• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Skala Nyeri Visual Analogue Score (VAS) Sebelum Dan Sesudah Operasi Spondilitis Tuberkulosa Di RS Tempat Pendidikan FK USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Skala Nyeri Visual Analogue Score (VAS) Sebelum Dan Sesudah Operasi Spondilitis Tuberkulosa Di RS Tempat Pendidikan FK USU"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Keahlian Dalam

Bidang Keahlian Ilmu Bedah Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN SKALA NYERI VISUAL ANALOGUE SCORE (VAS)

SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI SPONDILITIS TUBERKULOSA

DI RS TEMPAT PENDIDIKAN FK USU

Peneliti

RAMZI ASRIAL

Pembimbing

Prof Dr. NAZAR MOESBAR , SpB , SpOT (K). Dr. OTMAN SIREGAR SpOT(K)SPINE

(2)

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Keahlian Dalam

Bidang Keahlian Ilmu Bedah Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN SKALA NYERI VISUAL ANALOGUE SCORE (VAS)

SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI SPONDILITIS TUBERKULOSA

DI RS TEMPAT PENDIDIKAN FK USU

Peneliti

RAMZI ASRIAL

Disetujui Oleh :

KETUA SUB DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTHOPEDI

Prof.dr.NAZAR MOESBAR,SpB,SpOT(K)

Diketahui Oleh :

KETUA KETUA PROGRAM STUDI DEPARTEMEN ILMU BEDAH DEPARTEMAN ILMU BEDAH FK-USU FK-USU

(3)

SURAT KETERANGAN

SUDAH DIPERIKSA HASIL PENELITIAN

JUDUL : Perbedaan Skala Nyeri Visual Analogue Score (VAS)

Sebelum dan sesudah operasi spondiktis Tuberkulosa di R. S.

Tempat Pendidikan FK-USU

PENELITI : dr. Ramzi Asrial

DEPARTEMEN : Ilmu Bedah FK USU

INSTITUSI : Universitas Sumatera Utara

Medan, Juli 2008

Konsultan Metodologi Penelitian

Fakultas Kedokteran USU

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin. Puji syukur hanya kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya

jualah saya berkesempatan mengikuti program pendidikan dokter spesialis bedah di Departemen

Ilmu Bedah FK-USU Medan, serta kesempatan yang diberikan-Nya untuk dapat menyusun dan

menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat akhir pendidikan.

Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB, SpOT

(K) Ketua Sub Departemen Bedah Orthopedi juga sebagai pembimbing penelitian, yang

senantiasa memberi bimbingan dalam penulisan karya tulis ini sehingga penelitian ini dapat

diselesaikan .Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Otman Siregar SpOT (K) Spine

atas bimbingan dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Prof. dr.Aznan Lelo, PhD,

SpFK, sebagai konsultan metodologi penelitian, yang telah meluangkan waktu membantu

menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD sebagai

Ketua Departemen Ilmu Bedah, dr. Emir Taris Pasaribu, SpB (K) Onk, sebagai Ketua Program

Studi Ilmu Bedah, dr.Asrul Simangunsong, SpB-KBD, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu

Bedah dan dr. Erjan Fikri, SpB, SpBA,sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Bedah, yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti program pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada guru-guru saya : Dr. dr. Humala

Hutagalung, SpB (K) Onk; Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT (K) FICS; Prof. dr. Adril A.

Hakim, SpS, SpBS(K); (Alm)Prof. dr. Usul M. Sinaga, SpB(K) Finacs; Prof. dr. Gofar

Sastrodiningrat, SpBS(K); Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K); dr. Ismet, SpB; dr.Syahbudin

Harahap, SpB; DR. Harry Soedjatmiko, SpB, SpBTKV; dr.Ronald Sitohang, SpB; dr. Bungaran

Sihombing, SpU; dr. Marshal, SpB, SpBTKV; dr. Riahsyah Damanik, SpB (K) Onk; dr.

Chairiandi Siregar, SpOT; dr. Edy Sutrisno, SpBP; dr. Syah Mirsa Warli, SpU; dr. Liberty Sirait,

SpB-KBD; dr. Tiur Purba, SpB; dr. Supredo Kembaren, SpB; dr. Nino Nasution, SpOT; dr.

Husnul Fuad Albar, SpOT; dr. Frank Bietra Buchari, SpBP ; dr. Rida Darmajaya, SpBS; dr.

Mahyudanil, SpBS; dr Budi Irwan, SpB-KBD, dr R.R Susi Indarti,SpBS dan lain-lain yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang tanpa pamrih telah memberikan bimbingan, koreksi

dan saran-saran kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.

(5)

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada senior-senior yang

lebih dahulu menyelesaikan program pendidikan dan teman-teman peserta program pendidikan,

yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.

Rasa syukur dan terima kasih sebesar-besarnya saya persembahkan untuk kedua orang tua

saya tercinta, ayahanda H. Asroel dan Ibunda (Alm.) Hj. Noer Asni atas segala jerih payah dan

pengorbanan beliau berdua dalam mengasuh, membimbing dan mendidik saya. Demikian halnya

kepada kedua mertua saya Drs. H. M. Dien Pangaribuan, MBA dan (Alm.) Hj. Rosinah

Nainggolan yang senantiasa memberikan semangat dan nasehat. Demikian juga kepada adik dan

kakak ipar saya yang telah banyak memberi bantuan moral maupun materil selama saya

mengikuti program pendidikan ini.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta drg. Rachmawati dan anak-anakku

Farah Mufidah, Ivan Adiansyah dan Alyssa Zafira atas segala pengertian, dorongan semangat,

kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa

pendidikan yang panjang dan melelahkan ini.

