• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI PELATIHAN DENGAN STRATEGI MASTERY LEARNING DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI PELATIHAN DENGAN STRATEGI MASTERY LEARNING DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI

PELATIHAN DENGAN STRATEGI MASTERY LEARNING

DI SMK NEGERI 2 PEMATANGSIANTAR

TESIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Pada Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh

Suyandi Sinaga

NIM. 8146132058

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Berkat

dan Rahmat Nya, sehingga peneliti dapat merampungkan tesis ini. Penghargaan

dan terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Dr. Sukarman Purba, M.Pd selaku Pembimbing I dan Dr. Nathanael

Sitanggang, ST., M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan

memberi petunjuk dalam penyusunan tesis ini.

2. Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan. Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa S2 bagi peneliti sehingga

dapat menuntut ilmu kepengawasan di Program Pascasarjana Unimed.

3. Rektor Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan

menimba ilmu di Program Pascasarjana sampai peneliti menyelesaikan tesis

ini untuk memenuhi prasyarat memperoleh gelar Magister Pendidikan.

4. Direktur Pascasarjana Unimed yang telah memberikan fasilitas belajar

maupun fasilitas administrasi selama mengikuti perkuliahan di Program

Pascasarjana Unimed.

5. Dr. Darwin, M.Pd selaku ketua Prodi Administrasi Pendidikan dan

Dr.Sukarman Purba, M.Pd selaku sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan

Program Pascasarjana Unimed yang telah memberikan arahan dan

memotivasi selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

6. Tim Penguji/Narasumber Prof. Dr. Sayful Sagala, M.Pd.; Dr. Yasaratodo

Wau, M.Pd.; Dr. Saut Purba, M.Pd. yang telah memberikan saran konstruktif

(6)

iv

7. Seluruh Dosen dan staf di Program Pascasarjana Unimed yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk penyususan tesis ini.

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar; Kabid Pendidikan

Menengah yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di kota

Pematangsiantar.

9. Drs. Jhonni Panggabean dan Drs. Alfonso Hutabarat sebagai pengawas

pendidikan Kota Pematangsiantar yang telah membantu dalam melaksanakan

penelitian ini.

10. Drs. Mansur Sinaga, Kepala SMK N 2 Pematangsiantar; yang telah

memberikan izin, waktu, dan tempat penelitian terhadap guru teknik

pemesinan di SMK N 2 Pematangsiantar.

11. Seluruh Guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar yang telah memberi

motivasi dan semangat. Secara khusus Guru-guru Teknik Pemesinan SMK N

2 Pematangsiantar yang telah membantu sebagai subjek penelitian.

12. Istri tercinta Asteria Kurniawati Dawolo,M.Si., serta anak-anak tersayang

Sebastian Igo Buala Sinaga dan Reinhard Agustinus Sinaga yang telah

mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang yang sangat memotivasi.

13. Seluruh teman-teman AP Kepengawasan angkatan 2, 3 dan 4 serta semua

pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan tesis ini

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh

dari kesempurnaan akan tetapi dapatlah kiranya ada beberapa hal yang dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Pematangsiantar, Nopember 2016

Peneliti

(7)

v

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESI TINDAKAN ... 16

A. Kajian Teoretis ... 16

1. Kompetensi Guru Membuat Proposal PTK ... 16

2. Penelitian Tindakan Kelas ... 17

3. Pelatihan ... 39

4. Strategi Mastery Learning... 48

(8)

vi

H. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Hasil Penelitian ... 76

1. Deskripsi Hasil Siklus I ... 77

2. Deskripsi Hasil Siklus II ... 106

B. Pembahasan ... 126

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 130

A. Kesimpulan ... 130

B. Implikasi ... 130

C. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Sistematika dan Komponen Proposal PTK ... 23

Tabel 2.2 Kegiatan Instruktur dan Peserta Pelatihan dengan

strategi Mastery Learning ... 52

Tabel 3.1 Jadwal dan Perencanaan Penelitian ... 58

Tabel 3.2 Tahapan Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah dengan

Menerapkan Strategi Mastery Learning ... 61

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kegiatan Instruktur dan Peserta Pelatihan

Strategi Mastery Learning ... 70

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Daftar Cocok/Checklist Kemampuan Guru

Menyusun Proposal PTK ... 71

Tabel 3.5 Kategori Nilai ... 73

Tabel 3.6 Persentase Capaian Kompetensi Guru Membuat Proposal PTK ... 75

Tabel 4.1 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Merumuskan Judul

PTK Siklus I ... 88

Tabel 4.2 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun BAB I PTK

Siklus I ... 88

Tabel 4.3 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB I PTK Siklus I ... 89

Tabel 4.4 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus I ... 89

Tabel 4.5 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus I ... 90

Tabel 4.6 Observasi Terhadap Instruktur Melaksanakan Pelatihan dengan

Strategi Mastery Learning Siklus I ... 90

Tabel 4.7 Skor dan Nilai Respon Guru Terhadap Program Pelatihan Siklus I ... 91

(10)

viii

dan Kemampuan Guru Membuat Proposal PTK pada Siklus I ... 100

Tabel 4.9 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Merumuskan Judul

PTK Siklus II ... 116

Tabel 4.10 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun BAB I PTK

Siklus II ... 117

Tabel 4.11 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB I PTK Siklus II ... 117

