PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
GEL ANTI JERAWAT DARI BEBERAPA MEREK DAGANG
TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acne
SKRIPSI
OLEH:
SELPIANA SEMBIRING
NIM 101501081
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
GEL ANTI JERAWAT DARI BEBERAPA MEREK DAGANG
TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acne
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SELPIANA SEMBIRING
NIM 101501081
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
GEL ANTI JERAWAT DARI BEBERAPA MEREK DAGANG
TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acne
OLEH:
SELPIANA SEMBIRING NIM 101501081
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal 20 November 2014
Pembimbing I,
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001
Pembimbing II,
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001
Panitia Penguji,
Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195709091985112001
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001
Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Medan, Disahkan Oleh, Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih,
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Anti Jerawat Dari Beberapa Merek
Dagang Terhadap Bakteri Propionibacterium acne“. Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dekan Fakultas Farmasi Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.
Kepada dosen pembimbing skripsi Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., dan Ibu
Dra. Nazliniwaty M.Si., Apt., yang telah memberikan waktu, bimbingan dan
nasehat selama penelitian hingga terselesainya skripsi ini. Kepada dosen
pembimbing akademik Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., yang telah
memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama perkuliahan. Bapak/Ibu
Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU atas ilmu
yang telah diberikan. Kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra.
Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus
kepada Ayahanda Dahlia Sembiring dan Ibunda tersayang Juriah Tarigan atas doa
Oktapianta Sembiring, Riski Sahputra Sembiring, dan Niken Nadia Sembiring
atas dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, 20 November 2014 Penulis,
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI GEL ANTI JERAWAT DARI BEBERAPA MEREK DAGANG TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acne
ABSTRAK
Jerawat merupakan masalah kulit yang paling umum terjadi pada setiap orang khususnya pada remaja. Masalah kulit ini ditandai dengan adanya respon non-inflamasi seperti komedo atau respon inflamasi seperti papul, pustul, dan nodul. Inflamasi jerawat dicetuskan dengan adanya bakteri yang disebut
Propionibacterium acne.
Produk-produk anti jerawat dengan berbagai merek dagang banyak beredar di pasaran dengan komposisi dan bahan aktif yang berbeda. Produk gel anti jerawat lebih banyak dipilih karena sifatnya yang transparan, dingin dan dapat bertahan lama di kulit. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri gel anti jerawat dari beberapa merek dagang terhadap bakteri Propionibacterium
acne. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif di Carefour Psr.V Pd. Bulan
Medan dan khusus untuk merek Oriflame diambil dari agen resmi Oriflame di Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan. Gel anti jerawat yang diuji memiliki komposisi yang berbeda serta kadar zat aktifnya tidak dicantumkan dalam label kemasan. Ada enam sampel yang dipilih dan diberi simbol sebagai sampel A, B, C, D, E, dan F. Pengujian dilakukan terhadap bakteri Propionibacterium acne dengan mengunakan metode difusi menggunakan pencadang kertas (tes Kirby&Bauer).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gel anti jerawat dari beberapa merek dagang yang diuji memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Propianobacterium acne. Diameter daerah hambatan sampel pada konsentrasi
25% berturut-turut sampel A, B, C, D, E, dan F yaitu: 10,00 mm, 8,10 mm, 15,23 mm, 9,00 mm, 8,70 mm dan 14,53 mm. Pada konsentrasi 50% yaitu: 10,43 mm, 8,96 mm, 15,60 mm, 9,87 mm, 9,87 mm dan 15,57 mm. Pada konsentrasi 75% yaitu: 10,60 mm, 9,96 mm, 15,60 mm, 11,10 mm, 11,87 mm 17,33 mm. Sampel C dan F merupakan gel anti jerawat yang menghasilkan diameter daerah hambatan yang paling memuaskan yaitu lebih besar dari 14 mm pada konsentrasi 25%, 50%, dan 75%, sedangkan pada sampel A, B, D, dan E pada konsentrasi gel tertinggi yaitu 75% diameter daerah hambatannya belum mencapai 14 mm.
EVALUATION THE ACTIVITY ANTIBACTERIAL OF THE SOME BRANDED GEL ANTI ACNE
AGAINST Propionibacterium acne
ABSTRACT
Acne vulgaris (acne) is the most common skin disorder to everybody especially on teenegers. This skin disorder is characterized by non-inflammatory comedones or inflammatory papules, pustules, and nodules. The acne inflammation is triggered by forming bacteria recognized as Propionibacterium
acne.
Anti acne products have many of branded are distributed in the markets with different ingredient dan active material. Gel antiacne is chosen by many people because it’s transparant, cold and can to stay in the skin in longer time. This experiment has been done to evaluate the activity antibacterial of the some branded gel anti acne against Propionibacterium acne. Samples were taken purposively in Carefour Psr.V Pd. Bulan Medan and special for brand of Oriflame were taken from official agent of Oriflame in Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan. Gel anti acne who were evaluated have different ingredient and amount of active material is not attached in the label of products. There are six samples and they are simbolyzed as sample A, B, C, D, E and F. The evaluation has been done to against Propionibacerium acne by disc diffusion method (Kirby&Bauer test).