Akhirnya hanya kepada Allah S.W.T jualah kita kembali, semoga kita senantiasa diberi

limpahan rahmat dan Karunia-Nya, Amin.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

ABSTRACT vi

ABSTRAK vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4 Hipotesa 2

1.5. Kontribusi Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian 7

3.2. Waktu Penelitian 7

3.3. Rancangan Penelitian 7

3.4. Definisi Operasional 7

3.5. Objek Penelitian 7

3.5.1. Besar Sampel 7

3.5.2. Kriteria Inklusi 7

3.5.3. Kriteria Ekslusi 8

3.6. Pelaksanaan Penelitian 8

3.7. Analisa Data 8

(7)

4.2. Pembahasan 13

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 16

5.2 Saran 16

KEPUSTAKAAN 17

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel – 1 Demografi dan Diagnosa klinis objek penelitian 10

Tabel – 2 Perbandingan Grade Frankle sebelum operasi,

4 minggu dan 12 minggu setelah operasi. 11

Tabel – 3 Perbandingan nilai Visual Analogue Score (VAS) nyeri Nociceptif dan Neuropatik sebelum

operasi,4 minggu dan 12 minggu setelah operasi. 11

Tabel – 4 Perbandingan Grade Frankle penderita sebelum

operasi, 4 minggu dan 12 minggu setelah operasi 12

Tabel – 5 Diagram perbandingan nyeri nociceptif dan

neuropatik sebelum operasi, 4 minggu dan 12 minggu

(9)

ABSTRACT

Objective : to equal quality of pain with Visual Analogue score (VAS) pre and post operations

of spondilitis tuberculouse in the hospital study center of medicine faculty of North Sumatera

University

Background : Spondilitis tuberculose is a seriouse problem in Indonesia with the first

symptom is pain with 97 % , and neurological deficite was in 50 %.The pain of spondilitis

tuberculose was a chronic pain its defere of 2 type.it was nociceptive pain and neuropatic

pain.Both of this chronic pain have to separated because different in etiology and

treatment.From 2005 had routine perform operation spondilitis tuberculous at hospital study

center of medicine faculty of North Sumatera University in Medan,but the clinical result about

degrease in quality of pain and neurological deficite pre and post operation was never be

reported.Abdeen had been report about degrease in pain and neurological deficite pre and post

spondilitis tuberculose of cervical at 10 patien in Uni Emirat Arab 1-2 month post operation

equals to konservatif threatment.

Methode : this study was perform at 31 patient spondilitis tuberculouse with pain

symptom,deformitas neurological deficite who is done debridement and vertebral stabilization

from 1 January-1 july 2008.The quality of pain was evaluated with Visual Analogue Score

(VAS) dan neurological deficite with frankle classifications when first came to the hospital,at

the moment before operation,4 and 12 week after operation.With the other word we perform 4

time evaluation for 1 patient.VAS was introduce to the patient with 1-10 scale then patient

choice the quality of pain that he feels.Frankle classification was evaluated by autor and

supervisor.Data VAS was analize with T-test and Frankle classification was analized with

Wilcoxon test and p<0,05.

Result : T-test nociceptive pain (7,19±1,19) and neuropatic pain (6,32±1,70) before operation

become (1,87±0,96) and (1,32±1,02) 12 weeks after operation with p<0,0001.Wilcoxon test

Francle classification (A,B,C,D and E) before operation become (D and E) 12 weeks after

operation with p<0,0001.

Conclusion : Operations debridement and vertebral stabilization repair pain and physical of

(10)

ABSTRAK

Tujuan : membandingkan kwalitas nyeri Visual Analogue Score (VAS) sebelum dan sesudah

operasi Spondilitis Tuberkulosa di Rumah Sakit Tempat Pendidikan FK USU.

Latar belakang : Spondilitis Tuberkulosa masih merupakan masalah serius di Indonesia

dengan komplikasi berupa nyeri yang hebat 97 % dan defisit neurologis 50 %.Nyeri yang timbul

pada Spondilitis Tuberkulosa adalah nyeri yang kronis yang dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu

nyeri nociceptif dan neuropatik dimana ke duanya harus dibedakan karena penyebab dan

penanganannya berbeda.Sejak tahun 2005 telah rutin dilakukan operasi Spondilitis Tuberkulosa

di rumah sakit tempat pendidikan FK USU medan , namun hasil klinis mengenai perbaikan

kwalitas nyeri dan defisit neurologist sebelum dan sesudah operasi belum pernah dilaporkan.

Abdeen melaporkan terdapat perbaikan nyeri dan defisit neurologis setelah operasi Spondilitis

Tuberkulosa cervical pada 10 penderita di Arab Saudi dalam 1-2 bulan sesudah operasi.Peneliti

sependapat bahwa terdapat perbaikan nyeri dan defisit neurologi sebelum dan sesudah operasi

Spondilitis Tuberkulosa dibandingkan dengan perawatan secara konservatif.

Metode : Penelitian dilakukan pada 31 pasien Spondilitis Tuberkulosa dengan keluhan

nyeri,deformitas dan defisit neurologis yang dilakukan operasi debridement dan stabilisasi

tulang belakang di sub bagian bedah orthopedi rumah sakit H Adam Malik dan RS haji medan

dari 1 januari 2008 – 1 juli 2008. Penderita dinilai kwalitas nyeri dengan VAS dan defisit

neurologis dengan klasifikasi Frankle pada saat datang pertama kali , sesaat sebelum operasi dan

dievaluasi 4 minggu dan 12 minggu setelah operasi .Dengan kata lain dilakukan 4 kali

pemeriksaan dengan lembar data yang berbeda.Untuk VAS diperkenalkan skala 0-10 lalu pasien

menentukan sendiri kwalitas nyeri yang dirasakannya.untuk Klasifikasi Frankle peneliti bersama

pembimbing melakukan penilaian langsung terhadap penderita.Data yang diperoleh untuk yang

terukur VAS dianalisa dengan T-test dan yang tidak terukur klasifikasi Frankle dianalisa dengan

Wilcoxon test dengan tingkat kebermaknaan p< 0,05.