Tabel 4.12 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus II ... 118

Tabel 4.13 Persentase Capaian kemampuan Peserta Pelatihan Menyusun

BAB II PTK Siklus II ... 118

Tabel 4.14 Observasi Terhadap Instruktur Melaksanakan Pelatihan dengan

Strategi Mastery Learning Siklus II ... 119

Tabel 4.15 Skor dan Nilai Respon Guru Terhadap Program Pelatihan Siklus II .. 120

Tabel 4.16 Perbandingan Kemapuan Awal Guru Membuat Proposal PTK dan Kemampuan Guru Membuat Proposal PTK pada Siklus I

dan Siklus II ... 122

Tabel 4.17 Peningkatan Capaian Kegiatan Instruktur Melaksanakan

Pelatihan dengan Strategi Mastery Learning ... 123

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Jadwal Pelatihan ... 139

Lampiran 2 Daftar Absensi Peserta Pelatihan ... 142

Lampiran 3 Rencana Kegiatan Pelatihan ... 151

Lampiran 4 Instrumen Penelitian ... 177

Lampiran 5 Data Hasil Penelitian ... 194

Lampiran 6 Foto Kegiatan Pelatihan ... 211

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam menghadapi era

globalisasi secara total pada tahun 2020 menjadi suatu tantangan sekaligus

peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja asing

dalam memperoleh dan mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Tenaga kerja

yang terampil adalah tenaga kerja yang mampu melaksanakan pekerjaan sesuai

dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang

terampil sesuai dengan bidang-bidang tertentu pada level menengah dilakukan

melalui pendidikan kejuruan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan kejuruan

merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama

untuk bekerja dalam bidang tertentu”.

Menurut House Committee on educational and labour dalam Hamalik

(2004:24), pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat,

pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada

dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan

pendidikan kejuruan yang bertanggung jawab untuk menciptakan sumber daya

manusia yang memilliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian, sehingga

lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja.

(13)

2

adalah sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia

produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada dan

dunia usaha lainnya sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan

kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya; (2) menyiapkan peserta didik

agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di

lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian

yang diminatinya; (3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik

secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (4)

membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan

program keahlian yang dipilih.

Dalam penyelenggaraannya SMK berbeda dengan SMA. SMK merupakan

pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki

lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional (Atmodiwiryo, 2011:17).

Terdapat tiga karakteristik utama SMK yang perlu diperhatikan dalam

penyelenggaraannya, yaitu: (1) penekanan pada ranah psikomotorik; (2) sesuai

dengan perkembangan teknologi; dan (3) orientasi pada bidang kerja (Sonhaji

dalam Djatmiko, 2012:5). Kriteria keberhasilan SMK berbeda dengan SMA. Pada

SMK kriteria keberhasilan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda, yaitu (1)

aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah di

orientasikan ke persyaratan dunia kerja; dan (2) keberhasilan atau penampilan

lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro dalam

Sukandi, 2011: 62). Oleh karena itu SMK harus mampu memberi pengalaman

(14)

3

menguasai kompetensi produktif secara tajam dan mendalam, dan menguasai

kompetensi-kompetensi lainnya agar mereka mampu memasuki lapangan kerja

secara profesional.

Pengalaman belajar siswa di SMK diperoleh melalui proses pembelajaran

yang bermutu. Hal ini ditegaskan oleh Djojonegoro dalam Ambarita dan

Pangaribuan (2013:120) bahwa mutu pendidikan dapat ditinjau dari segi proses

dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dari segi proses jika proses

pembelajaran berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami

pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dari segi produk jika

mempunyai salah satu ciri – ciri sebagai berikut : (1) peserta didik menunjukkan

penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus

dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan; (2) hasil pendidikan sesuai

dengan kebutuhan peserta didik; (3) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan

tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja.

Mutu pendidikan SMK pada hakikatnya adalah bagaimana pembelajaran

yang dilakukan guru di kelas berlangsung secara bermutu dan bermakna.

Meningkatkan mutu pembelajaran, perlu dilakukan melalui perbaikan dalam

proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang bermutu adalah

pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta didik.

Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah dapat belajar sesuatu yang baru

dan berguna bagi masa depannya. Melalui proses pembelajaran yang bermutu

diletakkan fondasi pemahaman tentang berbagai pengetahuan yang sesuai dengan

kebutuhan, yang menjadi dasar pengembangan komponen–komponen

(15)

4

penerapan manajemen mutu terpadu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor

manusia (guru, siswa, kepala Sekolah dan staf administrasi), faktor prosedur atau

sistem dan faktor materi (program), faktor peralatan dan lingkungan.

