• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU MEDAN 2015"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

70 Nomor responden :

Nama :

Jenis kelamin :

Tahun masuk FKM :

A. Pengetahuan Tentang Label Pangan

1. Apa yang dimaksud dengan label produk pangan? a. Kemasan pangan yang berwarna-warni

b. Setiap keterangan mengenai pangan baik tulisan, gambar atau simbol c. Penjelasan isi produk pangan

2. Batas akhir suatu produk pangan dapat dijamin mutunya pada label produk pangan dikenal dengan?

a. Tanggal kedaluwarsa b. Batas akhir pemakaian c. Tanggal penjualan

3. Bahan yang pertama kali disebutkan pada komposisi atau daftar bahan makanan atau minuman pada label pangan dimaksud sebagai?

(2)

4. Kode yang menjelaskan mengenai riwayat produksi disebut dengan? a. Kode produksi

b. Bercode c. Kedaluwarsa

5. Penyelenggara yang menilai keamanan, mutu, gizi serta memberikan tanda atau nomor pada produk pangan adalah?

a. Badan POM/Dinas Kesehatan b. Pihak perusahaan itu sendiri c. A dan B salah

6. Tujuan pelabelan pada produk pangan adalah: a. Memberikan informasi tentang isi produk

b. Sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen c. A dan B benar

7. Berdasarkan dibawah ini, informasi yang tercantum pada suatu produk makanan atau minuman adalah?

a. Kode produksi b. Kedaluwarsa c. A dan B benar

8. Keterangan nilai gizi yang paling awal dicantumkan pada label informasi zat gizi pada produk pangan adalah?

(3)

9. Pemanis buatan, pengawet dan pewarna pada suatu kemasan produk pangan, ketiga hal diatas termasuk kedalam bagian?

a. Nama produk

b. Informasi pada produk c. Komposisi

10. Informasi yang harus diperhatikan pada label makanan atau kemasan sebelum membeli produk adalah?

a. Tanggal kedaluwarsa, informasi nilai gizi, komposisi, nomor pendaftaran, cara penggunaan atau penyajian atau penyimpanan.

b. Harga produk, tanggal kedaluwarsa, informasi nilai gizi, komposisi, nomor pendaftaran, cara penggunaan atau penyajian atau penyimpanan, kode produksi, nama produk pangan, berat bersih, pernyataan khusus, nama dan alamat pabrik.

c. Tanggal kedaluwarsa, informasi nilai gizi, komposisi, nomor pendaftaran, cara penggunaan atau penyajian atau penyimpanan, kode produksi, nama produk pangan, berat bersih, pernyataan khusus, nama dan alamat pabrik. B. Persepsi Tentang Label Produk Pangan

(4)

No. Pernyataan Setuju Tidak setuju 1. Menurut saudara/i, nama produk pangan

mempengaruhi seseorang membaca label 2. Komposisi wajib dicantumkan pada suatu

produk pangan

3. Berat bersih pada label produk pangan mempengaruhi seseorang dalam

berbelanja/sebelum memutuskan membeli suatu produk tersebut.

4. Nama dan alamat pabrik yang tercantum pada produk pangan sangat bermanfaat. 5. Tanggal kedaluwarsa mempengaruhi

seseorang membaca label produk pangan. 6. Nomor pendaftaran (BPOM/DINKES) yang

tercantum pada kemasan pangan wajib dicantumkan.

7. Pencantuman kode produksi pada label produk pangan sangat penting.

8. Cara penggunaan atau penyajian dan

penyimpanan yang tercantum pada kemasan makanan mempengaruhi seseorang membaca label produk pangan.

9. Informasi nilai gizi sangat penting dalam label produk pangan.

(5)

C. Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan

Berikut ini adalah beberapa kebiasaan yang terkait pembacaan label kemasan pangan. Berilah tanda checlist (√) pada tabel yang paling sesuai dengan saudara/i.

No Informasi Label pangan kemasan Selalu Jarang Tidak Pernah

3 Seberapa sering saudara/i membaca berat bersih yang tercantum dalam label kemasan pangan.

4 Seberapa sering saudara/i membaca nama dan alamat pabrik yang tercantum dalam label kemasan pangan.

5 Seberapa sering saudara/i membaca

tanggal kadaluwarsa yang tercantum dalam label kemasan pangan.

6 Seberapa sering saudara/i membaca nomor pendaftaran makanan (BPOM/DEPKES) yang tercantum dalam label kemasan pangan.

(6)

75

s

(7)
(8)
(9)
(10)

79

Apa yang dimaksud dengan label produk pangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 17 18,5 18,5 18,5

Benar 75 81,5 81,5 100,0

Total 92 100,0 100,0

Batas akhir suatu produk pangan dapat dijamin mutunya pada label pangan dikenal dengan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 2 2,2 2,2 2,2

Benar 90 97,8 97,8 100,0

(11)

Bahan yang pertama kali disebutkan pada komposisi atau daftar bahan makanan atau minuman pada label pangan dimaksud sebagai

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 8 8,7 8,7 8,7

Benar 84 91,3 91,3 100,0

Total 92 100,0 100,0

Kode yang menjelaskan mengenai riwayat produksi disebut dengan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 19 20,7 20,7 20,7

Benar 73 79,3 79,3 100,0

Total 92 100,0 100,0

Penyelenggara yang menilai keamanan, mutu, gizi serta memberikan tanda atau nomor pada produk pangan adalah

Frequency Percent Valid

Berdasarkan dibawah ini, informasi yang tercantum pada suatu produk makanan atau minuman adalah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 13 14,1 14,1 14,1

Benar 79 85,9 85,9 100,0

(12)

Keterangan nilai gizi yang paling awal dicantumkan pada label informasi zat gizi pada produk pangan adalah

Frequenc y

Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Salah 19 20,7 20,7 20,7

Benar 73 79,3 79,3 100,0

Total 92 100,0 100,0

Pemanis buatan, pengawet dan pewarna pada suatu kemasan produk pangan, ketiga hal diatas termasuk kedalam

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 15 16,3 16,3 16,3

Benar 77 83,7 83,7 100,0

Total 92 100,0 100,0

Informasi yang harus diperhatikan pada label makanan atau kemasan sebelum membeli produk adalah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Salah 39 42,4 42,4 42,4

Benar 53 57,6 57,6 100,0

Total 92 100,0 100,0

Persepsi Tentang Label Kemasan Pangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Menurut saudara/i, nama produk pangan mempengaruhi seseorang membaca label

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 13 14,1 14,1 14,1

Setuju 79 85,9 85,9 100,0

(13)

Komposisi wajib dicantumkan pada suatu produk pangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 16 17,4 17,4 17,4

Setuju 76 82,6 82,6 100,0

Total 92 100,0 100,0

Berat bersih pada label produk pangan mempengaruhi seseorang dalam berbelanja/sebelum memutuskan membeli suatu produk tersebut.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 51 55,4 55,4 55,4

Setuju 41 44,6 44,6 100,0

Total 92 100,0 100,0

Nama dan alamat pabrik yang tercantum pada produk pangan sangat bermanfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 63 68,5 68,5 68,5

