• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos Frenatum) Yang Dipelihara Dengan Sistem Resirkulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos Frenatum) Yang Dipelihara Dengan Sistem Resirkulasi"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 2. Bagan Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

P11 P13 P12

P22 P21 P23

P32 P31 P33

Keterangan :

Perlakuan terdiri dari 1 ekor, 3 ekor/2liter, dan 2 ekor/liter (t=3) dengan simbol P1, P2, P3 dan diulang sebanyak 3 kali (i = 1, 2 ,3) maka simbol unit-unit percobaan sebagai berikut:

P11 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 1

P12 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 2

P13 = Perlakuan P1 pada ulangan ke 3

P21 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 1

P22 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 2

P23 = Perlakuan P2 pada ulangan ke 3

P31 = Perlakuan P3 pada ulangan ke 1

P32 = Perlakuan P3 pada ulangan ke 2

(4)

Lampiran 3. Data Pengamatan Jumlah Ikan Mati (Ekor) Pada Perlakuan P1, P2 dan P3 Selama Masa Pemeliharaan

Perlakuan Ulangan Jumlah Ikan Mati Minggu Ke- (Ekor)

Total Ikan Mati

(Ekor)

Jumlah Ikan Pada Akhir Pemeliharaan 0 1 2 3 4

P1

1 0 2 0 0 0 2 10

2 0 0 0 0 0 0 12

3 0 0 0 0 0 0 12

P2

1 0 1 0 0 0 1 17

2 0 2 0 0 0 2 16

3 0 2 1 0 0 3 15

P3

1 0 2 1 0 0 2 22

2 0 2 2 0 0 4 20

(5)

Lampiran 4. Data Pengamatan Rata-Rata Pertumbuhan Panjang (cm) Ikan Redfin Pada Perlakuan P1, P2, dan P3

Perlakuan Ulangan Panjang Rata-Rata (cm) Sampling Ke-

0 1 2 3 4

P1

1 5.07 5.14 5.35 5.51 5.62

2 5.06 5.125 5.25 5.39 5.59

3 4.98 5.075 5.21 5.4 5.54

Rata-rata 5.03 5.11 5.27 5.43 5.59

P2

1 5.08 5.12 5.23 5.32 5.45

2 5.07 5.11 5.25 5.34 5.46

3 5.05 5.10 5.21 5.33 5.53

Rata-rata 5.07 5.1 5.23 5.32 5.49

P3

1 5.03 5.07 5.14 5.21 5.25

2 4.99 5.03 5.07 5.16 5.23

3 5.05 5.07 5.12 5.18 5.24

(6)

Lampiran 5. Data Pengamatan Rata-Rata Pertumbuhan Bobot (gram) Ikan Redfin Pada Perlakuan P1, P2, dan P3

Perlakuan Ulangan Bobot Rata-Rata (gram) Sampling Ke-

0 1 2 3 4

P1

1 1.03 1.09 1.12 1.21 1.4

2 1.01 1.05 1.17 1.30 1.4

3 1.03 1.05 1.15 1.33 1.48

Rata-rata 1.02 1.07 1.15 1.28 1.40

P2

1 1.04 1.05 1.08 1.17 1.26

2 1.02 1.04 1.11 1.22 1.29

3 0.99 1.03 1.1 1.21 1.29

Rata-rata 1.02 1.04 1.10 1.20 1.28

P3

1 1 1.02 1.07 1.17 1.19

2 0.99 1 1.03 1.07 1.13

3 1 1.01 1.05 1.13 1.17

(7)
(8)

Lampiran 7. Analisis Ragam Kelangsungan Hidup (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan

Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 83.33 100 100 283.33 94.44

P2 94.44 88.88 83.33 266.66 88.88

P3 91.66 83.33 75 250 83.33

Total 269.44 272.22 258.33 800 88.88

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F hitung F Tabel

0,05 1,01 Padat Tebar 185,185 2 92,593 1.440 5,14 1,52

Galat 385,802 6 64,300

Total 570,988 8

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan memperlihatkan Fhitung < Ftabel 0,05

dan 0,01 yang berarti bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan

(9)

Lampiran 8. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Panjang Harian (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan

Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 0.25 0.24 0.26 0.77 0.25

P2 0.15 0.14 0.15 0.45 0.19

P3 0.11 0.12 0.09 0.32 0.10

Total 0.52 0.51 0.51 1.55 0.56

ANOVA VAR00001

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between

Groups .033 2 .016 49.384** .000

Within Groups .002 6 .000

Total .035 8

** Berpengaruh Sangat Nyata

(10)

Lampiran 8. Lanjutan

Berdasarkan nilai Koefisien keragaman yang diperoleh (KK < 5%) maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) diperoleh

Multiple Comparisons Dependent Variable: VAR00001

Tukey HSD

Sig. 95% Confidence Interval Lower

(11)

Lampiran 9. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Berat Harian (%) Ikan Redfin Selama Masa Pemeliharaan

Ulangan

Perlakuan

1 2 3 Total Rata-rata

P1 0.51 0.81 0.73 2.04 0.78

P2 0.48 0.59 0.66 1.73 0.57

P3 0.43 0.33 0.39 1.16 0.38

Total 1.42 1.72 1.78 4.93 1.74

ANOVA

VAR00001

Sum of Squares

df Mean

Square

F.hitung F.Tabel

0,05 0,01 Between

Groups .238 2 .119 30.643** 5,14 .10,92

Within Groups .023 6 .004

Total .262 8

*Berpengaruh Sangat Nyata

Dari hasil analisis ragam yang dilakukan memperlihatkan Fhitung > Ftabel 0,01

yang berarti bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh nyata

(12)

Lampiran 9. Lanjutan

KK = KK = √KTG

Ẏ x 100% =

√0.012

1.64 x 100% = 6.55%

Berdasarkan koefisien keragaman yang diperoleh (KK < 10%) maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji Beda nyata Terkecil (BNT)

Multiple Comparisons Dependent Variable: VAR00001

Tukey HSD

Sig. 95% Confidence Interval Lower

(13)

Lampiran 10 . Foto-Foto Penelitian

Gambar 1. Aklamatisasi Ikan Uji` Gambar 2. Proses Lanjutan Aklamatisasi

Gambar 3. Adaaptasi Ikan Uji Terhadap Gambar 4, Pengukuran Nilai pH Lingkungan Sebelum Penelitian

(14)

Lampiran 10 Lanjutan

Gambar 7. pengukuran kadar DO Gambar 8. Pengukuran Berat Ikan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Bardach J.E, J.H Ryther dan W.O McLarney. 1972. Aquaculture : The Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons. New York

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan

Diansari, V.R, Arini E., Elfitasari T., 2013. Pengaruh Kepadatan Yang Berbeda Terhadap Kelulushidupan Dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Zeolit. [Jurnal]. Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 37-45

Dewatisari, W.F. 2007. Pengaruh Padat Penebaran Nauplii dengan Pakan Silase Ikan Juwi Terhadap Produk Biomassa Artemia fransiscana. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Effendi, I., H.J. Bugri., Widanarni., 2006. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy lac.) Ukuran 2 cm. [Jurnal]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor

Effendie. M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York.

Hanafiah, K.A. 2007. Rancangan Percobaan. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Handajani, H., dan Hastuti S.D. 2002. Budidaya Perairan. Bayu Media. Malang.

Kiloes, A.M. 2004. Produksi Juwana Kuda Laut (Hippocampus kuda) Pada Sistem Resirkulasi Filtrasi dengan Penambahan Amoniak dan Nitrit. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. .

