderungan wanita tersebut untuk menjadi depresi

mungkin disebabkan oleh kelelahan atau fatique. 17

Melatonin adalah hormon tidur yang dihasilkan di kelenjar pineal otak.

Konsentrasinya dalam plasma akan mulai meningkat di sekitar waktu

(28)

menurun hingga hampir tidak terdeteksi pada saat bangun. Paparan

terhadap cahaya, terutama cahaya biru dengan panjang gelombang

sekitar 470 nm akan menghambat pelepasan melatonin.

Pada suatu penelitian kecil melaporkan bahwa subjek dengan

depresi postpartum yang menggunakan kacamata dengan lensa

berwarna biru ketika ia bangun di malam hari untuk menjaga bayinya

yang baru lahir, secara signifikan akan sembuh lebih cepat dibandingkan

kontrol dengan depresi postpartum yang tidak menggunakan kacamata.

Hal ini menyimpulkan bahwa gangguan produksi melatonin pada malam

hari merupakan kontributor terhadap depresi postpartum.

2.2.4 Faktor Resiko Depresi Postpartum

Wanita yang paling beresiko tinggi menderita depresi postpartum

adalah yang memilki riwayat depresi, episode depresi postpartum

sebelumnya, atau depresi selama kehamilan. Tekanan hidup seperti

menjaga anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan),

kehamilan yang tidak dinginkan, dan status yang tidak jelas telah

divalidasi sebagai faktor resiko.The National Health and Medical Research

Council (NHMRC) (2000: 50-67) mengelompokkan faktor resiko menjadi

empat kategori berdasarkan pengukuran hubungan bukti yang

mendukung. Empat kategori tersebut antara lain : faktor resiko yang pasti

didapat ( riwayat depresi, depresi selama kehamilan, hubungan

pernikahan, kurangnya dukungan dan kehidupan yang penuh tekanan)

(29)

kohort, faktor resiko yang diduga didapat ( riwayat keluarga dengan

kelainan psikosis, karakteristik personal, fungsi kognitif negative,

pengalaman melahirkan dan komplikasi obstetrik, kesehatan infan,

neurotransmitter) dengan persetujuan 40-60% pada setiap penelitian

yang dipublikasikan, faktor resiko yang mungkin didapat ( disfungsi tiroid,

persalinan prematur dan kejahatan seksual pada anak) dengan bukti yang

sangat sedikit atau temuan yang meragukan, faktor proteksi (

penghargaan diri, dukungan yang meningkat) membutuhan investigasi

lebih lanjut 18,19

Lebih dari seperempat semua wanita mengalami Episode Depresif

Mayor semasa hidupnya, dengan puncak insidensi terjadi selama usia

reporduksi (American psychiatric Association, DSM-IV-TR, 2000).

Terdapat badan penelitian substansial yang memeriksa faktor-faktor

terkait dengan perkembangan depresi postpartum. Sayangnya, banyak

penelitian ini telah memiliki keterbatasan metodologi (seperti sampel kecil)

dan begitu saja, kesimpulan definitive mengenai faktor-faktor risiko dalam

onset depresi postpartum tidak dapat ditarik dari data-data tersebut.

Dalam ulasan penelitian tahun 2005 menyimpulkan penelitian dengan

karakteristik metodologi kuat dan mengusulkan pemeriksaan faktor-faktor

risiko dalam hal prediktor sedang sampai kuat, sedang, dan lemah. Dalam

ulasan mereka, mereka menyajikan ukuran efek dengan jumlah yang lebih

tinggi yang mencerminkan lebih kuatnya hubungan dan ukuran efek

negatif yang mengindikasikan adanya hubungan terbalik. Prediktor

(30)

gangguan psikiatrik lainnya. Kemudian resiko sedang-berat yaitu

kurangnya dukungan sosial dan adanya tekanan hidup seperti perceraian,

pengangguran, kematian orang yang disayangi, kekerasan masa kecil,

konflik pernikahan, dan kekerasan lainnya. Yang menjadi resiko sedang

adalah kepribadian ibu. Selanjutnya yang juga menjadi faktor resiko

depresi postpartum namun hanya memiliki sedikit efek yaitu riwayat

keluarga dengan gangguan psikiatrik, status sosialekonomi, faktor

obstetrik seperti persalinan dengan seksio sesarea, serta komplikasi

kehamilan lainnya, etnis,dan usia. 3,19,20

Penelitian juga telah membuktikan adanya hubungan antara

masalah maternal dan medis fetus dan onset depresi postpartum.