Setuju 29 31,5 31,5 100,0

Total 92 100,0 100,0

Tanggal kedaluwarsa mempengaruhi seseorang membaca label produk pangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 12 13,0 13,0 13,0

Setuju 80 87,0 87,0 100,0

Total 92 100,0 100,0

Nomor pendaftaran (BPOM/DINKES) yang tercantum pada kemasan pangan wajib dicantumkan.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 37 40,2 40,2 40,2

Setuju 55 59,8 59,8 100,0

(14)

Pencantuman kode produksi pada label produk pangan sangat penting. Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid

Tidak Setuju 50 54,3 54,3 54,3

Setuju 42 45,7 45,7 100,0

Total 92 100,0 100,0

Cara penggunaan atau penyajian dan penyimpanan yang tercantum pada kemasan makanan mempengaruhi seseorang membaca label produk

pangan.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

Tidak Setuju 14 15,2 15,2 15,2

Setuju 78 84,8 84,8 100,0

Total 92 100,0 100,0

Informasi nilai gizi sangat penting dalam label produk pangan. Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid

Tidak Setuju 11 12,0 12,0 12,0

Setuju 81 88,0 88,0 100,0

Total 92 100,0 100,0

Tulisan atau pernyataan khusus wajib dicantumkan pada produk pangan. Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

(15)

Jenis kelamin * Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan

Linear-by-Linear Association 1,882 1 ,170 N of Valid Cases 92

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,89.

(16)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6,052a 4 ,195

Likelihood Ratio 7,253 4 ,123

Linear-by-Linear Association 4,919 1 ,027 N of Valid Cases 92

a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,23.

Persepsi Tentang Label Kemasan Pangan * Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan

Linear-by-Linear Association 13,278 1 ,000 N of Valid Cases 92

(17)
(18)
(19)

Lampiran 6. Foto Penelitian

FOTO PENELITIAN

(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2009. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. EGC. Jakarta.

Asmaiyar, 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Konsumen Membaca Label Produk Pangan di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan Tahun 2003. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Borra, Susan, 2006. Consumer Perspectives on Food Labels, American Society

for Nutrition. Am J Clin Nutr May 2006 Vol. 83 No. 5 1235s.

BPOM RI, 2004. Panduan Label Pangan.

Depdag RI, 2007. Hasil Kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Bidang Pangan terkait Perlindungan Konsumen. Jakarta.

Depkes RI, 1985. Permenkes RI No. 180/MENKES/PER/IV/85 Tentang Makanan Kadaluarsa. Jakarta.

Depkes RI, 2014. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013.Jakarta.

http://www.Litbang.depkes.go.id/sites/dowload/rkd2013/Laporan.Riskesdas 2013. Diakses pada 05/02/2015.

Devi, Vania Chandra, Agus Sartono, Joko Teguh Isworo, 2013. Praktek Pemilihan Makanan Kemasan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Label Produk Pangan Kemasan, Jenis Kelamin, dan Usia konsumen di Pasar Swalayan ADA Setia Budi Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang November 2013 Vol. 2 No. 2.

Drichoutis, Lazaridis dan Nayga, 2006a. Nutritional Food Label Use: A

theoretical and Empirical Perspective. EAAE Seminar.

http://agcconsearch.umn.edu/bitstream/10033/1/sp06dr0. Diakses

pada 26/01/2015

Drichoutis, Lazaridis dan Nayga, 2006b. Consumer’s use of Nutritional Labels: A review of Research Studies and Issues. Academy of Marketing science Review Vol. 10 No. 9.http://searchgate.net/profile/rudolfo_Nayga/publicatio n/228364127. Diakses pada 10/03/2015

(22)

Jannah. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Membaca Label Informasi Gizi Produk Pangan Kemasan pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.

Kasjono, Heru Subaris, Yasril, 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Karmini, Mien, Dodik Briawan, 2004. Acuan Label Gizi Prosding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi Widyakarya Pangan dan Gizi VII. Badan POM. Jakarta.

Mannel, Ashley, Patricia Brevard, 2006. French Consumers’Use Of Nutrition Labels. Nutrition & Food Science Vol. 36 No. 3 pp. 159-168.

Misnadiarly, 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Pustaka Obor Populer. Jakarta.

Moniharapon, E.1998. Analisis Klaim Iklan dan Label Pada Produk Pangan. Tesis Pasca Sarjana. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nayga, Rodolfo, 1996. Determinants of Consumers’Use of Nutritional Information on Food Packages. Journal of Agricultural Economics Association.http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/15122/1/28020303.pdf. Diakses pada tanggal 10/03/2015

Nayga, Rodolfo, 1999. Toward on Understanding of Consumer’s Perception of

Food Label. International Food and Agricultural Management

Review.http://eufic.org/up/1/default/doc/nutrition/knowledge.grunet.pdf. Diakses pada tanggal 11/03/2015

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. PT Rineka Cipta, Jakarta

Peraturan Pemerinta RI, 1998. Tentang Label dan Iklan Pangan.

Philipson, Tomas, 2005. Government Perspective Food Labeling. American Society of Clinical Nutrition. Am J Clin Nutr July 2005 Vol. 82 No. 1 262S-264S. http://ajcn.nutrition.org/content/82/1/262s.full. Diakses pada tanggal 11/02/2015

(23)

Siagian, Albiner, 2002. Pelabelan Pangan. http://www.DigitizedbyUSUdigitallibra ry.com. Diakses pada 03/03/2015.

Sibuea, Posman, 2002. Awas! Makanan Kadaluarsa dalam Parsel. http://www.116 4.203.71.11/Kesehatan/News/0212/16/230032.html.Diakses 04/02/2015. Shewfelt, Robert L, 2009. Pengantar Ilmu Pangan. Di dalam: Aditya, Rahajeng,

Parsaulian Lilian Roma, editor. Pengantar Ilmu Pangan.EGC. Jakarta. Sugiyono, 2000. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Ketiga. CV Alfabeta.

Bandung.

Susanto, 2008. Pengaruh Label Kemasan Pangan Terhadap Keputusan Siswa Sekolah Menengah Atas Dalam Membeli Makanan Ringan Di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor..

Undang-undang RI, 1996. Tentang Pangan.

Undang-undang RI, 1999. Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang RI, 2012. Tentang Pangan.

WHO, 2010. Obesity and overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets /fs311/en/. Diakses pada 04/04/2015.

(24)

35 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional (potong lintang) yaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara. adapun alasan pemilihan lokasi penelitian disebabkan karena mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) adalah agen perubah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) merupakan fakultas yang menciptakan sarjana yang berkualitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksakan mulai bulan September 2014 sampai dengan September 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(25)

3.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian dari populasi mahasiswa S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sampel diambil dari mahasiswa mulai masuk tahun 2012, 2013 dan 2014. Untuk perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus estimasi proporsi dengan presisi mutlak (Kasjono, 2009). Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Keterangan:

n = besar sampel. N = jumlah populasi.