The result of this experiment revealed that some branded gel anti acne who were evaluated have activity antibacterial against Propionibacterium acne. Inhibitory zone of samples C in concentration at 25% in serias sample A, B, C, D, E and F are 10.00 mm, 8.10 mm, 15.23 mm, 9.00 mm, 8.70 mm and 14.53 mm. In concentration at 50% are 10.43 mm, 8.96 mm, 15.60 mm, 9.87 mm, 9.87 mm and 15.57 mm. In concentration at 75% are 10.60 mm, 9.96 mm, 15.60 mm, 11.10 mm, 11.87 mm and 17.33 mm. Sample C and F are gel anti acne who have the most satisfied inhibitory zone. Sample C and F have inhibitory zone are bigger than 14 mm in concentration at 25%, 50%, and 75% whereas sample A, B, D, and E in the highest of gel concentration at 75%, the inhibitory zone did not reach 14 mm.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Kulit ... 5
2.1.1 Struktur kulit ... 5
2.1.2 Fungsi kulit ... 7
2.1.3 Mekanisme pertahanan kulit ... 10
2.2 Uraian Jerawat ... 12
2.2.2 Jenis-jenis jerawat ... 13
2.2.3 Penanggulangan jerawat ... 15
2.2.4 Bahan-bahan yang terdapat dalam produk anti jerawat ... 16
2.3 Uraian Gel ... 19
2.3.1 Pembagian dasar gel ... 20
2.2.3 Keuntungan sediaan gel ... 20
2.4 Uraian Bakteri ... 21
2.4.1 Klasifikasi bakteri ... 21
2.4.2 Bakteri Propionibacterium acne ... 22
2.4.3 Fase pertumbuhan mikroorganisme ... 23
2.4.4 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri ... 24
2.5 Uji Aktivitas Antibakteri ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Alat ... 28
3.2 Bahan ... 28
3.3 Pengambilan Sampel ... 29
3.3.1 Komposisi sampel ... 29
3.3.2 Kandungan zat aktif sampel ... 31
3.4 Pembuatan Media Untuk Bakteri Uji ... 31
3.4.1 Pembuatan media nutrient agar ... 31
3.4.2 Pembuatan media nutrient broth ... 32
3.4.3 Pembuatan media agar miring ... 32
3.5.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium
acne ... 33
3.6 Pembuatan Inokulum Bakteri ... 33
3.6.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium acne ... 33
3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 33
3.8 Pembuatan Sampel Uji dengan Berbagai Konsentrasi Gel ... 33
3.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Anti Jerawat ... 34
3.9.1 Pengujian aktivitas anti bakteri gel anti jerawat terhadap bakteri Propionibacterium acne ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Hasil Uji Antibakteri Gel Anti Jerawat ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Saran ... 40
DAFTARPUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil uji aktivitas antibakteri gel anti jerawat terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Gambar Hasil Uji Aktivitas Gel Anti Jerawat Terhadap
Bakteri Propionibacterium acne ... 44
2. Gambar Bagan Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 47
3. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Gel Anti Jerawat
Terhadap Bakteri Propionibacterium acne ... 48
4. Gambar Sampel Gel Anti Jerawat yang Digunakan ... 49
5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan pada Pengujian ... 56
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI GEL ANTI JERAWAT DARI BEBERAPA MEREK DAGANG TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acne
ABSTRAK
Jerawat merupakan masalah kulit yang paling umum terjadi pada setiap orang khususnya pada remaja. Masalah kulit ini ditandai dengan adanya respon non-inflamasi seperti komedo atau respon inflamasi seperti papul, pustul, dan nodul. Inflamasi jerawat dicetuskan dengan adanya bakteri yang disebut
Propionibacterium acne.
Produk-produk anti jerawat dengan berbagai merek dagang banyak beredar di pasaran dengan komposisi dan bahan aktif yang berbeda. Produk gel anti jerawat lebih banyak dipilih karena sifatnya yang transparan, dingin dan dapat bertahan lama di kulit. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri gel anti jerawat dari beberapa merek dagang terhadap bakteri Propionibacterium
acne. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif di Carefour Psr.V Pd. Bulan
Medan dan khusus untuk merek Oriflame diambil dari agen resmi Oriflame di Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan. Gel anti jerawat yang diuji memiliki komposisi yang berbeda serta kadar zat aktifnya tidak dicantumkan dalam label kemasan. Ada enam sampel yang dipilih dan diberi simbol sebagai sampel A, B, C, D, E, dan F. Pengujian dilakukan terhadap bakteri Propionibacterium acne dengan mengunakan metode difusi menggunakan pencadang kertas (tes Kirby&Bauer).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gel anti jerawat dari beberapa merek dagang yang diuji memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Propianobacterium acne. Diameter daerah hambatan sampel pada konsentrasi
25% berturut-turut sampel A, B, C, D, E, dan F yaitu: 10,00 mm, 8,10 mm, 15,23 mm, 9,00 mm, 8,70 mm dan 14,53 mm. Pada konsentrasi 50% yaitu: 10,43 mm, 8,96 mm, 15,60 mm, 9,87 mm, 9,87 mm dan 15,57 mm. Pada konsentrasi 75% yaitu: 10,60 mm, 9,96 mm, 15,60 mm, 11,10 mm, 11,87 mm 17,33 mm. Sampel C dan F merupakan gel anti jerawat yang menghasilkan diameter daerah hambatan yang paling memuaskan yaitu lebih besar dari 14 mm pada konsentrasi 25%, 50%, dan 75%, sedangkan pada sampel A, B, D, dan E pada konsentrasi gel tertinggi yaitu 75% diameter daerah hambatannya belum mencapai 14 mm.
EVALUATION THE ACTIVITY ANTIBACTERIAL OF THE SOME BRANDED GEL ANTI ACNE
AGAINST Propionibacterium acne
ABSTRACT
Acne vulgaris (acne) is the most common skin disorder to everybody especially on teenegers. This skin disorder is characterized by non-inflammatory comedones or inflammatory papules, pustules, and nodules. The acne inflammation is triggered by forming bacteria recognized as Propionibacterium
acne.
Anti acne products have many of branded are distributed in the markets with different ingredient dan active material. Gel antiacne is chosen by many people because it’s transparant, cold and can to stay in the skin in longer time. This experiment has been done to evaluate the activity antibacterial of the some branded gel anti acne against Propionibacterium acne. Samples were taken purposively in Carefour Psr.V Pd. Bulan Medan and special for brand of Oriflame were taken from official agent of Oriflame in Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan. Gel anti acne who were evaluated have different ingredient and amount of active material is not attached in the label of products. There are six samples and they are simbolyzed as sample A, B, C, D, E and F. The evaluation has been done to against Propionibacerium acne by disc diffusion method (Kirby&Bauer test).
The result of this experiment revealed that some branded gel anti acne who were evaluated have activity antibacterial against Propionibacterium acne. Inhibitory zone of samples C in concentration at 25% in serias sample A, B, C, D, E and F are 10.00 mm, 8.10 mm, 15.23 mm, 9.00 mm, 8.70 mm and 14.53 mm. In concentration at 50% are 10.43 mm, 8.96 mm, 15.60 mm, 9.87 mm, 9.87 mm and 15.57 mm. In concentration at 75% are 10.60 mm, 9.96 mm, 15.60 mm, 11.10 mm, 11.87 mm and 17.33 mm. Sample C and F are gel anti acne who have the most satisfied inhibitory zone. Sample C and F have inhibitory zone are bigger than 14 mm in concentration at 25%, 50%, and 75% whereas sample A, B, D, and E in the highest of gel concentration at 75%, the inhibitory zone did not reach 14 mm.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit kulit yang sering terjadi pada remaja dan dewasa
adalah jerawat. Penyakit ini tidak fatal namun merisaukan karena merusak
penampilan dan dapat mengurangi kepercayaan diri akibat berkurangnya
keindahan wajah si penderita (Wasitaatmadja, 1997; Roudhatini, 2013;
Muliyawan dan Suriana, 2013).
