• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh

beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin (1984)

adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub kelas : Malacostraca

Ordo : Eucaridae

Sub ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Portunus

[image:1.595.119.492.484.622.2]

Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 2. Rajungan Jantan dan Rajungan Betina (Sumber : Sunarto 2011)

Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan

abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5

cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada

(2)

terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama

berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri

marginal ke-9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki

rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit

(cheliped) yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke

dalam mulutnya, pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki jalan, sedangkan

pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang,

sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang

pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur

(Oemarjati dan Wisnu 1990).

2.1.1 Morfologi Rajungan

Rajungan adalah kepiting yang kuat dan mempunyai kemampuan

berenang cepat sehingga dapat berimigrasi jauh kedalam air. Hal ini disebabkan

karena rajungan mempunyai potongan-potongan kaki berbentuk dayung dan pada

siang hari rajungan melintang di dalam pasir dan hanya saja kelihatan. Ukuran

rajungan yang terdapat di alam sangat bervariasi tergantung wilayah dan musim.

Perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina terlihat jelas, dimana pada

rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih panjang

daripada betina. Warna dasar pada jantan adalah kebiru-biruan dengan

bercak-bercak putih terang, sedangkan pada betina berwarna dasar kehijau-hijauan

dengan bercak-bercak putih agak suram (Kordi 1997).

2.1.2 Ciri Rajungan

Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000) bahwa karapas rajungan

mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah giginya sembilan

buah. Abdomen terlipat kedepan dibawah karapas. Abdomen betina melebar dan

membulat penuh dengan embelan yang berguna untuk menyimpan telur. Rajungan

berkembang biak dengan cara bertelur setelah disimpan didalam lipatan abdomen.

Rajungan berwarna kebiru-biruan dan bercak-bercak putih terang pada jantan,

(3)

suram, perbedaan warna ini terlihat jelas pada rajungan dewasa. Sumpitnya

kokoh, dan berduri biasanya jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebih

panjang dari betina. Rajungan dapat tumbuh mencapai 18 cm (Kordi 1997).

2.2 Proses Pengolahan Rajungan

Pengolahan rajungan di kalangan masyarakat nelayan adalah merupakan

salah satu rangkaian kegiatan dari proses kegiatan pengalengan rajungan. Prinsip

dasar pengolahan produk perikanan adalah usaha untuk memanfaatkan produk

perikanan sebaik-baiknya agar dapat digunakan semaksimal mungkin

(Hadiwiyoto dalam Devananda 2007). Pengolahan bahan makanan dengan

memanfaatkan panas merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk

memperpanjang umur simpan bahan pangan dan menambah kelezatan makanan.

Proses pemanasan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan

pangan adalah pengukusan, pasteurisasi dan sterilisasi ( Haris dalam Devananda

2007). Adapun tahap-tahap pengolahan daging rajungan meliputi persiapan bahan

baku, penimbangan, perebusan, penirisan, pengupasan, penyortiran, pengemasan,

pengiriman. Peralatan dalam pengolahan rajungan harus lengkap, hal ini berkaitan

dengan mutu rajungan yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari peralatan yang

digunakan berikut ini:

1) Burner Elektrik

Burner Elektrik adalah seperangkat alat yang memiliki kegunaan seperti

boiler, yang berfungsi untuk mengubah uap air menjadi uap panas.

2) Pisau Stainless steel

Pisau digunakan dalam proses pengupasan, yaitu untuk memisahkan

daging dari kulit rajungan.

3) Meja Pengolahan, terbuat dari stainless steel, tahan karat dan mudah

dibersihkan. Meja berbentuk persegi dengan ukuran 2,5 m x 1 m dan

ketinggian 1 m. Meja ini digunakan untuk proses pengupasan, sortir,

penimbangan dan pengemasan daging rajungan.

4) Ember plastik, ember digunakan sebagai tempat air untuk mencuci tangan

(4)

ruangan proses produksi, sehingga ketika memasuki ruang produksi

tangan setiap karyawan sudah bersih. Selain ember untuk tangan, ember

plastik lain digunakan sebagai tempat pencucian rajungan yang telah

direbus dan dikeluarkan cangkangnya atau rajungan yang siap untuk

masuk tahap pengupasan.