P = proposi suatu kasus tertentu terhadap populasi bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50).

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0,10), 5% (0,05), atau 1% (0,01).

= nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96).

(26)

Jumlah sampel secara keseluruhan terdapat 92 responden, kemudian dicari pengambilan sampel berstrata dengan rumus:

Rumus :

Dimana : ni = Jumlah sampel menurut stratum n = Jumlah sampel seluruhnya Ni = Jumlah populasi menurut stratum N = Jumlah populasi seluruhnya

Menurut Sugiyono (2000), karena populasi berstrata maka sampelnya juga berstrata. Stratanya menurut tahun masuk mahasiswa, dengan demikian masing-masing sampel untuk kelompok harus proporsional sesuai dengan populasi. Jadi jumlah sampelnya adalah sebagai berikut:

Mahasiswa angkatan 2012 :

x 92 = 24 orang Mahasiswa angkatan 2013 :

x 92 = 35 orang Mahasiswa angkatan 2014 :

x 92 = 33 orang

Berdasarkan hal diatas pengumpulan sampel dilakukan dengan accidental sampling yaitu mengumpulkan data dari subjek yang ditemui saat itu dan dalam

jumlah secukupnya.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

(27)

tentang jenis kelamin, pengetahuan label pangan, persepsi tentang label kemasan pangan dan kebiasaan membaca label.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder, berupa data jumlah mahasiswa S1 FKM USU reguler 2012, 2013, dan 2014. Yang diperoleh dari Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

1. Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa jenis kelamin, pengetahuan label pangan dan persepsi tentang label pangan dalam berkaitan dengan membaca label pada kemasan pangan.

2. Variabel dependen

Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa kebiasaan membaca label pada pangan kemasan.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan.

(28)

gizi, pernyataan khusus) kemasan pangan ketika berbelanja atau sebelum memutuskan membeli produk tersebut.

3. Pengetahuan label pangan adalah tingkat pemahaman responden terhadap label pada kemasan pangan.

4. Persepsi tentang label pangan adalah anggapan responden tentang informasi yang tercantum pada label (nama produk pangan, komposisi, berat bersih, nama dan alamat pabrik, tanggal kadaluarsa, nomor pendaftaran, kode produksi, penyajian atau penyimpanan, informasi nilai gizi, pernyataan khusus) kemasan pangan.

3.6 Metode Pengukuran

Metode pengukuran adalah sebagai berikut: 1. Jenis kelamin

Jenis kelamin responden dibedakan: a. Laki-laki = 1

b. Perempuan = 2 2. Pengetahuan

Penilaian pengetahuan individu dapat diukur dengan memberikan pertanyaan pada kuesioner. Dimana pertanyaan dalam koesioner sebanyak 10 dengan skoring jawaban sebagai berikut:

a. Untuk jawaban yang mempunyai 2 pilihan: 1. jawaban benar = 1

2. jawaban salah/tidak tahu = 0

(29)

1. Tingkat pengetahuan baik apabila skor yang diperoleh > 75% atau memperoleh skor lebih dari 7.

2. Tingkat pengetahuan cukup apabila skor yang diperoleh 45-75% atau memperoleh skor 4 sampai 7.

3. Tingkat pengetahuan kurang apabila skor yang diperoleh < 45% atau memperoleh skor kurang dari 4.

3. Persepsi tentang label pangan

Persepsi tentang label produk pangan diajukan dalam bentuk pertanyaan pada kuesioner. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dengan total skoring jawaban sebagai berikut:

a. Untuk jawaban yang mempunyai 2 pilihan: 1. Jawaban setuju = 1

2. Jawaban tidak setuju = 0

b. Berdasarkan jumlah nilai selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut:

1. Baik apabila skor yang diperoleh > 75% atau memperoleh skor lebih dari 7.

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45%-75% atau memperoleh slor 4 - 7

3. Kurang apabila skor yang diperoleh < 45% atau memperoleh skor kurang dari 4.

4. Kebiasaan membaca label

(30)

a. Untuk jawaban yang mempunyai 3 pilihan:

1. Selalu = 2, jika responden selalu membaca label kemasan pangan ketika berbelanja atau memutuskan membeli produk pangan tersebut.

2. Jarang = 1, jika responden jarang membaca label kemasan pangan ketika berbelanja atau memutuskan membeli produk pangan tersebut.

3. Tidak pernah = 0, jika responden tidak pernah membaca label kemasan pangan ketika berbelanja atau memutuskan membeli produk pangan tersebut.

b. Berdasarkan jumlah nilai selanjutnya dikatagorikan sebagai berikut: 1. Baik apabila skor yang diperoleh > 75% atau memperoleh skor

lebih dari 15.

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45%-75% atau memperoleh skor 9 – 15.

3. Kurang apabila skor yang diperoleh < 45% atau memperoleh skor kurang dari 9.

3.7 Metode Analisa Data 3.7.1 Analisis univariat

(31)

3.7.2 Analisis bivariat

Analisa data yang dilakukan adalah analisa bivariat karena untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan dependen, maka kemudian data dianalisa dengan menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisa data dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan tingkat kemaknaan ฀ (0,05). Ho diterima jika p > ฀ berarti Ha tidak ada hubungan dan Ho ditolak jika p < ฀ berarti Ha ada hubungan.

(32)

43 4. 1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Fakultas Kesehatan Masyarakat merupakan fakultas ke-11 di Universitas Sumatera Utara yang semula berada di bawah asuhan Fakultas Kedokteran sebagai program studi S1 kesehatan masyarakat, namun berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 21 Oktober 1993 ditetapkan menjadi Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Fakultas kesehatan masyarakat bergerak pada bidang promotif dan preventif dan memiliki 7 departemen yaitu: Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Departemen Kependudukan dan Biostatistik, Departemen Epidemiologi, Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Departemen Kesehatan Lingkungan, Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku.

(33)

Sesuai dengan visi USU yakni The University For Industry, maka visi FKM USU adalah Fakultas untuk pengembangan ahli kesehatan masyarakat, dengan misi FKM USU sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan untuk menghasilkan Ahli Kesehatan Masyarakat dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Epidemiologi, Gizi Kesehatan Masyarakat, Biostatistik dan Kependudukan, Kesehatan Lingkungan, Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku serta Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

2. Menyelenggarakan dan mengembangkan penelitian ilmiah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu lulusan, pengembangan ilmu, teknologi dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

3. Menyelenggarakan dan mengembangkan kegiatan pengabdian masyarakat yang mendukung upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara konseptual maupun secara langsung dalam pengembangan kesehatan masyarakat.

Adapun tujuan FKM USU adalah:

1. Menghasilkan lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat, Magister Kesehatan, dan Doktor sesuai kompetensi dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Menghasilkan penelitian ilmiah yang mendukung pengembangan ilmu, seni, dan teknologi kesehatan masyarakat, tercapainya kompetensi lulusan, serta pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

(34)

4. 2 Gambaran Mahasiswa FKM USU

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 92 orang terdiri dari angkatan 2012, 2013 dan 2014. Dapat dilihat pada tabel 4.1 Distribusi mahasiswa yang berjenis kelamin dan tahun masuk di FKM USU Medan 2015 dibawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun Masuk di FKM USU Medan 2015.