Jerawat merupakan penyakit kulit berupa peradangan yang terjadi akibat
penyumbatan pada kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yang ditandai dengan
adanya komedo, papul, pustul dan bopeng (scar) pada daerah seperti: wajah,
leher, lengan atas, dada dan punggung. Jerawat biasanya muncul pada saat
kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif sehingga pori-pori kulit akan tersumbat
oleh timbunan lemak yang berlebihan, jika timbunan ini bercampur dengan
keringat, debu dan kotoran lain, maka akan menyebabkan timbunan lemak dengan
bintik hitam di atasnya yang disebut komedo. Peradangan yang terjadi pada
komedo disebabkan oleh infeksi bakteri dikenal dengan jerawat yang ukurannya
bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar serta berwarna merah,
kadang-kadang bernanah serta menimbulkan rasa nyeri. Infeksi dapat disebabkan
oleh bakteri seperti: Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997; Djajadisastra, dkk., 2009).
Propionibacterium acne yang merupakan bakteri difteroid anaerob
jerawat dengan menghasilkan lipase, yang memecahkan asam lemak bebas dari
lipid kulit. Asam lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut
menyebabkan jerawat (Jawetz, dkk., 1995).
Masyarakat umumnya membeli produk-produk anti jerawat yang dijual
di pasaran untuk menangani masalah jerawat. Sediaan anti jerawat telah banyak
beredar di pasaran dengan berbagai merek dagang dalam bentuk krim, lotion,
scrub, larutan dan gel. Jenis sediaan yang banyak disukai adalah bentuk gel.
Sediaan dalam bentuk gel lebih banyak digunakan karena bening, mudah
mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa
dingin di kulit. Gel mempunyai aliran pseudoplastik dan aliran tiksotropik yaitu
berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok. Sediaan
gel mempunyai kadar air tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum korneum dan
mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya
minyak pada pori-pori. Formulasi pada sediaan gel akan mempengaruhi jumlah
dan kecepatan zat aktif yang diabsorbsi. Zat aktif dalam sediaan gel masuk ke
dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan
permukaan kulit. Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap absorbsi obat dan memiliki efek
yang menguntungkan jika dipilih secara tepat (Lieberman, 1997).
Gel anti jerawat yang beredar di pasaran dengan berbagai merek dagang
mengandung komposisi yang berbeda baik dasar gel, bahan tambahan, maupun
zat aktif yang digunakan serta di dalam label kemasannya tidak dicantumkan
kadar zat aktif yang digunakan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis
dagang terhadap bakteri Propionibacterium acne. Sampel diambil dari Carefour
Psr. V Pd. Bulan Medan dan untuk Merek Oriflame diambil dari agen resmi
Oriflame di Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan. Metode yang digunakan untuk
uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU
Medan.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah sediaan gel anti jerawat dari beberapa merek dagang mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne?
2. Apakah komposisi gel anti jerawat dari beberapa merek dagang
mempengaruhi aktivitasnya terhadap bakteri Propionibacterium acne?
1.3Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah:
1. Sediaan gel anti jerawat dari beberapa merek dagang mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne
2. Komposisi gel anti jerawat dari beberapa merek dagang mempengaruhi
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui aktivitas antibakteri gel anti jerawat dari beberapa merek
dagang terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne
2. Mengetahui gel anti jerawat dari merek dagang yang memiliki daya
hambat paling besar terhadap bakteri Propionibacterium acne
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan yang cukup berarti bagi masyarakat dalam penggunaan gel anti jerawat
yang beredar di pasaran.
1.6Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Merek Gel Anti Jerawat
Diameter daerah hambatan
Aktivitas
antibakteri gel anti jerawat terhadap bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Kulit
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan
membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan
melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara
tubuh dan lingkungan (Syaifuddin, 2001).
2.1.1 Struktur kulit
Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada
umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan: epidermis, dermis, dan lapisan
lemak di bawah kulit (Lachman, dkk., 1994).
1. Epidermis
Epidermis sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air,
elektrolit, dan nutrisi dari tubuh dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan
substansi asing dari luar tubuh. Epidermis juga mencegah atau menghambat
kehilangan air dari tubuh dan menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan
dalam. Epidermis merupakan lapisan kulit luar, dengan tebal 0,16 mm pada
pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki.
Epidemis dapat dibagi menjadi 5 lapisan:
1. Stratum korneum (lapisan tanduk)
2. Stratum lucidum (daerah sawar)
4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)
5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)
Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri,
iritasi, kimia, alergi dan lain-lain. Stratum korneum paling tebal pada telapak kaki
dan paling tipis pada pelupuk mata, pipi, dan dahi. Meliputi stratum korneum
adalah lapisan permukaan film pelindung dengan pH antara 4,5 - 6,5, disebut
mantel asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino dikarboksilat dalam
sekresi keringat tercampur dengan substansi lipoid dari sebasea. Perubahan drastis
pH mantel ini menyebabkan meningkatnya pemasukan bakteri dan
bermacam-macam penyakit kulit (Anief, 1977).
Stratum korneum mengandung sebagian besar lapisan sel dan sel-sel
terbesar dari beberapa daerah di epidermis. Jaraknya sekitar 15 lapisan di area
seperti wajah dan sekitar 25 lapisan atau lebih di area lengan. Area khusus, seperti
telapak tangan dan telapak kaki memiliki seratus atau lebih sel yang berada di
permukaan. Sel-sel stratum korneum berukuran besar, berbentuk gepeng, dan
polihedral (Soter and Baden, 1984).
Stratum lucidum terletak di bawah stratum korneum, merupakan lapisan
yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan
dan telapak kaki. Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang
berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stratum germinativum
adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat
sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya
hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
2. Dermis
Daerah dermis didefinisikan dengan perbedaan di dalam struktur
pembentuk dan biokimia dari makromolekul jaringan penghubungnya, jenis, dan
densitas sel-sel penyusunnya dan berhubungan dengan bahan-bahan
mikrovaskulator. Masing-masing menangani secara berbeda pada penyakit
sistemik, penyakit genetik, dan serangan lingkungan. Daerah papilar dan retikular
pada dermis adalah dua daerah utama (Soter and Baden, 1984).
3. Jaringan Subkutan Berlemak
Jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis
daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah dapat
dijelaskan karena luas pemukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar
daripada kedua yang lain (Anief, 1977).