Hasil : dengan T-test nilai VAS nyeri nocisepif (7,19±1,19) dan neuropati (6,32±1,70) sebelum

operasi menjadi (1,87±0,96) dan (1,32±1,02) 12 minggu setelah operasi p<0,0001.Dan dengan

Wilcoxon test klasifikasi Frankle (A,B,C,D dan E) sebelum operasi menjadi (D dan E) 12

minggu setelah operasi p<0,0001.

Kesimpulan : Tindakan operasi debridement dan stabilisasi pada tulang belakang

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spondilitis tuberkulosa masih menyisakan masalah serius diseluruh dunia, terutama

dinegara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Ketika tuberkulosa telah melibatkan

tulang belakang akan terjadi kiphosis dari daerah yang terinfeksi,keadaan ini dapat menimbulkan

nyeri yang hebat dan komplikasi neurologis. (Fang, 1983 , Chaloupka, 2000 dan Nas, 2003).

Umumnya penderita spondilitis tuberkulosa datang dengan keluhan nyeri Pertuiset

melaporkan penelitiannya pada 58 penderita spondilitis TB datang dengan keluhan : nyeri spinal

atau radikular 97 % , kelainanan defisit neurologi 50 % , penurunan berat badan 48 % , demam >

38 C 31 % dan keringat malam 18 %. (Pertuiset, 1999).

Nyeri pada spondilitis tuberkulosa adalah nyeri yang bersifat kronis. Nyeri kronis dikenal

dua tipe yaitu nociseptif dan neuropati. .Keduanya harus dibedakan karena penyebab dan

penanganannya berbeda.Nyeri nociceptif adalah rangsang nyeri yang normal yang timbul akibat

kerusakan jaringan, biasanya respon terhadap antinyeri seperti NSAIDs dan opioid

ringan.Nociceptif pain terbagi atas nyeri somatik yang berasal dari tulang, sendi, otot dan kulit

Nyeri ini lokasinya dapat diketahui dengan baik. Contoh sprain, fraktur, luka bakar,inflamasi

(infeksi dan arthritis), nyeri pada otot dan fascia dan lain-lain.Nyeri visceral yang berasal dari

organ-organ visceral seperti saluran pencernaan dan pancreas. Contoh obstruksi. (Richeimer,

2000).

Nyeri neuropatik adalah rangsang nyeri yang abnormal akibat kerusakan atau disfungsi

syaraf perifer maupun central.Biasanya respon terhadap anti nyeri opioid kuat. Nyeri neuropatik

terdiri dari nyeri menyeluruh yang bersifat sentral injury pada saraf sentral atau perifer contoh

nyeri seperti terbakar dibawah level daerah yang mengalami kerusakan pada spinal merupakan

refleksi injuri pada sistem syaraf sentral.dan nyeri menyeluruh yang bersifat perifer contoh

diabetic neuropati, guilbarr sindroma, nerve root compresion, trigeminal neuralgia dan

lain-lain. (Richeimer, 2000)

Penelitian terhadap 10 orang pasien dengan Spondilitis tuberkulosa pada cervical yang

telah dilakukan operasi pada tahun 2001-2004 di Arab saudi, semua penderita mengalami

perbaikan nyeri dalam 1-2 bulan setelah operasi dan umumnya perbaikan neurologi dan

(12)

Sejak Oktober 2005 telah rutin dilakukan operasi terhadap penderita spondilitis tuberkulosa di

RS tempat pendidikan FK USU Medan. Namun hasil klinis mengenai perbaikan kwalitas nyeri

belum pernah dilaporkan.

1.2. Perumusan masalah

Apakah ada perbedaan kwalitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan tindakan operasi

Spondilitis Tuberkulosa pada rumah sakit tempat pendidikan FK USU Medan ?.

1.2.Tujuan penelitian

Untuk membandingkan kwalitas nyeri sebelum dan sesudah tindakan operasi spondilitis

tuberkulosa di RS tempat pendidikan FK USU Medan.

1.3.hipotesa

Terdapat perbedaan skala nyeri visual analogue score (VAS) sebelum dan sesudah

operasi spondilitis tuberkulosa di RS tempat Pendidikan FK USU.

1.4.Kontribusi penelitian.

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan calon ahli bedah tentang

perbandingan kwalitas nyeri sebelum dan sesudah operasi spondilitis tuberkulosa di RS tempat

pendidikan FK USU Medan untuk kepentingan ilmiah dan pelayanan kesehatan bedah dalam

(13)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Spondilitis Tuberkulosa merupakan salah satu penyakit tertua dalam sejarah dengan

ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru.Sir Percival Pott (1799)

mendeskripsikan penyakit ini dalam monografinya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis

tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott (Pott’s disease) (Hidalgo, 2006).

Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosa nomor 3 didunia setelah India dan Cina.

Diperkirakan 140.000 orang meninggal akibat tuberkulosa setiap tahun atau setiap 4 menit ada

satu penderita yang meninggal di negara-negara tersebut dan setiap 2 detik terjadi penularan

(Moesbar, 2006).

Hampir 10 % dari seluruh penderita tuberkulosa memiliki keterlibatan dengan

muskuloskeletal. Setengahnya mempunyai lesi ditulang belakang. Keterlibatan tulang belakang

akan memperberat morbiditas karena adanya potensi defisit neurologis dan deformitas yang

permanen. (Hidalgo , 2006).

Sebuah penelitian di Perancis tahun 1980-1994 mencatat bahwa Spondilitis Tuberkulosa

merupakan 15 % dari semua kasus tuberkulosa ekstrapulmoner dan merupakan 3-5 % dari

semua kasus tuberkulosa. Anak-anak dibawah usia 10 tahun cenderung mengalami destruksi

vertebra lebih luas dan memiliki resiko terjadinya deformitas tulang belakang yang lebih

besar.Vertebra segmen torakal adalah yang tersering terlibat diikuti segmen lumbal dan cervikal

(Pertuiset dkk ,1999).

Spondilitis Tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosa dengan

penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau

melalui plexus vena Batson.Fokus primer infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang

berbeda. Suatu penelitian pada 499 pasien dengan Spondilitis Tuberkulosa, radiologis

memperlihatkan 31 % fokus primer adalah paru-paru dan dari kelompok tersebut 78 % adalah

anak-anak,sedangkan 69 % sisanya memperlihatkan foto rontgen paru yang normal dan sebagian

(14)

Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal dari suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,

bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior

anterior dari korpus vertebra. Proses infeksi Myobacterium tuberkulosa akan mengaktifkan

chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi

destruksi korpus vertebra dianterior (Pertuiset, 1999). Proses perkijuan yang terjadi akan

menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang

terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosa. Destruksi progresif di

anterior akan mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis

(angulasi posterior) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun

telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem

respirasi dan paraplegi (Hidalgo, 2006).

Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.

Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah

ligamentum longitudinal anterior.Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat turun

mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis (Watt , 1996).

Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga lebih sulit mengalami

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra. Pada anak-anak karena diskus

intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Gejala utama adalah

nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun radikular. Selain nyeri

terdapat gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada

sore hari dan penurunan berat badan. Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan

(Hidalgo , 2006).

Dari hasil laboratorium, pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat mengalami

peningkatan laju endap darah, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-marri

melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosa didapatkan 33 % anak dengan laju endap

darah yang normal.Hadi melaporkan peningkatan CRP (C-Reactive Protein) pada 66 % dari 35

pasien spondilitis tuberkulosa yang berhubungan dengan pembentukan abses. Pemeriksaan

serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.Pemeriksaan dengan ELISA

(Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 %, tetapi

pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan

endemis tuberkulosa,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosa

(15)

Pada foto polos abdomen menunjukkan gambaran klasik berupa destruksi vertebra yang

dimulai dari sudut superior atau inferior anterior korpus vertebra berdekatan dengan

discovertebral junction. Apabila terlihat destruksi korpus vertebra pada foto polos, proses

inflamasi telah berlangsung paling sedikit 6 bulan atau tulang telah kehilangan 30-40 % mineral

yang dikandungnya.Adanya bayangan fusiform harus dicurigai pembentukan abses paravertebra,

terjadi pada lebih 50 % kasus yang dapat menyebar melalui alur fasia sehingga terbentuk abses

sepanjang muskulus psoas. Klasifikasi pada abses memperkuat kecurigaan infeksi tuberkulosa .

Pada fase lanjut didapatkan penyempitan discus intervertebralis akibat herniasi kedalam korpus

vertebra yang telah rusak atau destruksi discus intervertebralis akibat gangguan nutrisi (Hidalgo,

2006).

Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada

CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-CT-Scan

efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat digunakan

untuk memandu prosedur biopsi (Hoffman dkk,1993 dan Desai, 1994).

Perbedaan Spondilitis Tuberkulosa dengan Spondilitis piogenik dapat dilihat dari

progresifitas penyakitnya dimana spondilitis tuberkulosa cenderung lambat dan kronis. Pada

penyakit piogenik terjadi sklerosis reaktif, selain itu osteoporosis yang terjadi tidak senyata pada

Spondilitis Tuberkulosa. Brucellosis mempunyai perjalanan penyakit menyerupai tuberculosa

yang indolen. Spondilitis brucellosa sering terjadi pada vertebra lumbal bawah. Diagnosa

dipastikan dengan pemeriksaan antibodi serum terhadap brucella dan kultur. Peningkatan laju

endap darah lebih tinggi pada Spondilitis Tuberkulosa dibandingkan spondilitis brucellosa

(Hidalgo, 2006).

Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosa ditujukan untuk eradikasi infeksi , memberikan

stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria

kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang didefenisikan

sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah

lanjutan,tidak adanya keterlibatan system saraf pusat, fokus infeksi yang tenang secara klinis

maupun secara radiologis (Rasyad, 1998). Sub bagian Bedah Orthopedi FKUI-RSCM memakai

regimen kombinasi 4 kemoterapi (RHZE) dimana etambutol dan pirazinamid diberikan dalam 2

bulan pertama, INH dan rifampicin diberikan selama 12 bulan.

Prof. Subroto Sapardan telah mengembangkan metode total terapi yang merupakan

(16)

1. Konservatif dengan obat-obatan.

2. Operasi untuk evakuasi abses.

3. Hongkong methode, dilakukan debridement anterior dan fusi anterior.

4. Instrumentasi posterior untuk koreksi spontan disertai hongkong methode pada penderita

spondilitis tuberkulosa dengan deformitas kifosis yang tidak kaku.