Guru merupakan faktor manusia yang mempengaruhi proses pembelajaran

yang bermutu. Guru adalah faktor pertama dan utama yang menentukan mutu

pendidikan, di tangan gurulah indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan,

yakni pembelajaran yang baik sekaligus bernilai sebagai pemberdayaan

kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didik. Prasyarat utama

yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang menjamin

optimalisasi hasil pembelajaran ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan

kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya.

Guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah serta tugas tambahan yang releven dengan fungsi sekolah/ madrasah

(Permenpanrb No. 16 Tahun 2009). Guru adalah pendidik profesional

berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional dibidang pembelajaran/

bimbingan dan tugas tertentu. Guru profesional melaksanakan tugas berdasarkan

keahlian yang dimilikinya sehingga dapat melakukan proses pendidikan yang

bermutu. Guru yang profesional adalah yang guru memiliki kompetensi.

Kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau

melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan

sikap kerja. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni

(16)

5

kompetensi profesional (Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar

kualifikasi akademik dan kompetensi guru).

Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada bulan November 2015 untuk

mengukur kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional menunjukkan

bahwa rata-rata nilai nilai UKG secara nasional 53,02 . Provinsi Sumatera Utara

berada pada urutan ke 20 dari 34 provinsi yang mengikuti UKG guru dengan

rata nilai UKG 48,98, selanjutnya Nilai UKG di Kota Pematangsiantar

rata-rata dibawah 55 , dan SMK Negeri 2 Pematangsiantar rata-rata-rata-rata nilai UKG 53,52.

Dari hasil UKG tersebut menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru secara nasional dan secara khusus di SMK Negeri 2

Pematangsiantar masih di bawah standar.

Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru harus senantiasa

ditingkatkan secara berkelanjutan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas

proses pembelajaran secara berkesinambungan dan terus menerus. Peningkatan

kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang

dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan reflektif yang dilakukan oleh

guru. Tindakan reflektif merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengevaluasi

kegiatan proses pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam

melakukan tindakan reflektif adalah dengan melakukan penelitian dalam proses

pembelajaran di dalam kelas. Dengan penelitian yang dilakukan oleh guru di

dalam kelas diharapkan dapat memecahkan persoalan-persoalan pembelajaran dan

(17)

6

Kemampuan guru meneliti akan meningkatkan kemampuan atau

kompetensinya dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hal ini sejalan

dengan pendapat Kunandar (2012:25) yang menyatakan bahwa kemampuan guru

untuk meneliti akan meningkatkan kinerja dalam profesinya sebagai pendidik.

Selanjutnya Suprihatiningrum (2013:203) menyatakan bahwa salah satu upaya

yang dapat dilakukan dalam peningkatan mutu guru adalah melakukan penelitian

tindakan kelas dengan membuat karya tulis ilmiah (KTI). Penelitian dilakukan

untuk mengetahui lebih dalam tentang perilaku siswa, gaya belajar, dan segala

sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Seorang guru dituntut

menjadi pendidik yang lebih baik dengan melakukan penelitian di dalam kelas.

Penelitian dapat dilakukan oleh guru dalam kegiatan proses pembelajaran

di dalam kelas yang sedang berlangsung. Penelitian yang dilakukan oleh Guru di

dalam kelas dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kunandar

(2012:27) berpendapat bahwa dengan PTK kekurangan atau kelemahan yang

terjadi dalam proses belajar mengajar dapat teridentifikasi dan terdeteksi, untuk

selanjutnya dicari solusi yang tepat. Penelitian Tindakan Kelas diyakini dapat

mendorong dan memastikan terjadinya pemecahan masalah dan menghasilkan

perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran di kelas. Yaumi dan Damopolii

(2014:1) menyatakan penelitian tindakan dimaksudkan untuk menguji praktik

pendidikan secara sistematis dan hati-hati dengan menggunakan teknik tertentu

berdasarkan asumsi bahwa penyelenggaraan pendidikan akan menjadi semakin

baik jika dilakukan kajian mendalam untuk mencari solusi terhadap masalah yang

(18)

7

didorong untuk memeriksa dan menilai pekerjaan yang dihasilkan dan kemudian

saling membantu dan bekerjasama dalam pengembangan profesi.

Kusumah dan Dwitagama (2012: 1-6) menyatakan bahwa dewasa ini

banyak guru yang belum melakukan PTK di dalam proses pembelajarannya.

Padahal banyak masalah yang timbul pada saat proses pembelajaran berlangsung

yang dapat dijadikan tulisan dalam bentuk PTK. Beberapa faktor yang

menyebabkan guru belum melakukan PTK adalah sebagai berikut: (1) guru

kurang memahami profesi guru; (2) guru malas membaca; (3) guru malas menulis;

(4) guru kurang sensitif terhadap waktu; (5) guru terjebak ke dalam rutinitas kerja;

(6) guru kurang kreatif dan inovatif; (7) guru malas meneliti; (8) guru kurang

memahami PTK.

Studi pendahuluan tentang PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar

ditemukan bahwa hanya 5 orang guru telah melakukan PTK dari total 103 orang

guru. Artinya hanya 4,85% dari total jumlah guru yang sudah dan pernah

melakukan PTK. Faktor-faktor yang menyebabkan guru belum melakukan PTK di

atas juga dialami oleh guru-guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Hasil

wawancara sementara yang dilakukan terhadap guru-guru di SMK Negeri 2

Pematangsiantar akan rendahnya PTK yang dibuat oleh guru disebabkan oleh

berbagai kendala yang dihadapi diantaranya adalah rendahnya motivasi,

rendahnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, besarnya biaya yang

dibutuhkan, tidak tersedianya panduan penulisan PTK, kurangnya kepercayaan

diri dalam menulis PTK, menjadi faktor penghambat untuk membuat dan

(19)

8

Untuk mengatasi masalah kemampuan guru dalam membuat dan

melaksanakan PTK, perlu pembinaan dalam bentuk supervisi. Supervisi

pendidikan dilakukan oleh supervisor seperti pengawas sekolah dan kepala

sekolah. Keberadaan pengawas sekolah memegang peranan penting dalam

membina dan mengembangkan kemampuan profesional tenaga pendidik/ guru,

kepala sekolah dan staf sekolah lainnya agar sekolah yang dibinanya dapat

meningkatkan mutu pendidikan. Kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh

seorang pengawas sekolah terdiri atas pemantauan, penilaian,

pelatihan/pembimbingan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah

(Sudjana, 2012:6). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

kemampuan guru dalam membuat dan melaksanakan PTK adalah dengan cara

mengadakan pelatihan. Pelatihan pada dasarnya bermakna sebagai upaya yang

dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kinerja (Pribadi, 2014:2).

Beberapa pelatihan pernah diadakan dan diikuti oleh guru untuk

peningkatan kemampuannya dalam membuat dan melaksanakan PTK seperti

Pelatihan PLPG, Workshop, Lecture/ Ceramah, dll, Namun pelatihan tersebut

belum memberikan pengaruh yang berarti dalam peningkatan kemampuan guru

membuat PTK. Fauzi (2011: 9) menyebutkan beberapa penyebabnya pelatihan

yang tidak memberikan pengaruh adalah karena metode yang digunakan lebih

banyak ceramah, peserta cenderung didudukkan sebagai obyek pelatihan, peserta

pasif (mendengarkan, mencatat, dan bertanya untuk klarifikasi), waktu pelatihan

(20)

9

Pelatihan bagi guru sebagai proses pembelajaran harus dibangun atas

perspektif pembelajaran orang dewasa (andragogi). Guru merupakan orang

dewasa sebagai peserta pembelajaran dalam pelatihan. Beberapa asumsi tentang

pembelajar orang dewasa (Knowles dalam Kaswan, 2013:39) yaitu: (1) orang

dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka seharusnya

mempelajari sesuatu; (2) pembelajar orang dewasa mengarahkan dirinya sendiri;

(3) pembelajar orang dewasa memiliki banyak pengalaman yang digunakan

sebagai dasar pembelajaran yang baru; (4) orang dewasa memasuki pengalaman

belajar dengan orientasi belajar berbasis masalah, tugas atau kehidupan; (5)

pembelajaran orang dewasa benar-benar praktis. Orang dewasa datang untuk

belajar agar dapat melaksanakan tugas, memecahkan masalah, atau mencapai

kepuasan hidup yang lebih tinggi; dan (6) orang dewasa termotivasi untuk belajar

oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Penelitian yang dilakukan oleh Obidiegwu dan Ajibare pada tahun 2007

yang membahas teori belajar tuntas Bloom dan implikasinya pada pendidikan

orang dewasa. Penelitian ini mencatat bahwa pelajar dewasa memiliki

karakteristik khas yang harus diperhatikan ketika memfasilitasi mereka untuk

belajar agar memungkinkan peserta didik dewasa mencapai penguasaan materi

pelajaran. hal Ini membahas prosedur teori belajar penguasaan Bloom yang

didasarkan pada premis bahwa peserta didik dapat belajar ketika diberikan kondisi

yang sesuai dengan situasi mereka. Hubungan antara prestasi, waktu, konsep diri

dan motivasi seperti yang dibahas oleh Bloom berhubungan dengan karakteristik

(21)

10

pelatihan, pendidikan seumur hidup, pendidikan untuk semua dan oleh karena itu

dianjurkan untuk pendidikan orang dewasa.

Penelitian yang dilakukan oleh Dongoran pada tahun 2015 terhadap guru

matematika SMK di Kabupaten Aceh Selatan,yang menyimpulkan bahwa

kemampuan guru matematika SMK menganalisis butir soal dapat ditingkatkan

melalui penerapan supervisi akademik teknik pelatihan. Peningkatan tersebut

dibuktikan dengan pencapaian nilai indikator keberhasilan peserta pelatihan pada

siklus II. Sebelum pelatihan dimulai rata – rata kemampuan peserta pelatihan

dalam menganlisis butir soal sangat rendah, yaitu 8,52. Nilai rata – rata tersebut

meningkat menjadi 76,15 dengan kategori kurang setelah pelatihan siklus I,

kemudian meningkat menjadi 94, 13 dengan kategori sangat baik setelah selesai

pelatihan pada siklus II. Peningkatan tersebut dibuktikan juga dengan taraf

signifikansi/ keberartian antara perolehan nilai sebelum pelatihan, nilai peserta

setelah pelatihan siklus I, dan nilai peserta setelah pelatihan siklus II.