No Tahun Masuk Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

1 2012 10 14 24

2 2013 13 22 35

3 2014 15 18 33

Total 38 54 92

Berdasarkan tabel 4.1 menjelaskan bahwa dari 92 mahasiswa FKM USU yang menjadi responden, mahasiswa yang masuk ke FKM USU tahun 2012 reguler yang menjadi responden berjumlah 24 orang dimana terdiri dari 10 orang berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang berjenis kelamin perempuan, sedangkan mahasiswa yang masuk ke FKM USU pada tahun 2013 reguler yang menjadi responden berjumlah 35 orang dimana 13 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan 22 orang yang berjenis kelamin perempuan, dan untuk tahun masuk 2014 reguler di FKM USU yang menjadi responden berjumlah 33 orang dimana terdiri dari 15 orang berjenis kelamin laki-laki dan 18 orang yang berjenis kelamin perempuan.

4.3 Pengetahuan Mahasiswa FKM USU

(35)

pengukuran pengetahuan mengenai label pangan pada mahasiswa FKM USU medan 2015 dibawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Pengukuran Pengetahuan Mengenai Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

No Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1 Baik 63 68,5

2 Sedang 26 28,3

3 Kurang 3 3,3

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 92 mahasiswa menjadi responden, mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 63 responden (68,5%), mahasiswa yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 26 responden (28,3%) dan mahasiswa yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 3 responden (3,35).

(36)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pengetahuan Mengenai Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

5 Penyelenggara yang menilai keamanan, mutu, gizi serta memberikan tanda atau nomor pada makanan atau minuman kemasan sebelum membeli produk adalah

53 57,6 39 42,4

(37)

mahasiswa yang menjadi responden sebanyak 75 (81,5%) mahasiswa mengetahui pengertian dari label pangan, 90 (97,8%) mahasiswa mengetahui bahwa tanggal kedaluwarsa merupakan batas akhir suatu produk pangan, sebanyak 84 (91,3%) mahasiswa mengetahui bahan utama merupakan bahan pertama yang disebutkan pada komposisi, sebanyak 73 (79,3%) mahasiswa mengetahui kode produksi merupakan kode yang menjelaskan riwayat produksi, sebanyak 86 (93,5%) mahasiswa mengetahui bahwa BPOM atau DINKES penyelenggara yang menilai keamanan, mutu, gizi serta memberikan tanda atau nomor pada produk pangan, 45 (48,9%) mahasiswa mengetahui tujuan dari pelabelan produk pangan, 79 (85,9%) mahasiswa mengetahui bahwa kode produksi dan tanggal kedaluwarsa merpakan informasi yang tercantum dalam label kemasan pangan, 73 (79,3%) mahasiswa mengetahui bahwa jumlah kandungan energi total makanan yang paling awal dicantumkan pada label informasi zat gizi, 77 (83,7%) mahasiswa mengetahui bahwa pemanis buatan, pewarna, pengawet termasuk ke dalam komposisi dan 53 (57,6%) mahasiswa mengetahui informasi yang harus diperhatikan dalam label kemasan.

4.4 Persepsi Mahasiswa FKM USU

(38)

Tabel 4.4 Distribusi Pengukuran Persepsi Mengenai Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

No Persepsi Jumlah (n) Persentase (%)

1 Baik 32 34,8

2 Sedang 51 55,4

3 Kurang 9 9,8

Total 92 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 92 mahasiswa yang menjadi responden, mahasiswa yang memiliki persepsi baik mengenai label kemasan pangan sebanyak 32 responden (34,8%), sedangkan mahasiswa yang memiliki persepsi sedang mengenai label kemasan pangan sebanyak 51 responden (55,4%) dan mahasiswa yang memiliki persepsi kurang mengenai label kemasan pangan sebanyak 9 responden (9,8%).

(39)

Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Persepsi Tentang Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

No Persepsi Setuju Tidak Setuju

n % n %

7 Pencantuman kode produksi pada label

produk pangan sangat penting. 42 45,7 50 54,3 10 Tulisan atau pernyataan khusus wajib

dicantumkan pada produk pangan. 69 75,0 23 25,0

4.5 Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan

(40)

Tabel 4.6 Distribusi Pengukuran Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

No Kebiasaan Jumlah (n) Persentase (%)

1 Baik 7 7,6

2 Sedang 44 47,8

3 Kurang 41 44,6

Total 92 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 92 mahasiswa yang menjadi responden, mahasiswa yang memiliki kebiasaan dalam kategori baik membaca label kemasan pangan sebanyak 7 responden (7,6%), sedangkan mahasiswa yang memiliki kebiasaan dalam kategori sedang membaca label kemasan pangan sebanyak 44 responden (47,8%), dan mahasiswa yang memiliki kebiasaan dalam kategori kurang membaca label kemasan pangan sebanyak 41 responden (44,6%).

(41)

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

No Informasi Label Kemasan Pangan

(42)

yang diajukan. Jawaban mahasiswa yang paling banyak menjawab selalu membaca label pada kemasan pangan adalah pada soal nomor 5 yaitu mengenai kebiasaan membaca tanggal kedaluwarsa yang tercantum dalam label kemasan pangan sebanyak 88 responden (95,7%), sedangkan jawaban mahasiswa yang paling banyak menjawab kadang-kadang dalam membaca label kemasan pangan adalah pada soal nomor 3 yaitu mengenai kebiasaan membaca berat bersih yang tercantum dalam label kemasan pangan sebanyak 63 responden (68,5%) dan jawaban mahasiswa yang paling banyak menjawab tidak pernah dalam membaca label kemasan pangan adalah pada soal nomor 4 yaitu mengenai kebiasaan membaca nama dan alamat pabrik yang tercantum dalam label kemasan pangan sebanyak 24 responden (26,1%).

4.5 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015

Untuk melihat hubungan kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan jenis kelamin pada mahasiswa FKM USU Medan 2015 pada tabel 4.8 dibawah ini:

Tabel 4.8 Distribusi Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

(43)

responden (100%) dan mahasiswa yang bejenis kelamin perempuan terdiri dari 54 responden (100%). Berdasarkan hasil tabel diatas maka didapatkankan bahwa 5 responden (13,1%) mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 18 responden (47,4%) mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 15 responden (39,5%) mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan. Sementara pada mahasiswa berjenis kelamin perempuan 2 responden (3,7%) memiliki kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 26 responden (48,2%) mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 26 responden (48,1%) mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan.

Hasil uji chi square antara kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan jenis kelamin menunjukkan p = 0, 223. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan jenis kelamin pada mahasiswa laki-laki dan perempuan. 4.6 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan

(44)

Tabel 4.9 Distribusi Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Berdasarkan Pengetahuan Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

(45)

kemasan pangan dan 3 responden (100,0%) berpengetahuan kurang dengan kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan.

