S
E K O L
A
H
P A
S C
A S A R JA
N
A
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH
PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN
PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR
TESIS
OLEH
PAIMIN MARBUN
107018006/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH
PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN
PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
PAIMIN MARBUN
107018006/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR
Nama Mahasiswa : Paimin Marbun
Nomor Pokok : 107018006
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ramli, SE.MS) (Dr. Jonni Manurung, MS Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec
Direktur
) (Prof. Dr. Ir. A. RahimMatondang,MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 15 Pebruari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ramli, SE.MS Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, MS
2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE. M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS
POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR”
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Pebruari 2013
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR
ABSTRAK
Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir bertujuan untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis, sektor unggulan dan mempunyai daya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir. Data yang diolah adalah data sekunder, yaitu nilai PDRB sembilan sektor perekonomian pada Kabupaten Samosir periode 2002 sampai dengan 2010. Dengan menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift-Share (SSA) dan Analisis Regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis dan nilai shift-share terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Samosir adalah sektor pertanian dan jasa-jasa (terutama pariwisata). Hal tersebut dikarenakan sektor tersebut lebih menonjol dan surplus, memiliki keunggulan komparatif dan merupakan sektor unggulan untuk ekspor. Untuk sektor pertanian trendnya meningkat sedangkan sektor jasa-jasa (terutama pariwisata) trendnya menurun. Sektor potensial dan berspesialisasi dengan sektor yang pertumbuhannya cepat di tingkat propinsi Sumatera Utara berturut-turut adalah sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan konstruksi. Sektor yang mempunyai sumber daya yang menguntungkan, mempunyai daya tarik dan cepat tumbuh dibandingkan sektor yang sama di propinsi Sumatera Utara, berturut-turut adalah sektor pertanian, listrik, gas dan air minum, pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor yang mempunyai elastisitas LQ dan SSA positif terhadap pendapatan perkapita adalah sektor pertanian sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita. Bila jumlah penduduk miskin tinggi pendapatan perkapita menurun, sebaliknya bila jumlah penduduk miskin dapat dikurangi, maka pendapatan perkapita akan meningkat.
ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC AND NUMBER OF THE POOR OF CAPITA INCOME DISTRICT SAMOSIR
ABSTARCT
Analysis of Economic Potential and Number of Poor People Against Per Capita Income Samosir regency aimed to determine whether the sector is a sector basis, the dominant sector and the competitiveness of the economy have Samosir regency. The processed data is secondary data, the value of GDP of nine sectors of the economy in Samosir regency period 2002 to 2010. Analysis using Location Quotient (LQ), Shift-Share Analysis (SSA) and regression analysis were used to determine the effect of the number of poor people, the influence of the base sector and shift-share value of the per capita income of Samosir regency, which became known that a sector basis in the District Samosir is agriculture and services (especially tourism). That is because the sector is more prominent and surplus, has a comparative advantage and is a flagship for the export sector. Increasing trend for the agricultural sector, while the services sector (especially tourism) declining trend. Potential sectors and specializes in fast-growing sectors in the province of North Sumatra respectively sector banks and other financial institutions, transport and communication, trade, hotels and restaurants, building and construction. Sectors that have a beneficial resource, has a charm and fast growing than the same sector in the province of North Sumatra, respectively agriculture, electricity, gas and water, mining and quarrying. While the sector has a positive elasticity of the LQ and SSA per capita income is agriculture services sector, the trade, hotel and restaurant sector and banks and other financial institutions. The number of poor people negatively affect per capita income. When a high number of poor people per capita income decreased, whereas if the number of poor people can be reduced, then the per capita income will increase.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah
Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir” . Tesis ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar Magister Sains
pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
Pembahasan utama dalam tesis ini adalah menganalisis potensi ekonomi dan
jumlah penduduk miskin dalam kaitannya dengan Pendapatan Perkapita
Kabupaten Samosir, yang hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabuapten
Samosir.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSC (CTM). Sp.A(K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana, Prof. Dr. Erman Munir, MSc dan Prof. Dr. Alvi Syahrin,
SH, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Magister
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S, selaku Sekretaris Program Magister
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang atas arahan dan
bimbingannya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
5. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Dosen Pembimbing II, yang
ditengah kesibukannya yang sangat padat selalu memberi waktu kepada
penulis untuk konsultasi dan memberi bimbingan, saran, arahan dan
masukan mulai dari awal penulisan hingga selesainya tesis ini.
6. Ibu Dr. Murni Daulay, Bapak Prof. Dr. Sirojuzilam, Dapak Drs. H.B.
Tarmizi, SU., sebagai dosen pembanding dan penguji, yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang berharga dalam penyempurnaan
tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai dan Staff Program Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Ir. Ronny Kusuma Yudistiro, MM, Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan Bapak Saut Ganda Tampubolon,
SH, MH, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir selaku pimpinan
di lembaga dimana penulis mengabdi, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Univeritas Sumatera Utara.
