• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik asam lemak dan kolesterol rajungan (Portunus pelagicus) akibat proses pengukusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik asam lemak dan kolesterol rajungan (Portunus pelagicus) akibat proses pengukusan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL

RAJUNGAN (Portunus pelagicus) AKIBAT PROSES

PENGUKUSAN

MARDIANA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

MARDIANA. C34070039. Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagicus) akibat Proses Pengukusan. Dibimbing oleh AGOES M. JACOEB dan DJOKO POERNOMO.

Rajungan merupakan salah satu jenis kepiting laut yang banyak terdapat di Indonesia. Permintaan komoditas rajungan terus meningkat selain disebabkan oleh rasa dagingnya yang sangat gurih, juga oleh kandungan gizinya yang cukup tinggi. Kandungan gizi yang terdapat pada rajungan adalah protein, lemak, asam amino, asam lemak dan kolesterol. Rajungan biasanya hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah dengan cara perebusan atau pengukusan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengukusan terhadap rendemen, komposisi kimia, karakteristik asam lemak dan kandungan kolesterol serta struktur jaringan rajungan.

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel rajungan di Desa Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat. Rajungan yang belum dan telah dikukus dilakukan perhitungan rendemen, analisis proksimat, asam lemak, kolesterol dan histologi.

Rajungan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang total rata-rata 11,20 cm, lebar total rata-rata 5,17 cm dan berat total rata-rata 95,1 g. Nilai rendemen cangkang rajungan lebih besar daripada daging dan jeroannya yaitu 51,62%. Rendemen rajungan mengalami penyusutan setelah proses pengukusan menjadi 14,99%. Hasil analisis proksimat rajungan mengalami penurunan setelah proses pengukusan yaitu kadar air (75,43%), abu (6,02%), lemak (0,75%) dan protein (66,63%).

Asam lemak rajungan terdiri dari asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh jamak. Asam lemak jenuh yaitu laurat, miristat, palmitat, stearat, arakhidat, behenat dan lignoserat. Asam lemak tak jenuh tunggal yaitu palmitoleat, elaidat, oleat, cis-11-eikosenoat, erukat dan nervonat. Asam

(3)

KARAKTERISTIK ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL

RAJUNGAN (Portunus pelagicus) AKIBAT PROSES

PENGUKUSAN

MARDIANA

C34070039

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul skripsi : Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagicus) Akibat Proses Pengukusan

Nama : Mardiana

NRP : C34070039

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui:

Pembimbing 1

Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. NIP. 19591127 198601 1 005

Pembimbing 2

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc NIP. 19580419 198303 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP: 19580511 198503 1 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakterisasi

Asam Lemak dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagicus) Akibat Proses

Pengukusan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Mardiana

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Februari 1989 dan

merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan

Bapak Marzuki dan Ibu Herawati. Penulis memulai

pendidikan formal di TK. RA Al-Falahiyyah Rawa Barat,

Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1995. Tahun 2001,

lulus dari sekolah dasar di SD Negeri 06 Petang Rawa

Barat, Jakarta Selatan kemudian melanjutkan sekolah

menengah pertama di SMP Negeri 13 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Penulis

melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 55 Jakarta dan lulus pada

tahun 2007.

Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di

Program Sarjana Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjalani pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif

dalam organisasi kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) sebagai anggota Divisi Hubungan

Luar dan Komunikasi (Hublukom) pada tahun 2008-2009 dan Fisheries Processing Club (FPC) sebagai anggota pada tahun 2008 sampai sekarang. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan di FPIK antara lain Bina Desa

BEM, pelatihan eksternal FPC dan Ketua Panitia Bina Desa Himasilkan 2010.

Penulis juga pernah menjadi asisten Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan

2010/2011.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul

“Karakteristik Asam Lemak dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagicus)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Karakteristik Asam Lemak

dan Kolesterol Rajungan (Portunus pelagicus) Akibat Proses Pengukusan”. Penulisan skripsi ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meperoleh gelar

sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1 Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. dan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam

penyusunan skripsi ini.

2 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., Mphil. selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

3 Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritik untuk perbaikan skripsi ini.

4 Kedua orangtuaku dan adikku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan

doa.

5 Seluruh dosen, pegawai dan tenaga kependidikan Departemen Teknologi Hasil

Perairan.

6 Teman-teman THP 44 atas segala dukungan, kerjasama dan kebersamaan yang

selalu diberikan kepada penulis.

7 Kakak kelas THP 42 dan 43 yang telah membantu penulis atas informasi yang

mendukung skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat

membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(8)

DAFTAR ISI

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) ... 3

(9)

4.3.2 Kadar abu ... 27

4.3.3 Kadar lemak... 28

4.3.4 Kadar protein ... 29

4.3.5 Asam lemak ... 29

4.3.6 Kolesterol ... 35

4.4 Histologi Daging Rajungan ... 37

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi kimia daging rajungan jantan dan betina ... 5

2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g) ... 10

3 Ukuran dan berat rajungan (Portunus pelagicus) ... 23

4 Komposisi kimia daging rajungan segar dan kukus ... 26

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Rajungan betina (a) dan jantan (b) ... 3

2 Diagram alir metode penelitian... 14

3 Rendemen rajungan segar... 24

4 Rendemen rajungan kukus ... 25

5 Komposisi kimia daging rajungan segar dan kukus... 26

6 Kandungan asam lemak jenuh daging rajungan ... 31

7 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal daging rajungan ... 33

8 Kandungan asam lemak tak jenuh jamak daging rajungan ... 34

9 Kadar kolesterol daging rajungan segar dan kukus ... 36

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Aktivitas nelayan di Desa Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat ... 46

2 Alat kromatografi gas dan kompressor ... 47

3 Data panjang, lebar dan berat rajungan ... 48

4 Hasil pengujian analisis proksimat rajungan ... 50

5 Nilai retention time asam lemak daging rajungan segar dan standar ... 52

6 Nilai retention time asam lemak daging rajungan kukus dan standar... 53

7 Hasil analisis asam lemak rajungan ... 54

8 Hasil analisis kolesterol rajungan ... 55

9 Peak kromatografi gas standar asam lemak ... 56

10 Peak kromatografi gas asam lemak rajungan segar ulangan 1 ... 57

11 Peak kromatografi gas asam lemak rajungan segar ulangan 2 ... 57

12 Peak kromatografi gas asam lemak rajungan kukus ulangan 1 ... 58

13 Peak kromatografi gas asam lemak rajungan kukus ulangan 2 ... 68

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan pasar global memacu bangsa Indonesia untuk memanfaatkan

kekayaan alam yang dimilikinya semaksimal mungkin. Potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun (Dahuri 2003). Hasil laut tersebut merupakan

kekayaan alam yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan. Salah satu hasil

komoditi perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi adalah rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) atau swimming crab merupakan salah satu jenis kepiting laut yang banyak terdapat di Indonesia.

Permintaan komoditas rajungan atau kepiting baik dalam bentuk segar,

beku atau produk kaleng yang terus meningkat, baik pasaran dalam maupun luar

negeri, telah menjadikan hewan ini sebagai salah satu komoditas andalan untuk

ekspor setelah udang windu. Permintaan yang terus meningkat ini, selain

disebabkan oleh rasa dagingnya yang sangat gurih, juga oleh kandungan gizinya

yang cukup tinggi (Juwana dan Kasijan 2000).

Salah satu kandungan gizi yang terdapat pada rajungan adalah lemak.

Lemak di dalam makanan yang memegang peranan penting adalah yang disebut

lemak netral, atau trigliserida, yang molekulnya terdiri atas satu molekul gliserol

dan tiga molekul asam lemak, yang diikatkan pada gliserol tersebut dengan ikatan

ester (Sediaoetomo 2008).

Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk

lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, sfingolipid, ester koleterol, lilin dan

lain-lain, dan telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan

jaringan berupa rantai hidrokarbon dengan ujungnya berupa gugus hidroksil

(Girindra 1987).

Selain lemak dan asam lemak, komoditas rajungan juga memiliki

kandungan kolesterol. Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan

beberapa zat esensial, yaitu asam empedu yang dibuat oleh hati, hormon-hormon

(14)

dalam tubuh terutama oleh hati tetapi jika produksi kolesterol berlebihan dapat

meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh arteri (Freeman dan Junge 2005).

Rajungan hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang diolah dengan

cara perebusan atau pengukusan oleh masyarakat. Pengukusan merupakan cara

memasak dengan menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsung

dengan produk (Harris dan Karmas 1989). Rajungan mempunyai potensi

ekonomis dan prospek yang menguntungkan. Rajungan selain sebagai bahan

pangan dapat dimanfaatkan juga sebagai sumber kitin.

Penelitian ini penting karena informasi mengenai kandungan gizi rajungan

ini masih sangat sedikit, padahal rajungan ini bernilai ekonomis tinggi di pasaran.

Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai kandungan gizi rajungan guna

meningkatkan pengetahuan akan komposisi gizi hasil komoditi perikanan yang

dapat bermanfaat bagi kesehatan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pengukusan

terhadap rendemen, komposisi kimia, karakteristik asam lemak dan kandungan

(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh

beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub kelas : Malacostraca

Ordo : Eucaridae

Sub ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

(a) (b)

Gambar 1 Rajungan betina (a) dan jantan (b)

Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan

abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran

18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar

pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Kedua sisi muka

karapas tedapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal

pertama berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri

marginal ke-9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki

rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit

(16)

pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang,

sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur

(Oemarjati dan Wisnu 1990).

Morfologi rajungan secara umum berbeda dengan kepiting bakau.

Rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih

panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir

pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya

hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air

(Kasry 1996 dalam DKP 2004).

Ukuran dan warna jantan berbeda dengan betina. Rajungan jantan

berukuran lebih besar dan berwarna biru serta terdapat bercak-bercak putih,

sedangkan rajungan betina berwarna hijau kecoklatan dengan bercak-bercak putih

kotor. Rajungan biasanya hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai

berlumpur, hutan bakau, batu karang atau terkadang dapat dijumpai sedang

berenang ke permukaan laut. Rajungan dewasa memakan mollusca, crustacea,

ikan atau bangkai pada malam hari. Larva rajungan bersifat planktonik,

berkembang menjadi dewasa melalui stadia zoea, megalopa dan rajungan dewasa (Oemarjati dan Wisnu 1990).

Menurut BBPMHP (1995) jenis daging rajungan digolongkan menjadi tiga

tingkatan mutu, yaitu:

(1) Mutu 1 (daging super/jumbo) adalah daging badan yang terletak di bagian

bawah (berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar

berwarna putih.

(2) Mutu 2 (daging reguler) adalah daging badan yang berupa serpihan-serpihan,

terletak disekat-sekat rongga badan berwarna putih.

(3) Mutu 3 (daging merah/clawmeat) adalah daging rajungan yang berada di kaki dan capit, berwarna putih kemerahan.

2.2 Komposisi Kimia Rajungan

Daging kepiting dan rajungan memiliki nilai gizi yang tinggi. Berdasarkan

kandungan lemaknya, hasil perikanan (termasuk kepiting dan rajungan) dapat

(17)

2-3%), berlemak medium (2-5%) dan berlemak tinggi dengan kandungan lemak

6-10%. Rajungan, oyster, udang, ikan mas, ekor kuning, lemuru dan salmon

termasuk golongan berlemak medium (Winarno 1993). Hal ini dapat dilihat dari

hasil analisis kimia daging rajungan antara jantan dan betina (BBPMHP 1995).

Komposisi kimia daging rajungan antara jantan dan betina dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia daging rajungan jantan dan betina

Jenis komoditi Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%)

Rajungan jantan 16,85 0,10 78,78 2,04

Rajungan betina 16,17 0,35 81,27 1,82

Sumber: BBPMHP (1995)

2.3 Lemak

Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat

diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat dalam semua

sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai simpanan

bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga

sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra 1987).

Apabila ditinjau dari sudut nutrisi, lemak merupakan sumber kalori

penting di samping berperan sebagai pelarut berbagai vitamin. Definisi lain lemak

adalah suatu molekul yang memiliki rantai alifatik hidrokarbon panjang sebagai

struktur utamanya, dapat bercabang, dapat membentuk cincin karboksilat, dan

dapat mengandung rantai tak jenuh (unsaturated). Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9,3 kalori lemak per 1 gram (Ketaren 1986).

Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (essensial

fatty acid = EFA). Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang tidak dapat

dibentuk tubuh dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam

lemak esensial yang memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat,

dan linolenat. Ketiganya mengandung ikatan rangkap (dua atau lebih) termasuk ke

(18)

2.4 Asam Lemak

Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk

lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, sfingolipid, ester kolesterol, lilin dan

lain-lain, dan telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan

jaringan berupa rantai hidrokarbon dengan ujunganya berupa gugus hidroksil

(Girindra 1987).

Asam lemak dapat digolongkan berdasarkan tingkat kejenuhan, yaitu asam

lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Pembagian ini penting karena asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh.

Adapun asam lemak yang paling umum dijumpai adalah laurat, miristat, palmitat,

dan stearat (Suharjo dan Kusharto 1987).

Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam

lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid =MUFA). Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh

majemuk. Asam lemak tak jenuh umumnya terdapat dalam bentuk cis, sedangkan bentuk trans banyak terdapat pada lemak susu ruminansia pada hewan terestrial dan lemak yang telah dihidrogenasi (Muchtadi et al. 1993). Perbedaan ikatan kimia antar asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dapat menyebabkan

terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan

semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan

untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berbagai jenis asam lemak tak

jenuh (unsaturated fatty acid) (O’Keefe 2008); (1) Asam lemak n-3 (omega-3)

Bentuk umum dari omega-3 adalah asam eikosapentaenoat, asam

dokosaheksaenoat, dan asam alpha-linolenat yang membantu membentuk EPA

dan DHA. Omega-3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri dari rantai panjang

dari asam linolenat.

(a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

(19)

tubuh tumbuhan oleh desaturasi ∆12 dan ∆15 asam oleat. Asam α-linolenat berperan sebagai prekursor metabolik untuk menghasilkan asam lemak n-3 pada

hewan. Asam lemak ini dapat diperoleh dari daun tumbuhan dan komponen kecil

dari minyak biji.

(b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan hewan

melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25 % berat) walaupun tidak dihasilkan oleh

ikan.

(c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)

Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di

banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah

melibatkan desaturasi ∆6 pada hewan.

(d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)

Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer

minyak ikan (± 8-20 % berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam

linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. (2) Asam lemak n-6 (omega-6)

Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Beberapa jenis asam lemak

omega-6 yaitu:

(a) Asam linoleat (18:2n-6)

Asam linoleat tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia

(Belitz et al. 2009). Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesa PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak

dikandung pada seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara

α-linolenat, namun dapat ditemukan dalam cadangan makanan.

(b) Asam γ-linolenat (18:3n-6)

Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah

melalui desaturasi ∆6 asam linoleat. Pada hewan, asam linolenat didesaturasi oleh

(20)

(c) Asam dihomo-γ-linolenat (20:3n-6)

Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial asam arakhidonat.

(d) Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linolenat

pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat

merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.

(e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)

Asam lemak dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam

arakhidonat dan terdapat sedikit di jaringan.

(3) Asam lemak n-9 (omega-9)

Asam lemak omega-9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak

non-esensial, yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh.

(a) Asam oleat (18:1n-9)

Asam oleat merupakan produk desaturasi ∆9 asam stearat dan diproduksi

pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang

paling umum dan merupakan prekursor untuk diproduksi sebagian besar PUFA.

(b) Asam erukat (22:1n-9)

Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang

ditemukan dalam tumbuhan. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat.

2.5 Fungsi Asam Lemak

Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang

panjang. Rumus umum asam lemak adalah RCOOH. Gugus R pada asam lemak

menunjukkan suatu rantai hidrokarbon. Setiap gugus –OH dari gliserol beraksi dengan gugus –COOH dari asam lemak membentuk sebuah molekul lemak (Girindra 1987).

Asam linolenat (18:3 ω-3) merupakan asam lemak esensial, karena dibutuhkan tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Turunan dari asam

linolenat adalah EPA dan DHA. Ikan dapat mengubah asam linolenat menjadi

EPA dan DHA, sejalan dengan hal tersebut perubahan asam linolenat menjadi

(21)

Asam lemak DHA terbukti berpengaruh terhadap retina mata hewan

percobaan. Komponen asam lemak pada membran sel otak dan retina berpengaruh

terhadap fluiditas dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aktivitas penglihatan

dan reseptor sel saraf serta inisiasi dan transimisi sel syaraf. Dalam tubuh, asam

lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran

sel dan untuk membuat bahan-bahan misalnya hormon yang disebut eikosanoid.

Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak

dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi dan risiko kanker

(Haliloglu et al. 2004).

Kandungan EPA berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak

janin dan pada saat dewasa. Saat janin dalam kandungan, EPA sangat diperlukan

dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung. Saat dewasa berfungsi

menyehatkan darah dan jantung, mekanisme pembuluhnya dan kerja jantung

pengatur sirkulasi. Defisiensi n-3 dapat berisiko menderita penyakit pembuluh

darah dan jantung. Adapun fungsi asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh

sebagai fosfolipid (Muchtadi et al. 1993) antara lain memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler, mengatur metabolisme kolesterol,

merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis

dalam tubuh dan dibutuhkan pertumbuhan dan perkembangan bayi.

2.6 Kolesterol

Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh,

otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut “endogenous cholesterol

sedangkan “exogenous cholesterol” adalah kolesterol yang berasal dari bahan makanan atau dietary cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan hati sapi serta lemak hewan lainnya. Konsentrasi total kolesterol dalam

plasma darah 180-250 mg/100 ml (Suharjo dan Kusharto 1987).

Kolesterol merupakan kelompok sterol, suatu zat yang termasuk golongan

lipid. Kolesterol merupakan substrat untuk pembentukan beberapa zat esensial,

yaitu asam empedu yang dibuat oleh hati, hormon-hormon steroid, vitamin D, dan

pembentukan semua membran sel (Freeman dan Junge 2005). Kolesterol di dalam

tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat

(22)

di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak.

Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang

diperoleh dari makanan (Almatsier 2006).

Ada tiga jenis lipoprotein yang dapat mengangkut kolesterol dan

trigliserida lain yaitu HDL, LDL dan VLDL. Orang yang terserang jantung

koroner umumnya memiliki tingkat LDL/VLDL yang lebih tinggi dan HDL yang

lebih rendah. Tingkat LDL dan VLDL yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

deposisi kolesterol lemak, sisa-sisa sel rusak dan komponen lainnya di sepanjang

pembuluh darah sehingga membentuk “kerak“ yang menyebabkan penyempitan

pembuluh darah. Berkaitan dengan masalah ini, omega-3 dapat menurunkan kadar

lipida (kolesterol) tersebut dalam serum darah, yaitu dengan jalan menghambat

pembentukan protein dan trigliserida dalam VLDL/LDL sehingga VLDL/LDL

dan kolesterol serum darah menjadi rendah pula. Kolesterol bukan lemak tetapi

keberadaannya dalam pangan dan tubuh sering kali berkaitan. Semakin banyak

konsumsi lemak jenuh akan mempunyai risiko tinggi mengalami tinggi kolesterol

LDL atau sebaliknya (Freeman dan Junge 2005). Kandungan kolesterol berbagai

jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g)

No. Jenis makanan Kolesterol (mg/100g)

1. Fresh water clam 125

Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)

2.7 Pengukusan

Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem

jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Tujuan proses

(23)

Misalnya, pengukusan sebelum pembekuan atau pengeringan terutama untuk

menonaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, citra rasa, atau

nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Pengukusan sebelum

pengalengan mempunyai beberapa fungsi, termasuk pelayuan jaringan sebelum

penutupan kaleng dan menonaktifkan enzim (Harris dan Karmas 1989).

Pengukusan tradisional dilakukan menggunakan air panas atau uap panas

sebagai medium penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi susut gizi selama

pengukusan dengan air adalah faktor yang mempengaruhi pemindahan massa

yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air.

Selain itu ada beberapa metode pengukusan yang sering digunakan, yaitu

pengukusan dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro dan

pengukusan dengan gas panas (Harris dan Karmas 1989).

Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang

lebih besar dibandingkan dengan pengukusan menggunakan air karena adanya

pemanasan yang hampir sama di seluruh bagian bahan. Pada pengukusan

konvensional, bahan pada bagian tepi akan mengalami pengukusan yang

berlebihan, sedangkan pada bagian tengah hanya mengalami pengukusan yang

sedikit (Harris dan Karmas 1989).

Pengukusan dengan gelombang mikro telah diterapkan untuk produk

makanan. Metode ini dipakai karena energi gelombang mikro tidak

mempengaruhi proses degradasi komponen makanan secara langsung selain

melalui peningkatan suhu. Walaupun metode ini memiliki retensi zat gizi yang

lebih besar dibandingkan dengan metode pengukusan menggunakan air panas dan

uap panas, tetapi biaya yang dibutuhkan sangat mahal (Harris dan Karmas 1989).

Pengukusan dengan gas panas juga telah dikembangkan, terutama untuk

mengurangi efluen yang timbul selama pengukusan. Meskipun digunakan suhu

sampai 121 °C, suhu produk tidak akan melampaui 100 °C karena terjadi

penguapan cairan di permukaan. Produk yang dikukus menggunakan air panas

atau gas panas tidak memiliki perbedaan nyata dari kandungan gizinya

(24)

2.8 Kromatografi Gas

Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat dilakukan

menggunakan gas chromatography (GC). Penerapan kromatografi gas pada bidang industri antara lain obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri

minyak, kimia klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang pangan,

kromatografi gas digunakan untuk menentukan kadar antioksidan dan bahan

pengawet makanan serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan,

minyak, produk susu dan lain-lain (Fardiaz 1989). Kromatografi gas dalam

analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair dan Bonelli 1988), antara

lain:

(1) Kecepatan

Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas

sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya

kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatan

gas pembawa yang tinggi.

(2) Resolusi (daya pisah)

Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan

komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih

yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif.

(3) Analisis kualitatif

Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai

maksimum puncak. Hal ini dengan menggunakan aliran yang tepat dan

mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.

(4) Kepekaan

Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan

dari kepekaan yang tinggi ini adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk

menganalisis secara lengkap.

(5) Kesederhanaan

Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data

(25)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di

Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi

dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,

Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Terpadu Institut

Pertanian Bogor, Baranangsiang, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama,

yaitu daging rajungan yang berasal dari Desa Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat

dan bahan-bahan untuk perhitungan rendemen, proses pengukusan dan analisis

proksimat meliputi akuades, HCl, NaOH, air, katalis selenium, H2SO4, H3BO3 dan

pelarut heksana, sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis asam lemak dan

kolesterol adalah NaOH 0,5 N, BF3 16%, standar internal, NaCl jenuh, isooktan,

Na2SO4 anhidrat, etanol, petroleum benzen, kloroform, acetic anhidrid, H2SO4

pekat dan akuades. Bahan untuk analisis histologi antara lain larutan Bouin’s, etanol, xylol, parafin, pewarna haematoxilin dan eosin.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat bedah,

penggaris, mortar dan timbangan analitik (perhitungan rendemen) sedangkan

untuk analisis proksimat digunakan cawan porselen, oven, desikator, kertas saring,

kapas, tanur, pemanas, tabung reaksi, kompor listrik, tabung Kjeltec, erlenmeyer,

labu lemak, selongsong lemak, tabung soxhlet dan buret. Alat yang digunakan

untuk proses pengukusan antara lain panci, termometer, stopwatch dan kompor gas. Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak antara lain tabung bertutup

(26)

glass 100 ml, rak tabung, tabung sentrifuge, pengaduk, vortex, pipet mikro, pipet, bulp, hotplate, tabung berskala, kardus, lemari, spektrofotometri dan sentrifuge. Alat yang digunakan untuk histologi jaringan antara lain mikrotom, mikroskop

cahaya merk Olympus CH30 dan kamera digital merk canon A 1000 IS.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan survei bahan baku ke lapangan

untuk memperoleh informasi tentang asal sampel dan cara penangkapan rajungan.

Pada rajungan yang belum dan telah dikukus dilakukan perhitungan rendemen,

analisis proksimat, asam lemak, kolesterol dan histologi. Diagram alir metode

penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir metode penelitian Daging

Pengukusan rajungan (suhu 82 °C; 28 menit)

Rajungan segar Rajungan

Preparasi

Rendemen

Cangkang

Pengujian:

1. Analisis proksimat 2. Analisis asam lemak 3. Analisis kolesterol

Jeroan

(27)

3.3.1 Persiapan sampel

Rajungan yang diperoleh berasal dari hasil tangkapan nelayan Desa

Gebang Mekar, Cirebon, dibawa menggunakan coolbox dan diberi es dengan dilapisi plastik untuk menjaga kesegarannya. Rajungan diangkut ke Bogor dengan

perjalanan lebih kurang enam jam. Preparasi sampel diawali dengan pencucian

rajungan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk membersihkan kotoran

yang melekat pada rajungan. Kemudian rajungan diukur rendemen(daging,

cangkang dan jeroan) dan morfometriknya menggunakan timbangan digital dan

penggaris dengan ukuran 30 cm. Penentuan panjang rajungan dilakukan dengan

mengukur bagian cangkang dari kiri ke kanan secara dorsal dari ujung duri

terpanjang, sedangkan penentuan tinggi dengan cara mengukur bagian ujung

cangkang rajungan dari atas ke bawah bagian cangkang yang tertinggi.

3.3.2 Proses pengukusan

Penelitian dilakukan dengan dua perbedaan, yaitu rajungan segar dan

rajungan yang telah dikukus. Rajungan yang akan dikukus, dimasukkan ke dalam

panci pengukus berisi air yang telah dipanaskan hingga suhu 82 0C selama

28 menit, setelah itu rajungan didinginkan dengan cara dibiarkan pada suhu ruang

selama 30 menit (Purwaningsih et al. 2005). Sebelum dan sesudah proses pengukusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui perubahan berat

rajungan.

Rajungan segar dan kukus kemudian dipreparasi dengan cara memisahkan

daging rajungan dari cangkang dan jeroannya. Daging rajungan dari seluruh

bagian tubuh digabungkan dan dihaluskan dengan mortar. Daging rajungan segar

dan kukus yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat

serta diberi kode masing-masing.