Sejalan dengan penelitian tersebut, Utomo (2011) mengemukakan bahwa

jika pelatihan dilakukan dengan pendekatan yang tepat, dan guru diberi

kesempatan yang cukup untuk lebih aktif menerapkan apa yang diperolehnya dari

pelatihan, maka hasilnya sangat positif. Oleh karena itu pelatihan yang dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penelitian di kelas

diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap guru dalam

(22)

11

Kegiatan pelatihan berupaya membelajarkan peserta pelatihan dengan

maksud untuk mencapai tujuan pelatihan yang diharapkan. Tujuan tersebut dapat

dicapai dengan proses pembelajaran yang terarah. Proses yang terarah dapat

dicapai dengan strategi yang tepat dan jelas. Tanpa strategi yang jelas, proses

pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan sulit tercapai secara optimal (Wena,2014:2). Strategi pembelajaran

dalam pelatihan sangat berguna, baik bagi instruktur maupun peserta pelatihan.

Bagi Instruktur, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang

sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran pelatihan. Bagi peserta pelatihan

penggunaan strategi pembelajaran dapat mempermudah proses belajar

(mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap

strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar.

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pelatihan

adalah strategi mastery learning (belajar tuntas). Obidiegwu dan Ajibare (2007)

menyatakan bahwa keberhasilan pengalaman belajar dapat diberikan untuk pelajar

dewasa dengan mengadopsi ide-ide dalam teori belajar tuntasBloom. Situmorang

(2012: 36-37) menyatakan bahwa model pembelajaran yang dapat dikembangkan

pada pelatihan keterampilan dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan

perilaku (behavioral) diantaranya adalah belajar tuntas (mastery learning). Model

pembelajaran mastery learning ini dikembangkan oleh John B. Carrol dan

Benjamin Bloom pada tahun 1971. Mastery learning menyajikan suatu cara yang

menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja ke tingkat pencapaian suatu

pokok bahasan yang lebih memuaskan (Joice and Weil dalam Wena,2014:184).

(23)

12

(2) presentation (penyajian); (3) structured practice (latihan terstruktur); (4)

guided practice (latihan terbimbing); dan (5) independent practice (latihan

mandiri).

Strategi mastery learning ini dapat memberi keuntungan sebagai berikut:

(1) peserta pelatihan dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran; (2)

meningkatkan motivasi peserta pelatihan; (3) meningkatkan kemampuan peserta

pelatihan memecahkan masalah secara mandiri; (4) meningkatkan kepercayaan

diri peserta pelatihan.

Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2012: 32-53) pada tahun 2011

yang berjudul Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam

menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera

Utara. Dalam penelitian ini diterapkan pelatihan model belajar tuntas. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peserta pelatihan (86%) mencapai

tingkat ketuntasan belajar 80 ke atas (interval 0-100) dan hanya 14% yang

mencapai tingkat ketuntasan 60 s.d. 79. Secara keseluruhan dapat dijelaskan

bahwa capaian ketuntasan belajar cukup tinggi. Artinya, efektifitas program

dilihat dari keberhasilan peserta pelatihan menyelesaikan program PKH, dapat

dikatakan tinggi.

Berdasarkan penjelasan yang didukung oleh beberapa penelitian yang

relevan di atas, diyakini bahwa pelaksanaan pelatihan dengan menerapkan strategi

mastery learning sesuai dengan langkah–langkah yang telah ditetapkan maka

kompetensi guru dalam membuat proposal penelitian tindakan kelas dapat

(24)

13

tindakan kuratif (perbaikan) atas masalah yang dihadapi oleh guru – guru di SMK

Negeri 2 Pematangsiantar melalui kegiatan pelatihan dengan menerapkan strategi

mastery learning untuk meningkakan kompetensi guru dalam membuat proposal

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMK Negeri 2 Pematangsiantar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan faktor–faktor yang

berkaitan dengan rendahnya kompetensi guru dalam melaksanakan penelitian

tindakan kelas di SMK Negeri 2 Pematangsiantar antara lain: (1) motivasi guru

untuk membuat PTK rendah; (2) pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

oleh guru untuk melaksanakan PTK rendah; (3) panduan penulisan PTK yang

dapat dipergunakan sebagai acuan tidak tersedia; (4) kurang percaya diri guru

dalam menulis PTK; (5) Pelatihan PTK yang diselenggarakan selama ini tidak

mampu meningkatkan kemampuan guru membuat PTK; (6) Apakah metode

pelatihan yang digunakan sudah tepat?; (7) Bagaimana cara meningkatkan

kompetensi guru dalam membuat PTK melalui pelatihan?; (8) Apakah melalui

pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning kompetensi guru dalam

membuat PTK dapat meningkat?

C. Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya kompetensi guru dalam

membuat proposal PTK. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari faktor internal

maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dari guru sendiri

(25)

14

dimiliki oleh guru. Sementara faktor eksternal adalah faktor dari luar guru itu

sendiri seperti peran pengawas/ supervisor sekolah dalam memberikan pembinaan

dan pelatihan guru dalam meningkatkan kompetensi guru membuat PTK.

Untuk mengarahkan serta memfokuskan kajian penelitian maka penelitian

ini dibatasi pada masalah rendahnya pengetahuan guru dalam membuat proposal

PTK. Pengetahuan guru dalam penelitian ini adalah pada tingkat penerapan

pengetahuan (C3) dalam membuat proposal PTK. Sedangkan pelatihan dalam

penelitian ini dibatasi pada strategi yang digunakan yakni strategi mastery

learning.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah pelaksanaan

pelatihan dengan strategi mastery learning dapat meningkatkan kompetensi guru

membuat proposal PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar?

E. Tujuan Penelitian Tindakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan kompetensi guru

di SMK Negeri 2 pematangsiantar dalam membuat proposal PTK melalui

pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning.

F. Manfaat Penelitian Tindakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat

(26)

15

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk

pengembangan teori yang berhubungan dengan upaya peningkatan kompetensi

guru dalam membuat proposal PTK.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Bagi guru, kompetensi profesional guru dapat meningkat melalui

pelaksanaan penelitian tindakan kelas

b. Bagi pengawas, ditemukan strategi pembinaan yang tepat dalam

melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam

membuat proposal penelitian tindakan kelas.

c. Bagi sekolah, dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran melalui

(27)

130

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini yaitu kompetensi guru teknik pemesinan SMK Negeri 2

Pematangsiantar membuat proposal PTK dapat ditingkatkan melalui penerapan

pelatihan dengan strategi mastery learning. Setelah melakukan tindakan melalui

pelatihan dengan strategi mastery learning pada siklus I, dapat diketahui bahwa

terjadi peningkatan kemampuan guru membuat proposal PTK yakni G1

peningkatan kemampuan sebesar 82%; G2 peningkatan kemampuan sebesar 68%;

G3 peningkatan kemampuan sebesar 72%; G4 peningkatan kemampuan sebesar

86%; G5 peningkatan kemampuan sebesar 86%; G6 peningkatan kemampuan

sebesar 84%; G7 peningkatan kemampuan sebesar 76%; dan G8 peningkatan

kemampuan sebesar 74%. Pada pelaksanaan tindakan siklus II seluruh peserta

pelatihan telah mencapai ketuntasan 100%.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian ini telah terjadi peningkatan kompetensi guru

teknik pemesinan membuat proposal PTK melalui pelatihan dengan strategi

mastery learnng. Hal ini menjelaskan bahwa pelatihan ini dilaksanakan secara

bertahap dan sistematis. Dalam menerapkan pelatihan dengan strategi mastery

(28)

131

a. Orientation (orientasi)

Pada tahap orientasi ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pelatihan.

Selama tahap ini instruktur menjelaskan tujuan pelatihan, tugas yang akan

dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab peserta pelatihan.

langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu: (1) instruktur

menjelaskan tujuan pelatihan dan syarat-syarat kelulusan; (2) menjelaskan

cakupan materi pelatihan serta kaitannya dengan pelatihan yang pernah ada serta

pengalaman sehari-hari peserta pelatihan dalam melaksanakan tugasnya; dan (3)

instruktur mendiskusikan isi pelatihan dan tanggung jawab peserta pelatihan yang

diharapkan selama proses pelatihan.

b. Presentation (Penyajian)

Dalam tahap ini instruktur menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan

dalam membuat proposal PTK disertai dengan contoh-contoh. Instruktur

mengajak peserta berdiskusi tentang karakteristik konsep, aturan atau defenisi

serta contoh konsep membuat proposal PTK, menyajikan kepada peserta untuk

mengidentifikasi langkah-langkah kerja keterampilan dan memberikan contoh

untuk tiap langkah keterampilan yang dilatihkan. Penggunaan media pelatihan,

sangat dibutuhkan dalam mengajarkan konsep dan kerampilan. Dalam tahap ini

juga perlu diadakan evaluasi seberapa jauh peserta pelatihan telah paham dengan

konsep atau keterampilan baru yang baru dilatihkan. Dengan demikian peserta

(29)

132

c. Structured Practice (latihan terstruktur)

Dalam tahap ini instruktur memberi peserta pelatihan contoh praktik

penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara bertahap dalam

penyelesaian suatu masalah/tugas. Langkah penting dalam mengajarkan latihan

penyelesaian tugas adalah dengan menggunakan berbagai macam media

(misalnya LCD proyektor) sehingga semua peserta pelatihan bisa memahami

setiap langkah kerja dengan baik. Dalam tahap ini peserta pelatihan perlu diberi

beberapa pertanyaan, kemudian instruktur memberi balikan atas jawaban peserta

pelatihan.

d. Guided Practice (latihan terbimbing)

Pada tahap ini instruktur memberi kesempatan pada peserta untuk latihan

menyelesaikan suatu tugas, tetapi masih di bawah bimbingan. Dalam tahap ini

instruktur memberikan tugas yang harus dikerjakan peserta, namun tetap diberi

bimbingan dalam menyelesaikannya. Melalui kegiatan latihan terbimbing ini

memungkinkan instruktur untuk menilai kemampuan peserta dalam

menyelesaikan sejumlah tugas dan melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan

peserta. Peran instruktur dalam tahap ini adalah memantau kegiatan peserta dan

memberikan umpan balik yang bersifat korektif jika diperlukan.

e. Independent Practive (latihan mandiri)

Tahap latihan mandiri merupakan inti dari strategi ini. Latihan mandiri

(30)

133

tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan mandiri adalah menguatkan atau

memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan peningkatan daya

ingat/retensi, serta untuk meningkatkan kelancaran peserta dalam menyelesaikan

tugas. Kegiatan praktik dalam tahap ini tanpa bimbingan dan umpan balik dari

guru. Kegiatan ini dapat dikerjakan di kelas atau berupa pekerjaan rumah. Peran

guru dalam tahap ini adalah menilai hasil kerja peserta setelah selesai

mengerjakan tugas secara tuntas. Jika perlu atau masih ada kesalahan, instruktur

perlu memberi umpan balik.

Untuk kelancaran penerapan pelatihan dengan strategi mastery learning

dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, perlu kerja

sama antar berbagai pihak seperti kerja sama antara pengawas sekolah, kepala

sekolah, guru dan juga pihak dinas pendidikan setempat.

Pengawas dan kepala sekolah sebagai supervisor bisa menerapkan

supervisi teknik pelatihan dengan strategi mastery learning sebagai alternatif

solusi dalam membantu mengatasi permasalahan guru. Hasil supervisi teknik

pelatihan dengan strategi mastery learning yang diperoleh dijadikan sebagai

refleksi untuk meningkatkan kompetensi guru. Sebaiknya hasil kegiatan pelatihan

dengan strategi mastery learning yang dilakukan pengawas sekolah dan kepala

sekolah dilaporkan kepada pihak dinas pendidikan setempat sebagai bahan

kerjasama untuk melakukan perbaikan supervisi yang telah dilaksanakan. Pihak

dinas pendidikan setempat harus memberikan respon positif dan memberikan

dukungan serta bantuan yang dibutuhkan pengawas dalam melakukan supervisi.

(31)

134

penerapan supervisi akademik teknik pelatihan, karena walaupun teknik supervisi

ini efektif namum memerlukan biaya yang cukup besar dalam melaksanakannya.

Guru sebagai pihak yang disupervisi harus mau bekerjasama dalam

melaksanakan supervisi akademik teknik pelatihan, tanpa adanya kerjasama yang

baik antara pihak yang disupervisi, dengan pihak supervisor maka tidak akan

terlaksana pelatihan dengan baik. Guru sebaiknya selalu terbuka dan melakukan

refleksi terhadap kegiatan pembelajarannya dan kemudian meminta bantuan

kepada kepala sekolah atau pengawas sekolah sebagai supervisor untuk

membimbing dan membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang

dihadapi guru.

Setelah guru selesai mengikuti pelatihan ini, diharapkan guru

menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan melaksanakan penelitian dengan

menggunakan proposal PTK hasil pelatihan yang sudah layak untuk digunakan.

Jika masih mengalamai kendala untuk melaksanakannya, guru dapat meminta

bantuan dan bimbingan lanjutan kepada pengawas sekolah untuk memberikan

tuntunan pelaksanaannya. Disamping itu juga guru bisa melakukan kelompok

diskusi dan melakukan MGMGP dalam membantu mempertahankan dan

meningkatkan serta membagikan ilmu yang diperoleh dari hasil kegiatan

(32)

135

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, dapat diberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi pengawas sekolah agar menerapkan supervisi teknik pelatihan dengan

strategi mastery learning untuk meningkatkan kemampuan profesional guru,

khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kompetensi

profesional guru dalam menulis karya tulis ilmiah seperti Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) di sekolah-sekolah binaannya.

2. Bagi kepala sekolah untuk menerapkan pelatihan dengan strategi mastery

learning sebagai salah satu alternatif pelaksanaan supervisi akademik dalam

membantu permasalahan-permasalahan guru di sekolahnya.

3. Bagi guru yang merupakan subjek penelitian agar menerapkan ilmu yang

diperoleh yaitu membuat PTK untuk meningkatkan dan mengembangkan

kompetensi profesionalnya, karena itu merupakan bagian tidak terpisahkan

dari sistem pembelajaran.

4. Bagi peneliti selanjutnya untuk bisa menerapkan supervisi teknik pelatihan

dengan strategi mastery learning dalam membantu mengatasi

permasalahn-permasalahan guru pada topik lain. Serta hasil penelitian ini bisa dijadikan

sebagai alternatif kerangka acuan bagi peneliti lebih lanjut tentang

peningkatan kemampuan guru meningkatkan dan mengembangkan

profesionalnya, karena penelitian ini telah dilaksanakan secara

(33)

136

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. & Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan

Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta: Bestari

Buana Murni.