Hasil uji chi square antara kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan pengetahuan label kemasan pangan menunjukkan p = 0,195. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan pengetahuan label kemasan pangan pada mahasiswa FKM USU dimana.

4.7 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan Persepsi Tentang Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015

Untuk melihat hubungan kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan persepsi tentang label pangan pada mahasiswa FKM USU Medan 2015 pada tabel 4.10 dibawah ini:

Tabel 4.10 Distribusi Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Berdasarkan Persepsi Tentang Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

(46)

(53,1%) berpersepsi baik dengan kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan, 9 responden (28,1%) berpersepsi baik dengan kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan. Sedangkan 51 mahasiswa memiliki persepsi sedang tentang label pangan, dimana 1 responden (2,0%) yang berpersepsi sedang dengan kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 26 responden (51,0%) berpersepsi sedang dengan kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan, 24 responden (47,0%) berpersepsi sedang dengan kebiasaan kurang membaca label kemasan pangan. Sementara 9 mahasiswa yang memiliki persepsi kurang tentang label pangan, dimana 0 responden (0,0%) berpersepsi kurang dengan kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 1 responden (11,1%) berpersepsi kurang dengan kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 8 responden (88,9%) berpersepsi kurang dengan kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan.

(47)

58

5. 1 Tingkat Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 92 mahasiswa menjadi responden dimana kebiasaan mahasiswa FKM USU dalam membaca label pada kemasan pangan termasuk kategori sedang sebanyak 47,8% dan 44,6% kategori kurang dalam kebiasaan mahasiswa FKM USU dalam membaca label pada kemasan pangan. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat bahwa mahasiswa FKM USU belum memiliki perilaku yang baik dalam membaca label pada kemasan pangan dan kemungkinan mahasiswa FKM USU belum terbiasa membaca label kemasan pangan sebelum membeli suatu produk pangan serta belum sadar tentang manfaat dari membaca label pada kemasan pangan, ini dapat dilihat bahwa 7,6% mahasiswa FKM USU memiliki kebiasaan yang baik dalam membaca label kemasan pangan.

Tujuan dari pemberian label kemasan pangan adalah agar masyarakat yang membeli dan mengkonsumsinya memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas, baik yang menyangkut asal, keamanan mutu, kandungan gizi maupun keterangan lain yang diperlukan, sebelum memutuskan akan membeli atau mengkonsumsi produk pangan tersebut. Oleh sebab itu label memiliki fungsi sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan pilihan (Moniharapon, 1998).

(48)

di Amerika membaca produk label pangan sebelum membeli produk makanan baru dan 30% sampai 40% konsumen mengaku bahwa label produk pangan yang mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli jenis produk pangan (Philipson, 2005) dan penelitian Susanto (2008) tentang pengaruh label kemasan pangan terhadap keputusan siswa sekolah menengah atas dalam membeli makanan ringan di kota Bogor menjelaskan siswa sekolah yang memperhatikan label kemasan pangan sebelum membeli makanan berjumlah 61,2% dari 100 siswa yang menjadi responden. Sedangkan penelitian ini sejalan dengan penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahun 2003 oleh International Food Information Council (IFIC) mengatakan bahwa masyarakat Amerika membaca label makanan saat memutuskan untuk membeli suatu produk makanan, dimana 11% selalu melihat, 32% hampir selalu melihat, dan 40% kadang-kadang melihat label makanan dan 4% yang tidak pernah melakukan pembacaan label pada makanan (Borra, 2006).

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari orang luar, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan perilaku didukung berdasarkan pengetahuan, sikap dan tindakan.

5. 2 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

(49)

perempuan, hal ini disebabkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki dikarenakan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera lebih dominan mahasiswanya adalah berjenis kelamin perempuan.

Hasil uji statistik hubungan jenis kelamin dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan didapat dari 92 mahasiswa yang menjadi responden 13,1% mahasiswa laki-laki memiliki kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 47,4% mahasiswa laki-laki memiliki kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 39,5% mahasiswa laki-laki memiliki kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan. Sementara pada mahasiswa perempuan 3,7% memiliki kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 48,2% mahasiswa perempuan memiliki kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 8,1% mahasiswa perempuan memiliki kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan.

Hasil dari atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Tetapi berdasarkan uji chi square didapatkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan dimanan p = 0,223 > ฀ = 0,05.

(50)

kelamin dengan dalam praktek pemilihan makanan kemasan, dimana 34 orang laki-laki, lebih dari 50% laki-laki termasuk kategori salah karena tidak memperhatikan label dalam pemilihan makanan kemasan sedangkan 34 orang perempuan, lebih dari 50% perempuan termasuk kategori benar dalam memperhatikan label saat pemilihan makanan kemasan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanto (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan perhatian terhadap label kemasan pangan, dimana 50 siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 30 (29,1%) yang memperhatikan label kemasan pangan sedangkan 52 siswa yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 33 (32,1%) yang memperhatikan label kemasan pangan. Begitu juga penelitian Jannah (2010) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan signifikan antara sebaran jenis kelamin dengan perilaku membaca label gizi produk pangan kemasan pada mahasiswa UIN Jakarta dan dalam penelitian Zahara (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan membaca label informasi zat gizi, komposisi dan tanggal kedaluwarsa.

(51)

5. 3 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan Pengetahuan Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa di FKM USU memiliki pengetahuan baik, dimana 92 mahasiswa yang menjadi responden 68,5% mahasiswa memiliki pengetahuan baik tentang label kemasan pangan. Penelitian ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik tingkat pengetahuannya karena akan mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan, ini dapat dilihat bahwa mahasiswa di FKM USU yang memiliki pengetahuan sedang dalam label kemasan pangan sebanyak 28,3% dan 3,3% mahasiswa yang berpengetahuan kurang tentang label kemasan pangan.

(52)

dalam membaca label kemasan pangan. Berdasarkan hasil diatas mahasiswa memiliki pengetahuan baik tentang label kemasan pangan tetapi dalam kebiasaan membaca label kemasan pangan dapat dikatagorikan sedang membaca label kemasan pangan dimana dalam teori Green dalam Notoatmodjo (2010) meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat tetapi tidak melakukannya, jadi jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik belum tentu pada aplikasinya seseorang tersebut melakukannya. Hasil uji chi square pada penelitian hubungan kebiasaan membaca label kemasan pangan dengan pengetahuan label pangan didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan dimana p = 0,195 > ฀ = 0,05.

(53)

ada hubungan antara pengetahuan label dengan kepatuhan membaca label produk pangan.

5. 4 Hubungan Kebiasaan Membaca Label Kemasan Pangan Dengan Persepsi Tentang Label Pangan Pada Mahasiswa FKM USU Medan 2015.

Hasil penelitian menunjukkan dari 92 mahasiswa yang menjadi responden, mahasiswa yang memiliki persepsi tentang label kemasan pangan dalam kategori sedang sebanyak 55,4%, 34,8% mahasiswa berpersepsi kategori baik tentang label kemasan pangan dan 9,85% mahasiswa berpersepsi kategori kurang tentang label kemasan pangan. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama(Notoatmodjo, 2010).Tapi persepsi dalam penelitian ini adalah anggapan mahasiswa terhadap informasi yang tercantum pada label kemasan pangan dengan kebiasaan seseorang membaca label pada suatu produk pangan.