2.1.2 Fungsi kulit
Menurut Syaifuddin (2001) kulit pada manusia mempunyai fungsi yang
sangat penting, diantaranya:
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, dan gangguan kimiawi
yang dapat menimbulkan iritasi dan juga menjaga bagian tubuh
terhadap gangguan panas, misalnya radiasi, sinar ultraviolet dan
gangguan infeksi dari luar, misalnya bakteri dan jamur. Proteksi
rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu,
dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi
keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5 -
6,5 yang merupakan perlindungan terhadap infeksi, jamur dan sel-sel
kulit yang telah mati dan melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbon dioksida, dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel yang menembus sel-sel epidermis atau melalui
saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.
3. Fungsi eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi
kulit karena lapisan sebum ini menahan air yang berlebihan sehingga
kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit. Keasaman pada kulit merupakan
salah satu faktor pertahanan alami kulit terhadap mikroorganisme.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Untuk rangsangan panas diterima dermis dan subkutis, sedangkan
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
kontraksi otot dengan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh
darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup
baik.
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,
dan oksigen. Sinar matahari mempengaruhi melanosom.
7. Fungsi keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini
menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus
melalui proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang
berlangsung kira-kira 14 - 21 hari dan memberikan perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologis. Proses keratinisasi yang
baik pada kulit membuat kulit menjadi lebih sehat karena sel kulit
dapat beregenerasi.
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Vitamin D berlangsung dengan mengubah dihidroksi kolesterol
Kulit manusia dalam keadaan normal senantiasa ditumbuhi sejumlah
mikroorganisme yang disebut “resident flora”. Beberapa mikroorganisme tumbuh
pada kulit karena terkontaminasi oleh udara yang mengandung mikroorganisme
dan sifatnya hanya untuk sementara waktu (“transience flora”) (Tranggono dan
Latifah, 2007).
Kulit senantiasa berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari
benda-benda di sekitarnya, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena
kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Kulit mempunyai keragaman yang luas
dalam hal struktur dan fungsi di berbagai bagian tubuh. Perbedaan-perbedaan ini
berfungsi sebagai faktor ekologis selektif untuk menentukan tipe dan jumlah
mikroorganisme yang terdapat pada setiap bagian kulit. Pada umumnya beberapa
bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup lama karena kulit
mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar keringat
mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel
bakteri. Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin
diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya
sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain (Irianto, 2006).
2.1.3 Mekanisme pertahanan kulit
Sebagai organ terluar yang menutupi permukaan tubuh, kulit
mempunyai beberapa mekanisme pertahanan diantaranya adalah sebagai berikut
Wasitaatmadja (1997):
1. Keasaman kulit
Permukaan kulit mempunyai keasaman (pH) tertentu yang berkisar
lipid) yang berasal dari sebum, keringat, sel tanduk yang lepas, dan kotoran yang
melekat pada kulit. Keasaman serendah itu tidak cukup untuk mempertahankan
diri dari seluruh jasad renik, namun dapat mengurangi atau mengendalikan
perkembangbiakan berbagai jasad renik. Diperkirakan bahwa peningkatan kadar
keasaman kulit akan menurunkan kebutuhan CO2 untuk metabolisme jasad renik
pada permukaan kulit.
2. Pengelupasan (deskuamasi) kulit
Mekanisme pergantian sel kulit secara terus-menerus dari sel basal ke sel
tanduk yang kemudian terlepas (keratinisasi) tidak saja berguna untuk
memperbaharui sel-sel yang tua tetapi juga sekaligus untuk melepas jasad renik
yang menempel di tempat itu. Keratinisasi yang berlangsung baik akan membuat
kulit menjadi tampak lebih sehat karena sel-sel kulit yang mati selalu berganti
dengan sel kulit yang baru. Berbeda dengan mekanisme kimiawi di atas,
mekanisme fisik ini sangat bergantung pada kecepatan proses keratinisasi yang
terjadi apakah seimbang dengan kecepatan tumbuh dan mobilisasi jasad renik.
3. Daya antibakteri lemak permukaan kulit
Lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit terdiri atas lipid
trigliserida, kolesterol, skualen, ester kolesterol, lilin (wax), dan lilin ester. Dalam
perjalanannya sebagian lipid tersebut akan mengalami pemecahan (degradasi)
oleh jasad renik yang hidup di dalam folikel pilosebaseus menjadi asam-asam
lemak tidak jenuh yang dapat bersifat bakteriostatik atau bahkan bakterisida.
4. Inhibisi kompetitor
Jasad renik juga bersaing untuk dapat hidup (survive) di atas permukaan
lahan yang ditempati jasad renik lain, maka untuk mempertahankan diri jasad
renik yang terdesak akan berusaha dengan segala cara untuk tetap berada di sana.
5. Kekeringan sel keratin
Konsentrasi air di dalam sel keratin yang relatif rendah (kurang dari
15%) sangat tidak nyaman untuk pertumbuhan jamur dan berbagai bakteri.
6. Daya pertahanan lapisan dermis
Sawar lapisan dermis yang berisi banyak pembuluh darah dan limfe
bekerja secara imunologis untuk melawan jasad renik.
2.2 Uraian Jerawat
Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun folikel
polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus,
dan kista pada tempat predileksi: muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung.
Jerawat merupakan jenis penyakit kulit yang sangat mudah dijumpai pada
kebanyakan penduduk Indonesia. Penyakit ini menyerang remaja dan usia dewasa
antara 15 - 19 tahun pada wanita dan 17 - 21 tahun pada pria (Wasitaatmadja,
1997 ; Santosa dan Gunawan, 2001).
Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, berbagai faktor
diduga sebagai penyebab dan pemicu terjadinya jerawat. Faktor endogen dan
eksogen diduga sebagai penyebab terbentuknya jerawat. Faktor-faktor tersebut
antara lain karena keturunan, ras kulit manusia, musim atau iklim, hormonal,
infeksi yang terjadi pada kulit, psikis, dan faktor makanan (Santosa dan Gunawan,
2001; Rahmawati, 2012).
Jerawat memiliki gambaran klinis beragam, mulai dari komedo, papul,
dan memiliki peranan poligenetik. Pola penurunannya tidak mengikuti hukum
Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah menderita jerawat yang parah pada
masa remajanya, keturunannya akan memiliki kecenderungan serupa pada masa
pubertas. Jerawat tidak mengancam jiwa tetapi jerawat mempengaruhi kualitas
hidup dan memberi dampak sosioekonomi pada penderitanya (Movita, 2013).