(16)

frenatum). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Panjaitan, E.F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus) Bleeker. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Priatama, A. 2009. Kinerja system resirkulasi air pada pembesaran ikan redfin (Labeo errythropterus C.V.) dikolam terpal. [Skripsi]. Fakultas teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, B. 2009. Pengaruh Padat Penebaran 1, 2 Dan 3 Ekor/L Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Manvis (Pterophyllum scalare). [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sidik, A.S., Sarwono., Agustina. 2002. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Laju Nitrifikasi dalam Budidaya Ikan Sistem Resirkulasi Tertutup. [Jurnal]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia

Sumpeno, D. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Pada Padat Penebaran 15, 20, 25, dan 30 Ekor/Liter dalam Pendederan Secara Indoor dengan Sistem Resirkulasi. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suresh, A.V., dan C.K. Lin. 1992. Effect of Stocking Density on Water Quality and Production of Red Tilapia in a Recirculated Water System. Aquacultural Engineering.

Timmons, M.B., dan T. M. Losordo. 1994. Aquaculture Water Resue System : Engineering Design and Management. Elsevier Science. Amsterdam Netherland.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.

Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Aquaculture Systems. Chapman and Hall. New York.

(17)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015,

di Labolatorium Basah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain akuarium dengan

ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 9 buah, pompa air, bak fiber berbentuk

tabung dengan diameter 40 cm dan tinggi 40 cm sebagai bak filter dan bak

penampungan/tandon, Pipa outlet (keluaran air) dengan diameter 0,75 inchi, Pipa

inlet (masukan air) dengan diameter 0,5 inchi, pH meter, winkler, thermometer,

ammoniak tes kit, kertas milimeter, timbangan digital, rak kayu.

Sedangkan bahan–bahan yang digunakan antara lain ikan Redfin dengan

ukuran panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram sebanyak 162

ekor, pakan ikan hias buatan, zeolith, krikil, busa.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga

perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, yaitu :

Perlakuan 1 dengan padat tebar 1 ekor/liter (P1)

Perlakuan 2 dengan padat tebar 3 ekor/2 liter (P2)

(18)

Rancangan ini digunakan karena keragaman kondisi lingkungan, alat,

bahan dan media yang digunakan adalah homogen atau letak/posisi

masing-masing unit tidak mempengaruhi hasil-hasil percobaan, dan percobaan ini

dilakukan pada kondisi terkendali atau setiap unit percobaan secara keseluruhan

memiliki peluang yang sama besar untuk menempati akuarium percobaan atau

dapat dilihat pada bagan (Hanafiah, 2007).

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan dan Alat

Alat yang digunakan seperti akuarium, serokan dan pipa termasuk ember

peliharaan yang digunakan untuk adaptasi dicuci terlebih dahulu dengan larutan

desinfektan yang diperbolehkan bagi perikanan kemudian dibilas dengan

menggunakan air bersih. Setelah dicuci bersih alat tersebut dijemur selama 1 hari

di bawah sinar matahari. Hal ini di maksud untuk menghilangkan atau

memutuskan mata rantai bibit penyakit. Pada ikan redfin yang akan digunakan

diadaptasi terlebih dahulu selama tiga hari dalam bak pemeliharaan. Hal ini

dimaksud agar ikan tidak stres dan dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi

(19)

Teknis Pemeliharaan

Sistem Sirkulasi

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan adalah akuarium dengan

ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 9 buah dengan volume air sebanyak 12

liter dan dilengkapi dengan bak fiber sebagai bak filter dan bak penampungan

berbentuk tabung dengan diameter 40 cm dan tinggi 40 cm dengan volume air

pada bak sebanyak 25,12 liter yang dihubungkan dengan menggunakan pipa

plastik (paralon) dan kran air sebagai pengatur debit air dalam satu sistem

sirkulasi (Lampiran 1). Untuk mengalirkan air dari bak penampungan ke akuarium

digunakan pompa air. Sedangkan untuk mengalirkan air dari akuarium ke bak

penampungan dengan memanfaatkan gravitasi, dimana bak penampungan dan bak

filter diletakkkan sejajar tetapi berada posisi yang lebih rendah dari posisi

akuarium dengan perhitungan debit dari inlet dan outlet bak penampungan adalah

sama. Sehingga tidak terjadi defisit air. Media yang digunakan untuk filter yaitu

batu krikil, busa dan zeolith yang terlebih dahulu dicuci bersih dan kemudian

dijemur.

Akuarium yang akan digunakan dicuci menggunakan larutan desinfektan

kemudian dibilas dengan bersih dan di isi air bersih dan diaerasi selama 24 jam.

Kemudian media filter disusun didalam bak filter dan dilakukan pengisian ulang

air kedalam akuarium, bak penampungan, dan bak filter. Sebelum ikan ditebar,

sistem sirkulasi yang telah disusun dijalankan terlebih dahulu selama 2 hari

sehingga debit dari air inlet dan outlet sama atau stabil.

Selama penelitian atau 40 hari akan dilakukan pergantian air setinggi 3 cm

(20)

atau sebanyak 2,4 liter untuk membersihkan bak filter, bak penampungan serta

mengurangi kotoran dan menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap

sesuai dengan kualitas air yang dibutuhkan oleh ikan Redfin dan membersihkan

bak filter. Pergantian air dilakukan apabila dirasa perlu dengan mematikan pompa

terlebih dahulu selama 5 menit dengan tujuan agar amoniak dan kotoran

mengendap di dasar bak tandon, kemudian di buang dan diganti dengan air yang

baru sesuai dengan jumlah air yang dibuang.

Penebaran Ikan Uji

Ikan yang digunakan adalah ikan Redfin (E. frenatum). Sebelum ditebar,

dilakukan beberapa tahapan perlakuan/treatmen. Adapun tahapan yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Ikan dari bak pemeliharaan sementara diambil kemudian direndam dalam

larutan desinfektan bagi perikanan selama 10 menit dan diberi aerasi. Hal

tersebut bertujuan agar kuman penyakit atau bibit penyakit yang ada pada

ikan mati sehingga sewaktu penelitian ikan tidak akan terserang penyakit.

b. Selanjutnya ikan yang sudah direndam dipindahkan ke media air yang baru

dan dibiarkan hingga beberapa saat, hal ini agar ikan tidak stres.

c. Kemudian dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan di

akuarium sebagai data awal.

d. Pada tahapan akhir dilakukan pengukuran panjang dan berat ikan kemudian

dimasukkan ke dalam 9 akuarium, dengan kepadatan masing-masing 1

(21)

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan buatan (pelet ikan hias), dengan

frekuensi pemberian pakan 3 kali dalam satu hari yaitu pukul 09.00 WIB, 13.00

WIB dan 17.00 WIB dengan jumlah pemberian pakan 5% dari bobot ikan per hari.

Pengumpulan Data

Tingkat Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan uji diamati untuk mengetahui perbandingan

jumlah total ikan uji pada saat awal penebaran sampai saat akhir percobaan yang

dilakukan pada setiap perlakuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Yudhistira (2010) selama 30 hari, pengambilan sampel ikan dilakukan setiap 10

hari sekali dengan pengambilan contoh ikan secara total (sampling pada seluruh

ikan dalam akuarium disetiap perlakuan dan ulangan) kemudian jumlah ikan

dihitung setiap hari dengan melakukan pencatatan ikan yang mati. Maka dari itu

dilakukan penghitungan derajat tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate.

Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) diukur dengan menggunakan

rumus sebagai berikut (Panjaitan, 2004) :

SR =��

�0 x 100 %

Keterangan : SR = Kelangsungan hidup benih (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor)

(22)

Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Pada ikan hias ukuran panjang menjadi penentu harga ikan. Sehingga laju

pertumbuhan menjadi parameter utama dalam budidaya ikan hias. Pengukuran

panjang dilakukan setiap 10 hari. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan

kertas milimeter. Dengan mengukur seluruhnya dari jumlah ikan uji pada setiap

wadah percobaan. Pertumbuhan panjang harian dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut (Yudhistira, 2010) :

Ph = [(ln Lt – ln L0)/t] x 100%

Keterangan: Ph = Pertumbuhan panjang harian (%)

Lt = Panjang rata-rata akhir (cm)

L0 = Panjang rata-rata awal (cm)

t = Lama pemeliharaan (hari)

Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Pengukuran pertumbuhan bobot dilakukan setiap 10 hari dan dengan

mengukur seluruh ikan dari jumlah ikan uji pada setiap wadah percobaan. Laju

pertumbuhan bobot harian (α) dihitung dengan rumus (Panjaitan, 2004) :

α = [(lnWt-lnWo)/t] x 100%

keterangan: α = Laju pertumbuhan bobot harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)

(23)

Kualitas Air

Parameter kualitas air media pemeliharaan ditentukan dengan mengukur

parameter kualitas air selama penelitian yang terdiri dari parameter fisika dan

kimia yang telah ditentukan yaitu pH, Ammonia, DO, suhu. Data ini digunakan

untuk menentukan kelayakan kualitas air media pemeliharaan selama penelitian

apakah masih memenuhi baku kelayakan hidup ikan Redfin.

Pengukuran Suhu dan DO dilakukan setiap melakukan sampling

sedangkan pengukuran kandungan Ammonia dan pH dilakukan setiap 10 hari

sekali dengan menggunakan Ammonia tes kit dan PH meter. Pengukuran

ammonia dilakukan dengan mengambil sampel dari setiap perlakuan sebelum

dilakukan pergantian air.

Analisis Data

Untuk mengetahui apakah pengaruh perlakuan terhadap parameter yang

diamati berpengatuh nyata atau tidak kemudian dilakukan uji analisis ragam

(ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan 95%. Jika ada perbedaan nyata,

maka akan diuji lanjut dengan menggunakan BNJ (Beda Nyata Jujur) pada selang

kepercayaan 95% dan selanjutnya data akan disajikan dalam bentuk tabel dan

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup ikan redfin yang dipelihara dengan tingkat

kepadatan 1 ekor/liter (P1), atau 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3) selama

40 hari berkisar 83,33% - 94,45%. Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan P1

sebesar 94,45% dan nilai terendah pada perlakuan P3 81,95% atau untuk leibih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 3. Dari hasil analisis data (ANOVA) dan uji F,

diperoleh hasil bahwa pada perlakuan P1, P2, P3 menunjukkan hasil tidak

berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan redfin seperti pada

lampiran 3.

Gambar 3. Histogram Kelangsungan Hidup Ikan Redfin Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan

(25)

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa jumlah ikan mati setiap perlakuan yakni

perlakuan P1 5,6%, P2 11,2%, dan P3 16,7%.

Laju Pertumbuhan Panjang Harian

Laju pertumbuhan harian ikan mas redfin yang dipelihara selama 40 hari

pada setiap perlakuan P1, P2, P3 berturut – turut adalah 0.25%, 0.19%, dan

0.10%. Laju pertumbuhan panjang harian tertinggi terdapat pada perlakuan P1

yakni sebesar 0,25% sedangkan laju pertumbuhan panjang harian terkecil terdapat

pada P3 yaitu sebesar 0,11% seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram Laju Pertumbuhan Panjang Harian Ikan Redfin Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan

Berdasarkan pengamatan peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap

ikan redfin juga mempengaruhi kenaikan laju pertumbuhan panjang harian ikan

redfin selama masa pemeliharaan 40 hari seperti Gambar 5 di bawah ini. Grafik

menunjukkan pada setiap sampling dilakukan nilai panjang terbesar diperoleh

(26)

pada perlakuan P1 kemudian diikuti P2 dan P3 yang memiliki nilai panjang

terendah.

Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Panjang (Cm) Ikan Redfin yang Dipelihara Pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap laju pertumbuhan panjang

harian. Hasil dari uji lanjut pelakuan P1 berbeda nyata terhadap perlakuan P2 dan

P3, begitu juga dengan perlakuan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P3 untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Laju Pertumbuhan Berat Harian

Laju pertumbuhan berat harian atau laju spesifik yang dipelihara pada

tingkat kepadatan P1, P2, P3 berturut-turut adalah 0.78%, 0.57%, dan 0.38%. Laju

pertumbuhan berat harian tertinggi ada pada perlakuan P1 yaitu 0.78%, sedangkan

laju pertumbuhan berat harian terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 0.38%.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 6.

(27)

Gambar 6. Histogram Pertumbuhan Berat (gram) Ikan Redfin pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari

Berdasarkan pengamatan dan sampling yang dilakukan setiap sepuluh hari,

peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap ikan redfin mempengaruhi

laju berat harian ikan redfin selama masa pemeliharaan 40 hari seperti pada

Gambar 7 di bawah ini. Grafik menunjukkan pada setiap sampling dilakukan nilai

pertumbuhan bobot tertinggi diperoleh pada P1 kemudian diikuti perlakuan P1

dan perlakuan P3 yang memiliki nilai berat terendah.

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Berat (gram) ikan Redfin yang dipelihara Pada Setiap Perlakuan Selama 40 Hari.

(28)

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian atau

pertumbuhan spesifik ikan redfin dan berdasakan uji lanjut pelakuan P1 berbeda

nyata terhadap perlakuan P3, tetapi perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan

perlakuan P2 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Kualitas Air

Terjadi penurunan beberapa parameter kualitas air seperti kandungan pH,

amoniak, dan oksigen terlarut karena meningkatnya padat penebaran ikan redfin

dalam wadah pemeliharaan. Namun pada parameter kualitas air pH, suhu, kadar

amoniak adalah sama pada setip perlakuan seperti pada Tabel 1. Hal ini

dikarenakan wadah pemeliharaan ikan redfin terhubung antara satu akuarium

dengan akuarium lainnya dalam satu sistem resirkulasi.

Tabel 1. Data Kualitas Air Selama Pemeliharaan

(29)

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan selama adalah pakan buatan (pelet ikan hias)

dengan jumlah 5% dari berat tubuh ikan dan frekuensi pemberian pakan 3 kali

dalam satu hari yakni pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Berikut adalah jumlah

pemberian pakan selama 40 hari penelitian.