Khususnya, ibu-ibu yang mengalami peningkatan gejala klinis fisik (seperti

sakit kepala, nyeri punggung dan perdarahan per vaginal), memiliki

keterbatasan dalam fungsi secara fisik (seperti mandi dan memberi bayi

makan), dan dilaporkan memiliki bayi yang menyusahkan, lebih cenderung

memiliki depresi postpartum. Menariknya, satu penelitian menunjukkan

bahwa adanya peningkatan jumlah sakit dan tingginya jumlah kunjungan

antenatal secara klinis merupakan prediktor terbaik depresi postpartum.

Sebagai tambahan, masalah medis bayi, termasuk memiliki bayi yang

meresahkan, tampaknya meningkatkan risiko ibu untuk terkenanya

depresi postpartum

Berikut, beberapa hasil penelitian berupa metaanalisis mengenai faktor

resiko depresi postpartum. 3

(31)

Metaanalisis O’Hara and Swain (1996) dikutip dari review

Stewart et al (2003)

Jumlah

Variabel yang

diteliti

Tingkat Efek Keterangan

77

Sosiodemografi Tidak

(32)

- Komplikasi obstetrik

Lemah mengukur

(33)

Metaanalisis Beck (2001) dikutip dari review Stewart et al (2003)6

Tidak mampu untuk

menghitung jumlah

sampel yang akurat

karena banyaknya

jumlah penelitian

Faktor yang diukur

pada postpartum

dipengaruhi oleh

mood depresif ibu

(34)

diinginkan

seperti kebangaan

atas diri sendiri,

perilaku anak

definisi yang tajam

(35)

membandingkan

dengan O’Hara &

Swain

Faktor-faktor resiko terjadinya depresi postpartum tersebut kemudian

diurutkan dari yang terkuat sampai yang terlemah yang dikenal dengan

Cohen’s Effect Size :6 Kuat ke Sedang

Depresi selama kehamilan

Kecemasan selama kehamilan

Tekanan hidup saat ini

Kurangnya dukungan sosial

Riwayat depresi sebelumnya

Sedang

Tingkat stress yang tinggi pada waktu anak-anak

Pertahanan diri yang rendah

Neurotisme

Kelainan perilaku pada masa bayi

Kecil

Komplikasi obstetrik

Keterlibatan kognitif

Kualitas hubungan dengan pasangan

(36)

Tidak ada efek

Etnis

Usia ibu

Tingkat pendidikan

Paritas

Jenis kelamin anak (pada komunitas barat)

2.2.5. Skrining Depresi Postpartum

Depresi postpartum merupakan gangguan mood serius yang

mempengaruhi banyak wanita dari berbagai kultur. Gangguan ini sering

tidak terdeteksi, disebabkan karena banyak wanita sering terlambat untuk

mencari pertolongan profesional, dan yang kedua adalah ketidakinginan

pasien untuk mengungkapkan masalah emosional mereka. Banyak wanita

yang mengalami kesulitan untuk memahami masalah yang mereka alami,

dan sering beranggapan bahwa pertahanan adalah hal normal saat

menjadi ibu. Pada wanita seperti ini, onset gejala mempengaruhi sebab

dari depresi lainnya, seperti kelelahan atau gangguan hubungan.

Sebaliknya, beberapa wanita menyadari gejala sebagai depresi tetapi

ketakutan untuk mencari bantuan professional seperti menjadi sakit

mental atau ibu yang tidak sehat. Meskipun setelahnya wanita tersebut

memutuskan untuk mencari bantuan professional, namun mereka sering

merasa malu, kecewa, atau frustasi. 3,6

Semua ibu, terutama yang memiliki faktor risiko, harus diskrining

(37)

seperempat wanita yang menderita depresi postpartum memiliki gejala

depresi yang dimulai selama kehamilan mereka, yang menunjukkan

kebutuhan untuk skrining awal dan edukasi. Pentingnya wanita

postpartum diskrining adalah bukti untuk meningkatnya gangguan

psikiatrik selama periode postpartum, termasuk meningkatnya tingkat

rawat inap psikiatrik postpartum. Depresi postpartum dapat berkembang

kapan saja selama tahun pertama postpartum. Meskipun belum terdapat

bukti empirik, menurut bagian pediatrik, waktu terbaik untuk melakukan

skrining adalah saat kunjungan anak sehat bukan anak sakit, dengan

interval waktu 2 minggu, kemudian 2,4,6,9 dan 12 bulan postpartum.6,21,22

Institusi kesehatan masyarakat di Massachusetts tahun 2012

menetapkan suatu Standards for Effective Postpartum Screening and

Recommendation for Health Plans and Health Care Providers yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan skrining depresi postpartum,

