• Tidak ada hasil yang ditemukan

AISYIYAH DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN MANUSIA (TRAFFICKING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AISYIYAH DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN MANUSIA (TRAFFICKING)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

54 10 - 25 SHAFAR 1432 H Pendahuluan

Dalam DUHAM secara jelas dinyatakan bahwa perbudakan dilarang dalam segala bentuknya “No one shall be held in slavery and servitude. Slavery and the slave trade shall be prohibited in all their form”. Namun dalam kenyataannya di abad modern ini justru semakin meningkat kasus-kasus “perbudakan modern” yang lebih sering disebut dengan trafficking atau perdagangan manusia.Trafficking merupakan pelanggaran HAM dan dehumanisasi terhadap manusia. Peningkatan jumlah kasus-kasus trafficking ini tidak terlepas dari besarnya nilai ekonomi yang ada dalam bisnis ini; dan merupakan bisnis yang menggiurkan. Perputaran uang pada bisnis trafficking di Indonesia diperkirakan Rp 32 trilliun; dan peredaran uang ini merupakan perputaran uang terbesar kedua dalam usaha illegal di Indonesia setelah bisnis narkoba. (Jurnal Perempuan, nomor 68 tahun 2010,133).

Masalah trafficking merupakan masalah di tingkat global, nasional dan daerah. Secara kuantitas meskipun berbagai peraturan telah diterbitkan mulai dari protocol PBB, dan undang-undang di tingkat nasional serta perda di level daerah namun nampaknya masih diperlukan usaha yang keras dan sinergis dari pemerintah untuk menekan jumlah korban trafficking. Sebagai misal dari sisi jumlah; korban trafficking di Asia diperkirakan sejumlah 375 ribu orang setiap tahunnya. Dan terdapat sekitar 50 ribu orang di Afrika, 75 ribu orang di Eropa Timur, 100 ribu orang di Amerika Latin dan Karibia, yang juga menjadi korban trafficking.

Problem trafficking di Indonesia

Berkenaan dengan problem trafficking ini, Indonesia menjadi negara peringkat kedua di dunia baik sebagai pemasok, namun Indonesia juga berperan sebagai tujuan dan daerah transit perdagangan manusia ini. Berdasarkan data yang terlaporkan, jumlah korban trafficking di Indonesia juga mengalami peningkatan terutama anak-anak; yaitu mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Dalam 2 tahun terakhir ini anak Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia di perkirakan 70.000 hingga 95.000 jiwa.Angka tersebut tentu saja belum merupakan angka yang pasti karena mengetahui angka akurat korban trafficking sesungguhnya memang bukan hal yang mudah dikarenakan masalah trafficking

merupakan fenomena gunung es.Artinya jumlah kasus yang tidak terlaporkan lebih besar dari yang terjadi sesungguhnya.Korban trafficking di Indonesia tidak hanya dalam wilayah Indonesia saja, namun melewati lintas batas negara. Selama ini sebagian besar korban trafficking diperdagangkan ke luar wilayah hukum

CAKRAWALA

Indonesia, antara lain ke Negara-negara Malaysia, Jepang, Korea, Taiwan, Arab, hingga Eropa Timur. Selanjutnya berdasarkan jumlah kelamin, sebagian besar korban trafficking adalah kelompok perempuan. Berdasarkan data Polda se-Indonesia bagian Tindak Pidana Perdagangan Anak dari tahun 2005-2009 menggambarkan bahwa korban trafficking 98% korban adalah perempuan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa perempuan dan anak-anak mendominasi korban trafficking; dan sekaligus merupakan kelompok rentan dalam kejahatan kemanusiaan selama ini.

Salah satu penyebabnya mengapa perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan sebagai korban trafficking; adalah masih kuatnya budaya patriarkhi di masyarakat. Perempuan masih banyak dianggap sebagai warga kelas dua ( second sex), tidak otonom terhadap diri dan tubuhnya; diposisikan sebagai kelompok yang pasif dan menerima putusan orang lain terhadap dirinya; termasuk orangtuanya, misalnya dinikahkan dalam usia dini. Sementara itu jika dilihat dari propinsi di Indonesia, maka Jawa Barat merupakan propinsi yang menduduki rangking tertinggi berkaitan dengan kasus perdagangan anak (trafficking) yaitu sebagai daerah pemasok atau sending area.

Trafficking Dengan Berbagai Bentuknya

Masalah trafficking bukan hanya mereka yang menjadi korban perdagangan manusia berkaitan dengan eksploitasi seksual baik komersial maupun non komersial. Trafficking atau perdagangan manusia adalah segala bentuk tindakan sebagai dislokasi melalui cara menjadikan seseorang menjadi PSK dan buruh secara paksa atau bentuk perbudakan yang lain (Nur Iman Subono, 2010 : 25). Dalam protocol Polermo disebutkan bahwa trafficking adalah ….…perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan, penipuan, penyesatan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi dalam pelacuran seseorang atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ-organ. Indonesia sudah menandatangani Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Espicially Women and Children”; atau yang dikenal dengan protocol Polermo, sebuah kota di Italia, tempat Protocol ini ditandatangani. Protocol ini merupakan kerangka Hukum Internasional yang

AISYIYAH DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN MANUSIA

(

TRAFFICKING)

TRI HASTUTI NUR R, M.SI

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

55 SUARA MUHAMMADIYAH 02 / 96 | 16 - 31 JANUARI 2011

CAKRAWALA

problem-problem buruh migran dan pengembangan model-model pencegahan yang dilakukan. Di beberapa daerah misalnya di Kalimantan Barat dan Jawa Timur, pimpinan daerah dan wilayah melakukan pendampingan terhadap korban-korban trafficking dengan membuat women crisis center.

Selanjutnya berkenaan dengan komitmen Aisyiyah terhadap berbagai problem trafficking ini, Aisyiyah menyusun berbagai program dalam keputusan Muktamar Aisyiyah ke 46 yang dilaksanakan di Yogyakarta pada bulan Juli 2010 ini. Berbagai program tersebut antara lain

1. Meningkatkan upaya advokasi hukum dan HAM bagi masyarakat khususnya termarginalkan termasuk pem-belaan terhadap perempuan dan anak serta TKW ber-masalah sebagai kelompok rentan.

2. Mengembangkan pola dan model pendampingan serta pemberian bantuan hukum terhadap para perempuan kor-ban kekerasan, trafficking, korkor-ban ketidakadilan; dan anak-anak korban kekerasan yang berbasis pada komunitas. 3. Melakukan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan

undang-undang Perlindungan Anak, UU Anti Traffciking dan UU Pornografi.

4. Meningkatkan sosialisasi untuk penghapusan berbagai tin-dak kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mela-kukan pendampingan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dan secara khusus korban trafficking 5. Meningkatkan sosialisasi untuk pemahaman dan tindakan preventif terhadap perdagangan manusia (trafficking) serta melakukan pendampingan terhadap korban trafficking

6. Melakukan pendampingan terhadap tenaga kerja wanita/ buruh, baik buruh migran (TKW) maupun buruh yang bekerja di dalam negeri seperti pemahaman tentang hak-hak buruh , perlindungan hukum, dan kondisi atau budaya di tempat kerja maupun pendampingan ekonomi 7. Mengembangkan advokasi buruh/pekerja wanita baik di

dalam negeri maupun di luar negeri termasuk pembantu rumah tangga dan membuat shelter untuk TKW yang bermasalah.

8. Mengintensifkan sosialisasi berbagai per undang-undangan seperti UU nomor 23 tahun 20002 tentang Perlindungan Anak, UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU nomor 21 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Penutup

Trafficking sebagai bentuk perbudakan manusia di abad modern ini merupakan masalah kemanusiaan yang harus mendapat perhatian dari semua pihak. Meskipun UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah disahkan tahun 2007 namun pemerintah harus terus bekerja keras dengan bersinergi dengan kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian dan komitmen terhadap problem-problem trafficking ini.l

menetapkan standar penangangan dan pemenuhan hak korban

trafficking.

Selanjutnya pemerintah Indonesia mengadopsi Protocol tersebut dalam sebuah undang-undang yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam rangka mengurangi dan menghilangkan praktik-praktik perdagangan orang (trafficking) ini berbagai paraturan sudah banyak diterbitkan oleh pemerintah Indonesia baik di level nasional maupun daerah. Selain UU nomor 21 tahun 2007 ini tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk mencegah perdagangan orang atau trafficking ini. Berbagai kebijakan tersebut antara lain Peraturan Pemerintah RI nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan nomor 1 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Terpadu bagi Saksi dan atau korban TPPO. Untuk implementasi UU nomor 21 tahun 2007 yang merupakan adopsi dari Protocol Polermo pemerintah Indonesia menyusun Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai upaya penanganan dan pencegahan perdagangan orang baik di tingkat nasional maupun daerah. Bahkan pemerintah Indonesia juga sudah menetapkan Rencana Aksi Nasional TPPO dan Eksploitasi Seksual Anak tahun 2009-2014.

Aisyiyah dan Tindakan Pencegahan Trafficking

Berbagai problem yang tentang trafficking dengan segala bentuknya ini; Aisyiyah sebagai gerakan masyarakat sipil yang mempunyai konsen dan perhatian terhadap problem-problem keumatan , kebangsaan dan problem-problem sosial ini telah melaksanakan berbagai program untuk mencegah dan memulihkan korban trafficking. Masalah trafficking harus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah baik di pusat maupun daerah dan sebaiknya bekerjasama dengan stakeholder lain baik ormas, NGO maupun lembaga-lembaga lain yang mempunyai perhatian yang sama. Selama ini meskipun berbagai kebijakan sudah diadopsi dan disusun namun dalam implementasinya masih banyak kendala dan masih kurangnya sinergitas dan koordinasi dari pemerintah. Masalah yang lain yang dihadapi dalam trafficking

ini adalah masih kurangnya pemahaman dalam masyarakat terhadap masalah trafficking bahkan para korban sendiri yang mestinya mereka harus mendapatkan perlindungan dan memiliki hak-hak sebagai seorang manusia dan warga negara; di samping masih minimnya shelter-shelter atau pendampingan untuk para korban trafficking ini.

Selama ini berkenaan dengan berbagai problem trafficking

di Indonesia ini, Aisyiyah telah melaksanakan berbagai program baik di tingkat pusat, wilayah maupun daerah untuk mencegah tindakan trafficking dan berpartisipasi dalam mendampingi dan memulihkan korban trafficking. Berbagai diskusi dilakukan baik melalui rountable discussion maupun workshop untuk mendiskusikan implementasi pelaksanaan UU Traffiicking,

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Undang- Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai sarana dalam untuk menanggulangi kejahatan trafficking dapat dilakukan dengan

Dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Dana bantuan sosial merupakan bantuan biaya operasional untuk program Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang ( PTPPO) dan ESA dalam rangka pencegahan terjadinya TPPO,

Dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2 merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap orang yang melakukan

Dalam konsiderannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, bahwa perdagangan orang telah meluas

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di

Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pusat, yang selanjutnya disebut Gugus Tugas Pusat adalah lembaga.. koordinatif yang bertugas

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan pertimbangan bahwa setiap orang