Perlakuan Ulangan Total pakan pada sampling ke- (gram) Total pakan (gram)

0 1 2 3 4

P1

1 6,24 5,5 5,6 6 7 30,34

2 6 6,24 7,08 7,8 8,4 35,52

3 6,24 6,24 6,72 8,04 9,6 36,84

P2

1 9,36 8,84 9,35 9,86 10,71 48,12

2 9 8,32 8,8 9,6 10.08 45,8

3 9 8 8,25 9 9,6 43,85

P3

1 12 11,22 11,13 12,76 13,2 60,31

2 12 11 10,2 10,2 11,2 54,6

3 12 10,71 9,88 10,64 10,44 53,67

(30)

Pembahasan

Kematian ikan terjadi adalah akibat dari persaingan yang timbul dari

tingkat kepadatan yang tinggi sehingga kepadatan menjadi faktor pembatas

terhadap kelangsungan hidup ikan redfin. Hal ini dapat juga terjadi karena

perlakuan pada padat tebar tertinggi telah melampaui daya dukung perairan. Daya

dukung merupakan kemampuan suatu perairan untuk dapat mendukung kehidupan

biota dalam perairan tanpa menambah atau mengurangi biomassanya. Peningkatan

padat penebaran akan mengganggu tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang

pada akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Selama penelitian terjadi kematian pada beberapa ekor ikan pada beberapa

perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hal ini terjadi hari

pertama hingga hari ke empat puluh. Hal tersebut diduga karena stres akibat

pemindahan ikan dan padat penebaran. Persaingan ruang gerak mengakibatkan

banyak ikan redfin, terutama pada perlakuan 2 ekor/liter, saling berkelahi satu

sama lain. Perkelahian ini biasanya akan menyebabkan satu dua ekor ikan mati

pada keesokan harinya. Ikan yang mati tersebut memiliki tubuh yang tidak utuh

seperti kehilangan perutnya, matanya maupun ekornya.

Nilai kualitas air mempengaruhi terhadap kematian ikan, menurut Murtejo

(2010) ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan tingkat

kesadahan 2 - 15 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 23 - 26°C, sementara para

penelitian yang dilakukan nilai kualitas air yaitu ph 6.7-7.3, suhu 280C -300C

sehingga terjadi kematian pada awal penelitian dimana ikan masih mengalami

proses adaptasi terhadap lingkungan baru dapat dilihat pada lampiran 6 terjadi

(31)

Sebagaimana makhluk hidup lainnya ikan membutuhkan lingkungan yang

nyaman agar dapat hidup sehat. Kualitas air merupakan faktor utama yang

mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan dari segala jenis ikan.

Murtejo (2010) menyatakan bahwa ikan redfin dapat tumbuh mencapai panjang

14 - 15 cm. Ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan nilai DO

berkisar antara 4,5 – 6,5 mg/l , dan suhu berkisar 23 - 30°C.

Pada parameter DO, pH, terjadi penurunan sedangkan pada parameter

amoniak terjadi peningkatan di setip perlakuan padat penebaran atau dapat dilihat

pada Lampiran 6. Berdasarkan pengukuran kualitas air media pemliharaan, nilai

DO selama pemeliharaan berkisar antara 5,6-7,0 mg/L. nilai DO 7,0 mg/L hanya

terdapat pada awal pemeliharaan kemudian terus turun hingga di akhir

pemeliharaan nilai DO terendah yaitu 5,6 mg/L terdapat pada perlakuan P3 dan

terjadi pada minggu terakhir pengamatan. Demikian halnya dengan nilai pH, nilai

tetinggi 7,3 pada awal penelitian kemudian turun hingga 6,7. Hasil pengukuran

nilai pH pada setiap perlakuan adalah sama hal ini disebabkan akuarium sebagai

wadah pemeliharaan terhubung antara satu dengan lain yang mengakibatkan air

media sebagai media pemeliharaan dari setiap perlakuan tercampur satu dengan

lainnya. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 6.

Pada parameter amoniak terjadi peningkatan nilai. Nilai terendah hanya

terdapat pada awal penelitian kemudian terus meningkat hingga 0,01 mg/L pada

akhir penelitian. Hasil dari pengukuran amoniak juga menunjukkan kadar

amoniak dari setiap perlakuan selama pemeliharaan adalah sama. Sedangkan hasil

pengukuran suhu selama pemeliharaan pada kisaran 28 – 300C. Pada parameter

(32)

tidak ada perubahan suhu drastis selama pemeliharaan. Hal tersebut disebabkan

pemeliharaan dilakukan pada ruangan atau pada lingkungan yang terkontrol. Hasil

pengukuran suhu juga menunjukkan nilai yang sama pada setiap perlakuan. Suhu

juga merupakan salah satu paremeter yang menentukan keberhasilan budidaya

ikan redfin, hal ini disebabkan ikan merupakan hewan berdarah dingin. Suhu yang

tinggi juga dapat menyebabkan meningkatnya laju metabolisme ikan redfin yang

meningkatkan intensitas pembuangan kotoran sehingga kandungan oksigen

menurun.

Sistem filterasi membantu menjaga kualitas air dengan baik dan adanya

pergerakan air dari wadah pemeliharaan ke wadah filterasi kemudian dialirkan

lagi ke wadah pemeliharaan telah menyuplai oksigen. Menurut Handajani dan

Hastuti (2002), Prinsip resirkulasi ditujukan untuk meningkatkan oksigen terlarut,

mengurangi karbondioksida, ammonia dan limbah organik yang dihasilkan ikan.

Dengan prinsip ini, kualitas air akan tetap baik untuk kehidupan ikan dan air tidak

perlu diganti dalam waktu 3 bulan, kecuali bila dianggap perlu. Sistem ini cocok

digunakan pada dibudidaya ikan secara intensif terutama di daerah dengan lahan

dan air terbatas. Kegunaan sistem resirkulasi adalah untuk menghemat air, dan

mempermudah pengontrolan lingkungan budidaya. Filter di dalam sistem ini

berfungsi mekanis untuk menjernihkan air dan berfungsi biologis untuk

menetralisasi senyawa amoniak yang toksik menjadi senyawa nitrat yang kurang

toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi

Kotoran dari ikan redfin dan sisa pakan ikan akan diuraikan oleh bakteri

nitrosomoas menjadi nitrit dimana prosesnya membutuhkan oksigen sehingga

(33)

Menurut Sidik, dkk (2002). Berhasil tidaknya budidaya ikan di dalam sistem

resirkulasi tertutup sangat ditentukan oleh baik tidaknya fungsi nitrifikasi di dalam

sistem tersebut. Menurut Wills (1993) dalam Sumpeno (2005) penggunaan zeolit

dalam sistem resirkulasi dapat mengurangi ammonia terlarut di dalam air. Zeolit

adalah alumina-silikat (SiO4 dan AlO4) dengan struktur kerangka berpori yang

berisi kation dan molekul air. Dalam sistem resirkulasi, peranan zeolit sangat

penting sebagai absorban, yang mengikat sejumlah molekul dan gas yang

berbahaya dalam perairan budidaya (misalnya ammonia). Selain disebabkan oleh

amoniak penurunn kadar oksigen juga disebabkan oleh proses respirasi dari ikan

redfin tersebut. Perlakuan padat tebar yang berbeda juga mengakibatkan

kebutuhan oksigen di setiap wadah pemeliharaan berbeda-beda pula. Menurut

Goddard (1996) dalam penelitian Yudhistira (2010) kualitas air menurun seiring

peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan.

Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian

pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi.

Padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan,

kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat

ditinggkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi.

Nilai kelangsungan hidup ikan redfin pada akhir penelitian berkisar antara

75% - 83,33%, berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa padat tebar ikan

redfin P1, P2 dan P3 yang dipelihara selama 40 hari tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan laju pertumbuhan bobot

harian, dan juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup

(34)

padat tebar hingga perlakuan P3 tidak menurunkan laju pertumbuhan panjang

harian dan laju pertumbuhan bobot harian ikan redfin. Pada penelitian ini tingkat

kelangsungan hidup, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat

tebar ikan hingga kepadatan 2 ekor/liter tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap kelangsungan hidup ikan redfin. Tingkat kelangsungan hidup ikan redfin

selama masa pemeliharaan yakni berkisar antara 83,33% - 94,4%. Kematian ikan

ini diduga akibat ikan stres karena kurang baiknya penanganan ikan pada awal

melakukan pemeliharaan. Pada penelitian sebelumnya oleh Ginting (2014) dengan

menggunakan ikan maskoki (Carassius auratus) perlakuan padat penebaran juga

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan uji.