mencakup siapa yang dapat melakukan skrining, kapan dan dimana

dilakukan dan bagaimana data tersebut diolah. Menurut standar tersebut,

semua profesional yang berhubungan dengan perawatan kesehatan

wanita postpartum, anaknya dan keluarga harus dilatih untuk menskrining

depresi postpartum. Skrining depresi postpartum dilakukan sedikitnya satu

kali pada setiap wanita postpartum diantara kelahiran hingga 6 bulan

setelah kelahiran. Penelitian menyatakan bahwa indikasi depresi

postpartum meningkat dengan skrining multipel yang dimulai saat

prenatal dan dilanjutkan hingga periode postpartum, yang dapat dilakukan

(38)

atau bidan. Neonatal Intensive Care Unit (NICU), kunjungan ke pediatri

saat anak sehat, program kunjungan ke rumah, dan pelayanan komunitas

sosial. Pelaksanaan skrining depresi postpartum harus didahulukan pada

populasi yang mengancam, seperti wanita postpartum yang masih remaja,

wanita tunawisma, wanita yang mengalami kekerasan dari pasangannya,

imigran, wanita tanpa identitas penduduk, wanita yang mengalami

kematian atau kehilangan anak atau yang anaknya mengalami perhatian

khusus, wanita yang mengalami kelahiran prematur atau komplikasi

kehamilan, wanita dengan riwayat depresi, orang tua adopsi atau asuh,

serta keluarga dengan masalah finansial.23

Banyak tenaga kesehatan yang memiliki keterbatasan untuk

menilai dan menangani depresi postpartum. Misalnya, mereka sering tidak

menyadari gejala-gejala yang muncul mengindikasi kejadian depresi atau

mereka merasa tidak yakin mengenai bagaimana membantu secara efektif

dan segan untuk mengungkapkan masalah tersebut. Untuk itu, penelitian

menduga bahwa skrining secara signifikan dapat membantu tenaga

kesehatan professional untuk mendeteksi depresi postpartum. Pada suatu

penelitian di USA, 391 ibu diikutkan dalam suatu kelompok skrining

postpartum, dimana Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)

digunakan,atau kelompok kontrol yang terdiri dari deteksi spontan melalui

pemeriksaan klinis rutin.Sesuai yang diharapkan, insidensi deteksi gejala

depresi secara signifikan lebih tinggi pada kelompok skrining daripada

kelompok yang terdeteksi secara spontan (35.4% vs. 6.3%; p < 0.001).

(39)

dimana wanita yang mengisi EPDS secara signifikan lebih mudah teridentifikasi gejala depresi postpartum dibandingkan dengan kelompok

pemeriksaan rutin (11 dari 37 wanita (30%) vs 0 dari 35 wanita (p < 0.001)

. 6,21

Sejumlah wawancara terstandarisasi tersedia untuk menegakkan

diagnosa depresi postpartum. Instrumen-instrumen ini secara khusus

digunakan dalam tujuan penelitian dan berdasarkan atas kriteria kuat

untuk memastikan diagnosa yang sistematis dan dapat dipercaya.

Penggunaannya terbatas untuk klinisi terlatih atau peneliti yang memiliki

pengetahuan lebih dari DSM, RDC, atau sistem ICD untuk diagnose dan

penilaian klinis. Beberapa instrumen tersebut membutuhkan waktu, mahal,

dan tidak direkomendasikan untuk praktisi klinis umum.6 Berikut

merupakan beberapa instrumen yang dapat dipakai untuk skrining depresi

postpartum.

1. Schedule of Affective Disorders and Schizophrenia (SADS).

SADS terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka yang berkenaan dengan

setiap gejala dengan penjajakan untuk pertanyaan berikutnya. Terdapat

11 gejala depresif ( tujuh somatik dan empat afektif kognitif) dalam

delapan kategori yaitu gangguan makan, gangguan tidur, kelelahan,

kurang semangat, perasaan bersalah, gangguan konsentrasi, keinginan

bunuh diri, dan gangguan motorik. Keberadaan dan keparahan setiap

gejala dinilai dari 1 hingga 6 oleh pemantau dan setiap gejala harus

mendapatkan nilai minimal 3 (ringan) atau tinggi (parah atau sering

(40)