5. Instrumentasi posterior untuk koreksi spontan disertai hongkong methode dan shortening

pada penderita spondilitis tuberkulosa dengan deformitas kifosis yang kaku.

6. Hongkong methode disertai dengan instrumentasi anterior.

7. Instrumentasi posterior dan debridement melalui costotranversectomi dapat disertai

shortening pada lamina dan pedikel.

8. Instrumentasi posterior saja pada pasien yang dilakukan total posterior shortening atau

pada pasien yang dilakukan posterolumbar intervertebral fusion. Hal ini dilakukan pada

pasien spondilitis tuberkulosa dengan deformitas kifosis di lumbal.

9. Hanya dilakukan tindakan posterior debridement, laminectomi, biopsi transpedikuler dan

instrumentasi.Hal ini dilakukan bila tidak ada abses,operasi anterior dipertimbangkan

resikonya lebih besar.

10.Spondilitis yang sudah sembuh dengan kifosis berat (> 60 derajat) terutama pada defisit

neurologis dilakukan tindakan posterior dan shortening lamina, pedikel dan korpus.

11.Spondilitis tuberkulosa dengan deformitas lebih dari 90 derajat disertai kelumpuhan atau

paralisis spastik dilakukan tindakan dekompresi medulla spinalis dan fusi minimal

dengan atau tanpa koreksi.

(17)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Orthopedi RS Tempat Pendidikan FK-USU (RS H

Adam Malik dan RS Haji ) Medan

Waktu penelitian

Dilakukan selama 6 (enam) bulan sejak tanggal 1 januari 2008 – 1 juli 2008

.

Rancangan penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental sebelum dan sesudah tindakan.

Objek penelitian

a. Sampel

Yang diikut sertakan menjadi sample penelitian adalah seluruh penderita Spondilitis

Tuberkulosa dengan deformitas tulang belakang dan defisit neurologis yang dirawat di Sub

Bagian Bedah Orthopedi RS tempat pendidikan FK USU Medan

b. Kriteria Inklusi

- Seluruh penderita Spondilitis Tuberkulosa dengan nyeri , deformitas tulang belakang dan

defisit neurologi yang dilakukan tindakan operasi tulang belakang.

- Bersedia kontrol kerumah sakit sesudah operasi

- Penderita yang dapat dinilai kwalitas nyeri dengan Visual Analogue Score (VAS) sebelum

dan sesudah perlakuan.

c.Kriteria Eksklusi

- Penderita Spondilitis oleh sebab lain

- Penderita Spondilitis Tuberkulosa yang dirawat konservatif atau menolak dilakukan tindakan

operasi.

(18)

Pelaksanaan Penelitia.

- Penderita yang secara klinis didiagnosa sebagai Spondilitis Tuberkulosa dengan deformitas

dan defisit neurologis dirawat di ruang Bedah Orthopedi RS Tempat Pendidikan FK USU

Medan.Lalu kwalitas nyeri dinilai pada saat pemeriksaan awal,sebelum pemberian obat

pertama kali , sesaat sebelum dilakukan tindakan operasi dan dievaluasi 1 bulan dan 3 bulan

setelah operasi dengan visual analogue score (VAS). Dengan kata lain pada penelitian ini

dilakukan 4 kali pemeriksaan .

- Sebelum dilakukan operasi semua penderita mendapat Obat Anti Tuberkulosa sesuai dosis

standard selama minimal 2 minggu.

- Visual Analogue Score (VAS) terdiri dari skala 0-10. Terhadap pasien diperkenalkan dan

dinyatakan ujung sebelah kiri dari VAS (0) untuk tidak nyeri dan ujung kanan (10) untuk

paling nyeri. Lalu pasien menentukan sendiri kwalitas nyeri yang dirasakannya pada setiap

kali dilakukan evaluasi

Analisa data

Variabel independen : Tindakan operasi

Variabel dependen :

- Tingkatan nyeri dengan Visual Analogue Score (VAS)

- Jenis yeri nociceptif dan neuropati.

Data yang diperoleh untuk yang terukur Visual Analogue Score (VAS) dianalisa dengan T-test .

Sedangkan untuk yang yang tidak terukur dianalisa dengan Wilcoxon test dengan tingkat

kebermaknaan p < 0,05.

Definisi Operasional

- Nyeri : Suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan timbul akibat

kerusakan jaringan

- Nyeri kronis : Nyeri yang tetap terasa untuk jangka waktu tertentu dan sering menimbulkan

perobahan psikologis

(19)

- Nyeri Nociceptif : Rangsang nyeri normal yang timbul akibat kerusakan jaringan sekitar

syaraf,bersifat lokal. Contoh nyeri pada luka bakar, nyeri pada otot, tulang, fascia dan

lain-lain.

- Nyeri neuropatik : Rangsang nyeri abnormal akibat kerusakan atau disfungsi pada syaraf

perifer maupun central. Contoh nyeri rasa terbakar pada level daerah yang mengalami

kerusakan pada spinal, diabetic neuropati , trigeminal neuralgia dan lain-lain

- Visual Analogue Score ( VAS ) merupakan skala nyeri subjektif 0-10 dimana skala 0 untuk

tidak nyeri dan skala 10 untuk paling nyeri,dengan keterangan:

0-1 : Tidak nyeri

2-3 : Nyeri ringan

4-6 : Nyeri sedang

7-8 : Nyeri hebat

9-10 : nyeri sangat hebat

Nyeri sangat hebat

Nyeri hebat Nyeri

sedang Nyeri

ringa Tidak

nyeri

- Klasifikasi Frankle merupakan grading defisit neurologis pada cedera spinal

Frankle A : Tidak ada fungsi motorik dan sensorik

Frankle B : Sensorik normal,motorik kekuatan otot 1

Frankle C : Sensorik normal,motorik kekuatan otot 2/3

Frankle D : Sensorik normal,motorik kekuatan otot 4

(20)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 31 kasus Spondilitis Tuberkulosa yang dilakukan tindakan operasi

debridement dan stabilisasi tulang belakang . Laki-laki di jumpai 18 kasus dan perempuan 13

kasus (table 1).Rentang umur penderita berada diantara 14 dan 55 tahun dengan usia rata-rata

31,2 tahun.

Tabel I Demografi ,Rata-rata usia dan Diagnosa klinis objek penelitian

Laki-laki Perempuan Total

Jumlah 18 13 31

Rata-rata usia 32,39 ± 12,23 29,69 ±12,23 31,2082 ±12,23

Diagnosa klinis

- Spondilitis TB Thoracal 9 5 14

- Spondilitis TB Thoracolumbal 2 5 7

- Spondilitis TB Lumbal 7 3 10

Pada table terlihat laki-laki lebih sering dijumpai yaitu 18 kasus dibanding Perempuan 13

kasus.Rata-rata usia laki-laki 32,39±12,23 dan perempuan 29,69±12,23.Pada diagnosa klinis

tampak lokasi Spondilitis Tuberkulosa yang paling sering dijumpai adalah pada thorak 14 kasus

(21)

Tabel II. Perbandingan Grade Frankle sebelum operasi,4 minggu dan 12 minggu setelah operasi.

Frankle Sebelum operasi 4 minggu Stlh operasi 12 minggu Stlh operasi

frekwensi % Frekwensi % Frekwensi %

A 8 23,8 0 0 0 0

B 4 12,9 0 0 0 0

C 4 12,9 1 3,2 0 0

D 8 25,8 12 38,7 10 32,3

E 7 22,6 18 58,1 21 67,7

Total 31 100 31 100 31 100

9

Sebelum operasi Grade frankle A dan B dijumpai masing- masing 8 dan 4 kasus. Pada 4 minggu

dan 12 minggu setelah operasi tidak dijumpai lagi.Grade Frankle E sebelum operasi dijumpai

peningkatan dari 7 kasus menjadi 18 kasus 4 minggu setelah operasi dan 21 kasus 12 minggu

setelah operasi

Tabel III Perbandingan nilai Visual Analogue Score (VAS) nyeri Nociceptif dan Neuropatik sebelum operasi,4 minggu dan 12 minggu setelah operasi.

Jenis nyeri Sebelum operasi setelah opeasi P

0 minggu 4 minggu 12 minggu

Nociceptif 7,19±1,19 3,29±1,39 1,87±0,96 <0,0001

Neuropatik 6,32±1,70 2,74±1,06 1,32±1,02 <0,0001

Pada tabel III dengan uji statistik t test dijumpai perbaikan pada ke dua jenis nyeri nociceptif dan

neuropatik sebelum operasi 7,19±1,19 dan 6,33±1,70 menjadi 1,87± 0,96 dan 1,32±1,02 pada 12

(22)

Tabel IV. Perbandingan Grade Frankle penderita sebelum operasi, 4 minggu dan 12 minggu setelah operasi ‘

12 minggu setelah operasi 4 minggu setelah operasi

sebelum operasi

Cou

n

t

25

20

15

10

5

0

E D C B A

frankle

Secara barr tabel tampak gambaran Frankle A,B,C,D dan E sebelum operasi , 4 minggu

setelah operasi mengalami peningkatan grade menjadi Frankle C, D dan E dan 12 minggu

setelah operasi tinggal Frankle D dan E disini terlihat adanya perbaikan yang bermakna

(23)

Tabel V Diagram perbandingan nyeri nociceptif dan neuropatik sebelum operasi, 4 minggu dan 12 minggu setelah operasi.

Pada barr table nyeri nociceptif dan neuropatik terlihat mengalami penurunan sebelum operasi

nyeri nociceptif memperlihatkan nilai VAS 7,19 dan nyeri neuropati dengan VAS 6,32 , pada 4

minggu setelah operasi nyeri nociceptif menurun menjadi VAS 3,29 dan nyeri neuropati

menurun menjadi VAS 2,74 dan 12 minggu sesudah operasi nyeri nociceptif dengan nilai VAS

(24)

4.2 Pembahasan

Banyak penderita Spondilitis Tuberkulosa datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri (97 %)

dan defisit neurologis ( 50 %) (pertuisset,1999).Hal ini dapat dilihat pada penelitian ini bahwa

seluruh penderita datang dengan keluhan nyeri yang berbeda dan sebagian (70 %) datang dengan

kondisi defisit neurologis.

Pada era dibawah tahun 2000 sering dijumpai kasus Spondilitis Tuberkulosa dengan nyeri kronis

dan defisit neurologis yang dilakukan perawatan secara konservatif dengan pemberian obat-obat

anti tuberkulosa selama 6-9 bulan.Namun tidak memperlihatkan perbaikan keluhan dan fisik

yang nyata.Saat ini seiring dengan dengan perkembangan ilmu bedah pada tulang belakang

dikawasan Asia seperti China,India dan Korea Selatan , memperlihatkan penanganan Spondilitis

Tuberkulosa dengan nyeri kronis dan defisit neurologis lebih cenderung kearah operatif dari

pada konservatif.