2.2.1 Penyebab terjadinya jerawat
Menurut Wasitaatmadja (1997) jerawat merupakan sumbatan pada
kelenjar minyak, sumbatan tersebut dapat terjadi karena:
1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh
berbagai faktor, yaitu: genetik, rasial, hormonal, cuaca, jasad renik,
makanan, stress psikis dan lain-lain. Salah satu pengaruh hormonal
dapat dilihat ketika seseorang mengalami menstruasi, biasanya jerawat
akan lebih sering muncul. Jerawat demikian disebut acne vulgaris.
2. Tertutupnya saluran kelenjar keringat sebasea oleh massa eksternal,
baik dari kosmetika (acne kosmetika), bahan kimia di tempat bekerja
(acne akibat kerja), di rumah tangga (house-wife acne), deterjen (acne
detergicans), atau bahkan tekanan helm atau ikatan rambut (frictional
acne). Acne akibat zat eksternal disebut sebagai acne venenata.
3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi ultraviolet,
sinar matahari, atau sinar radio aktif terjadi pada acne fisik.
2.2.2 Jenis-jenis jerawat
Pada jerawat tidak dikenal adanya stadium atau tahap perjalanan
Muliyawan dan Suriana (2013) membagi jerawat menjadi beberapa jenis,
diantaranya:
1. Acne punctata
Acne punctata adalah black head comedo atau white head comedo yang
bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya jerawat, jika kuman masuk ke dalam
sumbatan pori-pori kulit, maka komedo berganti menjadi jerawat.
2. Acne papulosa
Acne papulosa yaitu peradangan di sekitar komedo yang mirip dengan
tonjolan kecil seperti bisul. Biasanya jerawat ini muncul karena adanya
bakteri Propionibacterium acne di kulit. Bakteri ini masuk ke dalam
pori-pori kulit yang tersumbat debu.
3. Acne pustulosa
Acne pustulosa yaitu jerawat yang berkumpul dalam jumlah banyak.
4. Acne indurate
Acne indurate yaitu jerawat yang terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus
hingga menimbulkan abses.
5. Cystic acne
Cystic acne yaitu jerawat dengan ukuran besar-besar dan hampir
memenuhi seluruh wajah disebut juga jerawat batu.
Secara sederhana jenis jerawat terbagi dua, jerawat ringan dan jerawat
parah. Jerawat ringan berupa komedo terbuka (blackhead) atau komedo tertutup
(whitehead). Jerawat yang parah adalah jerawat disertai infeksi dengan ciri-ciri
bernanah, berkantung-kantung dan bersambung-sambung. Bentuk paling parah
penanganan dokter untuk penyembuhannya. Pada kondisi jerawat yang ringan,
penyembuhannya dapat dilakukan dengan bantuan kosmetik penyembuh jerawat.
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Patogenesis jerawat meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi
epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan,
inflamasi, dan aktivitas Propionibacterium acne (P. acne) (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.2.3 Penanggulangan jerawat
Menurut Wasitaatmadja, (1997) usaha penanggulangan jerawat dapat
dilakukan dengan 3 cara:
1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal adalah pengobatan yang menjadi pilihan utama.
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan
peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi jerawat. Pengobatan topikal
diberikan pada kondisi jerawat yang ringan, jika kondisi jerawat semakin parah
dapat dikombinasikan dengan pengobatan sistemik. Obat topikal terdiri dari:
- bahan iritan / pengelupas, misalnya sulfur (4 - 8%), resorsinol (1 - 5%),
asam salisilat (2 - 5%), benzoil peroksida (2,5 - 10%), asam vitamin A
(0,025 - 0,1%), dan asam azelat (15 - 20%);
- obat lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntikan intralesi dapat
dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat jenis sedang
menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan
obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin, dan
klindamisin). Pengobatan dengan menggunakan antibiotik sebaiknya diawasi
penggunaannya karena dapat menimbulkan resistensi.
3. Bedah kulit
Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi
akibat jerawat, tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh, baik dengan
cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.
2.2.4 Bahan-bahan yang terdapat dalam produk anti jerawat
Produk anti jerawat yang beredar di pasaran sangat bervariasi kandungan
zat aktifnya. Berikut adalah beberapa kandungan zat aktif yang sering terdapat di
produk anti jerawat antara lain:
1. Ethyl alcohol, merupakan bahan antiseptik untuk mencegah atau
membunuh bakteri yang akan menginfeksi jerawat (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2. Triklosan, merupakan antiseptik bisfenol. Bisfenol yaitu gabungan dua
fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam-macam. Triklosan
mempunyai aktivitas antibakteri dengan merusak dinding sel bakteri.
Triklosan memiliki spektrum yang luas, mempunyai daya antibakteri yang
baik untuk bakteri gram positif dan kebanyakan gram negatif. Triklosan
dapat diabsorbsi melalui kulit dan bersifat non alergik non mutagenik
pada penggunaan jangka pendek. Kadar triklosan yang direkomendasikan
oleh FDA yaitu 0,2% ini merupakan kadar minimal yang baik yang akan
sering digunakan untuk membunuh bakteri pada kulit dan permukaan
lainnya, meskipun kadang-kadang digunakan untuk mengawetkan produk
terhadap kerusakan akibat mikroba (Wijaya, 2013).
3. Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai
bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang
digunakan sejak 1874. Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga
faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat,
yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interseluler, dan
melonggarkan serta mendesintegrasi korneosit (Sulistyaningrum, dkk.,
2012).
4. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan fungisid lemah berdasarkan
dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2S5O6). Belerang juga bersifat
keratolitik (melarutkan lapisan tanduk) (Tan dan Rahardja, 2007).
5. Resorsinol, merupakan bahan anti pruritus (gatal) sehingga tidak muncul
rasa gatal pada jerawat yang menyebabkan rasa ingin digaruk, sehingga
mungkin terinfeksi oleh jari kotor dan bakteri (Tranggono dan Latifah,
2007).
6. Allantoin, digunakan dalam berbagai produk kosmetika seperti krim kulit,
produk perawatan bibir, bedak, dan losion perlindungan terhadap sinar
matahari, produk perawatan rambut. Direkomendasikan level
penggunaannya pada kosmetika 0,1% hingga 0,5% (Thornfeldt, 2005).
7. Vitamin A (retinoid atau retinol), memiliki kemampuan biologis yang
sangat penting dan bermanfaat bagi kulit, terutama untuk mengatasi
Keunggulan vitamin A dalam produk kosmetik antara lain dapat dengan
mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan kandungan air kulit.
Retinoid acid (Tretinoin), salah satu turunan vitamin A merupakan
keratolitik yang sangat kuat sehingga dapat mengangkat sel kulit mati
yang menyumbat pori-pori kulit dan mencegah timbulnya jerawat. Selain
mampu merangsang pembentukan sel kulit baru, retinoid dapat pula
menghambat pertumbuhan sel penyebab psoriasis (Tranggono dan
Latifah, 2007).