2. Structured Clinical Interview for DSM-IV-R (SCID).

SCID merupakan wawancara klinis yang menggabungkan diagnose

DSM-IV dan memiliki versi berbeda untuk digunakan pada pasien rawat inap,

rawat jalan dan bukan populasi klinis. Instrumen ini terbagi atas enam

modul yang yang memerlukan waktu 45-60 menit untuk melengkapinya. 6

3. Standard Psychiatric Interview (SPI).

SPI (yang juga dikenal sebagai Clinical Interview Schedule; CIS) merupakan wawancara semi struktur yang digunakan untuk survey

komunitas. SPI lebih sedikit dari wawancara terstandarisasi lainnya dan

terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang didesain untuk menelaah

keberadaan atau ketiadaan dari 10 gejala psikiatrik. Wawancaranya sering

dimodifikasi dengan menambahkan masalah yang menyangkut gangguan

makan dan penurunan berat badan postnatal. 6

4. Present State Examination (PSE).

PSE merupakan wawancara klinis semi struktur yang mencari gejala

psikiatri yang terjadi selama 4 minggu sebelumnya. PSE sering digunakan

pada sejumlah studi depresi postpartum.6

5. Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD).

HRSD digunakan untuk menilai keparahan depresi pada pasien yang

(41)

gejala depresif, dan skala ini sering digunakan pada beberapa literature

depresi postpartum. 6

6. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah alat

pelaporan sendiri yang direkomendasikan untuk mengkonfirmasi gejala

depresif pada wanita postpartum ( Level Evidens III).25 EPDS adalah 10

jenis skala yang didesain secara khusus untuk menggambarkan tingkat

depresi postpartum pada sampel komunitas. Setiap pertanyaan bernilai 4

poin skala (dari 0-3), dengan total skor berkisar antara 0-30. Setiap

pertanyaan ditulis dalam bentuk lampau, termasuk pertanyaan yang

berhubungan dengan perasaan ibu selama 7 hari sebelumnya dan

merujuk kepada mood depresif, anhedonia, perasaan bersalah,

kecemasan, dan keinginan untuk bunuh diri. Satu tantangan dari skala ini

adalah tidak mengikutkan beberapa gejala somatic umumnya seperti

insomnia dan gangguan makan, yang mungkin muncul secara alami pada

wanita postpartum, tetapi hanya satu pertanyaan yang mengarah ke

gejala somatik dan berhubungan dengan mood, yaitu “ Saya merasa

sangat tidak bahagia sehingga saya mengalami kesulitan untuk tidur”.

Satu kekurangan dari skala ini antara lain tidak mencakup simptom

somatik seperti insomnia dan perubahan selera makan, yang umum terjadi

pada wanita postpartum. 6,10

Edinburgh Postnatal Depression Scale adalah 10 macam kuesioner

(42)

Sebuah nilai cut-off dari 9 atau 10 telah direkomendasikan di Inggris untuk tahap pertama skrining dan merupakan indikator adanya depresi

postpartum yang dapat diandalkan pada wanita di Amerika Serikat. Jika

seorang wanita memiliki total skor pada Edinburgh Postnatal Depression Scale lebih dari 13 atau pada pertanyaan "pemikiran untuk melukai diri

sendiri telah terjadi kepada saya” menunjukkan hasil "kadang-kadang"

(skor 2) atau" cukup sering " (Skor 3), dianjurkan untuk melakukan

wawancara klinis singkat untuk meninjau gejala dan menetapkan

diagnosis depresi.6,21,26,27 Rekomendasi lain menyatakan bahwa nilai cut-off EPDS lebih dari 12 dapat digunakan untuk menentukan gejala pada

wanita yang dapat berbahasa inggris. Kriteria cut-off harus diinterpretasi

lebih hati-hati pada wanita yang tidak mampu berbahasa inggris, yang

menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa kedua, dan wanita dengan

kultur yang berbeda (Level of Evidence = III).25,28

EPDS yang orisinil didapat setelah meneliti 84 orang wanita

Edinburgh yang sebelumnya telah diidentifikasi berpotensial menjadi

depresi pada 6 minggu postpartum oleh tenaga kesehatan professional

pada tahun 1987. Skor EPDS telah dibandingkan dengan Research Diagnostic Criteria (RDC) yang diperoleh dari Standard Psychiatric Interview (SPI), dan memiliki sensitifitas 86%, spesifisitas 78% dan nilai

prediksi positif 73%. Penelitian lain yang membandingkan EPDS dengan

Beck Depression Inventory (BDI), sensifitas EPDS berkisar 95% dan

(43)

Depressive Symptomatology, nilai sensitifitas EPDS berkisar 78%, spesifitas 90%, nilai prediksi positif 66% dan nilai prediksi negatif 94%. 29

Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada penelitian yang pasti

menyatakan periode postpartum yang tepat untuk menggunakan EPDS.