Penilaian VAS dan Klasifikasi Frankle saat datang pertama kali ke UGD atau poliklinik rumah

sakit tidak memperlihatkan perobahan yang bermakna dibandingkan dengan penilaian sesaat

sebelum di operasi.Hanya terjadi penurunan 1 nilai VAS baik nociseptif atau neuropatik atau

keduanya pada 16 penderita dengan pemberian medikamen Obat Anti Tuberkulosa sebagai

umbrella terapi selama minimal 2 minggu sebelum operasi.Begitu juga hanya dijumpai 1

penderita yang mengalami peningkatan klasifikasi Frankle dari Frankle D saat datang pertama

kali menjadi Frankle E pada sesaat akan dilakukan operasi,sehingga dianggap kondisi saat

datang sama dengan kondisi sesaat sebelum operasi.

Infeksi Micobachterium tuberkulosa akan mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan

stimulator proses resorbsi tulang sehingga terjadi destruksi tulang (pertuiset ,1999).Proses

pengkijuan yang terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif mengakibatkan

segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskuler sehingga terbentuk sequester tuberkulosa

(Hidalgo,2006).Dengan melakukan debridement dan pemasangan stabilisasi pada tulang

belakang dilakukan evakuasi dari Micobachterium langsung dari tulang dan jaringan sekitarnya .

(25)

Dimana kesembuhan bisa diperoleh dengan medikamen saja , mengingat kondisi segmen tulang

yang lebih avaskuler sehingga sulit untuk dicapai obat-obatan.Hal ini dapat dilihat pada

penelitian ini dengan tidak dijumpai perbaikan nyeri dan defisit neurologis secara bermakna

pada pemberian OAT selama minimal 2 minggu.

Pada penelitian ini dapat dilihat hampir semua penderita Spondilitis Tuberkulosa dengan nyeri

dan defisit neurologis yang beragam cenderung mengalami perbaikan dalam 12 minggu pasca

operasi secara bermakna p<0,0001.misalnya sebelum operasi ada penderita yang datang dengan

frankle A , 4 minggu setelah operasi menjadi frankle D ,begitu juga dengan nyeri dari VAS 8

sebelum operasi mengalami perbaikan menjadi VAS 2 setelah operasi.

Nyeri nociceptif dan neuropatik dialami penderita berbeda satu dengan yang lain.terkadang

nociceptif lebih menonjol kadang-kadang neuropatik.Namun kedua jenis nyeri tersebut

mengalami perbaikan bermakna sebelum dan sesudah operasi.Perbaikan nyeri ini

memperlihatkan korelasi dan singkronisasi dengan perbaikan defisit neurology yang dialami

oleh semua penderita.

Pertuisset melaporkan bahwa vertebra segmen torakal merupakan daerah tersering terlibat diikuti

segmen lumbal dan segman cervical.Pada penelitian ini terlihat segmen torakal merupakan

lokasi terbanyak spondilitis tuberkulosa yaitu 14 kasus, diikuti segmen lumbal 10 kasus dan

segmen torakolumbal pada 7 kasus. Tidak dijumpai kasus yang melibatkan segmen cervical

dalam penelitian ini.

Abdeen 2006 menyatakan pada penelitian terhadap 10 penderita Spondilitis Tuberkulosa

Cervical yang telah dilakukan operasi di Arab Saudi 2001-2004 semua penderita mengalami

perbaikan defisit neurologis dan nyeri dalam 1-2 bulan setelah operasi.Pada penelitian ini

dijumpai perbaikan defisit neurologis dan nyeri pada semua penderita Spondilitis Tuberkulosa

(26)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Tindakan operasi debridement dan stabilisasi tulang belakang, memperbaiki keluhan

dan fisik penderita Spondilitis Tuberkulosa.

2. Nilai Visual Analogue Score (VAS) nyeri nosiseptif sebelum operasi (7,19±1,19))

berkurang menjadi (3,291±1,39) 4 minggu setelah operasi dan (1,87±0,96) ,12 minggu

setelah operasi , perbaikan nyeri nosiceptif ini secara statistik bermakna dengan p <

0,0001 .

3. Nilai Visual Analogue Score (VAS) nyeri neuropatik sebelum operasi (6,32±1,70)

berkurang menjadi (2,74±1,06) 4 minggu setelah operasi dan (1,32±1,02) ,12 minggu

setelah operasi , perbaikan nyeri nosiceptif ini secara statistik bermakna dengan p <

0,0001 .

4. Nilai Klasifikasi Frankle untuk defisit neurologis sebelum operasi datang dengan grade

(A,B,C,D dan E ) , 4 berobah menjadi (C,D dan E) 4 minggu setelah operasi dan (D,E)

12 minggu setelah operasi , perbaikan Grading Frankle ini secara statistik bermakna

dengan p < 0,0001 .

5.2. Saran

1. Tindakan operasi debridement dan stabilisasi tulang belakang merupakan pilihan

penanganan pada penderita Spondilitis Tuberkulosa yang telah memperlihatkan

penurunan Frankle dan nyeri.

2. Perlu dilakukan sosialisasi kemasyarakat dan medis untuk lebih memahami

peran dan perlunya tindakan operasi pada kasus Spondilitis Tuberkulosa ,

mengingat masih tingginya kasus Spondilitis Tuberkulosa di

Indonesia.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar peran

operasi untuk menyembuhkan spondilitis tuberkulosa dengan defisit neurologis

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Abdeen K (2006) : Surgery For Tuberculosis Of The Cervical Spine , The Internet Journal of Neurosurgery , vol 3 number 2.

Benarjee A , Tow DE,(1987) , Tuberculous Spondiylitis , http://www .med.harvard. edu/JPNM/Bone TF/case 14.