9. Ayahanda St. Simbat Marbun dan Ibunda Ruminta Situmeang, serta Ayah
Mertua St. D.E Panjaitan dan Ibu Mertua L.E Hutagaol, atas segala
dukungan doa yang tiada henti-henti, yang mendorong semangat penulis
10. Isteriku Elise Natalin Panjaitan, SP, serta kedua puteriku tercinta Betsyeba
Miracle Anastasia Marbun dan Sharon Bernadetha Marbun yang selalu
memberi dukungan dan motivasi bagi penulis selama mengikuti
perkuliahan di Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
11. Rekan – rekan mahasiswa Angkatan XIX Program Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sebagai
rekan seperjuangan dan diskusi dalam mengikuti perkuliahan di kampus,
sekaligus mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis
ini.
Pepatah mengatakan, tiada gading yang tidak retak. Demikian halnya dengan
tesis ini, penulis menyadarai bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna.
Namun demikian, penulis tetap berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Mohon maaf atas segala kekurangan, terimakasih.
Medan, Pebruari 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Paimin Marbun, lahir di Dese Aeknadua, Kabupaten Tapanuli
Tengah pada tanggal 2 Juni 1969, anak ketujuh dari delapan bersaudara. Ayah St.
Simbat Marbun dan Ibu Ruminta Situmeang. Menikah dengan Elise Natalin
Panjaitan, SP dan, telah dikaruniai dua orang puteri, yaitu Betsyeba Miracle
Anastasia Marbun dan Sharon Bernadetha Marbun
Menempuh pendidikan dasar, tamat Sekolah Dasar pada tahun 1982 di
Padangsidimpuan, melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP tetap di kota yang
sama dan tamat pata tahun 1985. Menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA
Negeri 2 Padangsidimpuan pada tahun 1989 dan melanjutkan pendidikan di
Fakultas Ekonomi Universitas Jambi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi,
pada tahun 1995.
Pada tahun 1997 mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, dan saat ini
mejabat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kabupaten
Samosir. Pada tahun 2010, atas ijin dari pimpinan, memperoleh kesempatan
untuk mengikuti kuliah pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah
DAFTAR ISI
2.2. Pembangunan Ekonomi Regional ... 15
2.3. Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 17
2.4. Pendapatan Regional ... 19
2.5. Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 22
2.6. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) ... 24
2.7. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 25
2.8. Penelitian Terdahulu ... 28
2.9. Kerangka Pemikiran Konseptual... 28
2.10. Hipotesis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1. Penentuan Daerah Penelitian... 31
3.3.3.1.1. Autokorelasi ... 39
3.4. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ... 45
3.5. Definisi Operasional Variabel ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 47
4.1.1. Letak Geografis ... 47
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2010
Menurut Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara (000 jiwa) ... 5 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir atas Dasar
Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010... 8 1.3. Produk Domestik Regional Bruto perKapita Kabupaten Samosir
atas Dasar Harga konstan 2000 (000 rupiah) 2006-2010 ... 9 4.1. Hasil perhitungan indeks Location Quetiont (LQ) menurut
Lapangan Usaha Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 53 4.2. Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Shift Share menurut lapangan
Usaha di Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 56 4.3. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pertanian Kabupaten Samosir
Tahun 2004-2010 ... 58 4.4. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pertambangan dan
Penggalian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 61 4.5. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Industri Pengolahan
Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 62 4.6. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Listrik, Gas dan Air minum
Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 64 4.7. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Bangunan dan Konstruksi
Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 66 4.8. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 68 4.9. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 70 4.10. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 71 4.11. Nilai LQ dan Shift Share Sektor Jasa-jasa Kabupaten Samosir
Tahun 2004-2010 ... 73 4.12. Nilai Koefficient, Standard Error, t-statistic, Probabilitas
Jumlah Penduduk Miskin, Location Quotient (LQ), Shift-Share Analisis Sektor Pertanian (1), Pertambangan dan Penggalian (2), Industri (3), Listrik, Gas dan Air Minum (4), Bangunan (5), Perdagangan, Hotel dan Restoran (6), Pengangkutan dan Komunikasi (7), Bank dan Non Bank (8) dan Jasa-jasa (9)
Kabupaten Samosir ... 77 4.13. Nilai Koefisien Korelasi Variabel, Provinsional Share (PVS),
Jumlah Penduduk Miskin (JPM), Indeks Location Quotient (LQ),
Propostional Shift (PS) dan Differential Shift (DS) ... 85 4.14. Nilai Mean, Median, Maximum, Std. Deviasi, Skewnes, Kutosis,
Jarque-Berra dan Probabilitas Uji Normalitas Model Regresi
4.15. Uji Heteroskedastisitas dengan White Test (no cross terms) Persamaan regresi menurut Lapangan Usaha Kabupaten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 87 4.16. Nilai Elastisitas LQ dan SSA Sektor Pertanian, Pertambangan dan
DAFTAR GAMBAR
1.2. Lingkaran Perangkap Kemiskinan (Ramli, 2012) ... 6
2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 29
3.1. Klassifikasi Keputusan Statistik Durbin-Watson ... 40
4.1. Nilai LQ Sektor Pertanian Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 .... 57
4.2. Nilai Differential Shift (D) Sektor Pertanian Kabupaten Samosir
4.12. Nilai LQ Sektor Jasa-jasa Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 72
4.13. Pendapatan per Kapita Kabupaten Samosir Tahun 2004-2010 ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. PDRB Menurut Lapangan usaha dengan Harga Konstran 2000 Tahun 2002-2010 (Milyar/Milyar Rp) ... 101 2. PDRB Prof. Sumatera Utara Menurut Lapangan usaha dengan