(54)

label kemasan pangan. Sementara 0,0% mahasiswa berpersepsi kurang dengan kebiasaan baik dalam membaca label kemasan pangan, 11,1% mahasiswa berpersepsi kurang dengan kebiasaan sedang dalam membaca label kemasan pangan dan 88,9% mahasiswa berpersepsi kurang dengan kebiasaan kurang dalam membaca label kemasan pangan.

Berdasarkan uji chi square hubungan persepsi tentang label pangan dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan didapatkan ada hubungan signifikan antara persepsi tentang label pangan dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan dimana p = 0,002. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nayga (1999) mengungkapkan bahwa persepsi seseorang akan berpengaruh terhadap terbentuknya suatu perilaku, persepsi dan kepercayaan telah dinyatakan berhubungan signifikan dengan terbentuknya perilaku, misalnya jika konsumen tidak melihat atau percaya bahwa informasi nutrisi pada label makanan bermanfaat untuk mereka, maka mereka cenderung menggunakan label kemasan makanan tersebut.

(55)

66

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Kebiasaan membaca label kemasan pangan pada mahasiswa FKM USU yang paling tinggi adalah pada kategori kebiasaan sedang sebanyak 47,8%. 2. Pengetahuan tentang label pangan paling tinggi pada mahasiswa FKM USU

adalah pada kategori berpengetahuan baik sebanyak 68,5% dan persepsi tentang label pangan yang paling tinggi pada mahasiswa FKM USU adalah pada kategori berpersepsi sedang sebanyak 55,4%.

3. Ada hubungan signifikan persepsi dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan. Sedangkan jenis kelamin dan pengetahuan tentang label pangan tidak memiliki hubungan signifikan dengan kebiasaan membaca label kemasan pangan.

6. 2 Saran

1. Kepada pemerintah agar dapat meningkatkan sosialisasi pentingnya membaca label kemasan pangan serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat membaca informasi yang ada pada label pangan.

(56)

7

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999). Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.67/M-DAG/PER/11/2013 mengatakan bahwa, label adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau makanan atau minuman (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, bahwa label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

(57)

keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

Peraturan perundang-undangan menetapkan bahwa semua makanan yang dikemas harus mempunyai label yang memuat keterangan tentang isi, jenis dan jumlah bahan-bahan yang digunakan, tanggal kedaluarsa, komposisi zat gizi yang dinyatakan dalam jumlah dan sebagai persen angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk setiap takaran saji, serta keterangan penting lainnya (seperti kehalalan produk), dengan demikian konsumen dapat mengetahui kandungan gizi dan kelayakan makanan kemasan tersebut (Almatsier, 2011).

Pada dasarnya, suatu label memberikan keterangan lebih banyak tentang ciri khas suatu produk dari pada produk yang tidak berlabel. Setiap label harus memiliki pernyataan komposisi, berat bersih, dan alamat pengolah atau distributor, informasi nilai gizi, nomor telepon gratis, alamat situs web, informasi pemasaran dan nama produk yang dapat dimengerti dengan jelas oleh konsumen ( Shewfelt, 2009).

(58)

1. Tidak mudah lepas dari kemasannya 2. Tidak mudah luntur atau rusak

3. Terletak pada bagian kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca

4. Keterangan yang dicantumkan harus benar dan tidak menyesatkan (Badan POM, 2004).

Label pangan salah satu sarana informasi mengenai pangan yang bersangkutan. Oleh karena itu label selayaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menyampaikan informasi yang perlu diketahui oleh konsumen (Badan POM, 2004). Dalam kaitannya tentang masalah label, masyarakat perlu memperoleh informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai label pangan, baik dengan kuantitas, isi, kualitas, maupun hal-hal lain yang diperlukan dalam peredaran dipasar. Berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dikaitkan dengan hak konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa; hak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

(59)

2. 2 Informasi pada Label Produk Pangan 2.2.1 Nama produk pangan

Dalam pedoman pelabelan pangan Badan POM (2004), nama produk

pangan adalah pernyataan atau keterangan identitas mengenai produk pangan

yang cukup memberikan penjelasan mengenai produk yang bersangkutan dan

harus tercantum pada bagian utama label. Menurut Siagian (2002), di samping

nama makanan bisa dicantumkan nama dagang (bila ada), misalnya coca cola.

Nama produk dalam negeri harus dalam bahasa Indonesia (dapat juga

ditambahkan dalam bahassa Inggris bila perlu), produk luar negeri boleh dalam

bahasa inggris atau bahasa Indonesia tetapi besar dan bentuk huruf harus sama

besar dengan bentuk huruf Indonesia (Badan POM, 2004). Nama suatu produk

harus menunjukkan sifat dan keadaan produk pangan yang sebenarnya, antara

lain seperti utuh, potongan, irisan, campuran, dikeringkan, dipekati, atau diasapi

(Badan POM, 2004).

Berdasarkan Badan POM (2004), nama suatu produk pangan harus

ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), karena nama produk pangan

yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional

Indonesia) dapat mencantumkan nama produk tersebut. Namun bila ada suatu

nama produk belum ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia), produk

pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis sesuai kategori yang

ditetapkan oleh Kepala Badan POM, misalnya bila ada nama belum ditetapkan

dalam standar makanan, deskripsi yang cocok tidak menyesatkan contohnya mie

telur, tidak boleh digunakan untuk produk mie yang tidak mengandung telur.

(60)

merupakan bagian nama makanan, tetapi cukup dicantumkan pada label antara

lain: segar, alami, murni, dibuat dari, dan halal (Siagian, 2002).

2.2.2 Komposisi atau daftar bahan pangan

Pada suatu produk pangan harus menyebutkan komposisi atau daftar

bahan yang digunakan, karena pengertian dari komposisi adalah keterangan

mengenai jenis bahan apa saja yang digunakan dan ditambahkan dalam proses

produksi pangan (Badan POM, 2004). Termasuk pencantuman bahan tambahan

atau pengawet yang digunakan, bahan tambahan makanan yang digunakan cukup

dicantumkan dengan nama golongan, misalnya anti kempal, pemutih, dan

seterusnya. Khusus untuk antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan

penguat rasa, harus dilengkapi dengan nama jenis sedangkan untuk pewarna

juga perlu dicantumkan nomor indeks khusus (Siagian, 2002).

Bahan tambahan pangan bawaan yang biasanya terdapat pada formulasi

produk karena merupakan bahan dari bahan yang lain seperti MSG pada bumbu,

juga harus dicantumkan dalam komposisi. Informasi mengenai komposisi, dapat

diletakkan pada bagian utama atau bagian informasi pada label pangan dengan

tulisan yang jelas dan mudah di baca (Badan POM, 2004).

Keterangan tentang daftar bahan pada label sebagai komposisi, di

urutkan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral.