8. Vitamin C, merupakan antioksidan yang dapat meredam radikal bebas
pada jerawat sehingga mencegah inflamasi pada jerawat (Sutono, 2013).
9. Vitamin E, penggunaan Vitamin E dalam kosmetik di antaranya adalah
sebagai pelembab (moisturizer) dan sebagai agen antioksidan (Tranggono
dan Latifah, 2007).
10. Asam azeleic, digunakan dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel 15
persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik selain mengurangi
pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase
(Movita,2013)
11. Camphora, digunakan dalam obat jerawat untuk memberikan rasa dingin
di kulit, antimikroba, dan menghilangkan rasa sakit ringan. Pada kondisi
jerawat tertentu dapat menimbulkan rasa sakit sehingga dengan adanya
champora rasa sakit tersebut dapat dikurangi. Camphora banyak
digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk anti jerawat
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Tea tree oil adalah minyak essensial yang diperoleh dari destilasi daum
Melaleuca alternifolia dan mempunyai sifat antiseptik yang secara
tradisional digunakan untuk mencegah dan merawat infeksi. Kandungan
terpinen-4-ol pada tea tree oil mempunyai aktivitas antimikroba yang
dapat membunuh Propionibacterium acne (Badan POM RI, 2009).
2.3 Uraian Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989; Ditjen POM, 1985).
Bahan pembentuk gel terdiri dari matriks polimer tiga dimensi (terdiri
dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik (atau
kadang-kadang kimianya) yang tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk
membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam, tragakan, pektin, karagen, agar,
asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil sellulosa,
hidroksietilsellulosa, karboksimetilsellulosa, dan carbopol yang merupakan
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan
proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat
mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994).
Menurut Martin,dkk., (1997) gel dibagi menjadi dua golongan, yakni: gel
anorganik dan gel organik. Gel anorganik umumnya merupakan sistem dua fase,
sedangkan gel organik merupakan sistem satu fase karena bahan padat dilarutkan
dalam cairan membentuk suatu campuran gelatin yang homogen. Gel yang
2.3.1 Pembagian dasar gel
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik,
bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,
1989).
2. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul fase pendispersi. Istilah
hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik-menarik pada pelarut
dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik-menarik dari
bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan
memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung
komponen bahan pengembang air, humectan, dan bahan pengawet (Ansel, 1989).
2.2.2 Keuntungan sediaan gel
Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan penyebaran yang baik pada kulit
2. Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari
kulit
4. Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum korneum
sehingga terjadi perubahan permeabilitas terhadap zat aktif yang dapat
meningkatkan berpenetrasi zat aktif.
2.4 Uraian Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang dibatasi membran dalam sitoplasmanya. Reproduksi
terutama secara aseksual yaitu dengan pembelahan biner sederhana. Beberapa
dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air
panas yang suhunya 90°C atau lebih (Pelczar dan Chan, 1986).
2.4.1 Klasifikasi bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan (Dwidjoseputro, 1978) yaitu:
1. Golongan Basil
Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas:
- Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang
- Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua
2. Golongan Kokus
Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan
atas:
- Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai
- Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua
- Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat
- Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus
3. Golongan Spiral
Spiral adalah bakteri yang berbengkok-bengkok. Bakteri yang berbentuk spiral ini
tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil dibandingkan golongan
kokus dan basil.
2.4.2 Bakteri Propionibacterium acne
Dalam penelitian ini bakteri yang digunakan adalah Propionibacterium
acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang pada umumnya
memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun sistematika bakteri
Propionibacterium acne menurut (Irianto, 2006) adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacterium
Jenis : Propionibacterium acne
Propionibacterium acne adalah termasuk bakteri gram positif berbentuk
batang, tidak berspora, anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen klinis,
beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan
yang lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk
2.4.3 Fase pertumbuhan mikroorganisme
Menurut Pratiwi (2008) ada empat macam fase pertumbuhan
mikroorganisme, yaitu: fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase
kematian.
1. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan
jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag
tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media
pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama
sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah mikroorganisme tersebut
tidak mampu tumbuh dalam kultur.
2. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme
tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada
genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru
terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara
eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila
satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang
bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan.
3. Fase stasioner, pada fase ini pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan
terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel
yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik.
4. Fase kematian, pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Faktor
penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk
2.4.4 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan
reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Tamher, 2008) antara lain:
1. Suhu
Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya
bakteri memerlukan suhu tertentu. Berdasarkan suhu yang diperlukan untuk
tumbuh, bakteri dapat dibagi menjadi:
- bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 0 – 20°C,
dengan suhu optimal 25°C;
- bakteri mesofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 25 – 40°C,
dengan suhu optimal 37°C;
- bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu 50 – 60°C.
2. pH
Bakteri juga memerlukan pH tertentu untuk pertumbuhannya. Umumnya
bakteri memiliki jarak pH yang sempit, yaitu sekitar 6,5 - 7,5 atau pada pH netral.
Beberapa bakteri ada yang dapat hidup pada pH 4 dan ada juga yang dapat hidup
pada pH alkalis.
3. Kelembaban
Bakteri pada umumnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban
yang cukup tinggi untuk hidup yaitu 80%. Pengurangan kadar air dari
protoplasmanya menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada
4. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat
menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat
pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri
dapat digunakan sebagai dasar proses sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.
5. Pengaruh oksigen
Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan
kebutuhannya akan oksigen (Lay, 1994) yaitu:
- aerob obligat, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk
hidupnya
- anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada
oksigen
- anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam
lingkungan dengan ataupun tanpa oksigen
- mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun
hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau
kurang.
2.5 Uji Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antimikroba diukur secara in vitro untuk menentukan:
1. Potensi zat antimikroba dalam larutan.
2. Konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan.
Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum yang dapat
digunakan yaitu metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008).
1. Metode difusi
Metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
Luasnya wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan mikroorganisme
terhadap antimikroba, selain itu luasnya wilayah juga berkaitan dengan kecepatan
berdifusi antimikroba dalam medium. Kecepatan difusi ini harus diperhitungkan
dalam penentuan keampuhan antimikroba (Lay, 1994).
Metode difusi dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping
interaksi antara obat dan organisme (misalnya, sifat perbenihan dan daya difusi,
ukuran molekul, dan stabilitas obat), meskipun demikian dengan standarisasi
keadaan akan memungkinkan pengukuran kuantitatif potensi obat dan kepekaan
mikroorganisme (Jawetz, dkk., 1996).