Harga Konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp)... 102 3. PDRB Kabupaten Samosir per Kapita Dengan Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar/Rp) ... 103 4. PDRB Prop. Sumatera Utara per Kapita Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 104 5. PDRB Kabupaten Samosir per Kapita Dengan Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 105 6. PDRB Prop. Sumatera Utara per Kapita Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha dengan harga konstran 2000, Tahun 2002-2010 (Milyar Rp) ... 106 7. Nilai Location Quatient (LQ) Menurut Lapangan usaha
Kabupaten Samosir Tahun 2003-2010 ... 107 8. Nilai Provincial Share (PS) Menurut Lapangan Usaha
Kabupaten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 108 9. Nilai Proportional Shift (P) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Samosir, Tahun 2003-2010 ... 109 10.Nilai Differential Shift (D) Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Samosir, Tahun 2003-2010 ... 110 11.Nilai Pertumbuhan PDRB Total/ Shift-Share (∆Y) Menurut
Lapangan Usaha, Kabupten Samosir, Tahun 2003-2010 ... 111 12.Nilai Koefisien Regresi, Std. Error, t-statistic, GLS Potensi
Ekonomi Thp Pendapatan, Perkapita Kab. Samosir 2003-2010 ... 112 13.Nilai Residual, Jarque-Bera Uji Normalitas Persamaan Regresi
Potensi Ekonomi Thdp, Pendapatan perkapita Kab. Samosir, Tahun 2003-2010 ... 113 14.Nilai Korelasi PVS, JPM, LQ dan DS Potensi Ekonomi, Terhadap
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN SAMOSIR
ABSTRAK
Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir bertujuan untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis, sektor unggulan dan mempunyai daya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir. Data yang diolah adalah data sekunder, yaitu nilai PDRB sembilan sektor perekonomian pada Kabupaten Samosir periode 2002 sampai dengan 2010. Dengan menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift-Share (SSA) dan Analisis Regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis dan nilai shift-share terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Samosir adalah sektor pertanian dan jasa-jasa (terutama pariwisata). Hal tersebut dikarenakan sektor tersebut lebih menonjol dan surplus, memiliki keunggulan komparatif dan merupakan sektor unggulan untuk ekspor. Untuk sektor pertanian trendnya meningkat sedangkan sektor jasa-jasa (terutama pariwisata) trendnya menurun. Sektor potensial dan berspesialisasi dengan sektor yang pertumbuhannya cepat di tingkat propinsi Sumatera Utara berturut-turut adalah sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan konstruksi. Sektor yang mempunyai sumber daya yang menguntungkan, mempunyai daya tarik dan cepat tumbuh dibandingkan sektor yang sama di propinsi Sumatera Utara, berturut-turut adalah sektor pertanian, listrik, gas dan air minum, pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor yang mempunyai elastisitas LQ dan SSA positif terhadap pendapatan perkapita adalah sektor pertanian sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita. Bila jumlah penduduk miskin tinggi pendapatan perkapita menurun, sebaliknya bila jumlah penduduk miskin dapat dikurangi, maka pendapatan perkapita akan meningkat.
ANALYSIS OF THE POTENTIAL ECONOMIC AND NUMBER OF THE POOR OF CAPITA INCOME DISTRICT SAMOSIR
ABSTARCT
Analysis of Economic Potential and Number of Poor People Against Per Capita Income Samosir regency aimed to determine whether the sector is a sector basis, the dominant sector and the competitiveness of the economy have Samosir regency. The processed data is secondary data, the value of GDP of nine sectors of the economy in Samosir regency period 2002 to 2010. Analysis using Location Quotient (LQ), Shift-Share Analysis (SSA) and regression analysis were used to determine the effect of the number of poor people, the influence of the base sector and shift-share value of the per capita income of Samosir regency, which became known that a sector basis in the District Samosir is agriculture and services (especially tourism). That is because the sector is more prominent and surplus, has a comparative advantage and is a flagship for the export sector. Increasing trend for the agricultural sector, while the services sector (especially tourism) declining trend. Potential sectors and specializes in fast-growing sectors in the province of North Sumatra respectively sector banks and other financial institutions, transport and communication, trade, hotels and restaurants, building and construction. Sectors that have a beneficial resource, has a charm and fast growing than the same sector in the province of North Sumatra, respectively agriculture, electricity, gas and water, mining and quarrying. While the sector has a positive elasticity of the LQ and SSA per capita income is agriculture services sector, the trade, hotel and restaurant sector and banks and other financial institutions. The number of poor people negatively affect per capita income. When a high number of poor people per capita income decreased, whereas if the number of poor people can be reduced, then the per capita income will increase.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, diselenggarakan pembangunan
nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Agenda besar pembangunan Indonesia termuat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang kemudian
dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Tema RKP 2010
adalah ”Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan
Rakyat, sedangkan tema RKP 2011 adalah ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi
yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat
Daerah”. RPJMN 2010-2014 juga telah menetapkan sasaran pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, antara lain: (1) Pertumbuhan
tingkat pengangguran, dengan target 5 – 6 persen pada akhir 2014; dan (3)
Penurunan angka kemiskinan, dengan target 8-10 persen di akhir 2014.
RPJMN dan RKP ini berkaitan dengan Sepuluh Direktif Presiden yang
disampaikan pada Rapat Kerja dengan menteri, gubernur, serta ahli ekonomi dan
teknologi, di Istana Tampak Siring 2010, yakni: (1) Ekonomi harus tumbuh lebih
tinggi; (2) Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja yang
lebih banyak; (3) Kemiskinan harus makin menurun; (4) Pendapatan per kapita
harus meningkat; (5) Stabilitas ekonomi terjaga; (6) Pembiayaan (financing)
dalam negeri makin kuat dan meningkat; (7) Ketahanan pangan dan air
meningkat; (8) Ketahanan energi meningkat; (9) Daya saing ekonomi nasional
menguat dan meningkat; (10) Memperkuat “green economy” atau ekonomi ramah
lingkungan.
Terkait hal tersebut, pemerintah telah menetapkan tiga jalur strategi
pembangunan, yaitu: (1) Pro-Pertumbuhan (pro-growth), untuk meningkatkan dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui investasi, sehingga diperlukan
perbaikan iklim investasi, melalui peningkatan kualitas pengeluaran pemerintah,
melalui ekspor, dan peningkatan konsumsi; (2) Pro-Lapangan Kerja (pro-job),
agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang
seluas-luasnya dengan menekankan pada investasi padat pekerja; (3) Pro-Masyarakat
Miskin (pro-poor), agar pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi jumlah
penduduk miskin sebesar-besarnya dengan penyempurnaan sistem perlindungan,
meningkatkan akses kepada pelayanan dasar, dan melakukan pemberdayaan
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 1.1. Bila dibandingkan tahun 2006 sampai dengan tahun
2010, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, peningkatan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbesar pada tahun 2007 sebesar 6,3 persen
naik dibandingkan tahun 2006 sebesar 5,5 persen, walaupun pertumbuhan
ekonomi menurun di tahun 2008 sebesar 6,0 persen dan anjlok sebesar 4,5 persen
tahun 2009 namun akhirnya meningkat pada tahun 2010 sebesar 6,1 persen (trend
fluktuatif).
Sedangkan Gambaran kemiskinan di Indonesia selama periode 2006 sampai
dengan tahun 2010 rata-rata mengalami penurunan dari 39,30 persen menjadi
31,02 persen pada Tahun 2010. Begitu pula jumlah penduduk miskin dari tahun
2006 sampai tahun 2010 mengalami penurunan 17,8 juta orang menjadi 13,3 juta
orang.
Fungsi anggaran pemerintah dalam mengurangi garis kemiskinan selama
periode 2006 sampai dengan tahun 2010 menunjukan trend peningkatan secara
konsisten, ini artinya upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan di
Indonesia terus meningkat dengan tambahan alokasi anggaran kemiskinan tiap
Sumber : BPS dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, 2010
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Tahun 2006-2010
Berdasarkan hal di atas, maka kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk
merubah kehidupan penduduk miskin semakin menjadi lebih baik. Perencanaan dan
implementasi pembangunan sudah seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan
mereka sehingga mereka mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi.
Nampaknya tidak berlebihan apabila dinyatakan bahwa upaya untuk melawan
kemiskinan dan kesenjangan yang utama sesungguhnya berada di desa atau
kabupaten.
Dari tabel 1.1. dapat dijelaskan bahwa persentase kemiskinan propinsi Sumatera
Utara sampai tahun 2010 adalah sekitar 11,31 %, sebanyak 14 Kabupaten/ Kota yang
persentase kemiskinan lebih kecil dari persentase propinsi Sumatera Utara, sedangkan
19 kabupaten/ kota lainnya lebih besar dari persentase propinsi Sumatera Utara,
dimana 5 persen daerah berada di kota dan 14 daerah berada di kabupaten termasuk
Kabupaten Samosir, maka benarlah bahwa kemiskinan lebih besar berada di
kabupaten/ desa.
Tabel 1.1. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Tahun 2010Menurut Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara (000 jiwa)
No. Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Miskin Jumlah %
Meier dan Baldwin berpendapat lingkaran perangkap kemiskinan ini timbul dari
hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang
dan tradisional dengan kekayaan alam yang berpotensi yang belum
dikembangkan. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, harus ada
tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai
macam kegiatan. (Meier, 1960).
Secara garis besar lingkaran perangkap kemiskinan dapat dilihat pada Gambar
berikut ini :
Sumber : Prof. Dr. Ramli, 2012
Gambar 1.2. Lingkaran Perangkap Kemiskinan (Ramli, 2012)
Dari gambar lingkaran perangkap kemiskinan diatas dapat dijelaskan bahwa
kemiskinan berkaitan dengan akses informasi, pengetahuan dan ketrampilan yang
sangat rendah. Kemiskinan sama halnya dengan tingkat pendapatan masyarakat
rendah yang disebabkan oleh faktor-faktor kinerja, lemah fisik, status gizi dan
kualitas kesehatan, lingkungan hidup infrastruktur dan konsumsi masyarakat yang
rendah, dengan rendahnya pendapatan mengakibatkan tabungan rendah dan modal
kerja yang sangat terbatas. Pengetahuan dan Ketrampilan rendah
Akses Informasi
Produksi Rendah Pendapatan rendah
MISKIN
Produktifitas Kerja Modal Kerja
Untuk meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan
Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Dalam Perpres tersebut diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang keanggotaannya
terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya. Sedangkan di Provinsi dan Kabupaten/ Kota dibentuk Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
Gubernur Sumatera Utara juga mengatakan, sejalan dengan hal tersebut
Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah menyusun strategi pembangunan yang
dituangkan di dalam berbagai program pembangunan pada rencana pembangunan
jangka menengah daerah tahun 2009-2013 Provinsi Sumatera Utara.
Kegiatan itu antara lain, pemberian bea siswa bagi siswa miskin dan peningkatan
kesejahteraan guru, pengadaan obat-obatan dan jaminan kesehatan daerah
(jamkesda), gerakan terpadu penanggulangan kemiskinan (gardunangkis),
pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Kemudian, pengembangan kawasan agromarinepolitan dan pulau – pulau terluar,
pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga mini
hidro, pembangunan jaringan irigasi desa dan jaringan irigasi tingkat usaha tani;
pengadaan bibit/ benih secara gratis bagi masyarakat petani; pengadaan pupuk
Pada tahun 2010 Sumatera Utara menargetkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,27 persen lebih tinggi dari yang ditargetkan nasional sebesar 5,5 persen,
demikian pula dengan tingkat inflasi ditargetkan sebesar 6,50 persen, hal ini
merupakan kondisi umum akibat geliat pembangunan ekonomi yang semakin
tinggi, ujarnya.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara merupakan
dasar pembentukan Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir dengan latar
belakang kabupaten tertinggal diantara 14 (empat belas) kabupaten di Propinsi
Sumatera Utara. Dengan terbentuknya Kabupaten Samosir yang baru maka
pembenahan diberbagai sektor secara terus menerus dilakukan oleh Pemerintah
bersama masyarakat untuk mengejar ketertinggalannya.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Samosir dapat dilihat nilai produk
domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000, dari tabel 1.2. dapat
dijelaskan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Kabupaten Samosir tahun 2010
sebagian besar berasal dari sektor pertanian.
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2010 (persen)
No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009**) 2010*)
1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan
589088 617422 649293 682885 721006
2. Pertambangan dan Penggalian 292 305 320 336 357
3. Industri Pengolahan 13070 13297 13579 13918 14370
4. Listrik, Gas & Air Bersih 1087 1153 1232 1334 1460
5. Bangunan 2633 2879 3160 3473 3828
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 75685 78999 83015 87330 92046
7. Pengangkutan dan Komunikasi 9626 9984 10442 10964 11604
8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan, Bangunan dan Tanah, Jasa Perusahaan
17204 17708 18464 19379 20441
9. Jasa-jasa 159904 166711 174347 182841 193370
PDRB 868589 908458 953851 1002459 1058485
Sementara itu PDRB perkapita Propinsi Sumatera Utara atas harga konstan
2000 adalah Rp. 9.14 juta tahun 2010, sedangkan PDRB perkapita Samosir Rp.
8.846 juta tahun 2010 mengalami peningkatan disbanding tahun 2009, namun
lebih rendah dari PDRB perkapita Propinsi Sumatera Utara (tabel 1.3.).
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto perkapita Kabupaten Samosir atas Harga konstan 2000 (000 rupiah) 2006 – 2010
Tahun Atas Harga Konstan
Samosir Sumatera Utara
2006 7066 7383
2007 7439 7775
2008 7864 8141
2009 8823 8421
2010 8846 9139
Sumber : BPS Kabupaten Samosir, 2011
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti “Analisis Potensi Ekonomi
dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten
Samosir”.
1.2. Perumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sektor apakah yang menjadi sektor basis pada perekonomian Kabupaten
Samosir.
2. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan dan cepat tumbuh dan
berdaya saing pada perekonomian Kabupaten Samosir
3. Sektor-sektor apakah yang mempunyai daya saing atau tidak pada
4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi besarnya peningkatan pendapatan
perkapita Kabupaten Samosir.
5. Berapa nilai elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi pendapatan
perkapita Kabupaten Samosir.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sektor apakah yang menjadi sektor basis pada
perekonomian Kabupaten Samosir.
2. Untuk mengetahui sektor-sektor apakah yang menjadi sektor unggulan dan
cepat tumbuh pada perekonomian Kabupaten Samosir
3. Untuk mengetahui sektor-sektor apakah yang mempunyai daya tarik atau tidak
pada perekonomian Kabupaten Samosir.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi peningkatan
pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.
5. Untuk mengetahui nilai elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi
pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk antara lain:
1. Menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak, baik pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di
2. Sebagai bahan rujukan dan pedoman bagi pihak-pihak, baik pemerintah,
pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang sejenis.
3. Menambah khasanah pengetahuan, terutama bagi penulis, dalam hal
potensi ekonomi dan sosial yang dapat diberdayakan untuk meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Kemiskinan
Kemiskinan hanyalah menunjuk pada rendahnya tingkatan pendapatan
perkapita suatu Negara. Isitilah ini tidak ada hubungannya dengan budaya bangsa
tersebut. Dengan demikian kata “miskin” dan “kurang berkembang” dapat saling
dipertukarkan (Jhingan, 2008).
Prof Shannon dalam (Jhigan, 2008) membuat pembedaan sebagai berikut :
“Suatu daerah atau negara dapat digolongkan sebagai berkembang (develop)
tetapi miskin disebut sebagai kurang berkembang, suatu daerah yang ‘tidak
berkembang’ mungkin dapat disebut sebagai kurang berkembang, apabila ia tidak
mampu untuk berkembang, “miskin (poor)” dan “terbelakang (backward)” juga
digunakan sebagai sinonim “kurang berkembang.
Simon Kuznets dalam (Jhingan, 2008) mengusulkan tiga definisi tentang
keterbelakangan. Pertama, istilah itu dapat berarti kegagalan memanfaatkan secara
penuh potensi produktif dengan menggunakan tingkat pengetahuan teknologi
yang ada. Kedua, berarti keterbelakangan dalam kinerja (performance) ekonomi
dibandingkan dengan daerah atau negara lain dalam periode yang sama. Ketiga, ia
dapat berarti kemiskinan ekonomi, dalam arti kegagalan menyediakan biaya hidup
yang memadai dan harta benda yang dapat memuaskan sebagaian besar penduduk.
Adapun beberapa kriteria “miskin” atau “keterbelakangan” adalah sebagai
Kriteria pertama ialah nisbah (rasio) penduduk terhadap wilayah tanah.
Akan tetapi betapa sulit untuk memastikan apakah rasio tinggi atau rendah
penduduk terhadap wilayahnya merupakan suatu indikator keterbelakangan.
Kriteria kedua adalah perbandingan output industri terhadap keseluruhan output
atau sebagai rasio populasi industri terhadap populasi keseluruhan. Menurut
kriteria ini, Negara dengan rasio rendah antara output industri dan output
keseluruhan dianggap “miskin”. Kriteria ketiga adalah rasio yang rendah antara
modal terhadap populasi per kepala. Kriteria keempat adalah kemiskinan itu
bukan disebabkan Negara itu miskin sumber daya alam, tetapi kemiskinan dapat
dikurangi dengan penerapan metode-metode yang telah teruji diterapkan dinegara
yang sudah berhasil.
Kriteria kelima kemiskinan yang paling umum diterima ialah rendahnya
pendapatan perkapita Negara-negara terbelakang (Jhingan, 2008).
Teori lingkaran perangkap kemiskinan (the vicious circle of poverty) adalah
serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi secara sedemikian rupa
sehingga menimbulkan keadaan di mana sesuatu negara/ wilayah akan tetap
miskin dan akan tetap mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat
pembangunan yang lebih tinggi (Nurkse, 1960) “Suatu Negara akan jadi miskin
karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because it is poor),
pendapat lain (Meier dan Baldwin) berpendapat lingkaran perangkap kemiskinan
ini timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang
harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan
melaksanakan berbagai macam kegiatan. (Meier, 1960).
Hakikatnya teori lingkaran perangkap kemiskinan yang menghambat
terciptanya pembentukan modal dan perkembangan ekonomi adalah : (i) adanya
ketidakmampuan mengerahkan tabungan yang cukup, (ii) kurangnya rangsangan
melakukan penanaman modal, dan Informasi usaha yang minim (iii) rendahnya
taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran masyarakat. (Sadono, 2006).
Pandangan atau kritik atas lingkaran perangkap kemiskinan lain
dikemukakan oleh Bauer, ia berpendapat tidak benar bahwa Negara berkembang
terjerat dalam suatu lingkaran perangkap kemiskinan dan stagnasi, yang ada
bahwa adanya perdagangan dengan Negara maju tersebut akan menjadi
perangsang untuk mempertinggi daya usaha masyarakat dan akan menaikkan
tingkat kegiatan ekonomi. (Bauer, 1971).
Karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal :
a. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,
papan, pendidikan, dan kesehatan;
b. Melakukan kegiatan usaha produktif;
c. Menjangkau akses sumber daya ekonomi;
d. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan
diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap
apatis dan fatalistik;
e. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa
2.1.1. Indikator Kemiskinan
Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan
miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS),
dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum. Baik berupa
kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup
layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara
penduduk miskin dan tidak miskin.
Menurut BPS (BPS, 2011) yang dimaksud Penduduk Miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis
kemiskinan, sedangkan garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo
kalori per kapita per hari. Garis kemiskinan non makanan (GKNM) adalah
kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kebutuhan dasar
lainnya.
2.2. Pembangunan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses
pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana
pembangunan di samping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah
proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan
nasional riil.
Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi
pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa
ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per
orang.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan
jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika
jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut
bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya.
Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat
ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah
pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan
kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah.
Todaro dalam (Sirojuzilam, 2008), mendefinisikan pembangunan ekonomi adalah
suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada perubahan
besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi
atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran
dalam konteks pertumbuhan ekonomi.
Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan wilayah (regional)
merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya
manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan
komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar
wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah,
kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan
2.3. Pertumbuhan Ekonomi Regional
Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai
suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain
melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas.
Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan
wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan
mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari
wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta
interrelasi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan
pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara
tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai
indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan
(Sirojuzilam, 2008).
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel
ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat
diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang
terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang
diperoleh suatu wilayah.
Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam
era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah
masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi
pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat
penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal,
2008:86).
Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup
signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah
dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah
menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang
dihadapi di daerah. Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai
pendukung kebijaksanaan nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan
aspirasi yang berkembang di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara
daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakatnya.
Menurut (Richardson, 2001) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan
perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang
dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor
(factors movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga
kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan
ekonomi regional.
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila
memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki
keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain
Pembangunan dengan pendekatan sektoral mengkaji pembangunan
berdasarkan kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam
sektor dan sub sektor. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian,
pertambangan, konstruksi (bangunan), perindustrian, perdagangan, perhubungan,
keuangan dan perbankan, dan jasa.
Pemerintah daerah harus mengetahui dan dapat menentukan penyebab,
tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari perekonomian wilayahnya. Identifikasi
sektor dan sub sektor yang dapat menunjukkan keunggulan komparatif daerah
merupakan tugas utama pemerintah daerah.
2.4. Pendapatan Regional
Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat
dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk
dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang
ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan
regional.
Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan
jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah
selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan (Tarigan 2007), pendapatan
regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis.
Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan
regional, diantaranya adalah:
2.4.1.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul
dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi
dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto
mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa
tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan
menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian
menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup
dalam PDRB, yaitu:
a. Pertanian.
b. Pertambangan dan Penggalian.
c. Industri Pengolahan.
d. Listrik, Gas dan Air Bersih.
e. Bangunan/Konstruksi.
f. Perdagangan, Hotel dan Restoran.
g. Pengangkutan dan Komunikasi.
h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
2.4.2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar.
PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan.
Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai
barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lainnya) karena
barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut
barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan
penyusutan keseluruhan.
2.4.3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor.
Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga
Pasar, maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi.
Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak
lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan.
Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:
a. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).
Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan
menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang
diproduksi di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa
dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang
tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto
(investasi), perubahan stok dan eskpor netto (ekspor-impor).
b. Pendekatan Produksi (Production Approach).
Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi
tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung
pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang
harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap
sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai
produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.
c. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).
Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan
pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi
barang-barang dan jasajasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha,
penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.
2.5. Perencanaan Pembangunan Wilayah
Menurut Arsyad (1999:23), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara
umum adalah:
d. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan,
adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
e. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi,
prospekprospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin
dihadapi pada masa yang akan datang.
f. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang
terbaik.
g. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi
h. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk
mengadakan evaluasi.
Perencanaan pembangunan regional merupakan suatu entitas ekonomi
dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah
diidentifikasi berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara
komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.
Nugroho dalam (Sirojuzilam, 2008) menyatakan bahwa pendekatan
perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan
dilakukan.
Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan
instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya
bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka
pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam
perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif
pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat
dioptimalkan pemanfaatannya.
Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh
pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna
mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan
pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan
2.6. Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)
Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan,
yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang
berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi
local yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas
wilayah perekonomian yang bersangkutan.
Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)
dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke
wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian
sebaliknya.
Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek
ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005:28).
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang
kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service
industries (Sjafrizal, 2008).
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location
Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis
atau sektor unggulan (leading sectors). Teknik analisis Location Quotient (LQ)
dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient
terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu
daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan
daerah yang lebih tinggi (referensi).
2.7. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan Daerah
Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi
(Arsyad, 1999).
Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional
di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan
hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan
negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor
pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya
daerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara
layak.
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah
yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu,
sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan
terus.
Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting
adalah teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).
Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah,
berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar
peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap
pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju
pertumbuhan PDRB daerah tersebut.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat
dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan
beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju
(snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.
Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain
berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada
perubahan mendasar dalam struktur ekonomi.
Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk
perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun
nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor
tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan
pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan
apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang
Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar
perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana
daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang
sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah
untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.
Menurut Rachbini (2001) ada empat syarat agar suatu sektor tertentu
menjadi sektor prioritas, yakni (1) sektor tersebut harus menghasilkan produk
yang mempunyai permintaan yang cukup besar, sehingga laju pertumbuhan
berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut; (2) karena ada perubahan
teknologi yang teradopsi secara kreatif, maka fungsi produksi baru bergeser
dengan pengembangan kapasitas yang lebih luas; (3) harus terjadi peningkatan
investasi kembali dari hasil-hasil produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut,
baik swasta maupun pemerintah; (4) sektor tersebut harus berkembang, sehingga
mampu memberi pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui
output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu
(provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat
ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Sektor
unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan
ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui
produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor
unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan
Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi
bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan
memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor
lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor
unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang
terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang
investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan
yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian Amir dan Riphat tahun 2005, dengan judul Analisis Sektor
Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan
Tabel Input-Output 1994 dan 2000. Berdasarkan analisis sektor unggulan
menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan
keterkaitan sektoral direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai
pusat industri, pusat perdagangan, dan pusat pertanian.