Menurut Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat

penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap

ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan

fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup

mengalami penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya

stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan

energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan

menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau

terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan

selanjutnya terjadi kematian.

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu

waktu (Effendie, 2002). Laju pertumbuhan panjang harian tertinggi dan

pertumbuhan bobot harian tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu berturut –

(35)

pertumbuhan berat terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 0.11%. dan 0.39%.

Berdasarkan uji lanjut menunjukkan bahwa pelakuan P1 berbeda nyata dengan

perlakuan P3. Pertambahan panjang ikan redfin diiringi dengan pertambahan berat

ikan tersebut atau laju pertumbuhan panjang harian berbanding lurus dengan

pertumbuhan berat harian ikan redfin dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran

9. Semakin besar nilai koefisien keragaman panjang (p>0,05) maka dalam

populasi tersebut ukuran antar individu akan semakin beragam. Keseragaman

ukuran ikan dalam suatu populasi sangat penting karena apabila terjadi keragaman

yang tinggi maka kompetisi akan semakin tinggi pula dalam hal ini kompetisi

perebutan ruang gerak.

Penurunan nilai laju pertumbuhan panjang harian, pertumbuhan panjang

mutlak dan nilai koefisien keragaman ikan yang tinggi diduga karena ruang gerak

ikan yang semakin sempit dengan meningkatnya padat penebaran. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan Wedemeyer (1996), peningkatan padat penebaran akan

mengganggu tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat

menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rata-rata ikan yang mati

adalah ikan yang berukuran kecil karena adanya perkelahian dengan ikan yang

berukuran lebih besar dalam perebutan ruang gerak. Sehingga ikan yang lebih

besar akan mendominasi ikan yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan ikan yang

berukuran kecil menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga pertumbuhan

panjang mutlak ikan menurun dan koefisien keragamannya tinggi.

Jumlah pakan yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama atau

homogen yakni 5% dari bobot tubuh ikan redfin setiap harinya. Hal tersebut

(36)

jumlah pakan yang umum diberikan bagi ikan redfin adalah 3-5% dari bobot

tubuh. Pertumbuhan akan semakin cepat jika makanan yang diberikan sesuai

kebutuhan ikan, sedangkan jika pakan diberikan secara berlebih ke dalam wadah

pemeliharaan akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Kandungan gizi dalam

pakan ikan juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pakan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pakan buatan yang biasa digunakan oleh pembudidaya ikan

hias. Pakan yang diberikan adalah pakan dari dari jenis yang sama dan merek

dagang yang sama pada tiap perlakuan.

Kualitas air media budidaya dipengaruhi oleh kandungan amoniak

didalamnya. Penurunan kualitas air hiangga berada di bawah batas layak bagi

budidaya ikan redfin akan menyebabkan ikan stress yang kemudian dapat

mengganggu laju pertumbuhan ikan. Penurunan kualitas air juga dapat disebabkan

karena pemberian jumlah pakan yang berlebih yang menyebabkan pakan tersisa

dan tidak termakan oleh ikan. Pakan yang tersisa akan terakumulasi menjadi racun

dan toksik bagi ikan budidaya karena adanya proses penguraian bahan organik

dimana proses tersebut dilakukan bakteri anaerob yang menggunakan oksigen

terlarut dalam air untuk membantu proses dekomposisi. Menurut Sumpeno (2005)

meningkatnya konsentrasi ammonia selain disebabkan oleh semakin tingginya

padat penebaran, juga dipengaruhi oleh waktu (masa) pemeliharaan sampai

dengan periode tertentu. Sedangkan menurut Barus (2004) keseimbangan

amonium dan ammonia di dalam air sangat dipengaruhi oleh nilai pH air. Semakin

tinggi nilai pH akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi ammonia yang

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis ragam perlakuan P1 (1 ekor/liter), P2 (2 ekor/3liter), dan

P3 (3 ekor/liter) memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan

panjang harian, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan bobot harian dan kelangsungan hidup ikan redfin yang

dipelihara selama 40 hari.

2. Berdasarkan hasil Uji lanjut perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan P2

dan P3 sehingga diperoleh perlakuan terbaik adalah P1 karena memiliki nilai

laju pertumbuhan panjang tertinggi dan berdasarkan lanjut P1 berbeda nyata

dengan P3 dimana perlakuan P1 memiliki laju pertumbuhan berat harian

sebesar 0.78% dan laju pertumbuhan panjang harian sebesar 0,25%.

Sedangkan kelangsungan hidup pada perlakuan P1, P2 dan P3 berkisar

83,33% - 94,45%. Sehingga padat tebar optimum pemeliharaan ikan redfin

adalah 1 ekor/liter.

Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada ukuran yang lebih kecil atau

(38)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum)

Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi

dari Redfin adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Subfamily : Bilateria

Genus : Epalzeorhynchos

Species : Epalzeorhynchos frenatum

Ikan Redfin adalah salah satu ikan hias yang memilki tingkat permintaan

tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Habitat Ikan Redfin adalah di bagian

tengah dan dasar perairan. Ikan ini berasal dari daratan Asia Tenggara, yaitu

berasal dari Sungai Mengkong di Thailand.

(39)

Ikan Redfin memiliki ciri mulut yang tajam ke depan dan sepasang sungut

pada bagian depan mulutnya, tubuhnya berwarna ungu coklat kehitaman

kadang-kadang bervariasi dengan warna violet. Siripnya berwarna orange kemerahan

hingga merah, terdapat garis hitam dari bagian operkulum hingga bagian mulut

terdepan (Murtejo, 2010).

Kemampuan reproduksi redfin bisa mencapai 1000 butir telur. Induk

jantan dan betina agak sulit dibedakan, namun bentuk tubuh yang agak gemuk dan

sedikit panjang biasanya adalah betina, sedangkan yang jantan biasanya agak

pendek dan langsing pada bagian perutnya. Ikan redfin termasuk jenis ikan yang

agresif. Tempat pemeliharaannya memerlukan tempat persembunyian dan

menginginkan lingkungan yang mempunyai ph mendekati normal antara 6.5 - 7.5

dengan kesadahan lunak maksimum 1o serta suhu 24oC – 28oC

(Priatama, 2009).

Sedangkan menurut Murtejo (2010) Ikan ini dapat tumbuh mencapai

panjang 14 - 15 cm. Ikan Redfin hidup pada pH 6.2 - 7.5 (optimum 7.0), dengan

tingkat kesadahan 2 - 15 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 23 - 26°C. Ikan

Redfin menyukai jenis makanan berupa alga, pelet, sayuran, bayam, tubifex,

dapnia dan serangga kecil. Ikan Redfin jantan dan betina dapat dibedakan

berdasarkan melihat ciri morfologisnya, yaitu pada ikan jantan memiliki tanda

hitam dibagian sirip anal dan memiliki bentuk tubuh cenderung lebih ramping

sedangkan pada ikan betina tidak memiliki tanda hitam pada bagian sirip anal dan

tubuhnya cenderung lebih terlihat gemuk dibandingkan jantan. Ikan ini memiliki

sifat agresif atau teritori dalam mendapatkan makanan sehingga tingkat kompetisi

(40)

Padat Penebaran

Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar

persatuan luas atau volume wadah pemeliharaan (Effendi, 2004). Menurut

Bardach, dkk. (1972) tingkat padat penebaran akan mempengaruhi keagresifan

ikan. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah akan lebih agresif,

sedang ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat

pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa

metabolisme yang terakumulasi dalam media air.