Pada tiga penelitian yang dilaporkan sebelumnya menyatakan bahwa

EPDS dapat digunakan kapan saja selama 12 bulan pertama postpartum

(saat kelahiran hingga 12 bulan) untuk mengkonfirmasi gejala depresif

(Level Evidens III) .24,25 Penelitian berikutnya menyatakan bahwa validitas

EPDS yang digunakan pada wanita yang sama secara berulang, memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang sama selama periode postpartum.24

Pada studi di bagian pediatri, menyatakan skrining rutin untuk depresi

postpartum adalah sebelum 2 bulan postpartum. Kesimpulan ini didukung

oleh data epidemiologi yang menyatakan bahwa prevalensi pospartum

blues memuncak pada saat tersebut. Dan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa nilai prediksi positif skor EPDS yang didapat selama 5

hari pertama postpartum untuk diagnosa simptom depresif mayor adalah

rendah (< 60%).24

EPDS harus diisi oleh satu orang. Dukungan harus diberikan agar

ibu dapat menyelesaikan kuesioner sendiri, dimana dia merasa dapat

menjawab pertanyaan sejujurnya. Ibu mungkin memerlukan bantuan

dalam EPDS jika dia memiliki keterbatasan kemampuan membaca atau

(44)

Edinburgh Postnatal Depression Scale

(EPDS)

30

Name: ______________________________ Address: ____________________ Your Date of Birth: ____________________ _____________________________ Baby’s Date of Birth: ___________________ Phone: ____________________

As you are pregnant or have recently had a baby, we would like to know how you are feeling. Please check the answer that comes closest to how you have felt IN THE PAST 7 DAYS, not just how you feel today.

Here is an example, already completed. I have felt happy:

o Yes, all the time

• Yes, most of the time .This would mean: “I have felt happy most of the time” during the past week.

o No, not very often Please complete the other questions in the same way. o No, not at all o Definitely not so much o Not at all

2. I have look forward with enjoyment to things

o As much as i ever did o Rather less than i used to o Defenitely less than i used to o Hardly at all

3. I have blamed myself unnecessarily when things went wrong*

o Yes, most of the time o Yes, sometimes o Yes, very often

5. I have felt scared or panicky for not very good reason*

o Yes, quite a lot o Yes, sometimes

o No, most of the time I have coped

o Yes, sometimes I haven’t been

coping as well as usual

o No, most of the time I have coped

quite well

o No, I have been coping as well as

ever

7. I have been so unhappy that I have had difficulty sleeping *

o Yes, most of the time o Yes, sometimes o Not very often o Only occasionally o No, never

10. The thought of harming myself has occured to me *

(45)

Skrining rutin untuk depresi postpartum dengan menggunakan

EPDS berhubungan dengan peningkatan lebih dari dua kali lipat diagnosa

depresi postpartum pada populasi. Banyak diagnosa depresi (85%) dibuat

pada kunjungan selama 6 minggu postpartum dimana skrining

diselesaikan. Perawatan depresif ditawarkan kepada seluruh wanita

dengan diagnosa depresi postpartum. Wanita dengan peningkatan skor

EPDS adalah 7 kali lebih sering terdiagnosa dengan depresi postpartum.

Meskipun hanya sebuah ukuran keluaran intermediate, mendapatkan

pengobatan untuk depresi postpartum adalah langkah pertama untuk

mengefektifkan keluaran pasien, seperti meningkatkan kemampuan untuk

melakukan aktifitas sehari-hari, kemampuan untuk merawat anak, dan

pencegahan bunuh diri. Pola diagnosa awal pada periode postpartum

sama dengan yang pernah dilaporkan pada penelitian sebelumnya

dengan kebanyakan wanita mempeoleh diagnosa sekitar 6 bulan

kelahiran. Selama evaluasi depresinya, banyak wanita dengan depresi

postpartum melaporkan bahwa simptom muncul sekitar beberapa minggu

kelahiran dan masih dapat ditolerir hingga diagnosa dibuat.5,24

Skrining EPDS dilakukan pada satu titik waktu, dan tidak semua

depresi postpartum adalah bukti pada atau sebelum waktu tersebut. Hal

itu penting untuk terus mempertimbangkan depresi postpartum sebagai

diagnosis bagi perempuan yang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala

pada kunjungan postpartum 6 minggu tapi hadir di lain waktu dengan

(46)