2.9. Kerangka Pemikiran Konseptual
Potensi ekonomi suatu daerah bila terukur secara jelas sektor unggulannya
dan potensi/ daya tarik daerah tersebut maka dengan mudah bisa diambil
keputusan untuk pengembangan sektor unggulan dan potensi daerah tersebut,
namun dilain pihak terdapat kendala jumlah penduduk miskin yang berpengaruh
Upaya pengembangan potensi ekonomi harus sejalan dengan upaya
mengatasi semakin besarnya jumlah penduduk miskin, penelitian ini diharapkan
mampu menggambarkan besarnya faktor potensi ekonomi dan jumlah penduduk
miskin tersebut mempengaruh pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, sehingga
para pihak pengambilan keputusan secara optimal dan mampu membuat kebijakan
yang efesien dan efektif dalam rangka terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah
dan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
2.11.Hipotesis
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
2.10. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut
:
1. Sektor pertanian merupakan sektor basis dan potensial dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Samosir.
2. Sektor pertanian Kabupaten Samosir merupakan sektor cepat tumbuh
dan berdaya saing.
3. Sektor Pertanian merupakan sektor yang mempunyai daya saing untuk
pengembangan potensi ekonomi dan sosial Kabupaten Samosir.
4. Sektor Unggulan berkontribusi positif terhadap peningkatan
pendapatan per kapita Kabupaten Samosir, sedangkan Jumlah
penduduk miskin berkontribusi negative terhadap pendapatan
perkapita Kabupaten Samosir.
5. Nilai Elastisitas masing-masing faktor mempunyai pengaruh positif
terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir, kecuali Jumlah
Penduduk Miskin berpengaruh negative terhadap pendapatan perkapita
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ini dilakukan di Kabupaten Samosir. Pertimbangan ini
dilakukan karena Kabupaten Samosir masuk dalam kategori wilayah miskin,
namun juga mempunyai potensi ekonomi yang dapat diberdayakan dan
dikembangkan.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara
lain:
1. PDRB Kabupaten Samosir dan Propinsi Sumatera Utara dari tahun
2003-2010 menurut lapangan usaha dengan harga konstan 2000, data ini
digunakan untuk analisis sektor basis dan non basis, analisis perubahan
dan pergeseran sektor ekonomi dan potensi pengembangan daerah,
pengaruh dan besarnya pengaruh sektor perekonomian terhadap
pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data ini diperoleh dari Biro
Pusat Statistik Kabupaten Samosir dan Propinsi Sumatera Utara.
2. Pendapatan perkapita Kabupaten Samosir dari tahun 2003-2010 menurut
lapangan usaha dengan harga konstan 2000, data ini digunakan untuk
analisis pengaruh dan besarnya pengaruh sektor unggulan dan SSA sektor
unggulan terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data ini
3. Jumlah penduduk miskin Kabupaten Samosir dari tahun 2003-2010, data
ini digunakan untuk analisis pengaruh dan besarnya pengaruh jumlah
penduduk miskin terhadap pendapatan perkapita Kabupaten Samosir. Data
ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Samosir.
3.3. Metode Analisis
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini digunakan beberapa
metode, yaitu :
1. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sektor
basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Samosir.
2. Analsisi Shift-Share (SSA) digunakan untuk mengetahui perubahan dan
pergeseran sektor perekonomian wilayah Kabupaten Samosir.
3. Analisis Regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh dan besarnya
pengaruh jumlah penduduk miskin, pengaruh sektor basis/ unggulan
yang diukur dari nilai LQ masing sektor dan SSA
masing-masing sektor unggulan yang diukur dari analisis Shift-Share terhadap
pendapatan perkapita Kabupaten Samosir.
3.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)
Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kabupaten Samosir
digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah
satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai
langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Samosir
Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah
pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang
sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor
yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta
berdampak pada penciptaan lapangan kerja.
Untuk mendapatkan nilai LQ digunakan metode yang dikemukakan oleh
Bendavid-Val, (Kuncoro, 2004) sebagai berikut :
Untuk mendapatkan nilai LQ digunakan metode yang dikemukakan oleh
Bendavid-Val, (Kuncoro, 2004) sebagai berikut:
SU
X = PDRB sektor i Propinsi Sumatera Utara.
Samosir
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Samosir.
SU op
PDRBPr . = Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sumatera Utara
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada
tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,
2004:183), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Samosir adalah sama dengan sektor yang sama
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Samosir Utara lebih besar dibandingkan dengan
sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di
daerah Kabupaten Samosir lebih kecil dibandingkan dengan sektor
yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian Kabupaten Samosir. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor
tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan
sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Samosir.
Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah
PDRB
Kabupaten Samosir dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2010 menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
3.3.2. Analisis Shift-Share (Shift Share Analyzing)
Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran
sektor pada perekonomian wilayah Kabupaten Samosir. Hasil analisis shift share
akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Samosir
dibandingkan Provinsi Sumatera Utara. Kemudian dilakukan analisis terhadap
penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila
penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB
Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten
Samosir dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2010 menurut lapangan usaha
atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan
tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan
menjadi valid (Tarigan, 2005).
Metode Analisis Shift-Share (SSA), dengan formula sebagai berikut :
DS
∆Y Perubahan nilai tambah tahun ke-t dengan nilai tambah tahun dasar
sector-i.
Provincial Share (PVS), di dapat dengan rumus :
Proportional Shift (P), di dapat dengan rumus :
Differential Shift (DS), di dapat dengan rumus :
Prop.SU = Provinsi Sumatera Utara sebagai wilayah referensi yang lebih tinggi
jenjangnya. Di mana :
Samosir = Kabupaten Samosir sebagai wilayah analisis.