Padat penebaran berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan.

Menurut Hepher dan Pruginin (1981) yang diacu oleh Effendi, dkk. (2006)

peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing

crop) dan pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (carrying capacity).

Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan kepadatan harus disesuaikan

dengan daya dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying

capacity antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan

lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan

disertai dengan peningkatan hasil (produksi) Effendi, dkk. (2006).

Menurut Suresh dan Lin (1992) bahwa kualitas air menurun seiring

peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan.

Namun jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian

pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi.

Padat penebaran dan pertukaran air akan sangat mempengaruhi pertumbuhan,

kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan. Oksigen yang semakin berkurang dapat

(41)

Dalam penelitian Yudhistira (2010) dikatakan bahwa sampai saat ini,

pendederan ikan redfin masih dilakukan secara tradisional dan tidak terkontrol

sehingga produksi yang dilakukan belum optimal. Berdasarkan hasil survey

kepada petani redfin didaerah Sawangan, Depok, petani biasanya menggunakan

kepadatan 2 ekor/l dalam pendederan ikan redfin dari ukuran 3/4 inchi ke ukuran

1,5 inchi dalam kurun waktu 1 bulan. Dari pendederan ini didapatkan

kelangsungan hidup sebesar 80 - 90 %.

Sistem Resirkulasi

Resirkulasi merupakan sistem aliran air yang mengalir secara terus

menerus dalam sebuah wadah pemeliharaan, terdapat filtrasi sebagai penyaring

kotoran/limbah, dan menggunakan pompa sebagai energi penggerak (Sumpeno,

2005). Prinsip resirkulasi ditujukan untuk meningkatkan oksigen terlarut,

mengurangi karbondioksida, ammonia dan limbah organik yang dihasilkan ikan.

Dengan prinsip ini, kualitas air akan tetap baik untuk kehidupan ikan dan air tidak

perlu diganti dalam waktu 3 bulan, kecuali bila dianggap perlu. Sistem ini cocok

digunakan pada dibudidaya ikan secara intensif terutama di daerah dengan lahan

dan air terbatas. Kegunaan sistem resirkulasi adalah untuk menghemat air, dan

mempermudah pengontrolan lingkungan budidaya (Handajani dan Hastuti, 2002).

Sistem budidaya resirkulasi termasuk sistem budidaya intensif. Sistem ini

memanfaatkan ulang air yang sudah digunakan dengan meresirkulasinya melewati

sebuah filter, sehingga sistem ini bersifat hemat air (Sidik 1996). Filter di dalam

sistem ini berfungsi mekanis untuk menjernihkan air dan berfungsi biologis untuk

(42)

toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi (Spotte 1979). Berhasil tidaknya

budidaya ikan di dalam sistem resirkulasi tertutup sangat ditentukan oleh baik

tidaknya fungsi nitrifikasi di dalam sistem tersebut (Sidik, dkk., 2002).

Sistem resirkulasi terdiri dari beberapa bagian, yaitu filter mekanis

(mechanical treatment), filter fisik, dan filter biologi (Handajani dan Hastuti,

2002). Filter Mekanik adalah untuk menurunkan turbiditas di air yang disebabkan

oleh mikroroganisme dan partikel lain, untuk menurunkan tingat koloid organik,

dan untuk menyingkirkan detritus dari filter biologi (Spotte, 1970 dalam Kiloes,

2004). Menurut Stickney (1979) diacu oleh Kiloes (2004) mengatakan, proses

yang terjadi dalam filter biologi adalah proses nitrifikasi dari ammonia menjadi

nitrat.

Menurut Wills (1993) diacu oleh Sumpeno (2005) penggunaan zeolit

dalam sistem resirkulasi dapat mengurangi ammonia terlarut di dalam air. Zeolit

adalah alumina-silikat (SiO4 dan AlO4) dengan struktur kerangka berpori yang

berisi kation dan molekul air. Dalam sistem resirkulasi, peranan zeolit sangat

penting sebagai absorban, yang mengikat sejumlah molekul dan gas yang

berbahaya dalam perairan budidaya (misalnya ammonia).

Menurut Tanjung (1994) diacu oleh Diansari (2013) sistem resirkulasi

adalah salah satu jawaban untuk menjaga kualitas air tetap optimal selama

pemeliharaan ikan di dalam wadah tertutup. Resirkulasi adalah sistem yang

menggunakan air secara terus-menerus dengan cara diputar untuk dibersihkan di

dalam filter kemudian di alirkan kembali ke wadah budidaya. Memelihara ikan

(43)

organik (feses, sisa pakan), anorganik (ammonia, nitrit, nitrat) yang terlarut dan

terbatasnya oksigen terlarut.

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu

waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah pertambahan jumlah.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang digolongkan menjadi dua

bagian yang besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya

adalah faktor yan sukar di kontrol seperti keturunan sex, umur, parasit dan

penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan

suhu (Effendie, 2002)

Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan

mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang

pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga

pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami

penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres,

bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan

energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan

menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau

terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan

selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh

menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan

(44)

Menurut Kimball (1994) diacu Dewatisari (2007), pertumbuhan dapat

dirumuskan sebagai perubahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu.

pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana dengan peningkatan

jumlah sel-selnya, dan juga dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan jumlah

dan ukuran sel. Pada organisme agar pertumbuhan dapat terjadi maka laju sintesis

molekul yang kompleks dari organism itu misalnya protein harus melebihi proses

perombakan. Artinya harus ada tambahan molekul organik (asam amino, asam

lemak, gliserol, dan glikosa yang diambil dari lingkungannya.

Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari

seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendie, 2002). Menurut

Hepher dan Pruginin (1981) diacu oleh Setiawan 2009, tingkat kelangsungan

hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan

tertentu. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan

budidaya dan interaksi ikan. Peningkatan padat penebaran akan menggangu

proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya

dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologi ikan. Akibat lanjut dari proses

tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan

hidup. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara

(45)

Kualitas Air

Sebagaimana makhluk hidup lainnya ikan membutuhkan lingkungan yang

nyaman agar dapat hidup sehat. Kualitas air merupakan faktor utama yang

mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan dari segala jenis ikan

Menurut Effendie (2002) ada banyak parameter fisika dan kimia kualitas air yang

mempengaruhi antara lain;

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yaitu sebagai controling factor

yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Ikan

merupakan hewan berdarah dingin poikilothermal, yakni suhu tubuh dipengaruhi

suhu lingkungan habitatnya sehingga metabolisme tergantung dari suhu

lingkungannya (Panjaitan, 2004). Peningkatan Suhu dapat menyebabkan

peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya

mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar

10○C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme

akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan

penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering tidak

mampu mempengaruhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk

melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga

menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba

(Effendi, 2003). Meningkatnya suhu air dan aktivitas metabolisme mengakibatkan

DO menurun dan dapat akhirnya menyebabkan kematian pada ikan Redfin,

sehingga perlu dilakukan pengaturan tingkat kepadatan ikan Redfin agar tetap

(46)

Oksigen Terlarut

Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut

berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran

(mixing), dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,

dan limbah (effluent) yang mencemari air.

pH (Potensial of Hidrogen)

Air merupakan kombinasi dari hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan

perbandingan dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Atom-atom tersebut

membentuk muatan atau ion, yaitu ion H+ dan ion OH- . nilai pH meupakan

perbandingan dari ion ion tersebut. Bila perbandingannya seimbang maka air

dikatakan netral. Bila ion H+ lebih besar dibandingkan dengan OH- maka air

dikatakan asam. Sementara bila dibalikkan maka air dikatakan basa. Nilai

maksimal untuk derajat keasaman adalah 14. Skala pH dalam Logaritmik.

Artinya, setiap satu unit yang terhitung meripakan 10x perubahan konsentrasi ion.

Oleh karena itu, kalau terjadi sedikit perubahan pada nilai pH maka hal itu terjadi

perubahan yang sangat besar terhadap perbedaan kandungan ion (Priatama, 2009).

Kondisi air yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan

membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat

rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion

Aluminium. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi ammonia

yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Mackereth, dkk.

(47)

karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol.

Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah

kadar karbondioksida bebas.

Ammonia

Penguraian zat nutrisi dari sumber makanan yaitu protein dan lemak

menjadi masalah dalam perairan terutama protein yang berupa amonium dan

ammonia. Keseimbangan amonium dan ammonia di dalam air sangat dipengaruhi

oleh nilai pH air. Semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan meningkatnya

konsentrasi ammonia yang bersifat toksik bagi perairan (Barus, 2004).

Menurut Sumpeno (2005) meningkatnya konsentrasi ammonia selain

disebabkan oleh semakin tingginya padat penebaran, juga dipengaruhi oleh waktu

(masa) pemeliharaan sampai dengan periode tertentu. Terjadinya penurunan

kualitas air akibat melimpahnya kandungan ammonia dalam wadah budidaya

dapat membahayakan organisme budidaya, karena bersifat toksik. Adanya sistem

resirkulasi dapat membantu menjaga kualitas air dengan baik dengan filtrasi,

(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha perikanan Indonesia sudah sejak lama berlangsung dan terus

berkembang hingga saat ini. Bisnis perikanan yang cukup berkembang adalah

bisnis ikan hias yang mulai menunjukkan peningkatan cukup signifikan.

Sebagaimana terungkap dalam salah satu seminar Indonesia Fish, Indonesia telah

menjadi eksportir ikan hias sejak tahun 1970. Dengan pasar Singapura dan

Hongkong, mencapai nilai ekspor sekitar US$ 100.000 setahun. Sejauh ini, devisa

ikan hias tertinggi adalah US$ 12 juta pada tahun 2002 ( Murtejo, 2008).

Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai

ekonomis tinggi dan merupakan salah satu komoditas ekspor di Indonesia. Pada

umumnya ikan hias masih diproduksi oleh petani dengan skala kecil. Ada banyak

jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh petani ikan hias di Indonesia. Salah

satunya adalah ikan Redfin (E. frenatum).

Ikan hias akan memiliki harga yang lebih tinggi jika memiliki ukuran panjang

yang lebih besar atau penampilan yang menarik. Untuk memenuhi permintaan

pasar, maka budidaya dengan teknologi dan manajemen yang baik sangat

diperlukan agar memperoleh hasil yang memuaskan. Salah satunya adalah dengan

melakukan pembudidayaan ikan intensif (buatan dengan perlakuan khusus) untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas benih ikan Redfin (E. frenatum). Usaha

budidaya ikan Redfin dapat dikelompokkan menjadi usaha pembenihan dan

pembesaran. Pembudidayaan ikan intensif dapat dilakukan dengan meningkatkan

(49)

Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah

laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya akan dapat menurunkan

kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Akibat lanjut dari proses tesebut adalah

penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup

mengalami penurunan. Sehingga peningkatan padat penebaran harus sesuai

dengan daya dukung (Setiawan, 2009).

Ikan Redfin (E. frenatum) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang

populer dipelihara dalam akuarium air tawar. Ikan ini juga dikenal dengan nama

ruby shark, red-fin shark, red-finned shark, rainbow sharkminnow, green

fringelip labeo, whitefin shark dan whitetail sharkminnow. Ikan Redfin adalah

salah satu komoditas ikan hias air tawar yang sudah dibudidayakan secara

komersial (Yudhistira, 2010).

Meningkatnya padat penebaran tentu akan menurunkan kualitas air media

pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air budidaya dilakukan dengan menerapkan

sistem resirkulasi air media pemeliharaan dalam budidaya. Sistem resirkulasi

adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air

yang dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu

dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan (Timmons dan Lososordo, 1994).

Dengan menerapkan sistem resirkulasi maka limbah atau amoniak yang akan

dihasilkan oleh ikan di dalam wadah pemeliharaan akan dialirkan ke wadah filter

(treatment) untuk disaring dan diserap secara mekanis dan biologis oleh

bahan-bahan yang terdapat dalam wadah pemeliharaan. Sistem resirkulasi akan

membawa air dari Outlet filter dengan kualitas air yang lebih baik. Sehingga perlu

(50)

(E. frenatum) dengan sistem resirkulasi agar mendapatkan hasil produksi yang

maksimal.

Perumusan Masalah

Ikan Redfin (E. frenatum) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang

populer dipelihara dalam akuarium air tawar dan memiliki nilai ekonomis tinggi

dan merupakan salah satu komoditas ekspor di Indonesia. Untuk mendapatkan

hasil yang maksimum maka dilakukan budidaya intensif yaitu dengan padat

penebaran.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi

antara lain:

1. Apakah sistem resirkulasi air pada wadah pemeliharaan dapat

mengoptimalkan padat penebaran IkanRedfin (E. frenatum)?

2. Berapakah padat penebaran optimal benih ikan Ikan Redfin (E. frenatum)

pada sistem resirkulasi?

Kerangka Pemikiran

Mengoptimalkan padat penebaran benih Ikan Redfin (E. frenatum) sangat

diperlukan untuk mengimbangi permintaan pasar yang tinggi. Dengan bantuan

sistem resirkulasi dapat meningkatkan padat penebaran ikan dan tanpa menggangu

pertumbuhan optimum Ikan Redfin (E. frenatum). Dari beberapa Penelitian yang

telah dilakukan dinyatakan bahwa padat penebaran dengan sistem resirkulasi

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan hias.

Sistem resirkulasi dapat mengubah atau memperbaiki kualitas air dalam

wadah pemeliharaan menjadi lebih baik. Sistem resirkulasi dapat meningkatkan

(51)

Amoniak (NH3) yang merupakan salah satu parameter utama dalam budidaya

perikanan. Permintaan pasar ikan hias yang tinggi mengakibatkan perlu

dilakukannya budidaya intensif. Sehingga perlu juga dilakukan penelitian

terhadap padat tebar optimum benih Ikan Redfin (E. frenatum). Secara ringkas,

kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Permintaan Pasar

Ikan Hias Tinggi

Budidaya

Ikan Hias

Intensif Ekstensif

Mengoptimalkan Padat Penebaran

Penambahan Hormon

Sistem Resirkulasi

Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

(52)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneilitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh padat penebaran Ikan Redfin (E. frenatum)

dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan

(bobot dan panjang mutlak) serta kelangsungan hidup.

2. Menentukan padat tebar optimum dalam pemeliharaan Ikan Redfin

(E. frenatum) yang dipelihara dalam sistem resirkulasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani

budidaya ikan redfin dan pecinta ikan hias tentang padat penebaran optimum ikan

redfin dengan sistem resirkulasi, serta untuk menambah informasi tentang

pengaruh padat penebaran terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup

(53)

ABSTRAK

REWALDY I SIREGAR. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh ERIYUSNI dan INDRA LESMANA

Ikan redfin adalah satu diantara jenis ikan hias yang diminati. Budidaya intensif dapat dilakukan dengan mengoptimalkan padat penebaran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh padat penebaran ikan Redfin (E. frenatum) dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan serta kelangsungan hidup dan menentukan padat tebar optimum dengan panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram. Ikan redfin yang digunakan sebanyak 162 ekor dan wadah pemeliharaan yang digunakan adalah 9 akuarium ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm dengan volume air 12 liter setiap akuarium, yang disusun dalam satu sistem resirkulasi dan dilengkapi dengan bak filter dan bak penampung berbentuk tabung. Parameter yang diamati adalah: kelangsungan hidup, laju pertumbuhan. Metode yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan padat tebar 1 ekor/liter (P1), 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3). Perlakuan P1 menunjukkan laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terbaik. P3 menunjukkan pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terendah. Padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian namun tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji Tukey menunjukkan perlakuan P3 dan P2 berbeda nyata dengan P1.

(54)

ABSTRACT

REWALDY I SIREGAR. Effect of Stocking density on the growth rate of Redfin fish (Epalzeorhynchos frenatum) that was maintained in recirculation system. Under academic supervision by ERIYUSNI and INDRA LESMANA.

Redfin fish is one of an interesting ornamental fish. Intensive cultivation can be done by optimizing the stocking density. This reasearch aims to determine the effect of stocking density of redfin fish (E. frenatum), with water recirculation system maintenance media on the growth and survival rate, and determine the optimum stocking density with an average length is 5,04 cm and an average weight is 1,01 gram. Redfin are used as much as 162 fishes and maintenance container used are 9 aquariums with size 40 cm x 20 cm x 20 cm and the volume water are 12 liters each aquarium have, which are arranged in a recirculation system and is equipped with a filter and sump basin tubular. The parameters observed during 40 days of observation are: survival and growth rate, and the daily of length and weight growth. During the observed, fish are given an artificial feed as much as 5% of body weight per day. Feeding frequency are 3 times a day which are at 09.00, 13.00, and 17.00 WIB. The method used is Completely Randomized Design with the treatment of stocking density 1 fish/liter (P1), 3 fish/2liter (P2), and 2 fish/liter (P3). Treatment P1 shows the best of daily length and weight growth. Treatment P3 shows the lowest of daily length and weight growth. Stocking density significantly affected on the daily length and weight growth rate, but did not significantly affect on survival rate. Tukey result has showed that the treatment P2 dan P3 significantly different from P1.

(55)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

REWALDY I SIREGAR 100302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(56)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

SKRIPSI

REWALDY I SIREGAR 100302077

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(57)

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP LAJU

PERTUMBUHAN IKAN REDFIN (Epalzeorhynchos frenatum)

YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

SKRIPSI

REWALDY I SIREGAR 100302077

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(58)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin

(Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem

Resirkulasi

Nama : Rewaldy I Siregar

NIM : 100302077

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Dr. Eriyusni, M.Sc Indra Lesmana, S.Pi, M,Si Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui :

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

(59)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rewaldy I Siregar

Nim : 100302077

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju

Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan

Sistem Resirkulasi” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber

data infoemasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

Medan, Agustus 2015

(60)

ABSTRAK

REWALDY I SIREGAR. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh ERIYUSNI dan INDRA LESMANA

Ikan redfin adalah satu diantara jenis ikan hias yang diminati. Budidaya intensif dapat dilakukan dengan mengoptimalkan padat penebaran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh padat penebaran ikan Redfin (E. frenatum) dengan sistem resirkulasi air media pemeliharaan terhadap pertumbuhan serta kelangsungan hidup dan menentukan padat tebar optimum dengan panjang rata-rata 5,04 cm dan bobot rata-rata 1,01 gram. Ikan redfin yang digunakan sebanyak 162 ekor dan wadah pemeliharaan yang digunakan adalah 9 akuarium ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm dengan volume air 12 liter setiap akuarium, yang disusun dalam satu sistem resirkulasi dan dilengkapi dengan bak filter dan bak penampung berbentuk tabung. Parameter yang diamati adalah: kelangsungan hidup, laju pertumbuhan. Metode yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan padat tebar 1 ekor/liter (P1), 3 ekor/2 liter (P2) dan 2 ekor/liter (P3). Perlakuan P1 menunjukkan laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terbaik. P3 menunjukkan pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian terendah. Padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang harian dan pertumbuhan bobot harian namun tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji Tukey menunjukkan perlakuan P3 dan P2 berbeda nyata dengan P1.

(61)

ABSTRACT

REWALDY I SIREGAR. Effect of Stocking density on the growth rate of Redfin fish (Epalzeorhynchos frenatum) that was maintained in recirculation system. Under academic supervision by ERIYUSNI and INDRA LESMANA.

Redfin fish is one of an interesting ornamental fish. Intensive cultivation can be done by optimizing the stocking density. This reasearch aims to determine the effect of stocking density of redfin fish (E. frenatum), with water recirculation system maintenance media on the growth and survival rate, and determine the optimum stocking density with an average length is 5,04 cm and an average weight is 1,01 gram. Redfin are used as much as 162 fishes and maintenance container used are 9 aquariums with size 40 cm x 20 cm x 20 cm and the volume water are 12 liters each aquarium have, which are arranged in a recirculation system and is equipped with a filter and sump basin tubular. The parameters observed during 40 days of observation are: survival and growth rate, and the daily of length and weight growth. During the observed, fish are given an artificial feed as much as 5% of body weight per day. Feeding frequency are 3 times a day which are at 09.00, 13.00, and 17.00 WIB. The method used is Completely Randomized Design with the treatment of stocking density 1 fish/liter (P1), 3 fish/2liter (P2), and 2 fish/liter (P3). Treatment P1 shows the best of daily length and weight growth. Treatment P3 shows the lowest of daily length and weight growth. Stocking density significantly affected on the daily length and weight growth rate, but did not significantly affect on survival rate. Tukey result has showed that the treatment P2 dan P3 significantly different from P1.

Gambar

Gambar 1. Aklamatisasi Ikan Uji`
Gambar 8. Pengukuran Berat Ikan
Gambar  3. Histogram Kelangsungan Hidup Ikan Redfin Pada Setiap Perlakuan Selama Pengamatan
Gambar 4. Histogram Laju Pertumbuhan Panjang Harian Ikan  Redfin Pada Setiap Perlakuan  Selama Pengamatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan maskoki ( Carrasius auratus ) serta untuk menentukan padat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Nitrobacter dengan sistem padat tebar tinggi terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang dan pertumbuhan bobot

Pengaruh Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Ikan Maskoki ( Carassius auratu ) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi.. Program Studi Manajemen Sumberdaya

This reasearch aims to determine the effect of stocking density of redfin fish (E. frenatum), with water recirculation system maintenance media on the growth and survival rate,

Perlu dilakukan penelitian lanjutan ukuran benih ikan patin yang lebih kecil atau dengan perlakuan di bawah 1 ekor/liter untuk mengetahui apakah pada tingkat padat penebaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa padat tebar yang berbeda pada sistem resirkulasi dengan debit air 0,1 L.detik -1 tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh padat tebar terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan maskoki (Carrasius auratus) serta untuk menentukan padat

Berdasarkan pengamatan dan sampling yang dilakukan, peningkatan padat penebaran yang diberikan terhadap ikan patin mempengaruhi laju bobot ikan patin selama masa