2. Metode dilusi
Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode
dilusi cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory
concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum
bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang
medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba
pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan inkubasi selama 18 - 24 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Tahap selanjutnya disebut
metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi
cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi, 2008).
Bahan kimia yang digunakan dalam pengobatan (kemoterapeutik)
menjadi pilihan bila dapat mematikan dan bukan hanya menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Lay, 1994).
Metode lain yang digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba adalah
uji bioautografi. Uji bioautografi adalah metode spesifik untuk mendeteksi bercak
pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang memiliki aktivitas
antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi dan
uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk
mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun
berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental, yang
meliputi pengumpulan produk gel anti jerawat secara purposif, penyiapan sampel
uji dan inokulum bakteri serta pengujian aktivitas bakteri terhadap produk tersebut
secara mikrobiologi. Mikroba uji yang digunakan adalah bakteri
Propionibacterium acne. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar
menggunakan pencadang kertas. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar airflow
cabinet (Astec HLF 1200 L), oven (Gallenkamp), autoklaf (Fison), inkubator
(Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca analitik (Mettler AE 200),
spektrofotometer, kuvet, jarum ose, bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes,
aluminium foil, kertas perkamen, tissu, pencadang kertas, cawan petri, kapas
steril, jangka sorong, spatula, batang pengaduk, vial dan peralatan gelas di
laboratorium.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%,
media nutrient broth (NB). Sampel uji yang digunakan adalah sampel A, sampel
B, sampel C, sampel D, sampel E dan sampel F.
3.3 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk gel anti
jerawat dari berbagai merek dagang. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposif. Produk gel anti jerawat yang diuji yaitu Acnes sealing jell® (sampel A),
Clean&Clear® (sampel B), Wardah® (sampel C), Oriflame® (sampel D), La
Tulipe® (sampel E) dan Verile® (sampel F). Tempat pengambilan sampel yang
dipilih adalah Carefour psr V Pd. Bulan Medan dan untuk merek Oriflame dibeli
dari agen resmi Oriflame di Jl. A.H Nasution No. 14 – 18 Medan.
3.3.1 Komposisi sampel
1. Sampel A (9 gram)
Tiap 9 gram gel mengandung: aqua, alcohol, butylene glycol, glycerin,
sulfur, salicylic acid, ammonium acryloyldimethyltaurate/VP copolymer,
triethanolamine, xanthan gum, tocopheryl acetate, cinchona succirubra bark
extract, stearyl glycyrrhetinate, o-cymen-5-ol (isopropyl methyl phenol), BHT,
pyridoxine hydrochloride, disodium EDTA, methylparaben, propylparaben,
fragrance.
2. Sampel B (10 gram)
Tiap 10 gram gel mengandung: water, alcohol denat, hamamelis
virginia (witch hazel) water, glycerin, polyacrylamide, cyclopentasiloxane,
C13-14 isoparaffin, C12-15 alkyl lactate, salicylyc acid, capryloyl glycine, sarcosine,
atlantica bark extract, cocamidoprophyl PG dimonium chloride phosphate,
alcohol, cetyl lactate, PPG-2 Isoceteth-20 acetate, laureth-7, polysorbate 20,
phenethyl dimeticone, dehydroxanthan gum, butylene glicol, tetrasodium EDTA,
ammonium hydroxide, propylene glicol, phenoxyethanol, benzalkonium chloride,
fragrance.
3. Sampel C (15 ml)
Tiap 15 ml gel mengandung: aqua, butylene glicol, glycerin,
polyacrilamide, C13-14 isoparaffin, salicylic acid, laureth-7, triclosan, aloe
barbadensis (aloe vera) leaf extract, allantoin, beta-glucan, benzyl alcohol,
methylchloroisothiazolinone, methylisothiazolinone.
4. Sampel D (150 ml 5.0 fl.oz.)
Tiap 150 ml gel mengandung: aqua, sodium laureth sulfate, glycerin,
cocamidopropyl betaine, PEG-7 glyceryl, coco-glucoside, sodium lauroyl
sarcosinate, glyceryl oleate, disodium cocoamphodiacetate, PEG-150
pentaerythrityl tetrastearate, sodium cocoamphoacetate, salicylic acid, sodium
chloride, parfum, imidazolidinyl urea, PEG-6 caprylic/capric glycerides,
disodium EDTA, menthol, undecylenoyl glycine, sodium hydroxide.
5. Sampel E (0,88 oz/25 gram)
Tiap 25 gram gel mengandung: purified water, soluble collagen,
niacinamide, triethanolamine, carbomer, chamomilla (chamomilla reticutita)
extract, sulfur, tocopheryl acetate, methylparaben, Cl 44090, Acid Green 50,
6. Sampel F (10 gram)
Tiap 10 gram gel mengandung: water purified, ethanol, niacinamide,
ceteareth-12, triethanolamine, carbomer, salicylic acid, boric acid, triclosan,
potassium dihydrogen phosphate, allantoin, sodium metabisulfite,
methylparaben, fragrance.
3.3.2 Kandungan zat aktif sampel
No Sampel Zat Aktif
1 A Isopropil metil fenol, sulfur, asam salisilat
2 B Asam salisilat
3 C Triklosan, asaim salisilat
4 D Asam salisilat
5 E Sulfur
6 F Triklosan, asam salisilat
3.4 Pembuatan Media Untuk Bakteri Uji
3.4.1 Pembuatan media nutrient agar
Media nutrient agar (NA) mengandung bahan-bahan sebagai berikut:
Lab-Lemco powder 1,0 gram
Yeast exstract 2,0 gram
Peptone 5,0 gram
Sodium chloride 5,0 gram
Agar 15,0 gram
Cara pembuatan:
Sebanyak 28 gram nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril ad 1000
tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer, lalu disterilkan di autoklaf pada
suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1998).
3.4.2 Pembuatan media nutrient broth
Media nutrient broth (NB) mengandung bahan-bahan sebagai berikut:
Lab-Lamco powder 1,0 gram
Yeast extract 2,0 gram
Peptone 5,0 gram
Sodium chloride 5,0 gram
Cara pembuatan:
Sebanyak 13 gram nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril ad
1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan
tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu disterilkan di autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1998).
3.4.3 Pembuatan media agar miring
Sepuluh mililiter media nutrient agar (NA) dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Tabung kemudian diletakkan dengan kemiringan 30 – 45° dan dibiarkan
pada suhu kamar hingga media memadat. Media agar miring disimpan dalam
lemari pendingin (Lay, 1994).
3.5 Pembuatan Stok Kultur
3.5.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne
Cara kerja:
Satu koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dengan jarum ose
cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2°C selama 24 jam
(Ditjen POM, 1995).
3.6 Pembuatan Inokulum Bakteri
3.6.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium acne
Cara kerja:
Koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dari stok kultur dengan
menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan
nutrient broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2°C selama 2 - 3 jam
sampai didapat kekeruhan dengan transmittan 25% menggunakan alat
spektrofotometer visible panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.7 Sterilisasi Alat dan bahan
Alat-alat dan bahan-bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi harus
disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di oven
pada suhu 160 – 170°C selama 2 - 3 jam. Bahan-bahan (medium) disterilkan di
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, jarum ose dibakar dengan
melewatkannya pada nyala api (Dwidjoseputro, 1978).
3.8 Pembuatan Sampel Uji dengan Berbagai Konsentrasi Gel
Gel anti jerawat uji diencerkan dengan menggunakan etanol 96%.
Cara kerja: Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 0,5 , 1,0 dan 1,5 gram
dan dimasukkan ke dalam vial yang telah dikalibrasi 2 ml, kemudian tambahkan
etanol 96% hingga garis tanda.
3.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Anti Jerawat
Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel anti
jerawat, yaitu: sampel A, B, C, D, E dan F yang dilakukan dengan metode difusi
agar menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambatan
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne. Blanko yang digunakan adalah
etanol 96% dan pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.
3.9.1 Pengujian aktivitas antibakteri gel anti jerawat terhadap bakteri
Propionibacterium acne
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,
setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45 – 50°C,
selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi
bakteri tercampur rata. Masing-masing pencadang kertas direndam dalam sampel
uji dengan berbagai konsentrasi. Pencadang kertas yang sudah direndam
diletakkan ke dalam media yang telah memadat. Diamkan selama ± 15 menit
kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2°C selama 18 - 24 jam,
setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Uji Antibakteri Gel Anti Jerawat
Hasil uji antibakteri gel anti jerawat dari beberapa merek dagang
terhadap bakteri Propionibacterium acne dengan metode difusi agar dengan
pengulangan tiga kali menunjukkan bahwa semua sampel gel anti jerawat yang
diuji memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne.
Tabel 4.1 menunjukkan hasil pengukuran diameter daerah hambatan gel anti
jerawat terhadap bakteri Propionibacterium acne.
Tabel 4.1. Hasil uji aktivitas antibakteri gel anti jerawat terhadap bakteri Propionibacterium acne
Sampel Konsentrasi gel anti jerawat (%)
*Diameter daerah hambatan terhadap bakteri uji Propionibacterium acne (mm)
A
Keterangan : (*) = hasil rata-rata tiga kali pengukuran diameter daerah hambatan (-) = tidak ada hambatan
Hasil penelitian diperoleh bahwa sampel A, B, C, D, E, dan F dengan
konsentrasi 25% terhadap bakteri Propionibacterium acne membentuk daerah
hambatan dengan rata-rata diameter 10,00 mm, 8,10 mm, 15,23 mm, 9,00 mm,
8,70 mm dan 14,53 mm. Pada konsentrasi 50% terhadap bakteri
Propionibacterium acne membentuk daerah hambatan dengan rata-rata diameter
10,43 mm, 8,96 mm, 15,60 mm, 9,87 mm, 9,87 mm, dan 15,57 mm. Pada
konsentrasi 75% terhadap bakteri Propionibacterium acne membentuk daerah
hambatan dengan rata-rata diameter 10,60 mm, 9,96 mm, 16,33 mm, 11,10 mm,
11,87 mm dan 17,33 mm.
Hasil yang diperoleh, dapat terlihat bahwa pada gel anti jerawat A, B, D,
dan E diameter daya hambatnya sangat kecil. Jika konsentrasi diturunkan menjadi
lebih kecil dari 25% maka gel anti jerawat tersebut tidak memberikan daya
hambat. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi hambat minimum gel tersebut
adalah pada konsentrasi 25%.
Perbedaan daya hambat dari semua sampel mungkin dipengaruhi oleh:
perbedaan komposisi masing-masing sampel yang dapat dilihat berdasarkan label
kemasan sampel, perbedaan konsentrasi zat aktif yang terdapat dalam sampel
yang tidak disebutkan dalam label kemasan sampel tersebut, bahan-bahan dasar
yang digunakan dalam sampel tersebut dan formulasi sampel tersebut.
Sampel C dan F merupakan gel anti jerawat yang memiliki diameter
hambatan yang lebih besar dari 14 mm pada konsentrasi 25%, 50% dan 75%,
sedangkan sampel A, B, D, dan E pada konsentrasi gel tertinggi yaitu 75%
suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang memuaskan dengan diameter
daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm.
Hasil pengujian yang diperoleh dapat dilihat bahwa sampel C dan F
merupakan gel anti jerawat yang paling baik mutunya secara mikrobiologi karena
pada konsentrasi pengujian 25%, 50% dan 75% sampel tersebut menghasilkan
diameter hambatan lebih dari 14 mm. Hal ini mungkin disebabkan oleh komposisi
berupa kandungan zat aktif dan konsentrasi zat aktif yang terdapat di dalam
sampel C dan F yang lebih efektif terhadap bakteri Propionibacterium acne.
Sampel C mengandung bahan-bahan sebagai berikut: aqua, butylene glicol,
glycerin, polyacrilamide, C13-14 isopparaffin, salicylic acid, laureth-7, triclosan,
aloe barbadensis (aloe vera) leaf extract, allantoin, beta-glucan, benzyl alcohol,
methylchloroisothiazolinone, methylisothiazolinone. Sampel F mengandung
bahan-bahan sebagai berikut: water purified, ethanol, niacinamide, ceteareth-12,
triethanolamine, carbomer, salicylic acid, boric acid, triclosan, potassium
dihydrogen phosphate, allantoin, sodium metabisulfite, methylparaben,
fragrance.
Sampel C dan F memiliki beberapa kandungan bahan yang sama seperti:
triklosan, asam salisilat dan allantoin sedangkan pada sampel A, B, D, dan E tidak
mengandung kombinasi ketiga bahan tersebut. Kegunaan bahan-bahan yang
terdapat di dalam sampel diantaranya adalah: Triklosan mempunyai aktivitas
antibakteri dengan merusak dinding sel bakteri. Triklosan memiliki spektrum
yang luas, mempunyai daya antibakteri yang baik untuk bakteri gram positif dan
kebanyakan gram negatif. Kadar triklosan yang direkomendasikan oleh FDA yaitu