5) Bak air, bak air digunakan sebagai tempat air yang digunakan untuk

mencuci rajungan segar sebelum ditimbang dan masuk dalam proses

perebusan, agar terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan

kotoran-kotoran lain yang menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada

permukaaan tubuh rajungan.

6) Timbangan. Memiliki dua jenis timbangan, yaitu timbangan besar dan

timbangan kecil. Timbangan besar digunakan untuk menimbang bahan

baku yang baru datang dan yang akan diproses. Timbangan kecil

digunakan untuk menimbang hasil daging rajungan yang telah dikupas

ataupun yang telah disortir.

2.2.1 Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah rajungan segar yang diperoleh dari

nelayan. Kebanyakan rajungan yang diperoleh tersebut masih dalam kondisi

hidup tanpa sortasi dan pencucian. Rajungan segar tersebut diletakkan dalam

keranjang-keranjang plastik. Kemudian rajungan dicuci sampai bersih, sehingga

terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan kotoran-kotoran lain yang

menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada permukaaan tubuh

rajungan. Seteleh itu, dilakukan sortasi pada rajungan yang telah bersih, tetapi

apabila rajungan hanya sedikit, sortasi tidak dilakukan.

2.2.2 Perebusan Rajungan

Pengukusan atau perebusan adalah proses pemanasan yang sering

diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, pengalengan

(5)

Perebusan rajungan bertujuan untuk mempermudah proses pemisahan

daging rajungan dengan cangkangnya (picking). Picking dilakukan setelah

rajungan matang yang sudah didinginkan. Agar tekstur daging yang diperoleh

bagus maka dilakukan pendinginan terlebih dahulu. Indikator kematangan

rajungan bila daging pada kaki jalan mudah dicabut dan daging tersebut memiliki

tekstur yang empuk, padat dan kompak (Sulistyawati 2000).

2.2.3 Pendinginan

Rajungan yang telah dimasak setelah pemidahan dari tempat perebusan

harus didinginkan pada temperatur ruang selama 1-2 jam. Jika rajungan tidak di

kupas dalam waktu 12 jam maka rajungan yang telah dimasak harus didinginkan

pada suhu 0-5 ºC.

2.2.4 Pengupasan

Pada proses pengupasan sudah dilakukan pemisahan berdasarkan

klasifikasi jumbo, backfin special, claw meat, claw figer. Daging rajungan dari

hasil pengupasan sebaiknya sesegera mungkin dalam waktu satu jam setelah

pengupasan dikalengkan kemudian disimpan dalam cool storage dengan suhu 0-3

ºC. Menurut Philips Seafood dalam Mirzads (2008), daging rajungan dapat

digolongkan menjadi lima jenis daging, yaitu:

1. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar

yang berhubungan dengan kaki renang.

Gambar 3. Jumbo lump (Sumber www.phillipsfoods.com)

2. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari

(6)
[image:6.595.226.437.112.227.2]

Gambar 4. Backfin (Sumber www.phillipsfoods.com)

3. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada di sekitar

[image:6.595.211.414.314.448.2]

badan yang berupa serpihan-serpihan.

Gambar 5. Special (Sumber www.phillipsfoods.com)

4. Claw meat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki

sampai capit dari rajungan.

5. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan

bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

[image:6.595.127.535.599.687.2]
(7)

2.2.5 Penyortiran

Dalam penyortiran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selain

size/ukuran daging rajungan dan memilih memisahan daging rajungan yang tidak

layak untuk dikemas dalam kaleng. Dalam sortir ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan selain size/ukuran yaitu: Penampilan warna, kesegaran daging,

konfirmasi atau kesegaran daging tidak pecah, daging padat dan kenyal,

perlemakan dan kotoran tidak banyak.