Namun ada beberapa perkecualian, antara lain ingredien tidak perlu

dicantumkan adalah bila komposisi diketahui secara umum, dan pada makanan

dengan luas permukaan tidak lebih dari 100 cm² (Siagian, 2002). Nama ingredien

harus spesifik, bukan generik (kecuali untuk bumbu dan tepung), misalnya lemak

(61)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999, mengatakan

bahwa penggunaan air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi

pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan.

Air atau bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama

proses pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan.

2.2.3 Berat bersih atau isi bersih pangan

Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih harus ditempatkan pada

bagian utama label. Badan POM (2004), mengatakan berat bersih atau isi bersih

adalah pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitas

atau jumlah produk pangan yang terdapat di dalam kemasan atau wadah.

Penulisan berat bersih dinyatakan dalam satuan metrik, contonya gram,

kilogram, liter atau mililiter. Untuk makanan padat dinyatakan dengan satuan

berat, sedangkan makanan cair dengan satuan volume. Untuk makanan semi

padat atau kental dinyatakan dalam satuan volume atau berat. Untuk makanan

padat dalam cairan dinyatakan dalam bobot tuntas (Siagian, 2002).

2.2.4 Nama dan alamat pabrik pangan

Keterangan yang harus dicantumkan pada bagian utama label mengenai

penulisan nama dan alamat dari importir dan distributor adalah nama kota, kode

pos, dan Indonesia. Sedangkan untuk keterangan tentang nama dan alamat pabrik

pembuat cukup dicantumkan pada bagian informasi (Badan POM 2004). Makan

impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. Nama jalan tidak perlu

dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon (Siagian, 2002).

Jika nama perusahaan yang dicantumkan bukan merupakan pabrik

(62)

menghubungkan antara nama perusahaan tersebut dengan produk yang

diperdagangkan, misalnya “dibuat untuk” (manufacture for) atau distribusikan

oleh (distributed by) (Badan POM, 2004).

2.2.5 Tanggal kedaluarsa pangan

Sebuah produk pangan harus dilengkapi dengan tanggal kedaluarsa yang

menyatakan batas atau umur pemakaian dan kelayakan pemakaian atau

penggunaan produk tersebut. Tanggal kedaluarsa adalah batas akhir suatu

pangan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang

diberikan produsen (Badan POM, 2004). Sedangkan menurut Shewfelt (2009)

mengatakan tanggal kedaluarsa adalah prediksi terbaik ahli pangan mengenai

beberapa lama pangan tersebut akan bertahan sebelum membusuk. Tanggal

kedaluarsa biasanya dibuat jatuh dalam waktu simpan berakhir, tetapi bukan

tepat pada suatu tanggal tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 mengatakan

tanggal, bulan, dan tahun kedaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label

dimana dilakukan setelah pendantuman tulisan “baik digunakan sebelum”, sesuai

dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan. Dalam hal produk

pangan yang kedaluarsanya lebih dari 3 bulan diperbolehkan untuk hanya

mencantumkan bulan dan tahun kedaluarsa saja.

Seperti yang tercantum dalam Permenkes No. 180/Menkes/1985, ada 13 jenis

makanan dan minuman yang diharuskan mencantumkan tanggal kedaluarsa,

seperti roti, makanan rendah kalori, nutrisi suplemen, coklat, kelapa, dan hasil

olahannya, minyak goreng, margarine, produk kacang, telur, saus dan kecap,

(63)

Badan POM (2004), Penulisan tanggal kedaluarsa ini harus dilakukan

oleh produsen atau pabrik yang memproduksi pangan, dimana cara pencantuman

tanggal kedaluarsa dan peringatannya dilakukan sebagai berikut :

a. Tanggal kedaluarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun untuk pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan.

b. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.

c. Tanggal kedaluarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah kaleng, bagian atas dos, dan tempat lain yang sesuai, jelas, dan mudah

terbaca, serta tidak mudah rusak atau dihapus.

d. Tanggal kedaluarsa dapat juga dicantumkan terpisah dari peringatan asal peringatan diikuti dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal

kedaluarsa, misalnya “baik digunakan sebelum tanggal, lihat bagian bawah kaleng”.

e. Jika tanggal kedaluarsa sangat tergantung dari cara penyimpanan,

petunjuk cara penyimpinan dari pangan harus ditulis pada label, sedapat

mungkin berdekatan dengan tanggal kedaluarsa.

2.2.6 Nomor pendaftaran pangan

Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib

didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik

yang diproduksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah

Indonesia, pada label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan

nomor pendaftaran pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999).

Nomor pendaftaran adalah tanda atau nomor yang diberikan oleh Badan

(64)

keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan

(Badan POM, 2004).

2.2.7 Kode produksi pangan

Kode produksi adalah kode yang dapat memberikan sekurang-kurangnya

penjelasan mengenai riwayat produksi yang bersangkutan (Badan POM, 2004).

Suatu kode produksi pangan meliputi tanggal produksi dan angka atau huruf lain

yang mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode

produksi adalah sebagai berikut susu, makanan atau minuman yang mengandung

susu, makanan bayi, makanan kalengan yang komersial, dan daging beserta hasil

olahannya (Siagian, 2002).

2.2.8 Cara penggunaan atau penyajian dan penyimpanan pangan

Suatu produk pangan akan dipengaruhi dengan cara penyimpanannya,

karena akan mempengaruhi sifat dan mutu pada produk pangan tersebut. Cara

penggunaan atau penyajian suatu produk pangan memiliki perhatian khusus

karena harus mencantumkan cara penyiapan atau penggunaannya, begitu juga

dengan cara penyimpanan produk pangan juga memiliki perhatian khusus

sebelum digunakan karena harus sesuai dengan keadaan produk pangan tersebut,

misalnya nugget harus disimpan pada tempat dingin atau beku (Badan POM,

2004).

2.2.9 Nilai gizi pangan

Nilai gizi yang dicantumkan pada label produk pangan yaitu nilai gizi

makanan yang diperkaya, nilai gizi makanan diet, dan makanan lainnya yang

(65)

protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau kadar komponen tertentu.

Untuk makanan lain, pencantumannya sukarela (Siagian, 2002).

2.2.10 Tulisan atau pernyataan khusus pada pangan

Menurut Siagian (2002) mengatakan, tulisan atau pernyataan khusus

dicantumkan untuk makanan yang berbahan tertentu yaitu pada produk sebagai

berikut:

a. Susu kental manis (perhatian, tidak cocok untuk bayi).

b. Makanan yang mengandung bahan yang berasal dari hewan, misalnya babi

(mengandung babi).

c. Makanan bayi.

d. Pemanis buatan.

e. Makanan dengan iradiasi ( radura) dan logo iradiasi. f. Makanan halal (tulisan bahasa Indonesia atau Arab). 2. 3 Klaim Pada Label Pangan

Setiap orang yang menyatakan dalam label bahwa pangan yang

diperdagangkan adalah sesuai dengan klaim tertentu bertanggung jawab atas

kebenaran klaim tersebut (Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012). Klaim pada

label pangan adalah pernyataan atau suatu gambaran yang menyatakan,

menyarankan bahwa produk pangan mengandung zat dan manfaat tertentu atau

bermanfaat terhadap kesehatan ( Badan POM, 2004). Klaim pada label pangan

harus benar, tidak menyesatkan, didukung oleh bukti ilmiah dan sesuai dengan

ketentuan peraturan.

Pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan di dalam peraturan

(66)

zat gizi dan atau zat non gizi tertentu yang bermanfaat jika di konsumsi atau tidak

dikonsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya untuk anak-anak berusia dibawah

lima tahun, kelompok lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, dan sebagainya. Yang

dimaksud bahwa pernyataan tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau

iklan apabila secara ilmiah hal tersebut dapat dipertanggung jawabkan adalah,

antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis (Peraturan Pemerintah Nomor

69 tahun 1999). Menurut FDA (Food and Drug Administration) pelabelan nutrisi

diperlukan apabila produk pangan mengandung nutrisi bahan pangan yang

ditambahkan atau apabila ada klaim nutrisi pada produk pangan tersebut pada

label atau dalam periklanannya.

Klaim yang tidak boleh di cantumkan pada label produk pangan adalah

sebagai berikut:

1. Memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi

kebutuhan semua zat gizi esensial, dan/atau

2. Memanfaatkan ketakutan konsumen

3. Menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan secara

berlebihan, dan/atau

4. Menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen lain dapat mencegah,

mengobati atau menyembuhkan penyakit.

Contoh pernyataan label pangan yang tidak benar misalnya “ mie telur” namun

kenyataannya mie tersebut tidak mengandung telur (Badan POM, 2004).

Ketentuan mengenai klaim produk pangan di Indonesia mengacu kepada

ketentuan yaitu mengenai klaim gizi dan klaim kesehatan produk yang terbagi 2

(67)

1. Klaim gizi

Klaim gizi berdasarkan (Karmini, 2004) menyatakan Pernyataan yang

secara langsung maupun implisit yang menunjukkan kandungan zat gizi dalam

pangan adalah klaim gizi. Pangan yang menyatakan sebagai sumber suatu zat

gizi yang baik (good source of a Nutrients) hanya diperbolehkan apabila pangan

mengandung zat tersebut sedikitnya 10-19% dari angka kecukupan gizi yang

dianjurkan per saji.

Bila pangan menyatakan tidak mengandung suatu zat gizi, misalnya

natrium, lemak atau kolesterol, maka kandungan suatu zat gizi tersebut harus

dalam jumlah yang tidak bermakna sebagai zat gizi. Secara alami pangan tidak

mengandung suatu zat gizi tidak perlu menyatakan tidak mengandung zat gizi

tersebut (Karmini, 2004).

Produk pangan untuk anak dibawah dua tahun dan suplemen makanan

tidak diperkenankan untuk mencantumkan klaim gizi, kecuali persentase

kecukupan vitamin dan mineral (% AKG) (Karmini, 2004).

2. Klaim kesehatan

Klaim kesehatan berdasarkan (Karmini, 2004) menyatakan hubungan

pangan atau zat yang terkandung dalam pangan dengan kesehatan. Termasuk

klaim membantu mengurangi resiko penyakit, dimana hubungan konsumsi pangan

atau zat yang terkandung dalam pangan dengan pengurangan resiko

berkembangnya suatu penyakit. Zat tersebut dapat berupa pangan atau komponen

dalam pangan, termasuk vitamin, mineral, zat bioaktif atau lainnya (Karmini,

(68)

Jika keduanya diterapkan dengan tepat maka klaim dapat membantu

konsumen dalam memilih produk pangan dikaitkan pemenuhan gizi dan

kesehatannya. Klaim gizi dan kesehatan juga dapat dijandikan sebagai salah satu

strategi pemasaran bagi produsen pangan dan merupakan nilai tambah antara

produk pangan yang satu dengan produk pangan yang lainnya.

2. 4 Acuan Label Gizi Secara Umum

Acuan label gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan

tentang kandungan gizi pada label produk pangan. Pencantuman keterangan

tentang kandungan gizi harus dinyatakan dalam presentase dari acuan label gizi.

Hasil diskusi kelompok kerja II pada Widyakarya Nasional Pangan dan

Gizi VII tahun 2004 menetapkan bahwa acuan label gizi (ALG) di buat untuk

berikut ini:

a. Makanan/pangan yang dikonsumsi untuk umum

Mengacu pada ALG pria dan wanita dewasa antara lain:

1. Energi

Kebutuhan energi yang ditentukan untuk ALG (acuan label gizi) pria dan

dewasa sampai usia lanjut berkisar antara 1600 kkal sampai 2550 kkal,

dimana nilai rata-rata dari kisaran tersebut 2031 kkal dan median 242 kkal.

Untuk AKG ditentukan 2000 kkal.

2. Zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak)

a) Karbohidrat: karbohidrat memiliki 63% kecukupan enegi atau 1260 kkal atau setara dengan 315 g karbohidrat. Untuk ALG (acuan label gizi)

(69)

1) Serat makanan 25 g dihitung berdasarkan 10-14 g serat per 1000 kalori atau bila dinyatakan sebagai serat kasar 35 g.

b) Protein: protein sebesar 12% kecukupan energi atau 240 kkal atau setara dengan 60 g protein.

c) Lemak: lemak dihitung berdasarkan perhitungan sisa energi karbohidrat dan protein yaitu 2000 – (1200 + 240) = 560 kkal atau setara dengan 62 g

lemak (sekitar 28% energi, memenuhi ketentuan 20 – 30% total energi).

Lemak jenuh ditentukan 8% dari total energi setara dengan 8 g. Untuk ALG

(acuan label gizi) kolesterol 2004 yang ditentukan masih sama dengan ALG

2003 yaitu < 200 mg per kkal.

3. Zat gizi mikro

a) ALG (acuan label gizi) kalium ditentukan dari nilai adequate intake (AI), kalium sebesar 4700 kkal.

b) ALG (acuan label gizi) natrium ditentukan dari nilai tolerable upper level intake (UL) natrium sebesar 2300 kkal.

c) ALG (acuan label gizi) asam panthotenat sebesar 7 mg (sesuai dengan referensi nilai asam panthotenat untuk dewasa).

b. Makanan untuk bayi usia 0-6 bulan.

1. ALG (acuan label gizi) protein ditentukan sesuai dengan nilai AKG (angka

kecukupan gizi). ALG (acuan label gizi) lemak (termasuk asam linoleat)

ditentukan berdasarkan komposisi dalam ASI (6,4 g per 100 kkal).

Gambar

Gambar 1. Responden mengisi kuesioner
Gambar 2. Menjelaskan  isi kuesioner kepada responden
Tabel 4.1 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun Masuk di FKM USU Medan 2015
Tabel 4.2 Distribusi Pengukuran Pengetahuan Mengenai Label Pangan Pada        Mahasiswa FKM USU Medan 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait