• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Akibat Hukum Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN

PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) KANTOR CABANG PEMBANTU ASIA UNIT

CEMARA MEDAN

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

100200222

RUMONDANG SARI DEWI SARAGIH

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN

PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) KANTOR CABANG PEMBANTU ASIA UNIT

CEMARA MEDAN

Oleh

100200222

RUMONDANG SARI DEWI SARAGIH

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196603031985081001

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

NIP. 196603031985081001 NIP. 195902051986012001

Rabiatul Syahriah, SH., M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Rumondang Sari Dewi Saragih* Hasim Purba**

Rabiatul Syahriah***

Hak Guna Bangunan yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan memiliki keterbatasan waktu, maka sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan hukum tersendiri. Di dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1996 yang menyebutkan, bahwa “pemberi Hak Tanggungan adalah orang-perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Hal ini berarti, bahwa dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan, maka secara otomatis hapus pula Hak Tanggungannya dan obyek Hak Tanggungan tersebut jadi tanah Negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan. Bagaimana Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan. Apa akibat hukum jika debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang objeknya hak guna bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Data empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan.Tahap pertama, yaitu tahap mengadakan perjanjian utang piutang antara pihak bank sebagai kreditur dengan debitur yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan, artinya telah diperjanjikan sebelumnya. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara yaitu pihak pertama memberikan kredit kepada Pihak Kedua sesuai jumlah yang diperjanjikan, dan berhak mendapatkan kembali pelunasannya. Pihak kedua berhak mendapatkan kredit dari pihak pertama sesuai jumlah yang diperjanjikan, dan wajib melunasi kredit yang dipinjam beserta bunga. pihak kreditur akan menegur debitur dengan surat surat peringatan, selanjutnya bila pihak debitur tidak juga menanggapinya maka pihak kreditur akan menyelesaikannya secara pengadilan.

Kata Kunci

*Mahasiswi Fakultas Hukum

:Perjanjian Kredit, Jaminan Hak Tanggungan, Hak Guna Bangunan **Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara.

Adapun judul yang penulis angkat adalah “Akibat Hukum Dalam Perjanjian

Kredit dengan Jaminan Hak Tangungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada Pt.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara ”.Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak

tantangan dan hambatan yang dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. Kepada yang

terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

(5)

4. Bapak Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen

pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran

dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen

pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Papa dan Mama tercinta R.Saragih,SH dan V.L.M Tambunan yang telah

banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah putus

sampai sekarang.

9. Kakak saya Bintang Saragih,S.Kom yang telah banyak memberikan dukungan

doa dan masukan sampai sekarang.

10.Opung saya dari papa (+)M.Z Pardede dan (+)R.P Saragih,SH

11.Opung saya dari mama (+)M.Siahaan dan (+)W.B Tambunan

12.Abang saya Johannes Hutabarat yang telah memberikan dukungan dan

masukan sampai sekarang.

13.Abang saya Johannes Nainggolan yang telah memberikan dukungan dan

(6)

14.Mamitua saya Renny Tambunan yang telah memberikan dukungan dan

masukan sampai sekarang.

15.Rekan-rekan terdekat penulis Nanda Nurul Huda,Melinda,Wanda dan

rekan-rekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak

mendukung dan membantu penulis.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna di satu sisi karena

kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa , oleh sebab itu besar harapan

penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif

apresiatif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna,

baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya,

semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai kita semua dan semoga skripsi ini

bermanfaat untuk perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT ... 17

A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit ... 17

B. Jenis-Jenis Kredit dan Bentuk Perjanjian Kredit Bank ... 21

C. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit ... 27

D. Berakhirnya Perjanjian Kredit ... 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN ... 36

A. Tinjauan Umum tentang Hak Guna Bangunan ... 36

1. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan ... 36

(8)

3. Pembebanan Hak Guna Bangunan ... 41

4. Hapusnya Hak Guna Bangunan ... 42

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan ... 44

1. Pengertian Hak Tanggungan ... 44

2. Dasar Hukum Hak Tanggungan ... 46

3. Objek dan Subjek Hak Tanggungan ... 47

4. Berakhirnya Hak Tanggungan ... 51

BAB IV AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) KANTOR CABANG PEMBANTU ASIA UNIT CEMARA MEDAN ... 53

A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan ... 53

B. Hak dan Kewajiban Masing-masing Pihak dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan ... 66

C. Akibat Hukum Jika Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A.Kesimpulan ... 81

B.Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(9)

ABSTRAK

Rumondang Sari Dewi Saragih* Hasim Purba**

Rabiatul Syahriah***

Hak Guna Bangunan yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan memiliki keterbatasan waktu, maka sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan hukum tersendiri. Di dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1996 yang menyebutkan, bahwa “pemberi Hak Tanggungan adalah orang-perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Hal ini berarti, bahwa dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan, maka secara otomatis hapus pula Hak Tanggungannya dan obyek Hak Tanggungan tersebut jadi tanah Negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan. Bagaimana Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan. Apa akibat hukum jika debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang objeknya hak guna bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Data empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan.Tahap pertama, yaitu tahap mengadakan perjanjian utang piutang antara pihak bank sebagai kreditur dengan debitur yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan, artinya telah diperjanjikan sebelumnya. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara yaitu pihak pertama memberikan kredit kepada Pihak Kedua sesuai jumlah yang diperjanjikan, dan berhak mendapatkan kembali pelunasannya. Pihak kedua berhak mendapatkan kredit dari pihak pertama sesuai jumlah yang diperjanjikan, dan wajib melunasi kredit yang dipinjam beserta bunga. pihak kreditur akan menegur debitur dengan surat surat peringatan, selanjutnya bila pihak debitur tidak juga menanggapinya maka pihak kreditur akan menyelesaikannya secara pengadilan.

Kata Kunci

*Mahasiswi Fakultas Hukum

:Perjanjian Kredit, Jaminan Hak Tanggungan, Hak Guna Bangunan **Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran

usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu

fungsi bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemberian kredit

yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya

harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit

serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan

hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. 1

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 jo

Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang

dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari Berkenaan dengan perbankan ada berbagai macam bentuk usaha bank dan

termasuk didalamnya usaha memberikan kredit. Perkreditan merupakan usaha

utama perbankan (financial depening), dimana rata-rata jumlah harta bank di

banyak negara ekonomi maju dan berkembang yang terikat dalam bentuk kredit.

Tingginya angka kredit yang disalurkan dari suatu bank dikarenakan dua alasan,

yaitu dilihat dari sisi internal dan eksternal bank. Dari sisi internal, permodalan

bank masih cukup kuat dan portofolio kredit meningkat, sedangkan alasan

eksternal bank adalah membaiknya prospek usaha nasabah.

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 jo Nomor 10 Tahun 1998

(11)

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.”2

2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 ayat (1)

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank

merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas

perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai

bank tidak terlepas dari masalah.

Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari

masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan

funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau

mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas.

Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara

memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam

bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat adalah

seperti giro, tabungan, sertifikat deposito, dan deposito berjangka.

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak

perbankan memberikan rangasangan berupa balas jasa yang akan diberikan

kepada si penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah,

pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan

menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak

perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga

(12)

Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, biasanya disertai pula

dengan meningkatnya kredit yang bermasalah atau kredit macet atas kredit yang

diberikan. Bahaya yang timbul dari kredit macet adalah tidak terbayarnya kembali

kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya, salah satunya adalah Hak Guna

Bungunan.

Hak Guna Bangunan diatur secara khusus dalam Pasal 35 sampai Pasal 40

UUPA. Pasal 35 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan adalah

hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan

miliknya sendiri dalam jangka waktu paling lama 30 tahun. Selanjutnya ayat (2)

menentukan bahwa atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat

keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut di atas

dapat diperpanjang dalam waktu paling lama 20 tahun.3

Hak Tanggungan merupakan amanat dari Pasal 51 Undang--Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang

menyebutkan “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Hak guna bangunan

merupakan hak atas tanah yang memilik jangka waktu tertentu, dan hak atas tanah

tersebut dapat menjadi hapus, apabila hak guna bangunan diperpanjang jangka

waktunya maka hak yang bersangkutan terus menyambung sampai jangka waktu

semula. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) jo Pasal 22 ayat (1) dan (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Hak Guna Bangunan yang dapat diperpanjang

jangka waktunya adalah Hak Guna Bangunan yang terdiri di atas tanah negara dan

Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Pengelolahan.

(13)

Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur

dengan undang-undang”. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan

dengan tanah, berdasarkan Pasal 29 undang-undang tersebut, maka lembaga

jaminan Hipotik dan Credietverband dinyatakan tidak berlaku lagi. Hak

Tanggungan merupakan pemenuhan atas tuntutan perkembangan hukum akan

lembaga jaminan yang kuat yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana

dimaksud Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, keberadaan hukum jaminan yang kuat serta memberikan

kepastian hukum dan mudah dalam eksekusinya sangat didambakan.4

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat baik dalam bentuk

kredit dan bentuk-bentuk lainnya serta selalu siap membantu segala pelaku

ekonomi dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank baik skala

nasional maupun lokal, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta

hingga asing kini hadir dan membuka diri untuk membantu para pelaku usaha

untuk mengembangkan usahanya dengan menawarkan berbagai macam varian

kredit. Kredit hadir di tengah masyarakat untuk menjadi motivator dan

dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.

Dengan dapatnya Hak Guna Bangunan dibebani Hak Tanggungan, maka

dalam proses permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan yang sedang

dibebankan Hak Tanggungan, perlu mendapatkan kajian hukum lebih lanjut.

4

(14)

Ketentuan Pasal 1 angka 11, ditegaskan bahwa “Kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana

pihak peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”.

Perbankan dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan

yang diperjanjikan. Hal yang utama dalam memberikan kredit adalah keyakinan

bank sebagai kreditur terhadap debitur.

Di Indonesia pengaturan tentang Hak Tanggungan dituangkan dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah eserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT). Dalam

Pasal 1 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa Hak Tanggungan yaitu Hak Jaminan

yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA) berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur

lainnya.5

Oleh karena Hak Guna Bangunan yang dijadikan obyek jaminan Hak

Tanggungan memiliki keterbatasan waktu, maka sudah barang tentu akan

menimbulkan permasalahan hukum tersendiri. Di dalam Pasal 8 ayat (1)

5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta

(15)

Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menyebutkan, bahwa “pemberi Hak

Tanggungan adalah orang perorangan atau Badan Hukum yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan

yang bersangkutan”. Hal ini berarti, bahwa dengan berakhirnya jangka waktu Hak

Guna Bangunan yang dijadikan obyek jaminan Hak Tanggungan, maka secara

otomatis hapus pula Hak Tanggungannya dan obyek Hak Tanggungan tersebut

jadi tanah Negara. Konsekuensinya dengan hapusnya Hak Tanggungan maka

kreditur hanya sebagai Kreditur yang konkuren tidak lagi Kreditur sebagai

Preferen sehingga piutangnya tidak lagi sebagai perlindungan hukum dari Hak

Tanggungan.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan, hak-hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan adalah hak milik

menurut Pasal 20 UUPA adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk

menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas,

sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu. Hak Guna Usaha menurut Pasal 28

UUPA adalah hak untuk mengusahakan tanah negara selama jangka waktu

terbatas, guna perusahaan pertanian, perikanan, dan peternakan. Hak Guna

Bangunan menurut Pasal 35 UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan di atas tanah negara atau milik orang lain, selama jangka waktu yang

terbatas. 6

(16)

Hak atas tanah yang diberikan untuk waktu yang terbatas seperti misalnya

hak guna bangunan yang diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sebagai salah satu hak atas

tanah yang oleh undang-undang ditunjuk sebagai obyek hak tanggungan, suatu

saat pasti akan berakhir jangka waktunya. Waktu hak guna bangunan paling lama

30 tahun, atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan

bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu

paling lama 20 tahun dan apabila jangka waktu hak tersebut dan perpanjangannya

berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna

Bangunan di atas tanah yang sama dan dicatat pada buku tanah di Kantor

Pertanahan.

Berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut, apalagi sedang dijadikan

jaminan kredit dengan dibebani hak tanggungan tentu saja akan mempunyai

akibat hukum terhadap eksistensi dari Hak Tanggungan itu sendiri, oleh karena

bersadarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober 1970 nomor

10/241/10 hapusnya hipotik (Hak Tanggungan) hapusnya hak atas tanah yang

dibebani itu dan tanahnya kembali kekuasaan negara.

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai

permasalahan dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul “Akibat Hukum

(17)

B. Permasalahan

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas maka permasalahan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak

Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan ?

2. Bagaimanakah hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian

kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna

Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu

Asia Unit Cemara Medan?

3. Bagaimanakah akibat hukum jika debitur dalam perjanjian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara

Medan ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan Hak

Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam

perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak

Guna Bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang

(18)

3. Untuk mengetahui akibat hukum jika debitur dalam perjanjian kredit

dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan PT.

Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit

Cemara Medan.

D. Manfaat Penulisan

Melalui penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, yaitu :

1. Secara teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat dan cukup jelas bagi pengembangan disiplin ilmu hukum pada

umumnya dan khususnya hukum jaminan.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pengetahuan tentang pelaksanaan Hak Guna Bangunan sebagai jaminan

kredit.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat

Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang berkaitan dengan judul akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan,

(19)

Nama : Helida Yasni Lubis

NIM : 92020077

Judul Skripsi : Segi-segi hukum perjanjian kredit dengan jaminan hak

tanggungan.

Permasalahan : 1. Bagaimana proses lahirnya Hak Tanggungan dari

perjanjian kredit?

2. Apa yang membuat Hak Tanggungan sebagai jaminan

pelunasan kredit?

3. Bagaimana hapusnya Hak Tanggungan dan

hambatan-hambatan pengikatan Hak Tanggungan dalam

perkreditan?

Nama : Rahmaluddin Saragih

NIM : 990222039

Judul Skripsi : Penjualan di bawah tangan terhadap jaminan Hak

Tanggungan pada panitia urusan piutang negara (studi

kasus pada kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara

Medan).

Permasalahan : 1. Bagaimana penjualan di bawah tangan menurut

undang-undang Hak Tanggungan?

2. Penjualan dibawah tangan dalam pengurusan

(20)

Nama : Saptika Handini

NIM : 020200176

Judul Skripsi : Perjanjian Kredit dengan jaminan hak tanggungan yang

bermasalah pada Bank Mestika Dharma Medan (Studi

kasus di Pengadilan Negeri Medan)

Permasalahan : 1. Bagaimana persyaratan untuk menjadi debitur

dalam perjanjian kredit pada Bank Mestika Dharma

Medan ?

2. Bagaimana bentuk isi perjanjian kredit pada Bank

Mestika Dharma Medan?

3. Kasus posisi putusan Pengadilan Negeri Medan No.

337/Pdt.G/2002/PN-Mdn.

4. Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

337/Pdt.G/2002/PN-Mdn.

5. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Bank

Mestika Dharma Medan dalam perjanjian kredit

dengan jaminan Hak Tanggungan yang bermasalah

pada putusan Pengadilan Negeri No.

337/Pdt.G/2002/PN-Mdn?

Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun

tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian

penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah

(21)

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara

menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian.

Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk

memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan

dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan akibat

hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya

Hak Guna Bangunan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang

Pembantu Asia Unit Cemara Medan.7

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hal. 45 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan

yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai

peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar

untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan

pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat

perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai

perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai

temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan

utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada

(22)

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini

melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami

dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud

untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,

mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan akibat hukum dalam perjanjian

kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan pada

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara

Medan.8

3. Sumber data

Penelitian ini akan dibantu dengan kajian dari sisi normatif, yaitu nilai

ideal sesuai dengan apa yang seharusnya berlaku menurut aturan hukum positif.

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai

data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari

objek penelitian.9

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait.

Misalnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-Undang Republik Indonesia Data sekunder terdiri dari :

8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: RadjaGrafindo Persada,

2007), hal. 42

9

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

(23)

No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa

buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan

pembahasan skripsi ini.

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang

relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan

dalam penulisan skripsi ini.

4. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi

pustaka (library research) dan studi lapangan (field research). Dalam hal ini

mencari dan mengumpulkan data yang bersumber dari bahan kepustakaan dan

melakukan penelitian lapangan untuk mencari dan mengumpulkan data dengan

menggunakan wawancara dengan Johannes P. Hutabarat, AMd, selaku Account

Officer Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Pembantu Asia Unit Cemara

Medan.

5. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan

dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan

(24)

melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar

sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan

bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna

mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan

saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang

dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.10

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat

dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan

yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub

bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam

skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan ini merupakan pengantar. Didalamnya termuat

mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri

dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

10Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai

(25)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Bab ini berisikan tentang pengertian kredit dan perjanjian kredit,

jenis-jenis kredit dan bentuk perjanjian kredit bank dan

prinsip-prinsip dalam pemberian kredit serta berakhirnya perjanjian kredit

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN HAK

TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA

BANGUNAN

Bab ini berisikan mengenai tinjauan umum tentang hak guna

bangunan yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum hak guna

bangunan, obyek hak guna bangunan dan terjadinya hak guna

bangunan, pembebanan hak guna bangunan, hapusnya hak guna

bangunan dan tinjauan umum tentang hak tanggungan, yang terdiri

dari pengertian hak tanggungan, dasar hukum hak tanggungan,

objek dan subjek hak tanggungan dan berakhirnya hak tanggungan

BAB IV AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) KANTOR CABANG PEMBANTU ASIA UNIT CEMARA MEDAN

Bab ini merupakan pembahasan hasil penelitian yang berisikan

pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan

yang objeknya hak guna bangunan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara

Medan dan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam

(26)

hak guna bangunan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor

Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan serta akibat hukum

jika debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan

hak tanggungan yang objeknya hak guna bangunan PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit

Cemara Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab

ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.

Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran

merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan

dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya

guna.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

E. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit

Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan yang paling utama

karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan

usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Salah satu kegiatan usaha

perbankan adalah berupa pemberian kredit. Pemberian kredit merupakan

pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya

disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur (peminjam).Terhadap

penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum

jaminan.11Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah

satu objek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus

dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat

memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum

yang terkait termasuk aspek hukum jaminan.12

Pinjam-meminjam uang dalam kegiatan perbankan di Indonesia disebut

kredit.Salah satu kegiatan usaha yang pokok bagi bank konvensional adalah

berupa pemberian kredit dan dikenal dengan sebutan kredit perbankan.13

11

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal 70

12Ibid, hal. 70 13Ibid, hal. 73

Dasar

pengertian dari istilah kosa kata “kredit” yaitu kepercayaan, sehingga hubungan

yang terjalin dalam kegiatan perkreditan kedua belah pihak. Dimana dasar saling

(28)

percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu

yang telah diperjanjikan.14

Berdasarkan kegiatan kredit yang ditetapkan oleh undang-undang

sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur berikut:

Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam

ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan Tahun 1998. Undang-Undang tersebut

menetapkan: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

15

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang.

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain.

3. Adanya kewajiban melunasi utang.

4. Adanya jangka waktu tertentu

5. Adanya pemberian bunga kredit.

Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang

disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut

sebagai kredit di bidang perbankan.

14Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 1996), hal. 365-366

(29)

Pengertian perjanjian kredit, dari berbagai jenis perjanjian yang diatur

dalam Bab V sampai dengan XVIII Buku III KUH Perdata tidak terdapat

ketentuan tentang perjanjian kredit bank. Bahkan dalam undang-undang

perbankan sendiri tidak mengenal istilah perjanjian kredit bank. Perjanjian

kredit,meminjam aturan dalam KUH Perdata yaitu salah satu dari bentuk

perjanjian yang dikelompokkan dalam perjanjian pinjam meminjam sebagaimana

diatur dalam Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Perdata, sehingga landasan

aturan yang dipergunakan dalam membuat perjanjian kredit tentunya tidak dapat

dilepaskan dari ketentuan yang ada pada Buku III KUH Perdata.

Sistem yang dianut oleh Buku III KUH Perdata lazimnya disebut sistem

terbuka, dalam artian mengandung suatu asas kebebasan berkontrak membuat

perjanjian. Sebagaimana ditegaskan dalam Hak Guna Bangunan 1338 ayat (1)

KUH Perdata “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya “. Maksudnya adalah bilamana suatu

perjanjian telah dibuat secara sah, yakni tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan maka perjanjian itu mengikat kedua belah pihak serta tidak

dapat ditarik kembali kecuali atas kemufakatan dari kedua pihak itu sendiri dan

atau karena alasan-alasan tertentu yang telah ditetapkan undang-undang.

Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam uang, menurut

Buku III KUH Perdata mempunyai sifat formil, salah satunya adalah perjanjian

pinjam mengganti yang diatur dalam Bab ketiga belas buku ketiga KUH Perdata.

Menurut Marhainis Abdul Hay ketentuan Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH

(30)

dengan perjanjian kredit bank sebagai konsekuensi logis dari pendirian ini harus

dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat riil.16

Ketentuan Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUHPerdata menurut

Wiryono Prodjodikoro,

Hal ini dapat disimpulkan seperti yang tercantum dalam Hak Guna

Bangunan Pasal 1754 KUH Pedata diartikan sebagai berikut : “Perjanjian pinjam

mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. “

17

16

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita,1999), hal.210.

17

Wiryono Prodjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan

Tertentu, (Bandung: Sumur, 1981), hal. 137.

ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat “riil” . Hal

ini dapat dimaklumi, oleh karena Hak Guna Bangunan Pasal 1754 KUH Perdata

tidak menyebutkan bahwa pihak ke 1 “mengikat diri untuk memberikan” . Suatu

jumlah tertentu barang-barang yang menghabis, melainkan bahwa pihak ke 1 “

memberikan “ suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian. Bila pendirian Marhainis Abdul Hay tersebut dihubungkan dengan

penafsiran Wiryono Prodjodikoro, atas Hak Guna Bangunan Pasal 1754

KUHPerdata di atas, maka sebagai konsekuensi logisnya, berarti perjanjian kredit

bank adalah perjanjian yang bersifat riil, yaitu perjanjian yang baru terjadi kalau

(31)

F. Jenis-Jenis Kredit dan Bentuk Perjanjian Kredit Bank

Pada suatu kehidupan perekonomian di dalam masyarakat terdapat

bermacam-macam kegiatan usaha yang dilakukan oleh manusia, salah satunya

kegiatan dunia perbankan yang mengeluarkan bermacam-macam fasilitas kredit

dengan tujuan untak melayani kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bank

berkewajiban untuk mengetahui dengan benar jenis-jenis kredit yang mana yang

paling tepat untuk membantu kegiatan usaha dari para pelaku ekonomi.

Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari

berbagai segi adalah:18

1. Dilihat dari segi kegunaannya

Segi kegunaannya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah

untuk digunakan dalam kegiatan atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari

segi kegunaan terdapat dua jenis yaitu :

a. Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan

perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa

pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya

kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja

diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya

lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

18

(32)

2. Dilihat dari segi tujuan kredit

Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah

bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis

kredit dilihat dari segi tujuannya adalah :

a. Kredit produktif, kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau

produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang

atau jasa. Artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga

menghasilkan suatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi

atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang

dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai

oleh seseorang atau badan usaha.

c. Kredit perdagangan, merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan

perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang

pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.

Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan

yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

3. Dilihat dari segi jangka waktu

Dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit mulai dari

pertama sekali diberikan sampai masa pelunasannya, jenis kredit ini adalah :

a. Kredit jangka pendek, kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka

waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya

(33)

b. Kredit jangka menengah, jangka waktu kreditnya berkisar antara satu

tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk

modal kerja.

c. Kredit jangka panjang, merupakan kredit yang masa pengembaliannya

paling panjang yaitu di atas tiga tahun atau lima tahun.

4. Dilihat dari segi jaminan, maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas

kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal

senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah :

a. Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu

jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau

tidak berwujud.

b. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang

atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek

usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan

bank yang bersangkutan.

5. Dilihat dari segi sektor usaha

Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena

itu pemberian fasilitas kredit berbeda pula. Jenis kredit jika dilihat dari sektor

usaha sebagai berikut :

a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan

atau pertanian rakyat.

b. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang

(34)

c. Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk

industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang

dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak

atau tambang timah.

e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana

dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiswa yang

sedang belajar.

f. Kredit profesi, diberikan kepada kalangan para professional seperti, dosen,

dokter atau pengacara.

g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau

pembelian perumahan.

Bentuk perjanjian kredit tidak diatur dan ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dengan demikian pemberian kredit oleh bank

dapat dilakukan secara tertulis. Dalam praktek perbankan, guna mengamankan

pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam

bentuk tertulis dan perjanjian baku (standard contract). Perjanjian kredit bank

dapat dibuat secara di bawah tangan atau secara notarial.19

a. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/10) tanggal 13 Oktober 1996 jo Surat

Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pem.

Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai

berikut:

19

(35)

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian besar

diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan Surat Keputusan Direksi BI.

Aturan-aturan tersebut antara lain :

1) SK BI 30/11/KEP/DIR/1997 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

2) SK BI 30/12/KEP/DIR/1997 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Perkreditan Rakyat.

3) SK BI 30/46/KEP/DIR/1997 Pembatasan Pemberian Kredit oleh Bank

Umum untuk Pembiayaan Pengadaan dan/atau Pengolahan Tanah.

4) SE BI 31/16/UPPB/1998 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum

5) SE BI 31/17/UPPB/1998 Posisi Devisa Neto Bank Umum.

6) SE BI 31/18/UPPB/1998 Pemantauan Likuiditas Bank Umum.

7) SK BI 31/148/KEP/DIR/1998 Pembentukan Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif.

8) SK BI 331/178/KEP/DIR 1998 Posisi Devisa Neto Bank Umum.

9) SK BI 30/267/KEP/DIR Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif, dan Terakhir.

10)PER BI 2/16/PBI/2000 Perubahan SK DIR BI 31/77/KEP/DIR/1998

Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit.

11)PER BI 3/10/PBI/2001 Prinsip Mengenal Nasabah.

12)PER BI 3/21/PBI/2001 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank.

13)PER BI 3/22/PBI/2001 Transparansi Kondisi Umum Bank.

14)PER BI 6/25/PBI/2004 Rencana Bisnis Bank Umum.

(36)

16)PER BI 7/3/PBI/2005 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.

17)PER BI 7/4/PBI/2005 Prinsip Kehati-Hatian Dalam Aktivitas.

18)Sekuritisasi Aset Dengan Bank Umum.

Harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan telah

dipenuhi dan memberi perlindungan yang memadai kepada bank, sehingga bank

tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada

bank terjamin dengan sebaik-baiknya.

Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan

(gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

Perjanjian kredit yang dibuat baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan

akta notaris, pada umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian baku, yaitu bank dan

debitur menandatangani perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh bank.

Dalam praktek perjanjian kredit dengan akta notaris, oleh bank meminta notaris

membuat akta dengan pedoman klausul-klausul dari model perjanjian kredit yang

diinginkan oleh bank yang bersangkutan. 20

Perjanjian ini tentunya memuat klausul-klausul yang cenderung hanya

memperhatikan perlindungan bagi kepentingan kreditur atau bank dan kurang

memperhatikan perlindungan bagi kepentingan debitur. Perjanjian kredit tentunya

berbeda dengan perjanjian baku pada umumnya, mengingat bahwa bank bukan

hanya mewakili dirinya sebagai suatu perusahaan tetapi juga mengemban beban

kepentingan masyarakat (penyimpan dana) dan selaku bagian dari sistem moneter.

Mengingat hal tersebut maka tidak dapat dianggap bertentangan dengan ketertiban

20

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di

Indonesia,dalam Beberapa Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum

(37)

umum dan keadilan apabila dalam perjanjian kredit dimuat klausul yang

dimaksudkan hanya untuk mempertahankan atau melindungi eksistensi bank atau

bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter.

G. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit

Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh

bank atau kreditur mengandung risiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas

perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan

berdasarkan prinsip kehati-hatian serta penilaian seksama pada pelbagai aspek.21

Tahap analisis pemberian kredit merupakan tahap preventif yang paling

penting, ini merupakan tahap bagi bank untuk memperoleh keyakinan bahwa

calon debitur mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melunasi kreditnya

yang diberikan oleh bank. Bank melalui analisisnya menentukan creditwortiness

dari calon debitur dengan usaha preventif antara lain:22

1. Tahap sebelum pemberian kredit diputuskan oleh bank, yaitu tahap bank

mempertimbangkan permohonan kredit calon debitur, yaitu tahap analisis

pemberian kredit.

2. Tahap setelah kredit diputuskan pemberiannya dan penuangannya dalam

perjanjian kredit, yaitu tahap perjanjian kredit.

3. Tahap setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh kedua belah pihak dan

selama kredit itu digunakan oleh debitur sampai jangka waktu kredit belum

21

Rachmadi Usman, Aspek -Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 246

22

(38)

berakhir, yaitu tahap pengawasan dan pengamanan kredit atau tahap

pemantauan dan pengamanan kredit.

Kemampuan dan kesediaan debitur mengembalikan kredit, dipengaruhi

oleh enam macam faktor intern dan ekstern, yaitu kewenangan hukum mereka

meminjam dana (Capacity to borrow), watak mereka (Character), kemampuan

mereka menghasilkan pendapatan (Ability to create incomes), kondisi fasilitas

produksi yang mereka punyai (Capital), kondisi dan nilai jaminan kredit yang

mereka sediakan (Collateral), serta perkembangan ekonomi umum dan bidang

usaha tempat mereka beroperasi (Condition of economy).23

Mutu permintaan kredit dapat diukur dari prospek kemampuan dan

kesediaan calon debitur melunasi kredit sesuai dengan isi perjanjian kredit.

Kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit sangat dipengaruhi oleh enam

faktor intern dan ekstern yang disebut the Six C’s of credit, keenam faktor intern

dan ekstern tersebut adalah:

Sebagaimana istilah perbankan faktor intern dan ekstern yang

mempengaruhi kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit yang telah

mereka terima di sebut the Six C’s of credit. Walaupun pada saat permintaan

kredit diajukan faktor intern dan ekstern dapat dianalisa kelayakannya, namun

selama masa perjanjian kredit, kondisi faktor-faktor itu dapat berubah, dengan

demikian kemampuan atau kesediaan debitur melunasi kredit dapat berubah-ubah

pula.

24

23

Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, (Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2008), hal 4

(39)

1. Wewenang untuk meminjam (Capacity to borrow)

Pada tahap analisis kredit, bank mendapat kepastian mengenai siapa dalam

organisasi perusahaan debitur yang secara hukum mempunyai wewenang untuk

dan atas nama perusahaan menerima dan mempergunakan kredit. Dengan

demikian, mereka itulah yang berwenang menandatangani surat perjanjian kredit

dan seluruh dokumen pendukungnya serta kewenangan bagi perusahaan yang

berdasarkan dari ketentuan anggaran dasar perusahaan.

2. Watak calon debitur (Character)

Watak calon debitur mempunyai pengaruh besar terhadap kesediaan

mereka melunasi kredit dan memenuhi ketentuan kredit yang lain. Kredit yang

diberikan kepada debitur yang berwatak buruk, besar sekali risikonya untuk

berkembang menjadi kredit bermasalah. Dua diantara berbagai macam watak baik

calon debitur yang sangat diperlukan bank untuk meminimalisasikan risiko

munculnya kredit bermasalah adalah jujur dan kooperatif. Seorang debitur yang

jujur tidak mudah menyimpang dari ketentuan perjanjian kredit, misalnya

mempergunakan dana kredit di luar keperluan yang telah disepakati oleh bank.

3. Kemampuan debitur menghasilkan pendapatan (Ability to create incomes)

Sumber dana intern perusahaan untuk melunasi kredit adalah laba sesudah

pajak dan alokasi dana penyusutan. Semakin besar jumlah laba sesudah pajak

yang dihasilkan debitur, semakin besar pula kemampuan mereka melunasi kredit

yang dipinjam. Sebaliknya, apabila kegiatan usaha perusahaan tidak berjalan

lancar atau merugi, kecil pula kemungkinan debitur mengembalikan kredit dari

(40)

Laba adalah selisih antara pendapatan perusahaan dan beban biaya

operasional mereka. Besar kecilnya hasil penjualan yang diperoleh perusahaan

ditentukan oleh keberhasilan mereka memasarkan barang atau jasa.25

4. Kondisi fasilitas produksi yang dimiliki debitur (Capital)

Jenis fasilitas produksi yang dimiliki debitur beraneka ragam, tergantung

dari bidang usahanya. Fasilitas tersebut dapat berupa gedung kantor, hotel, rumah

sakit, rumah makan, pabrik, gedung, mesin dan peralatan, perkebunan,

peternakan, kapal terbang, kapal laut dan alat angkutan penumpang dan barang

lainnya. Apapun jenis dan bentuk fasilitas produksi yang dimiliki calon debitur,

account officer harus meneliti kemampuannya menghasilkan produk yang

kompetitif. Bilamana fasilitas produksi tidak dapat menghasilkan produk yang

kompetitif, maka perusahaan debitur dapat diragukan kemampuannya dalam

memasarkan produknya secara berhasil, perusahaan tersebut juga tidak akan

mempunyai kemampuan melunasi kreditnya dari sumber dana intern mereka.

5. Jaminan kredit yang disediakan (Collateral)

Jaminan kredit adalah sumber dana kedua untuk melunasi kredit apabila

debitur tidak mampu menyediakan dana untuk membayar bunga dan/atau

melunasi kredit dari hasil usahanya sehingga kredit yang diberikan berkembang

menjadi kredit macet, kreditur dapat menjual barang jaminan. Dalam kasus kredit

bermasalah peranan jaminan sebagai sumber dana perluasan kredit seringkali

bahkan lebih penting dibandingkan dengan laba dan alokasi dana penyusutan,

karena dalam kasus tersebut biasanya jumlah laba yang diterima tidak memadai,

(41)

dapat saja usaha bisnis debitur merugi. Selama kegiatan analisis kredit, account

officer yang ditugaskan melakukan kegiatan tersebut wajib mengevaluasi hal-hal

berikut ini:

a. Keabsahan kepemilikan harta yang dijaminkan

b. Taksasi nilai harta yang dijaminkan

c. Status harta yang dijaminkan

6. Perkembangan kondisi ekonomi (Condition of economy)

Kondisi ekonomi pada umumnya dan bidang usaha tempat debitur

beroperasi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan usaha dan kondisi

keuangan perusahaan merosot sebagai akibat dari penurunan kondisi ekonomi

atau bidang usaha debitur. Peningkatan persaingan pasar yang tajam juga dapat

mempengaruhi kondisi operasi bisnis dan keuangan perusahaan.

H. Berakhirnya Perjanjian Kredit

Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya perikatan dapat

diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank. Namun pada prakteknya hapusnya

atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan:26

1. Pembayaran Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari

debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda, maupun biaya-biaya

lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur.

2. Subrogasi (subrogatie) Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan kemungkinan

pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada pihak

26

(42)

berpiutang (kreditur), sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak

kreditur oleh pihak ketiga.

3. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau

dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie. Prestasi debitur dengan

melakukan pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan dapat mengakhiri

atau menghapuskan perjanjian.

4. Pembaruan utang (novasi) yaitu dibuatnya perjanjian kredit yang baru untuk

atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan

demikian yang hapus atau berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. Dalam

Pasal 1413 KUHPerdata disebutkan ada 3 (tiga) cara untuk terjadinya inovasi

yaitu :

a. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti kreditur lama dengan

kreditur baru.

b. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti debitur lama dengan

debitur baru.

c. Membuat perjanjian baru yang bertujuan untuk memperbaharui atau

merubah objek atau isi perjanjian. Pembaharuan objek perjanjian ini

terjadi jika kewajiban tertentu dari debitur diganti dengan kewajiban lain.

5. Perjumpaan hutang (kompensasi). Kompensasi adalah perjumpaan dua utang,

yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken),

yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana

masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap

(43)

6. Percampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur bersatu

pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu percampuran utang

terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinya

pernikahan antara kreditur dan debitur dan ada persatuan harta pernikahan

maka terjadi percampuran hutang.

7. Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan kreditur dengan

menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitur.

Artinya kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada debitur

bahwa kreditur membebaskan kepada debitur untuk tidak membayar lagi

hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang

berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada debitur yang isinya

kreditur membebaskan hutangnya dan debitur menerima pemberitahuan itu

atau membalas surat kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

8. Musnahnya barang yang terhutang. Apabila barang tertentu yang menjadi

obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga

barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka

perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan

kesalahan debitur dan sebelum debitur lalai menyerahkan barangnya kepada

kreditur. Apabila debitur dibebaskan untuk memenuhi perjanjian yang

disebabkan peristiwa musnahnya atau hilangnya barang, namun jika debitur

mempunyai hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang,

misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka debitur diwajibkan

(44)

9. Pembatalan perjanjian. Jika syarat subyektif (sepakat dan cakap) tidak

dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat

menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk

membatalkan. Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak

dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak

semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang

dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam

perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu

pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi

Pasal 1266 KUHPerdata. Akibat hukum suatu perjanjian dibatalkan karena

syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak dipenuhi atau

karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu:

a. Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum

adanya perjanjian.

b. Para pihak harus mengembalikan hak-hak yang telah dinikmati misalnya

debitur yang telah menerima uang pinjaman maka debitur segera

mengembalikan sebesar uang yang diterimanya. Pembeli yang telah

menerima barangnya segera mengembalikan barangnya. Penjual yang

telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang Pasal 1451 dan

Pasal 1452 KUHPerdata.

c. Berlakunya suatu syarat batal perikatan bersyarat adalah suatu perikatan

yang lahirnya atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang

(45)

yang lahirnya digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan

perikatan dengan syarat tangguh. Apabila syarat batal dipenuhi maka akan

menghentikan perjanjian itu dan membawa kembali kepada keadaan

semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian, akibatnya semua pihak

dalam perjanjian itu harus mengembalikan ke dalam keadaan semula.

Misalnya, seorang yang berutang telah menerima uangnya, dan kreditur

menerima jaminannya, maka si berutang harus mengembalikan hutangnya

(46)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG OBJEKNYA HAK GUNA BANGUNAN

A. Tinjauan Umum tentang Hak Guna Bangunan

5. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan (selanjutnya disingkat HGB) adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri,

dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan jangka

waktu paling lama 20 tahun, atas permintaan pemegang hak dengan mengingat

keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya. Hak Guna Bangunan tersebut di

atas dapat juga beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu

paling lama 30 tahun lagi, dan dapat diperpanjang dengan waktu 20 tahun lagi,

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat dijadikan jaminan hutang

dengan dibebani hak tanggungan.27

Pernyataan Pasal 35 ayat (1) tersebut mengandung pengertian bahwa

pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah pemegang hak milik atas bidang tanah

dimana bangunan tersebut didirikan.28

27 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, 2002, hal 31

28

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Bagi tanah dan Benda Lain yang Melekat pada

Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Pemisahan Horizontal, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996).

hal 190

Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 37

(47)

terjadi terhadap tanah negara yang dikarenakan penetapan pemerintah. Selain itu

Hak Guna Bangunan dapat terjadi di atas sebidang tanah hak milik yang

dikarenakan adanya perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang

bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu yang

bermaksud menimbulkan hak tersebut. Selengkapnya bunyi Pasal 35 UUPA

adalah:

a. Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

b. Atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

c. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Hak Guna Bangunan diatur dalam UUPA, Pasal 16, Pasal 35 sampai

dengan Pasal 40,Pasal 50, Pasal 51, 52,55 serta ketentuan konversi Pasal

I,II,V,dan VIII. Telah dilengkapi juga dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu PP.

No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha(HGU), Hak Guna Bangunan(HGB)

dan Hak Pakai atas Tanah, PMNA/ KBPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, PMNA

/ KBPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan

Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, serta sejumlah

peraturan-peraturan terkait lainnya.29

29 Yuyantilalata.blogspot.com/2012/10/Hak-Guna-Bangunan.html, diakses tanggal 1

(48)

Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta

dapat dijadikan jaminan hutang. Dengan demikian, maka sifat-sifat dari Hak Guna

Bangunan adalah :30

a. Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang

bukan miliknya sendiri, dalam arti dapat di atas tanah negara ataupun

tanah milik orang lain.

b. Jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun

lagi.

c. Dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

d. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

6. Subjek dan Objek Hak Guna Bangunan dan Terjadinya Hak Guna Bangunan

Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan maka

yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah:

a. Warga Negara Indonesia, yang berdomisili di Indonesia

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan subjek hak, Hak Guna Bangunan tersebut di atas

maka sesuai dengan Pasal 36 ayat (2) ditentukan bahwa : orang atau badan hukum

yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat

30

(49)

yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib

melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Jika Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan a

Referensi

Dokumen terkait

“ Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

Hak tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah,yang selanjutnya disebut dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT, Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang

Hak tanggungan dinyatakan dalam UUHT, tertulis bahwa: hak tanggungan atas tanah beserta benda- benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT) disebutkan bahwa hak tanggungan atas tanah dan beserta dengan

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

"Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas