PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
(Kasus: Pemukim Pinggiran Rel Kereta Api)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
OLEH :
DEBORA E. PANGGABEAN 3122131002
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
iii ABSTRAK
DEBORA E. PANGGABEAN (3122131002). Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mayarakat terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan pada Juni 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim dipinggiran rel kereta api di Kota Medan. Penentuan wilayah sampel didasarkan pada Tekhnik Purposive Sampling, sehingga diperoleh sampel 3 Kecamatan dengan jumlah KK sebanyak 822 KK. Responden ditetapkan sebesar 15% dari jumlah KK yang berada di 3 Kecamatan tersebut sebanyak 123 KK. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan menyebarkan angket kepada responden. Tekhnik analisis data yang digunakan yakni teknik deskriptif kualitatif.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ... ii
ABSTRAK ... iii A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
B. Penelitian yang Relevan ... 19
C. Kerangka Berpikir ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 23
B. Populasi dan Sampel ... 23
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 26
viii BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Kondisi Fisik... 28 B. Kondisi Non Fisik ... 32
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 51 B. Pembahasan... 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 59 B. Saran ... 59
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Penentuan Sampel Penelitian………... 63
2. Lembar Angket Penelitian………...65
3. Lembar Persepsi Masyarakat………...67
x
DAFTAR TABEL
1. Penentuan sampel penelitian 24
2. Distribusi luas wilayah kecamatan Medan Belawan 28
3. Distribusi luas wilayah kecamatan Medan Labuhan 30
4. Distribusi luas wilayah Kecamatan Medan Barat 31
5. Distribusi Jumlah penduduk Kecamatan Medan Belawan 32
6. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin 33
7. Komposisi penduduk menurut usia 34
8. Komposisi penduduk menurut agama 35
9. Komposisi penduduk menurut suku 36
10. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan 36
11. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian 37
12. Distribusi jumlah penduduk kecamatan Medan labuhan 38
13. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin 38
14. Komposisi penduduk menurut umur 39
15. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian 40
16. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan 40
17. Sarana pendukung pendidikan 41
18. Jumlah potensi kecamatan Medan Labuhan 41
19. Fasilitas peribadatan 42
20. Fasilitas Kesehatan 43
21. Distribusi jumlah penduduk kecamatan Medan Barat 44
22. Komposisi menurut jenis kelamin 44
23. Komposisi menurut umur 45
24. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian 46
25. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan 48
26. Komposisi penduduk menurut agama 48
27. Komposisi penduduk menurut suku 49
28. Sarana pendidikan 49
29. Sarana Kesehatan 50
30. Tingkat pendidikan formal responden 51
31. Jenis pekerjaan responden 52
xi
33. Persepsi masyarakat berdasarkan wilayah 53
34. Persepsi masyarakat berdasarkan pendidikan 54
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan UU No. 26 Th 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ruang
adalah wadah meliputi ruang dataran, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu
kesatuan wilayah. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik direncanakan maupun tidak. Ruang sebagai salah satu sumber daya
alam didalam mengenal batas wilayah, tetapi kalau ruang dikaitkan dengan
pengaturannya harus jelas batas, fungsi dan sistemnya adalah satu kesatuan.
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidaklah terbatas. Jika pemanfaatan
ruang tidak teratur dengan baik, kemungkinan besar terjadi pemborosan
pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang, oleh karena itu diperlukan
penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya.
Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas
wilayah kota. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, maka strategi dan arahan kebijakan struktur dan pola
ruang wilayah nasional dijabarkan kedalam RTRW Kota Medan Tahun
2011-2031. RTRW Kota Medan tahun 2011-2031 memuat:
a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota Medan;
b. Rencana struktur ruang wilayah kota Medan yang meliputi sistem pusat dan
2
c. Rencana pola ruang wilayah kota Medan yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya;
d. Penetapan kawasan strategis kota;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang terdiri dari indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
RTRW Kota Medan sebagai wujud penataan ruang kota adalah suatu
mekanisme yang berkaitan dengan masalah perkembangan dan perubahan, karena
pada hakekatnya perencanaan kota merupakan instrumen bagi “pengelolaan”
perkembangan dan perubahan tersebut. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Dalam kawasan
perkotaan, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah mengenai
permukiman.
Peraturan Daerah tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 mengenai
kawasan budidaya, kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
diluar dari kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian atau
3
tahun 2007 tentang penataan ruang menjelaskan tentang perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan ditandai dengan
kemanfaatan lahan melalui pola tata guna lahan, baik tata guna lahan urban pada
kawasan perkotaan maupun lahan rural pada kawasan pedesaaan, dimana pada
kenyataannya kehidupan yang ada pada suatu perkotaan tidak dalam konstan atau
tetap dalam bentuk monumental yang statis, tetapi tumbuh, tenggelam dan
berkembang secara dinamis. Dengan adanya pertumbuhan perkotaan secara
dinamis tersebut, maka pola pergeseran dan perubahan tataguna lahan juga
tumbuh dan berkembang secara dinamis pula. Pertumbuhan dan perkembangan
penggunaan lahan kota sebagai akibat pertambahan penduduk yang selalu
meningkat, pada gilirannya telah mengakibatkan peningkatan permintaan atas
tanah di kota dengan sangat kuat, untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal dan
keterbatasan lahan bagi masyarakat untuk kebutuhan perumahan menyebabkan
mahalnya harga tanah untuk permukiman sehingga sebagian masyarakat tidak
dapat tertampung secara layak. Keadaan yang demikian mendorong memunculkan
permukiman liar. Permukiman tersebut tidak teratur, padat dan sempit bahkan
tidak sedikit masyarakat yang menggunakan lahan-lahan kosong milik negara atau
lahan yang tidak jelas kepemilikannya dan membentuk permukiman liar
(squatter) di pinggir kota-kota besar sehingga membuat kondisi kota menjadi
4
lahan kosong seperti dipinggiran rel kereta api yang seharusnya tidak layak untuk
dijadikan tempat bermukim.
Berdasarkan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 pasal 37 menyatakan
bahwa jalur sempadan jalan rel kereta api ditetapkan pada kawasan sisi kiri dan
kanan rel kereta api dengan jarak sekurang-kurangnya 18 meter. Sejalan dengan
itu, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
dijelaskan bahwa Penyediaan RTH pada garis sempadan rel kereta api merupakan
RTH yang memiliki fungsi utama untuk membatasi interaksi antara kegiatan
masyarakat dengan jalan rel kereta api.
Hal ini berkaitan dengan peraturan Garis Sempadan, menjelaskan bahwa
garis sempadan adalah garis batas luar pengamanan yang ditarik pada jarak
tertentu sejajar dengan jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran,
kaki tanggul, tepi danau, tepi waduk, tepi mata air, tepi sungai pasang surut, tepi
pantai, jaringan tenaga listrik, pipa minyak, pipa gas dan cerobong pembakaran
gas (flare stack) yang merupakan batas antara bagian kaveling/pekarangan/lahan
yang disebut daerah sempadan yang boleh dan yang tidak boleh didirikan
bangunan/dilaksanakannya kegiatan. Demikian juga dengan garis sempadan rel
kereta api adalah kawasan sepanjang jalan rel kereta api yang dibatasi oleh batas
luar daerah milik jalan dan daerah manfaat jalan. Untuk itu, seseorang dilarang
untuk mendirikan bangunan di sekitar garis sempadan rel kereta api yaitu garis
batas luar pengamanan rel tanpa izin dari pejabat pemerintahan yang berwenang
5
Kawasan permukiman seperti ini berkembang di luar kendali kebijakan
dan sistem penataan ruang kawasan perkotaan. Oleh sebab itu, keberadaan
permukiman ini tidak didukung dengan fasilitas yang memadai. Sarana dan
prasarana yang ada dibangun secara spontan oleh warga, itupun jauh di bawah
Standar Nasional Indonesia (SNI). Minimnya pengetahuan masyarakat juga
menjadi faktor pendukung untuk membangun permukiman pada kawasan yang
bukan semestinya. Sedangkan untuk mendirikan suatu permukiman pemerintah
telah membuatkan berbagai macam aturan yang masuk dalam Peraturan Daerah
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan dijabarkan melalui RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031.
Menurut Budihardjo (1984) kondisi permukiman di daerah pinggiran kota
secara fisik menunjukkan gejala yang kurang baik dan kurang sehat dari segi
lingkungan yang lebih dikarenakan faktor kemiskinan, dimana penyisihan sebagai
penghasilan untuk perbaikan kondisi permukiman dan lingkungannya masih
dirasakan cukup berat, karena itu masalah permukiman selalu menimbulkan
pertanyaan, yaitu apakah ada kepentingan umum yang terlihat dalam penentuan
lokasi tanah untuk permukiman? Dengan menyatakan bahwa lokasi yang ditunjuk
adalah daerah pemukiman untuk kepentingan umum. Maka secara hukum dapat
dilakukan pembebasan tanah dari pemilik semula, tentunya saja dengan
penggantian kerugian.
Guna menjaga keseimbangan pertumbuhan fisik kota serta aspek-aspek
kehidupan yang lainnya, masyarakat berperan sekali dalam pembangunan dengan
6
tersebut baik untuk mereka, maka mereka dapat menentukan sikapnya, serta
perlu adanya suatu pedoman yang dapat mengendalikan serta mengarahkan
perkembangan fisik lingkungan kawasan, agar pemahaman masyarakat terhadap
peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat optimal
dan tepat sasaran serta lebih operasional di lapangan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bertambahnya
jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan lahan yang tersedia untuk
permukiman, (2) Perubahan fisik kota seharusnya memenuhi aturan yang ada agar
dapat diarahkan melalui RTRW Kota Medan, namun pada kenyataannya
perubahan penggunaan lahan yang terjadi cepat seringkali fungsi dan alat
pengarah pembangunan itu tidak efektif dan tidak sesuai dengan Perda No. 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, (3) Minimnya pengetahuan masyarakat
menjadi faktor pendukung untuk membangun permukiman pada kawasan yang
bukan semestinya, padahal pemerintah sudah membuat peraturan daerah tentang
RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terlalu meluasnya masalah yang akan dibahas pada penelitian
ini, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah persepsi
masyarakat terhadap RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 mengenai kriteria
7
D. Perumusan Masalah
Sejalan dengan pembatasan masalah, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap
RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap RTRW Kota
Medan Tahun 2011-2031.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan gambaran dan informasi serta pemahaman kepada
masyarakat dan pembaca mengenai RTRW Kota Medan.
2. Memberikan pengetahuan yang jelas kepada penulis dan semua
masyarakat tentang penggunaan lahan untuk kawasan permukiman sesuai
dengan peraturan daerah yang berlaku.
3. Menambah wawasan bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah dalam
59 BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat yang tinggal
dipermukiman pinggiran rel kereta api sebagian besar (55,3%) tidak
menerima/tidak mendukung aturan tentang jarak antara letak hunian dengan garis
sempadan rel kereta api yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Medan pasal 37 tentang kawasan lindung, menyatakan bahwa “jalur sempadan
jalan rel kereta api ditetapkan pada kawasan sisi kiri dan kanan rel kereta api
dengan jarak sekurang-kurangnya 18 meter”. Jika dilihat dari aspek wilayah,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan masyarakat yang tinggal dipermukiman
pinggiran rel kereta api tidak mendukung/tidak menerima rencana tata ruang
wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada masyarakat yang bermukim dipinggiran rel kereta api perlu
ditingkatkan kesadaran oleh pihak tata ruang dengan memberi pengarahan
serta informasi mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah mengacu kepada
kriteria kawasan permukiman dan peraturan sempadan jalan rel kereta api
kepada masyarakat agar bisa diterima dengan baik sehingga dapat
60
2. Pemerintah diharapkan memberikan bantuan langsung kepada pemukim
pinggiran rel kereta api dengan mendirikan rumah susun sebagai tempat
tinggal bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan harga yang
terjangkau sesuai dengan pendapatan mereka, agar mereka tidak lagi
61
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo. 1984. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung : Offset Alumni.
Hutabarat. 2013 “Analisis Faktor Penyebab Permukiman Kumuh Di Kecamatan Medan Denai” Skripsi; Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Irwan. 2010. Persepsi Masyarakat Terhadap Tata Guna Lahan di Kecamatan Medan Polonia. Skripsi. Medan Repository USU
Lubis. 2010. Kajian karakteristik pemukim kumuh dan liar di kecamatan Medan Denai”Skripsi; Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Mulyana, Rahmat. 2013. Merancang Permukiman Sehat dan Berwawasan Lingkungan. Medan : UNIMED Press
Rakhmat, Jalauddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya.
Sadyohutomo, Mulyono. 2009. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung : Bumi Aksara.
Sjafari, Agus. 2014. Kemiskinan dan Pemberdayaan Kelompok. Penerbit : Graha Ilmu.
Sugiharto. 2008. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah. Medan : USU Press.
Shafrida. 2014. Proses Spasial Permukiman Liar di Sempadan Rel Kereta Api Kota Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Syahpin, Rosita. 2012. Persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka hijau. Skripsi. Medan: jurusan Geografi FIS-UNIMED
62
Yudhinurcahyo. 2012. Kajian Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Umum Tata Ruang Kota Kendal. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Yusdahniar. 2013. Persepsi dan akses masyarakat terhadap taman sebagai ruang terbuka hijau di Kota Medan. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 Tentang RTRW Kota Medantahun
2011-2031
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Garis Sempadan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.