3.4 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perhitungan

rendemen rajungan segar dan kukus, analisis proksimat, analisis asam lemak,

analisis kadar kolesterol serta analisis histologi jaringan pada daging rajungan

(28)

3.4.1 Rendemen

Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan

persentase bobot bagian tubuh rajungan dari bobot rajungan awal. Rendemen

daging rajungan dihitung sebagai berikut:

3.4.2 Analisis proksimat (AOAC 1995)

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk

mengetahui komposisi kimia pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi

analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.

(a) Analisis kadar air

Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah

mengeringkan cawan porselen ke dalam oven pada suhu 102-105 °C. Cawan

tersebut diletakkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian

ditimbang. Daging rajungan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam

cawan. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven 102-105 °C

selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan

sampai dingin kemudian ditimbang. Kadar air pada daging rajungan dihitung

sebagai berikut:

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

(b) Analisis kadar abu

Cawan porselen dengan sampel yang telah dikeringkan kemudian

dipanaskan ke dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan porselen

tersebut dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 °C selama 6 jam. Cawan

porselen didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar

abu pada daging rajungan dihitung sebagai berikut: % Kadar air = B - C x 100%

B - A

(29)

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

(c) Analisis kadar protein

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode

Kjeldahl. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis kadar protein terdiri dari tiga

tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung Kjeltec. Satu butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan

ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke

dalam alat pemanas bersuhu 410 0C dan ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi

dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan

akuades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom

cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperolah 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan

pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Kadar protein pada daging

rajungan dihitung sebagai berikut:

% Kadar abu = C – A x 100% B - A

% Nitrogen = (ml HCl daging – ml HCl blanko) x 0,1 N HCl x 14 x 100% mg daging rajungan

(30)

(d) Analisis kadar lemak

Daging rajungan sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam kertas saring yang

disumbat dengan kapas dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak kemudian

dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang dan disambungkan

dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor

tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada

alat destilasi soxhlet dan dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan

pemanas selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi

hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi pelarut akan tertampung di

ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak

selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Kemudian

labu didingingkan dalam desikator. Kadar lemak pada daging rajungan dihitung

sebagai berikut:

Keterngan: W1 = Berat sampel daging rajungan (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.4.3 Analisis asam lemak (AOAC 1984)

Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak

menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat

kromatografi (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan tertekan dalam suatu lembaran

yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada

waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak.

Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari

bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing

asam lemak yang didapat.

Analisis asam lemak dilakukan melalui tahap ekstraksi, metilasi, injeksi,

dan pembacaan sampel dengan kromatogram.

% Kadar lemak = W3– W2 x 100%

(31)

(a) Ekstraksi

Analisis asam lemak dilakukan dengan metode kromatografi gas. Tahap

pertama dilakukan ekstraksi soxhlet untuk memperoleh lemak.

(b) Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari

asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester

metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas

(Fardiaz 1989).

Tahap ini dilakukan dengan menimbang 15-30 mg contoh lemak dalam

tabung bertutup teflon. Kemudian 1 ml NaOH 0,5 N ditambahkan dalam metanol

dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya ditambahkan 2

ml BF3 16% dan 5 mg/ml standar internal, dipanaskan kembali selama 20 menit.

Kemudian didinginkan dan ditambahkan 2 ml NaCl jenuh serta 1 ml isooktan,

dikocok dengan baik. Lapisan isooktan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke

dalam tabung yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, dibiarkan 15 menit. Fase cair

dipisahkan dan selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.

(c) Identifikasi dengan kromatografi gas

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada

alat kromatografi gas.

(d) Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME

(32)

Ratio : 1 : 8

Volume injeksi : 1 µl

Kecepatan linier : 20 cm/sec

Pelarut sebanyak 1 µ l diinjeksikan ke dalam kolom. Waktu retensi dan

puncak masing-masing komponen diukur. Waktu retensinya dibandingkan dengan

standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen

dalam contoh. Contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada

penambahan larutan standar ke dalam contoh. Jumlah kandungan komponen

dalam contoh dihitung sebagai berikut:

Analisis kadar kolesterol dilakukan dengan menggunakan metode

Liebermann - Buchard Colour Reaction. Sampel ditimbang sebanyak ± 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge, ditambah dengan 8 ml (etanol :

petroleum benzen (3 : 1)) serta diaduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan

2 ml larutan etanol : petroleum benzen (3 : 1) kemudian disentrifuge selama

10 menit (4000 rpm). Supernatan dituang ke dalam beaker glass 100 ml dan diuapkan di penangas air. Residu diuapkan dengan kloroform (sedikit demi

sedikit), sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 ml),

ditambahkan 2 ml acetic anhidrid dan ditambahkan juga 0,2 ml H2SO4 pekat atau

2 tetes. Selanjutnya dicampur dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama

15 menit. Lalu dibaca absorbansinya pada spektrofotometri dengan panjang

gelombang (λ) 420 nm dan standar yang digunakan 0,4 mg/ml. Kadar kolesterol

dalam daging rajungan dihitung sebagai berikut:

Kadar kolesterol = abs contoh x konsentrasi standar

(33)

3.4.5 Analisis histologi

Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi secara mikroskopis

dengan menggunakan mikroskop untuk mengamatinya. Tahap-tahap yang

dilakukan dalam analisis histologi daging rajungan segar dan kukus terdiri dari

enam tahap, yaitu penentuan jaringan yang akan diamati, fiksasi atau pengawetan

jaringan, perlakuan jaringan, pemotongan jaringan, pewarnaan jaringan dan

pengamatan dibawah mikroskop.

(1) Tahap penentuan jaringan

Penentuan jaringan daging rajungan (Portunus pelagicus) yang digunakan adalah jenis daging jumbo yang segar dan kukus. Daging ini langsung

dimasukkan ke dalam bahan fiksatif pada wadah yang berbeda dan diberi label.

(2) Tahap fiksasi atau pengawetan jaringan

Pembuatan preparat sendiri dimulai dengan fiksasi selama 24 jam dalam

larutan Bouin’s. Setelah itu, larutan fiksatif dibuang dan direndam dalam etanol 70% selama 24 jam.

(3) Tahap perlakuan jaringan

Tahap perlakuan jaringan terdiri dari 5 tahap yaitu dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding dan blocking. Proses dehidrasi dilakukan dengan perendaman jaringan rajungan sebanyak lima kali dalam larutan etanol dengan

konsentrasi masing-masing 80%, 90%, 95%, 95% dan 100% selama 2 jam kecuali

untuk konsentrasi 100% selama satu malam.

Proses clearing dilakukan dengan cara bahan dipindahkan ke dalam wadah berisi larutan etanol 100% baru selama satu jam. Setelah itu, bahan dipindahkan

ke dalam larutan etanol-xylol (1:1), xylol I, xylol II, xylol III selama setengah

jam.

Proses impregnasi dilakukan dengan bahan yang dipindahkan ke dalam

larutan xylol-parafin (1:1) selama 45 menit dan dimasukkan ke dalam oven

dengan suhu 65-70 oC. Pergantian parafin dilakukan setiap 45 menit sekali

sebanyak 3 kali pergantian. Proses ini dinamakan embedding.

Proses blocking dilakukan dengan memindahkan larutan parafin ke dalam cetakan dan dilakukan penyusunan jaringan di dalam cetakan. Cetakan parafin

(34)

(4) Tahap pemotongan jaringan

Setelah proses blocking selesai, dilakukan penyayatan dengan mikrotom Yamoto RV-240 putar setebal 7-8 µ m. Hasil sayatan kemudian direkatkan pada

gelas obyek.

(5) Tahap pewarnaan jaringan

Tahap pewarnaan jaringan dilakukan pada gelas objek yang direndam

dalam larutan xylol I, xylol II, etanol 100% I, etanol 100% II, etanol 95%, etanol

90%, etanol 80%, etanol 70% dan etanol 50% masing-masing selama tiga menit.

Setelah itu, gelas objek dicuci menggunakan air bersih yang mengalir.

Tahap selanjutnya pewarnaan dilakukan dengan haematoxylin selama

tujuh menit dan eosin selama satu menit. Kemudian dilakukan proses dehidrasi

kembali dengan gelas obyek yang direndam ke dalam larutan etanol 50%, etanol

70%, etanol 85%, etanol 90%, etanol 100% I, etanol 100% II selama dua menit

serta dilanjutkan perendaman dalam larutan xylol I dan xylol II selama 2 menit.

Penutupan dengan pemberian entellan atau canada balsam setelah proses pewarnaan selesai dilakukan pada gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup.

Setelah itu dilakukan pemberian label dan dibiarkan semalam agar kering.

(6) Tahap pengamatan dibawah mikroskop

Keesokan harinya jaringan dapat diamati dibawah mikroskop. Proses

pemfotoan obyek dilakukan dengan mikroskop cahaya merk Olympus CH30 dan

(35)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Rajungan

Bahan baku rajungan merupakan bahan baku yang diambil dari perairan

Cirebon, Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan merupakan rajungan segar dan

rajungan yang diberi pelakuan pengukusan.

Rajungan biasanya hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai

berlumpur, hutan bakau, batu karang atau terkadang dapat dijumpai sedang

berenang ke permukaan laut (Oemarjati dan Wisnu 1990). Ukuran dan berat

rajungan (Portunus pelagicus) dari perairan Cirebon dapat dilihat pada Tabel 3. Data ukuran dan berat rajungan disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 3 Ukuran dan berat rajungan (Portunus pelagicus)

Keterangan: sampel 30 ekor rajungan

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data mengenai ukuran dan berat

rajungan (Portunus pelagicus) yang terdiri dari beberapa parameter yaitu panjang, lebar dan berat. Rajungan memiliki panjang rata-rata 11,20 cm, lebar rata-rata

5,17 cm dan berat rata-rata 95,1 g. Rajungan mempunyai berat yang bervariasi

dapat tergantung dari karapas. Umumnya induk rajungan yang matang gonad

berukuran lebar karapas 10-15 cm dengan bobot 200-250 g (Susanto et al. 2005 dalam Suharyanto 2007). Perbedaan ukuran dan berat rajungan dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan. Menurut Metusalach (2007), pertumbuhan suatu biota

dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu habitat, musim,

suhu perairan, jenis makanan yang tersedia dan faktor lingkungan lainnya,

sedangkan faktor internalnya yaitu umur, ukuran, jenis kelamin, kebiasaan makan

dan faktor biologis lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, rajungan ini ditangkap pada

saat kondisi selombang laut tenang pada pukul 08.00 WIB dan didaratkan di

No. Parameter Satuan Nilai

1 Panjang cm 11,20 ± 0,89

2 Lebar cm 5,17 ± 0,49

(36)

pedagang pengumpul pukul 15.00 WIB. Rajungan ditangkap menggunakan alat

tangkap berupa jaring, yaitu alat tangkap yang biasanya digunakan untuk

menangkap ikan, kepiting, rajungan dan udang. Proses penangkapan rajungan

dilakukan setiap hari oleh nelayan.

4.2 Rendemen

Rendemen merupakan persentase bagian tubuh pada bahan baku yang

dapat dimanfaatkan, semakin tinggi nilai rendemen suatu bahan baku maka

semakin tinggi nilai ekonomis suatu bahan. Rajungan yang digunakan pada

penelitian ini memiliki rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan preparasi

dalam keadaan segar dan preparasi setelah pengukusan. Rendemen rajungan

berupa daging, jeroan dan cangkang. Nilai rendemen rajungan segar dan kukus

dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Rendemen rajungan segar yang terdapat di Desa Gebang Mekar, Cirebon

berdasarkan Gambar 3 pada cangkang sebesar 51,62%, daging sebesar 35,77%

dan jeroan sebesar 12,61%. Umumnya rendemen total daging rajungan/kepiting

sebesar 25-30% dari berat utuhnya dan biasanya rendemen ini juga dipengaruhi

oleh kesegaran bahan baku serta cara pengambilan daging (BBPMHP 1995).

Gambar 3 Rendemen rajungan segar

Rajungan memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang.

Cangkang atau karapas rajungan lebih melebar ke samping daripada cangkang

kepiting yang lebih bulat (Juwana dan Kasijian 2000). Cangkang rajungan dapat

dimanfaatkan sebagai sumber kalsium yang telah banyak diaplikasikan pada

berbagai produk yaitu kerupuk, kitosan dan sebagainya. cangkang

51,62% daging

(37)

Cangkang rajungan merupakan hasil samping dari pengolahan rajungan.

Multazam (2002) menyatakan bahwa dalam satu ekor rajungan dengan bobot

tubuh 100-350 g, terdapat cangkang sekitar 51-177 g. Cangkang rajungan

mempunyai kandungan mineral yang tinggi, terutama kalsium (19,97%) dan

fosfor (1,81%).

Limbah rajungan meliputi kepala, kulit, ekor dan kaki pada umumnya

mencapai 25-50% dari berat rajungan (Tangko dan Rangka 2009). Limbah ini

lebih tinggi daripada limbah udang yang terdiri dari kepala dan kulit mencapai

25-30% dari berat udang (Sudibyo 1991 dalam Kencana 2009).