menjadi negatif palsu atau apakah wanita ini tidak bergejala pada saat

skrining EPDS. 24

Beberapa wanita yang memiliki diagnosis pertama depresi

postpartum pada 3 sampai 9 bulan setelah melahirkan menyebutkan

bahwa gejala telah hadir sejak bayi berusia lebih muda dari 1 bulan dan

memiliki skor tinggi skrining EPDS. Perempuan ini mungkin menunjukkan

meningkatnya kejelasan dari belakang, kegagalan dokter untuk mengatasi

skor EPDS, keterbatasan kemampuan dokter untuk mengevaluasi depresi

yang adekuat atau kegagalan perempuan untuk mengungkapkan

keparahan gejala mereka.24 Pentingnya mengurangi diagnosa yang

terlambat dicontohkan oleh wanita dengan usaha bunuh diri sekitar 3

bulan setelah melahirkan. Catatan ICU yang selesai pada saat rawat inap

untuk pengobatan suatu percobaan bunuh diri lewat overdosis

menyatakan dia telah memiliki gejala sejak lama setelah kelahiran bayi.

Hal ini tidak jelas apakah dokter tidak melihat respon, tidak menjawab,

atau tidak mendokumentasikan respon mereka (yaitu, telepon follow-up tidak dilaporkan). Jika pasien telah mempertimbangkan rencana untuk

melakukan tindakan atas pikiran bunuh diri atau memiliki pemikiran

tentang merugikan bayinya, direkomendasikan ketentuan untuk keamanan

dan rujukan yang mendesak terhadap pengobatan untuk kejiwaannya.

Perempuan yang memiliki gangguan fungsional utama (terbukti oleh

adanya sikap menghindari keluarga atau teman-teman, ketidakmampuan

untuk mengurus kebersihan, atau ketidakmampuan untuk merawat bayi

(47)

merupakan calon diperlukan rujukan yang cepat. Perempuan yang

melaporkan gejala depresi tanpa keinginan bunuh diri atau gangguan

fungsional utama (atau skor antara 5 dan 9 pada EPDS) harus dievaluasi

lagi dua sampai empat minggu kemudian dalam rangka untuk

menentukan apakah episode depresi telah berevolusi atau apakah gejala

mereda. Mengumpulkan riwayat secara hati-hati dan pemeriksaan fisik

diperlukan pada semua wanita dengan depresi postpartum. Fungsi tiroid

harus dinilai, karena hipotiroidisme dan hipertiroidisme lebih sering terjadi

selama periode postpartum dan dapat berkontribusi terhadap terjadinya

perubahan mood. Namun, pada wanita dengan hipertiroidisme atau

hipotiroidisme, pengobatan gangguan tiroid dan depresi biasanya

diperlukan.4,15

2.2.6 Diferensial Diagnosis

Meskipun depresi postpartum merupakan gangguan afektif

postpartum yang paling umum terjadi, terdapat beberapa gangguan

postpartum lainnya. Gangguan paling parah yang terjadi pada periode

postpartum diketahui sebagai psikosis postpartum. Jika ada, ibu mungkin

mengalami pikiran psikotik yang menempatkan dia sendiri dan

anak-anaknya dalam bahaya. Seorang ibu yang didiagnosis dengan psikosis

postpartum khasnya mengalami halusinasi (auditorius dan/atau visual),

pikiran delusi (kepercayaan palsu) dan agitasi. Psikosis postpartum

khasnya memiliki onset awal dan lebih umum terjadi pada wanita dengan

riwayat gangguan bipolar. Meskipun gangguan ini jarang terjadi (1-2%),

(48)

dampak yang sangat berbahaya dan berpotensi membahayakan diri

sendiri dan orang lain.6 Selain itu juga terdapat kumpulan gangguan

kecemasan, yang dikenal sebagai gangguan kecemasan postpartum

(seperti gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif), dimana seorang

ibu mengalami gejala klinis yang semakin meningkat secara

perlahan-lahan yang lebih nyata setelah kelahiran bayi. Gangguan

obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan postpartum yang paling

umum terjadi, dimana ibu-ibu biasanya mengalami obsesi signifikan

terhadap kesejahteraan anaknya. Jika tidak diobati, banyak yang

menderita gangguan kecemasan postpartum akhirnya mengalami depresi

postpartum.6

2.3. Kerangka Teori

Masa postpartum

Neurobiologi postpartum

Gangguan autoimun

Gangguan Tidur dan Ritme Sikardian

Faktor Resiko:

- Faktor resiko yang pasti didapat - Faktor resiko yang diduga didapat

- Faktor resiko yang mungkin didapat

Gangguan Mood dan gejala depresif

mayor

(49)

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai suatu studi potong lintang (cross

sectional study)

3.2 . Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik RSUP.H.Adam Malik dan RSU

Pirngadi Medan. Waktu penelitian adalah pada bulan Agustus 2013

sampai jumlah sampel minimal terpenuhi.

3.3. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita postpartum yang

sebelumnya bersalin di RSUP.H.Adam Malik dan RSU Pirngadi

Medan dan melakukan kunjungan ulang pertama ke poliklinik.

3.4. Sampel dan Teknik Sampling

Pengumpulan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling

dimana setiap penderita yang memenuhi kriteria penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu atau

(50)

3.5. Besar Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik, sehingga

jumlah besar sampel didapat dengan rumus :

n = Zα2 .P.Q

d2 Zα = 1,96 dengan α = 0,05 (5%)

n = (1,96)2 (0,15) (0,85)

(0,1)2 mengalami

P= proporsi populasi yang

depresi postpartum =15%

n = 48,98 ∞ 50 sampel Q = 1-P = 1-0,15 = 0,85

d =presisi yang diinginkan = 10 %

3.6. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan kuesioner untuk menilai skala depresi

postpartum yakni Edinburgh Postnatal Depression Scale yang terdiri

dari 10 item pertanyaan dengan skala nilai 0-3 untuk setiap pertanyaan.

Setiap pertanyaan bernilai 4 poin skala (dari 0-3), dengan total skor

berkisar antara 0-30. Digunakan cut-off 10, artinya skor > 10 berarti

cenderung untuk mengalami depresi postpartum, dan skor < 10 berarti

tidak cenderung untuk mengalami depresi postpartum.

3.7. Variabel Penelitian

a.Variabel independen:

(51)

- Paritas

- Status pernikahan

- Tingkat penghasilan

- Tingkat Pendidikan

- Pilihan persalinan

- Dukungan sosial

b. Variabel dependen : kecenderungan depresi postpartum

3.8. Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi

a. Semua pasien yang melahirkan pervaginam dan seksio sesarea

di RSUP H. Adam Malik Medan

b. Pasien dengan kesadaran compos mentis

c. Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani lembar

persetujuan.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien dengan riwayat depresi sebelumnya

b .Pasien dengan gangguan mental

c. Pasien dengan gangguan tiroid dan gangguan autoimun

(52)

3.9. Prosedur Kerja

a. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan tentang

penelitian yang akan dilakukan dan akan menandatangani lembar

persetujuan

b. Pasien diberikan kuisoner Edinburgh Postnatal Depression Scale

yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diminta

untuk melengkapinya.

3.10 Kerangka Konsep

3.10. Batasan Operasional

1. Wanita postpartum pada penelitian ini adalah wanita sesudah

persalinan yang melakukan kunjungan ulang pertama ke poliklinik.

2. Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat

yang terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi.

Wanita postpartum Kecenderungan

Depresi postpartum

Edinburgh Postnatal Depression Scale

Independen Dependen

Karakteristik ibu: -Usia

- Paritas

(53)

3. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah 10 jenis skala yang didesain secara khusus untuk menggambarkan tingkat depresi

postpartum pada sampel komunitas, dengan kecenderungan depresi

postpartum : jika nilai skor EPDS ≥10.

4. Karakteristik ibu meliputi :

- Usia : umur ibu yang dinilai berdasarkan tahun

- Paritas: jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu baik yang

hidup maupun yang mati.

- Primipara : wanita yang telah melahirkan janin yang viabel

sebanyak satu kali

- Multipara : wanita yang telah melahirkan janin yang viabel lebih dari

satu kali

- Status pernikahan : berdasarkan pernikahan yang ditetapkan oleh

Undang-undang pernikahan.

- Tingkat penghasilan : jumlah penghasilan perbulan berdasarkan

UMR

- Tingkat Pendidikan : jenjang pendidikan formal

- Pilihan persalinan : jenis persalinan yang ditentukan oleh dokter ahli

obstetri dan ginekologi (pervaginam/ekstraksi vakum/seksio

sesarea)

- Dukungan sosial : Dukungan yang diberikan seseorang yang

(54)

3.11 Alur Penelitian

Subyek Penelitian

Dilakukan pengukuran Skor depresi postpartum dengan menggunakan Edinburgh Postnatal Depresion Scale Wanita Postpartum

Analisa Data

Karakteristik ibu: -Usia

- Paritas

- Status pernikahan - Tingkat penghasilan - Tingkat Pendidikan - Pilihan persalinan - Dukungan sosial

Melakukan kunjungan ulangan ke poliklinik

(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Distribusi data karakteristik sampel penelitian

Penelitian ini menggunakan subyek penelitian wanita postpartum

yang berjumlah 50 orang. Karakteristik wanita postpartum tersebut dapat

dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN

Umur Frekuensi Persentase (%)

<20 Tahun 4 8,0

20-35 Tahun 32 64,0

>35 Tahun 14 28,0

Pendidikan

SD 1 2,0

SLTP 12 24,0

SLTA 32 64,0

D3 2 4,0

S1 3 6,0

Status Perkawinan

Menikah 50 100

Paritas

Multi 38 76,0

Primi 12 24,0

Penghasilan

(56)

Tabel diatas menggambarkan bahwa karakteristik wanita

postpartum yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi

Medan berdasarkan usia, sebagian besar pada kelompok umur 20 - 35

tahun (64%) yang merupakan umur produktif dan yang paling sedikit

adalah pada kelompok umur dibawah 20 tahun (8%).

Berdasarkan tingkat pendidikan maka wanita postpartum yang

melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan lebih banyak

dengan berpendidikan SLTA (64%) dan yang terendah adalah

berpendidikan SD (2%). Seluruh wanita postpartum tersebut dengan

status perkawinan telah menikah (100%) dan seluruhnya mendapatkan

dukungan sosial keluarga (100%). Berdasarkan paritas maka sebagian

besar wanita postpartum yang melahirkan di RSUP H.Adam Malik dan

RSU Pirngadi Medan dengan riwayat paritas multigravida (76%) dan yang

lainnya adalah dengan paritas primigravida (24%), dengan pilihan

persalinan umumnya adalah seksiosesaria (82%).

> 2 juta 4 8,0

1 - 2 juta 13 26,0

Dukungan sosial

Ada 50 100

Pilihan Persalinan

Seksio sesaria 41 82,0

Spontan 9 18,0

(57)

Tingkat penghasilan keluarga paling banyak adalah kurang dari

Rp 1.000.000,- per bulan (66%) dan persentase terendah dengan

penghasilan di atas Rp 2.000.000 perbulan (8%). Hal ini menunjukkan

bahwa ekonomi keluarga wanita postpartum yang melahirkan di RSUP

H.Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan sebagian besar termasuk relatif

rendah.

4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita

Postpartum

Tabel 4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada

Wanita Postpartum di RSUP H.Adam Malik dan RSU

Pirngadi pada Agustus 2013- April 2014

Skrining Depresi N Persentase

(%)

Cenderung depresi 13 26,0

Tidak cenderung depresi 37 74,0

Berdasarkan skrining depresi terhadap wanita post partum

berdasarkan penilaian Edinburgh Postnatal Depression Scale, maka

didapatkan sebagian besar wanita postpartum yang melahirkan di di

RSUP H. Adam Malik dan RSU Pirngadi Medan tidak mempunyai

(58)

4.2 Analisa Bivariat.

Tabel 4.3 Hubungan Faktor Karakteristik dengan hasil Skrining

Depresi Postpartum

Karakteristik

Ibu

Penilaian Depresi

(59)

Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan persentase,

kelompok umur yang mengalami cenderung depresi lebih banyak pada

kelompok umur kurang dari 20 tahun (50%) di ikuti dengan kelompok

umur diatas 35 tahun (28,6%) namun dari hasil uji statistik dengan

Fisher Exact oleh karena Chi-square tidak memenuhi syarat didapatkan

nilai p>0.05 yang memberi pengertian bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara umur dengan kecenderungan terjadinya depresi

post partum.

Hal diatas sesuai dengan literature review Stewart,et al (2003)

yang menyimpulkan bahwa umur tidak memiliki efek terhadap

terjadinya depresi postpartum.

Berdasarkan persentase tingkat pendidikan ibu menunjukkan

bahwa ibu dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah (SD –

SLTA) lebih banyak mengalami kecenderungan depresi, sedang

tingkat pendidikan yang lebih tinggi seluruhnya cenderung tidak depresi

namun dari hasil uji statistik dengan Fisher Exact oleh karena

Chi-square tidak memenuhi syarat didapatkan nilai p>0.05 yang memberi

pengertian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat pendidikan ibu dengan kecenderungan terjadinya depresi post

partum. Hal ini dapat disebabkan oleh karena para ibu dengan

pendidikan yang lebih tinggi mudah memahami proses persalinan

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel diatas
Tabel 4.2 Distribusi Hasil Skrining Depresi Postpartum Pada Wanita Postpartum di RSUP H.Adam Malik dan RSU Pirngadi pada  Agustus 2013- April 2014
Tabel 4.3  Hubungan Faktor  Karakteristik dengan hasil Skrining Depresi Postpartum

Referensi

Dokumen terkait