2.2.6 Pengalengan

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat dan diseterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini

merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan serta

untuk mempertahankan nilai gizi, citra rasa, dan daya tarik. Menurut Jupri dalam

Devananda (2007), Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah

yang merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan

yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja

dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja

berkarbon rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih

berkisar antara 1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang

mengalami sterilisasi (Julianti dan Nurminah 2007). Secara umum proses

pengalengan meliputi adalah Persiapan bahan mentah, Pengisian, Pengisian

dengan mengunakan tangan lebih menguntungkan karena lebih cepat. Daging

yang akan diisikan ditimbang dengan berat tertentu. Pasteurisasi adalah proses

pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua bakteri yang berbahaya

bagi manusia terbunuh ( Fardiaz 1992). Pendinginan, setelah pasteurisasi kaleng

harus didinginkan untuk mencegah over cooking atau over processing yaitu

daging rajungan mengalami pemasakan terlalu lanjut yang berakibat pada

rasa,warna, dan tekstur daging. Pelebelan, memberikan indikasi tentang

nama/jenis bahan yang di kaleng, bumbu yang dipakai, berat, bersih, nama

(8)

2.3 Nilai Tambah Produk

Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu

produk atau komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan

ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai

tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan

baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah

selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini

tercakup komponen faktor produksi yang digunakan dan balas jasa pengusaha

pengolahan (Hayami dalam Hidayat 2009). Berdasarkan pengertian sebelumnya,

perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar

nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang

diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi

dapat diketahui.

2.4 Pemasaran

Pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang

ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke

titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pemasaran menurut Kotler (1993),

adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh

apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dengan cara menciptakan, menawarkan

serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Pertukaran adalah

konsep yang yang melandasi pemasaran.

Tujuan akhir dari pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983)

adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai

tujuan tersebut, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun

berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses

pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Proses konsentrasi

merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam

jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah lebih besar, agar dapat disalurkan ke

pasar-pasar eceran secara lebih efisien. Equalisasi (pengimbangan) merupakan

(9)

proses dispersi. Proses equalisasi ini merupakan tindakan penyesuaian permintaan

dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas. Dispersi atau

penyebaran merupakan proses tahap terakhir dari arus barang, di mana

barang-barang yang telah terkumpul disebarkan ke arah konsumen atau pihak yang

menggunakannya.

Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan pendekatan

yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi pemasaran, pendekatan

organisasional atau kelembagaan yang meliputi seluruh partisipan yang terlibat

dalam pendekatan subsistem komoditas yang menggabungkan kedua pendekatan

sebelumnya. Dalam pendekatan subsistem komoditas, analisis kelembagaan

didasarkan pada identifikasi saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai

saluran pemasaran tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana

arus barang dan jasa mengalir dari titik asal (produsen) sampai titik akhir

(konsumen).

2.4.1 Lembaga Pemasaran Produk Rajungan

Lembaga pemasaran rajungan adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke

konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu

lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk

memperoleh komonditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (pleace

utility) dan bentuk (form utility). Lembaga pemasaran yang bertugas untuk

menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen

semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari

pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (yang terdiri dari

biaya pemasaran dan kentungan). Lembaga pemasaran yang termasuk dalam

pemasaran produk rajungan adalah nelayan, pedagang pengumpul atau bakul,

(10)

2.4.2 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah cara atau sistem untuk menyampaikan produk

yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran pemasaran

terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen, pedagang pengumpul,

pedagang antar kota dan sebagainya. Menurut Hanafiah dan Saeffudin (1986)

lembaga pemasaran (tata niaga) adalah badan-badan yang menyelenggarakan

kegiatan atau fungsi pemasaran dengan mana barang-barang bergerak dari pihak

produsen sampai pihak konsumen. Saluran pemasaran yang dilalui oleh barang

dan jasa akan sangat menentukan nilai keuntungan dari suatu produk dan

berpengaruh pada pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing

lembaga pemasaran.

Saluran pemasaran dikarakteristikan dengan jumlah tingkat saluran

pemasaran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk

mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir bisa

akan membentuk tingkat saluran, karena produsen dan pelanggan akhir,

kedua-duanya melaksanakan pekerjaan tertentu dan kekedua-duanya merupakan bagian dari

setiap saluran pemasaran. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang

dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan

pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa

dari produsen dan konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang

pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung

menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus 1987).

Panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan

menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), tergantung pada beberapa faktor, antara

lain :

a) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen

dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh

produk.

b) Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus

segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran

(11)

c) Skala produksi apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil

maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan

tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar.

d) Posisi keuangan pengusaha produsen yang posisi keuangannya kuat

cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Pola saluran

pemasaran untuk produk perikanan relatif agak berbeda dengan pola

saluran pemasaran produk non perikanan. Hal ini dikarenakan produk

perikanan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pergerakan

hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau produk olahan) dari

produsen sampai konsumen pada dasarnya menggambarkan proses

pengumpulan maupun penyebaran.

2.4.3 Fungsi – Fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan

untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor

konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin 1983). Fungsi pemasaran menurut Mubyarto

(1994) adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang

yang diinginkan pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi

pemasaran dalam pelaksanaan aktivitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian

barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen.

Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak

milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari dua

fungsi, yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan adalah

kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada

permintaan pasar yang cukup baik pada tingkat harga yang menguntungkan.

Fungsi pembelian adalah pembelian persediaan produksi untuk diolah dan dijual

kembali. Fungsi pengadaan secara fisik adalah semua kegiatan atau tindakan yang

menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu pada barang dan jasa. Fungsi

fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pelancar adalah semua

(12)

produsen dengan konsumen. Fungsi pelancar meliputi dari fungsi permodalan,

penangungan resiko, standardisasi dan grading, informasi pasar.

2.4.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan

keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar,

distribusi perusahaan menurut berbagi ukuran, deskripsi produk atau deferensiasi

produk, syarat-syarat masuk atau penguasaan pangsa pasar (Limbong dan Sitorus,

1987). Terdapat ada empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam

menentukan struktur pasar, yaitu : jumlah atau ukuran pasar, kondisi atau keadaan

produk, kondisi keluar atau masuk pasar, tingkat pengetahuan informasi pasar

yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga, dan kondisi

pasar antara partisipan (Dahl dan Hammond dalam Setiorini 2008).

2.4.5 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari ratio input dan output. Input

berupa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam

memasarkan hasil perikanan. Sedangkan output adalah kepuasan dari konsumen.

Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen

akan meningkatkan efisiensi sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input

tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi pemasaran.

(Soekartawi 1985).

2.4.6 Marjin Pemasaran

Marjin didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar kepada penjual

pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Saefuddin dan Hanafiah

1983). Perlakuan yang berbeda-beda yang diberikan masing-masing pelaku

pemasaran terhadap komoditas yang dipasarkan menyebabkan perbedaan harga

jual antar tiap lembaga yang terlibat hingga sampai ke konsumen akhir. Perbedaan

harga inilah yang disebut dengan marjin pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran

(13)

satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah

Gambar

Gambar 2.  Rajungan Jantan dan Rajungan Betina (Sumber : Sunarto 2011)
Gambar 4.  Backfin (Sumber www.phillipsfoods.com)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji t yang dilakukan terhadap nilai b rajungan jantan dan betina pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang mengartikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi stok rajungan di perairan Lampung Timur berkaitan dengan kondisi perekonomian nelayan, dibandingkan dengan

yang dihadapi selama ini adalah Permen KP No 1 tahun 2015 dimana ukuran rajungan yang boleh ditangkap adalah ukuran > 10 cm, se- dangkan nelayan tidak membatasi

Jumlah tangkapan merupakan jumlah yang dihasilkan oleh 2 jenis alat yang digunakan. Jumlah tangkapan rajungan dengan menggunakan alat tangkap rajungan sebelum

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rajungan (Portunus pelagicus) yang tertangkap oleh nelayan di Desa Betahwalang, Demak dengan ukuran 10 cm.. Peralatan yang

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kajian konservasi rajungan (Portunus pelagicus) berdasarkan morfometri dan sex ratio yang didaratkan oleh nelayan di Perairan Desa

Larutan edible coating yang dihasilkan kemudian digunakan untuk melapisi daging rajungan, metode pelapisan yang digunakan adalah deping (penclupan), daging rajungan di

Untuk setiap kabupaten yang memiliki perikanan rajungan, nama lokal daerah penangkapan harus dikumpulkan dari nelayan sebelum kegiatan pengumpulan data dimulai2. Jika sebuah