Gambar 4 Rendemen rajungan kukus

Gambar 4 menunjukkan rajungan yang diberi perlakuan pengukusan

mengalami penyusutan sebesar 14,99%. Proses pengukusan dapat mempengaruhi

penyusutan rendemen rajungan. Hal ini karena selama proses pengukusan akan

terjadi pengeluaran air dan zat-zat gizi lain misalnya vitamin dan mineral. Faktor

yang mempengaruhi susut gizi selama pengukusan dengan air adalah faktor yang

mempengaruhi pemindahan massa yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut

dalam air panas dan pengadukan air (Harris dan Karmas 1989).

4.3 Komposisi Kimia Daging Rajungan

Metode yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dari suatu

bahan baku yaitu menggunakan analisis proksimat. Analisis proksimat adalah

suatu analisis untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam suatu bahan

pangan. Komposisi kimia daging rajungan meliputi kadar air, abu, protein dan

lemak. Komposisi kimia rajungan segar dan kukus dapat dilihat pada Tabel 4.

Data komposisi kimia daging rajungan disajikan pada Lampiran 4. rajungan

kukus 85,01% Penyusutan

(38)

Tabel 4 Komposisi kimia daging rajungan segar dan kukus

Komposisi kimia rata-rata(%) Daging rajungan segar Daging rajungan kukus

Kadar air (bb) 78,47 75,43

Kadar abu (bk) 7,71 6,02

Kadar lemak (bk) 0,84 0,75

Kadar protein (bk) 68,09 66,63

Tabel 4 menunjukkan bahwa komposisi kimia daging rajungan segar

mengalami perubahan setelah dilakukan proses pengukusan. Proses ini dapat

tergantung pada suhu pengolahan dan luas permukaan produk.

Gambar 5 Komposisi kimia daging rajungan segar dan kukus

Gambar 5 menunjukkan proses pengolahan dengan pengukusan

menyebabkan penurunan komponen gizi yang terkandung dalam daging rajungan.

Komponen gizi pada daging rajungan juga dipengaruhi oleh musim, ukuran

rajungan, kematangan gonad, suhu dan ketersediaan bahan makanan

(Sudhakar et al. 2009).

4.3.1 Kadar air

Air merupakan komponen dasar dari bahan makanan terutama hasil

perikanan. Kandungan air dalam daging rajungan maupun ikan diperkirakan

sebesar 70-80% dari berat yang dapat dimakan. Kandungan air pada rajungan

terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas yang tedapat

78,47

Keterangan: 1 = rajungan segar dan 2 = rajungan kukus

(39)

dalam ruang antar sel dan plasma, dapat melarutkan berbagai vitamin, garam

mineral dan senyawa-senyawa nitrogen tertentu. Air terikat merupakan

molekul-molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain, misalnya protein

(Winarno 2008).

Kadar air pada daging rajungan segar sebesar 78,47% sedangkan kadar air

pada daging rajungan setelah diberi perlakuan pengukusan menurun menjadi

75,43%. Kadar air rajungan segar tersebut tidak jauh berbeda dengan rajungan

asal Kepulauan Hainan sebesar 78,8% (Wu et al. 2010). Penurunan kadar air disebabkan oleh kadar air dalam bahan pangan yang berkurang selama proses

pengukusan. Bahan pangan selama proses pengolahan atau pengukusan

berlangsung dapat mengalami pengurangan kadar air terutama pada bahan pangan

hasil perikanan (Tanikawa 1985). Faktor yang mempengaruhi kecepatan

pengurangan kadar air selama pengukusan yaitu luas permukaaan, konsentrasi zat

terlarut dalam air panas dan pengadukan air (Harris dan Karmas 1989).

Penurunan kadar air yang terkandung pada produk akibat perlakuan

pengukusan disebabkan oleh terlepasnya molekul air dalam bahan. Hal ini karena

dengan semakin meningkatnya suhu maka jumlah rata-rata molekul air menurun

dan mengakibatkan molekul berubah menjadi uap dan akhirnya terlepas dalam

bentuk uap air (Winarno 2008).

4.3.2 Kadar abu

Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar

menjadi zat yang menguap. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan

mineral bahan pangan secara kasar. Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96 %

terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang

juga dikenal sebagi zat anorganik (kadar abu). Dalam proses pembakaran,

bahan-bahan organik dalam makanan akan terbakar, sedangkan bahan-bahan

anorganik tidak terbakar, karena itulah disebut abu (Winarno 2008).

Kadar abu pada daging rajungan segar sebesar 7,71% dan menjadi 6,02%

setelah proses pengukusan. Kadar abu pada rajungan asal Perairan Cirebon ini

jauh lebih tinggi daripada rajungan asal Laut Mediterania sebesar 2,24% (Gokoglu

dan Yerlikaya 2003). Sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar

(40)

yang terikat pada air akibat pemanasan (Winarno 2008). Proses tersebut

tergantung pada cara pengolahan, suhu pengolahan dan luas permukaan produk.

Mineral bersifat mantap dan tidak rusak karena pengolahan, namun pengolahan

dapat menyebabkan penyusutan mineral maksimal 3% pada bahan pangan (Harris

dan Karmas 1989).

Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama

sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral

di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim,

pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting

melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf tehadap

rangsangan (Almatsier 2006).

4.3.3 Kadar lemak

Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat

dieskstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat dalam semua

sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai simpanan

bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel dan juga sebagai

komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra 1987).

Kadar lemak pada daging rajungan segar dari 0,84% menjadi 0,75%

setelah diberi perlakuan pengukusan. Kadar lemak pada rajungan segar tersebut

tidak jauh berbeda dengan rajungan asal Laut Mediterania sebesar 0,81%

(Gokoglu dan Yerlikaya 2003). Pemanasan akan mempercepat gerakan-gerakan

molekul lemak sehingga jarak antara molekul lemak menjadi besar dan akan

mempermudah proses pengeluaran lemak (Winarno 2008). Proses tersebut

dipengaruhi oleh suhu pengolahan dan lama pemanasan (Gurr 1992).

Fraksi lipida terdiri atas minyak/lemak, malam (wax), fosofolipida, serol,

hidrokarbon dan pigmen. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak

kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah sebenarnya

(Winarno 2008). Beberapa fakor yang mempengaruhi keragaman komposisi

lemak antara lain spesies, musim penangkapan, letak geografis, tingkat

(41)

4.3.4 Kadar protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat

ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai

zat pembangun dan zat pengatur. Protein mengandung unsur C, H, O dan N yang

tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Lehninger 1990).

Kadar protein pada daging rajungan segar dari 68,09% menjadi 66,63%

setelah proses pengukusan. Kadar protein ini jauh lebih tinggi daripada rajungan

asal Laut Mediterania sebesar 21,54% (Gokoglu dan Yerlikaya 2003). Tingginya

kadar protein pada rajungan dipengaruhi oleh spesies, lingkungan dan makanan.

Metode pengukusan merupakan metode pemasakan rajungan yang umumnya

dilakukan oleh pengolah rajungan di Indonesia.

Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah

(denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan

maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya adalah

denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi,

perubahan warna dan pemutusan ikatan peptida. Perlakuan pemanasan pada suatu

bahan pangan, menyebabkan protein terkoagulasi dan terhidrolisis secara

sempurna. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu

yang moderat (60-90 °C) selama satu jam atau kurang sehingga dapat

menurunkan kandungan protein (Winarno 2008).

4.3.5 Asam Lemak

Retention time adalah waktu sejak penyuntikan sampai mencapai puncak maksimum (McNair dan Bonelli 1988). Nilai asam lemak yang terdapat pada

daging rajungan segar dan kukus didapatkan dengan cara membandingkan

retention time standar asam lemak dengan retention time sampel yang diuji. Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati dengan nilai retention time standar asam lemak. Nilai retention time asam lemak pada daging rajungan segar dan kukus dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Peak kromatografi gas asam lemak dan standar disajikan pada Lampiran 9-13.

Komposisi asam lemak yang terkandung dalam daging rajungan dapat dilihat pada

(42)

Tabel 5 Komposisi rata-rata asam lemak daging rajungan

Cis-11-eikosenoat (C20:1) 0,15 0,11 √

Erukat (C22:1n9) 0,04 0,04 √

Nervonat (C24:1) 0,04 0,02 √

Linolelaidat (C18:2n9t) 0,10 0,05 √

Linoleat (C18:2n6c) 0,84 0,91 √

Tabel 5 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam daging

rajungan terdiri dari asam lemak jenuh (SAFA), yaitu laurat (C12:0), miristat

(C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), arakhidat (C20:0), behenat (C22:0) dan

lignoserat (C24:0). Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA), yaitu palmitoleat

(C16:1), elaidat (C18:1n9t), oleat (C18:1n9c), cis-11-eikosenoat (C20:1), erukat

(C22:1n9) dan nervonat (C24:1). Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA), yaitu

linolelaidat (C18:2n9t), linoleat (C18:2n6c), γ-linolenat (C18:3n6), linolenat (C18:3n3), dihomo-γ-linolenat (C20:3n6), arakhidonat (C20:4n6), EPA (C20:5n3) dan DHA (C22:6n3). Keragaman komposisi asam lemak pada rajungan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, pemberian panas, ketersediaan

pakan serta umur dan ukuran rajungan tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005).

Variasi asam lemak pada organisme perairan juga dipengaruhi oleh pergantian

(43)

Perbedaan ikatan kimia antar asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh

dapat menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam

lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang

rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar

kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah

(O’Keefe 2008). Selain itu, proses pemanasan dengan pengukusan dapat

menyebabkan lipida mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam-asam lemak

bebas. Proses pemasakan rajungan akan menghasilkan adanya senyawa-senyawa

karbonil. Senyawa-senyawa ini berasal dari pembentukan dan dekomposisi termal

produk-produk lipida yang teroksidasi (Gladyshev et al. 2006). Komponen asam lemak jenuh daging rajungan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kandungan asam lemak jenuh daging rajungan

segar kukus

Gambar 6 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh tertinggi pada daging

rajungan segar, yaitu palmitat (C16:0) sebesar 6,12%. Penelitian Wu et al. (2010) menunjukkan hasil analisis asam palmitat pada rajungan asal Kepulauan Hainan

sebesar 13%. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak

ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang

ada (Winarno 2008). Menurut French et al. (2002) dalam penelitiannya tentang dampak asam palmitat terhadap kolesterol dalam diet asam lemak menyatakan

(44)

bahwa asam palmitat dapat meningkatkan kandungan kolesterol apabila tidak

melakukan diet yang seimbang dalam mengkonsumsinya.

Jenis asam lemak jenuh dominan kedua, yaitu stearat sebesar 3,60%.

Penelitian Wu et al. (2010) menunjukkan hasil analisis asam stearat pada rajungan asal Kepulauan Hainan sebesar 9,95%. Nilai ini lebih tinggi daripada rajungan

miristat banyak digunakan dalam industri makanan yaitu industri susu, minyak

kelapa dan biji-bijian. Keduanya memiliki efek spesifik terhadap plasma

lipoprotein dengan lemak alami (Mensink dan Plat 2008). Asam arakhidat,

behenat dan lignoserat merupakan karakteristik pada minyak kacang

(Belitz et al. 2009).

Asam lignoserat dalam daging rajungan kukus tidak terdeteksi. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak teridentifikasinya beberapa asam lemak diduga karena

kandungan asam lemak tersebut sangat rendah. Rendahnya asam lemak

menyebabkan puncak (peak) asam lemak kecil sehingga tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh nois kromatografi gas (Fardiaz 1989). Komponen asam

lemak tak jenuh tunggal daging rajungan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi

pada daging rajungan segar, yaitu oleat (C18:1n9c) sebesar 2,56%. Penelitian

Wu et al. (2010) menunjukkan hasil analisis asam oleat pada rajungan asal Kepulauan Hainan sebesar 13,20%.

Asam oleat lebih stabil dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat,

terlihat dari peranannya dalam meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar

dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Asam oleat memiliki fungsi di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi, sebagai zat

antioksidan untuk menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol dan media

Gambar

Gambar 1 Rajungan betina (a) dan jantan (b)
Tabel 2 Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g)
Gambar 2 Diagram alir metode penelitian
Tabel 4 Komposisi kimia daging rajungan segar dan kukus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan, yaitu menentukan karakteristik kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang meliputi rendemen, komposisi kimia (kadar air, abu, lemak,

Lima galur (HRN 3, NTG 3, CAD, Claw Meat 2 dan Lump l) pada stok bakteri rajungan segar dan produk rajungan kaleng menunjukkan genus Bacillus dengan kemampuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari rendemen dan komposisi proksimat (air, abu, protein, dan lemak) daging belut segar dan setelah proses penggorengan juga

Daging rajungan sebagaimana produk perikanan lainnya, pada perlakuan pemanasan dapat mengalami penurunan skor warna, diduga karena reaksi maillard ( browning ) antara

Tidak ada perbandingan yang nyata antara nisbah kelamin rajungan jantan dan betina yang tertangkap selama penelitian, struktur ukuran rajungan yang tertangkap selama

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan usaha rumah tangga yang menghasilkan produk daging rajungan matang ( fresh meat crabs ), yang selanjutnya dijual

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu proses demineralisasi cangkang rajungan memberikan pengaruh yang sangat nyata sedangkan interaksi

Hal ini sesuai dengan penelitian Sari 2016, yakni semakin tinggi penambahan kon- sentrasi tepung cangkang rajungan, maka kadar air kerupuk sagu akan semakin menurun, dikarenakan tepung