Chaloupka VP,( 2000 ): Our Contribution to the Surgical Management of Tuberculous Spondilitis , Scripta Medica , 165-8.

Chen LH , Kao FC , Niu CC , Lai PL , Fu TS , Chen WJ , ( 2005 ): Surgical Treatment of Spinal Pseudoarthrosis in Ankylosing Spondilitis , Chang Gung Med J ; 28 , 621-8.

Chen WJ , Wu CC , Jung CH , Chen LH , Niu CC , Lai PL , ( 2002 ): Combined Anterior and Posterior Surgeries in the Treatment of Spinal Tuberculous Spondylitis.,

Clinical Orthopaedics & Related Research , 398 , 50-9 .

Desai SS , (1994 ): Early Diagnosis of Spinal Tuberculosis by MRI , Bone and Joint Surgery , vol 76 B No 6 , 863-9.

Fang D , Leong JCY , Fang HSY , ( 1983 ): Tuberculosis of the Cervical Spine , Journal of Bone and Joint Surgery , Vol 65-B no 1 , 47-50 .

Hidalgo JA ( 2006 ) : Pott’s Desease ( Tuberculous Spondylitis ) http://

202.71.136.146.8080 / healcarehouse / desease / med_em / topic 1902.htm .

Hoffman EB,Crosier JH,Cremin BJ,(1993): Imaging in Chidren with Spinal Tuberculosis a Comparison of Radiography,Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging,J Bone Joint Surg (Br),75-B,233-9.

Grevitt M , Khazim R , Webb J , Mulholland R , Shepperrd J ( 1997 ): The Short Form – 36 Health Survey Questionnaire in Spine Surgery , The Journal of Bone and Joint Surgery , 48-52 .

Moon MS , ( 1997 ):Tuberculosis of the spine : Controversies and A New Challenge , Spine 22 ( 15 ),1791-7 .

Moesbar N,(2006):Infeksi Tuberkulosa Pada Tulang Belakang ,Majalah Kedokteran Nusantara,Vol 39 No 3,283-93.

(28)

Pertuiset E , Beaudreuil J , Liote F , ( 1999 ) : Spinal Tuberkulosis in Adults , A Study of 103 Cases in Developed Country , 1980-1994 , Medicine ; 78 ,309-20.

Ramani PS , Sharma A , Jituri S , Muzumdar DP, ( 2005 ): Anterior Instrumentation for Cervical Spine Suberculosis : An Analysis of Surgical Experience with 61 Cases . Neurology India , vol 53 , 83-9 .

Rasyad C , ( 1998 ): Spondilitis Tuberkulosa , Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi , 152-7 .

Richeimer S , (2000):Understanding Nociceptive and Neuropathic pain,http//www.helpforpain.com.

Rychlicki et al ( 1998 ): Tuberculous Spondilitys : A Retrospective Study on a Series of 12 Patients Operated on in a 25-Year Period , Journal of Neurosurgical Sciences vol 42 No 4, 213-9 .

Schofferman J (2003):PharmacologicManagementof Chronic Pain in Spinal Disorders, Spine Secrets, 139-46 .

Upadhyay SS , Saji MJ , Sell P , Sell B , Hsu LCS , ( 1994 ): Spinal Deformity After Childhood Surgery for Tuberculosis of the Spine , Bone and Joint Surgery , January 76 – B , 91-8 .

Venkatesan R et al , ( 2001 ): Adjuvant Posterior Stabilization in the Management of Tuberculous Spondylitis of the Dorsal and Lumbar Spine , Orthopedic & Traumatology , 75-85 .

Watt HG,Lifeso RM,(1996): Current Concepts Review – Tuberculosis of Bone and Joints , J Bone Joint Surg Am;78 , 288-99.

Zimmerman MA, Selzman CH, Cothren C, Sorensen AC, Raeburn CD, Harken AH, ( 2003 ): Diagnostic Implications of C-Reactive Protein , Arc Surg , 220-4 .

(29)
(30)
(31)

DATA-DATA PASIEN

Nyeri sangat hebat

Nyeri hebat Nyeri

sedang Nyeri

ringan Tidak

Gambar

Tabel – 3    Perbandingan nilai Visual Analogue Score
Tabel I  Demografi ,Rata-rata usia dan Diagnosa klinis objek  penelitian
Tabel II. Perbandingan Grade Frankle sebelum operasi,4 minggu dan 12 minggu
Tabel IV. Perbandingan Grade Frankle penderita sebelum operasi, 4 minggu dan 12
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja operasi perusahaan dan menganalisis keuangan perusahaan sebelum dan sesudah penawaran umum perdana pada perusahaan

Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah manajemen nyeri pada pasien post operasi dengan ventilasi mekanik dilakukan dengan melakukan pengkajian sesuai dengan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah pemberiaan terapi musik klasik di

Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, nyeri VAS sebelum dilakukan tindakan laparoskopi banyak dialami pada derajat nyeri berat dengan skala VAS 7 – 9 sebanyak

Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, nyeri VAS sebelum dilakukan tindakan laparoskopi banyak dialami pada derajat nyeri berat dengan skala VAS 7 ± 9 sebanyak

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah untuk Menggambarkan Asuhan Keperawatan dengan penerapan terapi murotal al-quran untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi

Dari 44 pasien yang menjadi sampel penelitian, nyeri VAS sebelum dilakukan tindakan laparoskopi banyak dialami pada derajat nyeri berat dengan skala VAS 7 – 9 sebanyak

Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada wanita khususnya pada pasien post operasi miomektomi dengan metode penelitian studi kasus untuk