Ambarita, B., & Pangaribuan, W. 2013. Kemampuan Membaca dan Sikap

Profesional dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervise Sekolah. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Basri, H.H., & Rusdiana, A.H. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Djatmiko, W. Istanto. 2012. Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah

Menengah Kejuruan. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Dongoran, Junaedi. 2015. Upaya meningkatkan Kemampuan Guru Matematika

SMK Menganalisis Butir Soal di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan.

Fauzi, A.K. Ikka. 2011. Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung: Alfabeta.

Ginting, A. Siti. 2015. Upaya Peningkatan Kemampuan Guru Menyusun

Proposal Penelitian Tindakan Kelas Melalui Model Supervisi

Pengembangan Di SMK Negeri 1 Merdeka Kabupaten Karo. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarsana Universitas Negeri Medan.

Hamalik, Oemar. 2004. Pendidikan Guru, Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Kamarubiani, Nike. 2012. Pelatihan Berbasis Kompetensi sebagai Program Pengembangan Sumber Daya Manusia: Studi Kasus Pelatihan Pegawai Hotel Nalendra Bandung. Jurnal Pendidikan Luar. 8 (1): 1-8.

Kaswan. 2013. Pelatihan dan Pengembangan Untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.

Kunandar. 2012. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Indeks.

(34)

137

Moeheriono. 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Depok: Rajagrafindo Persada.

Mulyasa.E.H. 2012. Penelitian Tindakan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ningrum, Epon. 2014. Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Praktis dan Contoh. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Obidiegwu,J.U. dan Ajibare, Ojo,O.J. 2007. Blooms Mastery Learning Theory:

Implications on Adult Education. Tersedia pada

http://works.bepress.com/druche_obidiegwu/2/ . Diakses pada tanggal 14

Juni 2016

Panjaitan, Keysar. 2010. Merancang Butir Soal dan Instrumen untuk Penelitian. Gorontalo: Nurul Jannah.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpanrb) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia (Permendiknas) No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah.

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta.

Purnama, Muhammad Siddiq Rizki. 2014. Meningkatkan Kemampuan Guru

Matematika Melaksanakan Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Melalui Pelatihan di SMA Negeri 1 Kluet Utara Aceh Selatan. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Putra, Nusa. 2014. Penelitian Tindakan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Pribadi, A. Benny. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis

Kompetensi: Implimentasi Model ADDIE. Jakarta: Kencana.

Salahuddin, Anas. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Pustaka Setia.

(35)

138

Sudjana, Nana. 2011. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah.Bekasi: Binamitra Publishing.

_____________. 2012. Supervisi Pendidikan Konsep dan Aplikasinya Bagi

Pengawas Sekolah (Seri Kepengawasan). Bekasi: Bina Mitra.

Sukandi. 2011. Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru Terhadap Motivasi

Belajar Siswa SMK Negeri di Kabupaten Indramayu. Tesis tidak

diterbitkan. Jakarta. Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi, H.M. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas:

Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013 Guru Profesional, Pedoman kinerja, kualifikasi, &

Kompetensi guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Uno, B. Hamzah dkk. 2012. Menjadi Peneliti PTK yang profesional. Jakarta: Bumi Aksara.

Uno. B. Hamzah. 2014. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Utomo, Sugeng. 2011. Model Pelatihan Step by step Onsite Teacher Training (SSOT) dan Optimalisasi Kinerja Guru Membelajarkan Matematika di SD.

Jurnal Pendidian Unidha. Vol. 2 No. 2.

Wena, Made. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Yaumi, Muhammad. & Damopolii, Muljono. 2014. Action Research: Teori,

Gambar

Tabel 4.9 Persentase Capaian Peserta Pelatihan Merumuskan Judul  PTK Siklus II .......................................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Statechart Diagram cetak data user (siswa) Mulai buka halaman siswa data ditampilkan tombol ubah data telah diubah data gagal diubah validasi data data telah diubah

Maksud pembangunan nomunen ini selain untuk mengenang satu peristiwa sejarah yang telah menimpa rakyat pada waktu NICA, juga dimaksudkan sebagai satu peristiwa

(1) Unit Pelaksana Teknis Dinas Sekolah Menengah Pertama Negeri dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis yang mempunyai tugas

Berdasarkan hasil uji coba dan analisa yang telah dilakukan dalam pembuatan aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemberian Reward Kepada Karyawan Dengan Menggunakan Metode

Semenjak didiagnosis menderita Diabetes Mellitus kurang lebih 3 tahun yang lalu, Bapak I Wayan Sadiya telah teratur minum obat dan mengatur pola makannya

- Dari hasil uji validitas pengaruh (Uji t), diketahui bahwa variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pengeluran Pemerintah memiliki pengaruh signifikan

Kondisi hematologi ikan lele dumbo setelah mengkonsumsi pakan mengandung berbagai level kromium (Cr +3 -organik) yang terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin,

Kegiatan perencanaan tindakan dibuat sebelum peneliti melaksanakan tindakan di kelas dengan tujuan agar tindakan dapat dilakukan secara sistematis. Adapun kegiatan